BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisi hasil analisis yang dilakukan pada CV. Graha Printama Selaras. Bab ini berisi subbab yaitu hasil pendekatan ergonomu, hasil analisis wawancara dan observasi, analisis Job Safety Analysis, dan Hirarki Pengendalian.
5.1 Analisis Lingkungan Kerja
Subbab ini menjelaskan mengenai hasil perhitungan dan pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan di divisi produksi dan inventory di perusahaan CV Graha Printama Selaras.
Terdapat dua stasiun kerja yang memiliki nilai tingkat pencahayaan di bawah NAB. dua stasiun kerja tersebut adalah stasiun kerja pengadaan barang dan packaging. Stasiun kerja pengadaan barang memiliki pencahayaan sebesar 350 lux Stasiun kerja packaging memiliki pencahayaan sebesar 420 lux. Pencahayaan pada kedua stasiun kerja tersebut berada di bawah NAB dikarenakan NAB dari kedua stasiun kerja tersebut adalah 500 lux. Tingkat pencahayaan tersebut sangat jauh di bawah NAB. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor yaitu layout stasiun kerja terlalu luas, jumlah lampu penerangan terlalu sedikit, dan stasiun kerja masih mengandalkan sinar matahari untuk membantu pencahayaan di perusahaan sehingga apabila kondisi cuaca di perusahaan sedang mendung maka tingkat pencahayaan akan menurun secara drastis. Akibat dari pencahayaan yang memiliki nilai yang jauh di bawah NAB dalam jangka waktu lima tahun ke atas adalah pekerja dapat mengalami berbagai macam masalah pengelihatan yaitu monokular. Dampak yang lain dari kurangnya tingkat pencahayaan adalah dapat memicu kecelakaan kerja kategori B dan C.
Selain pencahayaan, terdapat dua stasiun kerja yang memiliki nilai kebisingan di atas NAB. Dua stasiun kerja tersbut adalah penyetakan dan banding kawat. Stasiun kerja penyetakan memiliki nilai kebisingan sebesar 91.8 dB.
Stasiun kerja banding kawat memiliki kebisingan sebesar 88.9 dB. Berdasarkan hasil pengukuran, tingkat kebisingan kedua stasiun kerja tersebut tersebut berada di atas NAB yang memiliki tingkat kebisingan sebesar 85 dB. Hal tersebut commit to user
disebabkan karena beberapa faktor yaitu jarak antar mesin yang terlalu dekat, jarak antara mesin dan pekerja yang terlalu dekat, dan tidak adanya peredam suara mesin. Akibat dari kebisingan di atas NAB dalam jangka waktu lima tahun ke atas adalah sensorineural. Dampak dari kebisingan juga dapat memicu kecelakaan kerja kategori B dan C.
5.2 Analisis Postur Kerja
Terdapat beberapa kegiatan yang memiliki postur kerja yang kurang baik.
Kegiatan tersebut diantaranya adalah membawa kertas roll dengan score akhir 6, setup mesin cetak & kawat dengan score 4, memasang plat & kertas roll serta melakukan proses cetak dan inspeksi hasil cetakan dengan score 4, menata cover dan hasil cetakan, melakukan proses banding kawat, dan pemotongan dilanjutkan inspeksi dengan score 6, dan proses packaging kardus & inspeksi akhir dengan score akhir 4. Berdasarkan score akhir, kegiatan yang perlu dilakukan perbaikan adalah kegiatan yang memiliki score 6 karena masuk ke dalam kategori cukup berbahaya. Jika kegiatan tersebut tidak segera dilakukan perbaikan, pekerja dapat mengalami berbagai macam masalah seperti nyeri pinggang, nyeri pada otot, rasa pegal yang tinggi dan beberapa masalah postur kerja lainnya. Kecelakaan kerja yang dapat terjadi apabila postur kerja kurang baik adalah masalah musculoskeletal disorder’s. Penyebab dari postur kerja yang kurang baik terdiri dari frekuensi kerja yang banyak, tinggi benda dan mesin yang kurang sesuai, dan beban yang diangkat dan didorong terlalu berat. Akibat dari musculoskeletal disorder’s adalah performansi kerja menurun dan terdapat kesalahan – kesalahan dalam bekerja yang dapat memicu kecelakaan kerja yang lainnya.
5.3 Analisis CVL
Berdasarkan hasil perhitungan cardiovascular load, terdapat beberapa kegiatan yang dapat memicu kelelahan pada saat bekerja karena memiliki persentase CVL yang cukup tinggi. Kegiatan tersebut diantaranya adalah memasang plat & kertas roll serta melakukan proses cetak dan inspeksi hasil cetakan dengan persentase CVL sebesar 48%, menata cover dan hasil cetakan dengan persentase CVL sebesar 37%, menata dan melakukan proses packaging commit to user
plastic dengan persentase CVL sebesar 33%, dan proses packaging kardus &
inspeksi akhir dengan persentase CVL 34%. Berdasarkan presentase CVL, perlu adanya perbaikan terhadap kegiatan tersebut karena kegiatan tersebut masuk ke dalam kategori moderate dengan persentase 30% - 60%. Jika tidak segera dilakukan perbaikan maka akan muncul kelelahan terhadap pekerja. Kelelahan pekerja dapat menyebabkan tidak fokusnya pekerja dalam melakukan pekerjaan dan berpengaruh terhadap sekitar.
Kelelahan pekerja dapat menyebabkan kecelakaan kerja seperti terhantam benda tumpul, terjepit mesin, terpotong mesin, tergores mesin, terjepit handpallet, dan tertabrak forklift. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa kesalahan pekerja seperti salah meletakkan jumlah buku sebelum dipotong, salah meletakkan isi cetakan buku ke dalam mesin banding kawat, kaki hampir tertimpa kertas roll, kaki hampir tertimpa tools setup (kunci inggris, tang, dll), dan hampir tertabrak setiap forklift melintas yang apabila pekerja tersebut lupa dan tidak segera diperbaiki maka akan terjadi kecelakaan keja yang termasuk ke dalam kategori B dan C.
5.4 Hasil Pengamatan dan Pemantauan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pemantauan, terdapat 6 kegiatan yang memiliki potensi bahaya terpapar debu. Kegiatan tersebut diantaranya adalah melakukan setup mesin cetak, memasang plat & kertas roll serta melakukan proses cetak dan inspeksi hasil cetakan, membawa cover buku ke stasiun banding kawat, menata cover dan hasil cetakan, melakukan proses banding kawat, dan pemotongan dilanjutkan inspeksi, membawa plastic, raffia, dan kardus ke stasiun packaging, dan menata dan melakukan proses packaging plastic. Pemantauan tersebut dibuktikan berdasarkan keluhan pekerja. Pekerja yang melakukan kegiatan tersebut memiliki keluhan dengan frekuensi kadang – kadang dan sering.
5.5 Hasil Wawancara dan Observasi
Berdasarkan wawancara terstruktur, sebagian besar pekerja mengalami beberapa keluhan kerja. Keluhan kerja tersebut terdiri dari gangguan pengelihatan sebanyak 11 dari 16 pekerja, kebisingan di tempat kerja sebanyak 11 dari 16 commit to user
pekerja, terpapar debu sebanyak 14 dari 16 pekerja, pegal di bagian otot sebanyak 12 dari 16 pekerja, dan kelelahan pada saat bekerja maupun saat setelah bekerja yang dirasakan oleh semua pekerja. Berdasarkan frekuensi pekerja, pekerja yang mengalami keluhan tersebut berada di atas 50%. Berdasarkan hasil dari wawancara, maka keluhan kerja tersebut harus dianalisis lebih dalam dengan wawancara tidak terstruktur dan observasi.
Wawancara tidak terstruktur digunakan untuk mengetahui frekuensi keluhan pekerja berdasarkan kecelakaan kerja kategori A. Kecelakaan kerja kategori A terdiri dari empat keluhan yaitu terpapar debu, pencahayaan di bawah NAB, kebisingan di atas NAB, dan keluhan MSD’S. Wawancara tidak terstruktur digunakan untuk mengetahui nilai likelihood dari masing – masing kegiatan dan potensi bahaya. Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur, nilai likelihood 1 memiliki jumlah kegiatan dan potensi bahaya sebanyak satu. Nilai likelihood 2 memiliki jumlah kegiatan potensi bahaya sebanyak lima. Nilai likelihood 3 memiliki jumlah kegiatan sebanyak delapan. Nilai likelihood 4 memiliki jumlah kegiatan dan potensi bahaya sebanyak tiga.
Berdasarkan nilai likelihood, terdapat tiga kegiatan dan potensi bahaya yang memiliki nilai paling tinggi yaitu 4. Kegiatan tersebut diantaranya adalah memasang plat & kertas roll serta melakukan proses cetak & inspeksi hasil cetakan dengan 2 potensi bahaya yaitu kebisingan di atas NAB dan terpapar debu, dan menata & melakukan proses packaging plastic dengan potensi bahaya terpapar debu. Kegiatan tersebut memiliki nilai likelihood yang cukup tinggi dikarenakan frekuensi keluhan yang terjadi berada di angka 13 – 16 dari dua puluh hari kerja. Keluhan tersebut sering muncul disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kesalahan pada struktur lantai yang membuat lingkungan kerja tersebut sering berdebu, hygiene yang kurang, dan tidak adanya peredam ataupun earplug untuk pekerja guna meredamkan kebisingan yang terjadi di lingkungan produksi.
Langkah terakhir adalah melakukan observasi langsung selama dua puluh hari kerja, langkah ini perlu dilakukan untuk mengetahui frekuensi kesalahan yang mengacu ke kecelakaan kerja kategori B dan C. Kecelakaan kerja kategori B dan C terdiri dari lima kecelakaan seperti terhantam benda tumpul, terjepit mesin, tergores mesin, terpotong mesin, dan tertabrak forklift. Berdasarkan hasil commit to user
observasi yang dilakukan, nilai likelihood 1 memiliki jumlah kegiatan dan potensi bahaya sebanyak 3. Nilai likelihood 2 memiliki jumlah kegiatan potensi bahaya sebanyak 7. Tidak ada kegiatan dan potensi bahaya yang memiliki nilai likelihood 3 dan 4.
Berdasarkan nilai likelihood, terdapat tujuh kegiatan dan potensi bahaya yang memiliki nilai paling tinggi yaitu 2. Kegiatan tersebut diantaranya adalah memasang plat & kertas roll serta melakukan proses cetak & inspeksi hasil cetakan dengan tiga potensi bahaya yaitu terhantam benda tumpul, terjepit mesin, dan tergores mesin, menata cover dan hasil cetakan, melakukan proses banding kawat, dan pemotongan dilanjutkan inspeksi dengan tiga potensi bahaya yaitu terjepit mesin, tergores mesin, dan tertabrak forklift, dan proses packaging kardus
& inspeksi akhir dengan potensi bahaya tertabrak forklift. Kegiatan tersebut memiliki nilai likelihood 2 dikarenakan frekuensi keluhan yang terjadi berada di angka 5 – 8 dari 20 hari kerja. Keluhan tersebut terkadang muncul disebabkan oleh dua faktor yaitu kesalahan pekerja karena mengalami kelelahan dan tidak ada bunyi peringatan setiap forklift melintas di lantai produksi.
5.6 Job Safety Analysis
Subbab ini menjelaskan mengenai analisis dari hasil pembuatan form Job Safety Analysis (JSA) yang dilakukan di divisi produksi dan inventory di perusahaan CV Graha Printama Selaras. Pembuatan JSA dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan sebelumnya. Penilaian JSA dilakukan berdasarkan nilai RRN. Nilai RRN didapatkan dari likelihood dan saverity. Berdasarkan hasil JSA, nilai RRN 1 terdapat pada 1 kegiatan dan potensi bahaya. Nilai RRN 2 terdapat pada lima kegiatan dan potensi bahaya. Nilai RRN 4 terdiri dari 7 kegiatan dan potensi bahaya. Nilai RRN 6 terdiri dari 9 kegiatan dan potensi bahaya. Nilai RRN tertinggi yaitu 8 terdiri dari lima kegiatan dan potensi bahaya.
Berdasarkan nilai RRN, kegiatan dan potensi bahaya yang termasuk ke dalam prioritas tertinggi adalah kegiatan yang memiliki nilai RRN 6 dan 8.
Kegiatan tersebut termasuk ke dalam prioritas menengah. Kegiatan tersebut termasuk prioritas menengah terdiri dari dua kemungkinan yaitu kegiatan tersebut
commit to user
memiliki potensi bahaya dengan frekuensi yang tinggi atau kegiatan tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan pekerja.
5.7 Diagram Pareto
Subbab ini menjelaskan mengenai analisis dari pembuatan diagram pareto risiko menengah. Pembuatan diagram pareto dilakukan berdasarkan JSA yang memiliki nilai RRN yang termasuk ke dalam prioritas menengah. Bardasarkan hasil pengategorian prioritas, terdapat lima potensi bahaya yang terjadi. Potensi bahaya tersebut diantaranya adalah pencahayaan di bawah NAB, terpapar debu, kebisingan di atas NAB, tertabrak forklift, dan terpotong mesin. Frekuensi tertinggi terletak potensi bahaya terpapar debu dengan jumlah kegiatan sebanyak 6 atau dalam diagram pareto bahaya tersebut memiliki persentase sebesar 42.86%.
5.8 Analisis dengan Metode 5W + 1H
Sub bab ini menjelaskan tentang hasil analisis menggunakan metode 5W + 1H. Analisis 5W + 1H merupakan langkah analisis menggunakan 5W yaitu, What, Who, Where, When, Why dan 1H yaitu How. Output yang diharapkan pada analisis tersebut adalah penyebab dari potensi bahaya secara keseluruhan. Dengan melakukan analisis 5W + 1H, nantinya dapat dilakukan pengendalian. Penjelasan pada analisis ini dapat dilihat pada tabel 5.1.
commit to user
Tabel 5.1 Metode 5W + 1H pada Risiko Prioritas Menengah
Potensi Bahaya
What Why Who When Where How
Apa yang terjadi ? Mengapa bisa terjadi ?
Siapa saja yang menjadi korban
?
Kapan Terjadinya ?
Dimana terjadinya ?
Bagaimana mencegah kejadian
?
Terpapar debu
Pada saat bekerja beberapa pekerja sering terganggu oleh
debu yang berterbangan pada saat mereka bekerja.
Paparan debu dapat terjadi karena pondasi lantai awal perusahaan
tersebut menggunakan lantai berbahan yang menimbulkan debu,
sisa limbah buku yang tidak dibersihkan seluruhnya, serta perhatian kebersihan terhadap alat
dan mesin sangat minim.
Semua pekerja yang ada di divisi produksi dan inventory.
Paparan debu terjadi minimal
2 kali dalm seminggu
bekerja.
Potensi tersebut terjadi di
semua stasiun kerja.
Menggunakan kelima hirarki pengendalian
(eliminasi, substitusi, teknis, administrasi, APD)
V-7
Tabel 5.1 Metode 5W + 1H pada Risiko Prioritas Menengah (lanjutan)
Potensi Bahaya
What Why Who When Where How
Apa yang terjadi ? Mengapa bisa terjadi ?
Siapa saja yang menjadi korban
?
Kapan Terjadinya
? Dimana terjadinya ?
Bagaimana mencegah kejadian
?
Pencahayaan di atas NAB
Pekerja mengalami gangguan pengelihatan pada saat mereka bekerja
Pencahayaan yang kurang memadai dapat memicu
terjadinya gangguan pengelihatan terhadap
pekerja.
Pekerja yang ada di divisi
inventory
Gangguan tersebut terjadi maksimal 3
kali dalam seminggu bekerja
Potensi bahaya tersebut terjadi di
stasiun kerja pengadaan barang
dan packaging
Menggunakan dua hirarki pengendalian
(teknis &
administrasi)
Kebisingan di atas NAB
Pekerja mengalami gangguan pendengaran pada saat mereka bekerja
Potensi tersebut dapat terjadi akibat suara mesin
yang terlalu bising yang membuat pekerja merasa
terganggu.
Pekerja yang ada di divisi
cetak
Gangguan tersebut terjadi minimal 3
kali dalam seminggu bekerja
Potensi bahaya tersebut terjadi di
stasiun kerja penyetakan dan
banding kawat
Menggunakan kelima hirarki pengendalian (eliminasi, substitusi,
teknis, administrasi, APD)
V-8
Tabel 5.1 Metode 5W + 1H pada Risiko Prioritas Menengah (lanjutan)
Potensi Bahaya
What Why Who When Where How
Apa yang
terjadi ? Mengapa bisa terjadi ? Siapa saja yang menjadi korban ?
Kapan Terjadinya ?
Dimana terjadinya ?
Bagaimana mencegah kejadian ?
Terpotong Mesin
Pekerja hampir terpotong oleh mesin pada saat
bekerja
Ketidakfokusan pekerja yang disebabkan karena faktor kelelahan yang
dirasakan pekerja
Pekerja yang ada di divisi produksi
Terjadi minimal sekali dalam seminggu bekerja
Potensi bahaya tersebut terjadi di
stasiun kerja banding kawat
Menggunakan dua hirarki pengendalian
(teknis &
administrasi)
Tertabrak Forklift
Pekerja hampir menabrak forklift yang sedang melintas
Potensi tersebut dapat terjadi akibat suara mesin
yang terlalu bising ditambah faktor pekerja yang kurang fokus ketika berjalan akibat kelelahan
Pekerja yang ada di divisi cetak dan
inventory
Terjadi beberapa kali dalam sebulan saat
kertas roll didatangkan
Potensi bahaya tersebut terjadi di
stasiun kerja banding kawat dan
packaging
Menggunakan dua hirarki pengendalian
(teknis &
administrasi)
V-9
5.9 Tindakan Pengendalian Risiko
Subbab ini menjelaskan mengenai saran perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan potensi bahaya. Dalam memberikan sebuah saran perbaikan, saran tersebut memerlukan peninjauan ulang yang dilakukan oleh pihak manajemen serta perhitungan dan pengukuran yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya. Saran yang diberikan kepada perusahaan diberikan berdasarkan beberapa hirarki pengendalian. Berdasarkan 5 potensi bahaya yang telah dijelaskan, terdapat beberapa saran yang dapat digunakan pada perusahaan yaitu :
1. Menambah lampu pada stasiun kerja tertentu
Saran perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah menambah lampu terhadap stasiun kerja tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan lampu dapat dilakukan pada stasiun kerja pengadaan barang.
Saran perbaikan tersebut termasuk ke dalam hirarki pengendalian teknis.
2. Memberikan SOP terhadap pekerja
Saran perbaikan kedua yang dapat dilakukan adalah memberikan SOP secara tertulis terhadap pekerja. SOP yang dapat diberlakukan adalah membersihkan peralatan dan mesin sebelum dan sesudah digunakan, mewajibkan pekerja untuk selalu menggunakan masker pada saat bekerja, menggunakan earplug pada saat bekerja (khususnya terhadap pekerja yang berada pada stasiun kerja penyetakan dan banding kawat), memberikan aturan terhadap pekerja di stasiun kerja banding kawat untuk menentukan kapasitas buku sebelum dilakukan pemotongan (20 buku), dan pemeriksaan suhu dan kelengkapan APD pada pekerja sebelum memasuki perusahaan. Saran perbaikan tersebut termasuk ke dalam hirarki pengendalian administratif dan APD.
3. Memberikan jobdesc tambahan terhadap beberapa pekerja
Saran perbaikan terakhir yang dapat dilakukan adalah memberikan jobdesc tambahan terhadap beberapa pekerja. Dalam penelitian ini, penambahan jobdesc diberikan kepada pekerja supporter. Penambahan jobdesc yang dilakukan adalah memberi peringatan kepada pekerja lain pada saat forklift melintas. Saran perbaikan tersebut termasuk ke dalam hirarki pengendalian administratif. commit to user