• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN GEDUNG 8 LANTAI DENGAN MENGGUNAKAN BASE ISOLATOR TIPE HIGH DAMPING RUBBER BEARING DAN LEAD RUBBER BEARING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN GEDUNG 8 LANTAI DENGAN MENGGUNAKAN BASE ISOLATOR TIPE HIGH DAMPING RUBBER BEARING DAN LEAD RUBBER BEARING"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN GEDUNG 8 LANTAI DENGAN

MENGGUNAKAN BASE ISOLATOR TIPE HIGH DAMPING

RUBBER BEARING DAN LEAD RUBBER BEARING

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Iffah Ariqoh Fakrunnisa

104116052

FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(2)

Pera

ncangan G

edung 8 Lant

ai Dengan Mengguna

kan

Base I

so

lat

or

Tip

e

High

Dam

ping Ru

bber Bear

in

g

Dan

Lead Rubber Beari

ng

If

fah

Ar

iqoh

Fakrunni

sa

104116052

(3)

PERANCANGAN GEDUNG 8 LANTAI DENGAN

MENGGUNAKAN BASE ISOLATOR TIPE HIGH DAMPING

RUBBER BEARING DAN LEAD RUBBER BEARING

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Iffah Ariqoh Fakrunnisa

104116052

FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(4)
(5)

Universitas Pertamina - i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Perancangan Gedung 8 Lantai Dengan

Menggunakan Base Isolator Tipe High

Damping Rubber Bearing dan Lead Rubber

Bearing

Nama Mahasiswa

: Iffah Ariqoh Fakrunnisa

Nomor Induk Mahasiswa

: 104116052

Program Studi

: Teknik Sipil

Fakultas

: Fakultas Perencanaan Infrastruktur

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : 12 Agustus 2020

Jakarta, 18 September 2020

MENGESAHKAN

Pembimbing

: Nama

: Gati Annisa Hayu, M.T. M.Sc.

NIP

: 119023

MENGETAHUI,

Ketua Program Studi

Dr. Arianta, S.T., M.T.

116038

(6)

Universitas Pertamina - ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan

Gedung 8 Lantai Dengan Menggunakan Base Isolator Tipe High Damping Rubber

Bearing dan Lead Rubber Bearing” ini adalah benar-benar merupakan hasil karya

saya. Dalam penulisan Tugas akhir ini juga tidak mengandung materi yang ditulis

oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah

dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya

bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan Tugas

Akhir yang telah saya buat kepada pihak Universitas Pertamina untuk hak bebas

royalty

non-eksklusif (

non-exclusive royalty-free right

) atas Tugas akhir ini beserta

perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini Universitas

Pertamina berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam

bentuk pangkatan data (

database

), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir

saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 18 September 2020

Yang membuat pernyataan,

(7)

Universitas Pertamina - iii

ABSTRAK

Iffah Ariqoh Fakrunnisa. 104116052.

Perancangan Gedung 8 Lantai Dengan

Menggunakan

Base Isolator

Tipe

High Damping Rubber Bearing

Dan

Lead Rubber

Bearing

.

Perancangan ini membahas tentang rancangan gedung dengan menggunakan salah

satu inovasi dalam perancangan struktur yaitu

Base Isolator

.

Base isolator

adalah

sebuah alat yang disisipkan di antara pondasi dengan struktur bagian atas yang

berfungsi sebagai peredam gaya gempa ketika gempa bumi terjadi. Dua sistem

isolasi dasar yang sering digunakan pada bangunan adalah

High Damping Rubber

Bearing

(HDRB) dan

Lead Rubber Bearing

(LRB). Dua sistem tersebut memiliki

karakteristik yang berbeda.

Tugas akhir ini akan membahas mengenai perbandingan perilaku struktur dengan

sistem HDRB dan sistem LRB. Bangunan yang dirancang adalah Gedung Sekolah

8 lantai dengan Sistem Struktur Rangka Beton Bertulang Pemikul Momen Khusus

yang terletak di daerah Yogyakarta dengan tanah sedang.

Hasil perancangan struktur dengan menggunakan sistem HDRB menunjukkan

bahwa kenaikan

displacement

jika dibandingkan dengan

fixed base

adalah sebesar

41,563% pada arah x dan 55,465% pada arah y, sedangkan struktur dengan sistem

LRB memiliki kenaikan

displacement

sebesar 44,089% pada arah x dan 43,97%

pada arah y. Namun, gaya geser dasar pada struktur dengan sistem isolasi dasar

mengalami penurunan. Untuk struktur dengan sistem HDRB penurunan pada gaya

geser dasar terjadi sebesar 39,638% sedangkan struktur dengan sistem LRB

mengalami penurunan sebesar 34,384%.

Berdasarkan hasil analisis, maka dapat diketahui bahwa struktur dengan sistem

High Damping Rubber Bearing

bekerja lebih efektif dibandingkan dengan sistem

Lead Rubber Bearing

dalam meredam gaya gempa pada bangunan.

Kata Kunci

: Struktur, Gaya Gempa, Sistem Isolasi Dasar,

High Damping

Rubber Bearing

,

Lead Rubber Bearing

(8)

Universitas Pertamina - iv

ABSTRACT

Iffah Ariqoh Fakrunnisa. 104116052.

Structure Design of 8-Storey School

Building Using Base Isolation, High Damping Rubber Bearing and Lead Rubber

Bearing.

This design is about designing a building by using an innovation in structural design

named base isolator. Base isolator is a device that inserted between the foundation

of a structure and the upper structure in the form of insulation pads that function as

an earth vibration reducer when earthquake occurs. Two types of base isolation that

oftenly used for buildings are High Damping Rubber Bearing and Lead Rubber

Bearing. These systems have their own characteristics.

This final project will discuss the comparison of structural behavior between the

HDRB system and LRB system under the same earthquake load. The building that

used here is an 8-storey school building with special moment frame located in

Yogyakarta with medium soil conditions.

The results of this structure design using HDRB system shows that displacement

increased by 41,563% in x-axis and 55,465% in y-axis, while the displacement of

the structure using LRB system increased by 44,089% in x-axis and 43,97% in

y-axis. However, the base shear and the axial force of the structure decreased. The

difference between the two are 39,638% and 34,384%, respectively.

Based on the results, it can be seen that the High Damping Rubber Bearing system

works more effectively when compared by Lead Rubber Bearing system in

reducing the earthquake load in buildings.

Keywords

: Structure, Earthquake Load, Base Isolation, High Damping

Rubber, Bearing, Lead Rubber Bearing

(9)

Universitas Pertamina - v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan

karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

ini. Penyusunan laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik pada program studi Teknik Sipil – Fakultas

Perencanaan Infrastruktur Universitas Pertamina. Konsentrasi yang diambil untuk

penyusunan Tugas Akhir ini adalah ilmu pada bidang struktur daratan. Dengan

selesainya laporan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1.

Bapak Dr. Arianta selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil Universitas

Pertamina dan Dosen Wali;

2.

Ibu Gati Annisa Hayu, MT., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing, yang telah

meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan Tugas Akhir;

3.

Seluruh dosen pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Pertamina

yang telah memberikan ilmu pada masa perkuliahan;

4.

Kedua orang tua yang selalu memberikan bantuan, dukungan moral dan

finansial, serta doa yang tidak pernah putus sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik;

5.

Alauddin Shidqi, adik saya yang selalu memberikan dukungan dan doa;

6.

Yuda Prakoso, Larasati Mega, Farindra, dan Yusa Samuel, rekan – rekan

terdekat yang telah mendukung, doa, dan semangat yang selalu diberikan.

7.

Teman – teman Teknik Sipil Universitas Pertamina Angkatan 2016. Terima

kasih atas dukungan baik sebagai teman seperjuangan selama 4 tahun

perkuliahan.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari

sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 18 September 2020

(10)

Universitas Pertamina - vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

1. BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang... 1

1.2

Rumusan Masalah ... 2

1.3

Batasan Masalah ... 2

1.4

Tujuan Perancangan ... 3

1.5

Manfaat Perancangan ... 3

1.5.1 Manfaat untuk Penulis ... 3

1.5.2 Manfaat untuk Umum / Instansi Terkait ... 3

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1

Bangunan Fixed-Base ... 4

2.2

Pembebanan ... 4

1.2.1 Beban Mati ... 4

1.2.2 Beban Hidup ... 5

1.2.3 Beban Gempa ... 5

1.2.4 Beban Angin ... 5

(11)

Universitas Pertamina - vii

2.3

Penulangan ... 6

2.3.1 Penulangan Tarik Beton Bertulang ... 6

2.3.2 Penulangan

Sengkang ... 8

2.3.3 Desain Pelat ... 9

2.4

Base Isolation

... 11

2.4.1

High-Damping Rubber Bearing

(HDRB) ... 12

2.4.2

Lead Rubber Bearing

(LRB) ... 13

2.4.3 Analisis

Isolation Structure

... 15

3. BAB III KONSEP PERANCANGAN ... 17

3.1

Diagram Alir Perancangan ... 17

3.2

Pertimbangan Perancangan ... 19

3.2.1 Data Umum Bangunan ... 19

3.2.2 Data Material ... 19

3.2.3 Data Gambar ... 20

3.3

Analisis Teknis ... 20

3.4

Peralatan dan Bahan ... 20

3.5

Jadwal Pelaksanaan ... 20

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1

Preliminary Design

... 22

4.1.1 Perencanaan Dimensi Balok ... 22

4.1.2 Perancangan Dimensi Kolom ... 23

4.1.3 Dimensi Pelat ... 25

4.2

Pembebanan ... 29

4.2.1 Beban Mati Tambahan ... 29

4.2.2 Beban Hidup ... 30

(12)

Universitas Pertamina - viii

4.2.4 Beban Gempa ... 32

4.2.5 Beban Angin ... 33

4.2.6 Kombinasi Pembebanan ... 34

4.3

Penulangan Balok Anak ... 34

4.4

Perencanaan Struktur Tangga ... 36

4.4.1 Data Umum Perancangan Tangga Struktur ... 36

4.4.2 Perhitungan Pembebanan Pelat Tangga ... 36

4.4.3 Perhitungan Pembebanan Bordes ... 37

4.4.4 Analisis Struktur Tangga ... 38

4.4.5 Perhitungan Penulangan ... 39

4.5

Pemodelan Struktur

Fixed Base

... 42

4.5.1 Berat Bangunan ... 42

4.5.2 Perbandingan Perhitungan Program Bantu Analisis Struktur dengan

Perhitungan Manual ... 43

4.5.3 Kontrol Simpangan Antarlantai Struktur

Fixed Base

... 45

4.6

Permodelan dengan

Base Isolator

... 47

4.6.1 Ketentuan Prosedur Analisis

Base Isolator

(SNI 1726:2012) ... 47

4.6.2 Desain

High Damping Rubber Bearing

... 47

4.6.3 Desain

Lead Rubber Bearing

... 48

4.6.4 Spesifikasi

Bearing

... 48

4.6.5 Analisis

Isolation Structure

(SNI 1726:2012) ... 48

4.7

Perbandingan Periode Natural, Gaya Geser Dasar,

Displacement

, dan

Story Drift

... 51

4.8

Perbandingan Nilai Gaya Aksial, Gaya Geser, dan Momen pada

Komponen Struktural Gedung ... 53

4.9

Perencanaan Struktur Utama ... 54

(13)

Universitas Pertamina - ix

4.9.2 Perencanaan Kolom Di Atas Struktur HDRB ... 60

4.9.3 Perencanaan Balok

Lift

... 66

5. BAB V PENUTUP ... 69

5.1

Kesimpulan ... 69

5.2

Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(14)

Universitas Pertamina - x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Timeline Pengerjaan Tugas Akhir ... 21

Tabel 4.1 Dimensi Balok untuk Gedung Sekolah 8 Lantai ... 23

Tabel 4.2 Beban Mati yang Bekerja Pada Lantai ... 24

Tabel 4.3 Beban Mati yang Bekerja Pada Atap ... 24

Tabel 4.4 Beban Hidup yang Bekerja Pada Gedung ... 24

Tabel 4.5 Dimensi Ketebalan Pelat ... 27

Tabel 4.6 Penulangan pelat arah panjang ... 28

Tabel 4.7 Beban Mati pada Lantai ... 29

Tabel 4.8 Beban Mati pada Atap... 30

Tabel 4.9 Beban Mati Kamar Mandi ... 30

Tabel 4.10 Data Gempa Yogyakarta ... 32

Tabel 4.11 Berat Per Lantai ... 42

Tabel 4.12 Berat Sendiri Kolom ... 43

Tabel 4.13 Berat Sendiri Balok ... 43

Tabel 4.14 Berat Sendiri Pelat ... 43

Tabel 4.15 Berat Dinding Pada Balok... 44

Tabel 4.16 Beban Hidup dan Beban Mati Pada Pelat ... 44

Tabel 4.17 Kontrol Simpangan Fixed Base Arah X ... 46

Tabel 4.18 Kontrol Simpangan Fixed Base Arah Y ... 46

Tabel 4.19 Redaman Efektif ... 49

Tabel 4.20 Nilai D

D

Sesuai Dengan Jenis Isolator Bearing ... 50

Tabel 4.21 Nilai Vb dan Vs Berdasarkan Jenis Isolator Bearing ... 50

Tabel 4.22 Gaya Gempa Dinamis Struktur Base Isolator ... 50

Tabel 4.23 Cek Gaya Gempa Dinamis Struktur Base Isolator... 50

Tabel 4.24 Periode Natural Struktur Fixed Base, LRB, dan HDRB ... 51

Tabel 4.25 Gaya Geser Dasar Struktur Fixed Base, LRB, dan HDRB ... 51

Tabel 4.26 Hasil Perbandingan Displacement Arah X ... 51

Tabel 4.27 Story Drift Arah X ... 52

Tabel 4.28 Hasil Perbandingan Displacement Arah Y ... 52

(15)

Universitas Pertamina - xi

Tabel 4.30 Hasil Perbandingan Nilai Gaya Aksial dan Gaya Geser Pada Kolom 53

Tabel 4.31 Hasil Perbandingan Nilai Gaya Geser dan Momen Pada Balok ... 53

(16)

Universitas Pertamina - xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia ... 1

Gambar 2.1 Hubungan antara Percepatan (kiri) dan Perpindahan (kanan) Dengan

Periode Struktur ... 11

Gambar.2.2 Perbedaan Perilaku Bangunan yang menggunakan Base Isolator dan

Fixed Base (Kircher, 2013) ... 12

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir... 17

Gambar 3.2 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir... 18

Gambar 4.1 Denah Balok-Kolom Utama (hitam) dan Balok-Kolom Anak (biru) 22

Gambar 4.2 Spektral Percepatan Gempa di Yogyakarta ... 32

Gambar 4.3 Gambar Analisis Struktur Tangga ... 38

(17)

Universitas Pertamina - xiii

DAFTAR SINGKATAN

Lambang/Singkatan

Arti Keterangan

HDRB

High Damping Rubber Bearing

LRB

Lead Rubber Bearing

ρ

b

Rasio Tulangan Seimbang

Q

u

Beban Ultimit Struktur

V

u

Gaya Geser Ultimit

T

Periode Struktur

T

D

Periode Rencana

K

H

Kekakuan Horizontal

G

Modulus Geser Karet

D

D

Perpindahan Gaya Gempa Lateral Minimum

D

M

Perpindahan Maksimum Sistem Isolasi

T

M

Periode Struktur Isolasi Seismik Pada Perpindahan

Maksimum

K

M-Min

Kekuatan Efektif Minimum Sistem Isolasi pada Saat

Perpindahan Maksimum di Arah Horizontal yang

Ditinjau

D

TD

Perpindahan Rencana Total

D

TM

Perpindahan Maksimum Total

V

b

Gaya Gempa Lateral Minimum

V

s

Gaya Geser Minimum

C

s

Koefisien Respon Seismik

fc'

Mutu Beton

fy

Mutu Tulangan Baja

C

d

Faktor Perbesaran Defleksi

I

e

Faktor Keutamaan Gempa

G

Shear Modulus

(18)

Universitas Pertamina - 1

1.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat gempa bumi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak pada wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yakni lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia. Pertemuan tiga lempeng tektonik dunia tersebut menyebabkan potensi aktivitas seismik di Indonesia cukup tinggi. Maka, perencana harus merancang bangunan yang mampu menahan respon inelastik yang diakibatkan oleh beban gempa, selain mempertimbangkan aspek pembebanan struktur dari bangunan tersebut.

Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia

Prinsip dari perancangan bangunan tahan gempa bumi adalah mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa (Moningka, 2012). Filosofi yang digunakan untuk bangunan tahan gempa yaitu:

1. Pada gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan

2. Pada gempa sedang, komponen struktural bangunan tidak boleh mengalami kerusakan, tetapi komponen non-struktural boleh mengalami kerusakan

3. Pada gempa kuat, komponen struktural bangunan boleh mengalami kerusakan tanpa keruntuhan.

Perancangan bangunan tahan gempa yang banyak digunakan di Indonesia adalah perencangaan bangunan fixed-base (Erista, 2011). Bangunan fixed-base adalah bangunan yang menitikberatkan pada kekuatan struktur agar bangunan dapat kuat ketika gempa besar terjadi. Konsep perancangan bangunan

fixed-base adalah pembangunan gedung dengan menggunakan sifat inelastik struktur untuk meredam gaya gempa, sehingga kekuatan struktur menjadi hal yang penting terhadap gaya gempa yang bekerja pada bangunan tersebut. Kelebihan dari konsep ini adalah perencanaannya yang praktis dan biaya konstruksi yang murah.

Kerusakan pada bangunan setelah gempa seringkali terjadi karena adanya interstory drift (perbedaan simpangan antartingkat), maka untuk memperkecil interstory drift dapat dilakukan dengan cara

(19)

Universitas Pertamina - 2 memperkaku bangunan dalam arah lateral. Namun cara tersebut akan memperbesar gaya gempa yang bekerja pada bangunan.

Seiring dengan berkembangnya teknologi konstruksi, maka perancang haruslah menciptakan teknologi yang berpacu pada sustainable infrastructure. Sustainable infrastructure adalah perkembangan teknologi dalam konstruksi bangunan dengan mempertimbangkan implikasi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Salah satu contoh dari sustainable infrastructure adalah penggunaan base isolator pada bangunan.

Konsep kerja base isolator adalah memisahkan antara bangunan komponen atas dengan komponen pondasi. Sistem base isoalator yang memiliki kekakuan yang kecil akan disisipkan di tengah-tengah komponen tersebut sehingga gaya gempa akan diredam oleh sistem sebelum masuk ke komponen atas struktur. Ragam getaran yang dihasilkan oleh gempa pertamanya hanya akan menimbulkan deformasi lateral pada sistem base isolator, sedangkan komponen bagian atas bangunan akan berperilaku sebagai benda getar. Salah satu base isolator yang umum digunakan di Indonesia adalah base isolator tipe High Damper Rubber Bearing (HDRB) dan Lead Rubber Bearing (LRB).

Sistem HDRB adalah base isolator yang terbuat dari campuran senyawa karet dengan tingkat redaman yang tinggi. Nilai modulus geser dari HDRB dapat berubah-ubah terhadap regangan geser yang terjadi sehingga nilai equivalentdamping ratio gedung yang menggunakan sistem HDRB tinggi. Kelebihan dari sistem HDRB adalah transisi kekakuan struktur dari linear ke nonlinear lebih halus dibandingkan dengan sistem base isolator lainnya.

Sistem LRB adalah base isolator yang memiliki kemampuan untuk meredam gaya gempa dengan mengurangi gaya inersia gedung. Sistem LRB terdiri dari bantalan karet dan baja yang dilapisi oleh pelat baja. Bantalan karet dan baja inilah yang berfungsi untuk meredam gaya gempa pada bangunan saat gempa terjadi. Kelebihan dari sistem LRB adalah sifatnya yang kuat dan kaku pada arah vertikal, namun fleksibel pada arah horizontal.

Melihat latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka tugas akhir ini akan merencanakan dan menganalisis perilaku struktur bangunan 8 lantai dengan menggunakan sistem HDRB dan sistem LRB ketika gempa terjadi. Perilaku struktur ditinjau dari nilai gaya dalam dan displacement nya.

1.2

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada tugas akhir ini, antara lain:

1. Bagaimanakan merencanakan struktur bangunan gedung 8 lantai?

2. Bagaimanakah pemodelan HDRB dan LRB pada bangunan gedung 8 lantai?

3. Bagaimanakah perbedaan perilaku struktur bangunan yang menggunakan sistem HDRB dan LRB saat gempa terjadi ditinjau dari gaya dalam dan displacement?

1.3

Batasan Masalah

Batasan masalah yang dilakuan pada penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Struktur bangunan beton bertulang

(20)

Universitas Pertamina - 3 3. Melakukan kajian terhadap base isolator tipe HDRB dan LRB pada gedung 8 lantai tanpa

basement

4. Perhitungan dan pemodelan analisis struktur menggunakan program bantu analisis struktur 5. Tidak meninjau analisis biaya, aspek arsitektural, dan manajemen konstruksi

6. Perencanaan tidak meliputi instalasi sanitasi dan mechanical electrical

1.4

Tujuan Perancangan

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Merencanakan struktur bangunan gedung 8 lantai

4. Melakukan pemodelan HDRB dan LRB pada bangunan gedung 8 lantai

2. Melakukan analisis pada perilaku struktur bangunan yang menggunakan sistem HDRB dan LRB saat gempa terjadi ditinjau dari gaya dalam dan displacement

1.5

Manfaat Perancangan

1.5.1

Manfaat untuk Penulis

Tugas akhir ini diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan bagaimana perilaku bangunan gedung ketika diberikan sistem base isolator tipe HDRB dan LRB, serta memenuhi kewajiban mahasiswa untuk membuat tugas akhir.

1.5.2

Manfaat untuk Umum / Instansi Terkait

Tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk perencanaan gedung 8 lantai dengan menggunakan sistem HDRB dan LRB sebagai base isolator.

(21)
(22)

Universitas Pertamina - 4

2.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1

2.1

Bangunan Fixed-Base

Secara teori, gempa tidak bisa diperkirakan kapan dan bagaimana datangnya. Maka dari itu, pada pembebanan struktur, beban gempa termasuk ke dalam kategori beban dinamis. Pembebanan akibat gaya gempa berbeda dengan pembebanan statis yang dapat dianalisis karena bersifat tetap. Pembebanan dinamis adalah jenis pembebanan yang tidak bisa diprediksi datangnya atau perubahannya menurut waktu, sehingga beban gempa tidak mempunyai solusi yang tunggal. Maka dari itu, perancangan bangunan gedung harus memperhatikan aspek kegempaan sesuai dengan lokasi di mana gedung tersebut akan dibangun. Standar pembangunan gedung diatur dalam SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. Fungsi bangunan gedung juga mempengaruhi faktor keutamaan dan kategori risiko struktur bangunan. Pada dasarnya, konsep perancangan bangunan adalah pembangunan gedung dengan menggunakan sifat inelastik struktur untuk meredam gaya gempa. Berdasarkan SNI 03-2847-2013, perancangan gedung merupakan bangunan dengan menggunakan dinding geser (shear wall) atau metode sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK), atau sistem rangka bracing (Hayu, 2018).

Perencanaan bangunan tahan gempa yang umum digunakan di Indonesia adalah perencanaan bangunan fixed base. Secara konsepnya, gedung fixed base memiliki percepatan lantai yang besar karena memiliki gaya lateral yang besar.

Dalam perancangan bangunan fixed base, struktur bangunan dapat dikatakan baik dan layak digunakan ketika struktur tersebut mampu memenuhi parameter kekuatan dan kekakuan setelah menerima beban yang disyaratkan. Beban yang bekerja pada bangunan didapat dari massa struktur itu sendiri, aktivitas manusia, dan aktivitas alam seperti gempa dan angin. Pembebanan struktur bangunan mengacu pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG) Tahun 1983. Namun selain pembebanan, hal lain yang sangat mempengaruhi kekuatan struktur pada bangunan adalah tipe dan jenis material yang digunakan. Salah satu material yang awam digunakan di Indonesia adalah material beton bertulang. Diperlukan material beton yang kuat dan jumlah tulangan yang presisi untuk menciptakan bangunan yang kuat dan kokoh, sehingga bangunan layak digunakan. Adapun standar perancangan gedung beton bertulang diatur dalam SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung.

2.2

Pembebanan

1.2.1

Beban Mati

Beban mati adalah berat struktur utama bangunan dan komponen-komponen penting pada bangunan. Pada pembebanan ini, dimensi struktur utama dan komponen arsitektural bangunan sangat berpengaruh pada besarnya beban mati. Beban mati pada struktur terbagi menjadi dua, yakni Berat Sendiri (Dead Load) dan Berat mati tambahan (Superimposed Dead Load).

(23)

Universitas Pertamina - 5 Berat sendiri adalah beban yang berasal dari struktur utama pada bangunan, seperti kolom dan balok. Pada bangunan ini, material struktur utama pada bangunan yang digunakan adalah beton bertulang. Ditinjau dari PPIUG 1983, beton bertulang memiliki berat jenis sebesar 2400 kg/m3.

b. Berat Mati Tambahan (Superimposed Dead Load)

Superimposed dead load adalah beban peralatan pada struktur yang harus ada dan tidak terpisahkan dari bangunan tersebut.

1.2.2

Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang berasal dari aktivitas yang dilakukan di dalam bangunan dan besarannya cenderung berubah-ubah. Fungsi dari bangunan sangat mempengaruhi besaran beban hidup. Semakin besar beban hidup, maka semakin kritikal fungsi dari bangunannya.

1.2.3

Beban Gempa

Beban gempa adalah beban lateral struktur yang terjadi akibat pergerakan alamiah tanah. Beban gempa pada bangunan sangat berpengaruh pada kondisi geologis pada lokasi dimana gedung tersebut akan dibangun. Penentuan besarnya beban gempa dapat diketahui dari http://puskim.go.id/.

1.2.4

Beban Angin

Beban angin adalah beban yang berasal dari angin yang bertiup terhadap bangunan. Permasalahan beban angin adalah permasalahan utama yang perlu diperhatikan pada perancangan bangunan tingkat tinggi karena berpengaruh pada kekuatan bangunan dan kenyamanan bagi pengguna bangunan tersebut. Penentuan besarnya beban angin dapat diketahui dari SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain.

2.2.4.1 Kecepatan Angin

Kecepatan angin pada bangunan didapat dari ketinggian spesifik bangunan. Semakin tinggi bangunan yang ditinjau, maka semakin besar kecepatan anginnya. Namun selain itu, kecepatan angin pada bangunan juga dipengaruhi oleh daerah bangunannya. Kecepatan angin per daerah dapat diketahui dari http://dataonline.bmkg.go.id/.

2.2.4.2 Kategori Eksposur Angin

Kategori eksposur angin dipengaruhi oleh kekasaran tanah pada lokasi dimana struktur tersebut dibangun. Kategori eksposur didefinisikan pada SNI 1727:2013 Pasal 26.7.2 dan 26.7.3 (Lampiran 1).

2.2.4.3 Arah Angin

Arah angin sangat berpengaruh pada pergerakan bangunan. Ketika udara yang bergerak menyentuh sebuah permukaan gedung, maka akan terjadi perpindahan gaya pada bangunan. Nilai faktor arah angin ditentukan pada SNI 1727:2013 Tabel 26.6-1 (Lampiran 2)

2.2.4.4 Koefisien Eksposur Tekanan Velositas

Nilai koefisien eksposur tekanan velositas ditentukan berdasarkan tinggi bangunan dan kategori eksposur yang sebagaimana sudah dijelaskan pada Sub-bab 2.2.4.2. Nilai koefisiennya ditentukan pada SNI 1727:2013 Tabel 27.3-1 (Lampiran 3).

2.2.4.5 Efek Topografi

Efek peningkatan kecepatan angin seringkali terjadi pada bukit, bukit memanjang, dan tebing curam yang terisolasi. Akibatnya, akan terjadi perubahan beban angin secara

(24)

Universitas Pertamina - 6 mendadak pada topografinya. Jika lokasi struktur tidak berada di lokasi yang memerlukan perhitungan khusus (tidak pada bukit, bukit memanjang, dan tebing curam yang terisolasi), maka faktor topografi, Kzt = 1.

2.3

Penulangan

2.3.1

Penulangan Tarik Beton Bertulang

Pada dasarnya, beton polos tidak efisien sebagai komponen lentur. Hal ini dikarenakan kuat tariknya jauh lebih kecil dibandingkan kuat tekannya. Jika bangunan tetap didesain tanpa adanya tulangan, maka bangunan akan mengalami kegagalan tarik pada tingkat pembebanan yang rendah, jauh sebelum beton mencapai kuat tekannya. Maka dari itu, perlu adanya material baja tulangan untuk menambah kekuatan tarik dari beton tersebut.

Pada beton bertulang, baja tulangan akan menahan gaya tarik yang didapat dari momen lentur, sedangkan beton akan menahan gaya tekan yang ada. Perilaku di atas dapat terjadi apabila lekatan antara baja tulangan dengan beton menyatu dengan baik, sehingga tidak terjadi slip antara beton dan baja tulangan. Untuk itu, pada beton bertulang digunakan tulangan baja ulir untuk memastikan kelekatan tersebut.

Untuk mendesain jumlah tulangan tarik yang dibutuhkan pada sebuah penampang dilakukan beberapa langkah di bawah ini:

1. Mengasumsikan nilai ρ dan menghitung nilai Ru dengan persamaan di bawah ini:

𝑅𝑢 = 𝜙 𝜌 𝑓𝑦 (1 − 𝜌 𝑓𝑦

1.7 𝑓𝑐′) (2.1)

Sehingga panjang dari bagian atas penampang sampai dengan tulangan pertama (d) dapat diketahui melalui persamaan:

𝑏𝑑2= 𝑀

𝑢/𝑅𝑢 ( 2.2 )

Namun jika lebar penampang (b) juga diasumsikan, maka nilai d didapat melalui persamaan:

𝑑 = √𝑀𝑢

𝑅𝑢 𝑏 ( 2.3 )

2. Dengan data fc’, fy, dan dimensi yang telah ada, maka langkah yang harus dilakukan adalah mencari nilai rasio tulangan seimbang, rasio tulangan maksimum, dan luas tulangan maksimum dengan persamaan:

𝜌𝑏 = 0.85 × 𝛽1𝑓𝑐 ′ 𝑓𝑦( 600 600 + 𝑓𝑦) ( 2.4 ) 𝜌𝑚𝑎𝑥= ( 0.003 +𝑓𝑦𝐸𝑠 0.009 ) 𝜌𝑏 ( 2.5 ) 𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 𝜌𝑚𝑎𝑥 𝑏 𝑑 ( 2.6 ) Dimana:

ρb = rasio tulangan seimbang ρmax = rasio tulangan maksimum fc’ = mutu tekan beton

(25)

Universitas Pertamina - 7 fy = mutu tarik baja

As max = luas tulangan maksimum

Nilai β1 tergantung pada nilai kuat tekan beton, jika: a. Nilai fc’ ≤ 28 MPa, maka nilai β1 = 0.85

b. 28 MPa < fc’ < 56 MPa, maka 𝛽1= 0.85 − 0.05𝑓𝑐

− 28

7 ( 2.7 )

c. Nilai fc’ ≥ 56 MPa, maka nilai β1 = 0.65

3. Mendapatkan nilai Ru max dan kuat momen maksimum dari penampang, dihitung dengan persamaan:

𝑅𝑢 𝑚𝑎𝑥 = 𝜙 𝜌𝑚𝑎𝑥 𝑓𝑦 (1 −𝜌𝑚𝑎𝑥 𝑓𝑦

1.7 𝑓𝑐′) ( 2.8 )

𝜙𝑀𝑢 𝑚𝑎𝑥 = 𝑅𝑢 𝑚𝑎𝑥 𝑏 𝑑2 ( 2.9 )

Dimana

Mu max = kuat momen rencana b = lebar penampang

d = panjang penampang dari bagian atas penampang sampai dengan tulangan

Nilai ϕ = 0.9. Hal ini sudah menjadi nilai ketentuan untuk nilai faktor reduksi penampang terkendali tarik, berdasarkan SNI 2847:2013.

4. Menentukan nilai kuat momen rencana, dengan persamaan: 𝑀𝑢 = 𝜙 𝐴𝑠 𝑓𝑦(𝑑 − 𝐴𝑠× 𝑓𝑦

1.7 𝑓𝑐′× 𝑏) ( 2.10 )

Setelah nilai Mu didapatkan, maka perlu ditinjau kembali apakah tulangan tekan diperlukan atau tidak. Hal ini dapat diperiksa melalui syarat syarat di bawah ini:

a. Jika Mu < ϕMu max, maka tidak diperlukan tulangan tekan sehingga dapat melanjutkan perhitungan yang selajutnya.

b. Jika Jika Mu > ϕMu max, maka diperlukan tulangan tekan

5. Mendapatkan nilai As dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

𝜌 = 𝑓𝑐′ 𝑓𝑦[0.85 − √(0.85)2− 𝑄] ( 2.11 ) 𝑄 = ( 1.7 𝜙 𝑓𝑐′) 𝑀𝑢 𝑏 𝑑2 ( 2.12 ) 𝐴𝑆= 𝜌 𝑏 𝑑 ( 2.13 )

6. Setelah didapat nilai As, maka langkah selanjutnya adalah mencocokkan besaran luas tulangan dengan jumlah dan jenis tulangan tersebut.

Tulangan pada balok struktur harus diletakkan sedemikian rupa sehingga jarak antar poros tulangan dalam satu lapis tidak kurang dari ukuran diameter tulangan, namun juga tidak kurang dari 25 mm. Jika jumlah tulangan yang dibutuhkan lebih banyak dan harus disusun lebih dari satu lapis, maka jarak vertikal antar tulangan tidak boleh kurang dari 25 mm.

Rumus untuk menentukan lebar balok bangunan:

𝑏 = 𝑛. 𝑑𝑏 + (𝑛 − 1)𝑠 + 2 𝑑𝑠 + 2𝑠𝑏 ( 2.14 ) Dimana:

(26)

Universitas Pertamina - 8 n = banyaknya tulangan yang diinginkan

db = diameter tulangan baja

s = spasi antar tulangan baja (diambil nilai terbesar antara db atau 25 mm) ds = diameter sengkang (10 mm)

sb = lebar selimut beton (40 mm)

2.3.2

Penulangan Sengkang

Setelah memasang tulangan baja pada beton, maka dipasangkan tulangan geser atau sengkang sebagai bingkai tulangan baja tersebut. Sengkang adalah baja polos yang membingkai baja ulir tulangan beton sehingga mencegah deformasi pada tulangan beton. Fungsi lain dari sengkang adalah untuk menahan gaya geser bangunan dan pengekangan inti beton. Persyaratan pengangkuran sengkang diatur dalam SNI 2847:2013, yaitu:

1. Setiap bengkokan pada bagian yang menerus dari sengkang U sederhana atau sengkang U berkaki banyak harus melingkupi satu batang tulangan memanjang.

2. Sengkang dapat dibuat dengan dua jenis kait, yaitu bengkokan kait 90° dan bengkokan kait 135°. Bengkokan tersebut dapat dikombinasikan antara keduanya dalam satu tulangan sengkang. (Lampiran 5)

3. Bila sengkang U ganda digunakan sehingga membentuk sengkang tertutup, maka panjang lewatannya tidak boleh kurang dari 1.3 panjang sengkangnya.

4. Sengkang tertutup diperlukan pada balok yang memikul torsi dan tegangan yang bekerja berulang

5. Balok pada sisi perimeter struktur harus terdiri dari sengkang tertutup sehingga komponen yang diangkur oleh sengkang tidak mudah berdeformasi.

Karena sengkang dapat meningkatkan kekangan inti beton, maka pemasangan tulangan antar sengkang tidak boleh sembarangan. Untuk mengetahui banyaknya tulangan sengkang yang dibutuhkan dan jarak antar sengkang, maka dilakukan perhitungan dengan langkah-langkah di bawah ini:

1. Menghitung nilai beban ultimit struktur, Qu, dengan persamaan:

𝑄𝑢= 1.2𝐷𝐿 + 1.6𝐿𝐿 ( 2.15 )

Dimana:

DL = Beban mati struktur (Dead load) LL = Beban hidup struktur (Live load)

2. Menghitung nilai gaya geser ultimit (Vu), dari beban terfaktor yang bekerja pada struktur. Nilai Vu juga bisa didapat dari aplikasi SAP2000.

𝑉𝑢 =𝑄𝑢× 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 2

( 2.16 )

3. Menghitung nilai kuat geser beton, ϕVc dengan persamaan:

𝜙𝑉𝑐 = 𝜙 (0.17 𝜆 √𝑓𝑐′)𝑏

𝑤 𝑑 ( 2.17 )

Dimana:

bw = lebar penampang beton d = panjang penampang beton

(27)

Universitas Pertamina - 9 Nilai ϕ = 0.75. Hal ini sudah menjadi nilai ketentuan untuk nilai faktor reduksi untuk tulangan geser dan puntir, berdasarkan SNI 2847:2013.

Nilai λ = 1. Hal ini sudah menjadi nilai ketentuan karena asumsi beton yang biasanya dipakai adalah beton biasa tanpa campuran.

4. Memeriksa nilai Vu

a. Jika nilai Vu < 0.5 ϕVc, maka tidak dibutuhkan tulangan geser

b. Jika 0.5 ϕVc < Vu ≤ ϕVc, maka dibutuhkan tulangan geser minimum. Dapat dipasangkan tulangan sengkang vertikal berdiameter 10 mm sesuai dengan langkah nomor 8. c. Jika Vu > ϕVc, maka dibutuhkan tulangan geser. Penentuan tulangan gesernya dapat dilakukan sesuai dengan langkah 5 – 10.

5. Menghitung nilai gaya geser yang harus dipikul oleh tulangan geser (Vs) dengan persamaan:

𝑉𝑠=𝑉𝑢− 𝜙𝑉𝑐 𝜙

( 2.18 )

6. Menghitung nilai Vc1 dan Vc2 dengan persamaan di bawah ini:

𝑉𝐶1= 0.33 √𝑓𝑐′ 𝑏𝑤 𝑑 ( 2.19 )

𝑉𝐶2= 0.66 √𝑓𝑐′ 𝑏𝑤 𝑑 ( 2.20 )

Apabila nilai Vs < Vc2, maka proses desain dapat dilanjutkan ke langkah berikutnya. Jika sebaliknya, maka ukuran penampang beton harus diperbesar.

7. Menentukan jarak tulangan sengkang berdasarkan persamaan: 𝑆1=𝐴𝑣 𝑓𝑦 𝑑

𝑉𝑆

( 2.21 )

Dimana:

Av = luas penampang sengkang

8. Menentukan jarak tulangan maksimum sengkang sesuai dengan persyaratan dalam SNI 2847:2013. Jarak maksimum (smax) yang dipakai adalah nilai terkecil antara s2 dan s3

a. S2 = d/2 ≤ 600, jika 𝑉𝑠≤ 𝑉𝐶1(= 0.33 √𝑓𝑐′ 𝑏𝑤 𝑑) ( 2.22 ) S2 = d/4 ≤ 300, jika 𝑉𝑐1< 𝑉𝑠≤ 𝑉𝐶2 (= 0.66 √𝑓𝑐′ 𝑏𝑤 𝑑) ( 2.23 ) b. 𝑆3= 𝐴𝑣𝑓𝑦 0.35𝑏𝑤≥ 𝐴𝑣𝑓𝑦 0.062√𝑓𝑐′𝑏𝑤 ( 2.24 )

9. Untuk mendapatkan nilai sterpilih, apabila nilai s1 lebih kecil daripada nilai smax, maka gunakan nilai jarak sengkang vertikal s1. Dan jika nilai s1>smax, maka gunakan nilai smax sebagai jarak antar tulangan sengkang.

10. Peraturan pada SNI 2847:2013 tidak mensyaratkan adanya jarak minimum tulangan sengkang. Namun dalam kondisi normal, sebagai tujuan praktis dapat digunakan smin = 75 mm untuk d ≤ 500 mm, dan smin = 100 mm untuk d > 500 mm. Jika nilai s yang diperoleh cukup kecil, maka dapat ditempuh jalan dengan memperbesar diameter tulangan sengkang atau menggunakan sengkang dengan kaki lebih dari dua.

2.3.3

Desain Pelat

Pelat beton pada struktur dibuat untuk menyediakan suatu permukaan horizontal pada bangunan sebagai pijakan, agar bangunan dapat digunakan dengan baik. Pelat beton ditumpu dengan dinding, balok-kolom, atau terletak langsung di atas tanah (slab on ground). Ketebalan

(28)

Universitas Pertamina - 10 pelat beton umumnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan ukuran bentangnya. Desain pelat terbagi menjadi dua, yaitu pelat searat atau pelat dua arah.

Pelat satu arah adalah pelat yang hanya ditumpu di kedua sisinya. Beban yang bertumpu pada pelat satu arah akan melendut dalam arah tegak lurus dari sisi tumpuan. Apabila pelat tertumpu pada ke empat sisi dan bentangnya berbeda panjang, maka seluruh beban akan dilimpahkan pada penulangan pelat bentang pendek. Pelat akan menjadi sistem pelat satu arah. Pelat satu arah cocok digunakan pada bentang 3 – 6 meter dengan beban hidup 2.5 – 5 kN/m2. Sedangkan pelat dua arah adalah pelat yang ditumpu di keempat sisinya, dan rasio antara bentang panjang dan bentang pendeknya kurang dari dua.

Untuk merencanakan perhitungan pelat, maka dilakukan langkah-langkah di bawah ini: 1. Menentukan apakah sistem pelat yang dipakai adalah pelat satu arah atau pelat dua arah

𝛽 =𝑏𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑘

( 2.25 )

Jika hasil dari nilai β adalah lebih dari dua, maka yang digunakan adalah sistem pelat satu arah. Sebaliknya, jika perbandingan di atas hasilnya kurang dari dua, maka yang digunakan adalah sistem pelat dua arah.

2. Menghitung besarnya beban terfaktor yang diterima oleh pelat dengan menggunakan persamaan (2.15)

3. Menghitung nilai drerata dengan mengasumsikan tipe tulangan yang akan digunakan

𝑑𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 = 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡 − 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 − 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 ( 2.26 ) 4. Mengecek nilai geser pada dua arah

𝑏0= 4(𝑏𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚+ 𝑑𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎) ( 2.27 )

𝑉𝑢= (𝑙1𝑙2− (𝑏𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚+ 𝑑𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎)2)𝑞

𝑢 ( 2.28 )

𝜙𝑉𝑐 = 𝜙(0.33𝜆√𝑓𝑐′)𝑏

𝑤𝑑 ( 2.29 )

Jika ϕVc > Vu, maka perhitungan dapat dilanjutkan ke langkah berikutnya Jika ϕVc < Vu, maka tebal pelat harus ditambahkan.

5. Mengecek nilai geser pada satu arah 𝑥 =𝑏𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 2 − 𝑏𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 2 − 𝑑𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 ( 2.30 ) 𝑉𝑢= 𝑞𝑢(1 × 𝑥) ( 2.31 )

Setelahnya, mencari nilai ϕVc dengan persamaan 2.29, dengan asumsi bahwa bpelat = 1000 mm.

Jika ϕVc > Vu, maka perhitungan dapat dilanjutkan ke langkah berikutnya Jika ϕVc < Vu, maka tebal pelat harus ditambahkan.

6. Menghitung momen statik total terfaktor dalam arah panjang dan arah pendek dengan persamaan:

Dalam arah panjang:

𝑀𝑒−𝑙𝑜𝑛𝑔=𝑞𝑢𝑙2𝑏𝑤1

2

8 ( 2.32 )

Dalam arah pendek:

𝑀𝑒−𝑠ℎ𝑜𝑟𝑡 =

𝑞𝑢𝑙1𝑏𝑤22

(29)

Universitas Pertamina - 11 7. Menghitung nilai Ru dengan menggunakan persamaan:

𝑅𝑢 = 𝑀𝑢

𝑏 𝑑𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎2 ( 2.34 )

Dimana:

Mu = momen ultimit b = panjang pelat

8. Menghitung luas penampang pelat dengan menggunakan persamaan (2.13).

9. Menghitung luas penampang minimum pelat dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

𝐴𝑠−𝑚𝑖𝑛= 0.0018𝑏ℎ ( 2.35 )

Dimana:

h = tebal pelat

10. Mendapatkan jumlah tulangan yang terpasang dengan mengasumsikan jenis tulangan yang akan dipasangkan.

2.4

Base Isolation

Seiring dengan berkembangnya teknologi konstruksi, maka terciptalah teknologi baru dalam konstruksi bangunan. Teknologi tersebut dikenal dengan nama base isolator, atau isolasi seismik.

Base isolator adalah teknologi untuk mendesain bangunan pada zona dengan intensitas gempa tinggi. Konsep dasar dari base isolator adalah menambah sistem struktur dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil untuk menyerap sebagian gaya gempa yang masuk ke dalam bangunan, sehingga gaya gempa yang dipikul oleh struktur tersebut berkurang. Pada Gambar 2.3 di sisi kiri, dapat dilihat hubungan antara percepatan dengan periode struktur sebagai fungsi dari damping. Pada Gambar 2.3 di sisi kanan, bangunan konvensional, periode strukturnya akan lebih kecil dibandingkan dengan bangunan yang menggunakan base isolator. Pada hubungan antara perpindahan dengan periode struktur sebagai fungsi dari damping. Pada bangunan yang menggunakan base isolator akan memiliki periode natural struktur dan perpindahan yang lebih besar dibandingkan dengan bangunan konvensional. Dengan perbesaran percepatan dan perpindahan ketika bangunan diberikan sistem base isolator, maka perlu adanya kontrol terhadap perbesaran tersebut. Pada SNI 1726:2012, disebutkan bahwa pengaruh sekunder perpindahan lateral gempa maksimum yang diperhimbangkan dari struktur di atas sistem isolasi dibatasi perbesarannya sampai 1%, sehingga perpindahan yang dihasilkan ketika gempa terjadi masih aman.

Gambar 2.1 Hubungan antara Percepatan (kiri) dan Perpindahan (kanan) Dengan Periode Struktur

Base isolator adalah sebuah sistem tambahan pada struktur yang berfungsi untuk mengurangi gaya gempa yang bekerja pada struktur gedung. Sistem base isolator ini akan memisahkan antara

(30)

Universitas Pertamina - 12 komponen struktur atas dengan pergerakan tanah sehingga gaya gempa akan diredam dengan base isolator yang sudah disisipkan di antara pondasi dan bangunan. Bangunan dengan sistem base isolator akan memiliki frekuensi getaran yang lebih kecil dibandingkan dengan bangunan konvensional, sehingga percepatan gempa yang bekerja pada bangunan struktur akan lebih kecil (Indra, 2016).

Konsep bangunan struktur dengan base isolation adalah untuk menjaga struktur untuk tetap bersifat elastik ketika gempa yang kuat terjadi (Budiono, Bambang, 2014). Pada bangunan dengan sistem

base isolation, getaran akibat gempa akan melewati sistem base isolator sebelum memasuki struktur. Setelah sistem beradaptasi dengan gaya gempa, maka sistem akan meredam gaya gempa yang ada sehingga getaran pada bangunan struktur tidak terlalu besar. Dengan sistem base isolation, maka peningkatan kinerja struktur atas akan mengalami peningkatan yang signifikan dengan ditandai oleh kurangnya kerusakan struktur setelah gempa terjadi.

Bangunan Tanpa Base Isolator Bangunan menggunakan Base Isolator Gambar.2.2 Perbedaan Perilaku Bangunan yang menggunakan Base Isolator dan Fixed Base

(Kircher, 2013)

2.4.1

High-Damping

Rubber

Bearing (HDRB)

HDRB adalah salah satu base isolator jenis elastomeric bearing dengan menggunakan karet untuk meredam gaya gempa yang terjadi pada struktur bangunan. Pada saat gaya angin atau gempa skala kecil terjadi, gedung dengan sistem HDRB tidak akan berdeformasi secara signifikan. Hal ini dikarenakan nilai kekakuan awal sistem HDRB yang tinggi. Jika skala gempa yang terjadi meningkat, maka sistem dengan otomatis akan mengendurkan kekakuannya sehingga dapat meningkatkan periode natural struktur bangunan. Hal ini menyebabkan percepatan gempa yang terjadi akan lebih kecil sehingga gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan tereduksi. Dengan meningkatnya periode natural struktur, maka perpindahan yang terjadi pada bangunan akan semakin besar. Pada saat regangan gesernya meningkat 250 sampai 300%, kekakuan horizontal struktur akan meningkat kembali akibat hardening effects. Pengaruh ini berfungsi agar deformasi tidak terjadi melebihi batas maksimum yang direncanakan (Budiono, Bambang, 2014).

Menurut Wiki Andrian (2017), gaya geser yang terjadi pada bangunan struktur yang menggunakan sistem HDRB akan tereduksi sebesar 66.59% pada arah x, gara geser arah y akan tereduksi sebesar 67.3%. Selain itu, displacement pada gedung yang menggunakan sistem HDRB akan lebih besar 66.97% pada arah x, dan 57.3% pada arah y. sedangkan simpangan yang dihasilkan pada gedung yang menggunakan sistem HDRB akan menurun sebesar 82.52% pada arah x, dan 78.08% pada arah y.

Agar bangunan yang ditopangnya tetap berdiri ketika gempa terjadi, maka HDRB harus didesain dengan baik. Tahapan mendesain HDRB antara lain:

1. Menentukan berat struktur untuk setiap kolom bangunan (W) dan berat struktur total (WT), dan menganalisis reaksi bangunan yang terjadi pada program bantu analisis struktur.

(31)

Universitas Pertamina - 13 2. Menentukan periode rencana (TD), berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 12.4.1, dengan

persamaan di bawah ini:

𝑇𝐷= 3 × 𝑇 (2.36)

Dimana:

T = periode struktur bangunan fixed base. 3. Menentukan kekakuan horizontal HDRB

𝐾𝐻−𝐻𝐷𝑅𝐵= 𝑀 × (2𝜋𝑇 𝐷) 2 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 (2.37) Dimana:

M = Reaksi kolom terbesar

4. Menentukan Luasan rubber dengan rumus kekakuan horizontal 𝐴 =𝐾𝐻−𝐻𝐷𝑅𝐵× 𝑡𝑟

𝐺

(2.38)

Dimana:

G = Modulus Geser Karet (MPa) A = Luas Penampang Elastomer (mm2) tr = total tebal karet (mm)

5. Menentukan diameter rubber base isolator HDRB 𝐴 =1 4× 𝜋 × 𝐷 2 (2.39) 𝐷 = √4𝐴 𝜋 (2.40)

2.4.2

Lead Rubber Bearing (LRB)

LRB adalah salah satu base isolator jenis Laminated Rubber Bearing yang paling umum digunakan di lapangan. Sistem LRB terbuat dari lapisan karet dan lapisan baja, pada bagian tengahnya terdapat rongga yang berisi lead. Lapisan karet yang dilaminasi di antara lapisan baja tersebut yang berfungsi untuk menahan gaya aksial gedung, sementara lead yang terletak di bagian tengah berfungsi sebagai penyerapan energi sehingga ketika terjadi gempa, perpindahan gedung akibat gaya gempa akan terdisipasi (Manalu, 2015). Sistem LRB memiliki kapasitas redaman yang tinggi, fleksibel pada arah horizontal, namun memiliki kapasitas kekakuan yang tinggi pada arah vertikal (Indra, 2016). Kekakuan yang tinggi dan kuat pada arah vertikal menyebabkan beban vertikal dan gaya lateral yang kecil dapat didukung tanpa menimbulkan perpindahan yang signifikan.

LRB terdiri dari lapisan karet yang mempunyai nisbah redaman kritikal antara 2% – 5%. Untuk meningkatkan tingkat redaman, maka karet dicampurkan dengan extrafine carbon block, resin, dan bahan lainnya sehingga redamannya dapat meningkat sekitar 10% - 20% saat shear strain 100%. Untuk menahan beban vertikalnya, maka ditambahkan lapisan baja. Lapisan baja tersebut dilekatkan pada lapisan karet dengan sistem vulkanisir. Penambahan lead pada bagian tengah LRB juga menyebabkan peningkatan nisbah redaman hingga mencapai 30%.

Lead yang terdapat pada tengah LRB berperilaku sebagai solid elastis-plastis. Kekakuan yang terjadi setelah kelelehan direpresentasikan oleh lapisan karet. Karena memiliki propertis kelelahan yang baik terhadap cyclic loading, lead dapat memulihkan hampir seluruh komponen mekaniknya setelah terjadinya kelelahan. Maka dari itu, ketika gaya gempanya kecil, maka kekakuan LRB tinggi, sehingga bangunan tidak akan mengalami perpindahan yang berarti. Namun ketika gaya gempanya besar, maka LRB akan bersifat fleksibel secara otomatis. (Manalu, 2015)

(32)

Universitas Pertamina - 14 Menurut Christy Sukirno (2019), periode getar yang dihasilkan oleh bangunan yang menggunakan sistem LRB akan meningkat sebesar 119.26%, sedangkan total perpindahan yang terjadi pada gedung akan menurun sebesar 37.91%. Selain itu, juga terjadi penurunan simpangan antar-lantai sebesar 71.13 pada arah x.

Agar bangunan yang ditopangnya tetap berdiri ketika gempa terjadi, maka sistem LRB harus didesain dengan baik. Tahapan mendesain LRB antara lain:

1. Menentukan berat struktur untuk setiap kolom bangunan (W) dan berat struktur total (WT), dan menganalisis reaksi bangunan yang terjadi pada program bantu analisis struktur

2. Menentukan periode rencana (TD), berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 12.4.1, dengan persamaan di bawah ini:

𝑇𝐷= 3 × 𝑇 (2.41)

Dimana:

T = periode struktur bangunan fixed base. 3. Menentukan kekakuan horizontal sistem LRB

𝐾𝐻 =𝑊 𝑔 × ( 2𝜋 𝑇𝐷) 2 ( 2.42 ) Dimana:

W = berat struktur total bangunan TD = periode rencana struktur g = gravitasi (9.81 m/s2)

4. Menentukan luas penampang total karet dan luas penampang lead

𝐴𝑟𝑢𝑏𝑏𝑒𝑟 = 𝐾𝑟𝑢𝑏𝑏𝑒𝑟×𝑡𝑟 𝐺 ( 2.43 ) 𝐴𝑝𝑏= 𝑛𝑟𝑢𝑏𝑏𝑒𝑟×𝜋𝜙 2 4 − 𝐴𝑟𝑢𝑏𝑏𝑒𝑟 ( 2.44 ) Dimana:

nrubber = banyaknya lapisan karet pada sistem LRB

Krubber = kekakuan yang harus disediakan oleh karet sistem ϕ = diameter lead

tr = total tebal karet G = modulus geser karet

5. Menentukan diameter rubber dan lead pada base isolator LRB 𝐴𝑟𝑢𝑏𝑏𝑒𝑟/𝑝𝑏 =1 4× 𝜋 × 𝑑 2 𝑟𝑢𝑏𝑏𝑒𝑟/𝑝𝑏 (2.45) 𝑑𝑟𝑢𝑏𝑏𝑒𝑟/𝑝𝑏 = √4𝐴𝑟𝑢𝑏𝑏𝑒𝑟/𝑝𝑏 𝜋 (2.46) Dimana:

drubber = diameter karet sistem LRB dpb = diameter lead sistem LRB

(33)

Universitas Pertamina - 15

2.4.3

Analisis Isolation Structure

2.4.3.1.Perpindahan Rencana

Pengaplikasian sistem isolasi pada bangunan harus dirancang untuk menahan perpindahan gempa lateral minimum (DD), yang bekerja pada setiap arah sumbu horizontal utama struktur, yaitu persamaan berikut:

𝐷𝐷=𝑔 𝑆𝐷1 𝑇𝐷 4𝜋2 𝐵 𝐷 (2.47) Di mana: g = percepatan gravitasi

SD1 = parameter percepatan spectral rencana redaman 5% pada perioda 1 detik

TD = periode efektif struktur dengan isolasi seismik, pada perpindahan rencana dalam arah yang ditinjau seperti yang ditentukan dalam persamaan (2.41), satuannya dalam detik

BD = Koefisien numerik terkait dengan redaman efektif sistem isolasi pada perpindahan rencana, koefisien ini tertera pada SNI 1726:2012 Tabel 22 (Lampiran 3)

Sedangkan, nilai periode efektif pada saat perpindahan rencana TD, didapat dengan persamaan berikut:

𝑇𝐷= 2𝜋√ 𝑊

𝑘𝐷𝑚𝑖𝑛 𝑔 ( 2.48 )

Dimana:

W = Berat total struktur di atas base isolator (kN)

KD-min = kekakuan efektif minimum sistem isolasi pada perpindahan rencana di arah horizontal yang ditinjau (kN/mm)

2.4.3.2.Elemen Struktur di Atas Base Isolator

Struktur di atas sistem isolasi harus direncanakan dan dibangun untuk menahan gaya geser minimum Vs, menggunakan seluruh persyaratan yang sesuai untuk struktur fixed base, sesuai dengan persamaan berikut (SNI 1726:2012, Pasal 12.5.4.2):

𝑉𝑠 =𝑘𝐷𝑚𝑎𝑥 𝐷𝐷

𝑅1 ( 2.49 )

Dimana:

R1 = koefisien numerik yang berhubungan dengan tipe sistem penahan gaya gempa di atas sistem isolasi

Faktor R1 harus berdasarkan pada tipe sistem penahan gaya gempa yang digunakan untuk struktur yang berdiri di atas base isolation dan harus bernilai 3/8 dari nilai R yang diberikan untuk Tabel 9, dengan nilai maksimum yang tidak lebih besar dari 2.0 dan nilai minimum yang tidak kurang dari 1.0

Namun, nilai Vs juga mempunyai syarat. Nilai Vs tidak boleh diambil kurang dari batasan-batasan berikut:

(34)

Universitas Pertamina - 16

• Gaya gempa lateral untuk struktur yang terjepit di dasar dengan berat gempa efektif (W), yang sama, dan periodenya sama dengan periode struktur dengan isolasi seismik, TD

• Gaya geser dasar untuk beban angin rencana terfaktor

• Gaya gempa lateral yang dibutuhkan untuk mengaktifkan sistem isolasi secara penuh, kapasitas ultimit suatu sistem pengekang angin, atau tingkat friksi lepas dari suatu sistem gelincir (the break-away friction level of a sliding system).

(35)
(36)

Universitas Pertamina - 17

3.

BAB III

KONSEP PERANCANGAN

3.1

Diagram Alir Perancangan

Diagram alir perancangan Tugas Akhir adalah sebagai berikut:

Start

Pengumpulan Data dan Studi Literatur

Preliminary Design

Perhitungan Base Isolator Permodelan Gedung Fixed Base dengan

SAP2000 Kontrol Desain Tidak OK A OK

Permodelan Base Isolator dengan SAP2000

Kontrol Desain Tidak OK

OK

(37)

Universitas Pertamina - 18

Gambar 3.2 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir

Langkah akan lebih detail dijabarkan di bawah ini, sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data dan Studi Literatur

Pengumpulan data dan studi literatur dilakukan pada 2 minggu pertama perkuliahan. Hal ini dilakukan agar penulis dapat menentukan jurnal dan denah yang akan digunakan sebagai penunjang dalam penulisan Tugas Akhir ini.

2. Preliminary Design

Preliminary design dilakukan untuk menentukan dimensi struktur utama, menentukan jenis dan mutu material, dan jenis pembebanan yang akan digunakan untuk mendesain bangunan gedung. 3. Perhitungan Base Isolator

Perhitungan ini dilakukan untuk menghitung kekakuan dan dimensi base isolator yang akan digunakan untuk bangunan.

4. Pemodelan Gedung Konvensional dengan menggunakan SAP2000

Setelah langkah preliminary design dan perhitungan base isolator selesai, maka langkah yang seharusnya dilakukan adalah memodelkan struktur pada aplikasi SAP2000.

5. Kontrol Desain

Kontrol desain bermaksud untuk melakukan pengecekan rasio antara beban yang dimasukkan ke dalam struktur dengan kekuatan struktur tersebut. Jika rasio masih lebih dari 1, maka dilakukan perhitungan pembebanan kembali. Pada langkah kontrol desain juga melakukan pengecekan ulang pembebanan yang dimasukkan ke dalam struktur pada software. Pengecekan ini dilakukan dengan melakukan perbandingan antara gaya aksial gedung yang didapatkan oleh aplikasi SAP2000 dengan gaya aksial yang dihitung secara manual. Semakin kecil perbedaannya, maka semakin akurat perhitungan pembebanannya. Persen perbedaan gaya aksial tersebut dibatasi maksimal 10%. Jika perbedaannya melebihi 10%, maka perhitungan pembebanan harus diulangi.

6. Permodelan Base Isolator pada SAP2000 A

Penggambaran Output Design

menggunakan AutoCAD

Finish

Penulangan

(38)

Universitas Pertamina - 19 Setelah persen perbedaan gaya aksial kurang dari 10%, maka dilakukan permodelan base isolator jenis HDRB dan LRB pada bagian struktur paling bawah.

7. Analisis Gaya Dalam dan Displacement

Setelah melakukan permodelan base isolator, maka selanjutnya dilakukan pengecekan dan analisis gaya dalam dan displacement dari masing-masing struktur. (fixed base, base isolator

HDRB, dan base isolator LRB) 8. Penulangan

Setelah mendapatkan nilai gaya dalam dan displacement dari tiap-tiap struktur, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penulangan pada beton struktur utama.

9. Penggambaran Output Design menggunakan AutoCAD

Setelah langkah-langkah di atas selesai, maka dilakukan penggambaran output design dengan menggunakan AutoCAD. Output design yang dimaksud adalah gambar kolom, balok, pelat dengan tulangan dan dimensi yang sudah ditetapkan, dan lain lain.

3.2

Pertimbangan

Perancangan

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, pertimbangan perancangan struktur berdasar pada data umum yang didapatkan. Gedung yang akan dirancang adalah gedung 8 lantai dan akan difungsikan sebagai bangunan sekolah. Berdasarkan SNI 1726:2012, gedung sekolah masuk ke dalam Kategori Risiko IV. Konstruksi bangunan sekolah merupakan bangunan gedung beton bertulang Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Pemodelan struktur terdiri dari model SRPMK base isolator jenis High Damping Rubber Bearing (HDRB) dan Lead Rubber Bearing (LRB) yang terletak di wilayah Yogyakarta. Pemakaian base isolator dibutuhkan karena gaya gempa yang terjadi di wilayah Yogyakarta, berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 adalah gempa kuat. Selain itu, penggunaan base isolator juga dibutuhkan untuk meminimalisir besarnya struktur utama dan biaya konstruksi pada gedung.

3.2.1

Data Umum Bangunan

Jenis Bangunan : Gedung 8 Lantai

Lokasi : Yogyakarta

Fungsi : Bangunan Sekolah

Tinggi Bangunan : 33 meter Panjang Bangunan : 44 meter Lebar Bangunan : 41 meter

Area Gempa : Area Yogyakarta Struktur Utama : Beton Bertulang

3.2.2

Data Material

Mutu Beton Rencana : 25 MPa Mutu Baja Tulangan : BJTD 40

(39)

Universitas Pertamina - 20

3.2.3

Data Gambar

Data gambar yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah gambar arsitektur, gambar penulangan komponen struktural, dan gambar sistem base isolator yang digunakan. (terlampir)

3.3

Analisis Teknis

Pemodelan struktur bangunan gedung ini dilakukan sesuai dengan SNI 03-2847-2013 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 1726:2012 tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG) Tahun 1983, dan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017.

3.4

Peralatan dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan untuk menyusun Tugas Akhir ini adalah laptop, dan program bantu analisis struktur SAP2000.

3.5

Jadwal Pelaksanaan

(40)

Universitas Pertamina - 21

Tabel 3.1 Timeline Pengerjaan Tugas Akhir

Kegiatan

Januari Februari Maret April May Juni Juli Ags.

2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Studi Literatur

Konsultasi dengan Dosen

Pembimbing

Penyusunan Bab I

(Pendahuluan)

Penyusunan Bab II

(Tinjauan Pustaka)

Penyusunan Bab III

(Metodologi Penelitian)

Revisi Bab I - III

Seminar Proposal

Preliminary Design

Permodelan Fixed Base

Input SAP2000 Fixed Base

Permodelan Base Isolator

Input SAP2000 Base

Isolator

Analisis Struktur

Penyusunan Bab IV

(Analisis dan Pembahasan)

Penggambaran Model

Struktur di AutoCAD

Bab V (Kesimpulan dan

Saran)

(41)
(42)

Universitas Pertamina - 22

4.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Preliminary Design

Tahap awal dalam merencanakan pembangunan sebuah struktur adalah melakukan preliminary design. Kegiatan preliminary design meliputi perhitungan awal dimensi-dimensi komponen struktural yang ada di bangunan. Proses preliminary design ini mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia).

4.1.1

Perencanaan Dimensi Balok

Salah satu tahapan preliminary design adalah perencanaan dimensi balok. Untuk menentukan besarnya dimensi balok, maka diperlukan bentang balok yang sudah ditentukan berdasarkan pada desain struktur yang ada. Berikut adalah denah balok gedung sekolah 8 lantai, yaitu:

Gambar 4.1 Denah Kolom, Balok Utama, dan Balok Anak

Karena dalam satu lantai terdapat lebih dari dua macam panjang bentang balok, maka dimensi balok dijustifikasikan menjadi beberapa jenis:

a. Balok Induk Melintang, bentang 6 meter

4000 4500 B I3 B I3 BA1 BI2 BI2 B A 2 B I3 B I3 BA2 BI2 BI2 B A 2 B I3 4500 BA1 B A 2 BA1 BI2 BI2 B I3 B I3 B I3 B I2 BI1 BI2 BI3 B I3 B A 2 B I3 4000 B A 1 BI2 B A 2 B A 2 B I3 BA1 BA1 BI2 BI1 BI3 B I3 B I3 B A 2 B I3 BA2 BA1 BI3 BI2 BI2 B I3 B A 2 B A 2 B I3 B I3 BA1 BI2 BI3 B A 2 B I3 4500 3000 B A 2 BA1 BI2 BI2 B I3 B I3 B A 2 BA1 BI2 BI2 BA2 B I3 B I3 B A 1 BI2 BI1 B I3 B A 2 B I3 4500 4000 B I2 BI3 BI2 B I3 B A 2 B I3 5000 4500 3000 BA1 BA1 BI2 BI2 BI3 B I3 B I3 B A 2 BA1 BA1 BI2 BI2 BI2 B I3 B I3 B A 2 B I3 3000 4500 4500 4000 6000 3000 4000 BA1 BA1 BI1 BI2 BI2 B I3 B A 2 B I3 B I3 B I3 BA1 BI2 BI1 B A 2 B I3 B A 2 BA1 BI2 BI3 BI2 B I3 B I3 4500 B A 2 BA1 BI2 BI2 BA2 B I3 B I3 B I3 BA1 B I2 BA1 BI2 BI2 BI2 B I3 B I3 B A 2 B A 2 B I2 BI2 BI2 BI2 B I3 B A 2 B I3 B I2 BI2 B A 2 B I3 B I3 BA1 BA1 BI2 BI2 BI3 B I3 B I3 B A 2 B I3 BA1 BI2 BI2 BI2 BI2 B I3 B I3 B I3 B I3 B I3 BA1 BI2 BI2 B A 2 B A 2 BA1 BI2 BI2 B I3 B I3 B I3 B I2 BI2 BI2 B A 2 B A 2 B I3 4000 B A 1 BI2 BI2 BI2 B A 2 B I3 B I3 BA2 BA1 BI3 BI2 BI3 B I3 B I3 B I3 BA1 BA1 BI2 BI2 BI2 B I3 B I3 B A 2 B A 2 BA1 BI3 BI2 BI2 B I3 B A 2 B I3 B I3 4500 BA1 BA1 BI2 BI3 BI3 B I3 B I3 B I3 4000 3000 4000 BA1 BA2 BI1 BI2 BI3 B I3 B I3

(43)

Universitas Pertamina - 23 ℎ =𝑏𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 16 = 6000 16 = 375 ≈ 400 𝑚𝑚 𝑏 =ℎ 2= 400 2 = 200 𝑚𝑚

Dimensi balok induk melintang diambil 200/400 mm. Namun saat dimasukkan ke dalam program analisis, balok induk melintang untuk bentang 6 meter aman dengan dimensi 300/600 mm.

b. Balok Anak, bentang 6 meter

ℎ =𝑏𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 21 = 6000 21 = 285.71 ≈ 300 𝑚𝑚 𝑏 =2 3× 𝑏𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑖𝑛𝑑𝑢𝑘 = 2 3× 200 = 150 𝑚𝑚 c. Perencanaan dimensi awal balok lift

Panjang balok penggantung lift = 450 cm

ℎ = 𝐿 16= 450 16 = 28.125 𝑐𝑚 ≈ 30 𝑐𝑚 𝑏 =2ℎ 3 = 2 ∗ 30 3 = 20 𝑐𝑚

dari perhitungan di atas, maka diketahui dimensi balok penggantung lift 20/30.

Dimensi balok induk melintang diambil 150/300 mm. Namun saat dimasukkan ke dalam program analisis, balok anak untuk bentang 6 meter aman dengan dimensi 175/350 mm.

Tabel 4.1 Dimensi Balok untuk Gedung Sekolah 8 Lantai

Nama Balok h b Bentang

BI1 600 300 6000

BI2 550 300 5000 & 4500

BI3 500 300 4000 & 3000

BA1 350 175 6000, 5000, dan 4500

BA2 300 150 4000 & 3000

*BI = Balok induk BA = Balok anak

4.1.2

Perancangan Dimensi Kolom

Kolom lantai 1 dan 2

Tebal pelat = 20 cm

Dimensi BI1 = 60 cm x 30 cm

Dimensi BA1 = 35 cm x 17.5 cm

Tinggi Lantai Dasar = 5 meter Tinggi Lantai 2 – 8 = 4 meter

Mutu Beton = 25 MPa

Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia tahun 1983, maka pembebanan yang membebani kolom pada gedung sekolah 8 lantai adalah:

Gambar

Tabel 4.30 Hasil Perbandingan Nilai Gaya Aksial dan Gaya Geser Pada Kolom 53  Tabel 4.31 Hasil Perbandingan Nilai Gaya Geser dan Momen Pada Balok ........
Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia .....................................................................
Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia
Gambar 2.1 Hubungan antara Percepatan (kiri) dan Perpindahan (kanan) Dengan Periode  Struktur
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kurva diatas menunjukan perbandingan hubungan antara gaya geser dasar terhadap perpindahan yang terjadi akibat beban gempa pada struktur bangunan pada titik tinjau diarah

Pada studi ini akan dianalisis kinerja gedung tersebut dengan melakukan perencanaan gempa pada daerah gempa kecil kemudian hasil analisys tersebut digunakan

Analisis Gaya Geser Pada Bangunan Menggunakan Base Isolator Sebagai Pereduksi Beban Gempa – Muliadi, Mochammad Afifuddin, T. Budi Aulia

Struktur yang digunakan menggunakan base isolation system tipe lead rubber bearing sesuia dengan peraturan pada SNI 1726:2019 tentang Tata cara perencanaan

Hasil yang diperoleh yaitu peningkatan periode getar struktur pada penggunaan sistem lead rubber bearing menjadi 2,946 detik dan simpangan antar lantai yang

Pada gedung retrofitting model 3A mengalami penurunan rata-rata gaya geser tiap lantai sebesar 59,97%, simpangan antar tingkat sebesar 87,39% dari model 2 dan tidak terjadi kegagalan

xiv K2 : Kekakuan pasca leleh lead rubber bearing Keff : Kekakuan efektif lead rubber bearing KM : Kekakuan efektif sistem isolasi pada perpindahan maksimum KMmax : Kekakuan

Kedua struktur yang didesain dengan faktor modifikasi respons R yang berbeda akan menerima beban gempa yang sama pada analisis non linear riwayat waktu karena kekakuan yang sama, namun