BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Posyandu a. Pengertian
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya kesehatan bersumber Daya Manusia (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Yang paling utama adalah untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006, p:11). b. Tujuan
Menurut Depkes (2006, p:12) tujuan diselenggarakan posyandu adalah : Tujuan Posyandu :
1) Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. 2) Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
dasar, terutama yang berkaitan tentang penurunan AKI dan AKB.
3) Mempercepat penerimaan NKKBs.
4) Meningkatnya peran lintas sektoral dalam penyelenggaraan posyandu, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
5) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
c. Sasaran
Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya adalah bayi, anak balita, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui dan pasangan usia subur. d. Fungsi
Fungsi posyandu menurut Depkes RI (2006, p:13) adalah :
1) Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan ketrampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.
2) Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
e. Manfaat
Manfaat posyandu berbeda-beda tergantung dari mana sisi kita melihat menurut Depkes RI (2006, p:14-15) adalah :
1) Bagi Masyarakat
a) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. b) Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah
kesehatan terutama terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
c) Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor terkait.
a) Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
b) Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membentuk masyarakat dalam menyelesaikan masalh kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
3) Bagi Puskesmas
a) Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
b) Dalam lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.
c) Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan secara terpadu.
4) Bagi sektor lain
a) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan ,masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat.
b) Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sektor.
f. Kegiatan Posyandu
Kegiatan posyandu meliputi Panca Krida Posyandu dan Sapta Krida Posyandu. Kegiatan ini tergantung dari kesiapan masing-masing wilayah (Niken, 2009, p: 144).
1) Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu) meliputi: a) Kesehatan ibu dan anak
b) Keluarga berencana c) Imunisasi
d) Peningkatan gizi e) Penanggulangan diare
2) Tujuh kegiatan posyandu (Sapta Krida Posyandu) meliputi: a) Kesehatan ibu dan anak
b) Keluarga berencana c) Imunisasi
d) Peningkatan gizi e) Penanggulangan diare f) Sanitasi dasar
g) Penyediaan obat esensial
Pada saat ini dikenal beberapa kegiatan tambahan posyandu yang telah diselenggarakan antara lain :
a. Bina Keluarga Balita (BKB)
b. Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak (KP-KIA)
c. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB), misalnya: ISPA, demam berdarah, gizi buruk, polio, campak, difteri, pertusis, tetanus neonatorum.
d. Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD)
e. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD)
f. Penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP) g. Program diversifikasi tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan,
melalui Tanaman Obat Keluarga (TOGA) h. Desa Siaga
i. Pos Malaria Desa (Polmades)
j. Kegiatan ekonomi produktif, seperti Usaha Peningkatan pendapatan Keluarga (UP2K), usaha simpan pinjam.
k. Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Tabungan masyarakat (Tabumas). g. Lokasi
Menurut Niken (2009, p:148) lokasi atau letak posyandu:
1) Posyandu berada di tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat. 2) Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
3) Dapat merupakan lokasi tersendiri.
4) Bila tidak memungkinkan dapat dilaksankan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.
h. Pembentukan
Posyandu dibentuk oleh masyarakat desa/kelurahan dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama KIA, KB, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan diare kepada masyarakat. Satu posyandu melayani sekitar 80-100 balita. Dalam keadaan tertentu seperti geografis, dan atau jumlah balita lebih dari 100 orang, dapat dibentuk posyandu baru (Depkes RI, 2006, p:21).
Menurut Niken (2009, p:146), syarat-syarat untuk mendirikan Posyandu di suatu daerah adalah :
1) Minimal terdapat 100 balita dalam 1 RW.
2) Terdiri dari 120 kepala keluarga di wilayah tersebut. 3) Disesuaikan kemampuan petugas (bidan desa).
4) Jarak antara kelompok rumah, jumlah kepala keluarga dalam 1 tempat/ kelompok tidak terlalu jauh.
i. Penyelenggaraan Posyandu
Kegiatan posyandu diselenggarakan dalam sebulan selama kurang lebih 3 jam pada tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan Posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah penduduk, balai desa, tempat pertemuan RT atau ditempat khusus yang dibangun masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan posyandu terdiri dari 5 progran utama yaitu KIA, KB, Imunisasi, Gizi, dan penanggulangan Diare yang dilakukan dengan ”Sistem lima Meja” antara lain :
Meja I : Pendaftaran
Meja II : Penimbangan bayi dan Balita
Meja III : Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat) Meja IV : Penyuluhan peorangan meliputi :
a. Mengenai balita berdasar hasil penimbangan berat badannya naik atau tidak naik, diikuti dengan pemberian makanan tambahan, oralit dan vitamin A.
b. Terhadap ibu hamil dengan resiko tinggi diikuti dengan pemberian tablet besi.
c. Terhadap PUS agar menjadi peserta KB mandiri.
Meja V : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA, Imunisasi dan pengobatan serta pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan setempat.
Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat, juru imunisasi dan sebagainya (Depkes RI, 2006).
j. Tingkatan Posyandu
Indikator pemberdayaan masyarakat adalah tumbuh dan berkembangya berbagai bentuk UKBM, khususnya posyandu. Menurut Depdagri (2002), semua bentuk UKBM diharapkan mengembangkan indikator untuk menentukan tingkatan perkembangan dari terendah sampai tertinggi sebagai berikut :
1) Posyandu Pratama
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang belum masih mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan ini dinilai gawat, sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali pertahun, dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Ini berarti kelestarian kegiatan posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya.
3) Posyandu Purnama
Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih dan cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana.
4) Posyandu Mandiri
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 (lima) program utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih 50% KK.
Menurut Depkes RI (2006, p:57), indikator tingkat perkembangan posyandu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Tingkat Perkembangan Posyandu
Indikator Pratama Madya Purnama Mandiri
Jumlah Kader < 5 ≥ 5 atau lebih
Frekuensi Timbang < 8
kali/tahun 8 kali atau lebih / tahun
Cakupan KIA < 50% > 50% Cakupan KB < 50% > 50% Cakupan Imunisasi < 50% > 50% Cakupan D/S < 50% > 50% Program Tambahan ( - ) > 50% Cakupan Dana < 50% > 50%
Sehat
Menurut Sembering (2004) sebagai keberhasilan posyandu tergambar melalui cakupan SKDN, yaitu :
S : Semua balita di wilayah kerja posyandu K: Balita yang ditimbang
D: Semua balita yang memiliki KMS N: Balita yang naik berat badannya Keberhasilan posyandu berdasarkan :
D/S : Baik/ kurangnya peran serta masyarakat N/D : berhasil tidaknya program posyandu
Jenis indikator yang digunakan untuk setiap program disesuaikan dengan prioritas program tersebut. Apabila prioritas program imunisasi di suatu daerah adalah campak, maka indikator cakupan imunisasi yang digunakan adalah cakupan imunisasi campak. Apabila prioritas program KIA adalah kunjungan antenatal pertama (K1) maka indikator cakupan KIA yang digunakan adalah cakupan K1.
k. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan Posyandu
Dalam pelaksanaanya, posyandu banyak mengalami kendala dan kegagalan walaupun ada juga yang berhasil. Kegagalan dan kendala tersebut disebabkan antara lain adalah sebagai berikut:
1) Kurangnya kader
3) Kepasifan dari pengurus posyandu karena belum adanya pembentukan atau resufflepengurus baru dari kegiatan tersebut
4) Keterampilan pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS)
5) Sistem pencatatan buku register tidak lengkap atau kurang lengkap 6) Pelaksanaan kegiatan posyandu tidak didukung dengan anggaran rutin
7) Tempat pelaksanaan posyandu kurang representatif (di kelurahan, polindes, atau gedung PKK), sehingga tidak memungkinkan menyediakan tempat bermain bagi balita.
8) Ketepatan jam buka posyandu
9) Kebersihan tempat pelaksanaan posyandu 10) Kurangnya kelengkapan untuk pelaksanaan KIE 11) Kurangnya kelengkapan alat ukur dan timbangan
12) Kader posyandu sering berganti-ganti tanpa diikuti dengan pelatihan atau retrainingsehingga kemampuan para kader yang aktif tidak memadai.
13) Kemampuan kader posyandu dalam melakukan konseling dan penyuluhan gizi sangat kurang, sehingga aktifitas pendidikan gizi menjadi macet.
14) Penurunan kapabilitas puskesmas sejak krisis ekonomi dan reformasi sehingga kemampuan membina dan memberikan fasilitas teknis kepada posyandu melemah (menurun)
15) Dana operasional posyandu sangat menurun dan sarana operasional posyandu banyak yang rusak atau tak layak pakai
16) Dukungan para stakeholder di tingkat daerah dalam kegiatan posyandu belum bermakna sehingga belum dapat mengangkat kembali kegiatan posyandu
17) Posyandu hanyalah menjadi tempat masyarakat mengharapkan pemerintah, dan akan kehilangan partisipasi manakala pemerintah sudah tidak terlibat lagi. 18) Fungsi manajemen belum berjalan dengan baik
19) Sarana dan peralatan yang ada di puskesmas dan posyandu masih kurang 20) Dana yang digunakan puskesmas untuk kegiatan posyandu sangat minim
sekali
2. Kader Posyandu a. Pengertian
Kader adalah seorang tenaga sukareka yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan (Cahyo, 2010, p:10).
Seorang warga masyarakat dapat diangkat menjadi seorang kader Posyandu apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Dapat membaca dan menulis
2) Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan 3) Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat 4) Mempunyai waktu yang cukup
5) Bertempat tinggal di wilayah posyandu 6) Berpenampilan ramah dan simpatik
7) Mengikuti pelatihan-pelatihan sebelum menjadi kader posyandu. b. Peran dan Fungsi Kader
Menurut Niken (2009, p:130), peran dan fungsi kader sebagai pelaku penggerakan masyarakat :
1) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
2) Pengamatan terhadap masalah kesehatan di desa 3) Upaya penyehatan lingkungan
4) Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan anak balita 5) Pemasyarakatan keluarga sadar gizi (Kadarzi) c. Tugas Kader Posyandu
Adapun tugas kader posyandu secara garis besar adalah sebagai berikut : 1) Melakukan kegiatan bulanan posyandu
a) Mempersiapkan pelaksanaan posyandu
(1) Tugas-tugas kader posyandu pada saat persiapan hari buka posyandu, meliputi :
(a) Menyiapkan alat dan bahan, yaitu alat penimbangan bayi, KMS, alat peraga, LILA, alat pengukur, obat-obat yang dibutuhkan (pil besi, vitamin A, oralit), bahan/materi penyuluhan.
(b) Mengundang dan menggerakkan masyarakat, yaitu memberitahu ibu-ibu untuk datang ke posyandu.
(c) Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada kantor desa dan meminta mereka untuk memastikan apakah petugas sektor bisa hadir pada hari buka posyandu.
(d) Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas diantara kader posyandu baik untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan.
(2) Tugas kader pada kegiatan bulanan posyandu
(a) Tugas kader pada hari buka posyandu disebut juga dengan tugas pelayanan 5 meja , meliputi :
1. Meja 1, yaitu bertugas mendaftar bayi atau balita, yaitu menuliskan nama balita padda KMS dan secarik kertas yang disalipkan pada KMS dan mendaftar ibu hamil, yaitu menuliskan nama ibu hamil pada Formulir atau Register Ibu Hamil.
2. Meja 2, yaitu bertugas menimbang bayi atau balita dan mencatat hasil penimbangan pada secarik kertas yang akan dipindahkan pada KMS.
3. Meja 3, yaitu bertugas untuk mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari secarik kertas ke dalam KMS anak tersebut.
4. Meja 4, yaitu bertugas menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data kenaikan berat badan yang digamabrkan dalam grafik KMS kepada ibu dari anak yangbersangkutan dan memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu pada data KMS anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran.
5. Meja 5, yaitu merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKB, PPL, dan lain-lain. Pelayanan yang diberikan antara lain : pelayanan
Imunisasi, Pelayanan keluarga Berencana, pengobatan Pemberian Pil penambah darah (zat besi), vitamin A, dan obat-obatan lainnya.
(b) Kegiatan setelah pelayanan bulanan posyandu
Tugas-tugas kader setelah hari buka posyandu, meliputi :
1. Memindahkan catatan-catatan dalam Kartu menuju Sehat (KMS) ke dalam buku register atau buku bantu kader.
2. Menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan hari posyandu pada bulan berikutnya. Kegiatan diskusi kelompok (penyuluhan kelompok) bersama ibu-ibu yang rumahnya berdekatan (kelompok dasawisma).
3. Kegiatan kunjungan rumah (penyuluhan perorangan) merupakan tindak lanjut dan mengajak ibu-ibu datang ke posyandu pada kegiatan bulan berikutnya.
2) Melakukan kegiatan diluar posyandu : a) Melaksanakan kunjungan rumah
(1) Setelah kegiatan di dalam posyandu selesai, rumah ibu-ibu yang akan dikunjungi ditentukan bersama.
(2) Tentukan keluarga yang akan dikunjungi oleh masing-masing kader. Sebaiknya diajak pula beberapa ibu untuk kunjungan rumah.
(a) Ibu yang anak balitanya tidak hadir 2 (dua) bulan berturut-turut di posyandu.
(b) Ibu yang anak balitanya belum mendapat kapsul vitamin. (c) Berat badannya tidak naik 2(dua) bulan nbrturut-turut. (d) Berat badanya di bawah garis merah KMS.
(e) Sasaran posyandu yang sakit.
(f) Ibu hamil yang tidak mengahidri kegiatan posyandu 2 (dua) bulan berturut-turut.
(g) Ibu hamil yang bulan lalu dikirim atau dirujuk kepuskesmas. (h) Ibu yang mengalami kesulitan menyusui anaknya.
(i) Ibu hamil dan ibu menyusui yang belum mendapat kapsul iodium (j) Balita yang terlalu gemuk.
b) Menggerakkan masyarakat untuk menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan posyandu
(1) Langsung ketengah masyarakat
(2) Melalui tokoh masyarakat atau pemuka agama atau adat
c) Membantu petugas kesehatan dalam pendaftaran, penyuluhan, dan berbagai uasha kesehatan masyarakat.
3) Melakukan kegiatan bulanan posyandu : a) Mempersiapkan pelaksanaan posyandu
(1) Sehari sebelum pelaksanaan posyandu, kader memberikan informasi kepada seluruh peserta posyandu mengenai kegiatan yang akan dilaksankan di posyandu.
(2) Alat dan bahan yang diperlukan dipersiapkan. Bila ada alat ayang belum tersedia, dapat diusahakan dengan meminjam, meminta bantuan pada petugas kesehatan atau bila mingkin membuat sendiri.
(3) Membagi tugas diantara para kader, dan bila perlu dapat menyertakan ibu-ibu yang lain.
b) Kegiatan bulanan posyandu
c) Kegiatan setelah pelayanan bulanan posyandu (1) Mencatat seluruh hasil kegiatan posyandu (2) Membahas kegiatan-kegiatan posyandu lainnya.
(3) Menetapkan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan pada bulan berikutnya (Cahyo, 2010,p:19-23).
d. Kader Aktif dan Kurang Aktif
Kader posyandu adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja sama secara sukarela dan ikhlas, mau dan sanggup menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan posyandu. Selain itu kader merupakan penggerak dalam masyarakat khususnya dalam membantu atau mendukung keberhasilan pemerintah dibidang kesehatan yang tidak mengharapkan imbalan berupa gaji dari pemerintah melainkan bekerja secara sukarela.
1) Kader Aktif
Kader aktif adalah anggota masyarakat yang dipilih oleh masyarakat setempat, mau dan mampu bekerja secara sukarela mengikuti kegiatan posyandu dalam setiap bulan secara berturut-turut serta mengadakan kontak dengan puskesmas atau aparatnya.
Salah satu indikator untuk menentukan bentuk peran serta kader dalam pelaksanaan posyandu, frekuensi penimbangan pertahun. Seharusnya posyandu diselenggarakan setiap bulan. Jadi selama satu tahun ada 12 kali penimbangan. Frekuensi kurang dari 8 dianggap rawan, sedangkan frekuensi lebih dari 8 dianggap sudah cukup mapan. Kehadiran kader saat pelaksanaan posyandu sangat menentukan kelancaran posyandu (Warta Posyandu, 2002, p: 6).
Kader sebagai motivator, sehingga kehadirannya dalam kegiatan posyandu sangatlah penting, diharapkan dalam setiap bulan mengikuti kegiatan minimal 8 kali dalam satu tahun (Budiono, 2000).
2) Kader Kurang Aktif
Kader kurang aktif menurut Suratiyah (2002) bisa disebabkan oleh berbagai alasan antara lain :
(1) Sakit, baik yang bersangkutan sendiri, maupun salah satu anggota keluarga yang sakit agak lama sehingga memerlukan perhatian dan perawatannya.
(2) Repot, baik dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga maupun mencari nafkah.
(3) Usia, merasa telah tua dan tidak mampu mengikuti perkembangan jaman. (4) Sedang hamil atau sedang mempunyai bayi yang belum dapat
ditinggalkan.
Mengingat kegiatan posyandu meliputi 5 meja dimulai dari meja 1 hingga meja 5, yaitu tenaga pelaksana dari meja 1 sampai dengan meja 4 adalah
kaderr, maka dibutuhkan 5 orang kader aktif setiap bulannya untuk melaksanakan kegiatan posyandu hal ini sesuai dengan pedoman teknis posyandu yang mensyaratkan jumlah kader aktif dari 5 orang per posyandu. Maka dapat menggangu kelancaran kegiatan posyandu.
e. Partisipasi kader dalam kegiatan posyandu
Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok masyarakat atau pemerintah (Depkes RI, 1989:37).
Peran kader secara umum yaitu melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan bersama dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat sedangkan peran kader secara khusus terdapat beberapa tahap yang meliputi :
1) Tahap persiapan
Memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dan bersama-sama masyarakat merencanakan kegiatan pelaksanaan kegiatan ditingkat desa.
2) Tahap pelaksanaan
Melaksanakan penyuluhan kesehatan terpadu, mengelola kegiatan UKBM. 3) Tahap pembinaan
Menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan dasawisma untuk membahas perkembangan program dan masalah yang dihadapi keluarga, melakukan kunjungan kerumah pada keluarga binaannya, membina kemapuan diri
melalui pertukaran pengalaman antar kader (Dinkes Propinsi Dati 1 Jateng, 1999: 5-6).
Partisipasi kader didalam suatu kegiatan posyandu dapat dibagi dalam beberapa tingkat :
1) Pemakai atau pengguna
Pelaksanaan kegiatan posyandu memerlukan alat-alat yang diperlukan seperti alat penimbangan, sehingga dalam hal ini kader mempunyai hak untuk menggunakan alat tersebut saat melakukan penimbangan balita.
2) Pelaksana
Pelaksanaan kegiatan posyandu ada sebagian kader yang ikut membantu dalam kegiatan posyandu (seperti penimbangan) tetapi tidak bersedia ikut dalam kegiatan lainnya, seperti pertemuan kegiatan posyandu. Kader seperti ini sudah berpartisipasi tetapi dalam peningkatan pelaksana.
3) Pengelola
Tingkat partisipasi yang dilakukan sudah lebih tinggi lagi karena yang bersangkutan ikut akatif dalam berbagai kegiatan bukan hanya dalam pelaksanaan tetapi juga hal-hal lain yang bersifat pengelolaan, seperti merencanakan kegiatan dan pelaporan, pertemuan kaader dan sebagainya. f. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi kader
1) Faktor dari masyarakat pada umumnya dipengaruhi oleh : a) Manfaat kegiatan yang dilakukan
Jika kegiatan yang diselenggarakan memberikan manfaat yang nyata dan jelas bagi kader maka kesediaan kader untuk berpartisipasi lebih besar. b) Adanya kesempatan untuk berperan serta
Kesediaan berpartisipasi juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan untuk berpartisipasi dan kader melihat bahwa memang ada hal-hal yang berguna dalam kegiatan itu.
c) Memiliki keterampilan tertentu yang bisa disumbangkan
Jika kegiatan yang dilaksanakan membuktikan orang-orang memiliki keterampilan tertentu, maka hal ini akan menarik bagi oarang-orang yang memiliki keterampilan tersebut.
d) Rasa memiliki
Rasa memiliki suatu kegiatan akan tumbuh jika sejak awal kegiatan masyarakat sudah diikutsertakan. Jika rasa memiliki bisa ditumbuhkan dengan baik, maka partisipasi kader dalam kegiatan di desa akan dapat dilestarikan.
1) Faktor tokoh masyarakat
Jika dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakat yang disegani ikut serta maka merreka akan tertarik juga untuk berpartisipasi.
Petugas yang memiliki sikap yang baik seperti akrab dengan masyarakat, menunjukkan perhatian pada kegiatan maasyarakat dan mampu mendekati para tokoh masyarakat untuk berpartisipasi.
g. Bentuk-bentuk partisipasi
Bentuk partisipasi dapat dibedakan dalam : 1) Partisipasi karena terpaksa
Disini masyarakat berpartisipasi karena adanya ancaman atau sanksi. 2) Partisipasi karena imbalan
Disini partisipasi terjadi karena imbalan tertentu yang diberikan, baik dalam bentuk imbalan materi maupun imbalan kedudukan.
3) Partisipasi karena kesadaran
Ini adalah bentuk partisipasi yang diinginkan, karena disini kader ikut berpartisipasi atas dasar kesadaran (Depkes RI, 1989: 37-43)
h. Elemen- Elemen Partisipasi Masyarakat
Elemen-elemen partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007, p:127-128):
1) Motivasi
Persyaratan uatama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi disegala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luar hanya merangsangnya saja. Untuk itu maka pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi.
Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide, dan informasi masyarakat. Media massa seperti TV, radio, poster, film, dan sebagainya. Sebagian adalah sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi.
3) Kooperasi
Kerja sama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Adanya team work antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi.
4) Mobilisasi
Hal ini berarti bahwa partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat dapat dimulai seawal mungkin sampai ke akhir mungkin, dari identifikasi masalah, menentukan prioritas, perencanaan, program, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan program. Juga hanya terbatas pada bidang kesehatan saja, melainkan bersifat multidisiplin.
3. Teori Perilaku Menurut Lawrence Green
Green (1980) mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat untuk membiuata perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal sebagai kerangka PRECEDE ( predisposing, reinforcing and enabling causes in Educational Diagnosis ang Evaluation. Kemudian disempurnakan pada thun 1991 menjadi PRECEDE-PROCEED (Policy, Regulatory Organizational Construct in Ediucational and Environmental Development) yang dilakukan bersama-sama
dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan serta implementasi dan evaluasi ( Notoatmodjo, 2010, p:75).
Ada 3 ( tiga ) factor yang dapat berpengaruh atau menjadi sebab terjadinya masalah perilaku :
a. Faktor predisposisi (Predisposing) yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk kelompok predisposisi ini adalah :
1) Pengetahuan 2) Sikap
3) Nilai-nilai dan budaya
4) Kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu tersebut.
5) Beberapa karakteristik individu, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan.
b. Faktor pemungkin (Enabling) yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut, terdiri atas :
1) Ketersediaan pelayanan kesehatan
2) Ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupunbiaya dan sosial.
3) Adanya peraturan—peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu tersebut.
c. Faktor penguat (Reinforcing) yaitu faktor yang memperkuat atau kadang-kadang justru dapat memperlunak untuk terjadinya perilaku tersebut. Yang termasuk faktor penguat antara lain : pendapat, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman-teman sekerja atau lingkungannya, bahkan juga dari petugas kesehatan sendiri.
4. Pengetahuan a. Definisi
Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri (Notoatmodjo, 2010, p: 27).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui oendidikan non formal. Pengetahuan tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positf dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan enentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang
dikutip oleh Notoatmodjo (2007, p:12), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.
b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010, p:27) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Temasuk kedalam pengetahuan tingkat ii adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham oleh objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun pada kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru. Denagan kata lain sintesi adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Dalam permasalah kesehatan, sering dijumpai bahwa persepsi masyarakat tidak selalu sama dengan persepsi pihak petugas kesehatan. Untuk mencapai kesepakatan atau kesamaan persepsi sehingga tumbuh keyakinan dalam hal masalah kesehatan yang dihadapi diperlukan suatu proses
komunikasi-informasi-motivasi yang matang, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku seseorang.
c. Proses Perilaku ” TAHU”
Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Wawan dan dewi (2010, p:15-18), perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden lebih baik lagi.
4) Irial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru. 5) Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus.
Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya.
Menurut Arikunto (2006) yang dikutip oleh Wawan dan Dewi (2010, p18) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1) Baik : Hasil presentase 76% - 100 % 2) Cukup : Hasil presentase 56% - 75% 3) Kurang : hasil presentase >56%
B. KERANGKA TEORI
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi kader antara lain :
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Teori Lawrence Green (1991) dikutip oleh Notoatmodjo (2010). Factor pendukung : Fasilitas Komitmen masyarakat Keterjangkauan sumber daya kesehatan Perilaku Pengetahuan Factor penguat : Keluarga Teman Tokoh masyarakat Petugas kesehatan Factor predisposisi : Sikap Nilai Keyakinan karakteristik Partisipasi kader
C. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep yang satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005: 69).
Variable Independent : Variabel Dependent :
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
D. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan patrisipasi kader dalam kegiatan posyandu Faktor predisposisi: Pengetahuan tentang posyandu Patisipasi kader posyandu