BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol.
a. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Secara Keseluruhan
Data mengenai peningkatan hasil belajar siswa secara kognitif diperoleh melalui pemberian soal sebanyak 30 butir soal yaitu melalui pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum dilaksanakannya pembelajaran dan posttest digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah pembelajaran. Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan, didapatkan persentase Ketuntasan siswa pada pretest dan posttest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Gambar: 4.1 Grafik Persentase KKM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.
Gambar 4.1 diatas adalah grafik yang menunjukan persentase siswa yang mencapai KKM dikelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat pretest siswa seluruhnya tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMA Negeri Jatinunggal yaitu 70. Hal ini karena siswa di kedua kelas belum diajarkan mengenai materi pencemaran lingkungan dan belum
0% 0%
100% 100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Presentase KKM kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Pretest Post
40
diterapkan pembelaran berbasis potensi lokal Tahu Sumedang, sehingga sangat wajar jika siswa belum dapat mencapai nilai KKM.
Seperti yang diketahui pada gambar tersebut diatas dikelas eksperimen dan kelas kontrol hasil belajar siswa secara keseluruhan mengalami kenaikan saat posttest dilakukan, siswa seluruhnya dapat mencapai KKM sehingga siswa seluruhnya dinyatakan tuntas. Hal ini dapat disimpulkan bahwa siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol mengalami peningkatan hasil belajar setelah materi disampaikan.
Namun meskipun kedua kelas mengalami peningkatan, terdapat perbedaan dalam rata-rata nilai yang diperoleh. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar: 4.2 Grafik perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Pretest-Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol keduanya sama-sama mengalami kenaikan pada nilai rata-rata pretest-postest, akan tetapi terdapat perbedaan pada jumlah kenaikan nilai rata-rata tersebut, yaitu nilai rata-rata posttest kelas kontrol lebih rendah daripada kelas eksperimen. Maka berdasarkan selisih dari kenaikan nilai rata-rata tersebut dapat dikatakan bahwa kelas eksperimen mengalami kenaikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Untuk mengetahui nilai gain yang netral dilakukan uji N-gain. Adapun N-Gain ini diperoleh dari nilai kenaikan pretest-posttest siswa. Kemudian berdasarkan nilai rata-rata N-Gain yang diperoleh kelas eksperimen dan kelas
0 50 100
Pretest Postest
50
85
46
75
Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Pretes- Posttest
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
kontrol dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pada nilai N-Gain dari kedua kelas tersebut. Perhatikan grafik dibawah ini.
Gambar : 4.3 Grafik Perbedaan Nilai N-Gain Kelas Ekspeimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan grafik 4.3 dapat diketahui bahwa meskipun secara kriteria rata-rata N-Gain keduanya sama menunjukan kriteria sedang, terdapat perbedaan antara N-Gain kelas eksperimen dan kelas kontrol dimana rata-rata N-Gain yang diperoleh pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata N-Gain yang diperoleh kelas kontrol. Hal ini dapat terjadi karena dikelas kontrol tidak diterapkan pembelajaran berbasis sains potensi lokal Tahu Sumedang.
Gambar : 4.4 Diagram Persentase Kriteria Nilai N-Gain Kelas Eksperimen
0 0,5 1
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 0,7
0,54
Grafik Nilai Rata-Rata N-Gain Hasil Belajar Siswa antara kelas Eksperimen dan kelas Kontrol
0%
57%
43%
Presentase Kriteria N-Gain Kelas Eksperimen
Rendah Sedang Tinggi
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa kelas eksperimen memperoleh nilai N-Gain dengan kriteria sedang dan kriteria tinggi, hasil ini didapat karena siswa dikelas eksperimen mengalami peningkatan hasil belajar yang signifikan bahkan hampir setengah dari jumlah siswa mengalami peningkatan yang sangat pesat oleh karena itu hasil N-Gainnya lebih tinggi.
Peningkatan yang signifikan ini karena siswa dikelas eksperimen diterapkan pembelajaran sains potensi lokal tahu Sumedang dimana siswa mendapatkan pembelajaran dengan metode yang berbeda dari yang biasanya mereka dapatkan yaitu metode konvensional.
Gambar : 4.5 Persentase Kriteria Nilai N-Gain Kelas Kontrol
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa dikelas kontrol nilai N- Gain yang diperoleh siswa seluruhnya adalah kriteria sedang. Maka dapat dikatakan bahwa dikelas kontrol terdapat peningkatan hasil belajar, tetapi N- Gain yang didapat lebih rendah dari kelas eksperimen atau dengan kata lain peningkatan hasil belajar yang diperoleh kelas kontrol tidak signifikan. Hal ini terjadi karena dikelas kontrol masih menggunakan metode konvensional.
b. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Kelompok
Untuk dapat mengetahui peningkatan hasil belajar siswa secara lebih jelas dan terperinci, kelas eksperimen dan kelas kontrol dibagi kedalam beberapa kelompok, agar dapat diketahui rata-rata perbedaan peningkatan hasil belajar menurut kelompok. Adapun masing-masing kelas dibagi kedalam tiga kelompok yaitu kelompok bawah, kelompok tengah dan kelompok atas. Tujuan agar diketahui kelompok mana dalam setiap kelas mengalami peningkatan
0%
100%
0%
Presentase Kriteria N-Gain Kriteria N- Gain Kelas Kontrol
Rendah Sedang Tinggi
yang lebih besar. Peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan kelompok dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar : 4.6 Grafik Nilai Rata-rata Pretest-Posttest Berdasarkan kelompok pada kelas Eksperimen.
Berdasarkan grafik diatas pada kelas eksperimen mengalami kenaikan nilai rata-rata pretest-postest dari setiap kelompoknya, akan terdapat perbedaan peningkatan hasil belajarnya yaitu kelompok bawah rentang kenaikannya sebesar 37 yaitu dari 42 menjadi 79, kelompok tengah mengalami rentang kenaikan sebesar 33 dari 52 menjadi 85, dan kelompok atas mengalami rentang kenaikan sebesar 31 dari 59 menjadi 90. Dapat disimpulkan bahwa kelas bawah mengalami rentang kenaikan nilai rata- rata yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok tengah dan kelompok atas.
Untuk dapat melihat perbandingan kelas eksperimen dan kelas kontrol pada nilai rata-rata pretest-posttest berdasarkan kelompok disajikan pula grafik rata-rata pretest-posttest dikelas kontrol. Perhatikan gambar dibawah ini.
0 50 100
Kelompok Bawah
Kelompok Tengah
Kelas Atas
42 52 59
79 85 90
Grafik Nilai Rata-rata Pretest-Posttest Kelompok Kelas Eksperimen
Pretest Postest
Gambar : 4.7 Grafik Nilai Rata-rata Pretets-Posttest Berdasarkan Kelompok pada Kelas Kontrol.
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa kelas kontrol juga mengalami kenaikan nilai rata-rata pretest-posttest pada setiap kelompoknya, akan tetapi kenaikan nilai yang ditunjukan oleh kelas kontrol lebih kecil daripada kelas eksperimen. Yakni kelompok bawah sebesar 38 menjadi 71 maka selisihnya 33, kelompok tengah 45 menjadi 75 maka selisihnya sebesar 30 dan kelompok atas dari 55 menjadi 80 maka selisihnya sebesar 25. Nilai rata-rata pretest-posttest yang diperoleh tersebut, dapat dilihat bahwa kelompok bawah pada kelas kontrol mengalami kenaikan lebih tinggi daripada kelompok lain pada kelas tersebut.
c. Analisis Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Perbedaan peningkatan hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diketahui dengan melalui uji statistik. Uji statistik ini menggunakan program SPSS versi 16,00. Adapun tahapan yang dilakukan terdiri dari 2 tahap. Tahap yang pertama adalah dengan uji prasyarat yaitu untuk mengetahui normalitas dan homogenitas dari data yang diperoleh, uji prasyarat ini akan menjadi penentu uji yang digunakan pada tahap selanjutnya.
0 20 40 60 80 100
Kelompok Bawah
Kelompok Tengah
Kelompok Atas
38 45 55
71 75 80
Kelas Kontrol
Grafik Nilai Rata-rata Pretest-Posttest Kelompok
Pretest Postest
Serta yang kedua uji beda untuk mengetahui perbedaan peningkatan hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
1) Uji Prasyarat
Untuk dapat mengetahui perbedaan peningkatan hasil belajar siswa dilakukan uji statistik pada data pretest, posttest dan N-Gain. Data pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, data posttest digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol serta data N- Gain digunakan untuk mengetahui perbedaan peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun hasil uji prasyarat pretest, posttest dan N-Gain dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel: 4.1 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
Data Kelas Uji Normalitas Uji
Homogenitas Kolmogorov Ket Shapiro Ket
Pretest Eksprimen Sig 0.058 Normal Sig 0.021 Tidak Normal
0.083 Homogen Kontrol Sig 0.01 Tidak
Normal
Sig 0.031 Tidak Normal
Posttest Eksprimen Sig 0.078 Normal Sig 0.113 Normal 0.120 Homogen Kontrol Sig 0.004 Tidak
Normal
Sig 0.011 Tidak Normal
N-Gain Eksprimen Sig 0.20 Normal Sig 0.422 Normal 0.073 Homogen Kontrol
Sig 0.012* Tidak
Normal Sig 0.161 Normal
Berdasarkan tabel diatas dengan tingkat kepercayaan α = 0,05 diperoleh nilai signifikansi data pretest kelas eksperimen pada uji Kolmogrov data berdistribusi normal karena (Sig.) 0.058 > 0.05 tetapi pada uji Shapiro data berdistribusi tidak normal karena (Sig.) 0.21 < 0.05 artinya dapat disimpulkan bahwa niali pretest pada kelas eksperimen data berdistribusi tidak normal. Sedang nilai pretest pada kelas kontrol baik uji Kolmogrov maupun uji Shapiro data berdistribusi tidak normal karena nilai (Sig.) nya lebih kecil dari 0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai pretest data berdistribusi tidak normal. Untuk uji homogenitas pada nilai
pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol nilai (Sig.) 0.083 > 0.05 maka nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol bersifat homogen.
Data posttest kelas eksperimen nilai signifikansi baik pada uji kolmogrov maupun uji Shapiro data berdistribusi normal karena nilai (Sig.) > 0.05, sedangkan data pretest kelas kontrol data berdistribusi tidak normal karena signifikansinya (Sig.) < 0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa data posttest berdistribusi tidak normal. Adapun uji homogenitas pada data posttest hasilnya adalah 0.120 maka untuk data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol data bersifat homogen.
Kemudian untuk uji N-Gain kelas eksperimen baik pada uji Shapiro Wilk (Liliefors) (Sig.0,20) dan Kolmogorov-Smirnov (0,422) kesemuanya > 0,05, artinya data berdistribusi secara Normal. Sedangkan untuk kelas kontrol pada pada uji Shapiro Wilk (Liliefors) data berdistribusi normal (Sig.0,161) dan Kolmogorov-Smirnov (0,012) < 0,05 artinya pada uji kolmogorov data berdistribusi tidak normal Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kelas kontrol data tidak normal. Untuk uji homogenitas pada tabel diatas menunjukan bahwa nilai signifikansinya 0,073 > 0,005 artinya data N-Gain bersifat homogen.
2) Uji Beda/Uji Statistik
Berdasarkan hasil uji prasyarat diatas, uji normalitas yang dilakukan menghasilkan data yang tidak berdistribusi normal, meskipun pada kelas eksperimen data berdistribusi normal dan uji homogenitas yang dilakukan diperoleh data bersifat homogen, tetapi pada kelas kontrol data tidak berdistribusi normal. Uji prasyarat merupakan penentu untuk dilakukan uji selanjutnya. Oleh karena data berdistribusi tidak normal maka uji yang dilakukan untuk uji beda adalah Uji dengan SPSS Two Independent Sample Test yaitu uji Mann-Whitney U.
Tabel: 4.2 Uji Beda / Uji Hipotesis
Data Uji Beda Nilai Sig.
(2 tailed) Keterangan Pretest Uji Mann Whitney U 0.062 Tidak Berbeda signifikan Posttest Uji Mann Whitney U 0.00 Berbeda signifikan N-Gain Uji Mann Whitney U 0.00 Berbeda signifikan
Tabel tersebut menunjukan hasil uji beda pada data pretest, posttest dan N-Gain. Hasilnya menunjukan bahwa setelah data pretest diuji dengan menggunakan Uji dengan SPSS Two Independent Sample Test yaitu uji Mann-Whitney U nilai signifikansinya lebih bedar dari 0.05 artinya Ho diterima bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. Kemudian data posttest setelah uji beda menggunakan uji Mann Withney U hasil yang diperoleh adalah lebih kecil dari 0,05 artinya Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dan Uji beda pada data N-Gain menunjukan lebih kecil dari 0.05 artinya Ho ditolak dan dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Aktifitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Untuk mengetahui bagaimana aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan lembar observasi. Dimana untuk mengobservasi siswa pada pembelajaran dikelas dilakukan oleh observer yang terdiri dari 4 orang termasuk peneliti. Adapun hasil observasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar : 4.8 Grafik Aktivitas Belajar Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Pertemuan 1 Pertemuan 2 56%
77%
56% 60%
Aktivitas Belajar Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Secara Umum
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Berdasarkan grafik ini dapat dilihat bahwa hasil aktivitas belajar siswa secara umum pada kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat perbedaan kenaikan dimana pada pertemuan pertama hasilnya sama yaitu rata-ratanya sebesar 56%. Dan juga sama mengalami kenaikan rata-rata aktivitas belajar pada pertemuan kedua, namun pada kelas eksperimen naik menjadi sebesar 77% dan kelas kontrol naik menjadi 60%. Hal tersebut berarti bahwa terdapat perbedaan kenaikan aktivitas belajar siswa sebesar 17%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen aktivitas belajar siswa mengalami kenaikan secara signifikan dibanding dengan kelas kontrol.
Kemudian untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil aktivitas belajar siswa dibawah ini dapat dilihat perbedaan aktivitas siswa per indikator dalam setiap pertemuan.
Gambar : 4.9 Grafik Aktivitas Belajar Siswa per Indikator Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pertemuan Pertama Keterangan : Indikator 1 = Mengajukan Pertanyaan
Indikator 2 = Menanggapi Indikator 3 = Menyimpulkan
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat rata-rata aktivitas siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol jika dilihat per indikator pada pertemuan pertama hasilnya sangat bervariasi. Untuk indikator 1 hasil antara kedua kelas tersebut sama sebesar 53%, indikator 2 hasilnya lebih tinggi kelas eksperimen yaitu sebesar 63% dibanding kelas kontrol yang
0 20 40 60 80 100
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3
53 63
53 59 56 57
PERTEMUAN 1
Grafik Aktivitas Belajar Siswa per Indikator pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
hanya 59%, tetapi pada indikator ketiga hasilnya lebih besar kelas kontrol yaitu sebesar 57% dibanding kelas eksperimen sebesar 56% meskipun hanya berbeda sekitar 1% saja. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada pertemuan pertama siswa dikelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan.
Untuk lebih mengetahui perbedaan hasil aktivitas siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pertemuan kedua dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Gambar : 4.10 Grafik Aktivitas Belajar Siswa per Indikator Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pertemuan Kedua
Keterangan : Indikator 1 = Mengajukan Pertanyaan Indikator 2 = Menanggapi
Indikator 3 = Menyimpulkan
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada pertemuan kedua kelas eksperimen mengalami peningkatan secara signifikan, pada setiap indikator baik indikator 1, 2 dan 3 kelas eksperimen memperoleh rata- rata yang lebih tinggi. Sedangkan pada kelas kontrol mengalami peningkatan yang lebih kecil. Sehingga dapat dilihat bahwa aktivitas belajar siswa yang diterapkan pembelajaran sains potensi lokal tahu sumedang mengalami
0 20 40 60 80 100
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3
75 75 82
60 59 60
PERTEMUAN 2
Perbedaan Hasil Aktivitas Belajar Siswa di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
peningkatan yang lebih signifikan daripada kelas yang tidak diterapkan pembelajaran sains potensi lokal tahu sumedang.
3. Respon siswa terhadap pembelajaran sains lokal berbasis potensi lokal tahu sumedang
Untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran yang diterapkan pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang penulis menggunakan angket yang diberikan kepada kelas eksperimen.
Angket tersebut berisi pernyataan respon siswa terhadap pembelajaran biologi berbasis sains potensi lokal tahu sumedang yang berjumlah 20 item pernyataan, dimana terdiri 10 item pernyataan positif dan 10 item pernyataan negatif. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan skala likert. Adapun hasil rekapitulasi angket tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel : 4.3 Rekapitulasi Perhitungan Persentase Angket
KODE SISWA PERSENTASE (%) KRITERIA
EK-1 81 Sangat Kuat
EK-2 80 Kuat
EK-3 76 Kuat
EK-4 88 Sangat Kuat
EK-5 76 Kuat
EK-6 75 Kuat
EK-7 75 Kuat
EK-8 76 Kuat
EK-9 85 Sangat Kuat
EK-10 80 Kuat
EK-11 79 Kuat
EK-12 88 Sangat Kuat
EK-13 76 Kuat
EK-14 70 Kuat
EK-15 78 Kuat
EK-16 76 Kuat
EK-17 79 Kuat
EK-18 91 Sangat Kuat
EK-19 89 Sangat Kuat
EK-20 71 Kuat
EK-21 85 Sangat Kuat
EK-22 85 Sangat Kuat
EK-23 79 Kuat
EK-24 79 Kuat
EK-25 74 Kuat
EK-26 76 Kuat
EK-27 80 Kuat
EK-28 76 Kuat
EK-29 75 Kuat
EK-30 81 Sangat Kuat
RATA-RATA 79,3 Kuat
Berdasarkan hasil perhitungan item pernyataan respon siswa terhadap pembelajaran biologi berbasis sains potensi lokal tahu sumedang secara keseluruhan respon yang ditunjukan oleh siswa pada kelas eksperimen sangat baik yakni persentase rata-rata mencapai 79,3% dengan kriteria kuat, ini berarti secara umum siswa kelas eksperimen memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran biologi berbasis potensi lokal tahu Sumedang. Secara lebih jelas dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
Gambar: 4.11 Persentase Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Sains Potensi Lokal Tahu Sumedang
70%
30%
Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Sains Potensi Lokal Tahu Sumedang
Sangat Lemah Lemah Cukup Kuat Sangat Kuat
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa respon siswa terhadap pembelajaran biologi berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang sangat tinggi yaitu 70% siswa memiliki respon kuat dan 30% memiliki respon sangat kuat menunjukan bahwa siswa menunjukan respon positif terhadap pembelajaran tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara umum penerapan pembelajaran biologi berbasis sains potensi lokal tahu sumedang mendapat respon yang baik dari siswa yaitu rata-rata persentasenya sebesar 79,3%.
Kriteria kuat yang diperoleh tersebut, berdasarkan respon siswa pada tiap butir angket yang diberikan, baik pada angket positif maupun negatif.
Dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar : 4.12 Grafik Angket Dimensi Positif dan Negatif
Berdasarkan garfik diatas, pada angket positif opsi yang paling banyak dipilih siswa adalah opsi S (Setuju) dan SS (Sangat Setuju) hal ini berarti siswa setuju bahawa mereka senang mendapat pembelajaran berbasis sains potensi lokal, mereka memiliki antusiasme yang tinggi dan mereka setuju bahwa mereka mengalami peningkatan hasil belajar dalam proses pembelajaran. Sedangkan pada angket aspek negatif, siswa paling banyak menjawab pada opsi SS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju), maka hal ini berarti mereka tidak setuju jika dikatakan dalam pembelajaran mereka tidak merasa senang dan tidak mendapatkan pengetahuan yang baru.
0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0
Positif Negatif
24,3
1,3 72,0
3,7 4,7
73,3
0,0
20,7
Respon Siswa pada Angket Dimensi Positif dan Negatif
SS S TS STS
B. PEMBAHASAN
1. Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Peningkatan hasil belajar yang diamati dalam penelitian ini adalah melalui aspek kognitif dari hasil nilai pretest dan posttest. Kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran akan diketahui melalui data pretest dan ini dijadikan tolak ukur awal siswa, sedangkan kemampuan siswa setelah pembelajaran dapat diketahui melalui data posttest apakah siswa mengalami peningkatan hasil belajar atau tidak. Oleh karena itu dalam proses penelitian, pretest diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen 1 minggu sebelum siswa diberikan materi pembelajaran, dan posttest diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen 1 minggu setelah semua materi pembelajaran tersampaikan yaitu 2 pertemuan.
Gambar 4.2 menunjukan bahwa rata-rata nilai pretest siswa lebih tinggi kelas eksperimen daripada kelas kontrol, akan tetapi ketika dilakukan uji statistik yaitu uji beda hasil signifikansinya lebih besar daripada 0.05 maka Ho diterima artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan kata lain kemampuan awal siswa dikelas eksperimen dan kelas kontrol bisa dikatakan sama. Penyebabnya adalah karena siswa kelas eksperimen dan kontrol sama-sama belum menerima penyampaian materi mengenai pencemaran lingkungan. Sehingga siswa belum dapat menjawab soal yang diberikan karena pengetahuan baru belum mereka dapatkan melalui proses pembelajaran. Nilai pretest yang mereka peroleh menunjukan pengetahuan dasar awal yang mereka miliki masing-masing. Pengetahuan awal ini sangat penting untuk diukur, tujuannya adalah agar dapat diketahui seberapa jauh perkembangan mereka dalam proses pembelajaran. Jika sudah diketahui pengetahuan awal tersebut maka dapat diukur seberapa besar peningkatannya.
Menurut Nur dalam Trianto (2009:34) pengetahuan awal adalah sekumpulan pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup mereka, dan apa yang mereka bawa kepada suatu pengalaman baru.
Dan pengetahuan awal siswa terhadap suatu konsep tersebut sangat penting untuk diketahui karena seperti yang dikatakan oleh Trianto (2009:33) seorang pelajar sering mengalami kesulitan dalam memahami suatu pengetahuan tertentu, yang salah satu penyebabnya karena pengetahuan baru yang diterima tidak terjadi hubungan dengan pengetahuan sebelumnya, atau mungkin pengetahuan awal sebelumnya belum dimiliki. Jika pengetahuan awal siswa sudah diketahui maka akan mudah untuk menyesuaikan model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa dan sarana atau fasilitas yang tersedia, Trianto (2009:26). Ausubel juga mengungkapkan “if i had to reduse all of educational psycology to just one principple, i would say this: the most important single factor influencing learning is what the learner already now. Ascertain this and teach him accordingly” jelaslah pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh siswa akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran.
Dalam gambar 4.2 juga dapat dilihat bahwa secara umum nilai posttest siswa dikelas eksperimen memiliki rata-rata yaitu 85, sedangkan dikelas kontrol nilai rata-rata posttest adalah sebesar 75, dengan demikian dapat dijelaskan bahwa kelas kontrol kemampuan setelah pembelajaranya lebih rendah. Meskipun secara keseluruhan pada saat posttest baik kelas eksperimen atau kelas kontrol mencapai nilai KKM, tetapi jika dilihat pada tabel 4.2 nilai signifikansi uji beda yang dilakukan hasilnya adalah 0.00 maka Ho ditolak yang artinya terdapat perbedaan signifikan antara kemampuan akhir eksperimen dan kemampuan akhir kelas kontrol. Faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil akhir pembelajaran tersebut adalah karena pada kelas kontrol pembelajaran masih diterapkan sistem ceramah yang kurang menuntut keaktifan siswa didalam proses pembelajaran. Sehingga siswa dikelas kontrol tidak berperan aktif dalam pembelajaran. Sistem ceramah tidak salah akan tetapi jika sistem pembelajaran yang diterapkan terus menerus seperti ini, maka siswa hanya belajar melalui telinga dan mata saja, akibatnya siswa akan mengalami kesulitan mengeksplor kemampuannya
dalam pembelajaran. Berbeda halnya ketika siswa berperan aktif dalam pembelajaran maka mereka dapat menggali pengetahuan semaksimal mungkin. Kemudian proses transfer ilmu seperti ini hanya membuat siswa mengerti akan konsep yang diberikan, namun siswa tidak faham manfaatnya bagi kehidupan nyata disekitarnya.
Senada dengan hal ini, Yamin (2007:40) mengatakan bahwa
“sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak”. Dari ini dapat difahami mengapa siswa dikelas kontrol yang hanya diterapkan ceramah dan diskusi tanpa diterapkan pembelajaran yang lebih kontekstual mengalami kesulitan dalam memahami konsep pembelajaran yang berimbas pada lebih rendahnya rata-rata nilai yang mereka peroleh.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SMAN Jatinunggal dapat diketahui bahwa nilai rata-rata N-Gain pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Dapat diartikan bahwa kelas eksperimen mengalami peningkatan hasil belajar yang lebih signifikan daripada kelas kontrol atau peningkatan hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen hasil rata-rata nilai yang diperoleh lebih tinggi, hal ini disebabkan karena pada kelas eksperimen diterapkan pembelajaran biologi berbasis potensi lokal tahu Sumedang dimana pembelajarannya menuntut siswa berperan aktif secara langsung.
Contohnya pada konsep penyebab terjadinya pencemaran lingkungan, ternyata salah satunya adalah hal yang sering mereka saksikan misalnya proses pembuatan tahu yang menghasilkan limbah padat dan limbah cair, atau mereka dapat memahami bahwa meminimalisir limbah tahu ternyata merupakan salah satu dari contoh proses pencegahan dan penanggulangan limbah. Dalam kedua contoh tersebut siswa berperan aktif dalam pembelajaran tetapi mereka tidak dipaksa mengerti konsep melalui teksbook saja melainkan mereka mencoba mengaitkan fenomena yang sering ditemui dengan apa yang sedang mereka pelajari. Faktor ini yang turut mempengaruhi
hasil belajar mereka dikelas. Hal tersebut dapat terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran, seperti menurut Mulyasa (2014:190) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dikelompokan menjadi 4, yaitu (a) bahan atau materi yang dipelajari (b) lingkungan (c) faktor instrumental dan (d) kondisi peserta didik. Faktor-faktor tersebut secara terpisah atau bersama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap prestasi belajar peserta didik. Sehingga jika dilihat faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan eksternal.
Senada dengan hal itu Mulyasa (2014:191) juga mengatakan “prestasi belajar bukanlah hal yang berdiri sendiri tetapi hasil dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Dengan demikian untuk memahami dan meningkatkan hasil belajar perlu didalami faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal”. Disinilah fungsi dari penerapan pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang, untuk dapat meningkatkan hasil belajar dengan membantu memenuhi semua faktor yang dapat meningkatkan prestasi belajar. Menurut Asmani (2012:95) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) menuntut konseptor pendidikan aktif mengamati problematika sosial, potensi-potensi produktif masyarakat dan mereformulasi program yang bertujuan menguatkan potensi tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut didalam proses pembelajaran peneliti memberikan tugas dimana salah satunya siswa diminta untuk mengamati proses pengelolaan tahu Sumedang secara langsung dipabrik-pabrik tahu Sumedang yang ada disekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Proses tersebut adalah salah satu contoh yang termasuk kedalam PBKL dimana konseptor pendidikan aktif mengamati potensi-potensi produktif masyarakat, mereka juga diminta untuk mencari tahu bagaimana limbah yang dihasilkan diolah atau dibuang sehingga proses ini yang dikatakan dengan konseptor pendidikan aktif mengamati problematika sosial.
Kemudian jika mengamati grafik kenaikan hasil belajar berdasarkan kelompok pada setiap kelas menunjukan bahwa setiap kelompok masing- masing mengalami kenaikan nilai pretest dan posttest. Kelompok kelas eksperimen rentang tertinggi kenaikan dari nilai pretest ke nilai posttes
dicapai kelompok bawah, kemudian kelompok tengah dan yang mendapat rentang kenaikan terkecil dikelas eksperimen yaitu kelompok atas. Begitupun dengan kelas kontrol rentang kenaikan tertinggi dicapai oleh kelompok bawah, kemudian kelompok tengah dan terendah kelompok bawah. Namun perbedaannya adalah dari rentang kenaikan setiap kelompoknya kelas eksperimen tetap lebih unggul. Maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Perbedaan peningkatan hasil belajar siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yang paling mendasar adalah kelas eksperimen diterapkan pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang yang mana dalam pembelajarannya lebih menekankan pada pembelajaran kontekstual yaitu integrasi antara konsep dikelas dengan potensi daerah sekitar lingkungan sekolah dan tempat tinggal mereka.
Menurut Yamin (2007:41) pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal senada diungkapkan oleh Asmani (2014:96) relevansi dunia pendidikan dengan realitas empiris masyarakat ini mendorong partisipasi masyarakat serta menambah semangat anak didik dalam menimba ilmu dan mengembangkan penelitian untuk melahirkan temuan genuine dalam rangka social engineering sesuai dengan potensi lokal
Pembelajaran dikelas menggunakan pendekatan sains potensi lokal tahu Sumedang membuat siswa dapat memadukan antara pengetahuan mereka dengan konsep dikelas. Adapun beberapa kegiatan pembelajaran berbasis potensi lokal tahu Sumedang yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut.
Pertama didalam kelas ditayangkan video pembelajaran yang berisi tayangan pengelolaan tahu Sumedang, dari video tersebut tujuannya adalah menggali pengetahuan awal siswa, dimana siswa menjadi lebih antusias dalam pembelajaran. Motivasi belajar siswa lebih meningkat menandakan siswa lebih siap menerima pembelajaran. Ketika keadaan siswa sudah siap
untuk belajar maka apa yang akan disampaikan oleh guru lebih mudah untuk diserap. Seperti yang diungkapkan oleh Bloom dalam Kuswasana (2012:82) ada penekanan pada perlunya untuk membangun sebuah pengetahuan yang bermakna sebelum beroperasinya informasi baru pada tingkat yang lebih maju. Sehingga dengan bergitu ketika siswa diberi konsep baru mereka akan membangun pengetahuan tersebut dengan menggabungkan dan mengaitkan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya didalam otak mereka sendiri.
Karena hal itu tidak bisa dilakukan oleh orang lain termasuk guru sekalipun.
Seperti yang di ungkapkan oleh Bodner (1986) dalam Shadiq (2010:19)
“knowledge is contrusted as the learner srtives to organize his or her experience in term of preexisting mental strustures”. Dengan demikian pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak guru ke otak siswa, setiap siswa harus membangun pengetahuan dalam otak mereka sendiri- sendiri.
Kedua dalam pembelajaran siswa belajar dengan cara berdiskusi dalam kelompok, dengan difasilitasi artikel dan modul yang sudah disusun terintegrasi dengan potensi lokal dari daerah mereka yaitu tahu Sumedang.
Pembelajaran diskusi ini sangat baik untuk siswa karena siswa berperan aktif dalam pembelajaran, mereka menggali informasi, membaca referensi yang telah disediakan dan mereka saling bertukar fikiran antar sesama kelompok, sehingga mereka mampu mengeksplor kemampuan mereka sendiri. Muslich (2011:78) dengan melibatkan siswa berperan dalam kegiatan pembelajaran, berarti kita mengembangkan kapasistas belajar dan potensi yang dimiliki oleh siswa secara penuh.
Ketiga diluar pembelajaran dikelas siswa ditugaskan untuk melakukan observasi ke pabrik-pabrik pembuatan tahu, siswa diminta mengamati proses pengelolaan tahu, dengan pengamatan langsung siswa dapat belajar melalui proses pengindraan yang nyata, pembelajaran ini adalah pembelajaran yang menerapkan dua komponen pembelajaran kontekstual secara langsung yaitu contructivism dan inquiry. Dalam yamin (2007:43) Kontruktivisme adalah kegiatan yang mengembangkan pemikiran siswa bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa bekerja sendiri, menemukan dan membangun
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Inqury adalah kegiatan belajar yang bisa mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau permasalahan yang dihadapi sehingga ia berhasil menemukan sesuatu.
Keempat siswa diminta untuk membuat video tentang proses pengelolaan tahu yang mereka amati, penugasan ini akan membuat siswa lebih kreatif. Dengan ini maka hasil belajar siswa dari aspek psikomotor akan semakin terlatih. Menurut bloom dalam Suprijono (2009:13) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, managerial, dan intelektual.
Meskipun merupakan aspek psikomotor kegiatan ini juga dapat mendukung semakin bertambahnya pengetahuan siswa dalam aspek kognitif.
Kelima siswa kelas eksperimen juga diberikan tugas untuk membuat produk dari limbah tahu Sumedang. Pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui aspek psikomotor, kreativitas siswa akan tergali, dan kognitif siswa akan meningkat khususnya dalam hal ini adalah bagaimana cara menanggulangi limbah. Pembelajaran ini juga merupakan salah satu pendekatan sains potensi lokal tahu Sumedang yang menuntut siswa belajar secara kontekstual. Yamin (2007:42) mengungkapkan beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual diantaranya: 1) pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas-tugas bermakna bagi siswa (meaningful learning). 2) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquary, to work, together).
Melihat signifikansi dari hasil belajar yang diperoleh kelas eksperimen tentu menjadi hal yang penting untuk dibahas, faktor penyebab pembelajaran berbasis sains potensi lokal menjadi indikator keberhasilan kelas eksperimen. Melalui penerapan pembelajaran biologi berbasis potensi lokal tahu siswa tidak lagi banyak menghafal konsep-konsep tetapi memahami konsep tersebut serta pemanfaatannya dilingkungan mereka.
Menurut Suprijono (2009:68) ini mendorong pentingnya peserta didik
mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ketika peserta didik menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka, peserta didik terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Peserta didik menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku mereka sendiri, memilih alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi dan secara kritis menilai bukti.
Siswa juga mendapatkan pengetahuan bahwa hal yang sering mereka temui dilingkungan sekitar tempat tinggalnya adalah hal yang ternyata memiliki keterkaitan dalam pembelajaran dikelas yang selama ini mereka anggap cukup abstrak, sehingga rasa ketertarikan mereka meningkat seiring dengan rasa bahwa mereka mengenal pengetahuan tersebut. Sehingga selain siswa faham akan materi biologi dikelas mereka juga semakin mengenal ciri khas dari daerah mereka sendiri dan mereka juga mengerti keduanya memiliki integrasi yang sangat kuat. Selama ini sering terlupakan bahwa terkadang siswa malas untuk belajar karena mereka tidak mengerti akan suatu materi yang dianggap sulit, tetapi ketika ia merasa bisa dan faham karena pengetahuan mereka terus dibangun, maka dengan sendirinya akan menunjukan antusiasme mereka terhadap pembelajaran.
Melalui pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang siswa akan mulai memperhatikan potensi-potensi daerah tempat tinggal mereka, akan memahami bagaimana dampak positif dan dampak negatif potensi daerah tersebut, dan ini akan menjadi pembelajaran bermakna bagi mereka kelak. Bagaimana mereka akan menjadi penerus bangsa yang mengembangkan potensi keunggulan daerah setempat akan tetapi memikirkan pula solusi untuk meminimalisir dampak negatifnya. Asmani (2012:96) program Pembelajaran Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) ini mampu menjawab tuduhan sinis pada dunia pendidikan yang dinilai oleh banyak pihak berada diawang-awang , tidak membumi, tidak menjawab persoalan yang ada ditengah masyarakat, hanya bergulat teori dan konsep abstrak.
Relevansi inilah yang harus terus ditingkatkan sehingga menjadi kekuatan besar dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin tajam.
Kemampuan kurikulum dalam mengantipasi masa depan menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan ditengah masyarakat.
Pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang juga dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa dalam mengkontruksi materi pembelajaran dengan kondisi lingkungan setempat. Dapat pula meningkatkan daya kreativitas siswa, seperti yang diungkapkan oleh Asmani (2010) PKBL dapat mendorong lahirnya kreativitas-kreativitas baru yang cemerlang dan spektakuler akan didik akan terbiasa dengan kajian dan penelitian empiris yang sangat dibutuhkan dalam proses identifikasi dan formulasi produk- produk baru yang bisa menjadi keunggulan lokal. Sehingga siswa tidak hanya lagi duduk dibangku sekolah didalam kelas akan tetapi juga melakukan penelitian-penelitian ditengah-tengah masyarakat, memperhatikan proses sosial budaya dan ekonomi yang berlangsung secara intensif, membuat analisis, mengembangkan hipotesis dan mencoba menarik benang merah untuk melakukan eksperimentasi produk unggulan berdasarkan potensi lokal.
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai N-Gain kelas kontrol lebih rendah dari kelas eksperimen, menunjukan bahwa kelas kontrol mengalami kenaikan hasil belajar yang relatif lebih rendah dan terdapat perbedaan signifikan antara peningkatan hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen. Penyebab kelas kontrol memperoleh nilai peningkatan yang lebih kecil karena didalam pembelajaran dikelas bersifat teacher center atau pembelajaran lebih berpusat pada guru, pembelajaran lebih monoton karena lebih banyak kesempatan kepada guru untuk memberikan penjelasan mengenai materi daripada berusaha menggali potensi yang dimiliki oleh siswa. Menurut Trianto (2009:5) “proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Trianto juga menuturkan „kenyataan dilapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika ia menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki.
Untuk membantu proses pembelajaran tidak terlalu monoton dilakukan proses diskusi kelompok akan tetapi karena siswa tidak difasilitasi artikel ataupun modul siswa hanya diberikan sebuah masalah untuk diselesaikan, sehingga siswa tidak merasa antusias karena mereka tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalah tanpa membaca referensi terlebih dahulu.
Menurut Arends dalam Trianto (2009:90) “it is strange that we expect student to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve problems yet seldom teach thec about problem solving”. Yang berarti dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah. Sehingga penulis ingin menggambarkan bahwa diskusi adalah salah satu pembelajaran yang bagus dan baik untuk siswa, akan tetapi jika tidak dikemas dengan baik, tidak diberikan dengan cara yang benar akan menjadi suatu hal yang sia-sia.
2. Aktivitas Pembelajaran Siswa dengan Penerapan Pembelajaran Biologi Berbasis Potensi Lokal Tahu Sumedang
Untuk dapat mengetahui bagaimana aktivitas siswa didalam kelas digunakan lembar obervasi siswa. Aktivitas siswa dikelas yang diamati pada penelitian ini adalah (1) Mengajukan Pertanyaan, (2) Memberi tanggapan (3) Menyimpulkan Materi Pembelajaran. Data aktivitas siswa ini didapatkan dengan bantuan observer yang mengamati setiap indikator aktivitas siswa ketika pembelajaran dilangsung. Setelah data diperoleh kemudian data dianalisis untuk ditarik kesimpulan.
Grafik 4.10 menunjukan bahwa aktivitas belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol meningkat pada pertemuan kedua. Pada pertemuan pertama kelas eksperimen dan kontrol memiliki rata-rata aktivitas yang sama yaitu 56%, rata-rata aktivitas tersebut memang sudah cukup baik tetapi masih tergolong rendah karena pada pertemuan pertama siswa masih belum termotivasi dalam pembelajaran dan siswa juga masih beradaptasi dalam pembelajaran berbasis sains potensi lokal. Adapun pada pertemuan
kedua siswa dikelas eksperimen mengalami peningkatan aktivitas yang lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Data observasi ini menunjukan bahwa pembelajaran biologi berbasis potensi potensi lokal membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran dikelas sehingga aktivitas pembelajaran dikelas eksperimen meningkat lebih siginifikan daripada kelas kontrol.
Indikator 1 (mengajukan pertanyaan) pada pertemuan pertama siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol masih persentase yang ditunjukanya sama, hal ini karena pada kelas eksperimen siswa tertarik untuk bertanya karena mereka tertarik setelah menyaksikan tayangan video, sedangkan dikelas kontrol hal ini karena guru memberikan stimulus berupa beberapa contoh pertanyaan, akan tetapi pada pertemuan pertama siswa belum begitu termotivasi karena masih dalam tahap adaptasi proses pembelajaran yang diterapkan. Motivasi belajar sangat penting untuk dimiliki oleh siswa karena motivasi belajar siswa dapat menjadi penentu siswa berkeinginan atau tidak dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Uno (2013:28) Seorang anak yang termotivasi untuk belajar akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Sebaliknya apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak akan tahan lama untuk belajar.
Pada pertemuan kedua indikator 1 mengajukan pertanyaan mengalami peningkatan. Kelas eksperimen mengalami peningkatan sangat signifikan menunjukan bahwa siswa sangat antusias dalam bertanya, hal ini karena pada pertemuan kedua siswa sebagian sudah ada yang melakukan observasi ke pabrik tahu Sumedang, sehingga mereka memiliki banyak pertanyaan yang ingin mereka ketahui jawabannya misalnya mengenai bagaimana pengolahan limbah, siswa merasa tertarik untuk bertanya mengenai kaitan antara hal mereka observasi dengan pembelajaran dikelas. Ini menunjukan bahwa pendekatan lingkungan berupa potensi daerah sekitar membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Menurut Piaget dalam Slavin dalam Trianto (2009:30) perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dapat difahami bahwa semakin banyak berinteraksi dengan lingkungan, semakin
banyak yang ingin mereka ketahui melalui pertanyaan maka semakin banyak mereka memiliki pengetahuan. Sedangkan dikelas kontrol kenaikan yang diperoleh hanya sedikit hal ini karena siswa masih banyak yang tidak tertarik terhadap materi, karena materi tidak dikaitkan dengan hal yang membuat rasa ingin tahunya tergugah.
Indikator 2 (menanggapi) pada pertemuan pertama dikelas eksperimen sudah cukup tinggi, indikator menanggapi disini adalah menjawab pertanyaan ataupun memberi tanggapan dari jawaban teman, aktivitas belajar kelas eksperimen secara umum memang lebih terlihat antusias siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan pembelajaran biologi berbasis sains lokal karena pembelajaran menuntut mereka untuk berperan aktif didalam diskusi, selain itu pengetahuan awal mereka sudah terbangun melalui penayangan video sehingga mereka bisa saling bertukar fikiran dengan sesama temannya.
Pertemuan kedua mengalami peningkatan karena mereka sudah mulai beradaptasi dengan proses pembelajaran biologi berbasis potensi lokal tahu Sumedang, sehingga mereka saling memberikan tanggapan berupa pengetahuan mereka yang telah dipadukan dengan hasil observasi, sehingga mereka dapat belajar dengan aktif. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Fink dalam Warsono dan Haryanto (2012:18) pembelajaran aktif terdiri dari dua komponen utama yakni komponen pengalaman (experience) dan komponen dialog. Lebih lanjut komponen pengalaman terdiri pengalaman melakukan (doing) dan pengalaman mengamati (observing). Sedangkan komponen dialog terdiri dari dengan diri sendiri (dialogue with self) dan dialog dengan orang lain (dialogue with others).
Indikator 3 (Menyimpulkan materi) juga hasil yang ditunjukan adalah kelas eksperimen lebih unggul, indikator menyimpulkan materi dikelas eksperimen pada pertemuan pertama tidak jauh berbeda dengan kelas kontrol, tetapi mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada pertemuan kedua, bahkan indikator menyimpulkan materi pembelajaran ini menjadi indikator yang Persentasenya tertinggi hal ini karena siswa memahami keterpadauan antara konsep dikelas yaitu pencemaran lingkungan dengan potensi lokal tahu Sumedang, mereka menjadi sangat mengerti terletak dimana keterkaitannya.
Siswa menjadi mudah untuk menyimpulkan karena pembelajaran yang diterapkan tidak semata bertujuan agar mereka bisa menguasai konsep melainkan juga kebermaknaan proses pembelajaran, kebermanfaatan yang mereka peroleh dan juga aktualisasi konsep abstrak dalam kehidupan yang nyata dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Hasil observasi aktivitas belajar siswa pada kelas kontrol jika diamati, dapat diketahui bahwa kelas kontrol cenderung tidak mengalami kemajuan signifikan. Hal ini karena siswa mengalami kejenuhan dalam pembelajaran, suasana belajar dikelas dirasa biasa dan tidak ada inovasi baru. Sehingga mereka tidak merasa termotivasi didalam pembelajaran. Uno (2013:23) Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita.
Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya lingkungan belajar yang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu sehingga seseorang berkeinginan melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat. Dalam hal tersebut proses pembelajaran yang tidak membuat siswa tertarik membuat siswa akhirnya tidak bersemangat melakukan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan data observasi, siswa kelas eksperimen menunjukan keaktifan yang lebih tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang dapat membuat siswa termotivasi, dapat mengeksplor kemampuan dan pengetahuan siswa, serta siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran dikelas.
3. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Biologi Berbasis Sains Potensi Lokal Tahu Sumedang.
Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu sumedang. Maka angket ini hanya diberikan kepada kelas eksperimen karena hanya pada kelas ini yang diterapkan pembelajaran biologi berbasis potensi lokal tahu sumedang. Angket yang peneliti gunakan memakai skala Likert dengan kriteria Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Peneliti tidak menyertakan kriteria Ragu-ragu (R) karena menurut pendapat Sukardi (2007 : 147) yang menyatakan bahwa ada kecenderungan seseorang atau responden memberikan pilihan jawaban pada kategori tengah karena alasan kemanusiaan, seandainya responden memilih pada kategori tengah maka peneliti tidak akan memperoleh informasi yang pasti. Maka kecendrungan siswa untuk memilih kriteria ragu-ragu sangat tinggi daripada pilihan yang lain. Sehingga jika kriteria tersebut disertakan maka hasil jawaban respon siswa terhadap yang diperoleh tidak akan benar-benar valid dan akan mempengaruhi hasil penelitian.
Angket yang digunakan oleh peneliti terdiri beberapa dari 20 item pernyataan mencakup 2 kategori yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif, adapun dari semua pernyataan tersebut terbagi kedalam 3 dimensi yakni dimensi respon siswa terhadap pembelajaran bilogi berbasis potensi lokal tahu sumedang, respon siswa terhadap proses pembelajaran biologi berbasis potensi lokal tahu sumedang dan ketiga respond siswa terhadap hasil belajar yang diterapkan pembelajaran biologi berbasis potensi lokal tahu sumedang.
Respon siswa terhadap pembelajaran merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena ini menjadi tolak ukur pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti dapat diterima dengan baik atau tidak oleh siswa.
Selain itu hal tersebut juga akan menjadi penentu apakah pembelajaran akan berlangsung dengan baik atau tidak, karena jika siswa telah menerima dan merespon pembelajaran dengan baik maka proses pembelajaran akan berjalan dengan mudah dan menyenangkan, sehingga dengan keadaan pembelajaran menyenangkan hasil belajarnya pun diharapkkan akan dapat meningkat.
Seperti menurut Wena (2013:225) sikap dan persepsi siswa sangat mempengaruhi proses belajar, sikap dapat mempengaruhi belajar secara positif, sehingga belajar menjadi mudah sebaliknya sikap juga bisa membuat belajar menjadi sulit.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan rata-rata hasil yang diperoleh setelah perhitungan atau rekapitulasi angket siswa merespon
pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang dengan baik dan tidak ada siswa yang merespon negatif. Data menunjukan bahwa pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang dapat diterima oleh siswa. Hal ini disebabkan karena siswa memiliki ketertarikan terhadap pembelajaran yang lebih kontekstual dimana naluri rasa ingin tahu siswa lebih tergali tentang apa keterkaitan antara potensi lokal dari daerah mereka dengan konsep pembelajaran dikelas yaitu pencemaran lingkungan. Menurut Suprijono (2009:69) Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran autentik (real world learning, bukan artifisal. Pembelajaran autentik dimaksudkan sebagai pembelajaran yang mengutamakan pengalaman nyata, pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata.
Senada dengan hal itu Bell (1978) dalam Shadiq (2010:20) mengatakan “if the learner’s intention is to memorise it verbatim, i.e as a series of arbitrary related word, both the learning outcame must neccesarily be rote and meaningless”. Inti dari kutipan tersebut adalah jika seseorang yang belajar berkeinginan untuk mengingat pembalajaran tanpa mengaitkan hal yang satu dengan yang lainnya maka baik proses maupun hasil belajarnya merupakan hafalan dan tidak akan bermakna. Maka pembelajaran kontekstual melalui pembelajaran berbasis sains potensi lokal membuat siswa belajar dengan lebih bermakna karena siswa akan memahami bagaimana keterkaitan antara potensi daerah sekitarnya dengan konsep pembelajaran. Maka dampaknya adalah siswa memberikan respon dan sikap yang baik tehadap pembalajaran, karena siswa merasa senang dan menyukai metode yang diterapkan.
Pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang yang diterapkan mengharuskan siswa mengobservasi bagaimana proses pembuatan tahu Sumedang dari awal sampai akhir, proses-proses apa saja pada pengolahan tahu yang dapat menghasilkan limbah, limbah apa yang dihasilkan dan mengapa limbah tersebut menjadi penyebab pencemaran lingkungan, pengamatan langsung ini yang berlangsung secara kontekstual dan membuat siswa tidak berat memahami konsep-konsep pembelajaran karena mereka belajar melalui pengindraan lengkap bahkan mereka bisa
belajar karena melakukan atau learning by doing. Sehingga selain siswa faham dan mengerti akan potensi lokal daerah serta keterkaitannya dalam konsep pembelajaran mereka juga tidak merasa bosan dengan pembelajaran yang monoton dikelas. Pembelajaran menjadi lebih inovatif dan membuat siswa merasa bahwa belajar tidak lagi membuat mereka jenuh.
Respon siswa secara umum memperoleh nilai rata-rata dengan kriteria kuat, berkaitan dengan data yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran berbasis sains potensi lokal tahu Sumedang sangat baik karena dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa, aktivitas belajar siswa dikelas, motivasi belajar siswa, keaktifan siswa, kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep pembelajaran, wawasan pengetahuan siswa serta peningkatan belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam angket. Yang mana sesuai dengan pernyataan Djaali (2013:116) sikap belajar ikut menentukan intensitas kegiatan belajar. Sikap belajar yang positif akan menimbulkan intensitas kegiatan yang lebih tinggi dibanding dengan sikap belajar yang negatif.
Peranan sikap bukan saja ikut menentukan apa yang dilihat seseorang, melainkan juga bagaimana ia melihatnya. Sikap belajar yang positif dapat disamakan dengan minat, sedangkan minat akan memperlancar jalannya pelajaran.