• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tunawicara

Penyandang tuna rungu wicara adalah seseorang yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dan mendengar. Biasanya anak peyandang tuna rungu wicara berkomunikasi lewat simbol-simbol tertentu.

Penulis bermaksud mengetahui penyandang tunawicara untuk memandang keterbatasan saat dihadapkan dengan situasi yang mengharuskan mengeluarkan pemikirannya bahkan menunjukkan kemampuan yang ia miliki melalui bahasa isyarat berdasarkan konsep diri yang mereka tanamkan dalam dirinya(Khairani, Yusanto, & Putri, 2016).

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri 2.2.1 Orang lain

Saat mulai tumbuh dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap diri kita disebut generalized others. Seperti yang dinyatakan George Herbet Mead, memandang diri kita seperti orang lain memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain.

2.2.2 Kelompok rujukan

Kelompok yang mengikat kita secara emosional dan berpengaruh pada pembentukan konsep diri kita. Dari kelompok ini, seseorang akan mengarahkan perilakunya dengan ciri dari kelompoknya.

2.3 Penyebab Tuna Rungu Wicara

Berbagai faktor yang dapat menyebabkan Tuna Rungu Wicara, Depdikdub (1985 : 23) mengemukakan bahwa :

a. Prenatal (sebelum anak dilahirkan) 1. Faktor Keturunan atau hereditas

(2)

Anak mengalami tuna rungu sejak dilahirkan diantara keluarga dari genetik tuna rungu sehingga siput tidak berkembang secara normal, dan ini kelainan corti (selaput-selaput)

2. Cacar air, campak (rubella, german measles

Bumil dengan menderita penyakit ini biasanya memiliki banyak faktor risiko salah satunya menderita tunarungu mustism (tidak dapat bicara lisan)

3. Toxamela (keracunan darah)

Keracunan darah dapat merusak plasenta, karena plasenta sebagai mutifungsi janin dalam kandungan sehingga dapat mempengaruhi janin yang tumbuh didalamnya. Ketika bayi lahir biasanya akan mengalamai kehilangan pendengaran 70-90 Db.

4. Penggunaan obat dalam jumlah besar.

Hal ini biasanya terjadi pada ibu-ibu yang ingin melakukan abortus janin karena janin yang terlalu kuat menempel pada endometrium sehingga janin tidak dapat luruh. Dengan meminum berbagai obat ini memiliki efek samping dengan bayi yang menderita tuna rungu saat bayi dilahirkan dan biasanya disebut dengan cacat bawaan (kerusakan cochlea).

5. Bayi premature

Bayi lahir dengan preatur biasanya memiliki BB di bawah normal, sistem imun serta fisik yang belum matang dapat menyebabkan bayi udah terserang anoxia (kerusakan cochlea) 6. Kekurangan Oksigen

Anoxia dapat merusak inti brain system dan bagal ganglia.

Diaman ganglia sendiri memiliki fungsi sebagai perintah pembawa pesan untuk mengirim sinyal keseluruh sistem saraf seperti penampilan, proses belajar dan berhubungan dengan pergerakan.

(3)

2.4 Teori Interaksionisme Simbolik

George Herbert Mead mengemukakan sebuah teori bahwa kita memandang diri kita seperti orang lain memandangnya. Dalam kehidupan seseorang memerlukan interaksi untuk membentuk sosial individu tersebut. West dan Turner menyatakan konsep diri individu dapat sebagai emosi, nilai, dan pemikiran yang diyakini dalam diri individu. Konsep diri berkembang melalui interaksi orang lain dengan menjelaskan hal-hal yang membentuk konsep diri dari bagian interaksi.

Seperti asosiasi dengan grub, dan peran individu. Komunikasi dapat menilai kecenderungan seseorang bernilai positif atau negatif dalam konsep dirinya. Dimana interaksi sosial individu menggunakan simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan.

Teori interaksionesme simbolik berdasarkan premis-premis berikut : a. Individu merespon suatu situasi simbolik

Yaitu individu merespon lingkungan dengan obyek fisik (benda) dan obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan media yang mengandung komponen lingkungan.

b. Makna adalah produk interaksi sosial

Dimana individu mampu mewarnai segala sesuatu bukan dari obyek fisik, tindakan, atau peristiwa dengan gagasan abstrak.

c. Makna yang diinterpretasikan individu dalam perubahan waktu Perubahan interprestasi individu dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh proses mental komunikasi dengan dirinya sendiri.

2.5 Bahasa Isyarat

Komunikasi sangat pentig dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu para penyandang tuna rungu wicara menggunakan bahasa isyarat atau bahasan non verbal untuk mengungkapkan interpretasi dirinya. Bahasa non verbal sanagt efektif untuk penyandang rungu wicara. Bahasa isyarat berarti bahasa yang tidak menggunakan bunyi ucapan suara manusia tetapi menggunakan tulisan dalam sistem perlambangan. Bahasa yang menggunakan isyarat gerakan tangan, kepala, badan dan sebagainya

(4)

khusus di buat untuk orang dengan berkebutuhan khusus. Bahasa isyarat di setiap dunia berbeda sesuai dengan karakteristik budaya masing-masing di negara tersebut. Bahasa isyarat yang paling sering digunakan adalah ASL (American Sign Langue). Di Indonesia sendiri menggunakan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) (Rofindaru, 2013)

Gambar 2. 1 Huruf Bisindo

(5)

Gambar 2. 2 Angka Bisindo

Menurut penelitian SIBI (Sistem Bahasa Isyarat Indonesia) dalam bentuk isyarat jari, tangan, dan gerakan yang melambangkan kosa kata.

Metode ini disebarkan di berbagai Sekolah terutama SLB (Sekolah Luar Biasa) yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. BISINDO sendiri biasanya digunakan untuk tuna rungu wicara yang diciptikan oleh GERKATIN (Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia). Metode dalam BISINDO mengadopsi budaya dan bahasa masing-masing sehingga tiap daerah memiliki isyarat tertentu yang berbeda.

(6)

Gambar 2. 3 Huruf Gergatin

(7)

Gambar 2. 4 Angka SIBI

2.6 Peran Keluarga Dalam Merawat Anak

Keluarga sangat penting dalam mendidik dan merawat anak. Orang tua merupakan cerminan yang dapat dilihat oleh anak-anaknya dalam keluarga. Dengan begitu, pengasuhan merupakan kewajiban orang tua dalam merawat anak, jika pengasuhan anak tidak dipenuhi secara baik dan benar, kerap akan memunculkan konflik baik dari diri anak maupun antara anak dengan orang tuanya serta dengan lingkungan. Setiap pola pengasuhan harus memberikan rasa nyaman tetapi anak harus dibatasi

(8)

dengan norma-norma yang bertujuan untuk pada perilaku menyimpang (Rakhmawati, 2015).

2.6.1 Pola pengasuhan anak dalam keluarga a. Pola asuh otoriter

Pengasuhan yang dilakukan dengan cara memaksa, mengatur, dan bersifat keras. Keluarga menuntut untuk mengikuti kemauan dan perintahnya. Pola asuh otoriter dapat memberikan dampak psikologis pada anak.

b. Pola asuh permisif

Pengasuhan yang dilakukan dengan cara memberi kebebasan pada anak. Anak bebas melakukan kemauanya dan orang tua kurang peduli terhadap perkembangan anak. Pola asuh permisif dapat menjadi anak cenderung egois serta dapat menjadikan penghalang hubungan antara sang anak dengan orang lain.

c. Pola asuh demokratis

Pengasuhan dilakukan dengan cara memberikan kebebasan serta bimbingan pada anak. Anak dapat berkembang secara wajar dam mampu mempunyai hubungan yang harmonis dengan orangtuanya.

Anak akan bersifat terbuka, bijaksana karena ada komunikasi dua arah.

2.6.2 Fungsi Keluarga a. Fungsi biologis

Menurut pakar pendidikan William Bannett (dalam Megawangi, 2003)

Keluarga merupakan tempat yang paling awal (primer) dan efektif untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Selain itu, keluarga dapat memenuhi pangan, sandang, dan papan dengan syarat-syarat tertentu.

b. Fungsi pendidikan

(9)

Keluarga dapat memberikan bimbingan dan pendampingan dalam perkembangan anak serta teladan nyata dalm mengontrol pergaulan anak.

c. Fungsi religius

Orang tua dituntut untuk memberikan bimbingan dan mengenalkan aqidah-aqidah dan berperilaku beragama. Sebagai keluarga hendaknya melakukan sholat berjamaah guna meningkatkan dan mengembangkan kereligiusan anak dalam beribadah.

d. Fungsi perlindungan

Keluarga mempunyai peran untuk menjaga dan memelihara anak dan keluarga dari tindakan negatif.

e. Fungsi sosialisasi

Keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial sehingga anak mampu mengenali kehidupan sekitar dan anak mampu berfikir positif dalam memandang terhadap lingkunganya.

f. Fungsi kasih sayang

Keluarga memiliki ikatan batin yang kuat sehingga menimbulkan suasana penuh kerukunan, keakraban, kerjasama dalam menghadapi konflik dalam keluarga maupun di masyarakat.

g. Fungsi ekonomis

Keluraga sangat berkaitan dengan pembinaan usaha, mencari nafkah, perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.

h. Fungsi rekreatif

Suasana rekreatif keluarga memiliki kehidupan perasaan damai, jauh dari ketegangan batin, dan pada saat tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari- hari.

2.7 Pola Asuh Keluarga Anak Tuna Rungu

(10)

Menurut ahmad (2004) orang tua sangat dituntut lebih optimal, bagaimana orang tua memberikan didikan, bimbingan pengasuhan dan arahan pada perkembangan anak. Anak-anak dapat belajar nilai-nilai, peran sosial, norma serta adat istiadat yang ditanamkan orang tua. Anak tuna rungu akan mengutamakan indra penglihatan daam berkomunikasi dengan lawan bicara. Orang tua biasanya akan cenderung menggunkan pola asuh permitif dengan mengimplemntasikan fungsi keluarga dan fungsi afektif , keamanan dan penerimaan, disentitas, kontrol, dan disosialisasi (Sipayung, 2018).

2.8 Konsep Beban Keluarga

Anak penyandang cacat adalah anak dengan kebutuhan khusus yang signifikan mengalami kelainan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional). Memiliki anak penyandang cacat merupakan tantangan berat bagi orang tua. Orang tua banyak mengeluh untuk menerima anaknya sebagai peyandang cacat, bahkan terkadang mereka merasa membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra dalam merawat dan mengasuh dibandingkan dengan merawat anak normal. Efektifitas perawatan dan penanganan kemampuan hidup anak sangat tergantung oleh peran dan dukungan penuh dari keluarga, karena keluarga sangat mengenal dan memahami aspek dengan jauh lebih baik daripada orang lain. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dalam kehidupan anak seperti ayah, ibu, teman atau tetangga. Dukungan yang dapat diberikan keluarga dapat berupa materi, emosi, dan informasi serta dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu agar dapat mandiri. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan individu dalam siklus kehidupannya, bahkan akan dibutuhkan disaat individu menghadapi masalah atau sakit. Semakin bertambahnya dukungan keluarga maka akan semakin berkurang beban keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik dalam keluarganya. Keluarga secara langsung akan menurunkan beban secara subyektif (kecemasan, rasa bersedih, frustasi, merasa bersalah, kesal dan bosan). Beban orang tua merupakan tolak ukur dalam menilai

(11)

dampak terhadap anggota keluarga lain. Beban caregiver (burden caregiver) adalah tekanan mental atau beban yang muncul pada orang

yang merawat lansia, penyakit kronis, dan anggota keluarga dengan peyandang cacat. Beban caregiver merupakan stress multidimensi yang tampak pada diri caregiver. Pengalaman caregiver secara tidak langsung berhubungan dengan respon multidimensi terhadap tekanan fisik, psikologis, emosi, sosial dan finansial (Dini, Sujianto, & Retnaningsing, 2018).

Referensi

Dokumen terkait

Pola asuh orang tua dalam perkembangan anak adalah sebuah cara yang digunakan dalam proses interaksi yang berkelanjutan antara orang tua dan anak untuk membentuk hubungan

Sedangkan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang dirasakan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability dalam

Kondisi ini dapat tercipta antara lain apabila orang tua atau ibu menunjukkan minat terhadap hobi anak, menyempatkan diri berdiskusi dengan anak, orang tua mengusahakan alat

artinya yaitu dengan adanya panti asuhan upaya dalam pelaksanaan asuhan terhadap anak yang tidak mempunyai orang tua, anak yang di buang oleh orang tua akibat

Jadi yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah pola yang diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh anak baik secara langsung maupun tidak secara langsung. Cara

Orang tua dengan pendidikan yang baik dapat lebih menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara mengasuh anak, bagaimana menjaga kesehatan anaknya,

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan.

Pendidikan orang tua Bagaimanapun pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan memengaruhi kesiapan mereka menjalankan peran pengasuhan Wong, 2001 dalam Supartini 2004