• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OPERASI APENDISITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN (Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OPERASI APENDISITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN (Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OPERASI APENDISITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KERUSAKAN

INTEGRITAS JARINGAN

(Studi Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang)

OLEH:

NOVI EKO SAPUTRO NIM 151210024

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(2)
(3)
(4)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OPERASI APENDISITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN

(Studi Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang)

KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep) Pada Program Study Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Insan Cendekia medika Jombang

OLEH:

NOVI EKO SAPUTRO NIM 151210024

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ngawi dari keluarga Bapak Purnomo dan Ibu Astuti Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari TK Dharma wanita, tahun 2009 penulis lulus dari SDN KAUMAN 1, tahun 2012 penulis lulus dari SMPN 1 WIDODAREN dan tahun 2015 penulis lulus dari SMK KESEHATAN BAKTI INDONESIA MEDIKA NGAWI, tahun 2015 penulis lulus seleksi masuk STIKes ”Insan Cendekia Medika” Jombang melalui jalur PMDK gelombang 1. Penulis

memilih program Studi D3 Keperawatan dari lima pilihan program studi yang ada di STIKes “ICME” Jombang.

Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya.

Jombang, 08 Februari 2018

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-NYA sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul "Asuhan Keperawatan Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan” ini dapat selesai tepat pada waktunya

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR ... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

LEMBAR SURAT PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Apendisitis ... 7

2.1.1 Definisi ... 7

2.1.2 Etiologi ... 8

2.1.3 Manifestasi Klinik ... 9

2.1.4Pathways ... 11

2.1.5 Komplikasi ... 12

2.1.6 Penatalaksanaan Apendisitis ... 14

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ... 16

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik ... 17

2.2 Konsep Dasar keruskan intergritas jaringan ... 17

2.2.1 Definisi ... 17

2.2.2 Batasan Karakteristik ... 17

2.2.3 Faktor Yang Berhubungan ... 17

2.2.4 Definisi Jaringan ... 18

2.2.5 Klarifikasi Jaringan Tubuh ... 18

2.2.6 Fungsi Jaringan Tubuh ... 22

2.3 Konsep AsuhanKeperawatan Apendisitis ... 23

2.3.1 Pengkajian ... 23

2.3.4 Diagnosa Keperawatan ... 29

2.3.5 Intervensi ... 30

(11)

2.3.7 Evaluasi ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... ... 36

3.2 Batasan Istilah ... 36

3.3 Partisipan ... 37

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.4.1 Lokasi ... 37

3.4.2 Waktu Penelitian ... 37

3.5 Pengumpulan Data ... 37

3.6 Uji Keabsahan Data... 41

3.7 Analisa Data ... 42

3.8 Etik Penelitian ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... ... 50

4.2 Pembahasan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Saran ... 77

5.2 Kesimpulan ... 78

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 ... 30

Tabel 4.1 ... 50

Tabel 4.2 ... 51

Tabel 4.3 ... 52

Tabel 4.4 ... 53

Tabel 4.5 ... 55

Tabel 4.6 ... 57

Tabel 4.7 ... 58

Tabel 4.8 ... 61

Tabel 4.9 ... 62

Tabel 4.10 ... 62

Tabel 4.11 ... 63

Tabel 4.12 ... 64

Tabel 4.13 ... 64

Tabel 4.14 ... 65

Tabel 4.15 ... 65

Tabel 4.16 ... 66

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan

(15)

DAFTAR SINGKATAN

Lambang

1. % : Persentase 2. 0 : Derajad 3. / : Atau 4. & : Dan 5. > : Lebih dari Singkatan

1. STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 2. ICMe : Insan Cendekia Medika

3. WHO : World Health Organization

4. RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah 5. DINKES ːDinas Kesehatan

6. NIC ːNursing Interventions Classification 7. NOC ːNursing Outcomes Classifications 8. PMN : polymorphonuclear

9. IV : Intra Vena

10.

USG : Ultrasonografi

11. CT-Scan : CT Scanning and Radiation Safety

(16)

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Nrimo Ing Pandum” “Prasaja Ing Dumadi.”

PERSEMBAHAN

Sembah sujud serta syukur alhamdulillah kepada ALLAH SWT. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya Karya Tulis Ilmiah yang sederhana ini dapat terselesaikan.

Aku persembahkan karya tulis ini untuk seseorang yang selalu senantiasa merawatku, membesarkanku, memberikanku banyak pendidikan mulai dari tidak mengerti sampai umurku sekarang terimakasih bapak dan ibu karena selalu memanjatkan doa disetiap sujudmu sehingga karya tulis ini terselesaikan.

Terima kasih juga buat sahabatku “encok group” yang selalu memberi

dukungan, suport, serta selalu berbagi pengalaman denganku.

Serta teman-teman D3 Keperawatan yang aku cintai sudah menjadi teman-teman yang luar biasa selama 3 tahun ini, tawa, canda, tangis sudah pernah kita rasakan aku pasti akan rindu dengan kalian semua.

(17)

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OPERASI APENDISITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KERUSAKAN

INTERGRITAS JARINGAN

DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG

Oleh :

Novi Eko Saputro

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya

Berdasarkan survey data yang di dapatkan dari Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang periode bulan Januari sampai Desember 2018 mencapai 352 kasus apendisitis.

Desain penelitian menggunakan metode studi kasus Penelitian ini mengeksplorasi 2 klien dengan masalah Asuhan Keperawatan pada Klien Post Operasi Apendisitis dengan masalah keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan.

Berdasarkan hasil evaluasi terakhir disimpulkan bahwa pada klien 1 dan klien 2 masalah yang timbul dapat teratasi sebagian. Saran yang diberikan kepada profesi perawat untuk memberikan Asuhan Keperawatan yang optimal.

(18)

ABSTRACT

NURSING TO CLIENTS POST OPERATION OFAPPENDICITIS WITH PROBLEM IMPAIRED TISSUE INTEGRITY

IN THE MAWAR ROOM OF JOMBANG GENERAL HOSPITAL

By :

Novi Eko Saputro

Appendicitis is an inflammation caused by infection of the appendix or worm uk (appendix). The appendix is actually a caecum. This infection can lead to acute inflammation, requiring immediate surgical action to prevent generally dangerous complications.

Based on survey data obtained from the Rose Room of Jombang General Hospital period January to December 2018 reached 352 cases of appendicitis.

Design research using case study method This study explores 2 clients with Nursing Care issues on Post Client Operation Appendicitis with nursing problems Network Intergrity Damage.

Based on the results of the last evaluation concluded that the client 1 and client 2 problems that arise can be partially resolved. Advice given to the nurse profession to provide optimal Nursing Care.

Keywords: Post Operation Appendicitis, Post Operation Appendicitis

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2010). Beberapa literatur menyebutkan bahwa tindakan apendiktomi ini dapat timbul berbagai masalah keperawatan, salah satu diantaranya kerusakan intergritas jaringan. Kerusakan intergritas jaringan disebabkan oleh luka operasi atau insisi yang menyebabkan rusaknya jaringan tubuh dan putusnya ujung-ujung syaraf (Sjamsuhidajat & De Jong 2011).

(20)

dari (Depkes, 2016), kasus appendisitis pada tahun 2016 sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien appendisitis sebanyak 75.601 orang. Dinkes Jawa Timur menyebutkan pada tahun 2017 jumlah kasus apendisitis di Jawa Timur sebanyak 5.980 penderita dan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian (Dinas kesehatan, 2017)

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfosit, fekalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium (Mansjoer, 2009).

(21)

pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan cara operasi. Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomy yang merupakan suatu tindakan pembedahan membuang apendiks. Adapun respon yang timbul setelah tindakan apendiktomy untuk kerusakan jaringan dan rusaknya ujung – ujung syaraf yang memyebabkan timbul masalah keperawatan kerusakan intergritas jaringan (Aribowo, H & Andrifiliana, 2011).

Kerusakan intergritas jaringan akibat efek operasi apendiktomy yaitu salah satu masalah keperawatan yang muncul pada klien post operasi apendisitis dapat diatasi oleh tugas perawat dengan cara memantau perkembangan kerusakan kulit klien setiap hari dengan mencegah penggunaan linen bertekstur kasar dan jaga agar linen tetap bersih, tidak lembab, dan tidak kusut. Melakukan perawatan luka secara aseptik 2 kali sehari dan monitor karakteristik luka meliputi warna, ukuran, bau dan pengeluaran pada luka. Perawat harus selalu mempertahankan teknik steril dalam perawatan luka klien (Sjamsuhidajat & De Jong 2011).

Berdasarkan berbagai data dan informasi di atas maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus tentang penyakit apendiksitis mengenai pemberian “Asuhan keperawatan pada klien Post Operasi Apendisitis dengan masalah keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan” di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah

(22)

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi Asuhan Keperawatan Klien Post Operasi Apendisitis dengan masalah keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang tahun 2018.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Klien Post Operasi Apendisitis dengan masalah keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang tahun 2018?

1.4 Tujuan Penulisan

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Klien yang mengalami Post Operasi Apendisitis dengan masalah keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang tahun 2018.

1.4.2 Tujuan Khusus

Observasi pada studi kasus ini juga mempunyai beberapa tujuan khusus, diantaranya :

(23)

2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami Post Operasi Apendisitis di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.

3. Merumuskan intervensi keperawatan pada klien yang mengalami Post Operasi Apendisitis di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami Post Operasi Apendisitis di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.

5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien yang mengalami Post Operasi Apendisitis di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.

1.5 Manfaat Penulisan

1.5.1 Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan dan dapat menambah informasi tentang asuhan keperawatan pada klien post operasi apendisitis, sebagai bahan kepustakaan dan perbandingan pada penanganan kasus masalah keperawatan kerusakan intergritas jaringan di lapangan dan dalam teori.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi klien dan keluarga

(24)

operasi apendisitis dan teknik steril dalam perawatan luka klien dengan post operasi apendisitis.

2. Bagi perawat

Hasil penelitian ini dapat di gunakan dalam pengkajian sampai evaluasi keperawatan dengan teliti yang mengacu pada fokus permasalahan yang tepat sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara tepat khususnya pada klien post operasi apendisitis.

3. Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai wacana dan pengetahuan tentang perkembangan ilmu keperawatan, terutama kajian pada klien dengan post operasi apendisitis.

4. Bagi penelitian selanjutnya

(25)

BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR APENDISITIS

2.1.1 Definisi Apendisitis

Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis

dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner&Suddarth, 2014). Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al, 2010). Peradangan

apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat) (Wim de Jong et al, 2010).

(26)

Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis

merupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.

2.1.2 Etiologi

Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang dapat memperparah keadaan tadi (Saydam Gozali, 2011).

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor pencetusnya:

1. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan cacing askaris.

2. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica. 3. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan

yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010).

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:

(27)

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

b. Adanya fekolit dalam lumen appendiks c. Adanya benda asing seperti biji-bijian

d. Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya. 2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan

Streptococcus..

3) Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.

4) Tergantung pada bentuk apendiks:

a. Appendiks yang terlalu panjang b. Massa appendiks yang pendek

c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

d. Kelainan katup di pangkal appendiks (Krismanuel,H., 2012). Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan tinggi serat.

2.1.3 Manisfestasi Klinis

(28)

1. Nyeri visceral epigastrium. 2. Nafsu makan menurun.

3. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney. 4. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.

5. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada nyerinya, muntah-muntah, lemah, latergik, pada bayi 80-90% apendisitis terjadi perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong, 2010). Manisfestasi klinis lainya adalah:

1. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi dapat terjadi.

2. Pada titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah rektus kanan.

3. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.

4. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih

terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk. (Brunner & Suddarth, 2014).

(29)

2.1.4 Pathways

Gambar 2.1 Patofisiologi appendektomy

Sumber : Mansjoer (2009) Invasi & Multiplikasi

Peradangan Jaringan Apendisitis

Meningkatkan tekanan intraluminal

Menghambat aliran limfe

Ulserasi pada dinding mukosa

Gangren dan perforasi

appendektomy

Luka post op

Luka insisi

Kerusakan jaringan

Ujung syaraf putus

(30)

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan. Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan mengangani maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan orang tua.

Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah usia 2 tahun dan 40-75%% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak dinding

apendiks masih sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum berkembang secara sempurna sehingga mudah terjadi apendisitis. Sedangkan pada orang tua, terjadi gangguan pada pembuluh darah.Adapun jenis omplikasi diantaranya:

1. Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau

mikroperforasi ditutupi oleh omentum

2. Perforasi

(31)

pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

3. Peritontis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. (Mansjoer, 2009)

Komplikasi menurut (Brunner&Suddarth, 2014):

1) Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebabkan peritonitis pembentukan abses (tertampungnya materi purulen), atau flebilitis portal.

2) Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala yang muncul antara lain: Demam 37,7’C, nyeri tekan atau

(32)

Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang bisa mengakibatkan keparahan/komplikasi penyakit apendisitis dikarenakan dua hal yaitu faktor ketidaktahuan masyarakat dan keterlambatan tenaga medis dalam menentukan tindakan sehingga dapat menyebabkan abses, perforasi dan peritonitis.

2.1.6 Penatalaksaan Apendisitis

1. Penatalaksanaan Medis

1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose

apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi.

2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan dilakukan.

3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.

4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks

dilakukan drainage. (Brunner & Suddarth, 2014). 2. Penatalaksanaan Keperawatan

(33)

2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif. 3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.

4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder (Brunner & Suddarth, 2014).

3. Penatalaksaan Keperawatan

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah

apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. (Rahayuningsih dan Dermawan, 2010).

(34)

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut. 3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di

angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).

4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.

5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. jika terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks telah mengalami perforasi (pecah).

3. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).

2) Ultrasonografi USG 3) CT-Scan.

(35)

kanan bawah akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

1. SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai 75%,

2. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.

3. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. (Doengoes, Marilynn E, 2014).

2.2 Konsep dasar keruskan intergritas jaringan

2.2.1 Definisi

Kerusakan jaringan membrane mukosa, kornea, integument, atau subkutan ( Herman, 2015).

2.2.2 Batasan karakteristik

1. Kerusakan jaringan (mis., kornea, membrane mukosa, kornea, integument, atau subkutan)

2. Kerusakan jaringan

2.2.3 Faktor yang berhubungan

1. Gangguan sirkulasi 2. Iritan kimia

3. Defisit cairan 4. Kelebihan cairan

(36)

7. Faktor mekanik (mis., tekanan, koyakan/robekan, friksi) 8. Factor nutrisi (mis., kekurangan atau kelebihan)

9. Radiasi 10.Suhu ekstrim

2.2.4 Definisi jaringan

Jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, jaringan hamper dimiliki oleh makhluk hidup bersel banyak (multisluler). Setiap makhluk hidup berasal dari perkembangbiakan yang di bagi menjadi dua macam yaitu secara kawin (generatif) dan perkembangbiakan secara tidak kawin (vegetatif), perkembangbiakan secara kawin terjadi percampuran antara sel ovum dan spermamembentuk satu sel zigot. Zigot membelah terus-menerus sehingga terbentuk embrio, dan embrio berkembang menjadi individu baru. Sel zigot membelah berkali-kali, mula-mula membentuk sel yang seragam (blastula). Sel-sel tersebut belum mempunyai fungsi khusus (Pratiwi, D.A. 2014).

2.2.5 Klasifikasi jaringan tubuh

1. Jaringan Penguat

(37)

selubung organ dan melindungi jaringan atau organ tubuh (Pratiwi, D.A, 2014)

Berdasarkan struktur dan fungsinya jaringan ikat dibedakan menjadi dua (Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010) :

1) Jaringan ikat longgat

Ciri – ciri sel – selnya jarang dan sebagian jaringannya tersusun atas matriks yang mengandung serabut kolagen dan serabut elastic. Jaringan ikat longgar terdapat di sekitar organ – organ, pembuluh darah dan saraf. Fungsinya untuk membungkus organ – organ tubuh, pembuluh darah dan saraf.

2) Jaringan ikat padat

Nama lainnya jaringan ikat serabut putih, karena terbuat dari serabut kolagen yang berwarna putih. Jaringan ini terdapat pada selaput urat, selaput pembungkus otot, fasia, ligamen dan tendon. Fasia adalah jaringan ikat berbentuk lembaran yang menyelimuti otot.Ligamen adalah jaringan ikat yang berperan sebagai penghubung antar tulang.Tendon adalah ujung otot yang melekat pada tulang. Fungsinya untuk menghubungkan berbagai organ tubuh seperti otot dengan tulang-tulang, tulang dengan tulang, juga memberikan perlindungan terhadap organ tubuh.

2. Jaringan Tulang Rawan (Kartilago)

(38)

atau pembentuk sel-sel tulang rawan. Fungsinya untuk menyokong kerangka tubuh.

Ada 3 macam jaringan tulang rawan :

1) Kartilago hialin matriksnya bening kebiruan. Terdapat pada permukaan tulang sendi, cincin tulang rawan pada batang tenggorok dan cabang batang tenggorok, ujung tulang rusuk yang melekat pada tulang dada dan pada ujung tulang panjang. Kartilago hialin merupakan bagian terbesar dari kerangka embrio juga membantu pergerakan persendian, menguatkan saluran pernafasan, memberi kemungkinan pertumbuhan memanjang tulang pipa dan memberi kemungkinan tulang rusuk bergerak saat bernafas.

2) Kartilago fibrosa matriksnya berwarna gelap dan keruh. Jaringan ini terdapat pada perekatan ligamen-ligamen tertentu pada tulang, persendian tulang pinggang, pada calmam antar ruas tulang belakang dan pada pertautan antar tulang kemaluan kiri dan kanan. Fungsi utama untuk memberikan proteksi dan penyokong.

3) Kartilago elastic matriksnya berwarna keruh kekuning-kuningan. Jaringan ini terdapat pada dawn telinga, epiglottis, pembuluh eustakius dan laring.

3. Jaringan Tulang

(39)

Tulang merupakan komponen utama dari kerangka tubuh dan berperan untuk melindungi alat-alat tubuh dan tempat melekatnya otot kerangka. Tulang dapat dibagi menjadi 2 macam :

1) Tulang keras, bila matriks tulang rapat dan padat. Contoh : tulang pipa 2) Tulang spons, bila matriksnya berongga. Contoh : tulang pendek. 4. Jaringan Darah

Jaringan darah merupakan jaringan penyokong khusus, karena berupa cairan.

Bagian-bagian dari jaringan darah adalah :

1) Sel darah dibagi menjadi sel darah merah (eritrosit) berfungsi untuk mengangkut oksigen dan sel darah putih (lekosit) berfungsi untuk melawan benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

2) Keping-keping darah (trombosit)Berfungsi dalam proses pembekuan darah.

3) Plasma darah

Komponen terbesar adalah air, berperan mengangkut sari makanan, hormon, zat sisa hasil metabolisms, antibodi dan lain-lain.

5. Jaringan Limfe/Getah Bening

(40)

lemak, garam mineral dan zat-zat lain dari jaringan ke sistem pembuluh darah.

2.2.6 Fungsi jaringan tubuh

Ada empat kelompok jaringan dasar yang membentuk tubuh semua hewan, termasuk manusiadan organisme multiseluler tingkat rendah seperti artropoda: jaringan epitelium, jaringan pengikat, jaringan penyokong, dan jaringan saraf (Tsamsuhidajat & Wim De jong,2010). 1. Jaringan epitelium.

Jaringan yang disusun oleh lapisan sel yang melapisi permukaan organ seperti permukaankulit. Jaringan ini berfungsi untuk melindungi organ yang dilapisinya, sebagai organ sekresidan penyerapan.

Jaringan epitel terdiri dari 3 macam:

1) Eksotelium: epitel yang membungkus bagian luar tubuh 2) Endotelium: epitel yang melapisi organ dalam tubuh 3) Mesotelium: epitel yang membatasi rongga tubuh Fungsi jaringan epitelium yakni:

1) Absorpsi, misalnya pada usus yang menyerap sari-sari makanan 2) Sekresi, contohnya testis yang mensekresikan sperma

3) Ekskresi, kulit yang mengeluarkan keringat

4) Transportasi, mengatur tekanan osmosis dalam tubuh 5) Proteksi, kulit melindungi jaringan tubuh di bawahnya

(41)

8) Alat gerak, selaput kaki pada kulit katak membantu dalam pergerakan

9) Mengatur suhu tubuh, kulit mengatur suhu tubuh dengan mengeluarkan keringat jika tubuh kepanasan

2. Jaringan pengikat sesuai namanya, jaringan pengikat berfungsi untuk mengikat jaringan dan alat tubuh. Contoh jaringan ini adalah jaringan darah.

3. Jaringan otot jaringan otot terbagi atas tiga kategori yang berbeda yaitu otot licin yang dapat ditemukan di organ tubuh bagian dalam, otot lurik yang dapat ditemukan pada rangka tubuh, dan otot jantung yang dapat ditemukan di jantung.

4. Jaringan saraf adalah jaringan yang berfungsi untuk mengatur aktivitas otot dan organ serta menerima dan meneruskan rangsangan. 5. Jaringan penyokong adalah jaringan yang terdiri dari jaringan tulang

rawan dan jaringan tulang yang berfungsi untuk memberi bentuk tubuh,melindungi tubuh,dan menguatkan bentuk tubuh.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Apendisitis

2.3.1 Pengkajian

(42)

Pengkajian fokus pada klien post operasi appendiktomi menurut Bararah dan Jauhar (2013) antara lain:

1. Identitas

Identitas klien post operasi appendiktomi yang menjadi pengkajian dasar meliputi: nama, umur, jenis kelamin, no rekam medis.

2.Keluhan utama

Berisi keluhan utama pasien saat dikaji, klien post operasi appendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi.

3.Riwayat penyakit

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Penyakit Sekarang ditemukan saat pengkajian yaitu diuraikan dari masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan PQRST (Provokatif, Quality, Region, Severitys cale and Time).

(43)

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh kepada penyakit apendisitis yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti klien menderita penyakit apendisitis, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.

4. Riwayat psikologis

Secara umum klien dengan post appendisitis tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri).

5. Riwayat Sosial

Klien dengan post operasi appendiktomi tidak mengalami gangguan dalam hubungan sosial dengan orang lain, akan tetapi harus dibandingkan hubungan sosial klien antara sebelum dan sesudah menjalani operasi.

6. Riwayat Spiritual

(44)

7. Kebiasaan sehari-hari

Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada umumnya mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri. Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat mengalami penurunan haluaran urin karena adanya pembatasan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu maupun tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.

8. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum

Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung periode akut rasa nyeri. Tanda vital (tensi darah, suhu tubuh, respirasi, nadi) umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi apendiks.

(45)

2) Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan

(swelling), rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

b. Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri

(Blumbeng Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.

c. Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).

d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.

e. Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.

3) Sistem Pernafasan

Klien post appendiktomi akan mengalami penurunan atau peningkatan frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.

4) Sistem Kardiovaskuler

(46)

5) Sistem Pencernaan

Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat dipalpasi. Klien post appendiktomi biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi pada awitan awal post operasi dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi.

6) Sistem Perkemihan

Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urin, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intake oral selama periode awal post appendiktomi. Output urin akan berlangsung normal seiring dengan peningkatan intake oral.

7) Sistem Muskuloskeletal

Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas.

8) Sistem Integumen

Selanjutnya akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi disertai kemerahan. Turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral.

9) Sistem Persarafan

(47)

10)Sistem Pendengaran

Pengkajian yang dilakukan meliputi: bentuk dan kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.

11)Sistem Endokrin

Klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endokrin. Akan tetapi petap perlu dikaji keadekuatan fungsi endokrin (tiroid dan lain-lain).

12) Pemeriksaan Laboratorium

Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka sudah terjadi perforasi. Normalnya Tidak terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.

13) Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan USG

Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.

b. Foto polos

Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa Apendiktomi dengan menggunakan pendekatan (NANDA, 2015) adalah

(48)

2.3.3 Intervensi Asuhan Keperawatan

1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan robekan luka operasi.

Tabel 2.1 Diagnosa dan Intervensi (NANDA, 2015), (NOC, NIC, 2013) NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria

Hasil

a. Tissue integrity : skin and mucous

1. Anjurkan pasien

untuk memakai

pakaian longgar 2. Jaga kulit agar tetap

kering dan bersih 3. Mobilisasi pasien

setap 2 jam sekali 4. leskan lotion atau

8. Ajarkan keluarga

tentang luka dan perawatan luka 9. Cegah kontaminasi

feses dan urin

10.Lakukan tekhik

perawatan luka

dengan prinsip steril 11.Berikan posisi yang

mengurangi tekanan pada luka

12.Hindari kerutan

pada tempat

tidurMandikan pasien dengan air hangat.

b. Perawatan daerah

(49)

1. Jelaskan prosedur

2. Monitor kerentanan

terhadap infeksi

hewan peliharaan hewan

dan penjamu yang

membahayakan (immune compornised)

8. Skrining semua

(50)

penyakit menular

9. Pertahankan asepsis

untuk pasen beresiko

10. Pertahankan

teknik-teknik isolasi yang sesuai 11. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang mengalami) edema 12. Periksa kulit dan selaput

lendir adanya kemerahan kehangatan ekstrim atau drainase

13. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka 14. Dapatkan kultur yang

diperlukan

15. Tingkatkan asupan

nutrisi yang cukup 16. Anjurkan asupan cairan

dengan tepat 17. Anjurkan istirahat

18. Pantau adanya perubahan

tingkat energy dan

malaise

19. Anjurkan pernapasan

dalam dan batuk, dengan

20. Anjurkan asupan cairan dengan tepat

21. Anjurkan istirahat

22. Pantau adanya perubahan

tingkat energy dan

malaise

23. Anjurkan pernapasan

dalam dan batuk, dengan tepat

24. Berikan agen imunisasi dengan tepat

(51)

diresepkan

26. Jaga penggunaan

antibiotic dengan

bijaksana

27. Jangan mencoba

pengobatan antibiotic untuk infeksi-infeksi virus

28. Kurangi buah-buahan

segar,sayur-sayuran,dan merica dalam diet pasien dengan neutropenia 29. Singkirkan bunga-bunga

segar dan

tanaman-tanaman dari area

pasien,dengan tepat

30. Berikan ruang

pribadi,yang diperlukan 31. Pastikan keamanan air

dengan mengajukan

hiperkronilasi dan

pemanasan lebih,dengan tepat

32. Lapor dugaan infeksi pada personil pengendali infeksi

33. Lapor kultur positif pada

personil pengendali

infeksi

2.3.4 Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011).

Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen.

(52)

2.3.5 Evaluasi keperawatan

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Tarwoto & Wartonah, 2011).

Tehnik Pelaksanaan SOAP

1. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan.

2. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.

3. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.

(53)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan metode studi kasus. Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif. Sangat penting untuk mengetahui variabel yang berhubungan dengan masalah penelitian. Rancangan suatu studi kasus bergantung pada keadaan kasus namun tetap mempertimbangkan faktor penelitian waktu. Riwayat dan pola perilaku sebelumnya biasanya dikaji secara terperinci. Keuntungan yang paling besar dari rancangan ini adalah pengkajian secara terperinci meskipun jumlah respondenya sedikit, sehingga akan didapatkan gambaran satu unit subjek secara jelas (Nursalam, 2015).

Penelitian ini adalah penelitian untuk mengeksplorasi masalah Asuhan Keperawatan pada Klien Post Operasi Apendisitis dengan masalah keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan di RSUD Jombang.

3.2 Batasan Istilah

(54)

apabila diperlukan, ditambahkan informasi kualitatif sebagai ciri dari batasan yang dibuat oleh penulis.

3.3 Partisipan

Partisipan pada kasus ini adalah 2 klien Post Operasi Apendisitis dengan masalah keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan.

Dengan kriteria subjek:

1. Klien Post Operasi Apendisitis dengan keadaan sadar. 2. Klien yang kooperatif.

3. Klien mengalami Kerusakan Integritas Jaringan.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1 Lokasi

Lokasi studi kasus ini rencananya akan dilaksanakan di RSUD Jombang Jalan KH. Wahid Hasyim No. 52 Kepanjen, Kec. Jombang, Kab. Jombang, Provinsi Jawa Timur.

3.4.2 Waktu Penelitian

Waktu ditetapkan yaitu sejak pertama klien MRS sampai klien pulang, atau klien yang di rawat minimal 3 hari. Jika selama 3 hari klien sudah pulang, maka perlu penggantian klien lainnya yang mempunyai kasus sama.

3.5 Pengumpulan Data

(55)

data, peneliti memfokuskan pada penyediaan subjek, melatih tenaga pengumpul data (jika diperlukan), memperhatikan prinsip-prinsip validitas dan rehabilitas, serta menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan ( Nursalam, 2015 ).

1. Wawancara

Wawancara merupakan cara mengumpulkan informasi dari klien. Wawancara ini juga dapat disebut sebagai riwayat keperawatan. Jika wawancara tidak dilakukan ketika klien masuk keperawatan fasilitas kesehatan, wawancara ini dapat disebut sebagai wawancara saat masuk. Ketika seoranng dokter mengumpulkan informasi ini maka disebut sebagai riwayat medis. Pada beberapa area, perawat terdaftar mengkaji riwayat keperawatan, dengan dibantu oleh mahasiswa keperawatan. Mengkaji data dan bekerja sama dengan tim untuk memformulasi diagnosis keperawatan dan merencanakan asuhan.

Setiap fasilitas memiliki format kesehatannya sendiri untuk dilengkapi bersama dengan klien dan tim kesehatan lainnya. Format dapat disusun menurut kebutuhan khusus pasien atau sesuai dengan sistem tubuh. Asuhan jangka panjang, layanan kesehatan dirumah dapat menggunakan format sesuai dengan kebutuhan khusus klien. Menggunakan wawancara dan mendokumentasikan informasi kedalam catatan perkembangan keperawatan.

(56)

yang maksimal, dapat direncanakan wawancara sebelum bertemu klien. Memberitahu klien bahwa tujuan wawancara adalah untuk merencanakan asuhan yang efektif yang akan memenuhi kebutuhan klien.

Ketika mengumpulkan informasi, semua metode komunikasi harus dilakukan. Pengumpulan data dan pengkajian adalah pertanyaan terbuka, pertanyaan terperinci, ketrampilan observasi dan taktil. Klien memiliki hak untuk menolak menjawab pertanyaan yang menurut mereka terlalu pribadi. Pada beberapa kasus, mungkin perlu dibicarakan dengan anggota keluarga karena kebanyakan dari pasien biasanya bingung untuk berespon. Harus melindungi kerahasiaan pasien, jangan pernah mengungkapkan informasi yang sebelumnya tidak diketahui anggota keluarga tanpa persetujuan dari klien sendiri.

Komponen riwayat keperawatan, riwayat kesehatan yang lengkap dapat membantu untuk mengembangkan rencana asuhan yang efektif untuk klien (Caroline dkk, 2014)

2. Observasi dan pemeriksaan fisik a. Observasi

Observasi adalah perangkat pengkajian yang berstandar pada penggunaan lima indra (penglihatan, sentuhan, pendengaran, penciuman, dan pengecapan) untuk mencari informasi mengenai klien (Caroline dkk, 2014)

1) Observasi visual

(57)

contoh yang harus dipertimbangkan adalah gerakan tubuh, penampilan umum, tata krama, ekspresi wajah, gaya berpakaian, komunikasi nonverbal, tampilan seta kebersihan. Untuk mengumpulkan data subjektif, seperti ketika memperhatikan ekspresi wajah dan bahasa tubuh klien. Observasi visual juga dapat mengumpulkan data objektif. 2) Observasi taktil

Sensasi sentuhan memberi informasi penting mengenai klien. Misalnya sentuhan atau palpasi.

3) Observasi Auditori

Mendengarkan klien dan keluarga secara aktif ketika sedang berinteraksi dengan perawat dan tim kesehatan lain. Perawat juga dapat mengumpulkan data dengan cara auskultasi. 4) Observasi Olfaktori atau Gustatori

Indra penciuman mengidentifikasikan bau yang mungkin spesifik dengan kondisi atau status kesehatan klien. Observasi olfaktorius mencakup mencatat bau badan, nafas yang buruk atau asidosis metabolik.

b. Pemeriksaan fisik

(58)

c. Studi dokumentasi

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi dokumentasi. Peneliti mengumpulkan data dengan cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut dapat berupa gambar, tabel atau daftar periksa, hasil laboratorium, status pasien dan lembar observasi yang dibuat.

3.6Uji Keabsahan Data

Menurut Saryono dan Anggraeni (2010) dalam penelitian kualitatif ada 4 cara untuk mencapai keabsahan data, yaitu: kreadibility (kepercayaan);

dependility (ketergantungan); konfermability (kepastian). Dalam penelitian kualitatif ini memakai 3 macam antara lain :

1. Kepercayaan (kreadibility)

Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulakn sesuai dengan sebenarnya. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kreadibilitas ialah:

1) Memperpanjang cara observasi agar cukup waktu untuk mengenal respondens, lingkungan, kegiatan serta peristiwa-peristiwa yang terjadi. Hal ini sekaligus untuk mengecek informasi, guna untuk dapat diterima sebagai orang dalam.

2) Pengamatan terus-menerus, agar penelitian dapat melihat sesuatu secara cermat, terinci dan mendalam sehingga dapat membedakan mana yang bermakna dan mana yang tidak bermakna.

(59)

4) Peer debriefing dengan cara membicarakan masalah penelitian dengan orang lain, dan tanya jawab dengan teman sejawat.

2. Ketergantungan (dependility)

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan mengintrepretasikan data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit dipendability oleh ouditor independent oleh dosen pembimbing.

3. Kepastian (konfermability)

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pelacakan audit.

3.7 Analisa Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti dilapangan, sewaktu pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.

(60)

oleh peneliti dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan data tergantung dari desain penelitiaan . Langkah-langkah pengumpulan data tergantung dari desain dan tehnik instrumen yang digunakan (Nursalam, 2011). Proses pengumpulan data studi kasus ini terdapat tiga tahapan yaitu :

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan aau implementasi dan evaluasi.

2. Merekduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian Data

(61)

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis denga perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.

3.8Etik Penelitian

Menurut Nursalam ( 2015 ) menyatakan bahwa secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai, hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Selanjutnya diuraikan sebagai berikut :

1. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

2. Tanpa nama (anonymity)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencamtumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

(62)
(63)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Penelitian di lakukan di Ruang Paviliun Mawar RSUD Jombang JL. KH. Wahchid Hasyim No. 52 Jombang Ruang Paviliun Mawar, dengan kapasitas 24 tempat tidur dengan 2 dokter spesialis, 14 tenaga medis, dan 5 tenaga non medis.

4.1.2 Pengkajian

1) Identitas Klien

Tabel 4.1 Identitas Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

(64)

2) Riwayat Penyakit

Tabel 4.2 Riwayat Penyakit Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

RIWAYAT

Klien dioperasi pada tanggal 19 April 2017 pukul 11.00 WIB, operasi apendektomi dengan anestesi spinal. Saat dikaji klien mengeluh nyeri pada luka post op, ditusuk-tusuk, skala 6, terus – menerus, pada pengkajian PQRST, P (provokatif (timing) : terus-menerus. Badan lemas, panas, sakit apabila balik ke sebalah kanan.

Klien mengatakan pernah berobat ke Rumah Sakit ± 10 tahun yang lalu karena pernah menderita penyakit menular.

Klien mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada yang mengalami riwayat penyakit yang sama seperti klien.

Klien mengatakan berusaha sabar menghadapi penyakit yang di derita, dan berharap penyakitnya bisa segera sembuh. dirawat, jahitan terlepas dan dijahit ulang pada tanggal 23 April 2018. pada pengkajian

PQRST P

(Provocative/palliative) : klien mengatakan nyeri disebabkan karena luka operasi Q (Quality) : nyerinya timbul bila klien bergerak dan beraktivitas, R (Region) : daerah perut kuadran kanan bawah, S (Severity) : nyeri akut dengan skala 6 (sedang), T (Timing) klien mengatakan

nyeri tidak menentu

waktunya

Klien merasa mual serta tidak enak makan.

Klien mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada yang mengalami riwayat penyakit yang sama seperti klien.

Keluarga klien mengatakan bahwa klien menerima dengan ikhlas dan sabar atas cobaan yang diberikan oleh Allah, dan berharap agar

segera diberikan

kesembuhan.

Klien mengatakan bahwa

sebelumnya mempunyai

(65)

3) Perubahan pola kesehatan (pendekatan Gordon/pendekatan system) Tabel 4.3 Perubahan Pola Kesehatan Klien Post Operasi Apendisitis Dengan

Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

Pola Kesehatan Klien 1 Klien 2

Klien mengatakan, ketika sakit sering periksa ke dokter dekat rumah

Di Rumah : Klien

mengatakan nafsu makan baik, makan 3x/hari dengan menu nasi, lauk pauk dan tidak terlalu suka sayur, minum air putih kurang lebih 1500ml/hari suka minum teh.

Di Rumah Sakit : Pada saat pengkajian keluarga klien mengatakan nafsu makan berkurang, makan kurang lebih 5-6 sendok, minum air putih kurang lebih 500 ml/hari. Diit : bubur halus

Di Rumah : Klien

mengatakan BAK 5x/hari, warna kuning jernih, volume normal dan BAB 1x/hari warna kuning

kecoklatan dengan

konsistensi padat sering kontipasi

Di Rumah Sakit : klien mengatakan BAK kurang lebih 3x/hari, BAB hanya 1x dan belum BAB ±2 hari.

Di Rumah : klien

mengatakan tidur siang ± 1 jam, tidur malam ± 7 jam dengan perlengkapan dan penerangan yang baik. Di Rumah Sakit : klien mengatakan sering tidur ± 3, pada malam hari dan sering

bangun karena kurang

nyaman dengan keadaanya.

Klien mengatakan saat merasa tidak enak badan, klien langsung priksa ke mantri dekat rumah

Di rumah : Klien

mengatakan makan 3x/hari dengan menu nasi lauk pauk dan tidak suka sayur, minum air putih kurang lebih 1500 ml/hari, suka meminum kopi.

Di Rumah Sakit : klien mengatakan nafsu makan menurun makan 2x/hari habis ½ porsi. Minum air putih ± 500 ml/hari. Diit : bubur halus

Di Rumah : Klien

mengatakan BAK 6x/hari warna kuning jernih, volume normal dan BAB 1x/hari warna kuning

kecoklatan dengan

konsistensi padat sering kontipasi

Di Rumah Sakit : klien mengatakan BAK kurang lebih 4x/hari, selama 2 hari

BAB hanya 1x warna

(66)

Pola aktivitas Di Rumah : klien

mengatakan, klien

melakukan semua aktivitas secara mandiri.

Di Rumah Sakit : klien melakukan, semua aktivitas sehari-hari dibantu oleh keluarganya.

Di Rumah : klien

mengatakan melakukan

aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Di Rumah Sakit : klien melakukan semua aktivitas sehari-hari dibantu oleh keluarganya.

Sumber : Data Primer (2018)

4) Pemeriksaan Fisik (Pendekatan head to toe/pendekatan system)

Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan Pemeriksaan head to toe

Kepala

Inspeksi : tampak kotor Palpasi : tidak ada benjolan pernafasan cuping hidung, tidak ada secret.

Inspeksi : bicara cedal, bibir kering, terlihat karies, bau mulut

Palpasi : tidak ada nyeri

Inspeksi : tampak kotor Palpasi : tidak ada benjolan

konjungtiva merah muda, sclera putih, pupil isokor.

Inspeksi : simetris, fungsi penciumsn baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret.

Inspeksi : bibir kering, bau mulut

(67)

Telinga

pendengaran baik, lubang telinga bersih.

Inspeksi : tidak ada pembesaran limfe dan tyroid Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Inspeksi : bentuk dada simetris, pola nafas teratur, tidak terdapat tarikan otot bantu nafas tidak ada pembesaran hepar Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus 12x/menit

Inspeksi : tidak ada gangguan pada ektermitas.

pendengaran baik, lubang telinga bersih.

Inspeksi : tidak ada pembesaran limfe dan tyroid Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Inspeksi : bentuk dada simetris, pola nafas teratur, tidak terdapat tarikan otot bantu nafas tidak ada pembesaran hepar Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus 10x/menit

Inspeksi : tidak ada gangguan pada ektermitas Kekuatan tonus otot karena keterbatasan gerak

Di Rumah klien selalu beribadah dengan rutin dan mengikuti pengajin atau kegiatan keagamaan yang ada dalam masyarakat.

(68)

5) Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Klien 1

1. Laboratorium : Terlampir

2. Rongsen : Tidak tampak kelainan yang spesifik tak tampak bayangan ontras masuk kedalam rongga appendix ccum normal.

3. Pemeriksaan USG : Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.

Tabel 4.5 Pemeriksaan Diagnostik Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

(69)

ELEKTROLIT

1. Laboratorium : Terlampir

2. Rongsen : Non filling appendix, Sugestif Appendicitis Chonis 3. Pemeriksaan USG : Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.

Pemeriksaan klien 2 Hasil Hasil Normal

(70)

SERUM

Injeksi : Ranitidin 2x25 gram Cetorolak 2x30 gram

Pelastin 2x1 gram Klien 2 :

Infus : RL 20 tpm

Injeksi : Ranitidin 2x25 gram Cetorolak 2x30 gram

Pelastin 2x1 gram Antrain 3x1 gr

4.1.3 Analisa Data

Tabel 4.6 Analisa Data Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

DATA ETIOLOGI MASALAH

Data subjectif : Klien 1 g. Respirasi : 24 x/menit h. Pola nafas teratur i. Cemas dan gelisah j. Nafsu makan turun

(71)

DATA ETIOLOGI MASALAH g. Respirasi : 20 x/menit h. Pola nafas teratur i. Cemas dan gelisah

Appendektomy

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan

4.1.5 Intervensi Keperawatan

Tabel 4.7 Intervensi keperawatan klien post operasi apendisitis dengan masalah keperawatan kerusakan intergritas jaringan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Kerusakan integritas jaringan

berhubungan dengan

prosedur pembedahan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan intergritas jaringan kembali normal. a. Tissue integrity: skin and

muccous

b. Wound healing: Primary and secondary intention. Kriteria Hasil :

a. Perfusi jaringan normal b. Tidak ada tanda-tanda

infeksi

c. Ketebalan dan tekstur jaringan normal

d. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan

kulit dan mencegah

a. Pressure ulcer prevention wound care 3. Mobilisasi pasien setap

2 jam sekali 6. Monitor status nutrisi

pasien

7. Observasi luka

8. Ajarkan keluarga

(72)

terjadinya cedere

e. Menunjukan proses

penyembuhan luka

perawatan luka

9. Lakukan tekhik

perawatan luka dengan prinsip steril

10.Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

b. Perawatan daerah sayatan

1. Periksa daerah

3. Bersihkan daerah

sekitar sayatan

5. Monitor sayatan

untuk tanda dan

10. Arahkan pasien

(73)

local

2. Monitor kerentanan terhadap infeksi 3. Batasi jumlah

pengunjung,yang sesuai

4. Skrining semua pengunjung terkait penyakit menular 5. Pertahankan asepsis

untuk pasen beresiko 6. Pertahankan teknik-teknik isolasi yang sesuai

7. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang mengalami) edema/ luka

8. Periksa kulit dan selaput lendir adanya kemerahan

kehangatan ekstrim atau drainase 9. Periksa kondisi setiap

sayatan bedah atau luka

10. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup 11. Anjurkan istirahat 12. Pantau adanya

(74)

4.1.6 Implementasi

Tabel 4.8 Implementasi Keperawatan Pada Klien 1 Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

Hari/tanggal Waktu Implementasi Paraf

Rabu, 24 April

Membina hubunga saling percaya agar memudahkan perawat klien.

Menganjurkan pasien untuk memakai pakaian longgar

Menjaga kulit agar tetap kering dan bersih

Memobilisasi pasien setap 2 jam sekali

Monitoring status nutrisi pasien

Mengobservasi luka

Mengajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka

Melakukan tekhik perawatan luka dengan prinsip steril

Monitoring proses penyembuhan di daerah sayatan

Membersihkan daerah sekitar sayatan dengan pembersihan yang tepat

Menggunakan kapas steril untuk pembersihan jahitan benang luka yang efisiensi, luka dalam dan sempit, 1atau luka berkantong

(75)

Tabel 4.9 Implementasi Keperawatan Pada Klien 2 Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

Hari/tanggal Waktu Inplementasi Paraf

Klien 2

Membina hubunga saling percaya agar memudahkan perawat klien.

Menganjurkan pasien untuk memakai pakaian longgar

Menjaga kulit agar tetap kering dan bersih

Memobilisasi pasien setap 2 jam sekali

Monitoring status nutrisi pasien

Mengobservasi luka

Mengajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka

Melakukan tekhik perawatan luka dengan prinsip steril

Monitoring proses penyembuhan di daerah sayatan

Membersihkan daerah sekitar sayatan dengan pembersihan yang tepat

Menggunakan kapas steril untuk pembersihan jahitan benang luka yang efisiensi, luka dalam dan sempit, 1atau luka berkantong

Memberikan plester untuk menutup Memberikan salep antiseptic Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

Hari/tanggal Waktu Implementasi Paraf

Kamis, 25 April

Memberikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

(76)

09.15

Melakukan tekhik perawatan luka dengan prinsip steril

Membersihkan daerah sekitar sayatan dengan pembersihan yang tepat

Memperiksa daerah sayatan terhadap kemerahan, bengkak atau tanda tanda dehiscense atau eviserase

Monitoring sayatan untuk tanda dan gejala infeksi

Menganjurakan pasin untuk istirahat Membatasi jumlah pengunjung,yang sesuai

Menskrining semua pengunjung terkait penyakit menular

Mempertahankan asepsis untuk pasin beresiko Mempertahankan teknik-teknik isolasi yang sesuai Mengobservasi TTV Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

Hari/tanggal Waktu Implementasi Paraf

Kamis, 25 April

Memberikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

Mengajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka

Melakukan tekhik perawatan luka dengan prinsip steril

Membersihkan daerah sekitar sayatan dengan pembersihan yang tepat

(77)

10.25

Monitoring sayatan untuk tanda dan gejala infeksi

Menganjurakan pasin untuk istirahat Membatasi jumlah pengunjung,yang sesuai

Menskrining semua pengunjung terkait penyakit menular

Mempertahankan asepsis untuk pasin beresiko Mempertahankan teknik-teknik isolasi yang sesuai Mengobservasi TTV Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

Hari/tanggal Waktu Implementasi Paraf

Jumat, 26 April

Monitoring adanya tanda dan gejala infeksi sistematik dan local

Monitor kerentanan terhadap infeksi

Memberikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang mengalami) edema/ luka

Memperiksa kulit dan selaput lendir adanya kemerahan kehangatan ekstrim atau drainase Memperiksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka Meningkatkan asupan nutrisi yang cukup

Mengobservasi TTV Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan

Hari/tanggal Waktu Implementasi Paraf

Gambar

Gambar 2.1 Patofisiologi appendektomy
Tabel 2.1 Diagnosa dan Intervensi (NANDA, 2015), (NOC, NIC, 2013)
Tabel 4.1 Identitas Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah  Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan
Tabel 4.2 Riwayat Penyakit Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah  Keperawatan Kerusakan Intergritas Jaringan
+7

Referensi

Dokumen terkait

I , tanggal 25 Januari 2017 pukul 12:00 didapatkan data Subyektif yaitu klien mengatakan akan menerima keadaan yang dialami sekarang ini, dan data Obyektif yang

Subyek pada studi kasus ini adalah 2 klien yang mengalami post sectio caesarea dengan masalah hambatan mobilitas fisik di ruang nifas delima RSUD Bangil dengan 3 kali

Tujuan studi kasus ini adalah melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami stroke dengan masalah defisit perawatan diri.. Desain penelitian ini

Kerjasama antara tim kesehatan dan klien atau keluarga klien sangat diperlukan untuk keberhasilan asuhan keperawatan pada klien, komunikasi terpeutik dapat

Manfaat teoritis studi kasus ini adalah untuk pengembangan ilmu keperawatan terkait Asuhan Keperawatan pada Klien yang mengalami Decompensasi Cordis dengan

Gangguan Pertukaran Gas pada klien asma bronkhial merupakan masalah utama yang selalu muncul, karena pada umumnya klien mengeluhkan sesak dan batuk.Tujuan dari studi

Data lain menunjukkan responden saat sebelum diberikan intervensi relaksasi genggam jari mengalami gemetar pada tangan dengan gejala sering, dan setelah

Pada pengkajian klien tidak ditemukan kesenjangan antara fakta dan teori data subjektif Pada tinjauan kasus ini penulis mendapatkan hasil dari pengkajian yang