• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR UKURAN SUDUT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY KELAS X TEKNIK GEOMATIKA SMK NEGERI 1 BIREUEN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN HASIL BELAJAR UKURAN SUDUT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY KELAS X TEKNIK GEOMATIKA SMK NEGERI 1 BIREUEN."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR UKURAN SUDUT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY

KELAS X TEKNIK GEOMATIKA SMK NEGERI 1 BIREUEN

Oleh Fauziah*

Abstrak

Penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Ukuran Sudut Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning Siswa Kelas X Teknik Geomatika SMK Negeri 1 Bireuen” ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa pada diklat matematika materi ukuran sudut, kemampuan siswa pemecahan masalah pada materi ukuran sudut, dan agar siswa mahir menyelesaikan soal-soal pada saat mengikuti ujian akhir semester dan ujian nasional. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, dirancang dengan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi secara berulang (2 siklus), dengan hasil penelitiannya adalah penerapan Model Pembelajaran Diskovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar ukuran sudut siswa kelas X Teknik Geomatika SMK Negeri 1 Bireuen, hal ini kelihatan pada tiap siklus prestasi belajar terus meningkat. Pada siklus 1 siswa baru mencapai tuntas belarjar 13 orang siswa atau 72,22% dengan nilai tertinggi 85 yang belum tuntas 5 orang siswa atau 27,78% nilai rata-rata siklus 1 adalah: 76,94 dari 18 orang siswa terdiri dari 16 siswa laki-laki 2 siswa perempuan. Siklus 2 mencapai nilai rata-rata 83,41 nilai tertinggi 93, jumlah siswa tinggal 17 orang 15 orang laki-laki 2 orang perempuan, tuntas 100% pada materi ukuran sudut. Dengan kata lain pembelajaran matematika apapun metode yang digunakan guru harus disiplin dan tegas membina siswa karena guru merupakan ujung tombak keberhasilan siswa.

Kata kunci : Peningkatan Hasil Belajar, dan Discovery Learning.

PENDAHULUAN

Ketrampilan siswa SMK Teknologi bisa diukur dengan uji Kompetensi Produktif, hasil ujian kompetensi produktif sangat menentukan kemampuan siswa dalam berwira usaha diklat lainnya hanya merupakan adaptif dan normatif, tapi dliklat produktif kompetensi yang dimilki dapat dijadikan modal utama dalam kehidupan di dunia usaha dan industri sesuai dengan keahlian masing-masing.

Dalam melaksanakan proses pembelajaran diklat matematika dalam hal ini pada materi ukuran sudut kelas X Teknik Geomatika, temuan saya sebagai guru mata diklat matematika kondisi kelas siswa kurang menanggapi, kurang menyenangkan ada beberapa orang siswa yang kurang respon terhadap matematika menganggap matematika itu sukar untuk dipelajari dan malah menjadi momoh bagi mareka, mareka nilai matematika perlu tinggi tanpa belajar dengan maksimal ini sudah menjadi kenyataan dan sering terjadi,

tetapi bagi siswa yang senang dengan matematika hal tersebut tidak tejadi dan hasil yang diperoleh lebih puas dengan hasil usaha sendiri.

Setelah dievaluasi ternyata dari 18 orang siswa yang ada, ternyata 5 orang siswa mendapat nilai 80 atau 27,78% , 5 orang siswa yang mendapat nilai 70 atau 27,78%, 8 orang siswa mendapat nilai < 70 atau 44,44% sehingga disimpulkan bahwa pembelajaran materi ukuran sudut baru 5 orang atau27,78% tuntas, yang lainnya nilai sangat rendah belum sesuai dengan nilai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah, dan masih perlu remedial theaching secara klasikal sedemikian rupa sehingga memenuhi apa yang diharapkan. Oleh karena itu perlu tindak lanjut agar kompetensi siswa dapat mencapai target seperti yang diharapkan sesuai dengan KKM ≥ 80,00 yang telah ditetapkan oleh sekolah.

Solusinya, tak ada jalan lain guru juga harus memiliki standar kompetensi yang

(2)

memadai diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan nilai-nilai dasar yang bisa direpleksikan dalam kebiasaan berpikir, bertindak dengan semangat tinggi membimbing, mengarahkan, memberi motivasi, dengan sabar, ikhlas, jujur, ramah dengan senang hati agar siswa senang dan tertarik dengan pembelajaran matematika. Karena dalam kenyataannya banyak siswa menganggap matematika itu sukar, sulit untuk dipahami dan dimengerti oleh siswa, karena hal tersebut dalam proses belajar mengajar, penulis mencoba membuat penelitian tindakan kelas dengan judul: "Peningkatan Hasil Belajar Ukuran Sudut Melalui Pembelajaran Discovery Learning Siswa Kelas X Teknik Geomatika SMK Negeri 1 Bireuen”

TINJAUAN PUSTAKA

1. Aspek-aspek yang mempengaruhi hasil belajar

Dalam hal ini terlebih dahulu guru harus mengenal dan mencari imformasi tentang diri pribadi siswa agar dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam membimbing siswa sesuai dengan latar belakang dan karakter yang berbeda-beda yang dimiliki siswa, antara lain : menyangkut pribadi siswa, daya serap atau kemampuan berpikir, kesehatan, keadaan ekonomi orang tua, sifat-sifat pribadi (watak) , cita-cita dan lain–lain sebagainya. 2. Kemauan terhadap matematika dalam

Pembelajaran Matematika.

Pengalaman dalam proses pembelajaran matematika biasanya berkaitan erat dengan prestasi siswa dalam pembelajaran matematika siswa yang senang dengan matematika belajar lebih efektif dengan semangat yang tinggi dan menyukai matematika dengan apa yang dipelajarinya dan mendapat hasil lebih baik sesuai yang dipelajarinya, guru harus lebih perhatian yang kontunue terhadap siswa tersebut, mengarahkan, memberi motivasi, mendorong, dengan semangat yang tinggi agar siswa dapat menkontruksikan apa yang dipelajari sesuai dengan keinginan. Melalui pembelajaran trigonometri siswa memperoleh pengalaman belajar dapat menemukan konsep ukuran sudut pemecahan masalah yang otentik, berkolaborasi, masalah aktual dengan pola interaksi sosial kultur berpikir tingkat

tinggi, berpikir kritis kreatif dalam menyelidiki dan mengaplikasikan konsep trigonometri dalam memecahkan masalah. Discovery Learning

1. Definisi

Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986) harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana siswa mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating concepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001: 219).

Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diberikan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.

Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip

(3)

belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

2. Konsep

Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).

Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negative; 3) Karakteristik, baik yang p okok maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula.

Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.

Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pergeseran, pegangan, dan sebagainya.

Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145).

Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan bahan

(4)

pembelajaran serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery Learning sebagai metode mengajar ialah bahwa tingkat-tingkat inisial (permulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah tidak maksimal dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problem disajikan kepada siswa. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan siswa diberi responstibilitas yang lebih tinggi untuk belajar sendiri.

3. Model Discovery Learning

Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut:

1. Langkah Persiapan Metode Discovery Learning

- Menentukan tujuan pembelajaran. - Melakukan identifikasi karakteristik

siswa (kemampuan awal, minat, cara belajar, dan sebagainya).

- Memilih materi pelajaran.

- Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa.

- Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi). - Mengembangkan bahan-bahan

belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

- kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

- Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning

Menurut Syah (2004: 244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Permulaan siswa diberikan kegiatan pada sesuatu yang menimbulkan pemikiran, kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul

keinginan mencari tahu menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan ajar. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulasi kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004: 244). Sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

c. Data collection (pengumpulan data). Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan guru, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari

(5)

tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

d. Data processing (pengolahan data) Menurut Syah (2004: 244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, kemuadian ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002: 22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban, altenatif penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. e. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004: 244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip

yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

3. Kelebihan Penerapan Discovery Learning

 Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan- keterampilan dan proses-proses kognitif.

 Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

 Menimbulkan rasa senang pada diri siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

 Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan pemikiran dan motivasi sendiri.

 Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

 Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

 Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

 Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.

 Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

 Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

 Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

 Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

 Kemungkinan siswa belajar dengan memamfaatkan berbagai jenis sumber.  Dapat mengembangkan bakat dan

kecakapan individu.

4. Kelemahan Penerapan Discovery Learning

(6)

a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa banyak pemikiran untuk belajar, bagi siswa yang kurang daya serap, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya kurang mampu. b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar

jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membimbing mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar jika berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk

mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Teknik Penelitian 2. Alat Pengumpulan Data

Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas adalah analisis deskriptif, yang meliputi:

1. Analisis deskriptif komperatif pembelajaran antara siklus 1 dan hasil pembelajaran siklus ke 2, rasio hasil test yang diperoleh oleh siswa pada siklus 1 dan siklus 2 siswa kelas X Teknik Geomatika SMK N 1 Bireuen.

2. Analisis deskriptif kualitatif rasio hasil obsevasi dan refleksi pada saat terjadi proses belajar mengajar siklus 1 dan siklus 2.

A. Setting Penelitian 1. Lokasi Penelian

Penelitian dilaksanakan pada kelas X Teknik Geomatika SMK Negeri 1 Bireuen. Jalan Taman siwa No.2 Gelanggang Baro, Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen, kode pos 24251. Telp. (0644) 21558, Fax. (0644) 21358 Bireuen 24251

E-mail: smknegeri1bireuen@yahoo.oo.id-Website: www.smkn1bireuen.org

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai tanggal 20 Januari sampai dengan 20 April 2016.

3. Subjek Penelelitian

Berdasarkan judul penelitian yaitu: Peningkatan Hasil Belajar Ukuran Sudut Melalui Pembelajaran Discovery Learning Siswa Kelas X Teknik Geomatika SMK Negeri 1 Bireuen. Harapan peneliti melalui pembejaran Dicovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X Teknik Geomatika, menjadi subjek penelitian siswa kelas X Teknik Geomatika yang bejumlah 18 orang siswa 16 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. 4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa sebagai subjek penelitian, data dikumpulkan melalui hasil tes tertulis. Dan tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir siklus proses belajar mengajar pada materi ukuran sudut, siswa kelas X Teknik Geomatika sebagai sumber data. B. Prosudur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus , setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi.

Hasil Penelitian

HASIL UJIAN PRA SIKLUS

HASIL UJIAN SIKLUS 1

65 70 75 80 85 55 60 70 80

(7)

HASIL UJIAN SIKLUS 2

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa proses belajar mengajar dengan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan prestasi siswa kelas X Teknik Geomatika SMK Negeri 1 Bireuen

 Pembahasan Pra Siklus a. Hasil Belajar

Hasil belajar siswa kelas X Teknik Geomatika masih rendah mareka belum tahu bagaimana belajar di SMK, mareka menganggap gampang saja naik kelas setelah dijalani ternyata susah juga tidak seperti yang dibayangkan. Test awal diklat matematika atau Pra Siklus dengan materi : Ukuran Sudut. Hasil test yang dicapai dari 18 orang siswa, lulus nilai cukup 5 orang atau 27,78% (belum tuntas masih di bawah KKM), nilai tertinggi 80, nilai terendah 55 dan nilai rata-rata 67,78. Sesuai dengan KKM yang ditetapkan

80

tuntas, hanya 5 orang siswa atau 27,78% yang tuntas, masih perlu remedial teaching secara klasikal karena nilai yang dicapai masih rendah belum mencapai KKM. b. Proses Pemberajaran

Proses pembelajaran pra siklus kelas X Teknik Geomatika banyak tantangan bagi guru karena siswa tidak mau belajar, malas, belajar harus paksaan. Guru kerja keras dengan sabar hati untuk membina, membimbing, mengarakan dan memotivasi agar siswa tersebut senang belajar matematika.

 Pembahasan Siklus 1 a. Hasil belajar

Dari hasil test siklus 1 dapat kita lihat nilai rata-rata 76,94 dan ketuntasan belajar nilai yang diperoleh: Lulus amat baik (A) = tidak ada, lulus baik (B) =13 orang siswa atau 72,22% dan lulus cukup (C) = 5 orang siswa atau 27,78% karena KKM ≥ 80, ketuntasan belajar hanya 13 orang siswa atau 72,22% nilai < 80 belum tuntas. Prestasi meningkat dari pra siklus dapat dilihat pada tabel di atas.

b. Proses Pembelajaran Proses belajar mengajar pada siklus 1 sudah menunjukkan adanya perubahan jika dibadingkan dengan pra siklus.Tanpa guru memaksa pada jam belajar matematika siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing dan berdiskusi mempersiapkan diri untuk mempretasekan hasil kerja kelompok, pemecahan malasah atau soal-soal.

 Pembahasan Siklus 2

Proses belajar mengajar pada siklus 2, berdasarkan test tertulis dan non test. Dari hasil observasi dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut: a. Hasil belajar

Siswa kelas X Teknik Geomatika hasil ujian siklus 2 mencapai nilai lulus amat baik (A) 3 orang siswa atau 16.67%, lulus nilai baik (B) 15 orang siswa atau 83,33% sudah tuntas semua dan sudah mencapai kriteria kelulusan minimal seperti yang diharapkan. Adapun hasil ujian nilai tertinggi 93 nilai terendah 80 dan nilai rata-rata 83,41 dari 17 orang siswa, 15 orang laki-laki 2 orang perempuan.

b. Proses Pembelajaran

Proses belajar mengajar pada siklus 2 sudah mulai perubahan jika dibandingkan dengan pra siklus, dan siklus 1 walaupun ada beberapa orang siswa yang masih malas, tapi bisa teratasi karena yang lainnya sudah aktif.

Dari hasil siklus 1 dan siklus 2 peningkatan yang sangat signifikan baik dari hasil test tertulis maupun dari hasil obsersi dan pengamatan pada saat poses pembelajaran. Terutama berubah tingkah laku, sikap, sopan santun dan lain-lain, dari tidak mau belajar pelan-pelan menjadi rajin belajar dan berprestasi walaupun belum maksimal.

c. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian dapat dilihat sudah ada peningkatan prestasi belajar siswa kelas X Teknik Geomatika SMK N 1 Bireuen 0 2 4 6 8 10 80 85 90 93 East North

(8)

melalui model pembelajaran Discovery Learning dengan Standar Kompetensi “menggunakan ukuran sudut pemecahan masalah ”. Peningkatan nilai rata-rata pra siklus 67,78, siklus 1 menjadi 76,94 pada siklus 2 menjadi 83,22. Pada test pra siklus siswa yang belum tuntas 13 orang siswa atau 72,22% dari 18 orang siswa. Pada siklus 1siswa yang belum tuntas berkurang tinggal 5 orang siswa atau 27,78%. Pada siklus ke 2 tidak ada lagi siswa yang belum tuntas walaupun nilai yang dicapai masih dominan dalam kriteria lulus baik ( B). Pada siklus 2 siswa tinggal 17 orang kelihatan masih mau belajar, mudah-mudahan kelas X Teknik Geomatika dari 17 orang siswa semuanya bisa melanjudkan ke tingkat berikutnya atau naik kelas. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dapat penulis ambil kesimpulan bahwasanya penerapan Model Pembelajaran Diskovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar ukuran sudut siswa kelas X Teknik Geomatika SMK Negeri 1 Bireuen, hal ini kelihatan pada tiap siklus prestasi belajar terus meningkat. Pada siklus 1 siswa baru mencapai tuntas belarjar 13 orang siswa atau 72,22% dengan nilai tertinggi 85 yang belum tuntas 5 orang siswa atau 27,78% nilai rata-rata siklus 1 adalah:76,94 dari 18 orang siswa terdiri dari 16 siswa laki-laki 2 orang perempuan. Siklus 2 mencapai nilai rata-rata 83,41 nilai tertinggi 93, jumlah siswa tinggal 17 orang 15 orang laki-laki 2 orang perempuan, tuntas 100 % pada materi ukuran sudut. Dengan kata lain pembelajaran matematika apapun metode yang digunakan guru harus disiplin dan tegas membina siswa karena guru merupakan ujung tombak keberhasilan siswa.

Saran

Dari kesimpulan hasil penelitian di atas , maka disarankan gunakan model pembelajaran sesuai standar kompetensi atau sesuai dengan topik yang diajarkan. Apapun metode yang kita gunakan jangan lupa pesanan untuk siswa harus banyak belajar dirumah karena belajar di sekolah waktu sangat terbatas.

DAPTAR PUSTAKA

Jahja, Yudrik. 2004. Wawasan Pendidikan. Jakarta: Dep. Pend. Nasional Direk Pend. Dasar Direk. Tenaga Kependidikan.

Suprayekti. 2004. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Dep. Pen. Nasional Direk. Pen. Dasar Direk. Tenaga Kependidikan.

Sudjadmiko, Nurlaili, lili. 2004. Kurikulum Berbasis Kompotensi. Jakarta: Dep. Pen. Nasional Direk.Pen. Dasar Direk. Tenaga Kependidikan.

Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. Leuser Cita Pusaka.

Wibawa Basuki. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar Dan Menengah Direk.Tenaga Kependidikan.

Ibrahim, Muslimin. 2005. Asesmen Berkelanjutan: Konsep Dasar, Tahapan Pengembangan dan Contoh. Surabaya: UNESA University Press Anggota IKAPI.

Coutinho, M, &Malouf, D. 1993.

PerformanceAssessment and Childre with Disabilities: Issues and Possibilities. Teaching Exceptional Children, 25(4), 63–67.

Cumming, J. J., & Maxwell, G. S. 1999. Contextualizing Authentic Assessment. Assessment in Education, 6(2), 177–194.

Gatlin, L.,& Jacob, S. 2002. Standards-Based Digital Portfolios: A Component of Authentic Assessment for Preservice Teachers. Action in Teacher Education, 23(4), 28–34.

Grisham-Brown, J., Hallam, R., & Brookshire, R. 2006. Using Authentic Assessment to Evidence Children's Progress Toward Early Learning Standards. Early Childhood Education Journal, 34(1), 45–51.

Salvia, J., & Ysseldyke, J. E. 2004. Assessment in Special and Inclusive Education (9th ed.). New York: Houghton Mifflin.

Wiggins, G. 1993. Assessment: Authenticity, Context and Validity. Phi Delta Kappan, 75(3), 200–214.

(9)

Allen, L. (1973). An Examination of the Ability of Third Grade Children from the Science Curriculum Improvement Study to Identify Experimental Variables and to Recognize Change. Science Education, 57, 123-151. Depdikbud. 2013. Permendikbud 81A.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Padilla, M., Cronin, L., & Twiest, M. 1985. The Development and Validation of the Test of Basic Process Skills. Paper Presented at the Annual meeting of the National Association for Research in Science Teaching, French Lick, IN.

Quinn, M., & George, K. D. 1975. Teaching Hypothesis Formation. Science Education, 59, 289-296. Science Education, 62, 215-221.

Thiel, R., & George, D. K. 1976. Some Factors Affecting the use of the Science Process Skill of Prediction by Elementary School Children. Journal of Research in Science Teaching, 13, 155-166.

Tomera, A. 1974. Transfer and Retention of Transfer of the Science Processes of Observation and Comparison in Junior High School Students. Science Education, 58, 195-203.

Referensi

Dokumen terkait

dalam waktu yang tepat dan dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabk an Penggunaan Perbekalan Farmasi Penggunaan Perbekalan Farmasi Menjamin keamanan obat dari mulai

Hasil penelitian ini membuktikan adanya perbedaan yang signifikan pada perilaku bermasalah anak usia dini dalam keluarga multigenerasi ditinjau dari konsistensi

Dari hasil p enelitian y ang telah dilakukan dap at ditarik kesimp ulan: Pertama, bahwa melih at dari berbagai asp ek korp orasi dap at dijadikan subjek delik dalam

Tetapi jika kita perhatikan nilai kalor jenis akan berbeda dari tiap benda karena memiliki kalor jens yang berbeda. Satuan kalor jenis : J/kg K atau J/kg

Selain Instagram, Sha’an d’Anthes juga menggunakan media Tumblr sebagai sarana untuk berinteraksi dengan pengikut dan para netizen.. Tumblr yang dapat diakses melalui

Hubungan saling tergantung antara dua sistem ekonomi atau lebih, dan hubungan antara sistem-sistem ekonomi ini dengan perdagangan dunia, menjadi hubungan

Seed Vigor Testing Handbook.. Association of Seed Analysts,

Melakukan analisis regresi logistik dengan menggunakan metode stepwise dengan seleksi forward yang diikuti oleh eliminasi backward , sehingga mendapatkan model terbaik