• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUSIA DAN FALSAFAH HIDUP Perspektif Tafsir dan Sains

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MANUSIA DAN FALSAFAH HIDUP Perspektif Tafsir dan Sains"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Anhar Ansyory

Dosen Ilmu Hadis Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan

Abstrak

Penguasan kemajuan sciense dan teknologi dewasa ini mengorbitkan para scientist seolah-olah serba paling hebat, dan paling paham tentang sejarah penciptan manusia, proses evolusi manusia, potensi dasar dan hakikat hidup manusia, lalu mereka merasa paling benar, sehingga menjadikan manusia seolah-olah menjadi

”Tuhan”. Kemajuan sciense dan teknologi di negara- negara yang sudah maju kadang menjadikan umat Islam semakin merasa takjub, terbelakang dan kerdil. Seolah- olah Islam dengan Kitab Sucinya tidak memiliki andil, peran, dan prestasi sedikitpun dalam bidang sains dan teknologi. padahal Al-Qur’an diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk hidup yang bersifat holistik sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan, dan Al-Qur’an juga berbicara tentang manusia, baik dari aspek fisik maupun psikis secara ilmiah dan orang akan dapat memahami manusia secara ilmiah apabila menjadikan Qur’an dan Sunnah sebagai dasar pemikian dan secara historis telah tebukti.

Kata Kunci: Manusia, Falsafah Hidup, Tafsir, Sains

(2)

A. Pendahuluan

Manusia adalah mahluk Allah yang terdiri dari dua unsur yang sangat bertentangan sifatnya yaitu unsur jasmani dan unsur ruhani menyatu, dua unsur tersebut cukup menarik, sehingga menjdi objek kajian para ilmuan, baik filosuf, antropolog, sosiolog dari zaman kezaman, karena perbedaan sudut pandang manusia tentang manusia, maka berbeda-beda pula pemahaman dan pendapat orang tentang manusia, dalam tulisan ini akan mencoba memaparkan secara selayang pandang ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Saw yang mengungkap tentang manusia yang berkaitan dengan bahan baku penciptaan manusia (Adam as), Hawa, proses penciptaannya, proses evolusi manusia, dan refleksi Al-Qur’an yang bisa dibuktikan secara ilmiah, konsepsi fitrah manusia, potensi dasar manusia dan hakikat serta tujuan hidup manusia.

B. Pembahasan

1. Konsepsi Manusia

Secara etimologis, kata manusia terjemahan dari kata al- Insaan diambil dari kata “uns” (

ٌ سْنا)

yang berarti senang, jinak, dan harmonis atau diambil dari kata nisyun (

ٌ يْسِن

) yang berarti lupa dan ada juga yang mengatakan dari kata “naus” (

ٌ سْوَ ن

) yang berarti pergerakan atau dinamika.(Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur'an Al- Karim, h. 87).

(3)

Makna-makna tersebut paling tidak memberi gambaran sepintas tentang karaktristik manusia, sifat-sifat dan kebutuhan manusia yaitu: Pertama: Setiap manusia pada dasarnya ingin hidup senang damai, bahagia, harmonis walaupun keinginan tersebut tidak selalu dirasakan dalam kehidupan setiap orang. Kedua: Lupa adalah salah satu sifat yang mesti ada bagi setiap orang, artinya setiap manusia, apapun status sosialnya mesti pernah lupa, sedikit ataupun banyaknya lupa yang dialami seseorang biasanya dipengaruhi oleh paktor usia, lupa jarang terjadi pada usia remaja, usia muda dan pada usia tua. Lupa akan sering terjadi pada seseorang yang memasuki usia lanjut atau manula karena potensi dasar ( pikiran dan hati ) manusia sudah mulai melemah.

Ketiga: Pada dasarnya setiap manusia punya semangat ingin maju, ingin berubah, ingin berada dalam suatu keadaan yang lebih baik dari keadaan yang sedang dialami seperti: ingin sembuh dari sakitnya, ingin berubah dari kebodohannya menjadi pintar, ingin berubah dari kemiskinannya menjadi kaya dan lain sebagainya, walaupun tidak semua orang dapat mencapai perubahan ke arah yang lebih baik sesuai dengan yang diinginkan karena tidak didukung oleh berbagai faktor yang tidak tersedia baginya.

2. Insan dan Basyar

Dalam al-Qur'an, kata insan disebutkan sebanyak 65 kali yang pada umumnya menjelaskan berbagai sifat, dan potensinya, baik positif maupun negatif. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kata insan menggambarkan makhluk manusia dengan segala

(4)

sifat dan potensinya, yang dapat berbeda dengan kata basyar (

ٌ رَشَب

)

yang juga diterjemahkan dengan manusia.

Kata basyar (

رشب

) berakar dengan huruf-huruf ba' (ءاَب), syin (نيش), dan ra' (ءار , bermakna pokok "tampaknya sesuatu dengan ( baik, dan indah,. Dari makna ini terbentuklah kata kerja basyara (

ٌَرَشَب

) yang berarti 'bergembira', menggembirakan', dan 'menguliti', dapat pula berarti 'memperhatikan', dan 'mengurus sesuatu'. Menurut Al- Ashfahani, kata basyar adalah jamak dari kata basyarah (

ةَرَشَب

) yang

berarti 'kulit'. Manusia disebut basyar karena kulit manusia tampak jelas. Oleh karena itu, kata basyar di dalam Al-Qur'an secara khusus merujuk kepada tubuh, dan lahiriah manusia.(M.Quraish Shihab, dkk, Ensiklopedi Al-Qur'an: Kajian Kosakata, Lentera Hati, Pusat Studi Al-Qur'an, Jakarta 2007,h.137).

Al-Qur'an menggunakan kata basyar sebanyak 37 kali dalam menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya, serta persamaannya dengam seluruh manusia. Di dalam pengertian ini, kata basyar ditemukan dalam Qur'an Surat Al-Kahfi [18]: 110 di bawah ini, terkait dengan ketika Nabi Muhammad Saw diperintahkan untuk menyampaikan:

ْاوُجۡرَي َن َكَ نَمَف ٞۖٞدِحَٰ َو ٞهََٰلِإ ۡمُكُهَٰ َلِإ ٓاَمَّنَأ ََّلَِإ ٰٓ َحَوُي ۡمُكُلۡثِ م ٞ َشََب ۠اَنَأ ٓاَمَّنِإ ۡلُق ۡلَف ۦِهِ بَر َء ٓاَقِل اََۢدَح َ

أ ٓۦِهِ بَر ِةَداَبِعِب ۡكِ ۡشَُي لََو ا احِلَٰ َص َ لَٗمَع ۡلَمۡعَي ا

"Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia [basyar]

seperti kamu, yang diberi wahyu kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa"

(5)

Qur’an juga menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan . Hal ini ditegaskan di dalam QS. Ar-Rum [30]: 20,

ٌْنِمَو

ٌ ۦِهِتََٰياَء

ٌْنَأ مُكَقَلَخ

ٌ باَرُ ت نِ م

ٌمُث

ٌ اَذِإ مُتنَأ

ٌ رَشَب

ٌَنوُرِشَتنَت

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak”.

Abd. Muin Salim menjelaskan bahwa ayat di atas menunjukkan adanya perkembangan kehidupan manusia karena di dalamnya terdapat kata min )نم( yang bermakna ‘mulai dari’ dan kata tsumma ) yang bermakna ‘perurutan dan perselangan َّ مُث( waktu’. Dengan begitu, dapat dipahami bahwa kejadian manusia diawali dari tanah dan secara berangsur mencapai kesempurnaan kejadiannya ketika mereka telah menjadi dewasa. (M.Quraish Shihab dkk, h. 138).

Sejalan dengan itu, Maryam (Ibu Nabi Isa as) mengungkapkan keheranannya betapa mungkin ia dapat memperoleh anak padahal ia belum pernah “disentuh” oleh basyar, yakni manusia dewasa yang mampu mengadakan hubungan seksual. Hal ini ditegaskan dalam Firman Allah Swt:

اَم ُقُلۡ َيَ ُ َّللَّٱ ِكِلََٰذَك َلاَق ٞۖٞ َشََب ِنِ ۡس َسۡمَي ۡم َلَو ٞ َلََو ِلَ ُنوُكَي ََّٰنََّأ ِ بَر ۡتَلاَق ۡم َ

أ ٰٓ َضََق اَذِإ ُُۚء ٓاَشَي ُنوُكَيَف نُك ۥُ َ

لَ ُلوُقَي اَمَّنِإَف اار

Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun [basyar]".(QS.Ali Imran [3]: 47)

(6)

Dengan demikian jelaslah bahwa kata-kata basyar dalam ayat-ayat tersebut menekankan persamaan dalam berbagai aspek antara lain:

a. Nabi Muhammad Saw dengan manusia-manusia lain memiliki kesamaan dari segi fisik bahwa setiap manusia akan mengalami tahapan perkembangan mulai dari masa bayi, anak-anak, dan memasuki masa kedewasaan yang menjadikannya wajib menjalankan kewajiban dari Allah Swt.

b. Kata basyar dalam ayat tersebut juga bermakna manusia dewasa, yang dimaksud oleh Maryam mustahil anak kecil, karena anak kecil tidak mungkin bisa melakukan hubungan seks.

c. Setiap manusia memiliki naluri manusiawi yang sama, seperti naluri lapar, makan, bekerja, capek, istirahat ingin memenuhi kebutuhan seksual dan lain-lain, tetapi bukan dalam sifat-sifat yang dapat membedakan seseorang dengan orang lainnya.

Secara terminologis, manusia adalah makhluq ciptaan Allah Swt yang terdiri dari jasmani dan ruhani, punya iman, akal, dan hati diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah Swt, sebagaimana Firman-Nya:

ِنوُدُبۡعَ ِلِ َّ

لَِإ َسنِ ۡ

لۡٱَو َّنِ لۡٱ ُتۡقَلَخ اَمَو ۡ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Ad-Zariyat/51:56).

(7)

3. Fase Penciptaan Manusia Ditinjau Dari Aspek Fisik a. Penciptaan Adam as

Untuk dapat mengetahui periode penciptaan Adam As sebagai manusia pertama perlu memahami beberapa ayat dari berbagai surat yang terkait dengan periode awal penciptaan manuisa yang harus dijadikan sebagai landasan pembahasan.

Ayat-ayat yang dimaksud antara lain sebagai berikut:

ٌ باَرُ تٌْنِمٌمُكَقَلَخٌمللَّاَو

”Dan Allah menciptakan kamu dari tanah ” (QS Fathir/35:11)

ٌَوُه ٌ ىِذملٱ مُكَقَلَخ نِ م

ٌ يِط

ٌمُث

ٌ َٰىَضَق

ًٌلَجَأ

ٌ لَجَأَو ٌ ۖ ىًّمَسُّم ۥُهَدنِع

ٌمُث ٌ ۖ

ٌْمُتنَأ

ٌَنوَُتََْتَ

ٌ

”Dialah yang menciptakan kamu dari tanah”. (QS.Al- An’am/6: 2).

Menurut M.Quraish Shihab, yang dimaksud dengan, thin ( نْيِط), yakni tanah yang bercampur air. ََّّ

ٖنوُن ۡسَّم ٖإَ َحَ ۡنِ م ٖلَٰ َص ۡل َص نِم َنَٰ َسنِۡلۡٱ اَنۡقَلَخ ۡدَقَلَو

”Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk” QS Al-Hijr/15:26).

Kata shalshalََّّ)ََّّلاصلص( terambil dari kata shalshalah )ةلصلص( yaitu suara keras yang bergema akibat ketukan. Yang dimaksud di sini adalah tanah yang sangat keras dan kering. Kata ini serupa maknanya dengan al-fakhkhar )راخفلا (, hanya saja kata

(8)

terakhir ini digunakan untuk tanah yang keras akibat pembakaran dengan api, berbeda dengan shalshal yang kekeringan dan kekerasannya tanpa pembakaran. Karena itu Allah berfirman:

ِراَّخَف ۡلٱَك ٖلَٰ َصۡلَص نِم َنَٰ َسنِۡلۡٱ َقَلَخ

“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,” (QS. ar-Rahman [55]: 14).

Kata hama ’(أمح adalah tanah yang bercampur air lagi ( berbau, sedangkan kata masnuun (نونسم) berarti dituangkan sehingga siap dan dengan mudah dibentuk dengan berbagai bentuk yang dikehendaki. Ayat ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat lain yang berbicara tentang asal kejadian manusia (Adam as) karena aneka istilah yang digunakan al-Qur’an menunjukkan tahapan-tahapan kejadiannya. Adam tercipta pertama kali dari tanah lalu tanah itu dijadikannya ( نيطَّ ) thin (tanah bercampur air), kemudian thin itu mengalami proses dan itulah yang diisyaratkan oleh (نونسمإمحَّ نم ) min hama’in masnuun dan ini dibiarkan hingga kering dan itulah yang menjadi (لاصلص) shalshal. (M.Quraish Shihab, Jilid.7, h.118- 119).

Surah Ar-Rahman [55]: 14, kata ( اصلصلََّّ ) shalshal adalah tanah kering yang bila Anda ketuk akan terdengar bersuara. Al- Qur'an menyebut berbagai materi ciptaan manusia. Ada yang menegaskan dari (بارت) turab/tanah. Ada lagi yang menyebut (ءام) ma'/air, atau dengan (نونسحَّءامح) hama' masnun/lumpur hitam. Ayat-ayat tersebut tidak bertentangan satu dengan

(9)

lainnya, karena masing-masing berbicara tentang salah satu periode dari proses penciptaannya. Katakanlah ia bermula dari tanah, lalu tanah itu bercampur dengan air sehingga menjadi thin, lalu dibiarkan beberapa saat sehingga menjadi hama (in) masnun/limpur hitam, lalu itu dibentuk sesuai dengan yang dikehendaki, dan dikeringkan sehingga menjadilah ia tanah kering seperti tembikar.

Penelitian ilmiah menyangkut manusia membuktikan bahwa tubuh manusia mengandung semua unsur yang terdapat dalam bumi yang kita huni ini. Ada karbon, oksigen, hidrogen, fosfor, azout, kalsium, potasium, sodium, klorin, magnesium, ferum, kuprum, florin, kobalt, zink, silikon, alumunium, dan lain-lain.(Quraish Shihab, jilid.13,h.505.

ِراَّخَف ۡلٱَك ٖلَٰ َصۡلَص نِم َنَٰ َسنِۡلۡٱ َقَلَخ

”Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar”

(QS Ar-Rahman/55:14)

اَق َنِم َتنُك ۡم َ

أ َتۡ َبَۡكَتۡس َ أ ٞۖ َّيَدَيِب ُتۡقَلَخ اَمِل َدُجۡسَت نَأ َكَعَنَم اَم ُسيِلۡبِإَٰٓي َل َينِلاَعۡلٱ

"Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang- orang yang (lebih) tinggi?"(QS. Sad (38) : 75).

Kalimat khalaqtu bi yadayya/Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku, para Ulama berbeda pemahaman tentang kata tangan bagi Allah Swt, ada yang memahami bahwa tangan bagi Allah Swt bermakna kekuasaan Allah, dan ada juga yang

(10)

memahami secara tekstual bahwa Allah punya tangan, tapi tangan yang layak bagi Allah dan mustahil sama dengan tangan mahluq-Nya (laisa kamislihi syai’). Menurut M.Quraish Shihab pendapat yang lebih memuaskan adalah memahami kata tersebut sebagai isyarat tentang betapa manusia memperoleh penanganan khusus dan penghormatan dari sisi Allah swt.(M.Quraish Shihab, Jilid.12, h. 170).

Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan baku dan proses penciptaan Adama As sebagai manusia pertama adalah Adam as diciptakan dengan dua tangan Allah swt atau kekuasaan Allah swt dari tanah bercampur air sehingga menjadi lumpur hitam berbauk lalu diberi bentuk, seterusnya dibiarkan kering dan mengeras seperti tembikar, setelah disempurnakan bentuk pisiknya lalu Allah swt meniupkan ruh ke dalam tubuh ruh ciptaan-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt:

ِهيِف ُتۡخَفَنَو ۥُهُتۡيَّوَس اَذِإَف ٖينِط نِ م اا َشََب َُۢقِلَٰ َخ ِ نَِّإ ِةَكِئَٰٓلَمۡلِل َكُّبَر َلاَق ۡذِإ ِحَوُّر نِم َنيِدِجَٰ َس ۥُ لَ ْاوُعَقَف َ

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:

"Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah.

Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya" (QS. Shad [38]: 71-72).



ٌ



ٌ



ٌ



ٌ



ٌ



ٌ



ٌ

ٌ



ٌ



ٌ



ٌ



ٌ

ٌٌٌ



ٌٌ



ٌٌ



ٌٌ



ٌٌ

ٌٌ



ٌٌ



ٌٌ



ٌٌ



ٌٌ

ٌٌٌ

(11)

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,. Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS. Al-Hijr [15]: 28-29).

Demikianlah sekilas proses penciptaan Adam as sebagai manusia pertama, baik sebagai manusia maupun sebagai khalifah. Faktor penting yang harus diketahui sebelum pembahasan tentang proses evolusi manusia adalah mengenai asal jejadian perempuan pertama (Hawa), karena proses evolusi manusia diawali oleh Adam as bersama Hawa, dan ayat Al- Qur’an yang dapat dijadikan dasar dalam pembahasan tentang asal kejadian perempuan pertama adalah:

ٌَي

ٌاَهُّ يَأ

ٌُسامنلا اوُقم تا

ٌُمُكمبَر يِذملا

ٌْمُكَقَلَخ

ٌْنِم

ٌ سْفَ ن

ٌ ةَدِحاَو

ٌَقَلَخَو

اَهْ نِم اَهَجْوَز

ٌمثَبَو اَمُهْ نِم

ًٌلاَجِر اًيرِثَك

ًٌءاَسِنَو اوُقم تاَو ٌ ۖ

ٌَمللَّا يِذملا

ٌَنوُلَءاَسَت

ٌِهِب

ٌَماَحْرَْلْاَو

ٌ ۖ

ٌمنِإ

ٌَمللَّا

ٌَناَك

ٌْمُكْيَلَع

ٌاًبيِقَر

ٌٌ

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”. (QS. An-Nisaa’ [4]: 1).

Sebahagian besar para mufassir seperti antara lain adalah Jalaluddin As-Suyuthi, Ibnu Katsir, Al-Qurtubi, Al-Biqa’i, Abu As-Su’ud memahami bahwa kata nafs dengan arti Adam as.

Bahkan At-Tabari salah seorang Ulama tafsir bermazhab Syi’ah (abad ke-6 H) mengemukakan dalam tafsirnya bahwa seluruh

(12)

Ulama tafsir sepakat mengartikan kata tersebut dengan Adam.

Sedangkan Al-Qurthubi menekankan bahwa istri Adam itu diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang bengkok, dan pandangan tersebut bersumber dari sebuah hadits yang menyatakan:

ٌ جَوْعَأٌ عْلِضٌْنِمٌَنْقِلُخٌمنُمنَِّإَفاًْيرَخِءاَسِ نلِبِاَوُصٌْوَ تْسِا

ٌٌ.

ٌنعٌىذمتَلاٌهاور

ةريرهٌبىأ

Artinya: “Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok”. (HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah).

Hadits tersebut dipahami oleh ulama-ulama terdahulu secara harfiyah. Namun tidak sedikit ulama kontemporer memahaminya secara metapora. (M.Quraish Shihab, 1997: 299- 300).

Dalam Surat An-nisaa’ ayat: 1 Allah Swt hanya menegaskan bahwa Hawa diciptakan oleh Allah Swt dari diri Adam as sendiri dan tidak menyebut dari organ tubuh Adam as yang mana Hawa diciptakan, hanya hadits tersebut satu-satunya dasar yang memberi petunjuk bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam as yang sebelah kiri dan dapat pula dipahami bahwa tulang rusuk Adam as pada dasarnya juga berasal dari tanah dan tidak ada satupun baik ayat Qur’an maupun Hadits Nabi yang menerangkan tentang proses penciptaan Hawa, sehingga yang mungkin ada hanyalah asumsi bahwa Allah Swt menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam as yang sebelah kiri hanya dengan kekuasaan Allah Swt dengan mengatan “kun

(13)

(jadi), fayahun ( maka jadilah Hawa), Allaahu ‘aklam bisshawab”.

b. Fase Proses Evolusi Manusia

Dalam QS. An-Nisaa’ ayat satu di atas Allah Swt menciptakan Adam as dan Hawa dan dari keduanya Allah Swt memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, selanjutnya proses evolusi manusia akan dapat diketahui secara bertahap, rinci dan ilmiah dengan merujuk pada beberapa ayat Al-Qur’an yang terkait dengan proses tersebut.

Al-Ashfahani menyebutkan makna daafiq adalah mengalir dengan cepat. Al-Qurthubi mengartikan kata mim maa’in daafiq sebagai dari air mani (sperma) yang dicurahkan ke dalam rahim perempuan (istri). Sedangkan menurut Mutawally Asy-Sya’rawy, seorang ahli bahasa dan Al-Qur’an Mesir kontemporer, menjelaskan dalam tafsirnya, kata itu mengandung arti bahwa memancar sudah merupakan sifat air itu sendiri, bukan dipancarkan (madfuq), sehingga jika seseorang bermaksud menahan pancarannya, niscaya orang tersebut tidak akan mampu melakukannya (M.Quraish Shihab dkk, h. 156-157).

Yang dimaksud dengan air yang dipanjarkan dari tulang shulb dan taraib dalam ayat tersebut menurut sebahagian besar mufassir antara lain seperti Ibn Jarir ath-Thabari, Ibn Katsir dan Al-Jalalain adalah semen laki-laki berasal dari tulang belakan dan semen wanita dari tulang rusuk. (dr. Muhammad Ali Albar, h. 106 ).

(14)

Menurut M.Quraish Shihab, kata maa’ adalah bentuk tunggal, sehingga seandainya air yang dimaksud bersumber dari laki-laki dan wanita, maka tentu redaksi ayat di atas akan berbunyi maa’ain daafiqain dan dengan demikian ia juga akan dijelaskan sebagai keluar dari dua tempat yang berbeda. Ayat ke tujuh di atas menyatakan bahwa keluarnya air tersebut dari antara ash-shulb dan attaraib. Seandainya shulb milik lelaki dan taraib milik wanita, maka tentu ayat tersebut akan berbunyi min yakhrujaani as-shulb wattara’ib/keduanya keluar (masing- masing) dari as-shulb dan at-taraib.

Tetapi redaksi ayat menjelaskan bahwa air itu keluar dari antara shulb dan taraib, sehingga M. Quraish Shihab berpendapat bahwa sperma keluar antara tulang punggung dan tulang dada pria. Benar, bahwa penciptaan manusia terjadi melalui pertemuan sperma (laki-laki) dan ovun (wanita), tetapi ada ayat Al-Qur’an yang menggambarkan wanita sebagai ladang:

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam”, (QS.Al-Baqarah [2]: 223).

Benih apapun yang ditanam di situ, maka yang tumbuh adalah jenis benih itu. Jika yang ditabur dalam ladang itu benih lelaki, maka pasti yang lahir adalah lelaki, demikian juga sebaliknya. Demikian penegasan Al-Qur’an yang dibenarkan oleh para ilmuan. Lelaki, kata para ilmuan, memiliki potensi untuk membuahkan benih jantan dan betina, sedangkan perempuan sekedar menerimanya. Lelaki berpotensi menabur

(15)

benih X atau Y, berbeda halnya dengan perempuan yang hanya memiliki benih X, (M.Quraish Shihab, h. 852-853).

Ayat-ayat yang berbicara tentang dua bentuk perkembangan embrio manusia:

1) Epigenetik, di mana nuthfah amsyaj (zigot), berkembang menjadi alaqah, yaitu sesuatu yang melekat pada rahim.

Alaqah kemudian berubah menjadi mudghah, yaitu potongan yang telah dikunyah, yang di dalam embriologi dikenal sebagai tahap somit. Somit kemudian berdiferensiasi menjadi tulang dan otot yang menutupi tulang. Kemudian embrio manusia dibentuk kembali.

2) Pra pembentukan, di mana ciri-ciri dan sifat manusia yang akan datang telah ditentukan sebelumnya, dan di dalam nuthfah sendiri (gamet laki-laki dan wanita)(Muhammad Ali Albar, h.64-65).

Setelah berproses tersebut di atas mencapai kesempurnaan, kemudian Allah Swt meniupkan ruh ciptaan- Nya dan menjadikan bagi manusia pendengaran, pengelihatan dan hati.

c. Ukuran waktu kehamilan

Masa kehamilan wanita tidak selalu sama, ada yang melahiran setelah menjalani masa kehamilan 6 - 9 bulan, ini berarti masa kehamilan ada yang mencapai masa puncak kesempurnaan, ada yang sempurna, ada yang kurang sempurna dan bahkan ada yang tidak sempurna dan hal ini sudah diisayaratkan dalam Al-Qur’an Allah berfirman yang artinya :

(16)

Artinya: ”Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”.(QS Ar-Ra'du[13]: 8)

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kandungan yang sempurna dan yang kurang sempurna, perlu mencermati ayat berikut secara berturut-turut:

”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”. (QS. Al-Ahqaf [46]: 15).

”Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu”.(QS.

Luqman [31): 14). Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.

”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. (QS. Al-Baqarah [2]: 233).

Apabila dicermati ayat-ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa masa mengandung dan menyapih selama 30 bulan, dan masa penyusuan yang sempurna 2 tahun atau 24 bulan, maka kalau 30 bulan dikurangi masa penyusuan yang sempurna 2 tahun atau 24 bulan maka masa tersisa 6 bulan, akhirnya bisa disimpulkan bahwa masa kehamilan minimal adalah 6 bulan yang memungkinkan janin untuk bisa bertahan hidup ketika dilahirkan dalam keadaan sempurna.

(17)

Para shahabat juga berpegang dengan pemahaman tersebut. Syahdan ada seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita, kemudian melahirkan dalam jangka waktu 6 bulan setelah pernikahan mereka, sehingga berkembang isu bahwa keduanya telah berbuat zina sebelum menikah. Utsman (sebagai khalifah kala itu) bermaksud menjatuhkan ponis zina kepada keduanya dengan asumsi bahwa si wanita sudah hamil sebelum pernikahan. Namun, rencana ini dibantah oleh Ibn Abbas ra. Ia mengatakan, ”Jika kalian ingin menyalahkan kitab suci, maka salahkanlah. Allah berfirman: ”Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”, dia menjelaskan: dan menyapihnya dalam dua tahun”. Perempuan itu dibebaskan dari dakwaan berzina, karena ia terbukti hamil selama 6 bulan.(Yusuf Al-Hajj Ahmad, h. 50-51).

d. Konsepsi Fitrah Manusia

Secara etimologi fitrah artinya agama, sunnah, mengadakan dan perangai semula. (Al-Marbawi, h. 96). Fitrah juga berarti sifat, asal kejadian, kesucian, bakat atau tabiat.

Secara terminologi fitrah oleh para ahli dari berbagai bidang ilmu dengan rumpuan yang berbeda-beda,. Asy-Syarif Ali bin Ahmad al-Jurjani ahli bahasa arab dari Jurjan Persia, mendefinisikannya sebagai watak yang senang menerima agama. Menurut para fukaha’ (ahli fiqih), fitrah adalah tabiat yang suci dan asli yang dibawa manusia sejak lahir, belum pernah disentuh oleh cacat atau aib. Para ahli filsafat mengartikannya sebagai suatu persiapan sebelum lahir ke dunia

(18)

untuk melaksanakan hukum Allah dan membedakan antara yang hak dan yang batil. Muhammad Husin Tabataba’i seorang ahli filsafat dan tafsir dari Persia (Iran), mengartikannya sebagai asal kejadian dan agama.(Abdul Azis Dahlan, h.380-381).

Hamka dalam Kitab Tafsir al-Azhar menerangkan bahwa fitrah adalah iman kepada Allah Swt yang Maha Kuas, Maha kasih sayang yang telah diadakan oleh Allah dalam jiwa manusia pada alam wujud ilm(alam ruh). Allah Swt telah berfirman:

”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

"Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi"... (QS.Al-A’raf [7]: 172).

”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. ” (QS Ar-Ruum/30:30).

Menurut Ibnu ’Asyur yang dimaksut dengan fitrah dalam ayat tersebut adalah apa yang diciptakan Allah dalam diri manusia yang terdiri dari jasad dan akal (serta jiwa). Ayat tersebut sejalan dengan sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya:”Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah (beragama Islam), maka orang tuanyalah yang merubah keyakinan tersebut menjadi yahudi, nasrani, atau majusi” (HR Bukhari dan Muslim).

Manusia adalah makhluq Allah yang paling sempurna dan mulia, apabila dibandingkan dengan makhluq Allah yang

(19)

lain, Firman Allah Swt: ”Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” .(QS.

At-Tiin/95:4). Kata taqwim diartikan sebagai ”menjadikan sesuatu memiliki qiwam atau bentuk fisik yang pas dengan fungsinya.” Ar-Raghib Al-Asfahany, seorang pakar bahasa Al- Qur’an, memandang kata taqwim di sini sebagai isyarat tentang keistimewaan manusia dibanding binatang, yakni akal, pemahaman dan bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. (M.Quraish Shihab, h. 741). Sejalan dengan ayat tersebut Allah berfirman: ”Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”.(QS.As-Sajdah[32]: 9)

e. Potensi Dasar Manusia

Dari Ayat-ayat dan Hadits tersebut di atas dapat difahami bahwa substansi fitrah manusia terdiri dari lima faktor yaitu:

”Fisik, ruh, iman kepada Allah Swt, akal dan hati”, lima faktor tersebut sekaligus menjadi potensi dasar bagi setiap manusia, dengan lima potensi dasar tersebut Allah menempatkan manusia lebih mulia bila dibandingkan dengan makhluk lain dan diposisikannya manusia sebagai khalifah di bumi, agar fungsi kekhalifahan manusia dapat berjalan dengan efektif, maka konsekuensi logisnya lima potensi dasar tersebut harus dipelihara dan dikembangkan melalui suatu proses pendidikan

(20)

yang komprehensip, dinamis dan seimbang di antara lima faktor tersebut.

f. Hakikat dan Tujuan Hidup Manusia

Yang berhak menetapkan hakikat hidup manusia dan tujuan hidupanya tentunya Allah Swt sebagai pencipta dan pemilik mutlak manusia. Untuk mendapat gambaran ini, perlu mencermati firman Allah Swt. ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada- Ku”(QS Adz-Zariyat/51:56).

Menurut Abdullah bin Abbas yang diterima dari Ali bin Thalhah yang dimaksud dengan beribadah dalam ayat tersebut adalah ”mengakui diri sebagai budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut kemauan Allah, baik secara sukarela ataupun terpaksa” (HAMKA, Juz. 27,h. 49). Dalam ayat tersebut menegaskan bahwa latar belakang penciptaan jin dan manusia hanya untuk kepentingan beribadah kepada Allah Swi, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat hidup manusia adalah ”Hidup hanya untuk beribadah kepada Allah Swt”, baik ibadah secara umum maupun secara khusus, baik dalam keadaan taat ataupun terpaksa. Sehingga semua aktivitas hidup manusia maupun cara matinya manusia harus sesuai dengan kehendak atau kemauan Allah Swt dan ini sejalan juga dengan firman Allah Swt: ”Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. Al-An’am [6]: 162). Untuk mengetahui tujuan hidup manusia perlu mencermati firman Allah Swt:

(21)

”Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba- hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku” (QS Al-Fajr/89:

28-30).

Berdasarkan ayat tersebut dapat difahami bahwa sentral tujuan hidup manusia adalah ”Untuk mendapatkan cinta dan ridha Allah Swt”, kalau manusia sudah diridhai oleh Allah Swt, maka manusia akan mendapatkan syurga-Nya.

C. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang manusia dalam penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Bahan baku penciptakan manusia (Adam as) adalah tanah bercampur air.

2. Proses evolusi manusia bercampurnya sperma atau mani yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dengan ovum yang keluar dari taraib atau tulang dada perempuan dan baik air mani maupun ovum perempuan pada prinsipnya berasal dari tanah bercampur air, karena pada dasarnya semua yang dikonsumsi manusia berasal dari saripati tanah.

3. Semua yang diiformasikan 14 abad yang lalu oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an tentang proses awal perkembangan embrio manusia sampai jenjang waktu kehamilan dan kelahiran manusia dapat dibuktikan secara ilmiah dengan kemajuan sciense dan teknologi dewasa ini.

4. Hakikat hidup manusia diciptakan oleh Allah Swt adalah hidup hanya untuk beribadah kepada Allah Swt, sebaliknya kalau

(22)

manusia hidup tidak beribadah kepada Allah Swt, pada hakikatnya bukan manusia. Sedangkan tujuan hidup manusia yang telah ditetapkan oleh Allah Swt adalah hidup beribadah hanya untuk menggapai keridhaan atau kecintaan Allah Swt.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Albar, Muhammad, Penciptaan Manusia Kaitan Ayat-Ayat Al- Qur’an, dan Hadits Dengan Ilmu Kedokteran, Yogyakarta:

Mitra Pustaka, 2002.

Al-Hajj Ahmad, Yusuf, Alihbahasa Tim Kreatif Kauka, Kemukjizatan Al-Qur’an dan Sunnah, Kemujizatan Manusia dalam Al- Qur’an dan Sunnah, Yogyakarta: Sajadah Press, 2008.

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1997.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:

Departemen Agama RI, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al- Qur’an, 1999.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1990.

Dkk, Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Haji Abdul Karim Malik Amrullah, (HAMKA), Tafsir Ai-Azhar, Jakarta: PT Pustaka Panji Masyarakat, 1984.

Munawir, Ahmad Warson, Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta:

Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984.

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1997.

Tafsir Al-Mihsbah, Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta:

Lentera Hati, 2004.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

(3) Untuk kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di Lini IV ke petani atau Kelompok Tani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten

Kecombrang (Etlingera elatior) yang merupakan hasil alam dengan kandungan saponin yang memiliki sifat menghasilkan busa adalah tumbuhan yang digunakan masyarakat Baduy untuk mandi

Penelitian ini dilakukan di UD. Majid Jaya yang berlokasi di Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Penelitian ini melakukan pengamatan pada produksi yang

Jika dilihat dari karakteristik responden, sebagian be- sar jenis investasi yang dimiliki oleh re- sponden adalah pada aset riil, yang berarti risiko yang dimiliki pada

Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan gambaran tentang penerimaan dan pengeluaran daerah selama satu tahun anggaran sehingga pada akhir

Dari 15 ekor sampel darah domba, semua DNA dapat diisolalsi dan kemurnian DNA yang dihasilkan berkisar antara 1,75 - 2,00 yang berarti sebagian besar sudah sesuai dengan

Penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat kepuasan nasabah berdasarkan 4 variabel penting yaitu ketergunaan (usability), kualitas informasi (information quality),