i
PENGARUH TERAPI SLOW STROKE BACK MASSAGE
DENGAN MINYAK ESSENSIAL LAVENDER
TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS
NYERI LOW BACK PAIN
Studi Dilakukan di Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal, Badung
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH :
A.A.AYU EMI PRIMAYANTHI NIM. 1102105028
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : A.A.Ayu Emi Primayanthi
NIM : 1102105028
Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak
Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain di
Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal, Badung.
Dalam penyusunan skripsi ini, berbagai bantuan, petunjuk, saran, serta
masukan penulis peroleh dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M.Kes sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan
menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS,AIF sebagai ketua PSIK Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana yang memberikan pengarahan dalam proses pendidikan.
3. Ns. Abdul Azis, S.Kep, M.Kes, sebagai pembimbing utama yang telah
membimbing dalam penyusunan skripsi sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini tepat waktu.
4. Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep, M.Kep, sebagai pembimbing pendamping yang
telah membimbing dalam penyusunan skripsi sehingga dapat menyelesaikan
vi
5. Ns. I Made Suindrayasa, S.Kep, sebagai pembimbing yang telah membimbing
dalam penyusunan proposal sehingga dapat menyelesaikan proposal tepat
waktu.
6. Pemilik Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian pada instansi yang
dipimpin.
7. Orang tua, saudara serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik
moral maupun materi serta kasih sayang yang diberikan sehingga penulis
dapat mengatasi segala hambatan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman PSIK FK UNUD 2011 yang telah membantu dalam penyusunan
skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik
yang bersifat membangun. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat menjadi acuan
dalam melakukan penelitian sehingga hasil penelitian nantinya dapat bermanfaat
bagi yang membutuhkan.
Denpasar, Mei 2015
vii ABSTRAK
Primayanthi, A.A.Ayu Emi. 2015. Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain di Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal, Badung. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Pembimbing (1) Ns. Abdul Azis, S.Kep, M.Kes (2) Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep, M.Kep.
Low Back Pain adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah. Nyeri ini dapat bersifat lokal atau radikuler maupun keduanya serta terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal. Penatalaksanaan nyeri tersebut biasanya dengan terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Intervensi nonfarmakologis dalam keperawatan untuk mengelola nyeri adalah stimulasi kutaneus, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing, dan hypnosis. Salah satunya dengan terapi slow stroke back massage yang dapat digabungkan dengan minyak essensial lavender. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada low back pain di klinik praktik perawat Latu Usadha. Jenis penelitian ini yaitu pre-eksperimental dengan menggunakan one group pre-test and post-test design without control yang dilakukan terhadap 24 responden dipilih dengan teknik insidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan skala nyeri VAS yang dilakukan sebelum dan setelah pemberian intervensi. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk lalu data diolah dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil pengolahan data didapatkan ρ=0,000 artinya ada pengaruh terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender terhadap penurunan intensitas nyeri low back pain. Hal ini didapatkan bahwa dengan pemberian terapi slow stroke back massage dengan minyak lavender dapat menurunkan nyeri pada low back pain.
Kata kunci : Slow Stroke Back Massage, Minyak Lavender, Low Back Pain
viii ABSTRACT
Primayanthi, A.A.Ayu Emi. 2015. The Effect of Slow Stroke Back Massage with Lavender Essential Oil To Decrease The Intensity Of Low Back Pain at Latu Usadha Nursing Clinics, Abiansemal Badung. Final Project, Nursing Department, Faculty of Medicine, Udayana University. Advisor (1) Ns. Abdul Azis, S.Kep, M.Kes (2) Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep, M.Kep.
Low Back Pain is pain that is felt in the lower back region. This pain can be local or radicular or both and felt among the bottom corner of the ribs to fold under the buttocks are in the lumbar region. Pain management is usually the pharmacological and non-pharmacological therapies. Cutaneous stimulation, distraction, relaxation, guided imagery, and hypnosis are examples of non-pharmacological interventions that are often used in nursing to manage pain, one of them with a slow-stroke back massage therapy combined with lavender essential oil. This study aims to determine the therapeutic effect of slow stroke back massage with lavender essential oil to decrease the intensity of pain in low back pain at Latu Usadha nursing clinics. This research uses a pre-experimental study using one group pre-test and post-test design without control conducted on 24 respondents selected by incidental sampling technique. Data collected by interview using VAS pain scale were performed before and after the intervention. Data using Shapiro Wilk normality test and then the data is processed by using the Wilcoxon test. Results obtained is ρ = 0.000 means there is a therapeutic effect of slow stroke back massage with lavender essential oil to decrease pain in low back pain. Therapy SSBM with lavender oil can reduce pain in low back pain.
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
2.1.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri ... 9
x 2.4Minyak Essensial Lavender
2.4.1Definisi Minyak Essensial ... 33
2.4.2Sifat Terapeutik Minyak Essensial ... 33
2.4.3Cara Penggunaan Minyak Essensial ... 34
2.4.4Cara Kerja Minyak Essensial ... 34
2.4.5Khasiat Minyak Essensial Lavender ... 35
2.4.6Kandungan dan Zat Aktif Minyak Lavender ... 35
2.5Pengaruh SSBM dengan Minyak Lavender dalam Menurunkan Nyeri .... 36
BAB III KERANGKA KONSEP
4.3Tempat dan Waktu Penelitian 4.3.1Tempat ... 44
4.3.2Waktu ... 44
4.4Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian 4.4.1Populasi ... 44
4.4.2Sampel ... 44
4.4.3Teknik Sampling ... 46
4.5Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.5.1Jenis Data yang Dikumpulkan ... 46
4.5.2Cara Pengumpulan Data ... 47
4.5.3Instrumen Pengumpulan Data ... 48
4.5.4Etika Penelitian ... 49
4.6Pengolahan dan Analisis Data 4.6.1Teknik Pengolahan Data ... 50
4.6.2Teknik Analisis Data ... 51
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian 5.1.1Kondisi Lokasi Penelitian ... 53
5.1.2Karakteristik Subjek Penelitian ... 54
5.1.3Hasil Pengamatan Terhadap Responden Sesuai Variabel Penelitian 56
5.1.4Hasil Analisis Data ... 58
5.2Pembahasan Hasil Penelitian 5.2.1Hasil Pengamatan Karakteristik Responden ... 60
xi
5.2.3Intensitas Skala Nyeri Setelah Diberikan Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial Lavender ... 65 5.2.4Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial
Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain ... 66 5.3Keterbatasan Penelitian ... 72
BAB VI PENUTUP
6.1Simpulan ... 73 6.2Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Skala Nyeri Wajah ... 16
Gambar 2 Skala Nyeri Verbal ... 17
Gambar 3 Skala Nyeri Numerik ... 17
Gambar 4 Skala Nyeri Analog Visual ... 18
Gambar 5 Kerangka Konsep ... 39
Gambar 6 Rancangan Penelitian ... 42
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Definisi Operasional Variabel ... 41
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 55
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 56
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Sebelum Terapi SSBM dengan minyak essensial lavender ... 57
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Setelah Terapi SSBM dengan minyak essensial lavender ... 57
Tabel 7 Uji Normalitas Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi ... 58
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Penelitian
Lampiran 2 : Anggaran Dana Penelitian
Lampiran 3 : SOP Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Lavender
Lampiran 4 : Lembar Pengumpulan Data Skala Analogi Visual
Lampiran 5 : Surat Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 6 : Surat Rekomendasi Melakukan Penelitian Oleh Pemerintah
Provinsi Bali
Lampiran 7 : Surat Ijin Mengadakan Penelitian Oleh Badan Kesbang Pol dan
Linmas Pemerintahan Kabupaten Badung
Lampiran 8 : Penjelasan Penelitian
Lampiran 9 : Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Oleh Klinik
Praktik Perawat Latu Usadha
Lampiran 11 : Master Tabel
Lampiran 12 : Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Lampiran 13 : Hasil Analisis Statistik Tendensi Sentral
Lampiran 14 : Uji Normalitas Data
Lampiran 15 : Uji Wilcoxon
Lampiran 16 : Dokumentasi Penelitian
xv
DAFTAR SINGKATAN
CRF : Corticotropin Releasing Factor
HNP : Hernia Nucleus Pulposus
IASP : International Association for Study of Pain
LBP : Low Back Pain
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SOP : Standar Operasional Prosedur
SSBM : Slow Stroke Back Massage
VAS : Visual Analogue Scale
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu tidak terlepas dari aktivitas atau pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut membutuhkan energi
dan kekuatan otot yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan berbagai
macam keluhan. Tulang punggung bawah berfungsi dalam pergerakan untuk
membungkuk atau memutar tubuh, serta berperan juga dalam menyokong tubuh
untuk berdiri, berjalan, dan mengangkat beban. Punggung bawah berperan dalam
hampir seluruh aktivitas tubuh sehari-hari. Nyeri yang tedapat pada punggung
bawah bisa membatasi banyak kegiatan dan menurunkan kualitas hidup
(Medicastore, 2011).
Aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat beban, menurunkan, mendorong,
menarik, melempar, memindahkan atau memutar beban dengan menggunakan
tangan atau bagian tubuh lainnya disebut manual material handling yang dapat
menyebabkan nyeri punggung bawah (Low Back Pain/LBP). Nyeri punggung
bawah akibat pekerjaan manual material handling, 50% diantaranya disebabkan
oleh aktivitas mengangkat beban, 9% karena mendorong dan menarik beban, 6%
karena menahan, melempar, memutar, dan membawa beban (Harianto, 2008
dalam Nurwahyuni 2012).
Menurut Rice (2002) dalam Shocker (2008) menyebutkan penyebab yang paling
2
otot punggung oleh karena aktivitas tubuh yang kurang baik serta tegangnya
postur tubuh. Selain itu berbagai penyakit juga dapat menyebabkan LBP seperti
osteoarthritis, osteoporosis, fibromyalgia, scoliosis, dan rematik. Kesalahan
postural atau gerakan tubuh yang tidak proporsional dalam waktu lama dan terus
menerus pada otot dan fascia akan menimbulkan nyeri kemudian terjadi spasme
otot pinggang dan otot akan mengalami iskemik.
Menurut penelitian WHO di Amerika prevalensi gangguan LBP berkisar 15-20%
dari populasi umum. Pada kelompok usia bekerja sekitar 50% mengaku pernah
mengalami keluhan LBP setiap tahunnya (Panduwinata, 2014). Menurut National
Health Insurance Swedia, LBP ditemukan pada 53% pekerja ringan dan 64%
pekerja berat (Meliala, dkk 2005). Data mengenai jumlah penderita LBP di RSUD
dr. Soedarso Pontianak didapatkan bahwa pada tahun 2010 sebanyak 189 kasus,
tahun 2011 sebanyak 63 kasus dan tahun 2012 sebanyak 959 kasus (Tuti, 2013).
Angka kejadian LBP di Bali berdasarkan data yang diperoleh dari poliklinik
Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, jumlah pasien
LBP yang menjalani rawat jalan dua tahun terakhir sebanyak 152 pasien daripada
tahun 2010 yakni sebanyak 249 pasien. Jumlah pasien LBP yang datang ke tempat
praktek fisioterapi perseorangan dua tahun terakhir berjumlah 270 pasien (Endah,
2013).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Klinik Praktek Perawat Latu
Usadha tanggal 30 Oktober 2014 didapatkan bahwa rata-rata sekitar 2 orang/hari
pasien datang dengan keluhan low back pain. Pada klinik tersebut juga didapatkan
3
360 orang dan sekitar 18% pasien atau 67 orang pasien mengalami keluhan low
back pain. Sebagian besar pasien yang datang dengan keluhan tersebut rata-rata
berusia diatas 35 tahun, karena pada usia tersebut tulang belakang akan
mengalami proses degenerasi yang menimbulkan nyeri punggung bawah.
Adanya nyeri membuat penderita seringkali takut untuk bergerak sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan produktifitas.
Mengalami nyeri sudah cukup membuat pasien frustasi dalam menjalani
kehidupan dan aktivitas sehari-hari sehingga dapat mengganggu kualitas hidup
pasien. Oleh karena itu terapi utama diarahkan untuk menangani nyeri ini (Potter
& Perry, 2005).
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi
nonfarmakologi. Terapi farmakologi dengan menggunakan siklooksigenase
inhibitor (COX inhibitor) sering menimbulkan efek samping gangguan
gastrointestinal (Kozier, 2004). Intervensi nonfarmakologis merupakan intervensi
yang cocok untuk pasien yang merasa cemas terhadap efek samping yang
ditimbulkan oleh terapi farmakologi. Stimulasi kutaneus, distraksi, relaksasi,
imajinasi terbimbing dan hipnosis adalah contoh intervensi nonfarmakologis yang
sering digunakan dalam keperawatan untuk mengelola nyeri (Potter & Perry,
2005).
Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit untuk menghilangkan nyeri dengan
melakukan massase dan sentuhan, salah satunya dengan Slow Stroke Back
4
dapat dilakukan di rumah, sehingga memungkinkan pasien dan keluarga
melakukan upaya dalam mengontrol nyeri (Potter & Perry, 2005). Hal ini dapat
membantu kemandirian pasien dan keluarga dalam mengatasi nyeri, khususnya
bagi pasien yang sulit menjangkau fasilitas pelayanan medis. Selain itu dalam
pemberian terapi SSBM tidak perlu menggunakan alat khusus yang membutuhkan
biaya yang besar sehingga terapi ini dapat diberikan kepada masyarakat mulai dari
tingkat ekonomi atas hingga masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pada
penelitian yang berjudul Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas
Nyeri Reumatik Pada Lansia di Wilayah Puskemas Pembantu Karang Asem oleh
Kristanto (2011) menyatakan bahwa lansia yang diberikan terapi back massage
mengalami penurunan nyeri reumatik dari intensitas sedang menjadi ringan.
Selain untuk menghilangkan nyeri terapi SSBM juga dapat menghilangkan rasa
cemas dan memberikan efek menenangkan apabila dikombinasikan dengan
wangi-wangian seperti aromaterapi. Aromaterapi selain dapat merangsang
stimulus penciuman dapat pula digunakan sebagai pelembab saat melakukan
terapi pijat atau massase. Gabungan dari dua intervensi ini diharapkan
menghasilkan pencapaian yang lebih maksimal dalam menurunkan rasa nyeri
pada punggung bawah.
Sharma (2009) mengatakan bahwa bau berpengaruh secara langsung terhadap
otak seperti obat analgesik. Mencium lavender akan meningkatkan
gelombang-gelombang alfa didalam otak dan membantu untuk merasa rileks. Berdasarkan
penelitian Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien
5
perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender
yakni berpengaruh dalam penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi
bedah mayor (Bangun, 2013).
Aromaterapi lavender merupakan salah satu aromaterapi yang paling digemari.
Bunga lavender yang berbentuk kecil dan berwarna ungu ini dapat memberikan
efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang setelah beraktivitas (Wahyuni,
2014). Minyak esensial lavender paling umum digunakan untuk masase karena
kandungan aldehid yang bersifat iritatif bagi kulit hanya 2% serta tidak bersifat
toksik. Kandungan ester pada bunga lavender bekerja dengan lembut di kulit dan
memberikan efek menenangkan (Price, 2007).
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik klinik didapatkan data bahwa
pasien yang sama terkadang datang kembali dengan keluhan yang sama tetapi
dengan skala nyeri yang berbeda sehingga terapi yang biasanya diberikan
beragam diantaranya adalah terapi bekam, akupunktur atau dilakukan terapi
bekam/akupunktur dan digabungkan dengan terapi massase, namun belum pernah
dilakukan terapi Slow Stroke Back Massage dengan minyak essensial lavender.
Berdasarkan latar belakang dan literatur di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak
Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain di
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan uraian latar belakang diatas maka dapat diambil suatu
rumusan masalah “Apakah Ada Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage
dengan Minyak Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada
Pasien Low Back Pain di Klinik Praktik Perawat Latu Usadha?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi slow stroke back massage dengan minyak
essensial lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada low back pain di
Klinik Praktek Perawat Latu Usadha.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik pasien yang mengalami low back pain (umur,
jenis kelamin, dan pekerjaan).
b. Mengidentifikasi skala nyeri pada pasien dengan low back pain sebelum
dilakukan terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender.
c. Mengidentifikasi skala nyeri pada pasien dengan low back pain setelah
dilakukan terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender.
d. Menganalisis pengaruh terapi slow stroke back massage dengan minyak
7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Sebagai pustaka dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan
komplementer dalam memberikan intervensi kepada pasien yang mengalami
keluhan low back pain dengan metode kompelementer yaitu terapi slow stroke
back massage dengan minyak essensial lavender.
b. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti manfaat lain dari
terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender selain
berpengaruh terhadap skala nyeri pada low back pain.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat agar menggunakan
terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender sebagai
pilihan terapi komplementer selain terapi farmakologis dalam mengatasi
keluhan nyeri low back pain.
b. Membantu pasien terutama dengan keluhan low back pain agar dapat mengatasi
keluhan nyeri yang dirasakan dengan menggunakan terapi komplementer yaitu
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Nyeri
2.1.1 Definisi Nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun
berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang
tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran
seseorang, mengatur aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut. Tidak
ada dua orang yang mengalami nyeri dengan cara yang benar-benar sama. Selain
itu, perbedaan persepsi dan reaksi secara individual, dan banyaknya penyebab
nyeri, menimbulkan situasi yang kompleks bagi perawat ketika membuat sebuah
rencana untuk mengatasi nyeri dan menyediakan kenyamanan (Berman &
9
2.1.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi
pengalaman nyeri individu. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan
bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan
perawatan pasien yang mengalami nyeri (Potter & Perry, 2006). Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain menurut Potter & Perry
(2006) :
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang memengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua
kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa
bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan
beranggapan semua hal yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri.
Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak mempunyai kesulitan
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau
perawat.
Lansia cenderung mengabaikan lama nyeri sebelum melaporkannya atau mencari
perawatan kesehatan karena sebagian dari mereka menganggap nyeri menjadi
bagian dari proses penuaan yang normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari
perawatan kesehatan karena mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit
yang serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatan pengobatan harus didasarkan
10
b. Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai
respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan
faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis dimana seorang perempuan dapat menangis
dalam waktu yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek
penelitian yang melibatkan pria dan wanita.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Masyarakat menganggap nyeri seperti tamparan tangan
dihubungkan dengan kepatuhan dan rasa bersalah. Individu yang yang secara
sadar atau tidak sadar memandang nyeri sebagai hukuman untuk menebus
kesalahan mereka. Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan
memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya
dapat membantu untuk mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan
dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan
mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih
akurat dalam mengkaji nyeri sehingga lebih efektif dalarn menghilangkan nyeri
11
d. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri memengaruhi pengalaman nyeri
dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat
dengan latar belakang budaya individu tersebut.
e. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat
terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik
imajinasi terbimbing, dan massase.
f. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali
meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga menimbulkan suatu perasaan
ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas.
g. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat
menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam
12
h. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya
tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri
berat, maka ansietas dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri
dengan jenis sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut berhasil
dihilangkan akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan
sensasi nyeri.
i. Gaya Koping
Seseorang yang mengalami nyeri secara terus-menerus akan kehilangan kontrol
termasuk tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Pasien
sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.
Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber
koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan, dan bernyanyi dapat
digunakan sebagai rencana untuk mendukung dan menurunkan nyeri pasien.
Seorang pasien mungkin tergantung pada dukungan emosional dari anak-anak,
keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat diminimalkan.
Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdoa dan
13
j. Dukungan Keluarga Dan Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari
orang terdekat. Orang-orang yang mengalami nyeri sering bergantung pada
keluarga untuk mendukung pasien, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran
keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.
Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam
menghadapi nyeri.
2.1.3 Klasifikasi Nyeri
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya
datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cedera spesifik jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik. Nyeri akut biasanya menurun sejalan
dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung
beberapa detik hingga enam bulan (Brunner & Suddarth, 2005). Secara fisiologis
terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah
perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu
periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan
sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering
didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih
14
Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan
neuropatik (Potter & Perry, 2006).
a. Nyeri nosiseptif
Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature” dan dalam hal ini ujung
saraf nosiseptif menerima informasi tentang stimulus yang mampu merusak
jaringan. Nyeri nosiseptif bersifat tajam dan berdenyut (Potter & Perry, 2006).
b. Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif terhadap
sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain nyeri
somatik, nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit
(superficial) pada otot dan tulang. Jenis lainnya adalah nyeri menjalar (referred
pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan
yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cedera organ viseral. Nyeri visceral
adalah nyeri yang berasal dari bermacam-macam organ viscera dalam abdomen
dan dada (Guyton & Hall, 2008).
2.1.4 Fisiologi Nyeri
Terdapat tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf aferen
atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron, dan sel saraf eferen atau
neuron motorik. Sel-sel saraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang
menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sumsum tulang belakang dan otak.
Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon
15
stimulus nyeri disebut nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang
nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin,
bradikinin, leukotrien, substansi P, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan
mensensitasi ujung saraf dan menyampaikan impuls ke otak (Farida, 2010).
Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di
sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord. Pesan kemudian dihantarkan ke
thalamus, pusat sensoris di otak dimana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan
sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana
intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai
tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Pada bagian dorsal, zat kimia
seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka
(Potter & Perry, 2006).
Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang
terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup.
Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau mengelus secara lembut di
dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga rnencegah transmisi impuls
nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya motivasi dari
individu yang bersemangat ingin sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya
nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2006).
Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh
meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis
16
peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot,
dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti
nyeri dalam, berat, berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah,
kelemahan, kelelahan, dan pucat.
2.1.5 Pengukuran Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh setiap orang.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien menurut Gunawan (2012) :
a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale :
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.
17
b. Verbal Rating Scale (VRS) :
Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima
poin yaitu: tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.
Gambar 2 Skala Nyeri Dengan Verbal
c. Numerical Rating Scale (NRS)
Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan
angka 0-10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri, angka 5 menunjukkan
nyeri sedang dan 10 menunjukkan nyeri yang hebat.
Gambar 3 Skala Nyeri Dengan Angka
d. Visual Analogue Scale (VAS)
Skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri
dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat
18
skala VAS lebih gampang, efisien, dan lebih mudah dipahami oleh penderita
dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS lebih direkomendasikan
karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga secara metodologis
kualitasnya lebih baik, dimana penggunaannya relatif mudah, hanya dengan
menggunakan beberapa kata sehingga kosakata tidak menjadi permasalahan dan
VAS dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS 0 menandakan tidak
ada nyeri, 1-3 menandakan nyeri ringan, nilai 4-6 menandakan nyeri sedang, nilai
7-9 menandakan nyeri berat dan nilai 10 menandakan nyeri sangat berat.
Gambar 4 Skala Nyeri Dengan Analogi Visual (Sumber : Erdek &
Pronovost,2004)
2.2 Low Back Pain
2.2.1 Definisi Low Back Pain
Low Back Pain adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah.
Nyeri ini dapat bersifat lokal atau radikuler maupun keduanya serta terasa diantara
sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal. Nyeri ini
kerap kali disertai dengan penjalaran hingga ke arah tungkai dan kaki. Nyeri ini
19
2005). Sumber lain mengatakan, Low back pain adalah nyeri di daerah punggung
antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor)
yakni daerah L1-L5 dan S1-S5. Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti
punggung bagian atas dan pangkal paha.
Menurut Harsono (2009), Klasifikasi low back pain adalah sebagai berikut :
a. Nyeri Punggung Bawah Viserogenik
Keluhan low back pain yang disebabkan adanya proses patologik di ginjal atau
viscera di daerah pelvis. Sifat nyeri jenis ini tidak dipengaruhi oleh aktivitas yang
dilakukan oleh penderita serta tidak akan berkurang meski penderita melakukan
istirahat atau bed rest. Penderita low back pain jenis ini mengalami nyeri hebat
akan selalu menggeliat dalam upaya untuk meredakan perasaan nyerinya.
b. Nyeri Punggung Bawah Vascular
Aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri punggung
atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat menimbulkan nyeri
punggung bawah di bagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas
tubuh.
c. Nyeri Punggung Bawah Neurogenik
Keadaaan patologik pada saraf dapat menyebabkan low back pain , yaitu :
1) Neurogenik
Neoplasma interkanalis spinal sering ditemukan ialah neurioma, hemangloma,
ependioma, dan meningioma. Nyeri yang diakibatkan neoplasma ini sering sulit
dibedakan dengan nyeri akibat Hernia nucleus pulposus (HNP). Pada umumnya
20
gangguan motorik, sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul waktu
sedang tertidur sehingga membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang dengan
berjalan.
2) Araknoiditis
Pada araknoiditis terjadi perlengketan-perlengketan. Nyeri timbul bila terjadi
penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersbut.
3) Stenosis Kanalis Spinalis
Menyempitnya kanalis spinalis disebabkan karena proses degenerasi diskus
intervertebralis dan biasanya disertai oleh ligamentum. Gejala klinik yang timbul
adalah adanya rasa kesemutan dan pada saat penderita istirahat rasa nyerinya
masih tetap ada.
d. Nyeri Punggung Bawah Spondilogenik
Nyeri punggung bawah spondilogenik adalah keluhan low back pain yang
disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari
unsur tulang (osteogenik), diskus intervertebralis (diskogenik) dan miofasial
(miogenik) dan proses patologik di artikulasio sakroiliaka.
Nyeri punggung bawah osteogenik disebabkan oleh :
1) Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral atau spondilitis
tuberkulosa, yang masih sering dijumpai meskipun jarang ditemui di daerah
lumbal, karena predileksinya di daerah torakal.
2) Trauma, yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis
21
Nyeri punggung bawah diskogenik disebabkan oleh :
1) Spondilitis, ini disebakan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus
vertebralis, yang mengakibatkan menyempitnya jarak antara vertebra sehingga
menyebabkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen
intervertebrale dan irirtasi persendian posterior. Rasa nyeri pada spondilitis
ini disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh
kantong durameter yang mengakibatkan iskemi dan radang.
2) Hernia nucleus pulposus (HNP) adalah keadaan dimana nucleus pulposus
keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui
annulus fibrosus yang robek. Penonjolan dapat terjadi di bagian lateral dan ini
banyak terjadi, disebt HNP lateral, dapat pula terjadi di bagian tengah dan
disebut HNP sentral. Dasar terjadinya HNP ini adalah proses degenerasi
diskus intervertebralis, maka banyak terjadi pada usia pertengahan.
3) Spondilitis ankilosa, proses ini biasanya mulai dari sendi sakroiliaka, yang
kemudian menjalar ke atas, ke daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa
kaku di punggung bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah melakukan
beberapa gerakan. Pada foto rontgen terlihat gambaran mirip dengan ruas-
ruas bambu sehingga disebut bamboo spine.
Nyeri punggung bawah miogenik, disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot,
defisiensi otot dan hipersensitivitas
1) Ketegangan otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau
22
menimbulkan perasaan nyeri. Keadaan ini tidak akan terlepas dari kebiasaan
buruk atau sikap tubuh yang tidak atau kurang fisiologik.
2) Spasme otot atau kejang otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana
jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang
pemanasan. Spasme otot ini memberi gejala khas, ialah dengan adanya
kontraksi otot yang disertai nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan
memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.
3) Defisiensi otot, dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari
mekanisme yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun karena
imobilisasi.
4) Otot yang hipersensitif, akan menciptakan satu daerah kecil apabila
dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu
(target area). Daerah kecil disebut sebagai noctah picu (trigger point).
e. Nyeri punggung bawah psikogenik
Nyeri jenis ini tidak jarang ditemui, tetapi biasanya ditemukan setelah dilakukan
pemeriksaan yang lengkap, dan hasilnya tidak memberikan jawaban yang pasti.
Hal ini memang bersifat legeartis, dimana semua kemungkinan faktor organik
tidak dapat dibuktikan sebagai faktor etiologi nyeri punggung bawah. Nyeri
punggung bawah psikogenik pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa
atau kecemasan dan depresi atau campuran antara kecemasan dan depresi.
Selain itu, IASP dalam Yuliana (2011) juga membagi low back pain ke dalam :
1. Low Back Pain Akut, telah dirasakan kurang dari 3 bulan.
23
3. Low Back Pain Subakut, telah dirasakan minimal 5-7 minggu, tetapi tidak lebih
dari 12 minggu.
2.2.2 Etiologi Low Back Pain
Kebanyakan low back pain disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah
muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen
lumbosakral dan kelemahan otot, spondiloarthrosis, stenosis tulang belakang,
masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai). Penyebab
lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal,
aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan low back pain
akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas (Potter & Perry,
2006).
Faktor-faktor lain seperti obesitas, stress, depresi, ketergantungan alkohol dan
obat analgetik, kelainan sistem vaskuler dan psikogenik, dan beban kerja yang
berat juga menjadi pemicu timbulnya keluhan low back pain ini. Menurut
Mutargh (2003), low back pain dapat timbul akibat adanya peregangan atau
laserasi pada ligament (sprain) atau peregangan yang berlebihan dari otot atau
sendi (strain) atau postur yang tidak tepat. Low back pain berat biasanya
disebabkan karena adanya cedera pada sendi tulang punggung, termasuk
permukaan sendi dan disk yang mengakibatkan nyeri pada jaringan atau serabut
saraf yang ada di dekatnya. Keadaan ini biasa terjadi ketika membungkuk,
khususnya ketika mengangkat sesuatu yang berat. Penyebab nyeri punggung
24
Osteoartrhitis, proses metastase, fraktur tulang punggung, hingga kelainan
bawaan seperti lordosis maupun skoliosis.
2.2.3 Patofisiologi
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun
atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksible (diskus intervertebralis) yang
diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligament dan otot
paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan
fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang
maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan
menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Kolumna
vertebralis membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan
toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Mengangkat beban berat
pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu
mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat
faset joint lepas dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua
permukaan faset sendi menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang
akhirnya menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Obesitas,
masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan dapat berakibat nyeri
punggung (Brunner and Suddarth, 2005).
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks
25
Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab low back pain. Diskus
lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S5, menderita stress paling berat dan perubahan
degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan
penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan
nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut (Brunner and Suddarth, 2005).
2.2.4 Penatalaksanaan
Oleh karena penyebab LBP sangat beraneka ragam maka tatalaksananya juga
bervariasi. Namun dikenal dua tahapan terapi LBP, yaitu: konservatif dan operatif
(Harsono, 2009).
1. Terapi Konservatif
Cara konservatif meliputi bed rest (rehat baring), medikamentosa dan fisioterapi.
a) Bed Rest
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan
sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau peer. Tempat
tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah
baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri punggung mekanik akut, fraktur, dan
HNP. Pada HNP sikap terbaring paling banyak ialah dalam posisi setengah
duduk dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul atau lutut. Lama
tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan
penderita.
b) Mendikamentosa
Ada dua jenis obat dalam tatalaksana LBP ini, ialah obat yang bersifat
26
salisilat, paracetamol, kortikosteroid, anti-inflamasi non steroid (AINS),
antidepresan, diazepam, dan klordiasepoksid. Obat-obatan kausal misalnya
antituberkulosis, antibiotika untuk spondilitis piogenik, nukleolisis misalnya
khimopapain, kolagenase (untuk HNP).
c) Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan
yang lebih dalam) misalnya pada HNP, trauma mekanik akut, serta traksi
pelvis untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.
1) Terapi Panas
Terapi menggunakan kantong dingin-kantong panas. Dengan menaruh
sebuah kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau
sakit selama 5-10 menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam rasa nyeri masih
terasa gunakan heating pad (kantong hangat).
2) Elektro Stimulus
3) Akupuntur
4) Traction, helaan atau tarikan pada badan (punggung) untuk kontraksi otot
5) Ultra Sound
6) Radiofrequency Lesioning, dengan menggunakan impuls listrik untuk
merangsang saraf, seperti :
a) Spinal Endoscopy, dengan memasukkan endoskopi pada kanalis
spinalis untuk memindahkan atau menghilangkan jaringan scar.
b) Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS).
27
d) Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), menggunakan
alat dengan tegangan kecil.
7) Alat Bantu
a. Back corsets.
Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk
mengatasi Low Back Pain yang dapat membungkus punggung dan
perut.
b. Tongkat jalan.
2. Terapi komplementer
Terapi komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersama-sama dengan
terapi lain dan bukan untuk menggantikan terapi medis. Namun terapi
komplementer dapat digunakan sebagai single therapy ketika digunakan untuk
meningkatkan kesehatan. Saat ini banyak terapi komplementer yang dilakukan
untuk mengatasi keluhan nyeri pada pasien low back pain seperti akupunktur,
reiki, massage, terapi bekam, herbal dan hipnoterapi. Terapi komplementer dapat
bekerja dengan efek analgetik langsung (seperti akupunkutur, bekam, akupresur,
massage), menghasilkan efek anti inflamasi (seperti obat-obatan herbal), atau
distraksi (seperti terapi musik) yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri,
menimbulkan relaksasi, meningkatkan kualitas tidur serta mengurangi tingkat
28
3. Terapi Operatif
Pada dasarnya terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif
selama 3-4 minggu tidak memberikan hasil yang nyata atau terhadap kasus fraktur
yang langsung mengakibatkan defisit neurologis, ini memerlukan tindakan segera
(cito). Defisit neurologis yang dapat diketahui adalah gangguan fungsi otonom
dan paraplegia. Pada kasus HNP, tindakan operatif perlu dikerjakan apabila terapi
konservatif tidak memberi hasil atau kambuh berulang-ulang, atau telah terjadi
defisit neurologik (Harsono, 2009).
2.3 Terapi Slow Stroke Back Massage
2.3.1 Definisi
Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan
nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorfin, sehingga memblok
transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan transmisi
serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga
menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil
sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri. Slow-Stroke Back
Massage (SSBM) adalah tindakan masase punggung dengan usapan yang perlahan
selama 10 menit (Potter & Perry, 2006).
Slow-Stroke Back Massage merupakan intervensi keperawatan yang diberikan
dengan cara memberikan usapan secara perlahan, tegas, berirama dengan kedua
tangan menutup area selebar lima cm diluar tulang belakang yang dimulai dari
29
2.3.2 Mekanisme Kerja
SSBM menstimulasi saraf-saraf superfisial di kulit yang kemudian diteruskan ke
otak di bagian hipotalamus. Sistem saraf desenden melepaskan opiat endogen,
seperti endorfin. Pengeluaran endorfin mengakibatkan meningkatnya kadar
endorfin dalam tubuh yang merangsang produksi hormon dopamin dan hormon
serotonin. Hormon dopamin yang meningkat menyebabkan kecemasan berkurang
sedangkan hormon serotonin yang meningkat dapat mengurangi gangguan tidur
(Potter & Perry, 2006).
Pengeluaran hormon endorfin dapat memblok transmisi stimulus nyeri sehingga
menurunkan kecemasan dan nyeri. Sentuhan dan masase merupakan teknik
integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Sistem saraf
desenden bekerja melepaskan neuroregulator yang menghambat transmisi
stimulus nyeri. Neuron beta-A menstimulasi mekanoreseptor yang menyebabkan
menurunnya transmisi delta-A dan C sehingga menutup mekanisme pertahanan
dan mengurangi persepsi nyeri (Potter & Perry, 2006).
2.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi
SSBM tidak boleh dilakukan pada kulit di daerah punggung yang mengalami luka
bakar, luka memar, ruam kulit, inflamasi, dan kulit di bawah tulang yang fraktur
dikarenakan memijat jaringan yang sensitif dapat menyebabkan cedera jaringan
yang lebih lanjut sedangkan memijat di daerah kulit yang kemerahan
meningkatkan kerusakan kapiler pada jaringan di bawahnya (Potter & Perry,
30
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan indikasi untuk SSBM, yaitu
untuk penurunan intensitas nyeri, menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kualitas tidur (Kozier, et al. 2004).
2.3.4 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Menurut Potter & Perry (2006) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
tindakan SSBM, yaitu :
a) Menanyakan kepada pasien apakah pasien menyukai SSBM dikarenakan
beberapa pasien tidak menyukai kontak secara fisik.
b) Perlu diperhatikan kemungkinan adanya alergi atau kulit mudah terangsang,
sebelum memberikan lotion.
c) Mengidentifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau
vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang
menjadi kontraindikasi untuk masase punggung.
d) Hindari untuk melakukan masase pada area kemerahan, kecuali bila
kemerahan tersebut hilang sewaktu dimasase.
e) Menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.
f) Memperhatikan adanya tanda-tanda pasien tidak nyaman selama tindakan
dilakukan.
2.3.5 Metode
Tehnik untuk SSBM dilakukan dengan beberapa pendekatan, tetapi salah satu
metode yang dilakukan ialah dengan mengusap kulit pasien secara perlahan dan
31
suatu area yang lebarnya lima cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang, dari
ujung kepala sampai area sakrum. Tehnik ini berlangsung selama 3-10 menit
(Potter & Perry, 2006).
2.3.6 Prosedur Pelaksanaan
Prosedur kerja SSBM menurut Potter & Perry (2006) dalam Arisanti (2012)
dijelaskan sebagai berikut:
a. Identifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau
vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka.
b. Persiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.
c. Persilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama intervensi, bisa tidur
miring, telungkup, atau duduk. Bantu pasien pada posisi yang nyaman.
d. Buka punggung pasien, bahu, lengan atas, dan bokong. Tutup sisanya dengan
selimut mandi.
e. Cuci tangan dan hangatkan lotion di telapak tangan. Peneliti mencuci tangan
dalam air hangat. Hangatkan lotion di telapak tangan atau tempatkan botol
lotion ke dalam air hangat. Tuang sedikit lotion di tangan. Jelaskan pada
responden bahwa lotion akan terasa dingin dan basah. Ratakan lotion mulai
dari bahu hingga bokong.
f. Letakkan tangan pada bokong, masase dalam gerakan melingkar. Usapkan ke
atas dari bokong ke bahu. Masase di atas scapula dengan gerakan lembut dan
tegas. Lanjutkan dalam satu usapan lembut ke lengan atas dan secara lateral
32
g. Jangan biarkan tangan anda terangkat dari kulit pasien dan lanjutkan pola
masase selama sepuluh menit.
h. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu pasien bahwa perawat
mengakhiri usapan.
i. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung pasien dengan handuk
mandi. Ikat kembali gaun atau bantu memakai baju/piyama. Bantu pasien
posisi yang nyaman.
j. Letakkan handuk yang kotor pada tempatnya dan cuci tangan.
k. Tanyakan pasien tentang kenyamanan.
l. Catat respons terhadap masase.
m. Beri tahu pasien tindakan telah selesai dilakukan.
n. Beri reinforcement positif.
o. Lakukan kontrak selanjutnya.
p. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik.
q. Bereskan alat jika tindakan telah selesai.
2.4 Minyak Essensial Lavender
2.4.1 Definisi Minyak Essensial
Minyak essensial merupakan hasil sulingan ekstrak tanaman biasanya juga disebut
sebagai minyak atsiri. Tanaman dan ekstraknya sudah digunakan dalam waktu
yang cukup lama untuk meringankan rasa nyeri, membantu penyembuhan,
membunuh kuman dan untuk memulihkan serta mempertahankan kesehatan
tubuh. Minyak essensial dapat digunakan tanpa menimbulkan banyak efek
33
2.4.2 Sifat Terapeutik Minyak Essensial
Hal terpenting yang menjadi alasan minyak essensial disukai yaitu karena
aromanya yang menyenangkan bahkan banyak sekali digunakan dalam keperluan
rumah tangga seperti lemon dan lavender, dan jauh lebih aman bila dibandingkan
dengan pemakaian karbol (Price, 2006). Minyak dari tanaman mempunyai
kemampuan inflamasi, antiseptik, analgesik, perangsang selera makan,
perangsang sirkulasi, dan sedatif.
2.4.3 Cara Penggunaan Minyak Essensial
Hampir semua minyak esensial tidak dapat diberikan langsung pada kulit dan
harus diencerkan terlebih dahulu dengan minyak pembawa. Pengenceran normal
adalah 2,5% dari minyak esensial murni, untuk 15 tetes (± 1 ml) minyak esensial
perlu diencerkan dengan 1 ounce (± 30 ml) minyak pembawa (Isabella, 2011).
2.4.4 Cara Kerja Minyak Essensial
a) Absorbsi melalui Kulit
Berdasarkan kerutannya dalam lipid yang ditemukan di dalam stratum
korneum, minyak essensial dianggap mudah diserap. Penyerapan senyawa ini
berlangsung ketika senyawa ini melewati lapisan epidermis kulit dan masuk
ke dalam saluran limfe, kelenjar keringat, saraf, serta masuk ke dalam aliran
darah dan menuju ke setiap sel tubuh untuk bereaksi (Djilani & Dicko, 2012).
b) Pemberian melalui Nasal
Jika minyak essensial dihirup, molekul-molekul yang ada pada minyak
langit-34
langit hidung terdapat bulu-bulu halus yang menjulur dari sel-sel reseptor ke
dalam saluran hidung. Ketika molekul minyak tertahan pada bulu-bulu ini
suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus
olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu memori dan
emosional yang lewat hipotalamus bekerja sebagai regulator yang
menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian otak dan bagian tubuh lainnya.
Pesan yang diterima akan diubah sehingga terjadi pelepasan zat-zat
neurokimia yang bersifat euforik, relaksan, sedatif, atau stimulan menurut
keperluan tubuh (Djilani & Dicko, 2012).
c) Pijat
Aromaterapi apabila digunakan melalui pijat dilakukan dengan langsung
mengoleskan minyak essensial yang telah dipilih di atas kulit. Minyak esensial
baru bisa digunakan setelah dilarutkan dengan minyak dasar seperti minyak
zaitun, minyak kedelai, dan minyak tertentu lainnya (Departement of Health,
2007).
2.4.5 Khasiat Minyak Essensial Lavender
Aromaterapi Lavender yang umum digunakan dalam perawatan memiliki nama
latin lavunda angustifolia. Minyak lavender ini berasal dari bunga lavender,
wanginya segar sekaligus menenangkan. Kandungan zat aktif yang dimiliki
lavender berkhasiat sebagai penghilang rasa sakit, antiseptik, meregenerasi sel
kulit dan menenangkan sel saraf, mengatasi ketegangan otot, dan mengatasi
35
2.4.6 Kandungan dan Zat Aktif Minyak Lavender
Minyak lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga lavender. Komponen
kimia utama yang dikandungnya adalah ester jenis linalil asetat, linalool, alkohol,
oksida, keton dan aldehid. Minyak lavender sangat bersifat serba guna, sangat
cocok untuk merawat kulit terbakar, terkelupas, dan juga membantu kasus
insomnia (Agusta, 2000). Lavender juga bersifat analgesik; untuk nyeri kepala,
nyeri otot, bersifat antibakterial, antifungal, antiinflamasi, antiseptik, dan
penenang. Sejauh ini tidak ada kontraindikasi yang diketahui dan tidak terdapat
iritasi atau sensitisasi jika digunakan pada kulit dan juga tidak mengiritasi mukosa
(Price, 2006).
2.5 Pengaruh SSBM dengan Minyak Lavender dalam Menurunkan Nyeri
Penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi nyeri dan
membantu mengurangi ketegangan otot yang dapat meningkatkan nyeri. Stimulus
nyeri yang mencapai ambang nyeri akan menyebabkan aktivasi reseptor dan
terjadi penjalaran impuls nyeri oleh serabut saraf A delta dan C. Adanya impuls
ini akan menyebabkan gerbang nyeri di substansia gelatinosa terbuka. Namun
dengan pemberian stimulasi kutan berupa usapan punggung (SSBM), dimana
stimulus ini direspons oleh serabut A beta yang lebih besar, maka stimulus ini
akan mencapai otak lebih dahulu, dengan demikian akan menutup gerbang nyeri
sehingga persepsi nyeri tidak timbul. Sistem kontrol desenden juga akan bereaksi
dengan melepaskan endorphin yang merupakan morfin alami tubuh sehingga
36
Hal ini sejalan dengan penelitian Husna (2012) mengenai efektivitas SSBM
terhadap perubahan intensitas nyeri LBP menyatakan bahwa setelah massase ini
diberikan pada 32 ibu rumah tangga dan dilakukan analisa data didapatkan nilai
p=0.0001 (p <0.05) yang berarti bahwa terdapat perubahan intensitas nyeri
sebelum dan sesudah diberikan terapi SSBM, sehingga terapi ini efektif dalam
menurunkan nyeri pada pasien LBP. Terapi ini juga dapat membuat pasien lebih
mandiri dalam memanajemen nyeri karena terapi ini murah, mudah dan tidak
memerlukan alat khusus untuk melakukannya. Massase sederhana dengan minyak
essensial digunakan untuk memudahkan penetrasi minyak tersebut pada kulit.
Aromaterapi bekerja dengan merangsang sel-sel saraf penciuman dan
mempengaruhi kerja sistem limbik dengan meningkatkan perasaan positif dan
rileks (Brunner & Suddarth, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2014) mengenai massase ektremitas
dengan minyak lavender terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi dengan
jumlah sampel sebanyak 38 responden yang berumur 55-65 tahun. Hasil rata-rata
tekanan darah sistolik sebelum intervensi adalah 140,00 mmHg dan rata-rata
tekanan darah sistolik setelah intervensi adalah 133,95 mmHg dengan nilai p
value= 0,000 sedangkan tekanan darah diastolik sebelum intervensi adalah 90,00
mmHg dan rata-rata tekanan diastolik setelah intervensi adalah 80,00 mmHg
dengan nilai p value=0.005 yang berarti bahwa ada pengaruh massase ekstremitas
dengan aromaterapi lavender terhadap penurunan tekanan darah lansia hipertensi,
sehingga massase ini efektif dalam menurunkan tekanan darah pada lansia
37
penurunan nyeri post sectio cesarean dengan minyak aromaterapi lavender
dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden didapatkan nilai p=0,000 (p=0,05)
yang berarti bahwa aromaterapi lavender dapat menurunkan nyeri pada ibu post