BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in depth interview) untuk menggali informasi mengenai Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko pekerjaan petugas pemadam kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemadam Kebakaran Wilayah I inti kota Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan. Alasan pemilihan penelitian dilokasi ini karena merupakan UPT pos induk dengan wilayah pemadaman terluas yang menangani wilayah inti kota Medan serta belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor risiko pekerjaan pada petugas pemadam kebakaran di UPT tersebut.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2017.
3.3 Informan Penelitian
Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah seseorang yang memiliki tugas untuk melaksanakan operasi penanggulangan kebakaran secara langsung dan yang memiliki tingkat risiko tertinggi yaitu anggota regu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya. Berdasarkan kecukupan penelitian yaitu sebanyak 5 orang anggota regu karena memiliki tugas dan fungsi yang sama dalam melakukan pemadaman kebakaran.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak
terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2010).
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari DP2K Kota Medan mengenai jumlah pekerja , standar operasional prosedur, data kebakaran dan gambaran umum DP2K Kota Medan.
3.5 Instrumen Penelitian
3.6.1 Definisi Istilah
1. Faktor bahaya adalah semua sumber, situasi ataupun tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya tersebut mulai dari petugas mendengar lonceng tanda kebakaran, berangkat kelokasi, tiba di lokasi kebakaran, melakukan pemadaman kebakaran hingga selesaidan kembali ke kantor DP2K.
2. Petugas pemadam kebakaran adalah orang yang dilatih dan bertugas untuk menanggulangi dan memadamkan kebakaran secara langsung yaitu anggota regu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemadam Kebakaran Wilayah I DP2K Kota Medan.
3.7 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah model Miles and Hubermen (Sugiyono, 2013) terdiri dari 3 tahap yaitu :
1. Reduksi Data (Data Reduction)
2. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. dengan mendsplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan aa yang telah dipahami.
3. Verification (Conclusion Drawing)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Sejarah Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda (Batavia) tahun 1919 dan pada saat itu pemadam kebakaran ini disebut Brandwier. Sejak zaman kemerdekaan Republik Indonesia unit pemadam kebakaran ini terus tetap ada namun dikelola oleh daerah tingkat II masing – masing yang keberadaannya bergabung dengan instansi yang ada pada saat itu.
Di Kota Medan khususnya unit Pemadam Kebakaran ini berada di Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Medan yang berada pada salah satu seksi dan disebut Unit Pencegah / Pemadam Kebakaran Kotamadya Medan. Kemudian pada tahun 1967, unit Pemadam Kebakaran ini beralih posisinya dari Unit Pemadam Kebakaran dibawah Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Medan ke Sub. Direktorat Ketertiban Umum. Pada tahun 1972 Unit Pemadam Kebakaran ini berubah menjadi Unit Linmas dibawah Sub Direktorat Ketertiban Umum.
Sejak tahun 1979, Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan dipindahkan ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan. Penempatan Dinas
dengan strategi mengantisipasi sumber-sumber bencana khususnya sumber-sumber kebakaran yang baru dan mengetahui tingkat pelayanan publik lainnya.
4.1.2. Lokasi Penelitian
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan terletak di Jalan Candi Borobudur No. 2 Medan dan mempunyai satu pos induk yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Wilayah I (UPT I) inti kota. Luas lahan yang ditempati oleh DP2K Kota Medan yaitu sebesar 6.790 m2 dengan luas bangunan 2.580 m2.
4.1.3. Visi
Dalam Renstra DP2K Kota Medan Tahun 2006 – 2011, sejalan dengan tupoksinya, visi DP2K Kota Medan adalah “Terwujudnya Kota Medan yang Sigap Mencegah dan Mengatasi Kebakaran serta Bencana lainnya” atau disingkat ”Medan Siaga Bencana”. Visi tersebut menggambarkan adanya tuntutan untuk
bersikap profesional dari seluruh jajaran yang ada di DP2K Kota Medan dalam menjalankan tugasnya, serta perlunya partisipasi seluruh komponen yang ada di kota Medan baik masyarakat, instansi pemerintah, swasta, dan lain-lain.
4.1.4. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan beberapa misi yaitu :
1. Mendorong partisipasi masyarakat dan swasta serta pihak kelurahan dan kecamatan dalam pencegahan dan penanggulangan bencana
2. Meningkatkan mutu layanan ke masyarakat
4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
4.1.5. Fungsi
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan yang dibentuk berdasarkan Perda Kota Medan No. 34 Tahun 2001, Keputusan Walikota Medan Nomor 67 Tahun 2002, tentang Tugas Pokok dan Fungsi DP2K kota Medan, mempunyai tugas melaksanakan urusan rumah tangga daerah dalam bidang pencegahan dan pemadaman kebakaran, melaksanakan pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.
DP2K Kota Medan mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang pencegah/ pemadam kebakaran;
b. Melaksanakan kegiatan pencegahan terhadap bahaya kebakaran atau bencana alam;
c. Melaksanakan kegiatan operasional penanggulangan/pemadaman kebakaran atau bencana alam;
d. Menyelenggarakan pengawasan atau pengendalian terhadap pengolahan,
penyimpanan, peredaran, kegiatan bongkar muat, pengangkutan barang dan bahan (material) yang mudah terbakar sesuai dengan ketentuan yang berlaku; e. Mengkoordinir kegiatan unit pemadam kebakaran pada instansi pemerintah dan
f. Melaksanakan kegiatan retribusi racun api;
g. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan pada semua bangunan, gedung pertunjukan/pameran, tempat usaha, tempat hiburan dan tempat keramaian yang ramai dikunjungi orang yang rawan terhadap bahaya kebakaran;
h. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya; i. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
4.1.6. Sarana dan Prasarana
Dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya, DP2K Kota Medan didukung dengan berbagai sarana dan prasarana kerja yang sangat bervariasi jenisnya, yaitu :
1. Kendaraan dinas/operasional Dinas P2K Kota Medan.
Berbagai jenis kendaraan dinas/operasional yang dimiliki DP2K Kota Medan untuk mendukung terlaksananya tugas dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran dan bencana lainnya yang dapat dilihat pada table berikut ini :
4 Nissan (system PTO Pump) 1 - 1 - 2
Ketika terjadi kebakaran kendaraan yang digunakan untuk melakukan pemadaman di lokasi yaitu ladder truck yang berfungsi sebagai mobil tangga untuk melakukan evakuasi terhadap korban ataupun untuk menyalurkan air dengan menyedot air dari sumber air. Fire truck dan Nissan dengan sistem portable pump juga digunakan sebagai penyedot air. Sedangkan fire truck sistem PTO (Power Take Off) pump yaitu kendaraan pemadam kebakaran yang putaran mesin pompanya langsung bergabung dengan mesin induknya. Fire truck jenis ini dapat membawa air sendiri dan dapat langsung melakukan penyiraman dengan menghubungkan selang pemadam pada mesin pompa. Adapun kapasitas air yang mampu disimpan yaitu 5 ton. Mini truck digunakan untuk membawa peralatan, sedangkan mini bus, pick up, dan sepeda motor merupakan kendaraan operasional.
2. Peralatan dan perlengkapan kerja untuk kegiatan operasi
6 Portable Pump 1 1 2
4.2 Bahaya Pekerjaan pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan 4.2.1 Proses Menuju Mobil Pemadam dan Menggunakan Alat Pelindung Diri Informan 1: “Semua petugas wajib berangkat kecuali piket, begitu lonceng bunyi
mobil siap berangkat, APD nya yang kita pakai yang pertama kalo
kelapangan harus pake helm,trus kedua pakai jaket anti api anti panas
biar kalo kerja kan gak kena kulit yang ketiga pakai masker kalo sesak
nafas,dari sendiri-sendiri sarung tangan juga,Disini kan kurang juga
perlatan jadi apa yang ada lah yang kita pakai,helm kita standar, ada
kain dibelakangnya mana tau jatuh balak kalo halm biasa lan gak ada
kainnya,depan ada kaca nyaa, kalo helm udah dapat semua cuma baju
panas tadi belum, baju tahan api tadi belum kita pakai sebelum ada
berita ada korban, emang baju tadi berat kayak baju astronot warna silver,semua dilengkapi dari kaki sampe sarung tangan semua”.
Informan 2: “ Disaat lonceng berbunyi menandakan adanya kebakaran , kita pake lah baju, helm.kalo sepatu kami emang udang pakai. setelah itu seluruh
personil menaiki armada menuju ke tempat kejadian kebakaran.
Seharusnya yang wajib digunakan petugas pemadam itu setiap
keberangkatan safety diutamakan seperti helm, masker itu seharusnya
ada. Tapi ya karena yang sudah sebutkan tadi itu terbatas.. jadi tidak
semua bisa memakainya tidak semua bisa memakai satu-satu, Kalo
emang waktu dia menerobos pertama itu butuh dai pakai.., tapi bagian
lain yang melakukan penyiraman tidak membutuhkan apa yang saya
sebutkan tadi.. disediakan ada tapi berapa saya juga tidak ingat, kalo
pakaian memenuhi standar “.
Informan 3: “yang nerima laporan kebakaran itu petugas piket, setelah petugas mengangkat telpon menanyakan dimana alamat kebakaran, gang nya,
kan kerja sama , itu aja sih kita mengecek kebenaran ada gak, setelah
ada kebenaran baru lah kita .., lonceng, setelah lonceng petugas
bergegas menuju mobil pemadam sambil menggunakan Baju alat
pelindung dirinya paling baju tahan panas, helem, sarung tangan ,
cukup melindungi lah tapi kan kita harus tetap hatu-hati jugaa , setelah itu baru lah berangkat keluar “.
Informan 4: “Begitu dengar lonceng kami terus naik armada kan, karna tadi kami haru cepat naik armada jadi harus berlari , risikonya ya bisa jatuh kalo
tidak hati-hati. Kemudian sambil make baju sama helm, Alat pelindung
pernafasan tadi sebenarnya ada, Cuma tadi terbatas, kalo pake itu kita
terbatas, karna itu punya waktu, cuma 5 menit paling lama,sepatunya
tahan panas kalo ada paku atau kaca tembus juga, kalo kena api ya
terbakaar juga, kalo helm yang udah disediakan bisa lah, kalo pakain
ada jugaaa, tpi gak cukup, pakaian yang ada itu ya udah tahan panas,
artinya bukan kita kena api gak panas.. misalnya dalam jarak 2 meter
masih sanggup, tapi ya kalo dekat dengan api ya panas, baju tahan api
dan tahan panas bedaa.baju tahan api tadi ya gak terbakar,tapi ya baju
tadi ribet gitu makainya besar, tebal, berat,itu dipakai khusus aja
misalnya ini kebakaran ada orang terjebak di dalam.. pakai itu bisa
lah,kalo pake sarung tangan itu ada kejanggalan gak enak lagi mau megang ,lebih ribet”.
Informan 5: “ Dari proses awalnya kita informasi dari piket , piket mencatat no telepon, alamat, kemudian wilayah unit terdekat yang akan diluncurkan
setelah no telponnya diterima piket menelpon kembali untuk mengecek
apakah info itu benar atau gak nya, setelah ditelpon ternayata benar
piket melonceng panjang, anggota semua turun , bahayanya kami bisa
jatuh saat berlari menuju mobil pemadam, setelah itu pakai APD yang
ada, sebenarnya prosedur kerja yang paling safety itu kita pakai
yang berasap, itu ada tapi untuk sekarang bisa dibilang belum
berfungsi,cuma untuk pelatihan aja, ya udah kami pake masker biasa
aja, atau gak masing-masing pribadi lah , misalny sarung tangan kita
basahi aja udah. Kalo alat pelindung diri yaaa helm sama jeket tahan
panas ,itu kita pake, tapi ya baju tahan panas kita emang minim , jadi
inisiatif dari teman teman aja kita beli pribadi, kalo helm tadi udah
memnuhi standar memang khusus untuk pemadam jadi masih aman lah
dari balok-balok , kayu, batu . kalo sepatu masih dibawah standar kalo
kemungkinan untuk tembus masih ada pernah teman waktu di
melangkah ya udah tembus paku ke sepatunya , trus juga ini kan kain, bisa juga masuk air ke dalam”.
Berdasarkan pernyataan infoman di atas dapat diketahui bahwa ketika mendengar lonceng tanda adanya kebakaran maka seluruh petugas pemadam kebakaran segera berlari mengambil alat pelindung diri berupa helm dan baju tahan panas kemudian menuju ke mobil pemadam (fire truck) masing-masing yang telah ditentukan untuk segera menuju lokasi kebakaran. Berdasarkan matriks di atas, dapat dilihat bahwa informan mengatakan menggunakan helm, sepatu, baju tahan panas dan masker sebagai alat pelindung diri. Namun umumnya infoman mengatakan alat pelindung diri yang tersedia jumlahnya terbatas seperti baju dan celana tahan panas, sarung tangan, SCBA sehingga tidak semua petugas bisa menggunakan APD, selain itu menurut informan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh DP2K Kota Medan belum memenuhi standar seperti sepatu dan masker.
berhati-hati pada saat berlari untuk segera menuju mobil pemadam sehingga dapat mengakibatkan bahaya ergonomic yaitu terjatuh. Kemudian ketika menggunakan alat pelindung diri berdasarkan pernyataan informan tidak ditemukan bahaya yang terjadi. 4.2.2 Proses Perjalanan Menuju Lokasi Kebakaran
Informan 1: “Pemadam kebakaran ini dek berisiko tinggi kerja, yang pertama setelah lonceng kalo kebakaran sering kita macet, tabrakan, kadang-kadang
kita sudah pasang sirine rotary supir angkot, becak gak mau minggir,
kadang-kadang kan kepedulian masyarakat juga kurang masalah
kebakaran ini. kadang ya pernah tabrakan, kepala dinas dulu juga
pernah meninggal karna ikut dia, kalo senggol-senggol dengan
kendaraan udah biasa lah, dulu pernah terjadi kecelakaan di belawan
sama container, mobil kita ini dek kencang, kalo gak kencang bukan pemadam namanya.. kita harus kencang karna kita ngejar waktu “. Informan 2 : “di perjalanan mengahadapi kendaraan-kendaraan , kota medan yang
kesadaran adanya sirene tidak pernah mau minggir . mulai dari
perjalanann sampe TKP penuh dengan risiko ,yang tabrakan lah dan
itu pernah terjadi. Sebenarnya yang paling berbahaya tu sewaktu
menuju ke TKP tadi . pernah terjadi tabrakan pemadam sama
pemadam dari arah jalan pemuda menuju jl ahmad yani . suara sirene
yng keras dengan bangunan yang tinggi itu otomatis udah kuat
bertambah kuat lagi masing- masing mendengar sirene dia sedangkan
sirene lain dia tidak dengar .yang menyebabkan kepala dinas nya
meninggal , satu luka parah dan lainnya luka-luka, kecelakaan lainnya
juga pernah terjadi, mobil pemadam terbalik, supir pemadamnya luka parah “.
Informan 4: “Kalo diperjalanan ya suara sirene ini buat kita berpacu yaa.. semangat
Bahaya pekerjaan pemadam kebakaran ini yang pertama ya dari lalu lintasnnya “.
Informan 5: “Berangkat didahulukan dengan mobl pemburu , kita ke TKP jalan, itu biasanya di dalam perjalan pun sudah menemui kesulitan juga,
prinsipnya menuju ke TKP paling tidak SOP nya itu 7 menit kita harus
sampai. Karna 5 menit 1 rumah sudah habis.. Cuma kita melihat
medan sekarang yang macetnya luar biasa, SOP jadi terabaikan jadi
secepat mungkin kita sampe di TKP di perjalanan bila menemui
kecametan anggota kita turun supaya mobil maju kedepan, Kalo
bahaya dari jalan juga udah bahaya karna kita harus ngebut di jalan
besar risiko tabrakan, , tabrakan itu bisa sesama pemadam juga
kadangkan mobil kedua cepat, tiba-tiba mobil di depan rem mendadak
.bisa tabrakan.
4.2.3 Proses Melakukan Pemadaman dan Mengembalikan Peralatan Pemadaman Kebakaran
Informan 1:“Sampai di TKP jadi ada lagi gini dek megang selang, megang nozzle..kita kerja pakai tim, gak bisa sendiri-sendiri. begitu kita lemah
kawan kita bantu, gantian megang nozel tadi sama selang tadi, tim nya
tadi diatur sama komandan, tim pertama mendobrak masuk tim kedua
menyiram, masuk tim ketiga ada gak korban , ada gak yang cidera dan
tim pertama tadi membantu juga , mana tau kita kelelahan kan
kebakaran ini kadang-kadang mau 1 jam,2 jam, 3 jam kan gak
sanggup.. mereka gantian pas kejadian kebakaran, siap kebakaran
gulung selang, perlengkapan semua masuk. Setelah sampai di TKP kita
juga sering benturan sama masyarakat, dilemparin kita dek, dipukulin
lagi, kalo di TKP kan kadang-kadang kita kena setrum listrik, yang
sering kita hadapi kadang-kadang kayu kayu jatuh, trus yang kedua
kalo kebakaran pasti kaca, paku, pasti berserak itu semua. Kalo udah
namanya pemadam pasti pernah mengalami menghirup asap.
kebakaran di usu dek, terbakar laboratorium, kita gak tau yang
terbakar bahan kimia tadi kita gak tau, kita cium uapnya kita
muntah-muntah semua keracunan, siapa yang masuk tadi matanya perih gitu.
trus pas menolong korban kayak waktu korban jatuh pesawat itu kita
masukkan ke kantong mayat kan bahaya juga . kadang kami gak pakai
sarung tangan, sama baju panjang, yah kadang kan yang meninggal itu
kita gak tau punya penyakit atau gak. pas setiap kebakaran pasti capek .
Tapi yaa memang pekerjaan kita paling berisiko dek, pas bunyi lonceng nyawa kita udah setengah”.
Informan 2: “ Setelah sampai di TKP lah seluruh personil menurunkan perlengkapan untuk melakukan penyiraman, setelah melakukan penyiraman, padam,
armadanya masing-masing dan kembali ke kantor. di TKP kita juga
banyak menghadapi kendala-kendala seperti masyarakat yang lempar
pake batu, , selang tadi tidak berat tapi sewaktu penyiraman air tadi
masuk keselang nah itu yang berat., pernah waktu itu nozel nya lepas
waktu penyiraman di gudang di sentis percut, disaat penyiraman ada
juga beberapa petugas yang mengalami kesentrum, yang tertimpa
balok, yang terseruduk pecahan batu itu saya sendiri yang mengalami
saya kena 8 jaitan, kadang terinjak paku yang panas, rata-rata
petugas pemadam kalo terinjak paku udah ngalamin , kalo ngalamin
asap itu udah pasti ada yang mau pingsan . bahkan kalo udah ngirup
asap pada saat itu batuk yang keluar itu dahaknya bukan ijo lagi tapu
udah hitam diaa,kalo batuk-batuk itu udah umumnya lah dialamin
pemadam.
Informan 3: “kalo di lapangan paling kena jatuh-jatuhan balok,Kena api, kalo tangan saya udh pernah kena api ada dua kali , trus sampe di TKP itu
belum tentu disambut baik oleh manyarakat ,belum tentu kadang ada
begitu kami datang dilempari masyarakat, kadang kami sering kena
kayu-kayu, seng itu sering jugaa. Kalo terinjak paku , bara api itu
sering juga , kesetrum juga, makanya kami sampai disitu pastikan listrik
sudah mati karna air kan mengahntar listrik, asap itu lah yang paling
berbahaya mata perih dan sesak juga, nozel itu kalo udah masuk air tekanan nya itu kalo dilepas bisa fatal itu kepala bisa pecah “.
Informan 4: “ Setelah sampai di TKP persiapkan lah selang sama nozzle itu untuk penyiraman, kalo nozel itu sampe habis tekanannya bisa 10 orang yang
megang.. tapi biasanya paling 5 bar. Standar lah. selang itu gak berisi
aja berat. Selang tadi itu tenaga kita ditariknya karna tekanan tinggi itu
2-3 orang bisa itu megang, karna selang itu jangan kan dipatahkan,
dibengkokkan aja gak bisa, tenaga kita itu kalo nyiram gak bisa
buyar, melamun gak bisa,gak focus, Kita sebenarnya siapapun harus
siap posisi untuk megang nozel tadi tanpa terkecuali ,semua dituntut
bisa maju kedepan, setelah padam, kemudian seluruh petugas
mengembalikan perlengkapannya ke armadanya baru pulang. Kalo tiba
di lokasi bahayanya, listrik belum mati, disitu kita banyak yang
kesentrum,sementara yang terbakar itu banyak jenisnya bukan kayu
aja,tembaga,plastic,karpet bahan kimiaa,nah disitu bahayanya
pernafasan kita gak lancar seperti biasa,yang jelas warna dahak itu
warna hitam karna kimia ini udaranya menguap,pernah terjadi
kebakaran di labor usu itu,banyak yang lemas. Trus kena tembok yang
runtuh,trus juga karna tekanan air tadi kuat seng itu bisa
terbang-terbang itu berbahaya juga, kalo luka bakar itu sikit-sikit terbakar juga,
tapi gak sering-sering lah,yang paling sering itu ya paling kena seng,
trus kalo nolong korban ya pake tangan ni aja. Pekerjaan kami ini ya
lelah pasti ada lah yaa.misalnya waktu terbakar di kim belawan pabrik
karet 2 hari 2 malam sampe kami tidur disitu sangking capeknya
Informan 5 : “ Setelah sampe di TKP melakukan penyiraman ,Kita liat medannya api nya masih besar, berapa orang yang masuk ke dalam yang dibelakang
stand by. gak ada patokan sih berapa menit dia di dalam itu terserah
diaa, ketika dia bilang capek ya udah mundur yang lainnya langsung
backup, kadang kalo api besar kita gantian backup terus, tergantung
fisik, nafas , selang tadi yaa berat, untuk ngangkat dari mobil tadi ya
satu orang , selang tadi kan ada dua besar dan kecil, yang kecil tadi 2
orang sih cukup megangnya. kalo selang besar minimal 3 orang yang
megang, Setelah sampe benar-benar padam setelah itu melakukan
penggulungan kita cek anggota juga baru kita pulang. Kalo di TKP tadi
kalo kita temu masyarakat yang rusuh. kalo di dalam lokasi
kebakarannya paling runtuhan, yang kita jumpai di TKP juga listrik
pernah ,kadang kita buta medan. kami pun petugas pemadam kebakaran
juga sering masuk ke daerah TKP asapnya masih tebal.. kalo misalnya
didalam ruangan kalo terjebak asap juga bisa dengan merayap. pas kita
merayap tangan kita tadi lapisi dengan kain, kadang kita ngalamin
batuk sesak nafas, mata merah dahak warna hitam, . bahan-bahan
kimia bahan yang beracun pernah juga ni pengalamaan gudang peluru
terbakar di brimob, pernah juga terbakar di usu kalo gak salah
laboratorium kimian nya disitu juga ada formalin sempat terbakar
pedih mata kita, trus juga pernah yang aku padamin itu pabrik karet, itu
masih jauh beberapa kilometer dari sana udah ngerasain panasnya karna udah terbakar,kadang kami menemukan korban jiwa juga “. Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat dilihat bahwa Sesampai di lokasi kebakaran, petugas langsung menggelar selang, memasang nozzle dan menyambungkannya ke mesin pompa pada fire truck dengan berkoordinasi dengan supir pemadam yang bertugas sebagai operator pompa untuk pengaliran dan pengaturan tekanan air. Kemudian petugas melakukan pemadaman sesuai instruksi dari komandan regu / wakil komandan regu mengenai strategi penyiraman yang akan dilakukan. setelah melakukan pemadaman seluruh petugas mengembalikan perlengkapan ke armadanya masing-masing dan kemudian kembali ke kantor DP2K UPT Wilayah I, setelah sampai di kantor armada yang sudah digunakan untuk penyiraman diisi air kembali dan merapikan peralatan/perlengkapannya.
pertolongan korban, terdapat bahaya seperti ketika selang yang digunakan tidak stabil bisa karena posisinya atau kelebihan beban sehingga dapat lepas dari genggaman petugas, kemudian kelalaian petugas yang tidak memerhatikan lingkungan disekitarnya, ketidakmampuan petugas dalam melihat tanda-tanda akan terjadinya suatu risiko kecelakaan dan ketika petugas tidak menggunakan alat pelindung diri. Bahaya yang terjadi dapat berupa bahaya fisik yaitu terkena paku, kaca dan benda tajam lainnya , kesetrum, reruntuhan bangunan yang terbakar seperti dinding, langit-langit atau lantai, terpapar panas tanda, Kemudian tidak jarang petugas mengalami adu fisik dengan warga seperti di lempar batu, botol dsb.
BAB V PEMBAHASAN
5.1Bahaya Pekerjaan pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotesi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan. Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan. Misalkan api, secara alamiah mengandung sifat panas yang bila mengenai benda atau tubuh manusia dapat menimbulkan kerusakan atau cidera (Ramli, 2010).
Kendaraan yang digunakan untuk tanggap darurat mungkin termasuk truk pemadam kebakaran, kendaraan rescue, perahu, helikopter dan semua medan akses di perjalanan memiliki risiko kecelakaan transportasi yang tinggi selama menanggapi keadaan darurat, kemudian petugas pemadam kebakaran juga dapat menghadapi peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, stres psikologis, dan luka akibat lifting yang tidak tepat. Bahaya yang dihadapi petugas pemadam kebakaran yaitu bahaya kecelakaan , bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologi, bahaya ergonomic dan psikososial (ILO, 2000).
5.1.1 Proses Menuju Mobil Pemadam dan Menggunakan Alat Pelindung Diri Pekerjaan petugas pemadam yang dituntut harus cepat sampai di lokasi kebakaran untuk memadamkan api sehingga petugas harus berlari dari lantai dua, melewati tangga dan meluncur untuk segera menuju mobil pemadam kebakaran hal ini tentu saja dapat menimbulkan bahaya kecelakaan kerja yaitu terjatuh. Menurut Bennet and Rumondang yang dikutip oleh Setiyadi (2012), Kecelakaan jatuh (fall accident) adalah kecelakaan yang menyangkut kejadian jatuh dari tingkat yang lebih
tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Contoh: jatuh dari landasan kerja, jatuh dari tangga. Sesuai dengan hasil penelitian Sepdyanti (2013), salah satu jenis kecelakaan kerja yang dialami petugas pemadam kebakaran adalah terjatuh.
sendiri sarung tangan dan salah satu informan mengaku membeli baju tahan panas untuk digunakan. Selain itu, salah satu informan mengatakan bahwa APD seperti masker belum mendukung kinerja mereka di lokasi kebakaran sehingga tidak jarang mereka terhirup asap di lokasi kebakaran
Menurut empat orang informan, Helm yang disediakan oleh pihak DP2K telah mencukupi dan memenuhi standar untuk melindungi seluruh petugas pemadam kebakaran. Selain itu menurut dua orang informan sepatu yang disediakan oleh DP2K Kota Medan sudah mencukupi bagi seluruh petugas pemadam kebakaran tetapi sepatu yang disediakan belum menunjang kinerja di lapangan. Sepatu yang disediakan yaitu sepatu kulit laras panjang berwarna hitam dan bertali. Sepatu jenis ini digunakan petugas ketika bertugas memadamkan kebakaran. Namun, dalam kasus ini sepatu yang digunakan petugas pemadam kebakaran tidak sesuai dengan standar sepatu untuk pemadam kebakaran yang disarankan oleh NFPA. Sepatu yang disarankan oleh NFPA ketika memadamkan kebakaran yaitu jenis firefighter boots.
Setiap tahun pihak DP2K Kota Medan telah melakukan upaya untuk pengadaan alat pelindung diri, hanya saja kendala yang dihadapi yaitu mahalnya alat pelindung diri petugas serta anggaran yang terbatas. Sehingga untuk menanggulangi masalah tersebut pihak DP2K Kota Medan membuat kebijakan bahwa yang menggunakan alat pelindung diri lebih diutamakan untuk petugas yang berada paling depan memadamkan api serta petugas yang masuk ke dalam bangunan yang terbakar.
Hal ini tidak sesuai dengan yang tercantum dalam modul DEPDAGRI tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pemadam Kebakaran dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (2005) bahwa pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran merupakan pekerjaan yang berat dan membutuhkan pemakaian alat pelindung diri pada setiap operasi pemadaman ataupun penyelamatan. Alat pelindung diri yang diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran harus meliputi : helm, baju tahan panas dan celana tahan panas, sepatu boot panjang, sarung tangan, Self Containing Breathing Apparatus (SCBA), dan peralatan kelengkapan lainnya (sistem sinyal keselamatan diri dan detektor karbonmonoksida) (DEPDAGRI, 2005). 5.1.2 Proses Perjalanan Menuju Lokasi Kebakaran
menuju kantor DP2K Kota Medan untuk melakukan pengisian ulang air sedangkan mobil pemadam yang lain menuju lokasi kebakaran dengan kecepatan tinggi serta suara sirine mobil pemadam lain yang saling tidak terdengar dan banyaknya bangunan tinggi disekitar persimpangan jalan mengakibatkan kedua mobil tidak saling mengetahui keberadaan masing-masing dan mengakibatkan tabrakan dipersimpangan jalan.
Menurut keterangan informan dapat disimpulkan bahwa kecelakaan di perjalanan dapat terjadi dikarenakan mereka menempuh perjalanan dengan kecepatan tinggi untuk segera mencapai lokasi kebakaran. Resiko kecelakaan akan meningkat jika berada dalam kecepatan tinggi, hal tersebut dikarenakan: (1) waktu untuk memperhatikan bahaya atau bertindak hanya sedikit; (2) semakin jauhnya jarak pengereman yang dibutuhkan pekerja; (3) mudah kehilangan kendali pada kendaraan; (4) pengguna jalan lain mungkin salah menilai kecepatan pekerja dan membuat kesalahan.
Kemudian faktor tindakan pengemudi yang kurang baik memegang peranan penting dalam terjadinya kecelakaan lalu lintas. Karena kecelakaan dapat terjadi setiap saat dan sangat peka maka faktor kehati-hatian pengemudi sangatlah diperlukan. Beberapa jenis kehati-hatian pengemudi menyangkut hal-hal seperti (1) melihat ke belakang sebelum keluar dari kendaraan atau memutar kendaraan; (2) melihat ke belakang sebelum membelok ke kiri; (3) berhenti di jalan keluar atau perempatan sebelum memasuki jalan besar ; (4) Mmemarkir kendaraan pada tempat yang tepat dan secara benar.
Terdapat berbagai faktor yang mengakibatkan kecelakaan kerja di jalan raya. Penelitian di Indonesia, faktor penyebab kecelakaan lalu lintas yaitu faktor manusia sebesar 93% (dimana diantaranya 88% akibat pengemudi dan 5% akibat pejalan kaki), faktor kendaraan 4,03%, faktor jalan 2% dan faktor lingkungan 1% (Metta Kartika, 2009:15). Manusia sebagai pengemudi adalah orang yang melaksanakan pekerjaan mengemudikan, mengendalikan kendaraan ke tempat tujuan yang diinginkan. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau orang yang secara langsung mengawai calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan bermotor. Manusia sebagai pengemudi memiliki faktor
fisiologis dan psikologis (Metta Kartika, 2009).Jumlah kendaraan di Kota Medan
kota Medan dalam menanggapi jika mobil pemadam kebakaran yang akan melewati jalan.
5.1.3 Proses Melakukan Pemadaman dan Mengembalikan Peralatan Pemadaman Kebakaran
1. Bahaya Fisik
Tertusuk paku, kaca dan benda tajam lainnya dapat menimbulkan luka sayat atau goresan ketika melakukan penyiraman atau penyisiran api dibalik benda-benda. Hal ini dapat terjadi jika petugas tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lengkap seperti sarung tangan, baju tahan panas, dan firefighter boots, serta kelalaian petugas yang tidak memerhatikan lingkungan disekitarnya, sehingga dapat menimbulkan luka atau goresan.
Berdasarkan pernyataan informan kesetrum merupakan kerjadian yang paling sering terjadi pada petugas pemadam kebakaran di lokasi kebakaran baik itu menyentuh kabelnya secara langsung ataupun ketika melakukan penyiraman. Kontak dengan arus listrik dapat terjadi ketika petugas datang melakukan pemadaman dilokasi kebakaran namun arus listrik masih ada yang belum diputus, sehingga cukup membahayakan petugas. Maka dari itu sebaiknya sebelum petugas melakukan pemadaman kebakaran perlu dipastikan kembali apakah listrik dilokasi telah mati dan berkoordinasi dengan pihak terkait (PLN).
kegosongan atau kebakaran yang parah. Percikan arus listrik dapat menimbulkan panas yang sangat tinggi dan dapat membakar cairan-cairan yang mudah menyala atau benda-benda yang mudah terbakar (Puslatkar Jakarta, 1998).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sepdyanti (2013), mengenai kejadian kecelakaan akibat kerja pada dinas pemadam kebakaran kota makasar periode 2012-2013 yang menyatakan jenis kecelakaan kerja yang dialami petugas pemadam kebakaran adalah terjepit oleh benda (26,2 %), tertumbuk oleh benda (21,5 %), terjatuh (20,6 %), kontak dengan bahan berbahaya/radiasi (11,2 %), terkena arus listrik (10,3 %), tertimpa benda (5,6 %) dan terkena pengaruh suhu tinggi (4,7%).
Menurut informan ketika tiba dilokasi kebakaran tidak jarang petugas mengalami adu fisik dengan warga seperti di lempar batu, botol dsb. Hal ini disebabkan karena warga panik dan merasa tidak puas atas kedatangan petugas pemadam kebakaran yang terlambat tiba di lokasi kebakaran. Namun berdasarkan keterangan informan dan observasi peneliti ketika di kantor DP2K Kota Medan, pada saat informasi kebakaran diterima dan lonceng tanda adanya kebakaran dibunyikan, petugas langsung menuju fire truck-nya masing-masing dan segera berangkat dengan kecepatan tinggi menuju lokasi kebakaran. Hanya saja hambatan diperjalanan seperti macet dan jauhnya jarak lokasi kebakaran yang menyebabkan petugas terlambat tiba di lokasi.
petugas dan luka ringan atau memar akibat pengoperasian kran dan kontak dengan selang. Seperti keterangan yang telah dijelaskan oleh informan pernah terjadi lepasnya nozzle ketika melakukan pemadaman di gudang sentis percut kota medan.
Tingkat paparan resiko yang mungkin dialami oleh petugas pemadam kebakaran yang diakibatkan oleh api tergantung dari posisi petugas yang dekat dengan api, seperti petugas yang memegang nozzle (ujung penyemprot). Risiko selanjutnya adalah luka ringan yang diakibatkan pada saat pengoperasian kran air di mobil pemadam maupun saat membawa selang (Aini, 2016). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aini (2016), mengenai Analisis Risiko Kerja Dan Upaya Pengendalian Bahaya Pada Petugas Pemadam Kebakaran Di Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang bahwa dari sebelas informan utama,lima diantaranya menyatakan bahwa bahaya mekanik yang banyak dihadapi petugas pemadam adalah karena beban berat selang yang harus dibawa oleh petugas.
mengakibatkan atap terdobrak dan terlepas kemudian jatuh menimpa petugas. Untuk itu petugas sebaiknya mampu melihat tanda-tanda akan rubuhnya bangunan sehingga dapat menghindari risiko tertimpa.
Berdasarkan Badan Standar Nasional Teknologi (NIST) dan Pemadam Kebakaran Phoenix mengatakan bahwa umumnya kerangka bangunan perumahan terhadap api dapat runtuh kurang dari 20 menit, tanpa ada tanda apapun. Walaupun saat pelatihan pemadam kebakaran dikatakan bahwa keselamatan petugas sendiri sangat diperlukan namun petugas tidak dapat memprediksi waktu operasi yang aman, keruntuhan sering terjadi dengan cepat dan tidak ada pertanda dan petugas pemadam kebakaran sama sekali tidak menyadari bahwa mereka berada dalam bahaya (Kang, 2016).
tinggi menyebabkan manusia menderita kehabisan tenaga, kehilangan cairan tubuh, terbakar atau luka bakar pada pernafasan, dan mematikan kerja jantung.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siregar yang dikutip oleh Fitrah (2014), yang menyatakan selama bekerja di tempat panas terjadi pengeluaran keringat yang banyak pada pekerja, dimana keringat merupakan cairan hiponotik yang terdiri dari air, natrium, dan klorida. Penguapan dan pengeluaran keringat dari kulit yang bertujuan untuk mengatur temperatur tubuh menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah, sehingga menyebabkan kekurangan volume cairan.
2. Bahaya Kimia
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari semua informan, asap merupakan paparan yang paling berbahaya dan tidak dapat dihindari ketika petugas memasuki bangunan yang terbakar untuk melakukan pemadaman dan tidak jarang petugas merasakan batuk, sesak nafas, mata perih dan pernafasan terganggu. Selain itu dahak yang dikeluarkan tidak normal yaitu berwarna hitam pada saat setelah pemadaman. Menurut informan umumnya kematian seorang petugas pemadam kebakaran bukan disebabkan oleh luka bakar melainkan di sebabkan oleh asap. Selain itu masih ada bahan kimia lain yang terdapat di lokasi kebakaran yang dapat menghasilkan gas-gas beracun.
ukuran api dan tinggi plafon ruangan. Semakin kecil ketinggian ruang di atas api menyebabkan tumpukan lapisan asap yang semakin cepat menebal, semakin terbuka ruang di atas api, asap akan semakin berkurang. Jenis asap yang dihasilkan berbeda pada setiap kebakaran, begitu pula dengan gas-gas beracun yang dihasilkan akibat kebakaran, tergantung dari bahan atau material yang terbakar. Bahaya asap bagi manusia adalah mungkin menyebabkan iritasi terhadap mata, selaput lendir pada hidung, dan tenggorokan. Toksisitas asap sangat tergantung pada bahan bakar (bahan atau bahan kimia yang dibakar), panas api, dan berapa banyak oksigen tersedia untuk pembakaran (Helal, 2009).
Pada peristiwa kebakaran banyak gas-gas yang dihasilkan yang berasal dari bahan-bahan terbakar (khususnya bahan-bahan kimia). Beberapa macam gas yang sering dihasilkan dalam proses terjadinya kebakaran adalah gas CO, SO2, H2S, NH3, HCN, C3H4O, gas dari pembakaran plastik, dan gas yang dihasilkan dari bahan seperti kayu, tekstil dan kertas. Menurut Andersson et al. yang dikutip oleh Helal (2009) melaporkan bahwa, paparan kronis gas iritan seperti SO2 dapat meningkatkan insiden asma selama bekerja di pabrik pulp sulfur dan terus meningkat sesuai dengan lamanya terpapar, sehingga mendukung hipotesis dari iritasi yang disebabkan asma. (Helal, 2009).
salah satu dari banyak bahaya pemadam kebakaran hadapi ketika mereka memasuki sebuah gedung yang terbakar adalah paparan asbes. kontak yang terlalu lama terhadap asbes menyebabkan berbagai penyakit, yang paling serius yaitu mesothelioma, kanker yang mempengaruhi lapisan paru-paru, perut, dan hati (Mesotheliomagroup, 2017). Oleh karena itu pada peristiwa kebakaran tidak jarang korban yang timbul akibat terkurung gas-gas beracun tersebut. Petugas pemadam kebakaran dapat mengalami kekurangan oksigen ketika memasuki bangunan yang terbakar sehingga menyebabkan hilangnya kinerja fisik, kebingungan, dan ketidakmampuan untuk melarikan diri atau disebut dengan ―Hipoksia‖.
Petugas pemadam kebaran dapat terpapar oleh bahan kimia yang dapat menyebabkan mata perih, mual, pusing dan pingsan. Seperti yang pernah terjadi ketika kebakaran di laboratorium kimia USU yang menyebabkan petugas terpapar oleh bahan kimia yaitu formalin sehingga banyak petugas yang merasa mual dan pusing. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap sesuai dengan bahaya yang dihadapi termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).
3. Bahaya Biologi
dan baju lengan panjang untuk pelindung sehingga petugas pemadam kebakaran dapat terpapar penyakit menular termasuk penyakit yang menular melalui darah seperti AIDS, hepatitis B dan C. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengurangi kontak dengan korban secara langsung (ILO, 2000). Menurut Guidotti yang dikutip oleh Helal (2009) melaporkan bahwa pemadam kebakaran perlu tahu risiko yang terkait dengan penyakit yang menular melalui seperti AIDS, HCV dan HBV, dan mereka harus menggunakan prosedur kewaspadaan universal yang benar untuk mencegah infeksi patogen melalui darah.
Menurut hasil penelitian spitters et al yang dikutip oleh Helal (2009) melaporkan bahwa, responden pertama (misalnya, pemadam kebakaran, teknisi medis darurat dan paramedis) berada pada risiko pajanan melalui darah patogen seperti AIDS, hepatitis B dan virus C ketika menolong korban kebakaran atau kecelakaan dan mereka memiliki tingkat risiko yang tinggi untuk memperoleh infeksi ini.
4. Bahaya Ergonomi
keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah kesalahan kerja. Menurunnya kinerja sama artinya dengan menurunnya produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rauf (2015) mengenai hubungan antara faktor internal dan kelelahan kerja dengan produktivitas kerja pada petugas pemadam kebakaran di dinas pemadam kebakaran kota manado tahun 2015 yaitu terdapat hubungan antara kelelahan dengan Produktivitas Kerja Pada Petugas Pemadam Kebakaran Manado dengan nilai p sebesar 0,013 dan Rasio Prevalens (RP) sebesar 1,857.
Kelelahan merupakan faktor penting dalam menentukan kerentanan terhadap gangguan muskuloskeletal . Gangguan muskuloskeletal, termasuk keseleo dan strain, dianggap salah satu yang paling umum dan dalam jangka panjang dapat menjadi parah dan cacat di antara kecelakaan di tempat kerja. Penyebab gangguan muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan termasuk mengangkat benda berat secara berulang, postur yang canggung, menggunakan tenaga yang kuat dan berulang-ulang, dan bekerja dengan leher dalam posisi tertekuk atau bengkok. Gangguan Muskuloskeletal bukanlah hasil dari peristiwa akut, seperti jatuh, tetapi karena eksposur kronis dari waktu ke waktu.
melakukan perbaikan dan kegiatan ketat lainnya. Namun, ada langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran dan pemadam kebakaran untuk membatasi keseleo dan cedera, seperti kebugaran fisik. Petugas pemadam kebakaran harus terlibat dalam program latihan dan peningkatan gerakan fungsional untuk meningkatkan kapasitas aerobik (NFPA, 2015).
Penelitian menunjukkan bahwa petugas pemadam kebakaran dapat meningkatkan kembali daya tahan ekstensi dan otot inti melalui program pencegahan cedera dengan menekankan durasi panjang, pengulangan yang tinggi, dan intensitas exercise yang rendah. Untuk kegiatan pelayanan medis darurat yang memerlukan petugas pemadam kebakaran untuk mengangkat dan membawa pasien, beban muskuloskeletal dapat dikurangi melalui perubahan rekayasa yang memungkinkan untuk transfer secara lateral dan transfer dari pososi tidur ke kursi (NFPA, 2015)
5. Bahaya Psikososial
Menurut semua informan ketika petugas sampai di lokasi kebakaran informan mengaku harus mengahadapi emosi masyarakat yaitu caci maki yang di lontarkan. tekanan yang muncul ketika mereka harus menghadapi kecewaan masyarakat ketika terlambat datang dan kurangnya penghargaan dan pujian lingkungan ini salah satu penyebab stress kerja yang dapat dialami individu. Belum lagi kondisi yang harus mereka hadapi saat memadamkan api sebagai saat-saat kritis yang dapat mempertaruhkan nyawa mereka sendiri. Pekerjaan yang dapat memberikan ancaman terhadap kecelakaan dan kematian merupakan salah satu bentuk dari sumber stress kerja. Resiko ini lah yang juga menyebabkan pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran menempati posisi kedua dari sepuluh pekerjaan yang paling stressful berdasarkan Job Rated Study di Amerika oleh carreecast.com (Dewi, 2013).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Bahaya Pekerjaan pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan terhadap anggota regu sebagai sumber informasi, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Bahaya yang dihadapi petugas pemadam kebakaran dibagi menjadi beberapa kategori bahaya. Beberapa bahaya tersebut antara lain:
1. Bahaya kecelakaan dari pekerjaan mereka sebagian besar terjadi pada saat mereka diperjalanan yaitu kecelakaan lalu lintas.
2. Bahaya fisik meliputi tertusuk paku, kaca dan benda tajam lainnya ,kesetrum, runtuhnya bangunan yang terbakar seperti dinding, langit-langit atau lantai, terpapar panas, terkena nozzle dan adu fisik dengan warga seperti di lempar batu, botol dsb,
3. Bahaya kimia antara lain paparan asap dan bahan kimia disekitar lokasi kebakaran yang menghasilkan gas-gas beracun. Bahaya yang paling banyak dialami petugas adalah terkena paparan asap hasil pembakaran.
5. Bahaya ergonomic yang dihadapi petugas pemadam kebakaran yaitu kelelahan akibat mengangkat beban dan terpapar panas selama melakukan pemadaman kebakaran atau operasi penyelamatan
6. Bahaya psikososial yang dihadapi petugas pemadam kebakaran yaitu stress disebabkan adanya tekanan yang muncul ketika harus menghadapi kecewaan masyarakat ketika terlambat datang dan kurangnya penghargaan dan pujian setiap menjalankan tugasnya selain itu kondisi saat-saat kritis yang dapat mempertaruhkan nyawa mereka sendiri.
6.2. Saran
Bagi petugas pemadam
1. Petugas pemadam diharapkan untuk mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) pada saat melakukan pekerjaan.
2. Petugas diharapkan selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) ketika bertugas memadamkan kebakaran untuk mencegah atau meminimalkan bahaya yang tidak diinginkan.
Bagi DP2K Kota Medan
diharapkan selalu menggunakan APD ketika bertugas memadamkan kebakaran untuk meminimalkan risiko yang tidak diinginkan.