• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA HASIL PENDIDIKAN WASIT SEPAKBOLA TINGKAT CIII, CII, DAN CI DENGAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN TUGAS DI WILAYAH KOTA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA HASIL PENDIDIKAN WASIT SEPAKBOLA TINGKAT CIII, CII, DAN CI DENGAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN TUGAS DI WILAYAH KOTA BANDUNG."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA HASIL PENDIDIKAN WASIT SEPAKBOLA TINGKAT CIII, CII, DAN CI DENGAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN TUGAS DI WILAYAH

KOTA BANDUNG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Olahraga

Oleh

SALMAN, S.Pd 1102642

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

PEMBIMBING:

Pembimbing 1

Dr. Nurlan Kusmaedi, M.Pd NIP. 195301111980031002

Pembimbing 2

Agus Rusdiana. M.Sc., Ph.D NIP.197608122001121001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Olahraga

(3)
(4)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

(5)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………... 81

A. Kesimpulan……….. 81

B. Rekomendasi……….... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 85

(6)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Format Physical Fitness Test Wasit Lari 40 m……….. 54 3.2 Format Physical Fitness Test Wasit Lari 150 m, Istirahat (Jalan) 50 ….. 54 3.3 Interpretasi Angka Korelasi……… 60 4.1 Deskripsi Data Hasil Pendidikan Wasit dan Melaksanakan Tugas……... 62 4.2 Hasil Uji Normalitas Sampel Masing-masing Variabel………. 67 4.3 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Tiap Variabel ……….. 69 4.4 Uji Korelasi antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII dengan

kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota

Bandung.………. 71

4.5 Uji Korelasi antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CII dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota

Bandung………. 72

4.6 Uji Korelasi antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CI

dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota

Bandung……… 73

4.7 Analisis Regresi Tunggal……….. 74 4.8 Uji Korelasi antara hasil pendidikan wasit sepakbola

dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota

Bandung……… 75

4.9 Hasil Uji Kriteria Masing-Masing Tes dan Kriteria Korelasi………….. 76

(7)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

3.1 Desain penelitian... 45

3.2 Desain Penelitian……….. 45

(8)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Format Analysis Video Pertandingan……… 53

4.1 Histrogram Skor Total Hasil Pendidikan Wasit dan Melaksanakan Tugas di Lapangan………. 63

4.2 Deskripsi Data Lari Cepat 40m (6.4’)……… 63

4.3 Deskripsi Data Lari 150m (30), Istirahat 50m (40)... 64

4.4 Deskripsi Data Analysis Video Pertandingan……… 65

(9)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kurikulum Mata Pelajaran Kursus Wasit CIII PENGCAB PSSI……….. 85

2. Kurikulum Mata Pelajaran Kursus Wasit CII PENGPROV PSSI………. 86

3. Kurikulum Mata Pelajaran Kursus Wasit CI NASIONAL PSSI……….. 87

4. Physical Fitness Test, Tes 1 LariCepat 40m (6,4’)………... 88

5. Physical Fitness Test, Tes 2 Lari 150m (30’), Istirahat 50m (40’)……… 90

6. Data Hasil Ujian Tulis Analysis Video Pertandingan... 92

7. Data Hasil Melaksanakan Tugas Di Lapangan……….. 94

8. Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola………..…... 95

9. Kemampuan Melaksanakan Tugas…….………... 96

10. Uji Normalitas………..………. 98

11. Uji Homogenitas………..………. 104

12. Uji Korelasi……….. 107

13. Tabel Anova……….. 111

14. Deskripsi Data Uji Hipotesis………. 112

15. Format Analysis Video Pertandingan……… 125

(10)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

17. Cara Melakukan Lari Cepat 40m………... 131

18. Cara Melakukan Lari 150m (30’), Istirahat 50m (40’)... 134

19. Format Physical Fitness Test Wasit Lari 40 m……….. 140

20. Format Physical Fitness Test Wasit Lari 150 m, Istirahat (Jalan) 50m……… 141

21. Nilai Persentil Untuk Distribusi T………. 142

22. Daftar F………... 143

23. Nilai Kritis Uji Liliefors... 144

24. Peraturan permainan ………. 145

25. Artikel Tesis……….. 148

(11)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Salman (2013): “Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat CIII,

CII, dan CI Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung”. Tesis, Bandung. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Pembimbing: (1) Dr. Nurlan Kusmaedi, M.Pd., (2) Agus Rusdiana, M.Sc., Ph.D

Penelitian ini terinspirasi oleh banyaknya pertandingan yang selalu menyalahkan kepemimpinan wasit di lapangan. Selama ini keadaan penugasan perangkat pertandingan selalu menjadi beban utama para komisi wasit dalam menentukan penugasan yang salah satunya karena lemahnya data hasil pendidikan wasit yang dihimpun sehingga mengakibatkan pada ketidakpuasan kepemimpinan wasit di lapangan oleh kedua tim, pelatih, atau penonton terhadap hasil akhir dari pertandingan. Berdasarkan hal itu, penulis meneliti mengenai hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII, CII, dan CI dengan kemampuan melaksanakan tugas di wilayah Kota Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII, CII, dan CI dengan kemampuan melaksanakan tugas di wilayah Kota Bandung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ex post facto dengan populasi Wasit Sepakbola Pengcab PSSI Kota Bandung yang berlisensi CIII (Pengcab), CII (Pengda), dan CI (Nasional) berjumlah 105 orang peserta pendidikan wasit,sedangkan subjek penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling, sampelnya sebanyak 30 orang wasit sepakbola dengan rincian wasit CIII 10 orang, CII 10 orang, dan CI 10 orang. Instrumen yang digunakan adalah berupa tes Physical fitness Referee, tes analysis video pertandingan dan tes melaksanakan tugas di lapangan oleh Instruktur wasit/Pengawas pertandingan. Analisis data menggunakan teknik korelasi product moment dan Analisis statistik korelasi ganda.

Berdasarkan analisis data, terdapat hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII, CII, dan CI dengan kemampuan melaksanakan tugas di wilayah Kota Bandung. Kemudian didapatkan hasil, bahwa dengan demikian untuk penugasan wasit sepakbola harus menggunakan data hasil pendidikan wasit yang sudah dikaji sehingga akan mengurangi kesalahan penempatan dan memudahkan penugasan wasit dalam pertandingan yang disesuaikan dengan tingkatannya.

(12)

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(13)

1

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sepakbola adalah salah satu kegiatan olahraga yang populer dan memasyarakat di Indonesia bahkan dunia. Hal ini terlihat dari antusiasme baik itu anak-anak, orang muda, orang tua, laki-laki, bahkan wanita pun begitu tertarik dengan olahraga ini. Dapat dikatakan tidak ada satu negara yang rakyatnya tidak tahu permainan sepakbola.

Pada umumnya masyarakat Indonesia sangat menyukai permainan sepakbola, ini dibuktikan dengan masuknya negara kita menjadi anggota FIFA pada tahun 1952, yaitu induk organisasi sepakbola yang mengatur dan mengadministrasikan semua kegiatan sepakbola di seluruh dunia. Selain itu masyarakat Indonesia banyak yang mendirikan klub-klub dan sekolah-sekolah sepakbola yang merupakan wadah pembinaan serta penyaluran bakat. Prestasi sepakbola akan diperoleh jika adanya kompetisi yang rutin, fasilitas yang

memadai, dan tersedianya aparat pertandingan dalam hal ini wasit yang berkualitas untuk memimpin pertandingan tersebut. Dalam pertandingan sepakbola dibutuhkan peraturan permainan, karena dengan adanya peraturan permainan diharapkan pertandingan bisa berjalan dengan lancar.

Dijelaskan dalam buku FIFA For the game, For the world (2008:ii) yang terdiri dari 17 pasal ada prosedur yang harus diperhatikan dan dilaksanakan, yaitu:

1. Lapangan Permainan

8. Memulai dan Memulai Kembali Pertandingan 9. Bola di Dalam dan di luar Lapangan

(14)

2

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 12.Pelanggaran dan Kelakuan Tidak Sopan

13.Tendangan Bebas 14.Tendangan Penalti 15.Lemparan ke Dalam 16.Tendangan ke Gawang 17.Tendangan Sudut.

Dengan adanya peraturan permainan yang harus dilaksanakan oleh semua pemain, maka dibutuhkan pula seorang pengawas atau hakim dalam sebuah pertandingan, agar peraturan yang ada benar-benar dilaksanakan dan diterapkan, serta tidak merugikan salah satu pihak. Untuk itulah seorang wasit berperan penting dalam memberikan kontribusi terhadap permainan dengan cara menerapkan peraturan permainan di lapangan dengan seadil-adilnya.

Permainan sepakbola dipimpin oleh seorang wasit dengan dibantu oleh dua orang asisten wasit dan satu orang wasit cadangan. Untuk menjadi seorang wasit sepakbola harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang dijelaskan oleh Husyadi (2008:5), siapapun bisa menjadi seorang wasit, tentu dengan melewati syarat- syarat sebagai berikut:

1. Usia minimal 16 tahun dan maximal 46 tahun 2. Minimal tingkat pendidikan SMA

3. Lulus kursus wasit sesuai dengan tingkatannya 4. Sehat jasmani dan rohani

5. Ramah dan tegas

Selain dari persyaratan menjadi wasit terdapat juga tugas seorang wasit yang tercantum dalam peraturan permainan (laws of the game FIFA) (2008:30)

yang mengatakan bahwa kekuasaan dan tugas wasit adalah:

1. Menegakan peraturan permainan.

2. Memimpin pertandingan bekerjasama dengan asisten wasit dan dengan official keempat apabila ada penugasannya.

3. memastikan bahwa setiap bola yang dipakai telah memenuhi persyarataan yang telah diuraikan

(15)

3

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Bertindak sebagai pencatat waktu (time keeper) dan mencatat hasil pertandingan.

6. Membuat keputusan untuk menghentikan, menunda, atau mengakhiri pertandinagn karena adanya gangguan/ campur tangan pihak luar dalam bentuk apapun.

7. Memberikan hukuman terhadap pelanggaran yang paling berat , apabila seorang pemain pada waktu bersamaan melakukan pelanggaran lebih dari satu kali.

8. Melakukan tindakan disiplin terhadap pemain yang melakukan pelanggaran, baik berupa peringatan (kartu kuning) atau pengusiran dari lapangan permainan (kartu merah)

9. Melakukan tindakan terhadap official keempat yang bertindak dengan cara-cara yang tidak bertanggungjawab, dan mengusir/mengeluarkan mereka dari lapangan permainan dan daerah sekitarnya apabila menurut pendapatnya hal itu perlu dilakukan

10. Bertindak atas saran asisten wasit mengenai insiden yang tidak dilihatnya. 11. Melarang orang yang tidak berkepentingan masuk lapangan permainan. 12. Menghentikan pertandingan, jika menurut pendapatnya seorang

mengalami cedera serius dan memastikan bahwa pemain tersebut telah diangkat keluar lapangan.

13. Permainan tetap dilanjutkan sampai bola di luar permainan jika menurut pendapatnya, pemain hanya mengalami cedera ringan.

14. Memulai kembali pertandingan setelah dihentikan.

15. Menyerahkan kepada pejabat yang berwenang laporan pertandingan.

Untuk memiliki kualitas seorang wasit yang baik, harus terlebih dahulu wasit tersebut memiliki pengalaman yang cukup, pemahaman peraturan yang baik, memiliki wawasan yang luas, sehat, memiliki kondisi fisik yang baik, dan dinyatakan telah lulus kursus wasit sesuai dengan tingkatannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Husyadi (2008:6) mengenai masalah tingkatan-tingkatan wasit sebagai berikut:

1. Sertifikasi C III : Wasit Perserikatan (Pengcab) 2. Sertifikasi C II : Wasit Daerah (Pengda) 3. Sertifikasi C I : Wasit Nasional

4. Sertifikasi FIFA : Wasit internasional/Asia

(16)

4

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang biasa disebut kursus wasit sesuai dengan tingkatannya seperti CIII wasit perserikatan (Pengcab), CII wasit daerah (Pengda), CI wasit nasional dan FIFA wasit Internasional/Asia.

Wasit Kota Bandung merupakan salah satu Pengcab yang selalu memberikan kontribusi besar pada pembibitan wasit sepakbola di Indonesia yang sampai saat ini sudah bertugas sesuai dengan pada tingkatannya. Banyaknya klub sepakbola di Kota Bandung yang menjadikan banyaknya juga jumlah kompetisi dan pertandingan sehingga membutuhkan perangkat pertandingan yang banyak. Dengan demikian belum tentu juga banyaknya kontribusi wasit di Pengcab Kota

Bandung dapat menjadikan kualitas wasit itu bagus namun bisa saja kualitas wasitnya masih kurang dan di bawah rata-rata sehingga perlunya hal ini dikaji dan diteliti agar kualitas wasit Pengcab di wilayah Kota Bandung dapat diketahui kemampuannya sesuai dengan tingkatannya CIII Pengcab, CII Pengda, dan CI Nasional.

Dalam pelaksanaannya wasit yang sudah memiliki atau lulus kursus tingkat CIII, maka berhak bertugas ditingkatannya Pengcab, dengan kompetisi yang diadakan di Pengcab setempat. Untuk wasit yang lulus kursus tingkat CII, maka berhak bertugas ditingkatannya Pengda, dengan kompetisi yang diadakan di Pengda setempat seperti di Jawa Barat contohnya yaitu kompetisi Piala Suratin, Haornas, Kelompok Umur yang melibatkan seluruh klub yang ada di Jawa Barat dan masih banyak jenis kompetisi lainnya yang melibatkan seluruh klub, Sekolah ataupun Universitas di Jawa Barat. Tingkatan yang selanjutnya merupakan CI Nasional, maka berhak bertugas di tingkat Nasional, dengan kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI Pusat selaku induk organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia, contoh jenis kompetisinya yaitu ISL (Indonesian Super League), Divisi

(17)

5

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peraturan permainan, kemampuan memimpin perandingan, ketegasan dalam menerapkan peraturan permainan, dan berjiwa adil. Selain itu, dituntut juga memiliki kemampuan kondisi fisik yang prima, gerak yang lincah, gesit, dan mempunyai tingkat kejelian yang baik. Apalagi pertandingan zaman sekarang permainannya lebih atraktif, agresif dan cepat.

Kondisi fisik merupakan aspek yang sangat penting dari keseluruhan tubuh manusia, yang nantinya akan memberikan kesanggupan pada seseorang untuk menjalani hidup yang produktif serta dapat menyesuaikan diri setiap beban fisik yang layak. Kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari

dengan gampang, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk keperluan yang mendadak.

Tingkat kesegaran jasmani sangat penting dan sesuai dengan kebutuhan wasit yang selalu dihadapkan dengan pertandingan atau permainan modern yang cepat, karena bila kesegaran jasmani meningkat akan memiliki kekuatan dan ketahanan untuk melakukan aktifitas tugas memimpin pertandingan tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Wasit yang mempunyai dasar kesegaran jasmani yang baik, dan kondisi fisik yang prima melalui latihan rutin, akan lebih bersemangat dalam setiap aktivitas dan kegiatan yang dilakukannya. Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa kesegaran jasmani merupakan faktor penentu dalam setiap kepemimpinan wasit di lapangan, baik pada saat bertugas maupun dalam kehidupan di masyarakat, dan diharapkan bisa menumbuhkan kedisiplinan.

Menurut Karpovich (1917) dalam Sudarno, SP, (1992:9) kesegaran jasmani didefinisikan sebagai “kemampuan seseorang untuk melakukan satu tugas khas yang memerlukan kerja muskular dimana kecepatan dan ketahanan

merupakan kriteria utama. Seseorang yang mempunyai kesegaran jasmani yang baik akan mampu memenuhi tuntutan fisik tertentu”.

(18)

6

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

saling berkaitan antara satu dengan yang lain, namun masing-masing komponen memiliki ciri-ciri tersendiri yang berfungsi pokok pada kesegaran jasmani seseorang. Agar wasit dapat dikatakan kondisi fisiknya atau kesegaran jasmaninya baik, maka status setiap komponennya harus dalam kategori baik. Menurut Purnomo Ananto (2000:25) komponen kesegaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan pada umumnya adalah

1. Daya tahan jantung dan paru-paru (cardiorespiratory endurance) Komposisi tubuh (body composition)

2. Kelenturan (flexibility)

3. Kekuatan otot (muscuar strength) 4. Daya tahan otot (muscular endurance)

Dengan demikian jika seorang wasit memiliki kemampuan fisik yang baik, diharapkan bisa mengambil keputusan dengan tenang, tepat, dan tidak terburu-buru karena selalu dekat dengan tempat kejadian. Keputusan seorang wasit tidak boleh terpengaruh oleh keadaan sekitar, baik pengaruh yang ditimbulkan oleh pemain, penonton, pelatih dan official. Keputusan seorang wasit sangat menentukan jalannya pertandingan karena sering terjadi masalah yang anarkis dalam sepakbola disebabkan oleh keputusan seorang wasit yang tidak benar. Wayne Weiton (1992) (www.anneahira.com/wasit-sepak-bola.htm) menerangkan tentang pengambilan keputusan yang meliputi kegiatan mengevaluasi alternatif dan membuat pilihan terhadap alternatif-alternatif itu. Dengan demikian seorang wasit dituntut untuk mengevaluasi alternatif dan memilih berdasarkan informasi yang dilihat yang diperoleh dari hakim garisnya. Modal ini merupakan salah satu syarat yang penting bagi seorang wasit. Karena itulah seorang wasit harus memiliki kondisi fisik yang baik, sehingga diharapkan dalam pengambilan keputusan di lapangan, bisa tepat, adil dan tidak mudah terpropokasi.

(19)

7

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

keputusan akurat, sehingga selalu ada tim yang merasa dirugikan oleh keputusan wasit. Bukti di pertandingan kompetisi Nasional yang terjadi diantaranya pada saat gelaran hari pertama babak 8 besar Liga Indonesia antara kesebelasan Arema Malang vs Persiwa Wamena yang berlangsung rusuh. Suporter Arema Malang yang pernah menyandang predikat suporter terbaik mengamuk dan membakar Stadion Brawijaya Kediri, insiden di 15 menit waktu normal yang tersisa, saat kedudukan skor 2-1 untuk keunggulan Persiwa Wamena. Aksi ini diakibatkan dari keputusan wasit yang menganulir tiga gol tim Singo Edan yang di cetak Patricio Morales dan Emir Mbamba. Bagi pecinta sepakbola yang melihat bisa mentolelir

keputusan wasit yang menganulir gol kedua Patricio Morales karena dianggap ada dalam posisi offside, tapi gol yang terakhir yang dianulir wasit adalah kesalahan terbesar seorang wasit. Inilah pemicu kemarahan semua suporter Singo Edan. Pada sore harinya gelaran lanjutan final 8 besar liga indonesia antara Persija vs Persik Kediri sama-sama diakhiri dengan kericuhan yang penyebabnya adalah keputusan wasit yang salah dengan mengesahkan gol Cristian Gonzalez ke gawang Persija dan membuat kedudukan imbang sampai akhir pertandingan. Tidak hanya itu, keputusan wasit yang tidak menambah waktu pertandingan membuat tim Macan Kemayoran geram dan menyerang wasit serta kedua asistennya, bahkan pemain Persija dan Aremapun tak luput dari adu mulut.

Pada pertandingan kompetisi nasional lainnya antara Perseman Manokwari berhadapan dengan Persiba Bantul tahun 2013 di Sleman telah terjadi pengejaran terhadap wasit oleh pemain, ofisial, dan supporter yang penyebabnya adalah wasit mendiamkan handball dari pemain Persiba Bantul di kotak penalti. Sebelum itu, pada akhir April di Stadion Siliwangi Bandung, wasit dipukul pemain Persiwa Wamena Pieter Rumaropen yang tidak menerima keputusan atas diberikannya

penalti untuk tim tuan rumah Pelita Bandung Raya.

(20)

8

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lupa telah mengeluarkan 2 kartu kuning untuk pemain Kroasia. Seharusnya ketika menerima kartu kuning kedua keluar dari pertandingan dan tetapi di keluarkan menit-menit akhir pertandingan ketika kartu kuning ketiga diterima pemain tersebut.

Masih dalam ajang Piala Dunia 2006, wasit asal Spanyol, membuat rakyat Australia menangis dan mengecam keputusan kontroversialnya. Dalam babak 16 besar Piala Dunia itu Australia menaruh harapan besar bahwa tim kesayangan mereka melangkah menuju babak 8 besar. Dan harapan itu nyaris terwujud, ketika sampai akhir pertandingan babak kedua kedudukan masih sama 0-0. Sampai suatu

ketika pada menit ke 93 di masa injury time, Fabio Groso, pemain Italia, menerobos sisi kiri pertahanan Australia. Perlu sedikit ketenangan dan sedikit trick ketika Fabio Groso yang dibayang-bayangi pemain belakang Australia

kemudian menjatuhkan diri. Dan hasilnya adalah wasit memberikan hadiah tendangan pinalti untuk tim Italia. Tayangan ulang di televisi memperlihatkan gerakan Fabio Grosso berusaha mengaitkan kakinya ke kaki pemain belakang Australia untuk kemudian menjatuhkan diri. Diving Fabio Grosso dituntaskan tendangan pinalti Francesco Totti untuk mengubur harapan rakyat Australia.

Sebagaimana telah dipaparkan berkaitan dengan syarat, tugas, kursus, kesegaran jasmani wasit, dan fenomena yang terjadi dalam pertandingan sepakbola ini tentunya ada kurikulum yang dilaksanakan, kurikulum yang digunakan merupakan kurikulum yang ada di PSSI dan digunakan oleh seluruh instruktur wasit di Indonesia pada saat kursus wasit itu dilaksanakan.

Kurikulum merupakan suatu hal yang penting karena bagian dari program pendidikan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas pendidikan dan bukan semata-mata hanya menghasilkan suatu bahan pelajaran. Kurikulum tidak

(21)

9

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seseorang agar menjadi terdidik”. Sedangkan pendapat R Ibrahim (2005) (Rudi, 2006:5) mengelompokan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu ”kurikulum sebagai substansi, sistem, dan bidang studi”. Selain itu Hamid Hasan (1988) (Rudi, 2006:6) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:

1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.

2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.

3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.

4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku pada orang yang mempelajarinya.

Dengan demikian kurikulum ini sangat mempengaruhi terhadap pondasi pembibitan wasit muda yang ada di Indonesia serta kemampuan melaksanakan tugas di lapangan, berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin mengungkap apakah dengan kurikulum seperti itu sudah mampu memberikan kesesuaian terhadap hasil yang baik dalam pencapaian kursus wasit maupun kemampuan melaksanakan tugas pada tingkatan CIII (Perserikatan), CII (Daerah), maupun CI (Nasional).

Jika dilihat dari hal tersebut muncul maka penulis ingin meneliti

(22)

10

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tingkat CIII, CII, dan CI dengan kemampuan melaksanakan tugas di wilayah Kota Bandung.

B. Rumusan Masalah

Dalam dunia olahraga sepakbola, keberhasilan atau kegagalan suatu pertandingan bukan saja menjadi tanggung jawab pemain, manajer, atau pelatih, akan tetapi sangat dominan ditentukan oleh kepemimpinan wasit. Kurikulum pendidikan merupakan pondasi awal dalam pembentukan wasit dengan demikian kurikulum ini merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembinaan dan pencetakan para wasit di Indonesia yang dibina melalui kursus/pelatihan wasit, selain itu seorang wasit dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang baik dan mempunyai pemahaman peraturan permainan yang bagus. seperti yang diungkapkan oleh FIFA (Federation Internationale De Football Association) dalam bukunya yaitu Laws Of The Game (FIFA 2008:4). Peraturan yang ada dalam buku laws of the game sifatnya baku dan tidak dapat diubah oleh pihak manapun dan hanya FIFA sendiri yang dapat mengubahnya. Untuk bisa

menerapkan peraturan permainan tersebut, wasit dituntut memiliki kondisi fisik yang baik. Selain itu Sukintaka (1983:3), menjelaskan bahwa: “Dalam suatu pertandingan, wasit merupakan pembentuk situasi yang sangat penting, selain pemain dan penonton”.

Berdasarkan uraian masalah di atas maka permasalahannya adalah

1. Bagaimana hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

2. Bagaimana hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CII dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

(23)

11

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagaimana hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

C. Tujuan Penelitian

Atas dasar latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CII dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CI dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola

dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mengharapkan ada manfaat dan kegunaan yang bisa digeneralisasikan. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoretis

a. Dapat dijadikan sumbangan bagi pengetahuan olahraga mengenai hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII, CII, dan CI dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

(24)

12

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Secara praktis

Dapat dijadikan pedoman/acuan bagi para Instruktur wasit di Indonesia sebagai pengajar dalam pelaksanaan kursus wasit maupun penugasan wasit sepakbola.

E. Batasan Penelitian

Batasan penelitian sangat diperlukan dalam setiap penelitian agar masalah yang diteliti lebih terarah. Mengenai Batasan masalah penelitian dijelaskan oleh Surakhmad (1998:36) :

Batasan ini diperlukan bukan saja untuk memudahkan atau menyederhanakan masalah bagi penyelidik tetapi juga untuk dapat menetapkan lebih dahulu segala sesuatu yang diperlukan untuk pemecahannya: tenaga, kecekatan, waktu, biaya, dan lain sebagainya yang timbul dari rencana tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :

1. Fokus penelitian diarahkan pada hubungan antara hasil pendidikan wasit

sepakbola tingkat CIII, CII, dan CI dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

(25)

42

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Di dalam sebuah penelitian memerlukan metode yang digunakan untuk pemecahan masalah. Metode penelitian adalah suatu cara yang ditempuh untuk memperoleh data, menganalisis dan menyimpulkan hasil penelitian. Metode penelitian merupakan suatu cara yang ditempuh peneliti dalam rangka memperoleh data yang dipergunakan sesuai dengan permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metode dalam pelaksanaan penelitian adalah hal yang sangat penting, sebab dengan menggunakan metode penelitian yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, merumuskan masalah yang diteliti serta menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian sangat menentukan terhadap metode penelitian yang digunakan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian ex post facto. Metode yang digunakan ini lebih mentitik beratkan pada penelitian korelasional

yaitu suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Fraenkel dan Wallen, 2008:328). Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu variabel bebas hasil kursus wasit sepakbola tingkat CIII, CII dan CI, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan melaksanakan tugas di lapangan.

(26)

43

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

manipulasi terhadap variabel. Variabel dilihat sebagaimana adanya.” Lebih lanjut mengenai penelitian ex post facto, Arikunto (2002:237) mengemukakan bahwa “Peneliti tidak memulai prosesnya dari awal, tetapi langsung mengambil hasil.” Hal yang sama diungkapkan oleh Sukardi (2003:165) bahwa “…..karena sesuai dengan arti ex-post facto, yaitu „dari apa dikerjakan setelah kenyataan‟, maka penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian.”

Sedangkan Tuckman (1972:123) menjelaskan mengenai ex post facto sebagai berikut:

an experiment in which the researcher examines the effects of the naturalistically-occurring treatment has accourred rather than creating the treatment it self. The experimenter attempts to relate this after the fact treatment to an outcome or dependent measure. While the naturalistic or ex post facto experiment may not always be diagrammed from other designs, it is different in that the treatment is included by selection rather than manipulation. For this reason, it is not always possible to assume a simple causative relation between independent and dependent variables. If the relationship holds.But if the predicted relationships obtained. This does not necessarily mean that the variables studies are causally related.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dilakukan oleh seorang peneliti dengan menguji efek dari perlakuan yang telah berjalan alami dari pada perlakuan yang dibuat sendiri. Usahanya untuk menghubungkan sesuatu

perlakuan yang telah dilakukan dengan suatu hasil atau yang terikat pada ukuran. Sementara itu ex post facto boleh tidak selalu ada bentuk gambaran dari desain lain, hal ini berbeda dalam artian bahwa perlakuan yang diberikan adalah pilihan dari suatu manipulasi. Untuk alasan tersebut, bukan untuk mengasumsikan suatu

hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat.

Terdapat kelemahan-kelemahan dan keunggulan dari metode ex post facto ini, Furchan (1982;383-384) mengatakan bahwa terdapat kelemahan dan keunggulan dalam melaksanakan penelitian ex post facto, antara lain :

1. Kelemahan :

a) Tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas.

(27)

44

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk menghasilkan efek yang disaksikan, menyebabkannya sangat kompleks.

c) Suatu gejala mungkin tidak hanya merupakan akibat dari sebab-sebab ganda, tetapi dapat pula disebabkan oleh suatu sebab pada kejadian tertentu dan oleh lain sebab pada kejadian lain.

d) Apabila saling hubungan antara dua variable telah ditemukan, mungkin sukar untuk menentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.

e) Kenyataan bahwa dua atau lebih faktor saling berhubungan, tidaklah mesti memberi implikasi adanya hubungan sebab akibat.

f) Menggolongkan subjek-subjek kedalam kategori dikotomi (misalnya golongan pandai dan golongan bodoh) untuk tujuan perbandingan, menimbulkan persoalan-persoalan, karena kategori-kategori itu sifatnya kabur, bervariasi, dan tak mantap.

g) Studi komparatif dalam situasi alami tidak memungkinkan pemilihan subjek secara terkontrol.

2. Keunggulan :

a) Apabila tidak selalu mungkin untuk memilih, mengontrol, dan memanipulasi faktor-faktor yang perlu untuk menyelidiki hubungan sebab akibat secra langsung.

b) Apabila pengontrolan terhadap semua variabel kecuali variabel bebas sangat tidak realistik dan dibuat-buat, yang mencegah interaksi normal dengan lain-lain variabel yang berpengaruh.

c) Apabila kontrol di laboratorium untuk berbagai tujuan penelitian adalah tidak praktis, terlalu mahal, atau dipandang dari segi etika diragukan atau dipertanyakan.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap yang akan dilakukan memiliki kelemahan dan keunggulan, disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

B. Desain dan Langkah Penelitian 1. Desain Penelitian

(28)

45

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Desain penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi dan sebagai penyebab salah satu faktor dalam penelitian. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi.

Dalam menentukan desain penelitian penulis mengacu kepada desain penelitian tentang hubungan sebab akibat oleh Ali Maksum (2012:105) yaitu sebagai berikut:

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Sebagai contoh seorang mahasiswa ingin mengadakan penelitian tentang hubungan antara intelegensi (X1), dan metode mengajar guru (X2) dengan prestasi belajar (Y), artinya dalam konteks tersebut variabel prestasi belajar

dipengaruhi oleh intelegensi dan metode mengajar guru.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 3.2 Desain Penelitian

Keterangan :

X1

Y

X2

X

3

X

1

X

2

(29)

46

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu X1 : Hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII

X2 : Hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CII

X3 : Hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CI

Y : Kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung

2. Langkah Penelitian

Mengenai langkah-langkah penelitian, Sutresna (2002:125) yang diadaptasi dari Gay (1996:91-98) menjelaskan bahwa: “Umumnya langkah penelitian diawali dengan proses penelusuran masalah, penelusuran data dan teori, perumusan hipotesis, penentuan metode penelitian, analisis dan interpretasi data, penarikan kesimpulan, implikasi dan saran.” Secara skematis, langkah penelitian tersebut tersusun dalam gambar berikut:

Penelusuran permasalahan real di lapangan, sehingga memunculkan beragam masalah penelitian (selection and definition of a problem)

Penelusuran beragam data empirik dan teoretik sebagai landasan kerangka berpikir berkaitan dengan masalah penelitian (review of related literature)

Perumusan hipotesis dengan mengacu pada

kerangka berpikir dan kajian empirik serta teoretik

Penentuan metode penelitian berkenaan dengan: sample, instrumen, desain dan prosedur penelitian (method, subject, instruments, design & procedure

Analisis dan interpretasi data (Data analysis)

(30)

47

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Bagan 3.3

Langkah-langkah Penelitian

Diadaptasi dari sumber: LR. Gay, Educational Research; Competencies for Analysis and Application; New Jersey, Prentice Hall Inc. (1996, pp. 91-98).

C. Definisi Operasional Variabel

Salah satu konsep dalam penelitian adalah variabel. Menurut Sugiyono (2008:60) mengemukakan bahwa “Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.” Selanjutnya Kerlinger (1973) dalam Sugiyono (2008:61) menyatakan bahwa, “variabel adalah konstrak (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.” Dengan kata lain, variabel adalah berbagai sifat atau sesuatu yang hendak diteliti atau dipelajari oleh peneliti yang ada pada suatu objek, baik itu orang, binatang atau objek lainnya yang memiliki sifat tertentu yang dapat diteliti dan dipelajari. Selanjutnya Kidder (1981) dalam Sugiyono (2008:61) menyatakan bahwa, “variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulannya.”

Demi kelancaran dan terkendalinya pelaksanaan penelitian, maka penulis perlu membatasi penelitian ini agar lebih terarah dan tidak terjadi salah penafsiran, dan selanjutnya menetapkan variabel-variabel yang akan diteliti. Karena bila hal ini tidak dilakukan, dikhawatirkan akan menyebabkan kekeliruan

dan dapat mengaburkan atau menjadi bias definisi yang sesungguhnya.

(31)

48

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah hasil kursus wasit sepakbola tingkat CIII, CII dan CI. Sedangkan yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan melaksanakan tugas di wilayah Kota Bandung.

Secara rinci dapat diidentifikasikan variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel Bebas

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah hasil pendidikan

wasit sepakbola tingkat CIII, CII dan CI, dalam hal ini penulis beranggapan bahwa wasit merupakan seorang pengadil di lapangan dalam setiap pertandingan yang senantiasa harus memiliki pemahaman peraturan permainan yang baik serta kondisi fisik yang bagus, dengan demikian pertandingan akan berjalan aman, lancar dan terkendali, maka dari itu untuk menjadi seorang wasit tentunya harus mengikuti pendidikan atau pelatihan wasit yang diselenggarakan Pengcab, Pengda, ataupun PSSI setempat. Pengertian wasit Menurut Sukintaka (1983:3) adalah orang yang memimpin jalannya suatu pertandingan olahraga, selain itu wasit memiliki pengertian lain menurut poewadarmito dalam Kamus Umum Bahasa indonesia (1999:1001) yaitu “wasit adalah pelerai, penengah, pengantara, pemimpin, pemisah, pendamai, dalam sebuah pertandingan. Dengan demikian hasil dari pendidikan tersebut sangat berguna sekali untuk memimpin suatu pertandingan.

b. Varibel Terikat

Pada penelitian ini, yang menjadi variabel terikatnya adalah kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung. Kemampuan seorang

(32)

49

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

akan dinilai seorang Instruktur wasit yang sudah bersertifikat atau berlesensi dari PSSI.

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Untuk memperoleh hasil dari sebuah penelitian tentunya diperlukan sumber data untuk dijadikan objek dari penelitian yang dilakukan. Sumber dari penelitian tersebut bisa dari orang, binatang atau pun benda sesuai dari tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut.

Dalam sebuah penelitian, diperlukan sekali sumber data yaitu subyek yang dijadikan penelitian. Subyek yang dijadikan sumber data tersebut tersebut dinamakan dengan populasi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lutan (2001:53) bahwa “Populasi adalah sekelompok subyek yang diperlukan oleh peneliti, yaitu selompok dimana peneliti ingin menggeneralisasikan temuan penelitiannya”. Maksud dari menggeneralisasikan yaitu mengangkat kesimpulan penelitian yang berlaku bagi populasi yang diteliti. Selanjutnya Lutan (2001:53) menjelaskan bahwa “populasi selalu merupakan seluruh individu yang mempunyai karakteristik tertentu (satu set karakteristik). Dalam penelitian pendidikan dan olahraga, populasi selalu merupakan sekelompok orang-orang (siswa, guru, atau individu lain) yang mempunyai karakteristik tertentu”.

Adapun mengenai objek yang hendak diteliti adalah dinamakan dengan populasi dan sampel penelitian. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002:115). Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:117).

Dalam penelitian ini penulis mengambil populasi yaitu para peserta kursus wasit sepakbola tingkat CIII, CII, dan CI yang jumlahnya 105 peserta kursus yang terdiri dari wasit tingkat CIII berjumlah 35 orang, CII 35 orang dan CI terdiri dari 35 orang. Jumlah ini didapat setelah penulis melakukan observasi melalui pendataan langsung dengan pengurus sepakbola Pengprov PSSI Jawa Barat.

(33)

50

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedangkan mengenai sampel, Lutan (2001:51) mengemukakan bahwa “Sampel adalah kelompok yang digunakan dalam penelitian dimana data/informasi itu diperoleh”. Selanjutnya menurut Sugiyono (2008:91) mengemukakan bahwa, “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Dengan kata lain sampel harus representatif dalam arti segala karakteristik populasi tercermin pula dalam sampel yang diambil.

Untuk teknik pengambilan dan pemilihan sampel, Syaodih (2008) menjelaskan bahwa salah satu cara pengambilan sampel adalah harus representatif, sampel yang diambil diharapkan dapat mewakili populasi, semakin

besar sampel yang diambil mendekati populasi maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan sebaliknya bila terlalu sedikit sampel menjauh populasi, maka semakin besar kesalahan generalisasi. (Mulyana, 2010:100).

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah mempergunakan teknik Purposive Sampling. Mengenai purposive sampling Sugiyono (2007:300) mengemukakan bahwa, “purposive sampling adalah tehnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.” Ciri-ciri sampel purposive dikemukakan Lincoln dan Guba (1985) dalam Sugiyono (2007:301) yaitu, 1) Emergent sampling design/ sementara, 2) Serial selection of sample units/

menggelinding seperti bola salju (snow ball), 3) Continuous adjustment of ‘focusing’ of the sample/ disesuaikan dengan kebutuhan, 4) Selection to the point of redundancy/ dipilih sampai jenuh.

Fraenkel dan Wallen (1993:87), menjelaskan bahwa purposive sampling terdiri atas dua bentuk, yaitu

On occasion, based on previous knowledge of a population and the specific purpose of the research, investigators use personal judgment to select a sample. Researchers assume they can use their knowledge of the population to judge whether or not a particular sample will be representative.

(34)

51

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

karakteristik populasi. Mengenai bentuk yang kedua Fraenkel dan Wallen (1993:88) mengemukakan, “There is the second form of purposive sampling in which it is not expected that the persons chosen are themselves representative of

the population, but rather that they possess the necessary information about the

population.” Bentuk kedua ini peneliti memilih sampel dengan harapan tidak

terjadi pemilihan yang tidak representative dengan populasi, yaitu dengan cara mencari informasi mengenai populasi yang memiliki karakteristik sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Agar penelitian ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan, penulis membuat

suatu kriteria khusus untuk menentukan orang-orang yang akan dijadikan sampel, yaitu antara lain:

1. Sampel merupakan peserta pendidikan yang bersal dari pengprov PSSI Jawa Barat dan berdomisili di Pengcab Kota Bandung.

2. Sampel hasil pendidikan wasit sepakbola Kota Bandung tingkat CIII, CII dan CI hanya yang dilaksanakan di wilayah Jawa Barat.

3. Pengambilan data hasil pendidikan wasit sepakbola Kota Bandung tingkat CIII, CII dan CI untuk pelaksanaan yang terakhir kalinya yang dilaksanakan di Jawa Barat.

4. Sampel merupakan petugas pertandingan pada kompetisi piala Edi Siswadi 2013.

Dalam penentuan jumlah sampel, penulis mengambil rumus yang dikemukan oleh Surakhmad (1994) yang dikutip oleh Riduan (2008) sebagai berikut:

Apabila ukuran populasi sebanyak kurang lebih 100, maka pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari ukuran populasi”.

Mengenai jumlah sampel Fraenkel (1993:104) menegaskan bahwa:

(35)

52

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

studies using only 15 subject per group should probably be replicated however, before too much is made of any findings.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa, jumlah sampel untuk penelitian eksperimen dan kausal komparatif minimal 30 orang dalam setiap kelompok, meskipun terkadang 15 orang juga sudah dianggap mencukupi.

Lebih lanjut, Syaodih (2008:261) mengemukan bahwa:

…secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel (n) sebanyak 30 individu telah dipandang cukup besar, sedang dalam penelitian Kausal-Komparatif dan eksperimental 15 individu untuk setiap kelompok yang dibandingkan dipandang sudah cukup memadai, sedang untuk kelompok-kelompok sampel berkisar antara 20 sampai 50 individu.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka penulis menentukan jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 orang dengan rincian wasit tingkat CIII 10 orang, CII 10 orang, CI 10 orang. Jumlah tersebut berdasarkan hasil pengkategorian sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian.

Untuk penentuan lokasi penelitian penulis lakukan dengan membagi ke dalam

beberapa tempat yaitu sebagai berikut:

1. Untuk sampel wasit sepakbola Kota Bandung tingkat CIII penelitian bertempat di Kabupaten Sumedang tahun 2013.

2. Untuk sampel wasit sepakbola Kota Bandung tingkat CII penelitian bertempat di PUSDIK ARMED Kota Cimahi 2013

3. Untuk sampel wasit sepakbola Kota Bandung tingkat CI penelitian bertempat di PUSDIK ARMED Kota Cimahi 2011.

E. Instrumen Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian tentunya diperlukan sebuah alat atau metode untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Alat ukur dalam sebuah penelitian juga dapat dikatakan dengan instrumen penelitian.

(36)

53

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Oleh karena itu alat atau instrumen dalam sebuah penelitian mutlak harus ada sebagai bahan untuk pemecahan masalah penelitian yang hendak diteliti. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, peneliti harus mengikuti prosedur-prosedur dalam pelaksanaan tes, dan demi kelancaran pelaksanaan tes perlu diperhatikan beberapa hal yang diduga sebagai indikator kelancaran tersebut.

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan data dari hasil Kursus, digunakan alat tes yaitu

dengan menggunakan tes menganilisis video mengenai peraturan permainan, dan untuk tes fisik menggunakan physical fitness test referee.

2. Untuk mendapatkan data dari kemampuan memimpin pertandingan digunakan alat tes yaitu berupa tes penilaian wasit dari PSSI yang dilakukan oleh Instruktur Wasit.

Penjelasan mengenai Instrumen yang digunakan yaitu

(37)

54

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1

Format Analysis Video Pertandingan 2. physical fitness test referee dibagi kedalam dua bentuk tes yaitu

a. Tes lari cepat dengan jarak 40 meter dengan 6 kali kesempatan dan diambil satu hasil yang terbaik (dengan catatan hasil waktu tempuhnya tidak lebih dari 6,4 detik), jika saat melakukan terdapat hasil waktu yang melebihi dari batas waktu yang ditentukan maka ada satu kali kesempatan untuk memperbaikinya tetapi jika masih waktunya tidak sesuai maka peserta wasit tersebut dinyatakan telah gagal dalam melakukan tesnya.

Tabel 3.1

Format Physical Fitness Test Wasit Lari 40 M

NO

NO

DADA NAMA

ASAL ASAL 40 M LARI CEPAT (6,4') TAMBAHAN

KET.

PENGCAB PENGDA 1 2 3 4 5 6 1 KALI

(38)

55

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Tes yang kedua merupakan tes lari dengan jarak 150 meter selama 30 detik dan 50 meter berjalan (Istirahat) 40 detik sebanyak 10 kali putaran yang satu putarannya 400 meter sesuai dengan irama lagu yang telah disediakan. Jika dalam pelaksanaan tesnya peserta wasit tersebut tidak sampai sesuai dengan waktu tempuh maka akan mendapatkan

peringatan berupa kartu kuning yang diberikan oleh petugas lapangan dan berhak untuk melanjutkan, tetapi jika masih melakukan kesalahan yang sama maka akan diberikan kartu kuning kedua kemudian kartu merah dan tidak berhak untuk melanjutkan tesnya.

Tabel 3.2

Format Physical Fitness Test Wasit Lari 150 m, Istirahat (Jalan) 50 m

NO NO

NAMA

TES LARI 150 M (30‟), ISTIRAHAT 50 M (40‟)

KET

DADA PENGCAB PENGDA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1

2

3

4

5

F. Prosedur Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan memiliki makna apabila dilakukan pengolahan dan analisis. Adapun data diolah dan dianalisis sesuai

2

3

4

(39)

56

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu n

  

dengan jenis data. Oleh karena data yang dihasilkan merupakan data kuantitatif, maka selanjutnya data diolah dengan uji statistik.

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan penghitungan komputerisasi program SPSS (Statistical Product for Social Science) dengan alasan bahwa program ini memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis menggunakan menu-menu dekriptif dan kotak-kotak dialog sederhana, sehingga mudah dipahami cara pengoperasiannya (Sugianto, 2007: 1).

Pengolahan data menurut Hasan (2006:24) meliputi kegiatan:

1. Editing, yaitu memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan.

2. Coding (Pengkodean), yaitu memberikan kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori.

3. Pemberian skor atau nilai

4. Tabulasi, yaitu membuat tabel-tabel yang berisi data dan diberi kode sesuai dengan kebutuhan analisis.

Langkah-langkah pengolahan dan analisis data tersebut, penulis ditempuh melalui dua tahapan prosedur, yaitu uji asumsi statistik. Adapun langkahnya adalah sebagai berikut.

1. Deskripsi Data

Pada kegiatan deskripsi data penulis melakukan pengolahan dengan mencari rata-rata, simpangan baku/standar deviasi, varians, skor tertinggi dan skor terendah. Pada spss tahapan ini ditempuh dengan melalui pengolahan pada menu explorasi (explore menu) data. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Seleksi data, yaitu memilih dan memisahkan data yang telah terkumpul sesuai dengan hasil tes.

b. Menghitung rata-rata tiap butir tes pada kelompok sampel dengan rumus:

(40)

57

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Nilai rata-rata yang dicari

∑X = Jumlah skor N = Jumlah sampel

2. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui penyebaran data atau menguji kenormalan data. Selain itu juga sebagai upaya untuk dapat menentukan jenis uji statistik berikutnya. Karena jumlah sampel termasuk ke dalam kelompok kecil, maka uji normalitas menggunakan kolmogorov-smirnov. Format pengujiannya dengan membandingkan nilai probabilitas (p) atau signifikansi (Sig.) dengan derajat kebebasan (dk) α = 0,05. Uji kebermaknaannya adalah sebagai berikut:

1) Jika nilai Sig. Atau P-value > 0,05 maka data dinyatakan normal 2) Jika nilai Sig. Atau P-value < 0,05 maka data dinyatakan tidak normal.

Adapun rumus yang digunakan apabila menggunakan pengolahan secara manual adalah sebagai berikut:

a. Menyusun data hasil pengamatan, yang dimulai dari nilai pengamatan yang paling kecil sampai nilai pengamatan yang paling besar.

b. Hitung nilai rata-rata

 

X dengan rumus adalah sebagai berikut:

X interval yang paling kecil sampai kelas interval yang paling besar. Adapun cara menentukan batas interval adalah sebagai berikut:

1) Ketentuan batas bawah interval adalah skor terendah pada kelas interval tersebut dikurangi 0,5 (….- 0,5 = …,5).

(41)

58

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Ketentuan batas atas interval adalah skor tertinggi pada kelas interval tersebut ditambah 0,5 (….+ 0,5 = …,5).

e. Hitung nilai Z masing-masing data dengan pendekatan Z skor adalah sebagai berikut:

S X X

Z  

f. hitung peluang masing-masing nilai F (Zi) dengan bantuan tabel distribusi normal baku (tabel distribusi Z). Selain itu juga yang harus diperhatikan yaitu bila nilai Z negatif, maka dalam menentukan Fzi-nya adalah 0,5 – luas daerah distribusi Z pada tabel.

g. Menentukan proporsi masing-masing nilai S (Zi) dengan cara melihat kedudukan nilai Z pada nomor urut sampel yang kemudian dibagi dengan banyaknya sampel.

h. Hitung selisih antara F(Zi)-S(Zi) dan tentukan harga mutlaknya.

i. Ambilah harga mutlak yang paling besar diantara harga mutlak dari seluruh sampel yang ada kemudian berilah simbol Lo.

j. Dengan bantuan tabel Nilai Kritis L untuk uji Liliefors, maka tentukanlah nilai Lα.

k. Bandingkanlah nilai Lα tersebut dengan nilai Lo untuk mengetahui diterima atau ditolak hipotesisnya, dengan kriteria:

Terima Ho jika Lo <Lα = Normal Tolak Ho jika Lo > Lα = Tidak Normal

3. Uji Homogenitas

Langkah selanjutnya setelah uji normalitas adalah uji homogenitas data. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data memiliki varians yang sama atau tidak, dengan kata lain apakah data berasal dari satu populasi yang homogen atau tidak. Selain untuk menguji homogen tidaknya data, uji homogenitas juga untuk

(42)

59

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

parametrik, sedangkan jika data tidak homogen maka dilanjutkan dengan pengolahan statistik non-parametrik.

Pengujian homogenitas data dalam hal ini yang penulis gunakan adalah lavene tes statistik. Uji kebermaknaannya adalah sebagai berikut:

1) Jika nilai Sig. Atau P-value > 0,05 maka data dinyatakan homogen 2) Jika nilai Sig. Atau P-value < 0,05 maka data dinyatakan tidak homogen.

Apabila pengujian menggunakan pengolahan manual adalah sebagai berikut: a. Sebelum menentukan nilai pendekatan statistik untuk uji homogenitas,

maka penulis menentukan pasangan hipotesis yang akan diuji dengan ketentuan sebagai berikut:

Ho = 12 22

H1 =12 22

b. Menentukan pendekatan statistik dengan rumus sebagai berikut:

terkecil Variansi

terbesar Variansi

F

c. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:

Tolak hipotesis (Ho) jika F > Fα Terima hipotesis (Ho) jika F < Fα

d. Menentukan batas kritis penolakan dan penerimaan hipotesis dengan menentukan dk pembilang dan dk penyebut dengan masing-masing dk dikurangi 1 dan ketentuan α = 0,05.

e. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil dari penghitungan uji homogenitas.

4. Uji Korelasi

(43)

60

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) Jika nilai Sig. Atau P-value > 0,05 maka dinyatakan korelasi tidak signifikan

2) Jika nilai Sig. Atau P-value < 0,05 maka dinyatakan korelasi signifikan.

5. Uji Hipotesis

Uji Hipotesis dengan ketentuan yang telah disahkan pada saat pengajuan penelitian bahwa untuk menguji hipotesis menggunakan uji hipotesis dengan uji tehnik penghitungan korelasi dengan skor berpasangan adalah sebagai berikut:

a. Menentukan pasangan hipotesis yang akan diuji dengan syarat: 1. Distribusi Normal

2. Variansi Homogen

b. Menentukan tehnik korelasi yang digunakan yaitu dengan tehnik korelasi skor berpasangan dengan pendekatan statistik adalah sebagai berikut:

  

2

 = korelasi antara variabel (x) dan variabel (y)

X1 = Perbedaan antara tiap skor dengan nilai rata-rata dari variabel (x) Y1 = Perbedaan antara tiap skor dengan nilai rata-rata dari variabel (y) c. Menentukan Uji Kebermaknaan Koefisien Korelasi

Untuk menentukan uji kebermaknaan korelasi, peneliti menggunakan uji kebermaknaan korelasi tunggal dengan pendekatan statistik sebagai berikut:

d. Menentukan Analisis regresi Tunggal

(44)

61

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) Hasil penghitungan korelasi yang diperoleh dalam bentuk desimal berkisar antara -1,00 atau +1,00. Makin dekat angka yang diperoleh dengan -1,00 atau +1,00 maka makin kuat korelasi tersebut. Angka positif menunjukkan hubungan positif dan angka negatif menunjukkan tidak adanya korelasi.

2) Interpretasi angka korelasi (Davis, J.A. 1971)

Tabel 3.3

Interpretasi angka korelasi (Sumber: Suherman 2002:7)

R Interpretasi

1,0 Sempurna

0,70 - 0,99 Sangat Tinggi

0,50 – 0,69 Tinggi

0,30 – 0,49 Cukup

0,10 – 0,29 Rendah

0,01 – 0,09 Diabaikan

(45)

81

Salman, 2014

Hubungan Antara Hasil Pendidikan Wasit Sepakbola Tingkat Ciii, Cii, Dan Ci Dengan Kemampuan Melaksanakan Tugas Di Wilayah Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah diuraikan pada bab IV, dapat dijabarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CIII dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

2. Terdapat hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CII dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

3. Terdapat hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola tingkat CI dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

4. Terdapat hubungan antara hasil pendidikan wasit sepakbola dengan kemampuan melaksanakan tugas lapangan di wilayah Kota Bandung.

B. Rekomendasi

1. Agar wasit dapat mempertahankan dan meningkatkan tingkat pemahaman peraturan permainan serta kondisi fisik yang baik sehingga dapat tercapai kualitas terbaik dalam memimpin pertandingan

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk para komisi wasit khususnya Pengcab Kota Bandung umumnya seluruh komisi wasit atau instruktur wasit di Indonesia dalam memudahkan penugasan wasit yang lebih baik dan sesuai dengan data yang telah dikaji.

Gambar

Tabel
Tabel Anova……………………………………………………………..     111
Tabel 3.1 Format Physical Fitness Test Wasit Lari 40 M
Tabel 3.2 Format Physical Fitness Test Wasit Lari 150 m, Istirahat (Jalan) 50 m
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada tahap awal, sehubungan dengan proses pengumpulan data dan bukti penelitian, kami secara langsung survey lapangan dan mengamati aktivitas keluarga CuNak yang terdapat

 Daftar pustaka ditulis untuk memberi informasi sehingga pembaca dapat dengan mudah menemukan sumber yang disebutkan.  Penulisan daftar pustaka untuk buku dimulai

Berdasarkan uraian tersebut peneliti berasumsi untuk meneliti lebih jauh tentang bahasa sindiran yang digunakan para comic dalam acara Stand Up Comedy Show yang

Sehubungan dengan evaluasi dokumen prakualifikasi pekerjaan Pengadaan Sarana Pengolahan Terasi, Sarana Pemasaran Sistem Rantai Dingin Sederhana “Freezer Cabinet dan Show

Pada hari ini Senin tanggal Tujuh bulan Juli tahun dua ribu empat belas, kami Pokja 5 (lima) Unit Layanan Pengadaan Koordinator Wilayah Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara

Terpilihnya kopi Blok sebagai produk kopi unggulan yang dapat di kembangkan di Kabupaten Lebong dikarenakan kopi Blok memiliki nilai tambah yang tinggi,

PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Jl.. Ujang Dewa Gedung Gadis I