• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS PERPRES NOMOR 64 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERPRES NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG JAMINAN KESEHATAN JURNAL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS PERPRES NOMOR 64 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERPRES NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG JAMINAN KESEHATAN JURNAL ILMIAH"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS PERPRES NOMOR 64 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERPRES NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

JURNAL ILMIAH

OLEH :

HAERULLAH (D1A 116 088)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

2020

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

TINJAUAN YURIDIS PERPRES NOMOR 64 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERPRES NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

JURNAL ILMIAH

Oleh :

HAERULLAH D1A116088

Menyetujui, Pembimbing I

Lalu Hadi Adha, SH., MH 197412242005011001

(3)

TINJAUAN YURIDIS PERPRES NOMOR 64 TAHUN 2020 PERUBAHAN KEDUA PERPRES NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

HAERULLAH D1A116088

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa penyebab terjadinya perubahan peraturan presiden, dan untuk memperoleh anlisis secara lengkap, rinci, dan sistimatis didalam melakukan perbandingan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 dengan Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Hasil penelitian adalah perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ini adalah latar belakang perubahan amandemen Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ini adalah defisitnya keuangan negara perpres inipun diubah menjadi perpres nomor 64 tahun 2020 menaikkan iuran BPJS kesehatan untuk mengurangi defisit keuangan negara dan untuk menjaga keberlanjutan atau kelangsungan dari program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS kesehatan, dan konsekuensi perubahan iuran BPJS pada Perpres Nomor 82 Tahun 2018 dengan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yaitu peningkatan peserta yang non aktif didalam kepesertaan didalam BPJS Kesehatan.

Kata Kunci : Mengurangi devisit keuangan negara, menganca repotasi.

JURIDICIAL ANALYSIS ON THE REGULATION OF THE PRESIDENT NUMBER 64 OF 2020, SECOND AMENDMENT OF THE REGULATION OF THE

PRESIDENT NO 82 OF 2018 CONCERNING HEALTH INSURANCE

ABSTRAK

Aims of this research are to find out background of amendment of the President’s regulation (Perpres) and to analyze comprehensively, detail and systematically the comparison between Perpres no 28 of 2018 concerning health insurance and Perpres number 64 of 2020. Applied research type is normative legal research. Research result indicates that background of the amendment is the deficit of country’s budget. Therefore the amendment was made to raise the BPJS kesehatan contribution and tackle the deficit as well as maintain the sustainability of national health insurance or PBJS kesehatan.

Consequences of the amendment is the increase number of inactive BPJS kesehatan membership, some members also down grade their membership level adjusting their financial capacities and many people reluctant to join BPJS kesehatan due to the raise.

Keywords: reducing country’s budget deficit, reputation threat

(4)

I. PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahtraan umum yang harus diwujudkan oleh pemerintah sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945, yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1

Jaminan kesehatan memiliki 2 (dua) manfaat, seperti yang terdapat dalam Pasal 20 Peraturan Presiden Repoblik Indonesia Nomor 28 tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis yang berupa akomudasi dan ambulans.

Dalam hal ini ambulan hanya diberikan bagi pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu.

Dari tindakan tersebut tidak sesuai dengan atas BPJS yang terdapat padaPasal 2 Undang – undang nomor 24 tahun 2011 tentang badan penyelenggar jaminan social yaitu BPJS dalam menyelenggarakan sistem jaminan social harus berdasarkan asas kemanusiaan. Atas manfaat dan atas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keterlambatan penanganan yang dilakukan oleh tenaga medis bisa membuat penyakit yang diderita pasien pengguna BPJS akan lebih parah atau bahkan menghilangkan nyawa seseorang keter lambatan tersebut bertentangan dengan atas BPJS, dalam memberikan

1 H. Zaeni Asyhdie. Aspek- Aspek Kesehatan di Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Depok, 2017. hlm 1,

(5)

pelayanan kesehatan seharusnya tidak ada perbedaan terkait pelayanan dan pasilitas yang diberikan terhadap peserta BPJS maupun non BPJS.

Dilihat dari sudut pandang lain, hubungan hukum antara dokter, rumahsakit dengan pasien merupakan hubungan keperdataan sehingga melahirkan hak dan kewajiban antara para pihak, di antara pihak tersebut ada yang berhak untuk menuntut dan ada pula yang berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Dalam hal ini dapat dikatakan pihak pasien menuntut suatu prestasi dari dokter dan rumah sakit.2

Adapun beberapa peraturan presiden terkait penyesuaian besaran iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sebagai wujud perhatian dan kepedulian terhadap kondisi finansial masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang telah resmi ditetapkan pemerintah. Adapun Perpres Nomor 64 Tahun 2020 adalah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Didalam hal ini kepala hubungan masyarakat (Humas) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, kebijakan ini menunjukkan, pemerintah telah menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA).3

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas,maka dalam hal ini penulis akan melakukan penelitian hukum yang berjudul: “Tinjauan Yuridis Perpres Nnomor 64 Tahun 2020 Perubahan Kedua Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan”.

2Hendrik, Etika dan Hukum Kesehatan, Podomoro Jakarta Utara 14350. hlm. 42.

3 BPJS kesehatan perpres nomor 64 tahun 2020 sudah jalankan putusan MA. Diakses pada Tanggal 21 September 2020, Pukul 14:40._ Wite.

(6)

Berdasarkan uraian singkat tersebut, penyusun akan memberikan batasan dengan menentukan rumusan masalah yang akan diteliti. Adapun perumusan masalah yang hendak dikemukakan penyusun adalah sebagai berikut : 1) Apakah yang menjadi latar belakang amandemen/perubahan perpres nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan? 2) Bagaimana konsekuensi Hukum terhadap perubahan iuran BPJS pada perpres nomor 82 tahun 2018 kedalam perpres nomor 64 tahun 2020?

Adapaun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa penyebab terjadinya perubahan peraturan presiden dan untuk Memperoleh anlisis secara lengkap, rinci, dan sistimatis didalam melakukan perubahan perpres nomor 82 tahun 2018 dengan perpres nomor 64 tahun 2020.

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bagian dari perkembangan kajian-kajian ilmu yang digunakan dalam permasalahan hukum khususnya hukum keperdataan di Indonesia terkait dengan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan dan sebagai bahan untuk menambah wawasan mengenai jaminan kesehatan di Indonesia.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normative dengan pendekatan penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute opprach).

(7)

II. PEMBAHASAN

Latar Belakang Amandemen/Perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan

Perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 terjadi pada Tahun 2018. Saat itu, Presiden menandatangani Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang mengatur mengenai Jaminan Kesehatan (Perpres Jaminan Kesehatan). Melalui peraturan ini, pemerintah mengupayakan untuk membenahi penyelenggaraan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar sepenuhnya bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Perpres Jaminan Kesehatan tersebut juga merupakan beleid yang menggantikan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 yang telah banyak mengalami perubahan.4

Adapun yang melatar belakangi perubahan perpres 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan ini adalah defisitnya keuangan negara, perpres inipun diubah menjadi Perpres Nomor 64 Tahun 2020, menaikkan iuran BPJS kesehatan untuk mengurangi defisit keuangan negara dan untuk menjaga keberlanjutan atau kelangsungan dari program BPJS kesehatan. Ditahun pertama BPJS sudah mengalami defisit yang tercermin dari jumlah beban yang lebih tinggi dibandingkan iuran. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa terdapat empat faktor penyebab defisitnya BPJS, yaitu iuran yang rendah, peserta yang tidak disiplin dalam membayar iuran, tingkat keaktifan yang masih rendah dalam membayar iuran, dan pembiayaan untuk penyakit katastropik (kanker, jantung, dan gagal ginjal) yang sangat besar. Dari empat faktor tersebut, akhirnya pemerintah membuat kebijakan kenaikan iuran BPJS. Yang diharapkan bisa menutupi

4 Ramos adi perisai. Konsultasi polemik kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. http:fh.unpad.id Diakses pada tanggal 6 November 2020, Jam 10:40, wita

(8)

defisit BPJS, meskipun ada pro kontra dalam kebijakan tersebut, presiden tetap menyetujui peraturan tersebut yang akan berlaku mulai Januari 2020. Dimana sejak BPJS ditetapkan anggaran yang didapat terus mengalami defisit setiap tahunnya dan selalu tambah besar. Kebijakan kenaikan iuran BPJS seharusnya juga diikuti dengan kebijakan yang mengarah kepada peningkatan keaktifan masyarakat untuk membayar iuran, sehingga harapan pemerintah menaikkan iuran BPJS untuk menutupi defisit dapat tercapai. Pada tahun 2020 pemerintah memprediksi bahwa anggaran BPJS akan mengalami surplus sebesar Rp 17,7 triliun. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan iuran BPJS.5

Adapun penjelasanya dari danpak positif kenaikan iuran BPJS kesehatan yaitu:

a. Peningkatan Pelayanan Kesehatan

Setiap perusahaan atau badan yang menyediakan jasa, memiliki pelayanan yang berbeda-beda.Masyarakat yang menggunakan jasa perusahaan atau badan tersebut, menginginkan pelayanan yang maksimal. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan salah satu badan usaha layanan kesehatan yang dibentuk pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mulai di bentuk sejak tahun 2011. Dalam berbagai sumber berita yang penulis dapatkan menyatakan bahwa pelayanan BPJS kurang baik.

b. Pertumbuhan Sektor Farmasi

Kenaikan iuran BPJS dinilai akan memberikan dampak positif terhadap sektor farmasi di tahun 2020. Hal ini diungkapkan oleh Adrian Joezer Head of Equity Research Mandiri Sekuritas. Sektor farmasi tumbuh dikarenakan kenaikan iuran

5 Airlangga hartono iuran BPJS naik, alasan pemerintah https://www.kompas.com. diakses pada tang gal 8 November 2020. Pukul 9:00, wita

(9)

digunakan pemerintah untuk menutupi klaim obat-obatan sehingga tidak ada tunggakan yang terjadi di farmasi. Selain itu adanya kenaikan BPJS ini juga memberikan dampak pada naiknya subsidi untuk masyarakat miskin yang di berikan oleh pemerintah sebesar Rp 22 triliun. Penambahan subsidi ini berdampak terhadap sektor kesehatan karena membuat permintaan akan obat-obatan semakin meningkat dan farmasi tumbuh lebih cepat. Sektor farmasi yang tumbuh ditunjukkan oleh harga saham farmasi yang meningkat.

c. Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit

Beberapa rumah sakit seperti RSUD milik pemerintah daerah sudah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Namun seiring peningkatan pasien BPJS, sarana dan prasarana tersebut menjadi kurang maksimal. Sehingga apabila kenaikan iuran BPJS meningkat dan menghasilkan surplus anggaran, pemerintah bisa menambah alokasi dana untuk Rumah Sakit negeri agar sarana prasarana yang dimiliki semakin lengkap. Meningkatnya sarana dan prasarana Rumah Sakit Negeri akan memberikan dampak positif bagi pasien yang berobat dan dirawat inap. Sarana dan Prasarana yang bagus juga membuat pihak rumah sakit negeri tidak merasa khawatir jika terdapat pasien kronis karena bisa ditangani sendiri.

d. Peningkatan Sosialisasi Program BPJS

Sosialisasi untuk sebuah program merupakan hal yang penting karena berguna untuk memberikan informasi kepada calon pengguna. Namun masih banyak masyarakat belum pernah mendapat sosialisasi dari BPJS. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Pertiwi dan Nurcahyanto yang menyatakan bahwa 72%

masyarakat di Kota Semarang belum pernah mendapat sosialisasi dari BPJS. Sosialisasi BPJS dapat membantu masyarakat untuk lebih mengerti mengenai program BPJS. Hal

(10)

ini juga dapat mengatasi kurangnya informasi yang dimiliki masyarakat mengenai BPJS. Apabila masyarakat sudah memahami segala informasi mengenai BPJS, maka masyarakat tidak akan menemui kendala dalam mekanisme BPJS.

e. Jangkauan Penyakit yang Ditanggung Semakin Luas

Kenaikan iuran BPJS, akan menambah penghasilan BPJS bahkan akan

menghasilkan surplus. Surplus tersebut dapat digunakan untuk memperluas jangkauan penyakit yang biayanya dapat ditanggung oleh BPJS. Sehingga masyarakat yang menderita penyakit kronis saat melakukan klaim terhadap BPJS bisa di atasi. Kenaikan iuran BPJS yang tinggi menurut Sri Mulyani dapat menutupi anggaran defisit akibat pembiayaan yang besar untuk penyakit yang kronis. Karena memang pada dasarnya biaya yang dikeluarkan pemerintah terhadap peserta yang memiliki penyakit

katastropik sangatlah besar.

Kebijakan ini diambil sebagai upaya untuk membangun ekosistem program jaminan kesehatan nasional (JKN) agar program tersebut tetap berjalan dengan sehat dan berkesinambunga.

Konsekuensi Hukum Terhadap Perubahan Iuran BPJS Pada Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Kedalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020

Pada 1 Juli 2020, pemerintah secara resmi memberlakukan kebijakan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan yang berdasar pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Perpres ini sendiri berisikan perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.Secara spesifik, di dalam Perpres tersebut, diatur mengenai kenaikan tarif iuran untuk para peserta program JKN BPJS Kesehatan yang terbagi ke dalam segmentasi .6

6 Chanda Iwisnarno Jawa Barat Depok,peserta bpjs kesehatan di kota ini nunggak rp 174 miliar waduh.

https://radarsukabumi.com. diakses pada tanggal 1 Oktober 2020. Jam 9:20, wita

(11)

Choesni menilai bahwa penyesuaian iuran tersebut akan memberikan konsekuensi yang beragam, baik bagi BPJS Kesehatan, keberlangsungan program JKN, maupun bagi masyarakat selaku peserta yaitu:

1. Peningkatan jumlah peserta non aktif, khususnya di segmen mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Berdasarkan data BPJS Kesehatan, saat ini terdapat sekitar 46% peserta yang tidak aktif.

2. Peserta akan turun ke kelas yang lebih rendah seiring dengan kemampuannya dalam membayar iuran. Dalam kurun Januari–Juli 2020, terdapat sekitar 1,57 juta peserta mandiri yang memilih untuk turun kelas. Jumlah itu mencakup 5,10 persen dari total peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) sebanyak 30,87 juta.Bahwa terdapat 209.303 peserta Kelas I yang memilih untuk turun ke Kelas II dan 342.000 peserta Kelas I yang turun ke Kelas III. Sementara itu, 1,02 juta peserta Kelas II memilih untuk turun ke kelas paling dasar, yakni Kelas III.

3. Calon peserta enggan mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan. Hal tersebut menurutnya perlu diantisipasi meskipun berdasarkan regulasi seluruh masyarakat Indonesia wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan.

4. Kualitas pelayanan kepada peserta akan meningkat. Hal tersebut sejalan dengan dampak lainnya yakni pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan akan terjamin, seiring membaiknya arus kas BPJS Kesehatan.

5. Keberlanjutan program JKN. Dengan penyesuaian iuran, ditargetkan akumulasi surplus sebesar Rp 4,4 triliun pada akhir 2021, dengan catatan pemerintah mengatasi seluruh defisit per akhir 2019.7

7 Lulus Wijayanti Enam Dampak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan menurut djsn https:/ /finansial .bisnis .com .Diakses pada tanggal 4 oktober 2020. Pukul 3:33, wita

(12)

Menurut Fahri Bachmid, merupakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan nominal yang sedikit berbeda dari kenaikan iuran sebelumnya, berdasarkan ketentuan dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres kenaikan Iuran BPJS Kesehatan itu sedikit bermasalah tentunya jika dilihat dan dikaji dari sudut ilmu hukum. MA sudah mengeluarkan putusan dalam merespons kebijakan Jokowi dalam menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan beberapa waktu yang lalu. Dalam perkara Hak Uji Materil Nomor:

7P/HUM/2020, itu diputuskan oleh Majelis Hakim yang diketuai Hakim Agung Supandi dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.

Selain norma konstitusional tersebut, Perpres a quo juga dinilai bertentangan dengan ketentuan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 Ayat (3) UU RI No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), serta ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 UU RI No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (UU BPJS), dan ketentuan Pasal 5 Ayat (2) juncto Pasal 171 UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan konsekuensi setelah dibatalkannya Perpres Nomor 75 Tahun 2019 terkait aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka kembali ke tarif iuran sebelumnya seperti diatur dalam ketentuan Pasal 34 Perpres No. 82 Tahun 2018.

Dalam ketentuan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 memang mensyaratkan bahwa iuran ditinjau paling lama 2 tahun, tetapi berdasarkan pertimbangan hukum hakim MA yang mengadili perkara a quo, telah menegaskan untuk melihat kondisi riil daya beli masyarakat. Dengan demikian, hal ini perlu dilakukan agar sejalan dan selaras dengan hak konstitusional rakyat untuk mendapatkan jaminan kesehatan. Pada hakikatnya, putusan MA telah membuat kaidah hukum terkait pelarangan kepada

(13)

pemerintah untuk menaikan iuran BPJS Kesehatan adalah telah bersifat final dan mengikat. Sifat putusan tersebut adalah ergo omnes yang pada dasarnya adalah mengikat lembaga negara, termasuk lembaga kepresidenan, sehingga tidak dapat ditafsirkan lain selain dari pada yang telah ditentukan oleh MA dalam putusan itu. Suka atau tidak, itu telah menjadi hukum, sehingga putusan MA itu wajib dijalankan sebagaimana mestinya, tidak boleh membuat tafsiran lain.

Konsekuensi dari putusan MA atas Perpres tersebut didasarkan atas UU Mahkamah Agung, dalam ketentuan Pasal 31 Ayat (1), mengatur bahwa MA mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU. Kemudian Ayat (2), MA berhak menyatakan tidak sah peraturan perundang- undangan atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Ayat (3)-nya, putusan mengenai tidak sahnya peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud Pada Ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada MA. Ayat (4)-nya bahwa Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Sehingga setiap produk Peraturan Perundang-undangan yang telah dibatalkan oleh MA, dengan demikian tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan tidak dapat digunakan lagi, apalagi dihidupkan kembali norma yang sudah dibatalkan itu.

jangan sampai presiden sebagai adresat (subjek norma) dikualifisir telah melakukan perbuatan constitution disobediance atau law disobediance, sehingga sangat merugikan

(14)

pemerintahan karena mengeluarkan Perpres No. 64 Tahun 2020, yang sebelumnya MA sudah mengeluarkan putusan tidak ada kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.

Presiden memang mempunyai kewenangan konstitusional untuk mengatur urusan pemerintah, termasuk memastikan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup layak dan meningkatkan martabatnya menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur, sebagai mana dijamin dalam konstitusi.8

Perpres No. 64 Tahun 2020 tetap dilaksanakan maka setidaknya ada dua konsekuensi hukum yang bakal dihadapi Indonesia.

1. Ancam reputasi Indonesia sebagai negara hukum. Menurut Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, Indonesia merupakan negara hukum. Artinya segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.

Ketentuan ini pun berlaku untuk presiden dalam menjalankan kekuasaannya. Jadi, presiden tidak bisa menjalankan kekuasaannya dengan sewenang-wenang tanpa memperhatikan aturan hukum yang ada meski memang tidak ada sanksi langsung yang dapat diberikan MA kepada presiden apabila tidak menjalankan putusan MA, sudah selayaknya presiden mematuhinya karena dalam sumpah jabatannya, salah tugas kewajiban presiden adalah memegang teguh pelaksanaan UUD 1945. Presiden sebagai penguasa tertinggi negara juga harus memberikan contoh kepada warga negaranya dalam menghormati dan menjalankan putusan pengadilan. Tindakan Jokowi mengeluarkan Perpres tersebut menjadi preseden buruk yang berbahaya jika tidak dikoreksi karena berpotensi dapat ditiru oleh pejabat negara lainnya.

8Fahri Bachmid Hukum Pakar Hukum Perpres Kenaikan Iuran BPJS inkostitusional https://www.gatra .com, Diakses pada tanggal 5 Oktober 2020, Pukul 3:33, wita

(15)

2. Merusak tatanan sistem ketatanegaraan Pemikir politik Prancis Montesquieu memperkenalkan teori trias politica yang menjadi landasan hukum tata negara di berbagai Negara. Teori ini menjelaskan bahwa kekuasaan negara menjadi kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membentuk UU), eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan UU), dan yudikatif (kekuasaan untuk menilai UU). Pembagian kekuasaan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan jika kekuasaan hanya dipegang satu pihak. Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut asas trias politica tersebut. Sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amendemen UUD 1945 telah menerapkan prinsip saling kontrol antara lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)), eksekutif (Presiden), dan yudikatif (MA dan Mahkamah Konstitusi (MK)) untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antar lembaga-lembaga tersebut. Dalam sistem tata negara Indonesia, MA memiliki kewenangan untuk memastikan peraturan Perundang-undangan di bawah UU yang dikeluarkan pemerintah sudah selaras dengan UU. Proses ini disebut hak uji materi.

Apa yang dilakukan Jokowi dengan mengeluarkan Perpres No. 64 Tahun 2020 adalah bentuk pengabaian fungsi kontrol dari lembaga yudikatif. Hal ini akan berakibat pada rusaknya sistem ketatanegaran di Indonesia.Legalitas tertinggi dalam pembentukan hukum terletak pada kedaulatan rakyat, sehingga semua peraturan selayaknya harus mencerminkan segala kebutuhan dan kepentingan rakyat.9

9 Nabila Jusub Cacat Hukum Keputusan Pertpres Naikkan Iuran BPJS dan Konsekuensinya, Shk.or.id.

Diakses pada tanggal 6 oktober 2020, Pukul 3:33, wita.

(16)

III. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan permasalahan yang telah disampaikan, yaitu:

1. Latar belakang perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ini adalah defisitnya keuangan negara perpres inipun diubah menjadi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk mengurangi defisit keuangan negara dan untuk menjaga keberlanjutan atau kelangsungan dari program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS kesehatan.

2. Konsekuensi hukum terhadap perubahan iuran BPJS pada perpres nomor 82 tahun 2018 dengan perpres nomor 64 tahun 2020. bahwa penyesuaian iuran tersebut akan memberikan dampak yang beragam, baik bagi BPJS Kesehatan, keberlangsungan program JKN, maupun bagi masyarakat selaku peserta yaitu : Peningkatan jumlah peserta non aktif, Peserta akan turun ke kelas yang lebih rendah, dan Calon peserta enggan atau tidak mau mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan karna naikan iuran terlalu tinggi.

Saran

1. Diharapkan pemerimtah langsung turun ke lapangan untuk mempertanyakapendapatan masing-masing orang yang mendapatkan iuran yang seratus persenapakah masayakat layak nggak mendapatkan iuran yang tinggi, supaya tidak ada keluhan masayarakat dalam membayar iuran.

2. Sebelum melakukan perubahan perpres tersebut maka pemerintah harus menijau peraturan perundang-uundangan supaya peraturan-peraturan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

(17)

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku

Hendrik. Etika dan Hukum Kesehatan, Sunter Podomoro Jakarta Utara 14350. hlm. 42.

Zaeni Asyhdie. Aspek- aspek kesehatan di Indonesia, PT Rajagrafindo persada, depok, 2017. hlm 1

Webside/ Internet

Airlangga Hartono Iuran BPJS Naik, Alasan pemerintah https://www.kompas.com.

diakses pada Tanggal 6 Januari 2021.

BPJS kesehatan perpres nomor 64 tahun 2020 sudah jalankan putusan MA. http://www.

BPJS.com diakses pada tanggal 21 september 2020.

Chanda iwisnarno jawa barat depok,peserta bpjs kesehatan di kota ini nunggak rp 174 miliar waduh. https://radarsukabumi.com. Diakses pada tanggal 1 oktober 2020.

Fahri Bachmid Hukum pakar hokum perpres kenaikan iuran bpjs inkostitusional https://www.gatra.com. Diakses pada tanggal 5 oktober 2020.

Lulus wijayanti enam dampak kenaikan iuran bpjs kesehatan menurut djsn https:/

/finansial .bisnis .com .Diakses pada tanggal 4 oktober 2020.

Nabila jusub cacat hukum keputusan prtpres naikkan iuran BPJS dan konsekuensinya Shk.or.id. Diakses pada tanggal 6 oktober 2020.

Ramos adi perisai. Konsultasi polemik kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.

http:fh.unpad.id Diakses pada tanggal 6 november 2020.

Referensi