• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edible Film Edible film merupakan suatu lapisan tipis dan transparan pada bahan pangan yang layak untuk dikonsumsi dan dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edible Film Edible film merupakan suatu lapisan tipis dan transparan pada bahan pangan yang layak untuk dikonsumsi dan dapat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edible Film

Edible film merupakan suatu lapisan tipis dan transparan pada bahan pangan yang layak untuk dikonsumsi dan dapat terdegradasi oleh alam secara biologis. Untuk menambah nilai fungsional dari kemasan itu sendiri, dalam pembuatan edible film dapat ditambahkan dengan komponen tertentu sehingga edible film dapat bersifat biodegradable (Kusumawati dkk., 2013). Edible film juga dapat mempengaruhi sebagai pembawa komponen makanan, diantaranya vitamin, mineral, antioksidan, antimikroba, pengawet, bahan untuk memperbaiki rasa dan warna produk yang dikemas. Selain bahan-bahan yang digunakan relatif murah, dalam pembuatan edible film juga menggunakan teknologi yang sederhana dan mudah dirombak secara biologis (biodegradable) (Yulianti dan Ginting, 2012).

Fungsi utama dari edible film adalah salah satunya memiliki kemampuan dalam peranannya sebagai penghalang, baik itu air, minyak, atau gas. Titik penting untuk menjaga kesegaran, mengontrol pertumbuhan mikroba dan tekstur yang baik merupakan kadar air pada makanan. Selain itu, fungsi dari edible film dapat mengontrol Aw (water activity) melalui penerimaan atau pelepasan air (Hui, 2006). Edible film dapat digunakan sebagai pengemas bahan makanan seperti biji-bijian dan kacang- kacangan (Krisna, 2011), buah-buahan, sayuran segar dan sosis (Nofita, 2011)

Menurut (Nathalya, 2015) beberapa keunggulan edible film dibandingkan dengan bahan pengemas lain yaitu:

1. Meningkatkan retensi warna, gula, asam, dan komponen flavor.

2. Mengurangi kehilangan berat.

3. Mempertahankan kualitas saat distribusi dan penyimpanan.

4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan.

5. Memperpanjang umur simpan.

6. Mengurangi penggunaan pengemas sintetik.

Berdasarkan komponennya, edible film dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: hidrokoloid (mengandung protein, polisakarida atau alginat), lemak (asam

(2)

6

lemak, acylgliserol atau lilin) dan kombinasi (dibuat dengan menyatukan kedua substansi dari dua kategori) (Skurtys dkk., 2011). Standart Edible Film dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Standart Edible Film

Parameter Nilai

Ketebalan 0,25 mm

Kuat tarik 0,39 Mpa

Elongasi <10% buruk

>50% bagus

WVTR <7 g/m2/hari

Sumber: (JIS (Japanesse Industrial Standard), 1997) 2.1.1 Hidrokoloid

Hidrokoloid merupakan suatu polimer yang mudah larut dalam air, mampu mengentalkan larutan dan mampu membentuk koloid atau mampu membentuk gel dari larutan. Hidrokoloid atau koloid hidrofilik ini dapat menggantikan istilah gum. Ada beberapa jenis dari hidrokoloid yaitu alami dan sintetik, kedua jenis tersebut sering digunakan dalam industri pangan. Hidrokoloid diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu hidrokolid utama, hidrokoloid utama termodifikasi, dan hidrokoloid sintetik (Misnawati, 2015).

Jenis hidrokoloid yang biasanya digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat. Karbohidrat yang digunakan dalam edible film dapat berupa pati, pati yang dimodifikasi secara kimia, dan gum (alginat, pektin, dan gum arab).

Protein yang digunakan dalam pembentukan edible film dapat menggunakan gelatin, kasein, protein kedelai, protein whey, gluten gandum, dan protein jagung. Penggunaan hidrokoloid dalam edible film sangat baik dalam menghambat perpindahan oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik, sehingga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur. Peran polisakarida dalam pembuatan edible film yaitu untuk mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan. Penggunaan dari senyawa hidrokoloid ini memiliki banyak keuntungan yaitu tersedia dalam jumlah yang banyak, mempunyai harga yang murah, dan bersifat non toksik (Misnawati, 2015).

(3)

7 2.1.2 Lipida

Nama suatu golongan senyawa organik yang meliputi sejumlah senyawa yang terdapat di alam yang memiliki sifat dapat larut dalam pelarut-pelarut organik tetapi sukar larut atau tidak larut dalam air disebut lipida. Pelarut organik yang dimaksud yaitu pelarut organik non polar, seperti benzen, dietil eter, pentana, dan karbon tetraklorida. Lipid dapat diekstraksi dari sel jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan pelarut-pelarut tersebut (Misnawati, 2015). Penggunaan lipida pada pembuatan edible film sering digunakan sebagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk permen. Sedangkan penggunaan lemak murni dalam pembuatan edible film sangat terbatas dikarenakan dapat menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik (Fennema dkk, 2004).

Penggunaan lipid dalam pembuatan edible film memiliki karakteristik yaitu tergantung pada berat molekul dari fase hidrofilik dan fase hidrofobik, rantai cabang, dan polaritas. Contoh lipida yang sering digunakan sebagai pembuatan edible film antara lain lilin (wax) seperti parafin dan carnauba, kemudian asam lemak, monogliserida, dan resin (Hui, 2006). Carnauba merupakan jenis lilin yang biasa digunakan hingga sekarang. Salah satu alasan mengapa lipida ditambahkan dalam edible film adalah untuk memberikan sifat hidrofobik (Misnawati, 2015).

2.1.3 Komposit

Komponen lipid dan hidrokoloid merupakan komposit dari edible film. Cara pengaplikasian dari komposit film dapat dibentuk dalam lapisan satu-satu (bilayer), lapisan satu merupakan hidrokoloid dan lapisan lain merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Komposit digunakan untuk mengambil keuntungan dari setiap komponen hidrokoloid dan lipida.

Hidrokoloid dapat memberikan daya tahan dan lipida akan meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air. Hasil film gabungan antara hidrokoloid serta lipida (komposit) ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan serta sayuran yang telah mengalami proses minimalis (Misnawati, 2015).

(4)

8 2.2 Lidah Buaya

2.2.1 Gambaran Umum Lidah Buaya

Liliaceae merupakan golongan tanaman Lidah buaya (Aloe vera L.) yang berasal dari Afrika tepatnya Ethiopia. Sebagian besar lidah buaya berisi pulp atau daging yang mengandung getah bening, lekat dan berbentuk gel. Sedangkan bagian luar dari lidah buaya berupa kulit tebal yang berklorofil (March, 2006). Tanaman lidah buaya (Aloe vera L.) banyak tumbuh pada iklim tropis ataupun subtropis dan sudah digunakan sejak lama karena fungsi pengobatannya. Benua Afrika, Asia dan Amerika merupakan daerah yang biasanya lidah buaya dapat tumbuh. Lidah buaya dapat tumbuh pada musin kemarau dikarenakan bagian stomata daun lidah buaya dapat tertutup rapat karena untuk menghindari air daun. Suhu optimum untuk pertumbuhan lidah buaya berkisar antara 16-33°C dengan curah hujan 1000-3000 mm dengan musim kering agak panjang, sehingga lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam penggunaan air (Furnawanthi, 2002).

Adapun taksonomi dari lidah buaya menurut (Furnawanthi, 2002) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Liliflorae

Suku : Liliaceae Marga : Aloe

Jenis : Aloe barbadensis Miller

Secara umum, lidah buaya merupakan jenis tanaman terlaris didunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri dan tanaman obat. Berdasarkan hasil penelitian, lidah buaya memiliki beberapa kandungan antara lain kandungan zat-zat seperti enzim, asam amino, mineral, vitamin, polisakarida, dan komponen lain yang sangat bermanfaat bagi kesehatan (Arifin, 2014)

Lidah buaya memiliki salah satu zat penting yaitu aloe emodin, sebuah senyawa organik dari golongan antrokuinon yang mengativasi jenjang sinyal insulin seperti

(5)

9

fosfatidil inositol-3 kinase dan meningkatkan laju sintesis glikogen dengan menghambat glikogen sintase kinase 3 beta, sehingga sangat berguna untuk mengurangi rasio gula darah (Arifin, 2014). Bentuk dari tanaman lidah buaya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lidah Buaya (Aloe vera L.) Sumber: (Rifaldo, 2020) 2.2.2 Lidah Buaya

Tanaman lidah buaya merupakan tanaman yang serbaguna untuk kesehatan, mudah ditanam dan tumbuh didaerah berhawa panas (tropik). Julukan tanaman lidah buaya ini yaitu the miracle plant atau tanaman ajaib karena memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi kehidupan manusia. Lidah buaya mampu menyembuhkan luka dan meredam rasa sakit atau panas di kulit yang terbakar (Arifin, 2014).

Lidah buaya memiliki lebih dari 350 jenis yang termasuk dalam suku liaiaceae.

Menurut (Hayati, 2009), ada tiga jenis lidah buaya yang dibudidayakan secara komersial di dunia, yakni curacao aloe atau Aloe barbadensis miller, cape aloe atau Aloe ferox miller, dan socotrine aloe yang salah satunya adalah Aloe perryi baker.

Perbedaan ketiga jenis tanaman lidah buaya dapat dilihat pada Gambar 2.

Spesies Aloe barbadensis miller merupakan jenis lidah buaya yang banyak dimanfatkan karena jenis ini mempunyai banyak keunggulan yaitu: tahan hama, ukurannya dapat mencapai 121 cm, berat per batangnya bisa mencapai 4 kg, mengandung 75 nutrisi serta aman dikonsumsi (Istanto dkk., 2014). Perbedaan karakteristik ketiga jenis lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 2.

(6)

10

Gambar 2. Jenis-jenis Tanaman Lidah Buaya a) Aloe barbadensis miller, b) Aloe ferox miller, c) Aloe perryi baker

Sumber: (Pradnyani and Ari, 2018)

Tabel 2. Karakteristik Tiga Jenis Tanaman Lidah Buaya No. Karakteristik Aloe Barbadensis

Miller

Aloe Ferox Miller

Aloe Perryi Baker

1. Batang Tidak terlihat

jelas

Terlihat jelas (tinggi 3-5 m atau lebih)

Tidak terlihat jelas (lebih kurang 0,5 m) 2. Bentuk daun Lebar dibagian

bawah, dengan pelepah bagian atas cembung

Lebar dibagian

bawah

Lebar dibagian bawah

3. Lebar daun 6-13 cm 10-15 cm 5-8 cm

4. Lapisan lilin pada daun

Tebal Tebal Tipis

5. Duri Dibagian pinggir

daun

Dibagian pinggir dan bawah daun

Dibagian pinggir daun 6. Tinggi bunga (mm) 25-30 (tinggi

tangkai bunga 60- 100 cm)

35-40 25-30

7. Warna bunga Kuning Merah tua

hingga jingga

Merah terang Sumber: (Arifin, 2014)

2.2.3 Gel Lidah Buaya

Bagian daun terdalam yang berlendir dinamakan gel. Memiliki sifat mendinginkan dan mudah rusak karena oksidasi, sehingga pengolahan lebih lanjut

(7)

11

sangat dibutuhkan agar diperoleh gel yang stabil dan tahan lama (Wahjono dkk, 2002).

Sebagian besar gel lidah buaya terdiri dari air dan sisa berupa padatan terutama karbohidrat, dan memiliki beberapa vitamin, protein, mineral serta mempunyai beberapa senyawa aktif yang mengandung antimikroba dan antioksidan. Gel lidah buaya tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempengaruhi rasa atau rupa, alami serta aman untuk digunakan, sehingga pada pengaplikasian gel lidah buaya dapat sebagai edible film dan mampu meminimalkan resiko oksidasi serta kontaminasi mikroba pada produk pangan. Pada penelitian edible film dengan proporsi gel lidah buaya 3%, memiliki karakteristik edible film perlakuan terbaik dengan kadar air 4,22%, total fenol 828,42 μg/g, aktivitas antioksidan 22,34%, tensile strength 166,23 N/cm2, elongasi 50,22%, transmisi uap air 13,97 g/m2, tingkat kecerahan 63,98 (Afriyah dkk., 2015)

Cara pengaplikasian gel lidah buaya sebagai edible menurut (Afriyah dkk., 2015) gel lidah buaya dapat dibuat edible film dikarenakan lidah buaya sebagian besar berisi pulp atau daging yang mengandung getah bening, lekat dan berbentuk gel.

Sedangkan bagian luar berupa kulit tebal yang berklorofil. Gel lidah buaya sebagian besar terdiri dari air dan sisanya berupa padatan terutama karbohidrat, dan memiliki beberapa vitamin, protein, mineral serta mempunyai beberapa senyawa aktif yang mengandung antimikroba dan antioksidan. Selain itu gel lidah buaya tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempengaruhi rasa atau rupa, alami serta aman untuk digunakan, sehingga diharapkan pada pengaplikasian gel lidah buaya sebagai edible film mampu meminimimalkan resiko oksidasi serta kontaminasi mikroba pada produk pangan.

Penambahan lidah buaya dengan proporsi pati kacang hijau dan gliserol pada edible film diharapkan dapat berpengaruh terhadap karakteristik sifat edible film yang bermutu tinggi, dan mampu memberikan perannya sebagai pelapis alternatif yang bermanfaat bagi produk-produk pangan. Menurut (Chauhan dkk., 2016) cara memperoleh lapisan bening gel aloe vera dapat berasal dari sel parenkim daun aloe vera segar. Gel lidah buaya memiliki kandungan bioaktif antara lain antraquinon (aloin, barbaloin, emodin), sakarida (selulosa, manosa, glukomanan), vitamin (B1, B2, B6, C) dan enzim (amilase, katalase, lipase). Gel lidah buaya yang telah diekstrak ini secara alami mengandung antioksidan dan antimikroba yang mampu melawan bakteri patogen

(8)

12

sehingga dapat berpotensi sebagai bahan dasar edible film. Selain itu, pada gel lidah buaya terkandung zat-zat penting lain yang dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan komponen nutrisi gel lidah buaya per 100g dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Zat-Zat yang Terkandung di dalam Gel Lidah Buaya

Zat Kegunaan

Lignin  Mempunyai kemampuan penyerapan

yang tinggi, sehingga memudahkan peresapan gel ke kulit atau mukosa.

Saponin  Mempunyai kemampuan

membersihkan dan bersifat antiseptik.

 Bahan pencuci yang sangat baik.

Kompleks Anthraquinone alon, Barbaloin, Iso-Barbaloin, Anthranol, Aloe emodin, Anthrancene, Aloetic acid, Ester Asan Sinamat, Asam Krisophanat, Eteral oil, Resistanol

 Bahan laktasatif.

 Penghilang rasa sakit, mengurangi racun.

 Senyawa anti bakteri.

 Mempunyai kandungan antibiotik.

Acemannan  Sebagai anti virus.

 Anti bakteri.

 Anti jamur.

 Dapat menghancurkan sel tumor, serta meningkatkan daya tahan tubuh.

Vitamin B1, B2, Niacinamida, B6, Cholin, Asam Folat

 Bahan penting untuk menjalankan fungsi tubuh secara normal.

Enzim oksidase, amylase, katalase, lifase, protease

 Mengatur proses-proses kimia dalam tubuh.

 Menyembuhkan luka dalam dan luar.

Monosakarida, polisakarida, selulosa, glukosa, mannose, aldophentosa, rhamnosa

 Bahan laktasatif.

 Penghilang rasa sakit, mengurangi racun.

 Senyawa antibakteri.

 Mempunyai kandungan antibiotik.

Enzim bradykinase, karbiksipeptidase  Mengurangi inflamasi.

 Anti alergi.

 Dapat mengurangi rasa sakit.

Glukomannan, Mukopolysakarida  Memberikan efek imuno modulasi.

Salisilat  Menghilangkan rasa sakit, dan anti

inflamasi.

Tennin, aloctin A  Sebagai anti inflamasi.

Sumber: (Arifin, 2014).

(9)

13

Tabel 4. Komponen Nutrisi Gel Lidah Buaya per 100g

Komponen Jumlah

Karbohidrat 0.300 g

Kalori 1.750 – 2.300 kal

Lemak 0.050 – 0.090 g

Protein 0.010 – 0.061 g

Vitamin A 2.000 – 4.600 IU

Vitamin C 0.500 – 4.200 mg

Thiamin 0.003 – 0.004 mg

Riboflavin 0.01 – 0.04 mg

Niacin 0.038 – 0.040 mg

Kalsium 9.920 – 10.920 mg

Besi 0.060 – 0.320 mg

Sumber: (Sushanty, 2014) 2.3 Kacang Hijau

2.3.1 Gambaran Umum Kacang Hijau

Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan tanaman kacang-kacangan ketiga yang banyak dibudidayakan di Indonesia setelah kedelai dan kacang tanah. Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki kesempatan untuk melakukan ekspor kacang hijau apabila dilihat dari kesesuaian iklim dan kondisi lahan yang dimiliki (Purwono dan Hartono, 2005). Kacang hijau memiliki ukuran batang yang kecil, batang tumbuh tegak mencapai 30-110 cm, bercabang menyebar ke semua arah, berbulu, berwarna hijau kecoklat-coklatan atau kemerah-merahan. Daun kacang hijau adalah daun majemuk dengan tiga helai anak daun per tangkai, helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau. Buah kacang hijau berbentuk polong dengan panjang antara 6-15 cm, tiap polong berisi 6-16 butir biji, biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir 0,5 mg-0,8 mg atau berat per 1000 butir antara 36g-78g.

Biji kacang hijau berwarna hijau kusam atau hijau mengkilap, namun adapula yang berwarna kuning dan coklat (Fachrudin, 2000). Bentuk dari kacang hijau dapat dilihat pada Gambar 3.

(10)

14

Gambar 3. Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Sumber: (Balitkabi, 2005)

Adapun taksonomi dari kacang hijau menurut (Purwono dan Hartono, 2005) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyldonae Ordo : Leguminales Famili : Leguminosae Genus : Vigna

Spesies : Vigna radiata L.

Kandungan dari kacang hijau antara lain sumber protein nabati, vitamin (A, B1, C, dan E), serta beberapa zat lain yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, seperti amilum, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium dan niasin. Selain biji, daun kacang hijau muda sering dimanfaatkan sebagai sayuran. Khasiat dari kacang hijau bermanfaat untuk melancarkan buang air besar dan menambah semangat (Purwono dan Hartono, 2005). Kandungan protein kacang hijau sekitar 22%. Kacang hijau termasuk bahan makanan sumber protein kedua setelah susu skim kering. Namun bila dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya, kandungan protein kacang hijau menempati peringkat ketiga setelah kedelai dan kacang tanah. Kacang hijau 100g mengandung 22g protein yang kaya akan asam amino lisin (7,94%). Kacang hijau mengandung mineral kalsium dan fosfor yang relatif tinggi yaitu 125 mg kalsium dan

(11)

15

320 mg fosfor dalam 100 g kacang hijau. Lemak kacang hijau (1,2 g/100g) jauh lebih rendah dari kacang kedelai (15,6 g/100g), karena itu kacang hijau sangat baik bagi orang yang ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Kacang hijau memiliki kandungan rendah lemak yang dapat menyebabkan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh (Diniyati, 2012). Komposisi zat gizi kacang-kacangan per 100g yang dapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Zat Gizi Kacang-Kacangan per 100 gram

Zat Gizi Kacang Hijau Kacang Merah Kedelai Kacang Tanah

Energi (kkal) 323 314 381 525

Protein (g) 22,9 22,1 40,4 27,9

Lemak (g) 1,5 1,1 16,7 42,7

Karbohidrat (g) 56,8 56,2 24,9 17,4

Serat (g) 7,5 4 3,2 2,4

Kalsium (mg) 223 502 222 310

Fosfor (mg) 319 429 628 456

Besi (mg) 7,5 10,3 10 5,7

Sumber: (Kemenkes, 2009)

2.3.2 Pati Kacang Hijau

Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan oleh manusia sebagai sumber energi utama. Dua fraksi yang terdapat pada pati dapat dipisahkan dengan air panas. Dua fraksi tersebut yaitu fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 2005). Molekul amilosa merupakan polimer dari unit-unit glukosa dengan bentuk ikatan α-1,4 glikosidik, berbentuk rantai lurus, tidak bercabang atau mempunyai struktur heliks yang terdiri dari 200 - 2000 satuan anhidroglukosa sedangkan amilopektin merupakan polimer unit-unit glukosa dengan ikatan α-1,4 glikosidik pada rantai lurus dan ikatan α-1,6-glikosidik pada percabangan, terdiri dari 10.000 - 100.000 satuan anhidroglukosa (Adebowale dan Lawal, 2003).

Amilosa memiliki kemampuan membentuk kristal karena struktur rantai polimernya yang sederhana. Struktur yang sederhana ini dapat membentuk interaksi molekuler yang kuat. Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa.

(12)

16

Pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada amilosa dibanding amilopektin. Namun, pada dasar struktur amilopektin sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek α-1,4-D-glukosa dalam jumlah yang besar (Taggart, 2004).

Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi pati.

Gelatinisasi merupakan suatu proses ketika granula pati dipanaskan dengan air yang cukup sehingga terjadi pengembangan granula pati dan menghasilkan cairan yang kental untuk memberikan kualitas produk yang diinginkan (Rohaya, 2013).

Pati disimpan dalam granula-granula yang terpisah, dengan ukuran, bentuk, morfologi, komposisi, dan struktur molekul bervariasi tergantung asal tanamannya (Sajilata, 2006). Diameter granula umumnya berkisar 1 μm - 100 μm, dengan berbagai variasi bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan, serta terdistribusi secara tunggal maupun bergerombol (Bertolini, 2010). Pati tersusun oleh polimer rantai lurus amilosa dan polimer bercabang amilopektin. Umumnya pati mengandung 20-30%

amilosa dan 70-80% amilopektin, tetapi pada varietas tertentu mengandung pati beramilopektin tingi seperti pada waxy corn dengan amilopektin 98% (Stipanuk, 2012).

Pati kacang hijau dapat diisolasi dengan cara kering maupun cara basah, namun isolasi cara basah lebih banyak dikerjakan (Triwitono dkk., 2017). Granula pati kacang hijau mempunyai bentuk dan ukuran tidak seragam serta sangat heterogen. Granula pati kacang hijau berbentuk oval sampai bulat, seperti ginjal (kidneyshaped), elips, bulat-kecil, dan berbentuk kubah dengan ukuran granula antara 5 – 40 μm (Li dkk., 2011). Cara pengaplikasian kacang hijau menurut (Triwitono dkk., 2017) pada isolasi pati cara basah, perlu modifikasi tertentu misalnya dengan penyosohan untuk merusak sebagian kulit biji dan lembaga sehingga tidak terjadi perkecambahan selama perendaman pada suhu kamar atau dapat langsung menggunakan kacang hijau yang telah dikupas terlebih dahulu. Kajian sifat-sifat pati kacang hijau dari berbagai negara sudah cukup banyak dilakukan, tetapi kajian sifat-sifat pati kacang hijau lokal asal Indonesia masih sangat terbatas untuk dijadikan edible film.

Menurut (Garcia dkk., 2000) melaporkan bahwa kandungan amilosa yang tinggi akan membuat film menjadi lebih kompak karena amilosa bertanggung jawab

(13)

17

terhadap pembentukan matriks film. Amilosa adalah fraksi yang berperan dalam pembentukan gel serta dapat menghasilkan lapisan tipis (film) yang baik dibandingkan amilopektin. Kacang-kacangan dikenal sebagai bahan pangan sumber protein, namun pada kacang hijau mempunyai sifat cukup unik. Kacang hijau mengandung protein dan sekaligus pati cukup tinggi. Menurut penelitian (Triwitono dkk., 2017) menyatakan bahwa kandungan pati kacang hijau berkisar antara 40,41- 43,46% dengan rendemen pati bervariasi antara 26- 36,76%. Kadar amilosa pada kacang hijau varietas lokal berkisar antara 53,70-55,39%. Hasil ekstraksi pati kacang hijau mempunyai kemurnian pati sangat tinggi (berkisar 99,22 - 99,80%) dengan kadar abu dan lemak sangat rendah.

Sedangkan menurut (Gozali dkk., 2020) data hasil perhitungan analisis bahan baku didapat bahwa bahan baku pati kacang hijau mengandung pati sebesar 87,59%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kacang hijau sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai produk pangan yang membutuhkan sumber pati yang tinggi. Pati kacang hijau dipilih sebagai bahan baku pembuatan edible film dikarenakan mudah didapat, murah serta kandungan amilosa pada kacang hijau cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan kelarutan dalam air. Oleh karena itu pati kacang hijau sangat berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku edible film. Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Irmayani, 2020) menyatakan bahwa terjadi interaksi antara konsentrasi pati kacang hijau. Penambahan pati kacang hijau dengan konsentrasi berbeda berpengaruh nyata terhadap ketebalan, kelarutan, transparansi, kuat tarik, elongasi, dan daya hambat bakteri. Hasil terbaik terdapat pada perlakuan P3J3 (pati kacang hijau 4%

+ filtrat jahe emprit 10%).

2.4 Gliserol

Gliserol sebagai plasticizer merupakan bahan penyusun atau pembentuk edible film. Plasticizer merupakan substansi bersifat non-volatil, memiliki titik didih yang tinggi, tidak memisah, yang ketika ditambahkan ke dalam materi lain mengubah sifat fisik dan mekanik dari material tersebut. Plasticizer ditambahkan pada pembuatan edible film untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas, dan ketahanan lapisan terutama jika disimpan pada suhu rendah. Gliserol (C3H8O3) merupakan

(14)

18

senyawa alkohol polihidrat (polyol) dengan 3 gugus hidroksil dalam satu molekul atau disebut alkohol trivalent. Nama lain gliserol adalah gliserin atau 1,2,3-propanetriol.

Gliserol tidak berwarna, tidak berbau, rasa manis, berbentuk liquid sirup, meleleh pada suhu 17,8˚C, mendidih pada suhu 290˚C dan larut dalam air dan etanol. Sifat gliserol higroskopis, seperti menyerap air dari udara. Gliserol termasuk jenis plasticizer yang bersifat hidrofilik, menambah sifat polar dan mudah larut dalam air. Secara umum plasticizer dibutuhkan sekitar 10 - 60% dari berat kering, tergantung dari kekakuan polimer (Sothornvit dan Krochta, 2005).

Gliserol bersifat humektan berfungsi untuk menahan air pada edible film tersebut. Gliserol diperoleh dari fermentasi gula, sayuran, minyak hewan dan lemak.

Gliserol berbentuk cair pada suhu ruangan. Gliserol merupakan plasticizer yang efektif dengan harga yang terjangkau. Selain itu, gliserol dapat membuat material fleksibel pada suhu yang sangat rendah. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Winarno F.G, 2005). Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Susi Irmayani, 2020) menyatakan bahwa kandungan gliserol yang digunakan sebesar 1% b/b pati. Selain itu menurut (Gozali dkk., 2020) menyatakan bahwa Konsentrasi gliserol berpengaruh nyata terhadap kadar air, kecepatan larut, dan tekstur. Perlakuan terbaik adalah perlakuan C1P2 dengan konsentrasi CMC 1% dan konsentrasi gliserol 2%.

Gambar

Tabel 1. Standart Edible Film
Gambar 1.  Lidah Buaya (Aloe vera L.)  Sumber: (Rifaldo, 2020)   2.2.2 Lidah Buaya
Gambar 2. Jenis-jenis Tanaman Lidah Buaya a) Aloe barbadensis miller, b) Aloe           ferox miller, c) Aloe perryi baker
Tabel 3. Zat-Zat yang Terkandung di dalam Gel Lidah Buaya
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data, deskripsi, pengujian hasil penelitian, dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

Diharapkan para ibu hamil dapat termotivasi dan mau melaksanakan senam hamil secara tepat dan benar, sehingga dapat melakukan persalinan secara lancar, yaitu

Dengan demikian pada level tiga tersebut akan diperoleh sejumlah angka indeks konsistensi yang banyaknya sama dengan unsur-unsur dalam level dua. Langkah selanjutnya adalah

Pengadaan Pakian Seragam Meningkatkan Pengetahuna Dusun Dasan Baro 8 Orang 1 Dusun B Ls 1,000,000 ADD Penginang Anom Masyarakat.. SIFAT WAKTU PELAKSANAAN BIAYA

Kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang bekerja secara suka rela dalam membina dan menyuluh orang tua balita tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar secara

Kemampuan untuk memprioritaskan, mengatur dan melaksa- nakan sejumlah tugas yang berbeda dalam waktu terbatas juga dikenal sebagai ke- mampuan multitasking (Burgess,

Penelitian terdahulu (Puspitasari, 2003) menunjukkan bahwa dalam bentuk yogurt bubuk umur simpan dapat dipertahankan hingga lebih dari 30 hari, namun masih mempunyai kendala

〔商法三〇一〕 火災保険の目的物を譲渡担保に供した場合、保険会 社は損害填補の責任を負わないとされた事例