21 2.1. Implementasi
2.1.1. Pengertian Implementasi
Ghaffar (2009:295) berpendapat bahwa implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat agar kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Rangkaian tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interprestasi dari kebijakan tersebut. Misalnya, dari sebuah Undang- Undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya guna menggerakan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan dan tentu saja siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat.
Nuggroho (2004:158) berpendapat bahwa implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan devirate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden, Intruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dll.
Jadi dapat disimpulkan dari definisi para ahli di atas, bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan
oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memeproleh suatu hasil sesuai dengan tujuan sasaran dari suatu kebijakan itu tersendiri.
2.1.2. Keberhasilan Implementasi
Menurut Edward (2006:90) implementasi dipengaruhi oleh empat variabel yaitu:
1. Komunikasi
Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang mereka kerjakan dapat berjalan dengan baik sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus dikomunikasikan kepala bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan harus tepat, akurat dan konsisten. Komunikasi diperlukan agar pembuat keputusan dan para implementer akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Terdapat 3 (tiga) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
a. Transmisi
Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah salah pengertian atau kesalahpahaman (miss komunikasi).
b. Kejelasan Informasi
Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan leksibelitas dalam melaksanakan kebijakan. Akan tetapi, pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.
c. Konsisten Informasi yang disampaikan
Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan.
2. Sumber Daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi juga apabila implementasi kekurangan sumber daya untuk melaksanakan dapat dipastikan bahwa implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya financial. Sumber daya adalah faktor penting, tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal dikertas dan dokumne saja. Sumber daya meliputi empat komponenen, yaitu:
a. Staf yang cukup (jumlah dan mutu).
b. Informasi yang dibutuhkan.
c. Authority, kewenangan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
d. Sarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang implementor seperti misalnya komitmen, kejujuran dan sifat demoktratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Sebaliknya jika implementor memiliki sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki sebuah pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan yang diterapkan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standart operating procedures atau SOP),
sebab SOP merupakan pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
2.2. Pengembangan
2.2.1. Pengertian Pengembangan
Punaji Setyosari (2019:218-219) berpendapat pengembangan dalam pengertian umum berarti pertumbuhan, perubahan secara perlahan (evolusi) dan perubahan secara bertahap. Menurut Sugiyono (2013:3) pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada. Departemen Pendidikan Nasional (2015:662) pengembangan juga berarti suatu proses, cara dan atau perbuatan mengembangkan, pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia karya Wjs Poerwadarminta dalam buku Pengembangan Media Pembelajaran karya Sukirman (2012:53) pengembangan adalah perbuatan menjadikan bertambah, berubah sempurna. Kegiatan pengembangan meliputi tiga tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang diikuti dengan kegiatan penyempurnaan sehingga diperoleh bentuk yang dianggap memadai.
Jadi dapat diartikan bahwa pengembangan adalah suatu proses atau usaha untuk melakukan suatu perubahan baik secara perlahan maupun secara bertahap dengan memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada melalui proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2002, pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang telah ada, atau menghasilkan tekhnologi baru.
Dari beberapa pengertian pengembangan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, terencana dan terarah untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada guna mencapai tujuan yang diinginkan agar lebih sempurna atau guna menciptakan ilmu dan tekhnologi baru dengan memnafaatkan kaidah dan ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat dua aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada.
2.2.2. Pengembangan Usaha
Pandji Anoraga (2011:66) berpendapat pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha atau wirausaha yang membutuhkan pandangan ke depan, motivasi dan kreativitas.
Jika hal ini dapat dilakukan oleh setiap pengusaha, maka besarlah harapan untuk dapat menjadikan skala menengah bahkan menjadi sebuah usaha besar.
Menurut Mulyadi Nitisusantro (2010:271) pengembangan usaha adalah upaya yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan stakholder lainnya untuk memberdayakan suatu usaha melalui pemberian fasilitas, bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing sebuah usaha.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan pengembangan usaha adalah upaya yang dilakukan berbabagai pihak yang terkait dalam usaha tersebut, baik pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan terutama pengusaha itu sendiri untuk mengembangkan usahanya menjadi usaha yang lebih besar dengan daya saing tinggi melalui pemberian fasilitas dan bimbingan pendampingan yang disertai dengan motivasi dan kreativitas.
2.3. Klaster
2.3.1. Pengertian Klaster
1. Menurut UNIDO (United Nation Industrial Development Organization) (2013:9), cluster are defined as geographical concertations of inter-connected enterprises and associated institutions that face common challenges and opportunities.
2. Berdasarkan pengertian klaster menurut UNIDO, dapat diketahui bahwa klaster sebagai konsentrasi geografis perusahaan yang saling terkait dan lembaga-lembaga terkait yang menghadapi tantangan dan kesempatan yang sama.
3. Menurut Biro Pengembangan BPR dan UMKM Bank Indonesia (2011:5), klaster yaitu sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor/sub sektor yang sama atau merupakan konsentrasi perusahaan yang saling berhubungan dari hulu ke hilir.
4. Ketua Mubyarto Institute, Noer Soetrisno (2009:1-2) mengartikan klaster sebagai pengelompokkan industri sejenis dalam suatu kawasan.
5. Menurut Asosiasi Klaster Indonesia melalui Porter (1998) klaster merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang terkonsentrasi secara geografis, yang dikhususkan kepada para pemasok, penyedia jasa layanan, perusahaan yang terkait secara industri dan lembaga asosiasi di daerah tertentu yang saling bersaing, namun juga saling bekerja sama.
6. Kementerian Perindustrian (PP Nomor 28 Tahun 2008) mendefinisikan klaster sebagai sekelompok industri inti yang terkonsentrasi secara ragional maupun global yang saling berhubungan atau berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait, industri pendukung maupun jasa penunjang.
Infrastruktur ekonomi dan lembaga terkait dalam meningkatkan efisiensi, menciptakan asset secara kolektif dan mendorong terciptanya inovasi sehingga tercipta keunggulan kompetitif.
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian klaster sebagai sekelompok perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama, pemasok, penyedia jasa, infrastruktur ekonomi, lembaga-lembaga terkait (misalnya universitas dan asosiasi perdagangan) yang saling berkaitan dan berkumpul atau berada dalam batasan geografis tertentu yang bersaing tetapi juga bekerja sama dalam fungsional tertentu dan membangun hubungan serta aliansi untuk meningkatkan efisiensi daya saing kolektif serta mendorong inovasi sehingga tercipta keunggulan kompetitif.
Namun, bukan hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang dapat bekerja sama dan disebut klaster. Klaster juga dapat terdiri dari sekelompok usaha-usaha kecil yang berada dalam suatu wilayah yang sama yang saling bekerja sama dan saling berkitan dengan lembaga- lembaga. Hal tersebut dapat ditinjau dari letak wilayah suatu usaha tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara berkembang, sektor riil yang berkembang di negara ini masih didominasi oleh UMKM. Sehingga di Indonesia, klaster bukan hanya kerja sama antar perusahaan atau industri-industri besar, melainkan kerja sama antar UMKM-UMKM yang ada.
2.3.2. Karakteristik Klaster
Menurut UNIDO (2013:9), suatu perusahaan yang terhubung dalam klaster mempunyai tiga karakteristik yaitu:
1. Menggunakan bahan-bahan dan persediaan yang sama, terlebih apabila perusahaan tersebut beriorientasi dalam sektor usaha yang sama.
2. Melayani pasar dan langganan yang tetap meskipun memproduksi barang atau produk yang berbeda.
3. Berada dala wilayah, infastruktur, pelayanan jasa dan lembaga- lembaga terkait yang sama. Biasanya, perusahaan juga mengalami rintangan dan tantangan yang sama seperti kekurangan persediaan infrastruktur dan terbatasnya askes terhadap modal.
Menurut Giacomo Becattini (2009:173-174) melalui Porter (1998), terdapat tiga kunci dimensi untuk mendefinisikan klaster, yakni sebagai berikut:
1. Mempunyai dimensi geografis.
2. Mempunyai dimensi aktivitas.
3. Mempunyai dimensi lingkungan bisnis.
Dalam A Handbook Industrial District, Giacomo menjelaskan lebih lanjut mengenai karakter klaster yang disebutkan oleh Michael E. Porter. Yang pertama, maksud dari dimensi geografis adalah klaster sering kali terkonsentrasi pada suatu wilayah dalam sebuah Negara yang besar atau bahkan terkonsentrasi pada sebuah kota yang kecil.
Yang kedua, dimensi aktivitas adalah ikut serta dalam aktivitas sebuah perusahaan-perusahaan yang terhubung satu sama lain dalam melengkapi barang dan jasa untuk masyarakat. Dan yang ketiga, yang dimaksud dengan dimensi lingkungan bisnis adalah perusahaan dalam klaster dipengaruhi oleh kondisi spesifik klaster tertentu yang sering kali dihasilkan dari tindakan-tindakan yang diambil oleh perusahaan, pemerintah, universitas dan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Asosiasi Klaster Indonesia menyimpukan bahwa karakter klaster adalah sebagai berikut:
1. Merupakan hubungan antar perusahaan-perusahaan dan lembaga jasa layanan usaha bisnis di segmen tertentu.
2. Dilakukan sepanjang rantai nilai, berakhir disebuah produk akhir atau sekelompok produk akhir.
3. Fokus pada berbagai tujuan (promosi, ekspor, tukar menukar pengalaman, kerja sama pemasaran, kerja sama dalam proyek riset dan pengembangan serta bersama dalam pengadaan.
Jadi, dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa klaster berasal atau terbentuk atas konsentrasi geografis atau wilayah yang sama dan memiliki ketertarikan antar perusahaan yang sejenis dan lembaga-lembaga terkait yang memiliki aktivitas ekonomi yang sama. Klaster berfokus kepada penciptaan inovasi, kerja sama
pemasaran, kerja sama proyek riset dan pengembangan serta bersama dalam pengadaan guna memproduksi dan memasarkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2.3.3. Manfaat Klaster
Direktorat Pengembangan (2011:2) bahwa klaster dapat membawa yang lebih besar bagi dunia usaha dan ekonomi wilayah yang bersangkutan, diantaranya sebagai berikut:
1. Meningkatkan kahlian pelaku melalui proses pembelajaran bersama antar perusahaan potensial yang ada dalam klaster.
2. Perusahaan-perusahaan yang ada dalam klaster secara bersama- sama akan mendapatkan keahlian komplemen yang tidak akan didapatkan bila perusahaan-perusahaan tersebut bertindak sendiri- sendiri.
3. Setiap perusahaan yang ada dalam klaster memperoleh potensi economic of scale dengan adanya spesialisasi produksi serta dengan adanya pasar bersama atau melalui pembelian bahan mentah bersama sehingga bisa mendapatkan diskon besar.
4. Memperkuat hubungan sosial dan hubungan informal lainnya yang dapat menumbuhkan penciptaan ide dan bisnis baru.
5. Memperbaiki arus informasi dalam klaster, misalnya memungkinkan penyedia finansial dalam menentukan pengusaha yang layak pinjam dan bagi pelaku bisni untuk mencari penyedia jasa yang baik.
6. Membangun infrastruktur profesional, legal, finansial dan jasa spesialisai lainnya.
Asosiasi Klaster Indonesia membagi manfaat klaster ke dalam dua aspek, yaitu manfaat secara makro dan manfaat secara mikro:
1. Secara makro, klaster bermanfaat dalam hal terjadinya perubahan- perubahan bagi UMKM khususnya dalam hal mempersiapkan adanya globalisasi dan internasionalisasi serta adanya persaingan yang terus meningkat. Klaster juga meningkatkan adanya tekhnologi baru, inovasi, peningkatan produktivitas, peningkatan
kualitas manajemen, pelatihan dan pendidikan, peningkatan kompetensi inti, akses pasar dan akses permodalan, integritas ke arah rantai nilai, penempatan pasar dan merek dagang.
2. Sedangkan dari skala mikro, bagi para anggota klaster (internal):
medapatkan keuntungan ekonomi melalui kerja sama, khususnya bagi usaha kecil dan mikro, adanya serangkaian sumber daya yang kompeten. Kisaran ekonomi dengan adanya rantai nilai, pemasaran dan penempatan pasar (promosi ekspor), penyediaan jasa layanan klaster, mendapatkan akses lebih baik untuk memperoleh input berbagai faktor dan pengetahuan, adanya optimalisasi biaya karena pembagian sumber pembiayaan dan daya tawar secara kolektif, dukungan pemerintah, adanya stakeholder yang saling terintegritasi, klaster sebagai sistem inovasi memberikan nilai tambah bagi peningkatan produktivitas. Bagi para klien (eksternal):
rantai nilai yang efisien, adanya proses pengembangan, kualitas manajemen yang lebih baik karena diorganisir, penyatuan tenaga kerja karena berkumpuk dalam satu lokasi, adanya jasa layanan portofolio terintegrasi serta pengurangan biaya dan fleksibilitas.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa klaster memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait. Klaster meningkatkan keahlian pelaku melalui proses pembelajaran bersama antar perusahaan potensial yang ada dalam klaster, sehingga produksi dan kualitas manajemen dapat meningkat. Selain itu, kordinasi yang baik memudahkan para pelaku klaster dalam memperoleh akses pasar dan dukungan pemerintah untuk mengembangkan usahanya. Dengan demikian, infrastruktur yang memadai, layanan jasa dan finansial dapat terwujud.
2.3.4. Faktor Penentu Keberhasilan Klaster
Direktorat Pengembangan (2011:3) mengemukakan bahwa setiap klaster berbeda dengan klaster lainnya. Namun pada umumnya terdapat beberapa faktor yang mendukung perkembangan klaster yang telah berhasil di dunia. Faktor-faktor tersebut terdiri dari: (1) elemen
yang lunak seperti jaringan dan pengembangan institusi, (2) elemen yang keras seperti infrastruktur fisik, (3) elemen yang tidak terlihat seperti kepemimpinan dan budaya kewirausahaan. Faktor lain yang juga berkonrtibusi pada keberhasilan perkembangan klaster adalah akses pada pasar, finasial dan jasa-jasa khusus.
Menurut Wasifah Hanim melalui Rosenfeld (1997:375), keberhasilan suatu klaster ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (1) spesialisasi, (2) kapasitas penelitian dan pengembangan sumber daya manusia, (5) jaringan kerja sama dan modal sosial, (6) kedekatan dengan pemasok, (7) ketersediaan modal, (8) jiwa kewirausahaan serta, (9) kepemimpinan dan visi bersama. Sementara menurut Biro Pengembangan BPR dan UMKM (2011:15) faktor penentu keberhasilan klastr adalah (1) laba usaha, (2) pejualan (volume dan nilai rupiah penjualan), (3) penyerapan tenaga kerja (jam kerja dan atau penambahan jumlah tenaga kerja), (4) akses kredit/ pembiayaan peserta klaster terhadap kredit/ pembiayaan perbankan.
Jadi, penentu keberhasilan klaster yang paling utama adalah pencapaian dari tujuan program pengembangan klaster itu sendiri.
Yang tentunya tujuan dari program pengembangan klaster adalah untuk mengembangkan skala klaster yang dilihat dari berbagai peningkatan, baik dari aspek ketersediaan infrastruktur, finansial dan sumber daya. Serta koneksi yang baik dengan lembaga dan institusi terkait yang dapat membantu pengembangan klaster. Dan juga peningkatan kemampuan dan keahlian pelaku klaster yang berdampak pada peningkatan produktivitas dan daya saing klaster.
2.3.5. Ayat tentang Klaster
Dalam Islam, klaster bisa dimasukkan dalam kategori syirkah yang artinya kerjasama antara dua orang atau lebih baik dalam hal permodalan ataupun dalam hal keterampilan. Syirkah diperbolehkan selama kerjasama tersebut tidak merugikan kedua belah pihak. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Shaad ayat 24.
. َيِّه ا ٗسيِثَك َّىِإَو . ِءٓاَطَلُخۡلٱ
َّلَِّإ ٍض ۡعَب ٰىَلَع ۡنُهُض ۡعَب يِغۡبَيَل َييِرَّلٱ
ْاىُلِوَعَو ْاىُنَهاَء
ِج َٰحِل َّٰصلٱ ..
Artinya : “... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang- orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ...” (Q.S Shaad:24)
Marwan bin Musa (2016:3) dalam tafsir Al-Qur’an Hidayatul Ihsan menjelaskan dari ayat di atas, manusia itu tempatnya salah, masyarakat yang tidak melakukan aniaya sangatlah sedikit, jadi sangat jarang sekali sebuah kerja sama diantara beberapa pihak yang tidak mengandung kezaliman. Maksud dari orang-orang yang beriman dan beramal shaleh ialah iman dan amal shaleh yang mereka lakukan menghalangi mereka berbuat zalim. Sehingga, ayat tersebut menjelaskan bahwasannya dalam melakukan perserikatan atau kerja sama, sebaiknya jangan menimbulkan kezaliman bagi yang lain yakni dengan meminta tambahan dari keuntungan yang diperoleh.
Ayat al-Qur’an diatas menjelaskan mengenai perserikatan atau kerja sama. Dalam kehidupan manusia kerja sama sangatlah penting kaena dapat menimbulkan rasa setia kawan sehingga mereka saling membantu dalam mencari rezeki yang halal guna mewujudkan kesejahteraan hidup mereka.
Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
ح
ِّيِوْيَّتلا َىاَّيَح يِبَأ ْيَع ِىاَق ِسْبِّزلاُنْب ُدَّوَحُه اَنَثَّدَح ُّيِصيِّصِوْلا َىاَوْيَلُس ُيْب ُدَّوَحُه اَنَثَّدَح ُهَعَفَز َةَسْيَسُه يِبَأ ْيَع ِهيِبَأ ْيَع َلاَق
نِإ َ اللّ
َي ُلوُق اَنَأ ِر شلاُثِلاَث ِنْيَكي
ْمَل اَم ْنُخَي
ُد َحَأ
اَمُه اَص ُهَبِح اَذِإَف ُهَنا َخ َر َخ ُت ْج ْنِم اَمِهِنْيَب
Musthofa (2013:235) menjelaskan hadits diatas “Dari Abu Hurairah, dia memarfu’kannya (menyandarkannya) kepada Nabi SAW, ia berkata: Sesungguhnya Allah berfirman:”Aku adalah yang ketiga dari dua yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati temannya. Maka jika ia (salah satunya) mengkhianatinya (teman yang lain), Aku keluar di antara keduanya.
(HR. Abu Daud)
Faishol (1997:1833) menjelaskan maksud hadits di atas adalah bahwa Allah SWT akan menurunkan barakah pada harta mereka, memberi pengawasan dan pertolongan kepada mereka dan mengurus terpeliharanya atas harta mereka selama dalam perkongsian itu tidak ada pengkhianatan tetapi apabila ada pengkhianatan maka Allah SWT akan mencabut barakah dari harta tersebut.
2.3.6. Klaster Agribisnis
Berdasarkan beberapa definisi klaster yang telah dijelaskan, untuk jenis unit usaha klaster sendiri, tidak ada batasan. Tak terkecuali jenis unit usaha agribisnis. Wikipedia Agribisnis (2018) mengemukakan agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun hilir.
Penyebutan hulu dan hilir mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food suplly chain).
Agribisnis juga merupakan cara pandang ekonomi bagi usaha penyedia pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan hingga tahap pemasaran.
Menurut Soekartawi yang dikutip oleh Bhekti Dian Adelia (2015:29), agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam artian yang luas, yaitu kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yng ditunjang oleh kegiatan pertanian.
Setelah mengetahui definsi dari agribisnis, maka dapat disimpulkan bahwa klaster agribisnis adalah pengelompokkan unit usaha inti sejenis berbasis pertanian yang berada dalam satu wilayah
geografis yang saling berhubungan dengan pihak-pihak terkait baik usaha pendukung, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi serta lembaga-lembaga terkait. Dari definisi agribisnis juga dapat diketahui bahwa pihak-pihak terkait dalam klaster agribisnis adalah dari sisi produksi yaitu perusahaan pupuk dan pestisida, pemasok bibit, penyedia fasilitas pertanian, pendidikan serta pemerintah dan dari sisi pemasaran yaitu perusahaan distributor, pengumpul, pemerintah serta usaha sejenis yang bekerja sama dalam hal pasokan hasil panen.
2.3.7. Ayat Tentang Klaster Agribisnis
ُجِبۢنُي ِهِب نُكَل َع ۡزَّزلٱ َو َىىُتۡيَّزلٱ َو
َليِخَّنلٱ َو َبَٰن ۡعَ ۡلۡٱ ِّلُك يِهَو
ِث َٰسَوَّثلٱ َكِل َٰذ يِف َّىِإ
َىوُسَّكَفَتَي ٖم ۡىَقِّل ٗتَيٓ َلۡ
١١
Artinya: “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah- buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S. An- Nahl:11)
M. Quraish Shihab (2009:542) mengemukakan ayat di atas mengingatkan manusia dengan tujuan agar mereka mensyukuri nikmat Allah dan memanfaatkan dengan baik anugerah-Nya bahwa Dia yang Maha Kuasa, yang telah menurunkan dari arah langit, awan air hujan untuk dimanfaatkan. Sebagiannya menjadi minuman yang segar dan sebagian lainnya menyuburkan tumbuh-tumbuhan.
Berdasarkan tafsir ayat Al-Qur’an di atas dapat di ketahui bahwa Allah SWT menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sebagai nikmat yang dapat dimanfaatkan. Dengan adanya air hujan yang Allah turunkan, maka tumbuh-tumbuhan bisa tumbuh subur dan mensejahterakan kehidupan umat manusia.
2.4. Pengembangan Klaster
Pendekatan pengembangan klaster usaha telah berkembang pesat dalam dua dekade belakangan ini sejak 1990-an, dipopulerkan secara luas oleh Michael E. Porter (Perkembangan Klaster Indonesia, 2018). Namun pengembangan klaster usaha secara sistematis formal di Indonesia baru mulai berkembang pada awal dekade 2000-an, seiring dengan usaha pemulihan perekonomian paska krisis ekonomi tahun 1997 dan kesadaran ketangguhan usaha mikro, kecil dan menengah. Porter menyebutkan bahwa konsep pengembangan klaster adalah cara berpikir baru tentang pembangunan ekonomi, nasional, wilayah dan lokal. Konsep ini mendorong reposisi peran unit usaha, pemerintah serta instuti lain penunjang ekonomi untuk meningkatkan kemampuan kompetisinya.
Menurut Porter, sinergi yang kuat antara unit usaha, pemerintah, segenap lembaga dan institui terkait sangat penting karena dapat memberikan dampak terhadap penciptaan daya saing yang optimal dalam klaster serta dapat meningkatkan pembangunan ekonomi nasional terutama pembangunan ekonomi pada wilayah domisili klaster.
Pengembangan klaster dilakukan dengan cara mengoptimalkan seluruh aspek yang berhubungan dengan pelaksanaan klaster untuk tujuan yang diinginkan. Tujuan pengembangan klaster adalah menjadikan total omzet dari hasil pengelompokkan yang disertai dukungan harus tumbuh menjadi sebuah ekonomi yang kesemuanya dapat hidup dengan kekuatan pasar. Oleh sebab itu, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait perlu melakukan kerjasama untuk mengembangkan klaster dengan memberikan penyuluhan, bantuan tekhnis dan dukungan finansial. Pemerintah menyediakan suatu lokasi dengan infrastruktur memadai di mana semua jenis layanan jasa perusahaan berada di lokasi tersebut sertai dengan layanan lembaga keuangan, maka lokasi tersebut dapat menjadi pusat pengembangan sekelompok unit usaha (klaster) yang digerakan oleh pasar. (Soetrisno, 2009:5-9)
(Kementerian Koperasi, 2007) Kombinasi alternatif dari pengembangan klaster adalah:
a. Pengembangan kemitraan dengan membangun tempat pemasaran.
b. Peningkatan kerjasama untuk menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku antar daerah.
c. Pembangunan kawasan industri klaster.
d. Fasilitasi dalam memperoleh perolehan legalitas usaha.
e. Pembentukan kelompok klaster.
f. Perbaikan pola pmbinaan, pengembangan dan pengawasan terhadap klaster.
g. Peningkatan peran BUMN dalam membantu klaster melalui program corporate social responsibility (CSR).
h. Penerapan sistem kemanan pangan dan standar mutu.
i. Peningkatan sinergitas antara perguruan tinggi, pelaku bisnis, praktisi.
j. Peningkatan dalam mendampingi daerah dan dukungan pemerintah pasar.
k. Peningkatan peran pemerintah daerah dan dukungan pemerintah pusat.
l. Pembuatan regulasi terkait dengan pengembangan klaster.
m. Peningkatan kreativitas klastr dengan pengadakan pelatihan.
n. Pengembangan tekhnologi terapan dalam peningkatan mutu produk olahan klaster.
o. Peningkatan kemitraan lini bisnis sejenis dengan pelaku bisnis besar.
Pengembangan klaster dapat terdorong dari produk ekspor yang memiliki peluang pasar dan keunggulan komparatif dan kandungan lokalnya tinggi serta dalam proses produksi menyerap banyak tenaga kerja, meningkatnya daya saing terhadap produk ekspor dari pesaing dengan cara peningkatan efesiensi, perbaikan produktivitas, peningkatan kapasitas dan perbaikan mutu produk. Memanfaatkan stiap peluang pasa dan menciptakan peluang pasar baru.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa pengembangan klaster adalah sebuah upaya untuk menumbuhkan kembangkan klaster unit usaha yang telah ada melalui kerjasama dengan semua pihak yang terkait,
baik lembaga maupun institusi terkait seperti lembaga keuangan, pelayanan jasa, pasar, pemasok, pusat pengembangan dan penelitian, pemerintah dan masyarakat.