• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Teh Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang Tumbuh di Dua Provinsi (Sumatera Utara dan Jambi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Teh Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang Tumbuh di Dua Provinsi (Sumatera Utara dan Jambi)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Tanaman gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) adalah sejenis pohon yang menghasilkan gubal gaharu sehingga dikenal sebagai tanaman penghasil gaharu, jenis ini dikenal dengan nama tanaman karas. Tanaman penghasil gaharu tergolong dalam kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Produk gaharu memiliki banyak kegunaan di antaranya sebagai bahan baku untuk obat-obatan, kosmetik, parfum, sehingga termasuk komoditi komersial yang bernilai ekonomi tinggi. Spesies ini terdaftar dalam appendix II CITES sebagai tumbuhan langka. Kelangkaan spesies ini disebabkan perburuan gaharu yang tidak terkendali di hutan alam (Santoso dan Sumarna, 2006).

Taksonomi tumbuhan gaharu (A. malaccensis Lamk.) menurut Tarigan (2004) adalah sebagai berikut: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Sub Kelas Dialypetalae, Ordo Myrtales, Famili Thymeleaceae, Genus Aquilaria, Species A. malaccensis Lamk.

(2)

panjang sampai 5 mm. Buahnya berbentuk bulat telur, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm. Buah gaharu (A. malaccensis Lamk.) berbentuk kapsul, dengan panjang 3,5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna coklat. Kulitnya agak keras dan berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi setiap buah (Tarigan, 2004).

Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia

Menurut Bizzy et al (2011) beberapa jenis pohon Gaharu dan penyebarannya di Indonesia adalah: Aquilaria malaccensis (Sumatra dan Kalimantan), Aquilaria beccariana (Sumatra dan Kalimantan), Aquilaria microcarpa (Sumatra dan Kalimantan), Aquilaria filaria (Irian dan Maluku), Aquilaria cumingiana (Sulawesi), Aquilaria tomntosa (Irian), Grynops audate dan Grynops podocarpus (Irian), Grynops versteegii (Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Irian), Wikstoemia androsaemifolia (Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Sulawesi) (Adriana, 2015).

(3)

Tabel 1 : Potensi Jenis dan Dugaan Sebaran Tumbuh Pohon Penghasil Gaharu di Indonesia

Indonesia

No. Nama Botanis Famili Daerah Penyebaran 1. Aquilaria malacensis Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan 2. A. hirta Thymeleaceae Sumatera. Kalimantan 3. A. fillaria Thymeleaceae Nusa Tenggara, Maluku,

Irian jaya.

4. A. microcarpa Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan 5. A. agalloccha Thymeleaceae Sumatera, Jawa,

Kalimantan

6. A. beccariana Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan 7. A. secundana Thymeleaceae Maluku, Irian Jaya 8. A. moszkowskii Thymeleaceae Sumatera

9. A. tomentosa Thymeleaceae Irian Jaya

10. Aetoxylon sympethalum Thymeleaceae Kalimantan, Irian Jaya, Maluku.

11. Enkleia malacensis Thymeleaceae Irian Jaya, Maluku

12. Wikstroemia poliantha Thymeleaceae Nusa Tenggara, Irian Jaya. 13. W. tenuriamis Thymeleaceae Sumatera, Bangka,

Kalimantan

14. W. androsaemofilia Thymeleaceae Kalimantan, NTT, Irian 15. Gonystylus bancanus Thymeleaceae Bangka, Sumatera,

Kalimantan

16. G. macrophyllus Thymeleaceae Kalimantan, Sumatera. 17. Gyrinops cumingiana Thymeleaceae Nusa Tenggara, Sulawesi,

Irian Jaya.

18. G. rosbergii Thymeleceae Sulawesi, Nusa Tenggara 19. G. versteegii Thymeleaceae Maluku, NTT, NTB. 20. G. moluccana Thymeleaceae Maluku, Halmahera 21. G. decipiens Thymeleaceae Sulawesi, Maluku,

Irian Jaya, 22. G. ledermanii Thymeleaceae Irian Jaya 23. G. salicifolia Thymeleaceae Irian Jaya 24. G. audate Thymeleaceae Irian Jaya 25. G. podocarpus Thymeleaceae Irian Jaya

26. Dalbergia farviflora Leguminoceae Sumatera, Kalimatan. 27. Exccocaria agaloccha Euphorbiaceae Jawa, Kalimantan,

(4)

Syarat untuk tumbuh dengan baik, gaharu tidak memilih lokasi khusus. Umumnya gaharu masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah dengan struktur dan tekstur yang subur, sedang, maupun ekstrim. Gaharu pun dapat dijumpai pada kawasan hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah, ataupun hutan pegunungan dengan tekstur tanah berpasir. Gaharu (A. malaccensis Lamk.) sesuai ditanam diantara kawasan dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 0 – 750 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Kesesuaian tanah adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0 (Sumarna, 2009).

Aquilaria spp. umumnya tumbuh baik di habitat sekunder bekas terbakar pada ketinggian tempat antara 45-130 m dpl, dengan kisaran suhu 26-33 oC, kelembaban udara 60-100%, dan kemiringan lahan 0-50%, terutama pada tanah ultisol dan inceptisol dengan pH antara 6.4-7 dan kelembaban 10-75%. Sementara itu menurut Barden et al. (2006) Aquilaria spp. dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 850 m dpl, dengan suhu harian rata-rata 20 – 22 oC. Meskipun demikian, Aquilaria spp. dapat beradaptasi dengan berbagai jenis habitat, seperti pada lahan berbatu, berpasir, atau berkapur, serta habitat sekitar rawa yang memiliki drainase cukup baik (Pribadi, 2009).

Teh Daun Gaharu

(5)

paling banyak dikonsumsi manusia dewasa. Seiring perkembangan dunia, teh semakin popular hingga ke seluruh pelosok dunia.

Teh adalah sejenis minuman yang sering diminum dengan campuran es batu atau dalam kondisi hangat dan bahkan panas. Minuman teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena harganya terjangkau dan rasanya yang segar. Menurut Winarsi (2011) teh dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu teh herbal dan non-herbal. Teh non-herbal dikelompokkan lagi menjadi tiga golongan, yaitu teh hitam, teh hijau, dan teh oolong. Teh herbal merupakan hasil pengolahan dari bunga berri, kulit, biji, daun, dan akar berbagai tanaman. Teh gaharu merupakan salah satu teh herbal hasil olahan pucuk daun gaharu yang masih muda. Sama halnya dengan minuman teh pada umumnya, teh gaharu juga tidak hanya enak diminum, namun cocok dinikmati pada suasana dingin, seperti malam hari atau saat musim hujan tiba juga memiliki khasiat terhadap kesehatan tubuh.

Teh adalah minuman yang kaya antioksidan. Kebiasaan minum teh sudah menjadi budaya bagi penduduk dunia. Selain air putih, teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia. Teh diketahui mempunyai banyak manfaat kesehatan, antara lain menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan menghambat perkembangan kanker (Besral, 2007).

Tanin

(6)

terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal.

Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika di didihkan dalam asam klorida encer (Robinson, 1995).

Tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang proteina. Tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kadar tanin yang tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yakni pertahanan bagi tumbuhan dan membantu mengusir hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat pada paku-pakuan, gimnospermae, dan angiospermae, sedangkan tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Beberapa tanin terbukti mempunyai antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor (Harborne, 1987).

(7)

Keadaan Iklim di Kabupaten Merangin, Jambi dan Kecamatan Bahorok, Sumatera Utara

Indonesia dengan letak geografis serta dukungan musim, iklim serta masa penyinaran matahari yang panjang, secara biologis memiliki peluang tumbuh dan berkembangnya sumberdaya tumbuhan yang tinggi (Manan, 1998). Heyne (1987) melaporkan bahwa dalam kawasan hutan selain ditemukan sumberdaya tumbuhan berpotensi sebagai penghasil kayu, juga dapat dijumpai beragam jenis tumbuhan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang tinggi. Badan Litbang Kehutanan (2006) menyatakan bahwa salah satu produk HHBK yang berpotensi dan bernilai komersial tinggi adalah komoditi gaharu (Sumarna, 2008).

Tempat pengambilan daun gaharu dilakukan di 2 tempat tempat yaitu di Kabupaten Merangin, Jambi dan Kecamatan Bahorok, Sumatera Utara. Dalam penelitian ini kedua tempat tersebut memiliki kesamaan baik dari segi topografi, iklim, dan jenis gaharu yaitu Aquilaria malaccensis Lamk.

a. Topografi Kabupaten Merangin, Jambi

Secara geografis, wilayah Kabupaten Merangin terletak pada titik koordinat antara 101º32’11’-102º50’00’ Bujur Timur dan antara 1º28’23’ -1º52’00’ Lintang Selatan, dengan luas sebesar 7.679 Km atau 767.900 Ha² dengan

(8)

daerah gambut tidak mempunyai tekstur. Berdasarkan data RTRW Kabupaten Merangin Tahun 2006, tekstur tanah di Kabupaten Merangin terdiri dari tekstur tanah halus, tersebar di Kecamatan Tabir, Tabir Ulu, Tabir Selatan, Sungai Manau, Muara Siau, Lembah Masurai, Jangkat dan Pamenang. Untuk tekstur sedang terdapat hampir diseluruh wilayah Kabupaten Merangin. Sedangkan tanah gambut hanya terdapat di Kecamatan Tabir, Pamenang, dan Tabir Ulu (BAPPEDA, 2006).

Iklim Kabupaten Merangin bertipe A (Smitch Ferguson) dengan curah hujan pada daratan rendah berkisar antara 2.200 mm sampai 3.200 mm, sedangkan pada daerah perbukitan curah hujan antara 1.600 mm sampai 3.600 mm per tahun. Musim hujan di Kabupaten Merangin berkisar antara bulan September sampai Juni tahun berikutnya. Musim Kemarau berkisar antara bulan Juni sampai dengan Agustus. Di bagian Timur dan Utara Kabupaten Merangin merupakan daratan rendah dengan temperatur 30oC, sedangkan bagian Barat adalah termasuk dalam deretan pegunungan Bukit Barisan yang temperaturnya maksimum 28oC (BAPPEDA, 2006).

b. Topografi Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada di Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera

Utara, secara geografis berada pada koordinat 3014’ – 4013’ LU dan 97052’ – 98045’ BT. Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 626.329 Ha sedangkan

(9)

antara 2.000 – 5.000 mm/tahun dengan rata-rata hujan 126 hari/tahun (RKPD Kabupaten Langkat, 2015).

Teori Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan, minuman ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam pengembangan produk. Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang dikenhendaki atau tidak dalam produk atau bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan, dan

memberikan data yang diperlukan untuk promosi produk [(Nasiru (2011 dalam Ayustaningwarno, 2014)].

Manusia menilai segala sesuatu yang ada disekelilingnya dengan menggunakan panca indera. Metode penilaian suatu komoditas yang menggunakan panca indera disebut penilaian organoleptik uji sensori. Penilaian dengan indera, banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan bahan pangan (Soekarto, 1981).

(10)

pendapatan dari populasi pada daerah target pemasaran yang dituju (Ayustaningwarno, 2014).

Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatan cepat diperoleh. Kelemahan dan keterbatasan uji organoleptik diakibatkan beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia yang dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental sehingga panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah komunikasi antara manajer dan penelis [(Meilgaard (2000 dalam Ayustaningwarno, 2014)].

Menurut Waysima dan Adawiyah (2010), uji organoleptik atau evaluasi sensoris merupakan suatu pengukuran ilmiah dalam mengukur dan menganalisa karakteristik suatu bahan pangan yang diterima oleh indera penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan, dan menginterpretasikan reaksi dari akibat proses penginderaan yang dilakukan oleh manusia yang juga bisa disebut panelis sebagai alat ukur.

Dalam kelompok uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan (hedonik) atau uji mutu hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, juga tingkat kesukaannya. Skala hhedonik “suka” misalnya : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka.

Sebaliknya skala hedonik “tidak suka” misalnya : amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak tidak suka dan agak suka adakalanya ditambah tanggapan “netral”, yaitu bukan suka tetapi bukan juga tidak

Gambar

Tabel 1 : Potensi  Jenis  dan Dugaan Sebaran Tumbuh  Pohon   Penghasil   Gaharu       di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui waktu optimum dari hasil milling HEM yang dapat. menghasilkan sifat

Analisis Multivariate Terapan Dengan Program SPSS, AMOS dan SMARTPLS.. UPP

Kompon karet yang mengandung bahan pelunak lindi hitam tanpa perlakuan ataupun dengan perlakukan penambahan bahan pembasa NH OH dan NaOH memiliki 4 waktu masak optimum (t

Strategi Team quiz Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X MA-Al-.. Hikmah Langkapan Tahun Ajaran 2016/2107 Pada Pokok

12 Keterampilan dan kejujuran petugas bank dalam memberikan pelayanan kepada nasabah.. Universitas

Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan tunas pada bibit okulasi dini menggunakan mata tunas cabang primer dari tanaman entres usia muda jauh lebih

Beranjak dari uraian di atas, hendaknya pendidikan hukum ditarik ke tengah-tengah persoalan yang ada pada anak konflik hukum yang sedang mengalami krisis, karena

Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Universitas