• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan High Damping Rubber Bearing System pada Struktur Bangunan Gedung Dengan Analisis Time History

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penggunaan High Damping Rubber Bearing System pada Struktur Bangunan Gedung Dengan Analisis Time History"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Hendar, H, Suryanita, R, and Ridwan, A. R. (2017) Penggunaan High Damping Rubber Bearing System pada Struktur Bangunan Gedung Dengan Analisis Time History. In: Hidayat, B and Purnawan, P (Eds.) Prosiding 4th

Andalas Civil Engineering (ACE) Conference 2017, 9 November 2017, Universitas Andalas, Padang. Jurusan Teknik Sipil Unand, 627-636

Penggunaan

High Damping Rubber Bearing System

pada Struktur

Bangunan Gedung Dengan Analisis

Time History

Hendra1, Reni Suryanita2, Ridwan3

1)Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau

Email : hendra.h@student.unri.ac.id

2)Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau

Email : reni.suryanita@eng.unri.ac.id

3)Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau

Email : ridwan@eng.unri.ac.id

ABSTRACT

Indonesia is prone to seismic hazard load due to its location situated on a meeting point of four tectonic plates. Therefore design of the building is necessary to include the earthquake load in order to minimize the damage of the buildings and also to avoid casualties resulted from collapsed structures. Several methods had been developed to eliminate the risk affected by the earthquake load to the buildings. One of them is the use of seismic isolator. This research aimed to identify the responses of the building structure with and without base isolator. Responses of the structure were gained from time history analysis using finite element software conducted on the 13-storey reinforced concrete building. The selected building was located in Pekanbaru and constructed on layer of soil with moderate condition. At one of the building analyzed in this research was provided with high damping rubber bearing (HDRB) base isolator. This base isolator was modeled as a joint link on the restraints. Then the building was loaded with the Cape Mendocino earthquake loads that were modified and adjusted to comply with SNI 03-1726-2012 building code. The results showed that the displacement on horizontal direction of the building with HDRB base isolator reduced 45,48% and 45,35% respectively and for acceleration 46,45 % and 47,29 % respectively compared to that of without HDRB base isolator. Thus the study is expected useful for designers of high rise buildings in planning a stable structure in receiving earthquake loading.

Keywords: base isolator, earthquake load, high damping rubber bearing, structure responses, time history analysis.

ABSTRAK

Indonesia merupakan wilayah yang memiliki resiko gempa yang cukup tinggi karena terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik. Oleh karena itu, mendesain bangunan tahan gempa harus diperhitungkan secara matang agar dapat meminimalisir kerusakan pada struktur bangunan gedung dan menghindari korban jiwa. Dewasa ini telah dikembangkan metode desain alternatif dengan tujuan untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat beban gempa. Metoda ini dikenal dengan nama sistem isolasi gempa (seismic isolation). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi respons struktur bangunan dengan base isolator dan tanpa base isolator.

Respons struktur bangunan diperoleh dari hasil analisis riwayat waktu (time history analysis) menggunakan perangkat lunak berbasis elemen hingga. Objek bangunan yang dianalisis adalah struktur beton bertulang 13 lantai yang berlokasi di Kota Pekanbaru dengan kondisi tanah sedang. Pada bangunan ini dipasang base isolator jenis High Damping Rubber Bearing (HDRB) dan dalam analisis dimodelkan sebagai joint link pada perletakan struktur. Beban gempa yang digunakan adalah beban gempa Cape Mendicino yang dimodifikasi dan disesuaikan dengan SNI 03-1726-2012 untuk Kota Pekanbaru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan base isolator dapat mereduksi respons perpindahan struktur dalam arah horizontal sebesar 45,48% dan 45,35% begitu juga halnya dengan kecepatan yang direduksi sebesar 46,45 % dan 47,29 %

(2)

628

dibandingkan dengan perpindahan struktur yang tidak menggunakan base isolator. Dengan demikian diharapkan kajian ini bermanfaat untuk perancang bangunan gedung bertingkat dalam merencanakan struktur bangunan yang stabil dalam menerima pembebanan gempa.

Kata Kunci : base isolator, gempa, high damping rubber bearing, perilaku struktur, time history analysis.

1. PENDAHULUAN

Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah yang memiliki resiko gempa cukup tinggi karena terletak pada empat lempeng tektonik yaitu Lempeng India-Australia, Lempeng Euroasia, Lempeng Pasific, dan Lempeng Filipina. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai daerah rawan terjadinya gempa bumi dan memiliki potensi aktivitas seismik cukup tinggi serta rawan terhadap bahaya gempa.

Gempa bumi merupakan suatu peristiwa pelepasan energi gelombang seismic yang terjadi secara tiba tiba akibat pecah atau slipnya massa batuan di lapisan kerak bumi (Hartuti, 2009). Gerakan bumi yang berputar pada porosnya menimbulkan suatu tekanan. Apabila tekanan yang terjadi pada lempeng tektonik sudah terlalu besar, maka berakibat terjadinya gempa bumi. Proses pelepasan energi pada lempeng bumi berupa gelombang elastis, yaitu gelombang seismik atau gempa yang sampai ke permukaan bumi dan menimbulkan getaran sehingga menimbulkan kerusakan pada benda-benda atau bangunan di permukaan bumi.

Kerusakan bangunan akibat gempa dapat dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang bekerja. Namun, hasil ini sering kali kurang efektif, karena kerusakan elemen baik struktural maupun non-struktural umumnya disebabkan adanya interstory drift (perbedaan simpangan antar tingkat). Untuk memperkecil interstory drift dapat dilakukan dengan memperkaku bangunan dalam arah lateral (Teruna, 2014).

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Dalam hal perencanaan struktur gempa, peneliti telah mengembangkan suatu pendekatan desain alternatif yang mampu mengurangi resiko kerusakan bangunan dan tetap mempertahankan integritas komponen struktural dan non struktural terhadap gempa kuat (Saloma, 2015). Pendekatan desain ini tidak dilakukan dengan cara memperkuat struktur bangunan akan tetapi dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Teknologi ini dikenal dengan nama sistem isolasi gempa (seismic isolation). Sistem ini biasanya diterapkan pada bangunan bertingkat dan jembatan yang rentan terhadap beban gempa, dengan menambahkan base isolator pada bagian bawah struktur bangunan seperti yang terlihat pada Gambar 1. Base isolation merupakan suatu sistem yang berguna sebagai pasif kontrol yang akan bekerja sewaktu-waktu saat terjadi gempa. Salah satu dari jenis base isolator adalah High Damping Rubber Bearing (HDRB).

(3)

629

Gambar 1: Base Isolation (Kelly, 2001)

Studi ini mengkaji permasalahan sejauh mana pengaruh penggunaan High Damping Rubber Bearing terhadap respons dinamik struktur bangunan dengan dan tanpa base isolator apabila terjadi gempa. Respons dinamik yang ditinjau meliputi perpindahan (displacement), kecepatan (velocity), percepatan (acceleration) dan level kinerja bangunan gedung dengan analisis Riwayat Waktu (Time History). Diharapkan studi ini dapat memberikan manfaat bagi perencana bangunan dengan memberikan gambaran kinerja base isolator dalam meredam gaya gempa serta memperkaya literatur untuk pengembangan struktur tahan gempa dan pemanfaatan Base isolator System.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Seismic Isolation

Prinsip dari base isolation pertama sekali dikemukakan oleh Johannes Avetican Calantarients tahun 1909, seperti yang tertulis dalam buku Naeim dan Kelly tahun 1999. Calantarients adalah seorang dokter medic dari sebelah utara Inggris. Calantarients berpendapat bahwa beban gempa yang mengenai bangunan dapat direduksi dengan memasang free joint di antara struktur atas dan bawah sehingga bangunan dapat begerak horizontal pada free joint tersebut. Pada saat itu, Calantarients menyarankan bahan yang digunakan bisa berupa pasir halus, mika atau sejenisnya (Anas Ismail, 2012).

Pada saat terjadi gempa, masing-masing struktur bangunan akan bergetar akibat pergerakan tanah yang mempengaruhi pondasi bangunan. Oleh karena pergerakan tanah yang terjadi bersifat acak maka getaran yang memasuki struktur juga bersifat kaku dan mudah runtuh. Pada bangunan yang menggunakan base isolator, getaran yang terjadi pada pondasi akan melewati bantalan karet terlebih dahulu sebelum memasuki sistem struktur bangunan. Hal ini disebabkan karet bersifat elastis maka arah getaran yang terjadi secara acak hanya akan mempengaruhi base isolator, sedangkan struktur di atasnya akan bergerak sebagai satu kesatuan struktur. Ada berbagai jenis base isolator, diantaranya adalah jenis High Damping Rubber Bearings (HDRB). HDRB merupakan bahan anti seismik yang dikembangkan dari karet alam yang mempunyai kekakuan horizontal yang relatif kecil dan dicampur dengan extra fine carbon block, oil atau resin, serta bahan isian lain sehingga meningkatkan damping antara 10% sampai 20% pada shear strain 100% dengan shear modulus geser soft (G = 0,4 MPa), Normal (G=0,8 MPa) dan Hard (G = 1,4 MPa) . Untuk dapat menahan beban vertikal yang cukup besar, maka karet diberi lempengan baja yang dilekatkan dengan sistem vulkanisir (Teruna, 2014).

(4)

630

Sistem HDRB memanfaatkan rekayasa kimia untuk menciptakan karateristik yang berbeda dari Natural Rubber Bearing (NRB). Nilai modulus geser yang berubah – ubah terhadap regangan geser yang terjadi membuat hysteretic loop yang gemuk sehingga menghasilkan nilai equivalent damping ratio yang tinggi. Jenis seismic isolation ini umumnya tidak membutuhkan damping device tambahan.

2.2. Analisis Respon Struktur

2.3.1. Level Kinerja Sruktur

Berdasarkan FEMA 356, tingkat kinerja struktur bangunan harus berada pada enam tingkat kinerja sruktur, yaitu:

1. Fully Opertional (FO) adalah kondisi yang mana bangunan tetap dapat beroperasi langsung setelah terjadi gempa (operational state). Hal ini terjadi karena elemen struktur utama tidak mengalami kerusakan sama sekali dan elemen non struktural hanya mengalami kerusakan sangat kecil sehingga tidak menjadi suatu masalah (damage state).

2. Immediate Occupancy (IO) (S-1) adalah suatu kondisi yang mana struktur secara umum masih aman untuk kegiatan operasional segera setelah gempa terjadi (damage state). Ada kerusakan yang sifatnya minor, namun perbaikanya tidak menganggu pemakaian bangunan. Oleh karena itu, bangunan pada level ini juga hampir langsung dapat dipakai setelah kejadian gempa.

3. Damage Control (S-2), pada keadaan ini struktur berada pada level keselamatan pada struktur.

4. Life Safety (LS) (S-3), pada keadaan ini terjadi kerusakan komponen struktur, kekakuan berkurang tetapi belum mengalami keruntuhan. Struktur yang berada pada keadaan ini masih dapat dipakai bila telah dilakukan perbaikan.

5. Limited Safety (S-4), keadaan ini didefinisikan struktur berada diantara keselamatan penghuni (S-3) struktur dengan pencegahan keruntuhan (S-5). Dalam keadaan ini sudah terjadi banyak kerusakan struktur, karena itu sudah tidak aman lagi untuk dihuni sebab kekuatan struktur sudah terbatas.

6. Collapse Prevention (CP) (S-5), Didefinisikan sebagai keadaan kerusakan pasca mengalami keruntuhan. Kerusakan terjadi pada komponen struktur maupun nonstruktur.

7. Structural Performance not Considered (S-6), bangunan yang mengalami kerusakan pada bagian non strukturalnya diklasifikasikan pada tingkat kinerja ini.

2.3. Data Struktur

Adapun data perencanaan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Data Struktur Bangunan

No. Data Struktur No. Data Struktur 1 Jenis Bangunan : Beraturan 8 Tebal Pelat : 120 mm

2 Panjang Gedung : 30 m 9 Dimensi Kolom : Kolom K4 = 500x500; K3 = 600x600; K2 = 700x700 dan K1 = 800x800 mm

(5)

631

No. Data Struktur No. Data Struktur

4 Jumlah Lantai : 13 Lantai 11 Tegangan leleh tulangan utama, fy𝑐 = 400 MPa

5 Tinggi Antar Lantai : 3.5 m dan 4 m di dasar bangunan

12 Tegangan leleh geser, fys = 240 MPa

6 Jenis Tanah : Tanah Sedang 13 Fungsi Bangunan : Hotel. 7 Dimensi Balok : Balok Induk

600/400 mm dan Balok Anak 400/300 mm

14 Lokasi Bangunan : Kota Pekanbaru

Gambar 2: Tampak Gedung Rencana dan base isolator yang digunakan

Direncanakan Menggunakan Base Isolation tipe High Damping Rubber Bearing dengan klasifikasi yang Digunakan tipe MVBR-0514 (X0.6R), Rubber code : X0.6R, Shear Modulus (G): 0.62 N/mm2, Equivalent Damping Ratio: 0.24,Rubber Thickness (tr): 200 mm,TD = 3 x Tc

= 4.608 detik (sesuai dengan SNI 1726-2012 pasal 12.4.1). Perhitungan untuk mendesain Diameter base isolation dengan tipe High Damping Rubber Bearing dilakukan dengan menghitung berat bangunan pada masing-masing reaksi perletakan bangunan yang kemudian di hitung berdasarkan rumus dari (Naeim & Kelly, 1999).

Fz = W = 6981.075 KN = 698.1075 ton (pada base joint 17)

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan diameter HDRB sebesar 800 mm dengan tipe HH080X6R.

2.4. Data Beban

Pembebanan diambil dari ketentuan yang tercantum dalam SNI 1727-2013, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung PPIUG-1983 dan Standar Nasional Indonesia SNI 1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung.

Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh beban gempa terhadap perilaku struktur rencana, sehingga data beban yang digunakan berupa beban mati, beban hidup dan beban gempa. Beban gempa yang digunakan adalah berupa catatan respon riwayat waktu (time history) Gempa Cape

(6)

632

Mendicino (PGA = 0,154 g). Penyesuaian skala yang digunakan ditentukan berdasarkan standar perencanaan ketahanan gempa Indonesia SNI 1726-2012 dengan kondisi tanah sedang.

Gambar 3. Grafik Rekaman Gempa Cape Mendicino

Berdasarkan SNI 1726-2012 nilai PGA Pekanbaru yang berada pada 0,2-0,25 g, sedangkan menurut data Puskim.pu.go.id, data gempa untuk kota Pekanbaru jenis tanah sedang SD memiliki nilai PGA sebsar 0,214 dan FPGA sebesar 1,.371. Sehingga selanjutnya dapat dihitung skala gempa Cape Mendicino untuk kemudian diinput dalam program elemen hingga.

PGAM = FPGA x PGA

PGAM = 1,371 x 0,214

PGAM = 0,293g

SNI-1726-2012 pada Pasal 11.1.4, mengenai parameter respon menetapkan setiap gerak tanah dalam analisis harus dikalikan dengan I/R, sesuai konsep desain kapasitas untuk gempa rencana. Sesuai dengan Tabel 10 dan Tabel 11 pada SNI, nilai faktor keutamaan gempa (I) untuk kategori gedung perhotelan (Tabel 7 pada SNI) dan nilai koefisien modifikasi respon (R) untuk struktur dengan dinding geser beton bertulang khusus adalah:

I = 1 R = 8

PGAM Pekanbaru yang diskalakan

PGAM = PGAM Pekanbaru x (I/R)

= 0,293 g x (1/8)

= 0,037 g Faktor Skala = 0,037

0,154 x 9,81= 2,357 m/s 2

(7)

633 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisis Ragam

Analisis ragam dilakukan dengan tujuan memberikan sifat dinamis struktur seperti perioda natural dan pola perubahan bentuk (mode shape). Persyaratan Jumlah ragam telah diatur pada pasal 7.9.1 SNI 1726-2012, dimana jumlah ragam harus cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit 90% dari massa aktual dalam masing-masing arah horizontal otogonal dari respon yang ditinjau oleh model.

Tabel 2. Partisipasi Massa Ragam struktur pada mode ke 6 Partisipasi Massa Ragam (%)

Syarat SNI 1726-2012 Keterangan Arah X Arah Y

92.69 92.75 ≥ 90 Memenuhi

3.2. Periode Getaran Bebas Struktur

Berdasarkan SNI 1726-2012 perioda fundamental pendekatan dihitung dengan terlebih dahulu menetukan nilai Ct , x dan Cu berdasarkan Tabel 14 dan 15 pada SNI 1726-2012 yang

merupakan nilai parameter pendekatan dan koefisien batas atas pada periode yang akan dihitung, selanjutnya menentukan nilai Ta dihitung dengan Persamaan (26) Pasal 7.8.2.1 SNI 1726-2012, untuk rangka beton pemikul momen didapat nilai :

Cu = 1.4, Ct = 0.0466, X = 0.9 dan dengan Ketinggian struktur (hn) = 46 m Nilai Ta= Cthnx = 0,0466 𝑥 (46)0,9 = 1.46 s

Nilai CuTa = 1,4 𝑥 1.462= 2.046 s Didapat dari pemodelan SAP2000 nilai Tc = 1.537

Maka, Ta < Tc < Cu.Ta = 1.462 < 1.537 < 2.046

Nilai ini memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam SNI 1726-2012. 3.3. Analisis Riwayat Waktu Gempa

Analisis riwayat waktu menggunakan gempa Cape Mendocino yang diskalakan terhadap Kota Pekanbaru. Hasil analisis respons struktur antara struktur dengan dan tanpa base isolator menunjukkan hasil sebagai berikut :

3.4.1. Perpindahan

Besarnya perpindahan yang terjadi pada struktur dengan dan tanpa base isolator menghasilkan perbedaan perpindahan yang dapat dilihat pada grafik pada Gambar 4. Perpindahan terbesar terjadi pada struktur fixed base dengan perpindahan sebesar 33.216 mm sedangkan pada struktur dengan base isolator perpindahan yang terjadi sebesar 17.353 mm. Berdasarkan nilai perpindahan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan base isolator dapat mereduksi

(8)

634

perpindahan yang terjadi dengan persentase rata-rata perpindahan sebesar 45.48% arah X dan 45,35% arah Y.

Gambar 4. Grafik Perbandingan Perpindahan Struktur Bangunan 3.4.2. Kecepatan

Dengan menggunakan base isolator besarnya kecepatan yang terjadi pada struktur fixed base dapat direduksi dari 165.3 mm/sec menjadi 68.0 mm/sec seperti yang terlihat pada grafik pada Gambar 5. Berdasarkan hasil tersebut jika di persentasekan besarnya reduksi kecepatan antara struktur dengan dan tanpa base isolator menghasilkan rata-rata persentase sebesar 46,45 % arah X dan 47,29 % arah Y.

Gambar 5. Grafik Perbandingan Kecepatan Struktur Bangunan 3.4.3. Percepatan

Hasil analisa percepatan yang terjadi pada struktur dengan dan tanpa base isolator menunjukkan bahwa percepatan maksimum sebesar 860,64 mm/sec2 dan 585,36 mm/sec2 Berdasarkan hasil tersebut jika di persentasekan besarnya reduksi percepatan akibat base isolator menghasilkan rata-rata persentase percepatan sebesar 19,91% arah X dan 19,22 % arah Y.

(9)

635

Gambar 6. Grafik Perbandingan Percepatan Struktur Bangunan

3.4.4. Level Kinerja Struktur

Tabel 3. Tabel Level Kinerja Bangunan

NO Time History PGA (g) Damage Detection Time (sec) Real Scaled B IO LS CP END 1 Fixed Based

tpuncak = 9.70 detik

0.154 2.357 10.3 N/A N/A N/A 44

2 HDRB

tpuncak = 9.70 detik

0.154 2.357 N/A N/A N/A N/A 44

4. KESIMPULAN

Dengan membandingkan level kinerja dan nilai respons struktur bangunan yang menggunakan base isolator dengan struktur tanpa base isolator diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Pengunaan base isolator pada struktur bangunan mampu memperkecil nilai respons

struktur dan level kinerja terhadap beban gempa yang terjadi.

2. Penggunaan base isolator dapat mereduksi perpindahan yang terjadi dengan rata-rata selisih perpindahan sebesar 45.48 % arah X dan 45,35% arah Y begitu juga halnya dengan kecepatan dan percepatan yang direduksi masing-masing sebesar 46,45 % arah X , 47,29 % arah Y dan sebesar 19,91% arah X, 19,22 % arah Y.

5. DAFTAR PUSTAKA

Anas Ismail, F. (2012). Pengaruh Penggunaan Seismic Base Isolation System Terhadap Respons Struktur Gedung Hotel Ibis Padang, 8(1), 45–60.

Hartuti, E. R. (2009). Buku Pintar Gempa. (E. Syahriyanti, Ed.). Yogyakarta: DIVA Press. https://doi.org/www.divapress-online.com

Kelly, T. E. (2001). BASE ISOLATION OF STRUCTURES, (July).

(10)

636 Practice. . California : University of California.

PPIUG-1983. (1983). Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983.pdf. Bandung. Puskim.pu.go.id. (2011). Nilai Spektral Percepatan Di Permukaan Dari Gempa Risk-Targeted

Maximum Consider Earthquake Dengan Probabilitas Keruntuhan Bangunan 1% dalam 50 Tahun Lokasi: Pekanbaru ( Lat: 0.5070677 , Long: 101.44777929999998 ).

Saloma. (2015). Analisis struktur rangka baja menggunakan base isolation dengan time history analysis, 4(1), 20–26. Retrieved from http://cantilever.unsri.ac.id

SNI 1726-2012. (2012). Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. Jakarta, Indonesia.

SNI 1727-2013. (2013). Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain. Indonesia. Retrieved from www.bsn.go.id

Teruna, D. (2014). Analisis Respon Bangunan Dengan Base Isolator Akibat Gaya Gempa, 6(August), 0–6.

Gambar

Gambar 1: Base Isolation (Kelly, 2001)
Gambar 2: Tampak Gedung Rencana dan base isolator yang digunakan
Gambar 3.  Grafik Rekaman Gempa Cape Mendicino
Gambar 5.  Grafik Perbandingan Kecepatan Struktur Bangunan  3.4.3.   Percepatan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Arah x dan 67,30% arah y, Displacement yang terjadi pada gedung yang menggunakan HDRB lebih besar dari pada gedung yang menggunakan sistem fixed-base yaitu akibat beban

Pada studi ini akan dianalisis kinerja gedung tersebut dengan melakukan perencanaan gempa pada daerah gempa kecil kemudian hasil analisys tersebut digunakan

Struktur yang digunakan menggunakan base isolation system tipe lead rubber bearing sesuia dengan peraturan pada SNI 1726:2019 tentang Tata cara perencanaan

Hasil yang diperoleh yaitu peningkatan periode getar struktur pada penggunaan sistem lead rubber bearing menjadi 2,946 detik dan simpangan antar lantai yang

Sistem kerja dari metode ini yaitu menjaga struktur tetap menjadi satu bagian, sehingga ketika terjadi gempa bumi tidak terjadi pergerakan pada bagian struktur

Analisis ragam respons spektrum (Response Spectrum Analysis) adalah suatu cara analisis dinamik struktur dimana pada suatu model matematik dari struktur diberlakukan suatu

Tugas akhir ini merupakan penelitian tentang analisis pada bangunan gedung bertingkat 12 lantai dengan vertical irregularity menggunakan software STERA 3D,

xiv K2 : Kekakuan pasca leleh lead rubber bearing Keff : Kekakuan efektif lead rubber bearing KM : Kekakuan efektif sistem isolasi pada perpindahan maksimum KMmax : Kekakuan