• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DAN IMPLEMENTASI PARSING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRUTE FORCE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP DAN IMPLEMENTASI PARSING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRUTE FORCE"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DAN IMPLEMENTASI PARSING DENGAN

MENGGUNAKAN METODE BRUTE FORCE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Program Studi Matematika

Oleh:

Vinsentia Asri Budiarti NIM : 003114035

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2006

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kebanggaan terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit

kembali setiap kali kita jatuh.

Kebanyakan dari kita tidak menyukai apa yang sudah kita miliki,

tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai.

Seorang pesimis melihat kesulitan dalam setiap kesempatan, seorang

optimis melihat kesempatan dalam setiap kesulitan.

Kupersembahkan Karyaku ini Kepada:

Yesus Kristus Sang Juru Slamatku, Kedua orangtuaku tercinta JB Tukidjo,

Kakaku tersayang mas Bowo, Kekasihku dr Aloysius Sulistyanto, M.D.,

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Juli 2006 Penulis

Vinsentia Asri Budiarti

(6)

ABSTRAK

Parsing dengan metode Brute Force adalah parsing yang memilih aturan produksi mulai dari paling kiri, dan melakukan expand semua non terminal pada aturan produksi sampai yang tertinggal adalah simbol terminal. Kemungkinan pertama string masukan sukses di-parsing, bisa juga bila terjadi expansi yang salah untuk suatu simbol variabel maka akan dilakukan backtrack. Algoritma ini membangun pohon parsing yang top down, yaitu mencoba segala kemungkinan untuk setiap simbol non terminal.

(7)

ABSTRACT

The Brute Force Parsing method is a method which choosing left most symbol on a production rule and expanding all of non terminal symbol on it until only a terminal symbol left. The first possibility is input string parsed successfully, otherwise it will perform backtracking when expansion have an error. This algorithm create a top-down parse tree which will trying all possibilities for each non terminal symbol.

(8)

KATA PENGANTAR

Allah mencipatakan manusia diberi akal dan pikiran. Dengan tidak meninggalkanNya kita mampu melewati segala rintangan dan kesulitan yang kita hadapi. Akan tetapi kita sering lupa bahwa kasih dan cintaNya senantiasa menyertai kita sepanjang hidup. Dan dengan campur tangan Allah semua dapat terselesaikan dengan mudah. Bunda Maria perawan suci yang telah mengajarkan kepada kita untuk tidak pernah berhenti memohon dalam kesulitan apapun yang kita hadapi, dengan perantaraanNya maka akan dikabulkanNya.

Puji syukur penulis panjatkan kepadaMu Bapa di surga yang telah mengabulkan doa-doaku dengan perantaraan Bunda Maria, Ibu sejati dan Ratu surgawi. KepadaMu semua pengharapanku yang besar kucurahkan sehingga dapat menyelesaikan tugas dan tanggungjawabku selama ini dengan baik.

Dalam menyusun skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, petunjuk serta bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak.. Oleh karena itu dengan ketulusan hati ijinkan penulis secara pribadi menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bpk Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc. selaku Dekan FMIPA Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas saran dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 2. Bpk Y.G. Hartono, S.Si., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Matematika,

terima kasih atas semangat yang diberikan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu M.V. Any Herawati, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas saran dan motivasinya.

(9)

4. Bpk Iwan Binanto, S.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih buanyak atas kesabaran, perhatian, motivasi dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis tidak akan pernah melupakan semua bantuan, kesabaran, saran serta kebaikan bapak. 5. Terima kepada semua dosen pengajar serta staff FMIPA atas kerjasamanya

selama ini kepada penulis.

6. Bapak dan ibu tercinta JB. Tukidjo, serta kakakku tersayang Mas Bowo, terima kasih atas kasih sayang, perhatian, semangat, kesabaran dan kebaikan yang diberikan kepada penulis.

7. Tak lupa ucapan terima kasih kepada calon suamiku, dr. Aloysius Sulistyanto, M.D., Akp, terima kasih buanyak atas kesabaran, kesetian, cinta, kasih sayang, motivasi, pengertian, ketulusannya hingga saat ini. Sekali lagi terima kasih telah membangkitkan semangat hidupku.

8. Sahabatku Tatik, terima kasih atas semangat yang diberikan, terima kasih juga atas pinjaman kamusnya.

9. Teman-teman kampus angkatan 2000: Tatik, Ayu, Bunga, Pras, Felix, Willy, Tony, Niza, Eros, Tildy, Sinta, Megi, Eros, Tika, Elin, Sunarto, Deny, Wiwid ndut, Dewi, Susi, Wiwid, Andy, Lia, Nety, Heri, Jeng-jeng, polo, Mira, Ferry, Wahyu, Heru. Terima aksih atas persahabatnnya selama ini.

10.Teman kostku Ana, terima kasih atas persahabatannya ini. 11.Mas Koko, terima kasih atas bantuannya.

(10)

12.Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini, maaf tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan penulis berharap smoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Juli 2006 Penulis

Vinsentia Asri Budiarti

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI... .xi

BAB I PENDAHULUAN……..………1

A. Latar Belakang……….1

B. Perumusan Masalah……….3

C. Pembatasan Masalah………... 3

D. Tujuan Penulisan………..………4

E. Manfaat Penulisan………4

F. Metode Penulisan……….4

G. Sistematika Penulisan....………...4

BAB II DASAR TEORI………...6

A. Finite State Automata………..6

A.1. Penerapan Finite State Automata……….6

A.2. Deterministic Finite State Automata………....9

(12)

A.3. Non Deterministic Finite State Automata………...12

B. Bahasa – bahasa Reguler………...15

B.1. Bahasa-bahasa Reguler dan Ekspresi-ekspresi Reguler………15

B.2. Aturan Produksi Bahasa Reguler………...18

C. Tata Bahasa Bebas Konteks………..21

C.1. Bahasa – bahasa Bebas Konteks………21

C.2. Penyederhanaan Tata Bahasa Bebas Konteks………....24

D. Parsing………...33

D.1. Parsing Dengan Brute Force………..38

D.2. Ambiguitas……….39

E. Pointer Di Pascal………43

E.1. Deklarasi Variabel Pointer……….45

E.2. Proses Variabel Pointer………..49

BAB III PERANCANGAN DAN DIAGRAM ALUR PROGRAM PARSING..52

A. Perancangan Struktur Data……….52

B. Diagram Alur Program Parsing………..53

BAB IV PENUTUP………63

A. Kesimpulan……….63

B. Saran………...63

DAFTAR PUSTAKA ………64

LAMPIRAN………...65

(13)

BAB I

KONSEP DAN IMPLEMENTASI PARSING DENGAN MENGGUNAKAN

METODE BRUTE FORCE

A. Latar Belakang Masalah

Dalam bidang komputer dikenal sebuah bahasa yaitu bahasa otomata berhinggan (finite automata). Sebuah otomata berhingga menguraikan sebuah bahasa sebagai himpunan semua untai yang menggerakkan untai dari state awal ke salah satu state yang diterimanya (himpunan state akhir). Dalam skripsi ini digunakan tata bahasa reguler dan tata bahasa bebas konteks sebagai dasarnya. Bila pada tata bahasa reguler terdapat pembatasan pada ruas kanan atau hasil produksi maka pada tata bahasa bebas konteks tidak terdapat pambatasan hasil produksinya.

Sebuah tata bahasa bebas konteks adalah suatu cara yang menunjukkan bagaimana menghasilkan untai-untai dalam sebuah bahasa. Tata bahasa bebas konteks telah banyak memberikan bantuan pada pemrograman dan perancangan parsing. Tata bahasa bebas konteks menjadi dasar dalam pembentukan suatui

proses parsing. Penyederhanaan tata bahasa bebas konteks bertujuan untuk melakukan pembatasan posisi munculnya terminal-terminal dan variabel-variabel sehingga tidak menghasilkan pohon penurunan yang memiliki kerumitan yang tidak perlu atau aturan produksi yang tidak berarti.

Dengan diturunkannya sebuah untai dari tata bahasa bebas konteks, simbol awal diganti oleh suatu untai. Setiap nonterminal dalam untai ini, secara bergantian digantikan oleh untai yang lain, dan seterusnya sampai tinggal tersisa

(14)

untai yang hanya terdiri dari simbol-simbol terminal. Selanjutnya tidak ada lagi penggantian karena tidak ada lagi nonterminal untuk digantikan. Kadang-kadang sangat berguna untuk menggambarkan penurunan itu, yaitu yang menunjukkan kontribusi dari masing-masing non terminal pada untai akhir dari terminal-terminal. Gambar seperti ini dinamakan pohon penurunan atau pohon penguraian (derivation tree atau pharse tree).

Metode parsing ada dua, pertama Top Down dan yang kedua Bottom Up. Top Down sendiri meliputi Backtrack: Brute Force dan No Backtrack: Recursive

Descent Parser. Dalam skripsi ini penulis hanya membahas parsing dengan menggunakan metode Top Down Brute Force. Metode ini akan memilih aturan produksi mulai dari paling kiri dan melakukan expand semua non terminal pada aturan produksi sampai yang tertinggal adalah simbol terminal.

Skripsi ini hanya membahas parsing dengan menggunakan metode Brute Force karena penulis merasa bahwa dasar teori untuk membahas parsing dengan metode Brute Force pernah penulis terima selama kuliah. Sedangkan parsing dengan metode Recursive Desent Parser dasar teori untuk membahasnya belum pernah penulis terima karena ini tentang compiler (dasar teorinya misal membahas analisis leksikal dan analisis semantik). Sehingga penulis memutuskan untuk menulis skripsi tentang parsing yang menggunakan metode Brute Force.

(15)

menunjuk ke data dengan tipe khusus. Variabel pointer mengandung alamat dari data dalam memori

B

.

Perumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan parsing dengan menggunakan metodeBrute Force itu?

2. Bagaimana mengimplementasikan parsing dengan menggunakan metode Brute Force?

C.

Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan tentang parsing dalam konsep dan implementasinya penulis membatasi masalah hanya pada proses parsing dengan menggunakan metode Brute Force dengan aturan produksi tata bahasa sebagai berikut:

S → Ba | Ab A → Sa | AAb | a B → Sb | BBa | b

(16)

D. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai adalah ingin lebih memahami dan mendalami tentang konsep parsing dengan metode Brute Force yang di implementasikan dalam bahasa pemrograman Turbo Pascal.

E. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari mempelajari topik ini adalah supaya semakin memahami dan mengerti tentang konsep parsing dengan metode Brute Force dan implementasinya dengan menggunakan bahasa pemrograman Turbo Pascal.

F. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis adalah studi pustaka yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan bahan yang telah dipilih.

G

.

Sistematika Penulisan

Pada bab I penulis pembahas tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan.

(17)

meliputi bahasa-bahasa regular dan ekspresi-ekspresi regular, aturan produksi bahasa regular, Tata bahasa bebas kontrks yang meliputi bahasa-bahasa bebas konteks, penyederhanaan tata bahasa bebas konteks, Parsing meliputi parsing dengan metode brute force, ambiguitas, Pointer meliputi deklarasi variable pointer, proses variable pointer.

Pada Bab III membahas tentang perancangan dan diagram alur program parsing yang berisi tentang perancangan dengan menggunakan struktur data, diagram alur program parsing.

(18)

BAB II

DASAR TEORI

A. Finite State Automata

A.1 Penerapan Finite State Automata

Finite State Automata / otomata berhingga state, selanjutnya disingkat

dengan FSA, bukanlah mesin fisik tetapi suatu model matematika dari suatu

sistem yang menerima input dan output diskrit. Finite State Automata merupakan

mesin otomata dari bahasa reguler. Suatu finite state automata memiliki state

yang banyaknya berhingga, dan dapat berpindah-pindah dari suatu state ke state

yang lain. Perubahan state ini dinyatakan oleh fungsi transisi. Jenis otomata ini

tidak memiliki tempat penyimpanan, sehingga kemampuan mengingatnya

terbatas. Teori mengenai finite state automata adalah suatu tool yang berguna

untuk merancang sistem.

Contoh, pada pemeriksa pariti ganjil pengirim akan menambahkan bit

paritas sehingga jumlah bit 1 adalah ganjil. Misal terdapat data:

0110

maka pengirim akan menambahkan bit 1, sehingga penerima akan memperoleh

01101

bila data:

0111

maka pengirim akan menambahkan bit 0, sehingga penerima akan memperoleh

01110

(19)

bila suatu saat penerima memperoleh jumlah bit 1 yang genap, misal

10010

maka penerima akan memutuskan bahwa telah terjadi kesalahan dalam

pengiriman.

Bisa dibuat sebuah otomata yang akan memeriksa apakah suatu barisan

input memiliki bit 1 dalam jumlah ganjil atau genap. Mesin ini akan mempunyai

dua state, sebut saja sebagai state EVEN (genap) dan state ODD (ganjil).

0 0

1

1 ODD EVEN

gambar 1.1 mesin otomata untuk pemeriksa pariti ganjil

Pada finite state automata, arti dari bentuk-bentuk seperti yang ada pada

gambar diatas adalah:

• Lingkaran menyatakan state/kedudukan

• Label pada lingkaran adalah nama state tersebut

• Bususr menyatakan transisi yaitu perpindahan kefudukan/state

• Label pada bususr adalah simbol input

• Lingkaran didahului sebuah bususr tanpa label menyatakan state awal

• Lingkaran ganda menyatakan state akhir/final

Gambar seperti diatas biasa disebut sebagai graph transisi atau diagram

keadaan (state). Pada gambar diatas state awalnya adalah EVEN. Karena mesin ini

merupakan pemeriksa pariti ganjil, maka himpunan state akhir yang menyatakan

input diterima adalah ODD. Simbol input yang ada {0,1}. Jika mesin

(20)

1101

urutan state yang terjadi

EVEN 1 ODD 1 EVEN 0 EVEN 1 ODD

Berakhir dengan state ODD sehingga “1101” diterima oleh mesin

Bila mesin mendapatkan input:

101

urutan state yang terjadi

EVEN 1 ODD 0 ODD 1 EVEN

Berakhir dengan state EVEN maka “101” ditolak oleh mesin.

Meskipun pada contoh diatas state akhirnya hanya satu, pada umumnya

bisa terdapat sejumlah state akhir. Istilah state akhir tidak berarti komputasi (disini

berupa perpindahan/transisi) berhenti (halt) begitu state akhir tercapai. State akhir

hanya menyatakan kedudukan-kedudukan tertentu sebagai kedudukan-kedudukan

yang diterima.

Secara formal finite state automata dinyatakan oleh 5 tupel atau

M=(Q,Σ,δ,S,F), dimana:

Q = himpunan state/kedudukan

Σ = himpunan simbol input/masukan/abjad

δ = fungsi transisi

S = state awal/kesusukan awal, S ∈Q

F = himpunan state akhir

F adalah jumlah state akhir, jadi jumlah state akhir pada suatu finite state

(21)

Maka contoh diatas bisa dinyatakan sebagai berikut:

Q = {ODD,EVEN}

Σ = {0,1}

S = EVEN

F = {ODD}

Finite state automata berdasarkan pada pendefinisian kemampuan

berubah state-statenya bisa dikelompokkan ke dalam deterministik maupun non

deterministik,.

A.2 Deterministic Finite State Automata

Pada otomata berhingga deterministik/ Deterministic Finite Automata,

selanjutnya disebut dengan DFA, dari suatu state ada tepat satu state berikutnya

untuk setiap simbol masukan yang diterima. Sebagai contoh, misal ada otomata

seperti pada gambar berikut ini:

a a b b b

a

q1 q2

q0

gambar 2.1 mesin DFA

Konfigurasi Deterministic Finite State Automata di atas secara formal

dinyatakan sebagai berikut:

Q = {q0,q1,q2} Σ = {a,b}

S = q0

(22)

Fungsi transisi yang ada sebagai berikut:

δ(q0,a) = q0

δ(q0,b) = q1

δ(q1,a) = q1

δ(q1,b) = q2

δ(q2,a) = q1

δ(q2,b) = q2

Biasanya fungsi-fungsi transisi ini disajikan dalam sebuah tabel transisi.

Tabel transisi tersebut menunjukkan state berikutnya untuk kombinasi

state-state dan input. Tabel transisi dari fungsi transisi diatas sebagai berikut:

δ a b

q0 q0 q1

q1 q1 q2

q2 q1 q2

Tabel 1.1

Pada tabel transisi Deterministic Finite Automata diatas, nampak bahwa

sebuah state berikutnya yang unik untuk setiap pasangan state-input. Jadi untuk

sebuah state dan input yang berlaku, bisa ditentukan tepat satu state berikutnya.

Pada Deterministic Finite Automata, δ merupakan sebuah fungsi yang harus

terdefinisi untuk semua pasangan state-input yang ada dalam Q X Σ. Sehingga

(23)

berikutnya. State berikutnya itu ditentukan oleh informasi yang ada di dalam

pasangan state-input.

Suatu string x dinyatakan diterima bila δ(S,x) berada pada state akhir.

Biasanya secara formal dikatakan bila M adalah sebuah finite state automata,

M=(Q, Σ, δ, S, F), menerima bahasa yang disebut L(M), yang merupakan

himpunan {x ⏐δ(S,x) didalam F}.

Misal pada contoh gambar 2.1 diberi input string ‘abb’ pada mesin

tersebut. Maka :

δ(q0,abb)= δ(q0,bb)= δ(q1,b)= q2

karena q2 termasuk state akhir, maka ‘abb’ berada dalam L(M)

misal pada ontoh gambar 2.1 di beri input string ‘baba’ pada mesin tersebut,

maka:

δ(q0,baba)= δ(q1,aba) = δ(q1,ba)= δ(q1,a) = q1

karena q1 tidak termasuk state akhir, maka ‘baba’ tidak berada dalam L(M).

Contoh lain, misal terdapat gambar mesin DFA sebagai berikut:

a,b a

b

q0 q1

tabel transisi dari gambar 2.2 adalah :

δ a b

q0 q1 q1

q1 q1 q0

(24)

Jadi dari suatu gambar/ diagram transisi dapat dibuat tabel transisinya.

Sebaliknya dapat pula digambar diagram transisi suatu Deterministic Finite

Automata bila diketahuai tabel transisinya.

Contoh terdapat tabel transisi:

δ a b

q0 q0 q1

q1 q0 q0

Tabel 1.3

Dengan S = q0

F = {q1}

Maka diagram transisinya dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini:

a

b

a,b

q0 q1

gambar 2.3

A.3 Non Deterministic Finite State Automata

Pada Non-deterministic Finite Automata (NFA) dari suatu state bisa

terdapat 0,1, atau lebih busur keluar (transisi) berlabel simbol input yang sama.

Non-deterministic Finite Automata didefinisikan pula dengan lima tupel M = (Q,

Σ, δ, S, F), dengan arti yang serupa pada Deterministic Finite Automata.

Perbedaannya terletak pada fungsi transisinya, dimana untuk setiap pasangan

(25)

Contoh:

a,b

a,b

a gambar 2.4 mesin otomata NFA

q0 q1

Dari gambar 2.4, dari state q0 terdapat dua busur keluar yang berlabel

input ‘a’. Dari state q0 bila mendapat input ‘a’ bisa berpindah ke state q0 atau q1,

yang secara formal dinyatakan:

δ(q0,a)= {q0,q1}

maka otomata ini disebut non-deterministik (tidak pasti arahnya). Tabel

transisinya sebagai berikut:

δ a b

q0 {q0,q1} {q1}

q1 {q1} {q1}

Tabel 2.1

Perlu diperhatikan bahwa cara penulisan state hasil transisi pada tabel transisi

untuk Non-deterministic Finite State Automata digunakan kurung kurawal ‘{‘ dan

‘}’, karena hasil transisinya merupakan suatu himpunan state.

Suatu string diterima oleh Non-Deterministic Finite Automata bila

terdapat suatu urutan sehubungan dengan input string tersebut dari state awal

(26)

Non-Deterministic Finite Automata pada gambar 2.4. Tentukan apakah string ‘ab’

termasuk dalam L(M)? Untuk Non-Deterministic Finite Automata harus mencoba

semua kemungkinan yang ada sampai terdapat satu yang mencapai state akhir.

Dalam contoh diatas, urutan transisi yang mencapai state akhir:

δ(q0,ab) = δ(q1,b) = q1

Jadi untuk membuktikan suatu string diterima oleh Non-Deterministic

Finite Automata tersebut dibuktikan dulu suatu urutan transisi yang menuju state

akhir .

Contoh lain, misal terdapat gambar 3.2 mesin NFA:

b a

a

q0 q1

gambar 3.2

Terlihat tidak ada busur keluar dari state q1 untuk simbol input ‘b’ atau

secara formal dinyatakan:

(27)

tabel transisinya sebagai berikut:

Tabel 2.2

B. Tata Bahasa Reguler

δ a b

q0 {q1} {q0}

q1 {q0} φ

B.1. Bahasa-Bahasa Reguler dan Ekspresi-Ekspresi Reguler

Sebuah bahasa dinyatakan regular jika terdapat finite state automata yang

dapat menerima bahasa-bahasa. Finite state automata sendiri merupakan model

matematika dari suatu sistem yang menerima input dan output diskrit dan juga

merupakan mesin otomata dari bahasa reguler. Bahasa-bahasa yang diterima oleh

suatu finite state automata bisa dinyatakan secara sederhana dengan ekspresi

regular (Regular Ekspression). Ekspresi regular selanjutnya disebut sebagai ER,

yang memberikan cara untuk mendefinisikan bahasa-bahasa. Ekspresi regular

memberikan suatu pola untuk untai dari suatu bahasa. Semua untai yang cocok

dengan sebuah pola tertentu, dan hanya untai-untai itu, yang menyusun bahasa

regular tertentu. Demikian pula sebuah otomata berhingga mendefinisikan sebuah

bahasa sebagai himpunan semua untai yang menggerakkan untai dari kedudukan

awal ke salah satu dari kedudukan-kedudukan yang diterima

Untuk sebuah abjad ∑ tertentu, bahasa-bahasa regular atas ∑ menarik

dari segi teoritis karena membentuk koleksi terkecil dari bahasa-bahasa atas ∑

(28)

gabungan bahasa dan memuat bahasa kosong Ø dan bahasa-bahasa singleton { a }

untuk a Є∑.

Definisi 2.2.1 (Kelly, Dean. h 36)

Misalkan ∑ merupakan sebuah abjad. Koleksi dari bahasa-bahasa regular

atas ∑ didefinisikan sebagai berikut:

a. Ø adalah sebuah bahasa regular.

b. { ε } adalah sebuah bahasa regular.

c. Untuk setiap a ∉∑, { a } adalah sebuah bahasa regular.

d. Jika A dan B adalah bahasa-bahasa regular maka A ∪ B, A . B,

dan A* adalah bahasa-bahasa regular.

e. Tidak ada bahasa-bahasa lain atas ∑ yang regular.

Artinya koleksi dari bahasa-bahasa regular atas ∑ terdiri dari bahasa

kosong, semua bahasa singleton, termasuk { ε }, dan semua bahasa yang dibentuk

oleh operasi-operasi bahasa perangkaian, gabungan, dan penutup bintang.

Contoh:

Misalkan ∑ = {a, b} maka yang berikut ini benar:

Ø dan { ε } adalah bahasa-bahasa regular.

{ a } dan { b } adalah bahasa-bahasa regular.

{ a, b} adalah regular, yang merupakan gabungan dari { a } dan { b }.

{ ab } adalah reguler.

{ a, ab, b } adalah regular.

{ ai | i ≥ 0 } adalah regular.

(29)

{ (ab)i |i ≥ 0}adalah regular.

Notasi dari ekspresi regular yaitu sebagai berikut: ‘*’, ‘+’, ‘+’, ‘∪’, ‘.’ • * yaitu karakter asterisk, berarti bisa tidak muncul, bisa juga muncul

berhingga kali (0-n)

• +

( pada posisi superscript / di atas) berarti minimal muncul satu kali (1-n)

• + atau ∪ berarti union

• . (titik) berarti konkatenasi, biasanya titik bisa dihilangkan, misal: ab

bermakna sama seperti a.b

Telah disepakati bahwa urutan untuk operator-operator *, ∪ dan . adalah

* pertama, . berikutnya dan ∪ yang terakhir.

Contoh ekspresi regular ( selanjutnya disingkat sebagai ER):

ER: ab*cc

Contoh string yang dibangkitkan: abcc, abbcc, abbbcc, abbbbcc, acc

( b bisa tidak muncul atau muncul sejumlah berhingga kali )

ER: 010*

Contoh string yang dibangkitkan: 01, 010, 0100, 01000

( jumlah 0 di ujung bisa tidak muncul, bisa muncul berhingga kali )

ER: a + d

Contoh string yang dibangkitkan: ad, aad, aaad

( a minimal muncul sekali )

ER: a * ∪ b *

(30)

ER: ( a ∪ b )

Contoh string yang dibangkitkan: a, b

ER: ( a ∪ b )*

Contoh string yang dibangkitkan: a, b, ab, ba, abb, bba, aaaa, bbbb

( untai yang memuat a atau b)

ER: 01 * 0

Contoh string yang dibangkitkan: 0, 01, 011, 0111, 01111

( string yang berawalan dengan 0, dan selanjutnya boleh diikuti deretan1)

B.2. Aturan Produksi Bahasa Reguler

Sebuah otomata berhingga mendefinisikan sebuah bahasa sebagai

himpunan semua untai yang menggerakkan dari state awal ke salah satu state

yang diterima ( himpunan state akhir). Sebagai contoh, pandang otomata

berhingga yang diterima oleh transisi dalam gambar dibawah ini.

a

Otomata berhingga diatas menerima bahasa regular a(a* b*)b. Bilamana

sebuah lintasan diambil dari kedudukan awal ke yang lain, “keluaran” simbol itu

(31)

Untai yang dipakai dalam bahasa regular a(a* b*)b terdiri dari sebuah

a yang diikuti oleh suatu “bagian akhir”. Misal E dianggap bagian akhir, secara

simbolis observasi ini menyajikan SaE. Anak panah (→) bisa dibaca seperti

“dapat ” atau “terdiri dari”. Bagian akhir dari sebuah untai demikian terdiri dari

satu dari dua susunan para a dan para b. Jadi bisa ditulis E → A dan E → B untuk

menunjukkan kemungkinan ganda untuk E. Dua susunan dari para a dan para b

bisa dinyatakan sebagai A → aA bersama dengan A → b untuk menunjukkan

sebuah untai dari para a diikuti oleh sebuah b atau sebagai B → bB bersama

dengan B → b, yang menunjukkan sebuah untai para b diikuti oleh b yang lain.

Ekspresi-ekspresi tersebut dapat diringkas sebagai berikut:

S → aE

E → A

E → B

A → b

A → aA

B → b

B → bB

Ekspresi-ekspresi tersebut dapat dipandang sebagai aturan-aturan

pengganti sewaktu membangkitkan untai-untai. Simbol di sebelah kiri anak panah

bisa diganti oleh untai di sebelah kanan.

Sebagai contoh, untai aab bisa dihasilkan melalui permulaan S,

mengganti S dengan aE, mengganti E dengan aA, dan akhirnya A dengan b.

Diperkenalkan simbol | yang di baca “atau”. Dengan menggunakan simbol ini,

dua aturan E → A dan E → B dapat dikombinasikan sebagai E → A | B,

(32)

membangkitkan untai-untai tadi kemungkinan bisa ditulis kembali sebagai

berikut:

1. S → aE

2. E → A | B

3. A → aA | b

4. B → bB | b

Untai a3b bisa dibangkitkan dari S dengan pertama kali menerapkan

aturan 1 untuk mandapatkan aE, kemudian aturan 2 untuk mendapatkan aA, dan

kemudian aturan 3 untuk mendapatkan aaA dan aaaA; akhirnya bagian kedua dari

aturan 3 dapat diterapkan untuk mendapatkan aaab. Uraian dari proses

pembangkitan ini dapat ditulis seperti berikut:

S => aE => aA => aaA => aaaA => aaab

Untuk anak panah ganda =>Dibaca sebagai “menurunkan”, “menghasilkan”, atau

“membangkitkan”.

Definisi (Kelly, Dean. h 81)

Sebuah tata bahasa regular G didefinisikan dengan 4-tupel G = ( ∑, N,

S, P), dimana:

= sebuah abjad

N = sebuah koleksi simbol nonterminal

S = suatu nonterminal tertentu yang dinamakan simbol awal (start

simbol)

P = sebuah koleksi aturan-aturan pengganti, dinamakan

produksi-produksi, yang berbentuk A → w, untuk A ЄN dan w adalah suatu

(33)

1. w memuat paling banyak satu nonterminal

2. jika w memuat sebuah nonterminal, maka ia muncul sebagai

simbol terkanan dari w.

Bahasa yang dihasilkan oleh tata bahasa regular G dinotasikan L (G).

Contoh:

Sebuah tata bahasa regular G = ( ∑, N, S, P), untuk

= { a, b }

N = { S, A }

P : S → bA

A→ aaA| b |ε

L (G) memuat semua untai yang berbentuk ba2nb dan ba2n. yaitu L (G) =

b (a2)*(b ∪ε).

C. Tata Bahasa Bebas Konteks

C.1. Bahasa-Bahasa Bebas Konteks

Definisi 3.3.1 ( Kelly, Dean. Otomata Dan Bahasa-Bahasa Formal. h.86)

Sebuah tata bahasa bebas konteks atau Context-Free Grammer (CFG)

adalah sebuah 4-tupel,

G = ( N, ∑, S, P )

Untuk: N adalah sebuah koleksi berhingga dari nonterminal-nonterminal

adalah sebuah abjad ( juga dikenal sebagai sebuah himpunan dari

terminal-terminal )

S adalah sebuah nonterminal spesifik yang dinamakan simbol permulaan

(34)

Bahasa yang dihasilkan oleh CFG G dinotasikan L ( G ) dan dinamakan

bahasa bebas konteks ( Context-Free Language ) disingkat CFL. Karena suatu

tata bahasa regular adalah sebuah CFG, didapatkan juga bahwa suatu tata bahasa

regular adalah sebuah CFL.

Seperti sebuah tata bahasa regular, sebuah CFG adalah sebuah cara yang

menunjukkan bagaimana menghasilkan untai-untai dalam sebuah bahasa. Di CFG

juga menggunakan notasi => untuk menunjukkan aksi dari generasi itu sebagai

lawan pada →, yang merupakan bagian dari sebuah aturan produksi. Ketika

menurunkan sebuah untai, nonterminal-nonterminal itu masih mewakili

bagian-bagian tak terturunkan dari untai itu. Dalam hal tata bahasa-tata bahasa regular,

bagian tak terturunkan itu selalu terjadi pada salah satu ujung. Dalam CFG yang

tidak merupakan tata bahasa-tata bahasa regular bisa terdapat lebih banyak dari

satu bagian tak terturunkan dan bisa terjadi dimana saja dalam untai itu. Ketika

penurunan itu telah lengkap, semua bagian tak terturunkan telah diganti oleh

untai-untai ( mungkin kosong ) dari simbol-simbol terminal.

Misal CFG yang ditentukan oleh:

S aSb |ε

Terdapat bahasa-bahasa bebas konteks yang bukan bahasa-bahasa

regular. Artinya koleksi bahasa-bahasa bebas konteks sepatutnya memuat koleksi

bahasa-bahasa regular.

Dalam generalisasi ke tata bahasa-tata bahasa bebas konteks, semua

pembatasan pada ruas kanan dari aturan-aturan produksi dihapus, dengan

(35)

Satu-satunya tempat yang tersisa untuk generalisasi pada ruas kiri dari

aturan-aturan produksi itu. Tata bahasa frasa-tersruktur ( phrase-structured grammer )

adalah salah satu tata bahasa yang ruas kiri aturan-aturan produksinya itu bisa

dibentuk dari suatu untai tak kosong atas N, yang memuat suatu nonterminal.

Jadi untuk sebuah tata bahasa frasa-terstruktur, koleksi dari aturan-aturan produksi

P memenuhi:

P⊆ ( N )* N ( N )* × ( N )*

Tata tata bahasa frasa tersruktur juga dikenal sebagai tata

bahasa-tata bahasa tipe 0 atau tak dibatasi.

Istilah bebas konteks, apabila diterapkan pada tata bahasa-tata bahasa

mengingatkan akan adanya tata bahasa-tata bahasa yang terhadapnya konteks

bersifat sensitif. Tata bahasa-tata bahasa konteks sensitif ( context-sensitive

grammer ) adalah tata bahasa-tata bahasa frasa terstruktur yang disini dibatasi

oleh produksi-produksi α → β sedemikian sehingga | α | → | β |. Terdapat

sebuah bentuk normal untuk tata bahasa-tata bahasa ini yang setiap produksinya

berbentuk α1Aα2 → α1βα2 dengan β ≠ ε. Produksi-produksi demikian

mengizinkan penggantian nonterminal A dengan untai β hanya bila A terjadi

dalam “konteks” dari α1 dan α2.

Tata bahasa-tata bahasa konteks sensitif tidak dapat menurunkan bahasa

yang sama banyak dengan tata bahasa-tata bahasa frasa terstruktur, tetapi tata

bahasa-tata bahasa konteks sensitif mengizinkan terjadinya penurunan-penurunan

didalam cara yang dapat diduga. Walaupun demikian, perhatikan bahwa karena

(36)

dalam sebuah tata bahasa konteks sensitif yang benar. Bahasa-bahasa

pemrograman sering kali dirancang agar konteks sensitif sebagai sebuah cara

untuk menyederhanakan proses kompilasi.

Contoh :

Untuk tata bahasa bebas konteks yang ditentukan oleh

S → AA

A → AAA | a | bA | Ab

Tata bahasa bebas konteks diatas dapat menurunkan untai b2aba2ba sebagai

berikut:

S => AA => AAAA => bAAAA => bbAAAA => bbaAAA

=> bbabAAA => bbabaAA => bbabaAbA => bbabaabA =>

bbabaaba => b2aba2ba.

C.2. Penyederhanaan Tata Bahasa Bebas Konteks

Penyederhanaan tata bahasa bebas konteks bertujuan untuk melakukan

pembatasan sehingga tidak menghasilkan pohon penurunan yang memiliki

kerumitan yang tidak perlu atau aturan produksi yang tidak berarti.

Misalkan terdapat tata bahasa bebas konteks ( dengan simbol awal S ):

S → A A → B B → C C → D D → a | A

Tata bahasa bebas konteks tersebut memiliki kelemahan terlalu panjang jalannya

(37)

Suatu tata bahasa bebas konteks dapat disederhanakan dengan tiga cara

sebagai berikut:

1. Penghilangan produksi useless ( tidak berguna )

2. Penghilangan produksi unit

3. Penghilangan produksi ε.

Selanjutnya akan dibahas satu persatu cara penyederhanaan tata bahasa bebas

konteks tersebut.

1. Penghilangan Produksi Useless

Produksi useless adalah:

• Produksi yang memuat simbol variabel yang tidak memiliki

penurunan yang akan menghasilkan terminal-terminal seluruhnya

( maksudnya menuju terminal ), produksi ini tidak berguna karena

bila diturunkan tidak akan pernah selesai ( masih ada simbol

variabel yang tersisa ).

• Produksi yang tidak akan pernah dicapai dengan penurunan

apapun dari simbol awal, sehingga produksi itu redundan

(berlebihan).

Contoh :

1. Terdapat tata bahasa bebas konteks:

S → aAb | cEB A → dBE | eeC B → ff

(38)

Dari tata bahasa bebas konteks diatas dapat diterangkan bahwa:

1). Aturan produksi S → cEB, A → dBE, E tidak memiliki

penurunan

2). Aturan produksi B → ff , D → h, redundan

maka dari tata bahasa bebas konteks diatas, produksi yang useless:

S → cEB

A → dBE

B → ff

D → h

Jadi tata bahasa bebas konteks setelah disederhanakan menjadi:

S → aAb

A → eeC

C → ae

2. Terdapat tata bahasa bebas konteks:

S → aBD

B → cD | Ab

D → ef

A → Ed

F → dc

Dari tata bahasa bebas konteks diatas dapat diterangkan sebagai berikut:

1). Aturan produksi A → Ed, E tidak memiliki penurunan

2). Aturan produksi F → dc, redundan

(39)

maka dari tata bahasa bebas konteks tersebut yang useless yaitu:

B → Ab A → Ed F → dc

Jadi aturan produksi untuk tata bahasa bebas konteks tersebut setelah

disederhanakan menjadi:

S → aBD B → cD D → ef

Pada prinsipnya setiap kali melakukan penyederhanaan harus diperiksa

lagi aturan produksi yang tersisa, apakah semua produksi yang useless sudah

dihilangkan.

2. Penghilangan Produksi Unit

Produksi unit adalah produksi dimana ruas kiri dan ruas kanan aturan

produksinya hanya berupa satu simbol variabel, misalkan A → B, C → D.

Keberadaan produksi unit membuat tata bahasa bebas konteks memiliki kerumitan

yang tidak perlu atau menambah panjang penurunan. Penyederhanaan ini

dilakukan dengan melakukan penggantian aturan produksi unit.

Contoh:

1. Tata bahasa bebas konteks:

S → Cba | D

A → bbC

B → Sc | ddd C → eA | f | C D → E | SABC

(40)

Penggantian yang dilakukan dari tata bahasa bebas konteks diatas adalah:

D →E menjadi D → gh C → C dihapus

S → D menjadi S → gh | SABC

Sehingga aturan produksi setelah penyederhanaan menjadi:

S → Cba | gh | SABC A → bbC

B → Sc | ddd C → eA | f D → gh | SABC E → gh

2. Tata bahasa bebas konteks:

S → A S → Aa A → B B → C B → b C → D C → ab D → b

Penggantian yang dilakukan dari tata bahasa bebas konteks diatas adalah:

1). C → D menjadi C → b

2). B → C menjadi B → b | ab, karena B → b sudah

ada maka cukup dituliskan B → ab

3). A → B menjadi A → ab | b

4). S → A menjadi S → ab | b

(41)

S → ab | b S →Aa A → ab | b B → ab B → b C → b C → ab D → b

3. Penghilangan Produksi

ε

.

Produksi

ε

adalah produksi dalam bentuk α →

ε

atau bisa dianggap

sebagai produksi kosong ( empty ). Penghilangan produksi

ε

dilakukan dengan

melakukan penggantian produksi yang memuat variabel yang bisa menuju

produksi ε, atau biasa disebut nullable. Prinsip penggantiannya bisa dilihat kasus

berikut:

S → bcAd A → ε

Pada kasus diatas A nullable, serta A → ε satu-satunya produksi dari A,

maka variabel A bisa ditiadakan. Hasil penyederhanaan tata bahasa bebas konteks

menjadi:

S → bcd

Tetapi bila kasusnya:

S → bcAd A → bd | ε

Pada kasus diatas A nullable, tapi A → ε bukan satu-satunya produksi

(42)

S → bcAd | bcd A → bd

Contoh:

1. Terdapat tata bahasa bebas konteks:

S → AB

A → abB | aCa | ε B → bA | BB | ε C → ε

Variabel yang nullable adalah A, B, C. Dari S → AB maka S juga

nullable, maka dilakukan penggantian:

A → aCa menjadi A → aa B → bA menjadi B → bA | b B → BB menjadi B → BB | B A → abB menjadi A → abB | ab S → AB menjadi S → AB | A | B | ε C →ε, B →ε, A →ε dihapus

Perlu diperhatikan bahwa untuk penggantian S → AB disini tetap

mempertahankan produksi S → ε, karena S merupakan simbol awal. Ini

satu-satunya perkecualian produksi ε yang dihasilkan oleh simbol awal.

Jadi hasil akhir penyederhanaannya menjadi:

S → AB | A | B | ε A → abB | ab | aa B → bA | b | BB | B

2. Tata bahasa bebas konteks:

(43)

A → ε B → c

Variabel yang nullable adalah A. A → ε bukan penurunan satu-satunya dari A (terdapat A → bc), maka S → dA diganti menjadi S → dA | d. A → ε dihapus.

Tata bahasa bebas konteks setelah penyederhanaan menjadi: S → dA | d Bd

A → bc B → c

Pada prinsipnya ketiga penyederhanaan penghilangan useless, unit dan

ε

dilakukan bersama pada suatu tata bahasa bebas konteks, yang nantinya

menyiapkan tata bahasa bebas konteks tersebut untuk diubah ke dalam suatu

Bentuk Normal Chomsky . Bentuk Normal Chomsky tidak penulis bahas. Hal yang

memerlukan perhatian dari tata bahasa bebas konteks adalah penghilangan suatu

tipe produksi bisa menghasilkan produksi tipe yang lain, hal ini didasari

kenyataan bahwa penghilangan produksi

ε

bisa menghasilkan produksi unit.

Perhatikan juga bahwa penghilangan produksi unit tidak menghasilkan produksi

ε

,

dan penghilangan produksi useless tidak menghasilkan produksi unit maupun

ε

.

Maka semua produksi yang tidak diinginkan bisa dihapuskan dengan melakukan

urutan sebagai berikut:

• Menghilangkan produksi

ε

• Menghilangkan produksi unit

(44)

Hasil yang diperoleh nanti adalah tata bahasa yang sudah bebas dari ketiga jenis

produksi tersebut.

Contoh:

1. Tata bahasa bebas konteks:

S → AA | C | bd A → Bb | ε

B → AB | d C → de

• Pertama-tama dilakukan penghilangan produksi

ε

, sehingga aturan

produksinya menjadi :

S → A | AA | C | bd A → Bb

B → B | AB | d C → de

• Selanjutnya penghilangan produksi unit, sehingga aturan produksinya

menjadi:

S → Bb | AA | de | bd A → Bb

B → AB | d C → de

• Penghilangan produksi useless, maka hasilnya menjadi:

S → Bb | AA | de | bd A → Bb

B → AB | de

Jadi hasil akhir aturan produksi tidak lagi memiliki produksi

ε

, produksi unit

(45)

D. Parsing

Dengan diturunkannya sebuah untai dari tata bahasa bebas konteks,

simbol awal diganti oleh suatu untai. Setiap nonterminal dalam untai ini, secara

bergantian digantikan oleh untai yang lain, dan seterusnya sampai tinggal tersisa

untai yang hanya terdiri dari simbol-simbol terminal. Selanjutnya tidak ada lagi

penggantian karena tidak ada lagi nonterminal untuk digantikan. Kadang-kadang

sangat berguna untuk menggambarkan penurunan itu, yaitu yang menunjukkan

kontribusi dari masing-masing nonterminal pada untai akhir dari

terminal-terminal. Gambar seperti ini dinamakan pohon penurunan atau pohon penguraian

(derivation tree atau pharse tree).

Sebuah pohon (tree) adalah suatu graph terhubung tidak sirkuler, yang

memiliki satu simpul (node)/vertex disebut akar (root) dan dari situ memiliki

lintasan ke setiap simpul. Pohon penurunan (derivation tree/pharse tree) berguna

untuk menggambarkan bagaimana memperoleh suatu string (untai) dengan cara

menurunkan simbol-simbol variabel menjadi simbol-simbol terminal. Setiap

simbol variabel akan diturunkan menjadi terminal, sampai tidak ada simbol

variabel yang belum tergantikan.

Misal terdapat tata bahasa bebas konteks dengan aturan produksi (simbol

awal S, selanjutnya didalam bahasan ini S digunakan sebagai simbol awal untuk

tata bahasa bebas konteks):

S → AA

(46)

Dari aturan produksi tata bahasa bebas konteks tersebut akan

digambarkan pohon penurunan untuk memperoleh untai ‘bbabaaba’. Pada pohon

tersebut simbol awal akan menjadi akar (root). Setiap kali penurunan dipilih

aturan produksi yang menuju ke solusi. Simbol-simbol variabel akan menjadi

simpul-simpul yang mempunyai anak. Simpul-simpul yang tidak mempunyai

anak akan menjadi simbol terminal. Jadi gambar dari aturan produksi tersebut

adalah:

S

A A

b A A A A

b A b A a b A

a a a

Proses penurunan atau parsing bisa dilakukan dengan cara :

1. Penurunan terkiri (leftmost derivation) : simbol variabel terkiri yang

diperluas terlebih dulu.

2. Penurunan terkanan (rightmost derivation) : simbol variabel terkanan

yang diperluas terlebih dulu.

Misal terdapat tata bahasa bebas konteks:

S → aAS | a

A → SbA | ba

Untuk memperoleh untai ‘aabbaa’ dari tata bahasa bebas konteks diatas

(47)

1. Dengan penurunan terkiri : S => aAS => aSbAS => aabAS =>

aabbaS => aabbaa

2. Dengan penurunan terkanan : S => aAS => aAa => aSbAa =>

aSbbaa => aabbaa

Meskipun proses penurunannya berbeda akan tetapi memiliki pohon

penurunan yang sama, yaitu sebagai berikut:

S

a A S

S b A a

a b a

Biasanya persoalan yang diberikan berkaitan dengan pohon penurunan

adalah untuk mencari penurunan yang hasilnya menuju kepada suatu untai yang

ditentukan. Dalam hal ini, perlu untuk melakukan percobaan pemililihan aturan

produksi yang bisa menuju ke solusi.

Misalkan sebuah tata bahasa bebas konteks memiliki aturan produksi

sebagai berikut:

S → aAd | aB

A → b | c

B → ccd | ddc

Pohon penurunan dari tata bahasa bebas konteks diatas untuk

memperoleh untai ‘accd’ bisa dilihat pada gambar berikut ini:

(48)

Contoh:

1. Untuk tata bahasa bebas konteks berikut:

S → Ba | Ab

A → Sa | AAb | a

B → Sb | BBa | b

Dari tata bahasa bebas konteks tersebut diperoleh penurunan untai ‘bbaaaabb’ sebagai

berikut:

S =>Ab => AAbb => SaAbb => BaaAbb =>BBaaaAbb => bBaaaAbb =>

bbaaaAbb => bbaaaabb

Pohon penurunannya sebagai berikut:

S

A b

A A b

S a a

B a

B B a

b b

2. Sebuah tata bahasa bebas konteks memiliki aturan produksi:

S → aB | bA

A → a | aS | bAA

(49)

Pohon penurunan untuk memperoleh untai ‘aaabbabbba’ bisa dilihat

pada gambar dibawah ini:

S

a B

a B B

a B B b S

b b S b A

a B a

b

Metode Parsing

Di dalam mengimplementasikan sebuah metode parsing ke dalam

program perlu diperhatikan tiga hal:

1. Rentang waktu eksekusi

2. Penanganan kesalahan

3. Penanganan kode

Metode parsing bisa digolongkan sebagai berikut:

1. Top Down

Kalau dilihat dari terminologi pohon penurunan, metode ini melakukan

penelusuran dari root/puncak menuju ke leaf/daun (simbol awal sampai

simbol terminal). Metode top down sendiri meliputi:

1.Backtrack/backup : Brute Force

(50)

2. Bottom Up

Metode ini melakukan penelusuran dari leaf/daun menuju ke root/puncak.

Pada skripsi ini hanya dibahas parsing dengan metode Top Down Brute

Force.

D.1. Parsing Dengan Brute Force

Metode ini memilih aturan produksi mulai dari paling kiri, dan

melakukan expand semua non terminal pada aturan produksi sampai yang

tertinggal adalah simbol terminal. Kemungkinan pertama string masukan sukses

di-parsing, bisa juga bila terjadi expansi yang salah untuk suatu simbol variabel

maka akan dilakukan backtrack. Algoritma ini membangun pohon parsing yang

top down, yaitu mencoba segala kemungkinan untuk setiap simbol non terminal.

Contoh suatu bahasa dengan aturan produksi sebagai berikut:

S → aAd | aB

A → b | c

B → ccd | ddc

Misal ingin dilakukan parsing untuk string: ‘accd’. Tahapan yang terjadi

bisa dilihat pada gambar berikut:

i) S ii) S iii) S

a A d a A d

(51)

iv) S v) S vi) S

a A d a B a B

c c c d

Terlihat pada penurunan iii) A → b, terjadi kegagalan, maka dilakukan

backtrack dan penurunan iv) yang dilakukan adalah expansi A → c. karena terjadi

kegagalan maka backtrack lagi, dan ‘naik’ ke atas sampai terjadi penurunan v)

S → aB. Penurunan vi) B → ccd memberikan hasil akhir bahwa ‘accd’ diterima

oleh bahasa tersebut.

D.2. Ambiguitas

Ambiguitas/mendua arti terjadi bila terdapat lebih dari satu pohon

penurunan yang berbeda untuk memperoleh suatu untai. Keduaartian dapat

menjadi sebuah masalah untuk bahasa-bahasa tertentu jika artinya bergantung

dalam bagian pada struktur, seperti halnya dengan bahasa-bahasa asli dan

pemrograman. Jika sebuah struktur bahasa mempunyai lebih dari satu

dekomposisi dan jika kontruksi sebagian menentukan arti, maka arti itu adalah

mendua arti. Sebagai contoh dari hal mendua arti yang mengaburkan arti yaitu

pandang tata bahasa-tata bahasa untuk pernyataan-pernyataan penugasan

sederhana berikut ini:

A → I := E

I → a | b | c

E → E + E | E * E ( E ) | I

(52)

Untai a := b + c * a adalah sebuah untai dalam bahasa dari

pernyataan-pernyataan penugasan ini. Ada dua pohon penurunan yang berbeda untuk tata

bahasa tersebut, yaitu:

A A

I := E I := E

a E + E a E * E

I E * E E + E I

b I I I I a

c a b c

Jika dicoba untuk menentukan berapa nilai pada sebelah kanan dari

operator penugasan itu (simbol :=) dihitung, akan terdapat dua hasil yang

mungkin yaitu b + ( c * a ) atau ( b + c ) * a. Pada umumnya hasil-hasil ini

tidaklah sama.

Contoh:

Terdapat tata bahasa bebas konteks:

S → SbS | ScS | a

Terdapat dua cara membangkitkan sebuah untai yaitu penurunan terkiri

dan penurunan terkanan. Dalam sebuah penurunan terkiri (leftmost derivations)

nonterminal terkiri yang selalu diperluas. Begitu juga dalam sebuah penurunan

terkanan (rightmost derivations) nonterminal terkanan yang selalu diperluas.

Jadi untuk tata bahasa bebas konteks diatas, penurunan terkiri untuk untai

(53)

S => ScS => SbScS => abScS =>abacS => abaca

Penurunan terkanan untuk untai ‘abaca’ sebagai berikut:

S => ScS => Sca => SbSca => Sbaca => abaca

Diketahui dua penurunan ini mempunyai pohon penurunan yang sama.

S

S c S

S b S a

a a

Dalam tata bahasa berikut ini yang juga menurunkan untai ‘abaca’ :

S => SbS => abS => abScS => abacS => abaca dan

S => SbS => SbScS => SbSca => Sbaca => abaca

Penurunan terkiri berbeda dari penurunan sebelumnya begitu juga

dengan penurunan terkanan juga berbeda dengan penurunan sebelumnya.

Kehadiran dari dua penurunan terkiri dan terkanan yang berbeda ada

hubungannya dengan keberadaan dua pohon penurunan yang berbeda. Jadi sebuah

tata bahasa yang mendua arti dapat dicirikan sebagai salah satu tata bahasa yang

mempunyai dua atau lebih penurunan terkiri dan terkanan yang berbeda untuk

(54)

Pohon penurunan yang satunya sebagai berikut:

S

S b S

a S c S

a a

Contoh lain dari tata bahasa bebas konteks yang ambigu adalah:

S → aB | bA

A → a | aS | bAA

B → b | bS | aBB

Tata bahasa bebas konteks diatas dapat menurunkan untai ‘aabbaabb’,

penurunannya sebagai berikut:

S => aB => aaBB => aabB => aabbS => aabbaB => aabbaaBB =>

aabbaabB => aabbaabb

S => aB => aaBB => aabSB => aabbAB => aabbaB => aabbaaBB

=>aabbaabB => aabbaabb

Pohon penurunannya:

S S

a B a B

a B B a B B

b b S b S a B B

a B b A b b

a B B a

(55)

Jadi untuk menunjukkan bahwa suatu tata bahasa bebas konteks ambigu,

bias dilakukan dengan menemukan untai yang memungkinkan pembentukan lebih

dari satu pohon penurunan. Ambiguitas dapat menimbulkan masalah pada

bahasa-bahasa tertentu, baik bahasa-bahasa alami maupun pada bahasa-bahasa pemrograman. Bila suatu

struktur bahasa memiliki lebih dari suatu dekomposisi (penurunan), dan

susunannya akan menentukan arti, maka artinya menjadi ambigu.

E. Pointer Di Pascal

Nama perubah, yang digunakan untuk mewakili suatu nilai data,

sebenarnya merupakan atau menunjukkan suatu lokasi tertentu dalam pengingat

komputer dimana data yang diwakili oleh nama perubah tersebut disimpan. Pada

saat sebuah program dikompilasi, kompiler akan melihat pada bagian deklarasi

perubah (var) untuk mengetahui nama-nama perubah apa saja yang akan

digunakan, sekaligus mengalokasikan atau menyediakan tempat dalam pengingat

untuk menyimpan nilai data tersebut. Perubah-perubah yang demikian ini

dinamakan dengan perubah satatis.

Dari pengertian diatas, bahwa sesudah suatu lokasi pengingat ditentukan

untuk suatu nama perubah, maka dalam program tersebut perubah yang dimaksud

akan tetap menempati lokasi yang telah ditentukan dan tidak mungkin diubah.

Dengan melihat pada sifat-sifat perubah statis maka banyaknya data yang bias

diolah adalah terbatas. Sebagai contoh, missal diketahui perubah dengan deklarasi

(56)

Var tabel : array [1..100,1..50] of integer;

Perubah tabel diatas hanya mampu untuk menyimpan data sebanyak

100X50 = 5000 buah data. Jika tetap nekat untuk menambah data pada perubah

tersebut, eksekusi program akan terhenti karena deklarasi lariknya kurang. Jika

ingin mengolah data yang banyaknya tidak bias dipastikan sebelumnya, maka

pascal menyediakan satu fasilitas yang memungkinkan menggunakan suatu

perubah yang disebut dengan perubah dinamis.

Perubah dinamis adalah suatu perubah yang akan dialokasikan hanya

pada saat diperlukan, yaitu setelah program dieksekusi. Dengan kata lain, pada

saat program dikompilasi, lokasi untuk perubah tersebut belum ditentukan.

Kompiler hanya akan mencatat bahwa suatu perubah akan diperlakukan sebagai

perubah dinamis. Hal ini membawa keberuntungan pula, bahwa perubah-perubah

dinamis tersebut bias dihapus pada saat program dieksekusi, sehingga ukuran

pengingat akan selalu berubah. Hal inilah yang menyebabkan perubah dinamakan

sebagai perubah dinamis.

Karena alasan inilah perubah dinamis lebih dikenal dengan sebuatan

pointer yang artinya menunjuk ke sesuatu. Dalam perubah dinamis, nilai data

(57)

E.1. Deklarasi Variabel Pointer

Bentuk umum:

Var <Nama Var> : <^TipeData>

Contoh:

Var

P : ^integer;

Pendeklarasian variabel pointer tidak jauh berbeda dengan pendeklarasian biasa,

hanya perlu ditambahkan simbol topi (^) sebelum tipe datanya. Simbol topi

tersebut menandakan bahwa variabel tersebut menunjuk ke lokasi tertentu pada

memori. Dapat digambarkan variable P seperti ditunjukkan pada diagram berikut:

P

Variabel pointer dapat pula dibuat yang tipe record. Pendeklarasiannya

adalah seperti berikut:

Bentuk Umum:

Type

<NamaPointer>= <^NamaRecord>; <NamaRecord> = Record

<item1> : <TipeData1>; <item2> : <TipeData2>;

…..

<itemN> : <TipeDataN>; End;

Var

(58)

Contoh:

Pada contoh diatas, P1 dan P2 masing-masing bertipe pointer, sedang

A,B,C perubah statis bertipe string.

Pada saat program dikompilasi, perubah P1 dan P2 akan menempati

lokasi tertentu dalam pengingat. Kedua perubah ini masing-masing belum

menunjuk ke suatu simpul. Pointer yang belum menunjuk ke suatu simpul

nilainya dinyatakan dengan nil.

Untuk mengalokasikan simpul dalam pengingat, statemen yang

digunakan adalah statemen new, yang mempunyai bentuk umum:

New (perubah);

Dengan perubah adalah nama perubah yang bertipe pointer.

Sebagai contoh, dengan deklarasi perubah seperti diatas dan statemen:

New(P1);

New(P2);

Maka sekarang dipunyai dua buah simpul yang ditunjuk oleh P1 dan P2.

P1

P2

Program ini kemudian menyerahkan nilai ke dua item data tersebut

(59)

contoh, pernyataan berikut akan menyerahkan nilai 2.0 ke item yang ditunjuk

dengan P1 dan menambah 1 ke nilai tersebut, menyimpan hasilnya ke dalam item

data yang ditunjuk dengan P2:

P1^ := 2.0;

P2^ := P1^ + 1.0;

Isi memori dapat digambarkan sebagai berikut:

2.0 P1

P2 3.0

Variabel pointer dapatr digunakan sebagai argumen ke prosedur new.

Variable pointer dapat dapat digunakan dalam pernyataan penugasan, disediakan

dua variable yang mempunyai tipe sama. Asumsikan P1 dan P2 menunjuk ke item

data, seperti ditunjukkan dalam contoh sebelumnya. Pernyataan tersebut:

P2 := P1;

Akan menyebabkan P1 dan P2 menunjuk ke item data yang sama, seperti

ditunjukkan:

P1

P2

2.0

3.0

Maka isi dari P2 (yang berupa alamat) telah diganti dengan nilai (yang

berupa alamat) yang dikandung dari P1. yang terjadi adalah item data yang

sebelumnya ditunjuk dengan P2 masih ada, tetapi tidak ada cara untuk mengakses

isi tersebut.

Salah satu keistimewaan yang sangat berguna pada tipe data pointer

adalah kemampuan untuk melekatkan pointer ke dalam record. Keistimewan ini

(60)

andaikata akan membuat dua record dengan cara seperti itu bahwa satu record

menunjuk ke record berikutnya, seperti ditunjukkan dalam diagram berikut ini:

pertama

Salah satu cara untuk membuat nilai awal (inisialisasi) elemen dengan

menggunakan:

New(Pertama);

Pertama^.Nama:= ’Ina’;

Pada saat ini keadaan bagian memori sebagai berikut:

Pertama Ina ?

Isi pada pertama^.nama sudah didefinisikan, tetapi isi pada pertama^.Berikut

(bagian pointer pada record) belum didefinisikan pada tahap ini. Sekarang dapat

membuat record lain untuk data berikut dengan menggunakan variable Temp:

New(Temp);

Temp^.Nama:=’Ira’; Bagian memori sekarang menjadi

Pertama

Temp

Ina ? Ira ?

Sekarang adalah melengkapi record yang mengandung ‘Ina’ dan record yang

mengandung ‘Ira’. Isi dari pertama^berikut memerlukan penunjuk ke data yang

ditunjuk dengan Temp. Dapat dibuat hubungan tersebut dengan sangat sederhana

sebagai berikut:

Pertama^.Berikut := temp;

Susunan memori tersebut sekarang menjadi :

Pertama

Temp

(61)

Sekarang dapat melengkapi struktur tersebut dengan menempatkan nil ke dalam

bagian pointer (berikut) pada lemen terakhir;

Temp^.berikut := nil;

Bagian memori tersebut pada saat ini ditunjukkan struktur yang telah komplit:

Pertama

E.2. Proses Variabel Pointer

Pada pembahasan diatas telah diterangkan bagaimana mendeklarasikan

variabel pointer dan bagaimana menginisialisasikan variabel pointer

menggunakan prosedur new. Cara lain untuk menginisialisasikan variabel pointer

adalah dengan menggunakan konstanta pointer yaitu nil. Jika variabel pointer

diserahi nilai nil, ini berarti bahwa tidak menunjuk dimanapun juga, artinya

pointer tidak menunjuk ke item data. Jika P merupakan variabel pointer,

pernyataan

P := nil;

Menyebabkan nilai P diset ke nil. Nilai nil untuk variabel pointer disimbolkan

dalam memori dengan diagram sebagai berikut:

P

Hal yang penting untuk mengerti perbedaan antara variable pointer yang

belum didefinisikan dan variabel pointer yang mempunyai nilai, isi dari variabel

yang belum didefinisikan (sama dengan dideklarasikan tapi tidak ada nilainya

sebelum diserahi suatu nilai ke variabel tersebut) tidak diketahui. Prosedur new

membuat item data dan menetapkan nilai pada variabel pointer. Penyerahan nilai

(62)

nil ke variabel pointer juga menetapkan nilai variabel pointer tersebut, tetapi tidak

demikian jika tanpa mengalokasikan hubungan ke item data.

Sebelumnya dikatakan bahwa memungkinkan untuk menggunakan

memori kembali dalam head yang tidak diperlukan, ini dilakukan dengan

menggunakan prosedur Dispose, yang membebaskan penunjuk item data dengan

parameternya dan mengeset parameter ke nil. Bentuk prosedur Dispose:

Dispose(variable_pointer);

Sebagai contoh, andaikan PtrP1 dan PtrP2 menunjuk item data real,

seperti ditunjukkan:

P1 2.0

P2 3.03.0

Setelah eksekusi pada prosedur dispose untuk PtrP1, seperti”

Dispose (PtrP1);

Nilai PtrP1 akan mnjadi nil, dan ruangan yang telah dialokasikan untuk variable

tersebut akan dikembalikan ke kelompoknya pada ruangan yang dapat digunakan

dan dialokasikan kembali jika diperlukan. Pada penunjuk ini diagram memorinya

sebagai berikut:

P1

3.0 P2

Andaikata ingin mempunyai PtrP1 menunjuk ke item data yang sama

dengan PtrP2 dan membebaskan penunjuk data dengan PtrP1. Hal pertama harus

menggunakan prosedur dispose, seperti ditunjukkan segmen program berikut:

(63)

Setelah eksekusi prosedur dispose ini, memori akan kelihatan sebagai berikut:

P1

3.0 P2

Kemudian, setelah eksekusi pada pernyataan penugasan tersebut memori akan

tampak sebagai berikut:

P1

(64)

BAB III

PERANCANGAN DAN DIAGRAM ALUR PROGRAM PARSING

A. Perancangan Struktur Data

Program parsing yang akan penulis buat menggunakan senarai berantai (linked list). Senarai berantai adalah kumpulan komponen yang disusun secara berurutan dengan bantuan pointer. Masing-masing komponen dinamakan dengan simpul (node). Dengan demikian setiap simpul dalam suatu senarai berantai terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama disebut medan informasi, yang berisi informasi yang akan disimpan dan diolah. Bagian kedua disebut medan penghubung (link field), yang berisi alamat simpul berikutnya. Penghubung dalam elemen terakhir selalu mempunyai nilai nil. Ini berguna sebab pada elemen tersebut tidak ada data yang melewati elemen ini, sehingga penghubung ini tidak menunjuk kemanapun.

Gambar 3. 1 di bawah ini menunjukkan diagram skematis dari senarai berantai dengan 8 simpul. Setiap simpul digambar dalam dua bagian. Bagian kiri adalah medan informasi dan bagian kanan adalah medan penyambung, sehingga dalam diagram digambarkan sebagai anak panah. Medan penyambung sebenarnya adalah suatu pointer yang menunjuk ke simpul berikutnya, sehingga nilai dari medan adalah alamat suatu lokasi tertentu dalam pengingat.

Dari gambar 3.1., pointer awal, yang bukan merupakan bagian dari senarai menunjuk ke simpul pertama dari senarai tersebut. Medan penyambung

(65)

(pointer) dari suatu simpul yang tidak menunjuk simpul lain disebut dengan pointer kosong, yang nilainya dinyatakan sebagai nil.

Awal

Medan penyambung dari simpul kedua Medan informasi dari simpul kedua

Gambar 3. 1. Contoh senarai berantai dengan 8 simpul

Nilai awal pada Temp adalah isi pada kepala. Pada saat nilai pada Temp tidak sama dengan nil, dapat menggunakan bagian data pada bagian ini (menggunakan Temp^.Data) dan kemudian diproses ke elemen berikutnya dengan mengganti Temp dengan nilai pada Temp^.berikut yaitu isi pada bagian penghubung pada elemen sekarang (elemen yang ditunjuk oleh pointer Temp). Teknik untuk menyimpan daftar dari data adalah menggunakan array.

b a a a a b b

b

B. Diagram Alur Program Parsing

Suatu program adalah sederetan perintah yang mengatur apa-apa yang harus dikerjakan komputer, untuk mendapatkan suatu hasil/keluaran yang di harapkan. Sebelum suatu program dibuat, alangkah baiknya kalau dibuat logika/ urut-urutan perintah program dalam suatu diagram yang disebut diagram alur.

Suatu program komputer pada umumnya berisi 3 hal, yaitu: 1. Pembacaan/pemasukan data ke dalam komputer

(66)

Diagram alur untuk program parsing yang penulis buat adalah sebagai berikut:

Ket: Nleft = simpul ekspresi terkiri

SP = string yang dibentuk dari pohon SU = string yang diuji

Start

2

(67)

2

Buat simpul awal untuk ekspresi S

ya

tidak ya

tidak

tidak

ya

tidak Buat Nleft

SP = SU Valid

SP < SU

Hapus simpul anak dari Nleft terakhir yang diexpand

Adakah aturan produksi untuk Nleft yang belum diuji

Tidak valid

(68)

Catatan :

n = banyaknya string

Simbol untuk menyatakan START ataupun BERHENTI

KOTAK MASUKAN, untuk membaca data yang kemudian diberikan sebagai harga suatu variabel

KOTAK PENUGASAN, untuk memberi harga kepada suatu variabel, atau untuk melakukan perhitungan matematika yang hasilnya di berikan sebagai harga suatu variabel

KOTAK KEPUTUSAN, untuk memutuskan arah atau percabangan yang diambil sesuai dengan kondisi yang saat itu terjadi, BENAR atau SALAH

Simpul penghubung, untuk penghubung bila diagram alur terputus disebabkan oleh pergantian halaman (tidak cukup digambar satu halaman).

Sebelum membuat program parsing yang lengkap, maka perlu dibuat algoritmanya terlebih dahulu.

Algoritma cek ekspresi

{digunakan untuk mengecek ekpresi apakah string yang dimasukkan sebuah ekspresi apa tidak }

langkah 0 (Inisialisasi ekspresi dari aturan produksi)

langkah 1 Tentukan: Isekspresi = false

langkah 2 Test, apakah Iseksprei = nil ?

Gambar

gambar 1.1 mesin otomata untuk pemeriksa pariti ganjil
gambar 2.1 mesin DFA
tabel transisi dari gambar 2.2 adalah :
tabel transisinya sebagai berikut:  Tabel 2.2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Provokasi/ancaman/mencela pemain lawan selama pertandingan liga juga akan menyebabkan pemain yang bersangkutan dikeluarkan dari liga dan dilarang mengikuti liga untuk minimal enam

The practical procedure for delermining Ihe water content of a soil is to determine the mass of water removed by drying the moisl soil (test specimen) to a

Maka dari itu didapatkan tingkat presepsi nasabah secara keseluruhan atau dapat disebut dengan variabel E-Service Quality pada Aplikasi Bank Jatim Mobile Banking

Selain menunjukkan bahwa kedua bangsa sapi ini mempunyai respon yang sama terhadap lingkungan, hasil ini juga menunjukkan bahwa tingkat konsumsi pakan (% BB) lebih mudah

Hal ini dikarenakan bobot badan sapi PO dan sapi PFH yang digunakan dalam penelitian ini tidak berbeda, sedangkan banyaknya konsumsi BK pada ternak dipengaruhi oleh besarnya

dilihat rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan sepat mutiara selama penelitian, menunjukan bahwa perlakuan yang tertinggi yaitu D 24,27 (mm), diikuti perlakuan C yaitu

HERNOMOADI HUMINTO. Telur itik yang berasal dari pemeliharaan intensif banyak yang pucat, sehingga kurang disukai oleh konsumen. Hal ini disebabkan oleh perobahan

Pada atribut jenis motif yang digunakan nilai positif yang paling besar adalah pada taraf tujuh rupa dengan nilai 0,44, sedangkan dari atribut harga pakaian nilai