BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Partisipasi Kader
Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok (Widiastuti A, 2007). Kader kesehatan adalah promotor kesehatan desa (Promkes) yaitu tenaga sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Partisipasi adalah keikutsertaan seseorang dalam situasi baik secara mental, pikiran atau emosi dan perasaan yang mendorong untuk memberikan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan dan ikut bertanggungjawab terhadap kegiatan pencapaian usaha tersebut (Prasetyo T, 2008).
Partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diciptakan dengan adanya partisipasi masyarakat yang didasarkan pada idealisme:
1. Community Fell Need (Pengertian dari masyarakat) Pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat itu sendiri, ini berarti bahwa masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga pelayanan kesehatan bukan karena dibutuhkan karena diturunkan dari atas yang belum dirasakan perlunya tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan oleh masyarakat untuk masyarakat.
2. Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi masyarakat. Hal ini berarti bahwa fasilitas pelayananan kesehatan itu timbul dari masyarakat itu sendiri.
3. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat itu sendiri artinya tenaga dan penyelenggaraannya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang dasarnya sukarela (Pambudi, 2009).
Bentuk-bentuk partisipasi yang ada di masyarakat adalah: a. Partisipasi karena terpaksa
Disini masyarakat berpartisipasi karena adanya ancaman atau sanksi. b. Partisipasi karena imbalan
Disini partisipasi terjadi karena ada imbalan tertentu yang diberikan baik dalam bentuk imbalan materi atau imbalan kedudukan.
c. Partisipasi karena kesadaran
Ini adalah bentuk partisipasi yang diinginkan karena disini kader berpartisipasi atas dasar kesadaran sendiri (Widiastuti A, 2007).
B. Kader
Kegiatan posyandu anggotanya berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat sendiri dan bekerjasama secara sukarela. Secara umum istilah kader kesehatan yaitu kader-kader yang dipilih oleh masyarakat tadi menjadi penyelenggara posyandu. Menurut L.A Gunawan kader kesehatan adalah promotor kesehatan desa (Promkes) yaitu tenaga sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Depkes RI memberika batasan bahwa kader adalah peran serta masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela (Zulkifli, 2003).
Kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang bekerja secara suka rela dalam membina dan menyuluh orang tua balita tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar secara sehat (BKKBN, 2008).
1. Syarat–syarat menjadi kader kesehatan antara lain :
b. Dapat membaca dan menulis, berbahasa Indonesia serta dapat berbahasa daerah setempat.
c. Bersedia bekerja sebagai tenaga suka rela.
d. Bersedia dilatih sebelum mulai melaksanakan tugas. e. Mampu berkomunikasi dengan orang tua balita secara baik. 2. Peranan kader kesehatan adalah :
a. Memberikan penyuluhan sesuai dengan materi yang telah ditentukan
b. Mengadakan pengamatan perkembangan serta kesehatan ibu dan balita anggota posyandu.
c. Mengadakan pelayanan dan kunjungan rumah.
d. Memotivasi orang tua untuk merujuk anak yang mengalami masalah- masalah gangguan pertumbuhan kesehatan.
e. Bersama PLKB membuat catatan dan laporan kegiatan dari masing-masing kelompok pada formulir yang disediakan.
Pada kegiatan di lapangan, kader kesehatan dalam melaksanakan tugas bulanan di posyandu melalui beberapa tahap, antara lain :
1) Mempersiapkan pelaksanaan
a. Sehari sebelumnya memberitahu semua ibu hamil, ibu menyusui dan ibu balita akan ada kegiatan di Posyandu.
b. Mempersiapkan alat dan bahan termasuk meja pelayanan. c. Membuat jadwal tugas dan jadwal kegiatan
2) Pelaksanaan kegiatan
Dalam pelaksanaan kegiatan di posyandu terdapat lima meja antara lain: a. Meja 1 (satu): Mendaftar balita, ibu hamil dan ibu menyusui.
c. Meja 3 (tiga) : Mencatat hasil penimbangan
d. Meja 4 (empat) : Menyuluh ibu berdasarkan hasil penimbangan anaknya, memberikan pelayanan gizi pada ibu balita serta ibu hamil.
e. Meja 5 (lima) : Pelayanan kesehatan dan KB 3) Pengadaan penyuluhan
Semua ibu balita, ibu menyusui dan ibu hamil diberi penyuluhan tentang kesehatan. Bagi ibu balita diberi pengertian tentang pentingnya penimbangan, ASI eksklusif, makanan pendamping ASI, imunisasi, pemberian vitamin, tentang penyakit balita serta pemeliharaan gigi dan mulut. Bagi ibu menyusui diberi penyuluhan tentang ASI kolostrum, ASI eksklusif, pemberian ASI sampai batas umur tertentu. Sedangkan untuk ibu hamil diberi penyuluhan tentang imunisasi selama hamil, menu makanan ibu hamil, bahaya anemia serta KB (Depkes, 2002). 3. Sikap kader kesehatan dalam penyuluhan
a. Ramah, menghargai para ibu balita
b. Mendorong dan mengajak ibu balita untuk menerapkan bahan-bahan yang baru dipelajari.
c. Tidak bersikap menggurui, mencari cara yang dapat diterapkan.
d. Mendorong ibu balita untuk berbagi pengalaman tentang cara-cara pembinaan balita.
e. Tidak membedakan antara peran ayah dan ibu dalam mengasuh anak (BKKBN, 2008).
Pelatihan kader kesehatan adalah salah satu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka persiapan alih teknologi kepada masyarakat namun dari kenyataan dan pengalaman didapat bahwa kesinambungan dan kelestarian kader dipengaruhi ada tidaknya pembinaan dari petugas. Tugas-tugas kader agar dapat berjalan sesuai dengan
yang diharapkan pembinaan kader secara lintas sektor mutlak diperlukan. Adapun ruang lingkup pembinaan tersebut mencakup pembinaan petugas, pembinaan kader, pembinaan kegiatan posyandu ( Widiastuti A, 2007).
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi kader
Menurut Khotimah (2005) partisipasi dan keaktifan kader posyandu dipengaruhi oleh status pekerjaan, tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan, serta keikutsertaan dengan organisasi lain.
Partisipasi kader dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor masyarakat, faktor tokoh masyarakat, faktor petugas kesehatan. Ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang erat dalam kegiatan posyandu sehingga apabila salah satu faktor tidak ikut terlibat dalam kegiatan posyandu tidak dapat berjalan secara optimal ( Widiastuti A, 2007).
Menurut Atin Widiastuti partisipasi kader dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1) Faktor Masyarakat
Faktor masyarakat terdiri dari manfaat kegiatan yang dilakukan yaitu jika kegiatan diselengarakan memberikan manfaat yang nyata jelas bagi kader maka kesediaan kader-kader berpartisipasi menjadi lebih besar. Selain itu adanya kesempatan berperan serta juga mempengaruhi misalnya ketersediaan berpartisipasi dan dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan-ajakan berpartisipasi dan kader melihat bahwa memang ada hal-hal yang berguna dalam kegiatan itu.
Jika dalam kegiatan yang diselengarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakat yang disegani ikut serta maka mereka akan tertarik juga untuk berpartisipasi.
3) Faktor Petugas Kesehatan
Petugas yang memiliki sikap yang baik seperti akrab dengan masyarakat menunjukan perhatian pada kegiatan masyarakat dan mampu mendekati para tokoh masyarakat untuk berpartisipasi.
Pemenuhan alat dan bahan yang diperlukan oleh kader posyandu dalam kegiatan meliputi dacin baserta sarung timbangan, timbangan injak, KMS, sistem informasi posyandu berupa registrasi penimbangan, PMT, Oralit, Vitamin A dan Tablet Besi juga mendukung partisipasi kader. Secara sederhana dinyatakan bahwa biasanya seseorang akan merasa diperlukan secara tidak adil apabila perlakuan itu dilihatnya sebagai suatu hal yang merugikan. Dalam kehidupan bekerja persepsi itu dikaitkan dengan berbagai hal yaitu mengenai intensif dan jumlah jam kerja. Intensif adalah salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan prestasi kerja (Widiastuti A, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam teori Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
a. Predisposing faktors (faktor predisposisi)
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. faktor-faktor ini mencakup umur, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 1997).
Menurut Notoatmodjo (1997), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Tahu (know)
Yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. b. Memahami (Comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan suatu materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (aplication)
Berkaitan dengan kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya (real).
d. Analisis (analysis)
Merupakan suatu kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Yaitu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
b. Enabling faktors (faktor pemungkin)
Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut. Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta dan sebagainya; ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun segi biaya dan sosial, adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu tersebut, jumlah kader tiap posyandu, serta dana insentif.
c. Reinforcing faktors (faktor penguat)
Faktor penguat adalah faktor yang memperkuat untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.
Menurut Kelman dalam Sarwono (1997) perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap:
1. Kepatuhan
Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman atau sangsi jika dia tidak patuh atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran tersebut. Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas.
2. Identifikasi
Biasanya kepatuhan ini timbul kerena individu merasa tertarik atau mengagumi tokoh tersebut, sehingga ingin menirukan tindakannya tanpa memahami sepenuhnya arti dan manfaat dari tindakan tersebut.
3. Internalisasi
Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan nilai-nilai lain dari hidupnya.
D. Posyandu
1. Pengertian
Posyandu merupakan pos pelayanan kesehatan dasar yang pada hakekatnya merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Kegiatan posyandu adalah kegiatan yang tumbuh dari dan oleh dan untuk masyarakat, sehingga pemenuhan kebutuhan prasarana menjadi tanggung jawab masyarakat sekitarnya. Posyandu di tengah-tengah masyarakat mempunyai peranan yang sangat besar karena menyangkut pemenuhan kebutuhan yang sangat vital. Namun demikian saat ini sebagaian posyandu telah kehilangan perannya yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain rendahnya kualitas kader dan minimnya sarana prasarana serta tak adanya biaya operasionalisasi di posyandu (Bapermas, 2008 ).
2. Struktur organisasi posyandu
Strutur organisasi posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada saat pembentukan posyandu. Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan, dan kemampuan sumberdaya. Struktur organisasi posyandu terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara serta kader posyandu yang merangkap sebagai anggota (Depkes, 2010).
Pengelola posyandu dipilih dan dan oleh masyarakat pada saat pembentukan posyandu. Pengurus posyandu sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris dan seorang bendahara. Kriteria pengelola posyandu antara lain:
a) Diutamakan berasal dari dermawan dan tokoh masyarakat setempat.
b) Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi dan mampu memotivasi masyarakat.
c) Bersedia bekerjasama secara sukarela bersama masyarakat (Depkes, 2010). 4. Kegiatan Pokok Posyandu
Kegiatan dalam posyandu sesuai dengan tahap-tahap kegiatan kader antara lain: a. Kesehatan KIA
b. Keluarga Berencana (KB) c. Imunisasi
d. Penanggulangan Diare e. Penyuluhan Kesehatan
Kegiatan posyandu selain lima kegiatan di atas juga melaksanakan kunjungan rumah terhadap masyarakat wilayah posyandu. Rumah yang akan dikunjungi ditentukan atau dimusyawarahkan pada pertemuan kader.
Kriteria ibu yang akan dikunjungi adalah sebagai berikut :
a) Ibu yang mempunyai anak balita dan selama 2 bulan berturut- turut tidak hadir dalam kegiatan posyandu.
b) Ibu yang anak balitanya belum mendapat kapsul vitamin A.
c) Ibu yang anak balitanya pada bulan lalu dikirim ke Puskesmas, karena: 1. Dalam 2 bulan berturut-turut berat badannya tidak naik.
2. Berat badannya di bawah garis merah KMS 3. Sakit
d) Ibu hamil yang dalam 2 bulan berturut-turut tidak menghadiri kegiatan di posyandu.
e) Ibu hamil yang pada bulan lalu dikirim ke Puskesmas. f) Ibu menyusui yang mengalami kesulitan menyusui anaknya.
g) Ibu hamil dan ibu menyusui yang belum mendapatkan kapsul iodium. h) Balita yang terlalu gemuk (Depkes, 2002)
5. Tujuan Penyelenggaran Posyandu
a. Menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu (hamil, melahirkan, nifas) b. Membudayakan NKKBS
c. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lain yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
d. Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sehat, gerakan ketahanan keluarga, gerakan ekonomi keluarga (Widagdo L, 2009).
Untuk meningkatkan kualitas dan kemandirian posyandu diperlukan intervensi sebagai berikut:
1) Posyandu Pratama (Warna Merah)
Posyandu pratama ialah posyandu yang masih belum mantap kegiatannya. Belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan ini dinilai gawat , sehingga intervensinya adalah pelatihan ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan lagi.
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader lima orang lebih. Akan tetapi cakupan utamanya ( KB, KIA, GIZI, dan Imunisasi ) masih rendah.
3) Posyandu Purnama (Warna Hijau)
Posyandu tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari delapan kali per bulan, rata-rata jumlah kader tugas lima lebih. Dan cakupan lima program utamanya (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana.
4) Posyandu mandiri
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan lima program utama sudah bagus dan program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50%. Untuk posyandu tingkat ini, intervensinya adalah pembinaan dana sehat, yaitu diarahkan agar dana sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM ( Widyastuti A, 2007).
6. Kedudukan Posyandu
a. Kedudukan posyandu terhadap pemerintah Desa atau Kelurahan
Pemerintah Desa atau Kelurahan adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan di desa atau Kelurahan. Kedudukan posyandu terhadap pemerintah desa atau Kelurahan adalah sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang secara kelembagaan dibina oleh pemerintah desa atau Kelurahan.
b. Kedudukan posyandu terhadap Pokja Posyandu
Pokja posyandu adalah kelompok kerja yang dibentuk di Desa atau Kelurahan, yang anggotanya terdiri dari aparat pemerintah Desa atau Kelurahan
dan tokoh masyarakat yang bertanggung jawab membina posyandu. Kedudukan posyandu terhadap pokja adalah sebagai satuan organisasi yang mendapat binaan aspek administratif, keuangan, dan program di pokja.
c. Kedudukan posyandu terhadap berbagai UKBM
UKBM adalah bentuk umum wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Salah satu diantaranya adalah posyandu. Kedudukan posyandu terhadap UKBM dan berbagai Lembaga Kemasyarakatan atau LSM Desa yang bergerak diberbagai pelayanan kesehatan adalah sebagai mitra.
d. Kedudukan posyandu Konsil Kesehatan Kecamatan
Konsil kesehatan Kecamatan adalah wadah pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat di Kecamatan yang berfungsi menaungi dan mengkordinir setiap Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). Kedudukan posyandu terhadap konsil kesehatan kecamatan adalah sebagai satuan organisasi yang mendapat arahan dan dukungan sumberdaya (Depkes, 2010).
Indikator yang digunakan sebagai penyaring atau penentu tingkat kemandirian posyandu yaitu:
1) Frekuensi penimbangan pertahun
Seharusnya posyandu menyelenggarakan kegiatan setiap bulan, jadi bila teratur akan ada 12 kali penimbangan dalam satu tahun. Dalam kenyataannya, tidak semua posyandu dapat berfungsi dengan setiap bulan, sehingga frekuensinya kurang dari 12 kali dalam satu tahun. Untuk itu diambil batasan 8 kali penimbangan. Posyandu yang frekuensinya kurang dari 8 kali pertahun dianggap masih rawan, sedangkan bila frekuensinya sudah dari 8 kali lebih dianggap sudah cukup mapan.
2) Rata-rata jumlah kader tugas dalam hari H Posyandu
Jumlah kader yang bertugas pada hari H posyandu dapat dijadikan indikasi lancar tidaknya posyandu. Hari H merupakan pelaksaan kegiatan posyandu, oleh karena itu banyaknya kader yang bertugas pada hari H sangat menentukan kelancaran posyandu.
3) Cakupan D/S
Cakupan D/S dapat dijadikan sebagai tolak ukur peran serta masyarakat dan aktivitas kader atau tokoh masyarakat dalam menggerakan masyarakat setempat untuk memanfaatkan posyandu. D/S dianggap baik bila mencapai 50% atau lebih, bila kurang dari 50% dapat dikategorikan bahwa posyandu itu belum mantap.
4) Cakupan Imunisasi
Cakupan imunisasi dihitung secara komulatif selama satu tahun. Cakupan komulatif dianggap baik bila mencapai 50% keatas, sedangkan jika kurang dari 50% dianggap posyandunya belum mantap
5) Cakupan Ibu Hamil
Cakupan pemeriksaan ibu hamil juga dihitung secara kumulatif selama satu tahun. Batas mantap tidaknya posyandu digunakan angka serupa yaitu 50%. 6) Cakupan KB
Cakupan peserta KB juga dihitung secara kumulatif selama satu tahun. Pencapaian 50% keatas dianggap mantap pencapaian kurang dari 50% dianggap belum mantap (Widiastuti A, 2007).
E. Kerangka Teori Gambar 2.1 Predipocing Faktors Pengetahuan Pekerjaan Pendidikan Umur Sikap Kepatuhan Identifikasi Internalisasi Enabling Faktor Ketersediaan sarana dan prasarana Dana insentif Reinforcing Faktor Petugas Kesehatan Tokoh masyarakat Masyarakat Partisipasi kader Keberhasilan Posyandu Kesehatan
Teori Perilaku Green dan Kelman modifikasi dalam Notoatmodjo (2003), Sarwono (1997), Khotimah (2005), dan Atin Widiastuti (2007).
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Kader di Posyandu Harapan Maju Desa Pageralang Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas.
G. Hipotesis
Adanya pengaruh pengetahuan, dana insentif, ketersediaan sarana dan prasarana dan petugas kesehatan terhadap partisipasi kader di Desa Pageralang Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas.