• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia (Lansia) - DEWI AISYAH, BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia (Lansia) - DEWI AISYAH, BAB II"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia (Lansia)

1. Pengertian

Menurut UU No. 13 tahun 1989 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas. Lanjut usia sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh tiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade.

Dikutip dari (Notoatmodjo 2007 menurut WHO 1998), dikatakan lanjut usia tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan tersebut dihubungkan secara biologis, sosial, dan ekonomi. Menurut Depkes RI, 1999 dikatakan lanjut usia dimulai paling tidak masa puber dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan dewasa. Sedangka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) lanjut usia (Lansia) adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas Proses menua (ageing process)

(2)

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia (Nugroho 2000).

2. Batasan lanjut usia

Nugroho (2000) mengatakan bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age)

Adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. b. Lanjut usia pertengahan (elderly)

Adalah kelompok usia antara 60 sampai 74 tahun. c. Lanjut usia tua (old)

Adlah kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun. d. Usia sangat tua (very old)

Adalah kelompok usia diatas 90 tahun. 3. Tipe-Tipe lanjut usia

(3)

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan serta memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yamg menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan mengkritik. d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, pekerjaan apa saja dilakukan.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

4. Perubahan kondisi fiik

(4)

Sp tahun 1999 (dikutip dalam Hutapea 2005) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi sewaktu memasuki usia lanjut antara lain:

a. Sistem kekebalan atau imunnologi, dimana tubuh menjadi rentan terhadap penyakit dan alergi.

b. Basal Metabolik Rate (BMR) pada lansia turun sebesar 20% pada usia 90 tahun dibanding usia 30 tahun.

c. Konsumsi energik turun secara nyata dibarengi dengan menurunnya jumlah energi yang dikeluarkan tubuh (energy ex penditure)

d. Cairan tubuh turun secara signifikan karena bertambah banyaknya sel-sel mati yang dipengaruhi oleh lemak maupun jaringan konektif. e. Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan

mencerna makanan serta penyerapan menjadi lambat dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering mengalami konstipasi.

f. Sistem metabolik, yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi insulin menurun juga karena timbunan lemak.

g. Sistem saraf menurun: rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang, pendengaran berkurang, reaksi (reflek) menjadi lambat, fungsi mental menurun (kebingungan mental), ingatan visual berkurang.

(5)

i. Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian, tulang mulai keropos.

Denagn adanya perubahan-perubahan tersebut sering menimbulkan berbagai penyakit pada lansia diantaranya kardiovaskuler, diabetus militus, kanker, osteoporosis, stroke, asam urat tinggi, penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan dan sebagainya.

B. Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001) Menurut WHO , tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

2. Klasifikasi

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : ( Darmojo, 2001 )

a. Hipertensi dimana tekanan sistoliknya sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastolnya sama atau lebih besar dari 90 mmHg. b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolenya sama atau lebih

(6)

Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI,

1997) sebagai berikut :

No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)

1. Optimal <120 <80

2. Normal 120 – 129 80 – 84

3. High Normal 130 – 139 85 – 89

4. Hipertensi

Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109

Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119

Grade 4 (sangat berat) >210 >120

3. Etiologi

Menurut Darmojo (2001) Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia disebabkan oleh danya perubahan-perubahan pada:

a. Elastisitas dinding aorta menurun.

b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku c. Kemampuan jantung memompa darah menurun

4. Patofisiologi

(7)

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

(8)

lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2001).

5. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi (Smeltzer 2001) :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim

(9)

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu mengeluh sakit kepala atau pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epitaksis, kesadaran menurun.

6. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. (Smeltzer 2001)

Salah satu penatalaksanaan hipertensi selain dengan obat adalah terapi tanpa obat antara lain:

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah : Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh, penurunan berat badan, penurunan asupan etanol, menghentikan merokok

b. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :

(10)

2) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.

3) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan.

4) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

c. Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi (Smeltzer 2001) :

1) Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

2) Tehnik relaksasi

(11)

d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

C. Relaksasi progresif

1. Pengertian

Relaksasi adalah serangkaian upaya untuk mengendurkan otot-otot ditubuh untuk mencapai keadaan rileks agar tercapai penetralisiran keadaan ansietas dan ketegangan (Elvira & Hadisukanto 2010). Tehnik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Tehnik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis (Asmadi 2008)

Relaksasi progresif adalah latihan terinstruksi yang meliputi pembelajaran untk mengerutkan dan merilekskan kelompok otot secara sistemik, dimulai dengan otot wajah dan berakhir pada otot kaki. Tindakan ini biasanya memerlukan waktu 15 sampai 30 menit dan dapat disertai dengan instruksi yang mengarahkan individu untuk memperhatikan kelompok otot yag dirilekskan (Johnson 2005)

2. Dasar teori

(12)

tulang belakang disebut urat saraf perifer atau saraf tepi. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Fungsi saraf otonom mengendalikan gerakan-gerakan otomatis atau tidak disadari misalnya proses kardiovaskuler, gairah seksual dan sebagainya.

Sistem saraf otonom terdiri dari dua sub sistem yang kerjanya saling berlawanan, yaitu (1) sistem saraf simpatis yang bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu meningkatnya denyut jantung dan pernapasan, serta menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan pembesaran pembuluh darah pusat, serta menurunkan temperatur kulit dan daya tahan kulit, dan juga akan menghambat proses digesif dan seksual. (2) sistem saraf parasimpatis menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan saraf simpatis. Selama sistem-sistem berfungsi normal dan sembang, bertambahnya sistem aktivitas yang satu akan menghambat atau menekan efek sistem yang lain.(Prawitasari 2000).

(13)

memerlukan waktu 15 sampai 30 menit dan dapat disertai dengan instruksi yang mengarahkan individu untuk memperhatikan kelompok otot yag dirilekskan.

3. Macam-Macam Relaksasi

Menurut Prawitasari (2003) ada bermacam-macam bentuk relaksasi antara lain:

a. Relaksasi Otot

Relaksasi otot bertujuan mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Dalam relaksasi otot , individu diminta untuk menegangkan otot dengan ketegangan tertentu, dan kemudian diminta untuk mengendorkannya. Sebelum dikendorkan, penting dirasakan ketegangan tersebut, sehingga individu dapat membedakan antara otot yang tegang dengan otot yang lemas. Instruksi relaksasi otot dapat diberikan melalui tape corder, sehingga dapat digunakan untuk latihan dirumah.

b. Relaksasi Kesadaran Indera

(14)

c. Relaksasi melalui hipnosa, yoga dan meditasi

Relaksasi juga dapat dicapai melalui hipnotis, yoga dan meditasi.

4. Kegunaan relaksasi

Burn (dikutip oleh Beech, dkk 2000) ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari relaksasi antara lain:

a. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stress. Selain itu dalam penelitian Dewi (1998) menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan ketegangan pada siswa sekolah penerbangan.

b. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat diobati atau diatasi dengan relaksasi. c. Mengurangi tingkat kecemasan.

d. Mengontrol antisipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan.

e. Kelelahan, aktivitas mental, dan latihan fisik dapat diatasi lebih cepat dengan tehnik relaksasi.

f. Relaksasi merupakan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dan operasi.

5. Prosedur relaksasi progresif

Prosedur relaksasi progresif adalah sebagai berikut :

a. Menegangkan sejumlah otot dan merilekskannya, disini akan digunakan 9 kumpulan otot.

(15)

c. Kumpulan otot yang perlu ditegangkan dan dirilekskan tiap kali harus berkurang.

d. Klien kemudian diharapkan bisa mengelola ketegangan dengan menginstruksikan kepada diri sendiri untuk rileks kapan dan dimana saja.

Sembilan kumpulan otot ditegangkan dan dilemaskan. Tujuannya menyadarkan pada klien keadaan tegang dan rileks dengan harapan klien bisa merilekskan diri sendiri bila dirinya sedang tegang. Kumpulan otot yang dirasakan, ditegangkan dan dilemaskan yaitu :

1) Dahi 2) Mata

3) Bibir, gigi, lidah (sekaligus) 4) Leher

5) Dada

(16)

6. Instruksi relaksasi progresif

Cara melakukan teknik relaksasi progresif adalah: a) Kepalkan kedua telapak tangan, kencangkan bisep dan lengan bawah (sikap Charles Atlas) selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik; b) Kerutkan dahi ke atas, pada saat yang sama tekan kepala sejauh mungkin ke belakang, putar searah jarum jam dan kebalikannya selanjutnya relaks; kemudian kerutkan otot muka seperti menari: cemberut, mata dikedipkan, bibir dimonyongkan kedepan lidah ditekan di langit-langit, dan bahu dibungkukkan. Di lanjutkan selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik; c) Lengkungkan punggung ke belakang sambil menarik napas dalam masuk, tekan keluar lambung, ditahan. Relaks. Nafas dalam, tekan keluar perut, tahan, relaks; d) Tarik kaki dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka,tahan, relaks. Lipat ibu jari, secara serentak kencangkan betis, paha, dan pantat selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik.

(17)

Berikut dipaparkan masing-masing gerakan dan penjelasan mengenai otot-otot yang dilatih:

Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan yang semakin kuat (gambar 1), sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, pasien merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga pasien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

(18)

Gambar 1. Gerakan ke satu dan ke dua (melatih otot-otot tangan)

Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 2). Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.

(19)

Gambar 2. Gerakan ke tiga (melatih otot-otot biceps)

Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher (gambar 3).

Gambar 3. Gerakan ke empat (melatih otot bahu)

(20)

dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata (gambar 4).

Gerakan ke tujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Gerakan ke delapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

(21)

Gerakan ke sembilan dan gerakan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Pasien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.

Gambar 5. Gerakan ke sembilan sampai ke dua belas (melatih otot-otot leher)

Gambar 11 untuk melatih otot-otot punggung

Gambar 9 untuk melatih otot-otot leher belakang

Gambar 12 untuk melatih otot-otot dada

(22)

Gerakan ke sepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan (lihat gambar 5). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.

Gerakan ke sebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar 5. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas.

(23)

Gambar 6. Gerakan ke tiga belas sampai ke delapan (melatih otot-otot bagian depan tubuh)

Gerakan ke tigabelas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dank eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal untuk perut ini.

(24)

relaksasi otot, pasien harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-masing dua kali.

(25)

E. Kerangka konsep

Kerangka merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel-variabel satu dengan yang lainnya, variabel dibedakan menjadi dua yaitu variabel dependen dan variabel intervening (Notoatmodjo 2005).

Pada penelitian ini konsep yang diajukan adalah relaksasi progresif yang merupaka variabel intervening, dan tekanan darah pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi progresif sebagai variabel dependent (terikat). Kerangka penelitian dapat dilihat pada skema berikut ini.

Gambar 2.1

Kerangka Konsep Pengaruh Relaksasi Progresif terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia

F. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan didalam perencanaan penelitian (Notoatmodjo 2005).

TD Sebelum Intervensi

Relaksasi Progresif

(26)

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

Ho : ada pengaruh relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada lansia

Gambar

Gambar 1. Gerakan ke satu dan ke dua (melatih otot-otot tangan)
Gambar 2. Gerakan ke tiga (melatih otot-otot biceps)
Gambar 4. Gerakan ke lima sampai ke delapan  (melatih otot-otot wajah)
Gambar 11 untuk melatih otot-otot punggung
+4

Referensi

Dokumen terkait

Guru yang juga merupakan peneliti menjalankan tugas sebagai penilai sementara siswa yang lain diberi kebebasan untuk memberikan apresiasi sastra geguritan dengan memilih salah

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Validasi Metode

Teknik merupakan suatu upaya pelaksanaan suatu gerak secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam setiap permainan, pengenalan teknik sangat penting.

Pemberian hormon tiroksin dengan dosis 20 mg/kg pakan selama dua pekan menghasilkan pertumbuhan terbaik dan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan plati

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1 guru SD, sebaiknya dapat mengembangkan media gambar seri dalam pembelajaran mengarang, sehingga memudahkan siswa dalam

Karakterisasi difraksi sinar-X menunjukkan bahwa substrat gelas LiPO 3 bersifat amorf, sedangkan pada bahan (AgI) 0,33 (LiI) 0,33 (LiPO 3 ) 0,34 (LIXY 33,33) terdapat presipitat

Membuat algoritma untuk menterjemahkan informasi model produk berbasis feature yang tersedia dalam software CaSTPro ke dalam bahasa kode-G (G-Code) untuk feature