• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kerusakan kulit akan memicu peristiwa perbaikan (homeostasis) sesuai struktur dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kerusakan kulit akan memicu peristiwa perbaikan (homeostasis) sesuai struktur dan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka

Luka/ kerusakan kulit didefinisikan sebagai gangguan integritas kulit, yang terjadi mulai dari mukosa membran hingga jaringan organ (Kujath et al., 2008).

Kerusakan kulit akan memicu peristiwa perbaikan (homeostasis) sesuai struktur dan fungsi secara normal (Tortora et al., 2016).

2.1.1 Anatomi kulit

Kulit atau yang biasa dikenal dengan membrane cutaneus merupakan struktur yang menutupi permukaan tubuh bagian luar, dan merupakan organ tubuh terbesar (Tortora et al., 2016). Kulit pada orang dewasa memiliki berat 3,6 kg dengan luas 2 m2 (Gilaberte et al., 2016). Kulit terdiri dari 3 lapisan yakni epidermis (stratum basalis, stratum granulosum, stratum lucidum, dan stratum corneum), dermis (lapisan papiler dan lapisan retikuler), dan hipodermis (Yousef et al., 2020).

2.1.1.1 Lapisan epidermis

Epidermis adalah lapisan paling luar dari kulit yang terdiri dari sel epitel berlapis pipih dengan lapisan tanduk. Pada lapisan ini hanya terdiri oleh jaringan epitel dan tidak memiliki pembuluh darah maupun pembuluh limfe. Oleh karena itu, nutrisi dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis (Kalangi, 2014). Sebagian besar bagian tubuh memiliki empat lapisan, tetapi tubuh yang memiliki kulit tebal mempunyai lima lapisan yakni : stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basalis (Lawton, 2019).

(2)

(Lawton, 2019)

Gambar 2.1 Lapisan epidermis dan dermis kulit 1. Stratum korneum/lapisan tanduk

Lapisan stratum korneum dibentuk oleh korneosit yang merupakan sel-sel mati yang dihubungkan oleh korneodesmosom (Gilaberte et al., 2016). Lapisan ini terdiri dari banyak lapisan sel-sel mati, pipih tidak berinti serta memiliki keratin (zat tanduk) sebagai sitoplasma nya (Kalangi, 2014).

2. Stratum lusidum

Stratum lusidum adalah lapisan yang dibentuk oleh 2-3 sel epitel pipih yang tembus cahaya dan bersifat eosinofilik. Lapisan ini tidak memiliki inti maupun organel pada setiap sel-sel lapisan, akan tetapi memliki sedikit dermosom.

(Kalangi, 2014).

(3)

3. Stratum granulosum

Stratum granulosum adalah lapisan epidermis paling superfisial yang memiliki sel-sel hidup (Gilaberte et al., 2016). Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel epitel pipih yang mengandung granula basofil/granula keratohialin (Kalangi, 2014).

4. Stratum spinosum

Stratum spinosum atau yang biasa disebut dengan prickle cell layer terdiri dari beberapa lapis sel yang berukuran besar, berbentuk polygonal, dengan inti lonjong dan sitoplasma berwarna biru (Kalangi, 2014).

5. Stratum basalis

Stratum basalis atau stratum germinativum adalah lapisan epidermis paling profundus yang tersusun di atas membrane basalis dan melekat pada dermis dibawahnya. Pada lapisan ini terdapat sel-sel kuboid atau silindris, yang memiliki inti besar jika dibanding ukuran sel dan sitoplasma basofilik. Selain itu, terdapat sel epidermis melanosit yang berfungsi sebagai penahan radiasi ultraviolet berbahaya (Kalangi, 2014).

2.1.1.2 Lapisan dermis

Dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang lebih tebal dibandingkan epidermis (1-5mm). Lapisan ini terletak diantara membran basalis dan lapisan subkutan, dan berfungsi untuk proteksi, bantalan dari cedera mekanis, nutrisi pada lapisan epidermis, dan berperan penting dalam penyembuhan luka (Lawton, 2019).

Dermis terdiri dari sebagian besar kulit yang memberikan kelenturan dan elastisitas,

(4)

sehingga dapat melindungi tubuh dari cedera mekanis, mengikat air, membantu pengaturan suhu dan termasuk reseptor rangsangan sensorik (Kolarsick et al., 2011). Lapisan dermis terbagi menjadi 2 bagian yakni stratum papilare dan stratum retikulare (Yousef et al., 2017).

(Shimizu, 2000)

Gambar 2.2 Lapisan dermis dan hipodermis 1. Stratum papilare

Lapisan paling luar, lebih tipis dan tersusun atas jaringan ikat longgar yang berhubungan dengan epidermis (Yousef et al., 2017).

2. Stratum retikuler

Lapisan setelah stratum papilare, lebih tebal, kurang seluler dan terdiri dari jaringan ikat padat/ kolagen (Yousef et al., 2017).

(5)

2.1.1.3 Lapisan Hipodermis

Hipodermis adalah lapisan subkutan dibawah retikularis dermis, terdiri dari jaringan ikat longgar dengan serat kolagen halus dan sejajar dengan permukaan kulit. Pada daerah tertentu seperti punggung tangan akan memungkinkan Gerakan kulit diatas struktur dibawahnya (Kalangi, 2014).

2.1.2 Klasifikasi luka

Luka dapat diklasifikasikan sebagai luka akut atau kronik, namun belum ada yang mendefinisikan secara lebih jelas terkait keduanya (Spear, 2013).

2.1.2.1 Luka akut

Luka akut adalah cedera pada jaringan yang dapat sembuh kembali, terjadi proses homeostasis, ditandai dengan 4 fase yakni hemostasis, proliferasi, inflamasi dan remodeling (Spear, 2013). Luka akut dapat dibagi menjadi dua yakni ;

a. Luka Insisi

Luka insisi adalah luka yang diakibatkan oleh benda berujung tajam, ukuran lukanya lebih panjang dibandingkan kedalamannya.

b. Luka Eksisi

Menurut Martin & Wysocki (2008) luka eksisi adalah adalah hilangnya volume yang signifikan pada jaringan sehingga membuat ruangan yang kehilangan jaringan akan diisi oleh material-material dari penyembuhan luka. Luka eksisi digunakan

(6)

untuk dapat mengetahui evaluasi ukuran luka. Luka dengan menggunakan model eksisi banyak digunakan dalam penyembuhan luka pada tikus (Chen et al., 2015).

2.1.2.2 Luka kronik

Luka kronik adalah luka dengan proses penyembuhan yang membutuhkan waktu yang lama, hal ini dikarenakan akan mengalami pemanjangan tahap inflamasi. Pemanjangan fase inflamasi disebabkan oleh infiltrasi neutrofil yang melimpah. Luka kronik disebabkan karena banyak sekali etiologi akan tetapi memilki karakteristik yang sama yakni, peningkatan kadar sitokin, MMPs, dan aktivitas seluler yang berkembang menjadi luka kronik (Spear, 2013).

5.1.1. 2.1.3 Proses Penyembuhan luka

Menurut Thiruvoth et al. (2015) penyembuhan luka yang disebabkan oleh cedera jaringan, terdiri dari 4 tahap yakni : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling.

(Thiruvoth et al., 2015)

Gambar 2.3

Tahapan penyembuhan luka akut

(7)

1. Fase hemostasis

Setelah terjadinya cedera kulit, akan terjadi fase hemostasis yang ditandai dengan terbukanya lapisan subendotel. Selain itu, kolagen dan faktor jaringan juga akan mengaktifkan agregasi platelet untuk menghasilkan degranulasi dan melepaskan kemokin (faktor kemotaktik) & faktor pertumbuhan/growth factor untuk membantu proses pembekuan (Wang et al., 2018).

(Magnus, 2016)

Gambar 2.4

Gambaran fase hemostasis

2. Fase inflamasi

Fase inflamasi dimulai dengan munculnya neutrofil pada lokasi luka, untuk membersihkan daerah luka dari kotoran dan bakteri sehingga terdapat lingkungan yang baik untuk penyembuhan luka (Wang et al., 2018) . Neutrofil akan muncul dan jumlahnya akan mencapai puncak pada 24-48 jam pasca terjadinya cedera.

Berbagai mediator inflamasi seperti prostaglandin, interleukin-1 (IL-1) , tumor necrotizing factor (TNF)-α, TGF-β, platelet faktor-4, dan produk degradasi bakteri

(8)

lipopolisakarida (LPS) yang akan menarik sel neutrofil sehingga mampu menginfiltrasi matriks fibrin dan mengakibatkan terjadinya migrasi neutrofil ke luka (Magnus, 2016).

Selain itu, terjadi aktivasi makrofag yang dipicu oleh pelepasan faktor platelet.

Makrofag yang teraktivasi akan melepaskan sitosin untuk memediasi proses angiogenesis, sintesis matriks ekstraseluler, dan fibroplasia. Makrofag akan memproduksi berbagai growth factor yang dibutuhkan dalam produksi matriks ekstraseluler oleh fibroblas dan pembentukan neovaskularisasi. Selain itu, munculnya makrofag akan diikuti oleh hadirnya limfosit, yang akan membantu proses penyembuhan secara normal (Magnus, 2016).

(Magnus, 2016)

Gambar 2.5 Gambaran fase inflamasi

(9)

3. Fase proliferasi

Fase proliferasi merupakan akhir dari fase inflamasi hingga hari ke 14 setelah terjadinya luka (Gonzalez et al., 2016). Fase ini ditandai dengan terjadinya migrasi fibroblas dan deposisi matriks ekstraseluler yang baru disintesis. Deposisi matriks ekstraseluler akan membuat terjadinya penggantian jaringan sementara yang terdiri dari fibrin dan fibronektin, hal ini ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi pada luka (Velnar et al., 2009).

Setelah terjadinya cedera, fibroblast dan myofibroblast akan mengelilingi jaringan. Kemudian akan bermigrasi ke dalam luka dengan bantuan faktor TGF- β dan PDGF yang telah disintesis oleh sel inflamasi dan platelet (Velnar et al., 2009).

Fibroblast yang diproduksi oleh sel mesenkim akan pertama kali terlihat pada hari ketiga dan mencapai puncak pada hari ke tujuh (Magnus, 2016). Fibroblas akan memproduksi mukopolisakarida, asam amino glisin, dan prolin sebagai bahan dasar pembentukan kolagen (De Jong , 2017).

Kolagen merupakan komponen penting dari semua fase penyembuhan luka khususnya pada fase proliferasi dan remodeling sebagai kekuatan dan integritas jaringan (Velnar et al., 2009). Kolagen ini akan terdeteksi pada hari ketiga pasca cedera kemudian akan meningkat secara bertahap hingga kurang lebih 3 minggu, dan akan terakumulasi dengan kecepatan yang lebih hingga 3 bulan pasca cedera (Magnus, 2016). Kolagen akan dibentuk dan dihancurkan kembali untuk membantu tegangan luka yang mengerut. Sifat tersebut merupakan sifat kontraktil

(10)

fibroblast yang akan menyebabkan tarikan pada bagian tepi luka dengan kekuatan mencapai 25 % dan akan terus bertambah pada proses remodeling (De Jong , 2017).

Pada fase proliferasi, akan dipenuhi oleh sel inflamasi, fibroblast, kolagen dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) (De Jong , 2017). Angiogenesis akan terjadi melalui kombinasi dari 2 mekanisme yakni proliferasi dan migrasi sehingga akan terbentuk sel endotel yang baru (Magnus, 2016). Sel epitel luka pada beberapa jam pasca cedera akan mulai bermigrasi dan akan membentuk lapisan sel basal pada luka disertasi dengan peningkatan aktivitas mitosis sel epitel di sekitar tepi luka. Proses ini akan berhenti apabila lapisan sel epitel basal akan saling menyentuh dan menutup. Dengan menutupnya lapisan ini akan berhentinya proses proliferasi (Velnar et al., 2009).

(Magnus, 2016)

Gambar 2.6

Gambaran fase proliferasi

(11)

4. Fase remodeling

Fase remodeling merupakan fase terakhir dari penyembuhan luka, yang dimulai pada minggu kedua/ketiga pasca cedera dan berlangsung selama satu tahun atau lebih. Tujuan dari fase ini adalah untuk mencapai kekuatan tarik maksimum melalui proses reorganisasi, degradasi kolagen dan resintesis matriks ekstraseluler (Gonzalez et al., 2016).

Sintesis dan pemecahan kolagen serta remodeling matriks ekstraseluler berlangsung terus menerus dan akan cenderung seimbang ke kondisi stabil sekitar 3 minggu pasca cedera. Enzim metaloproteinase yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan fibroblas akan bertanggung jawab atas degradasi kolagen (Velnar et al., 2009).

(Magnus, 2016)

Gambar 2.7 Gambaran fase remodeling

(12)

Faktor-faktor penyembuhan luka

Menurut Guo et al. (2017) ada beberapa faktor yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka. Secara umum, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka dikategorikan menjadi 2 yakni lokal dan sistemik. Faktor lokal adalah faktor yang mempengaruhi karakteristik luka, sedangkan faktor sistemik adalah keadaan kesehatan atau penyakit individu secara yang mempengaruhi kemampuan untuk sembuh.

a) Faktor lokal 1. Oksigenasi

Oksigen penting untuk metabolisme sel, khususnya terhadap produksi energi melalui ATP, dan sangat penting untuk hampir semua fase penyembuhan luka.

Oksigen akan mencegah luka dari terjadinya infeksi, menginduksi angiogenesis, meningkatkan diferensiasi keratinosit, migrasi dan reepitelisasi. Kadar oksigen yang optimal sangat penting dalam proses penyembuhan luka. Apabila terjadi hipoksia (kekurangan oksigen) akan merangsang pelepasan growth factor dan faktor angiogenesis, sedangkan kedua faktor tersebut dapat mempertahankan proses penyembuhan (Guo et al., 2010)

2. Infeksi

Infeksi setelah terjadinya luka mengakibatkan mikroorganisme yang biasanya berada di permukaan kulit akan masuk ke jaringan dibawahnya. Salah satu fase yang penting untuk menghancurkan mikroorganisme yang ada disekitar luka adalah inflamasi. Akan tetapi ,dengan tidak adanya dekontaminasi yang efektif inflamasi

(13)

akan mengalami pemanjangan dan dapat mengakibatkan peningkatan berkepanjangan dari sitokin pro-inflamasi berupa IL-1 dan TNF alfa (pemanjangan fase inflamasi). P. aeruginosa dan Stapyhylococcus merupakan bakteri yang berperan penting dalam infeksi bakteri pada luka. Banyak ulkus kronis yang tidak sembuh akibat kedua bakteri ini karena terdapat biofilm yang melindungi dari bakteri (Guo et al., 2010).

b) Faktor sistemik 1. Usia

Banyak penelitian klinis dan hewan pada tingkat seluler dan molekuler telah meneliti perubahan terkait usia dan keterlambatan penyembuhan luka.

Penyembuhan luka yang tertunda pada usia lanjut dikaitkan dengan terjadinya perubahan respon inflamasi, seperti terlambatnya infiltrasi sel T ke area luka dengan perubahan produksi kemokin dan fagosit makrofag. Selain itu, penelitian pada tikus tua yang dibandingkan dengan tikus muda terjadi reepitelisasi, sintesis kolagen dan angiogenesis yang tertunda (Guo et al., 2010).

2. Hormon seks

Hormon seks berperan penting dalam penyembuhan luka, dan berkaitan dengan usia. Pada penelitian yang membandingkan wanita dan pria usia lanjut telah terbukti dapat memperlambat penyembuhan luka akut. Hal ini dijelaskan bahwa estrogen pada wanita (estrone & 17β-estradiol), androgen pada pria (testosterone and 5α- dihydrotestosterone, DHT), dan prekursor steroid dehydropiandrosterone (DHEA) memiliki efek signifikan terhadap proses penyembuhan luka. Estrogen akan

(14)

mempengaruhi gen yang berhubungan dengan regenerasi, produksi matriks, penghambatan protease, dan menghambat gen yang terkait dengan proses inflamasi (Guo et al., 2010).

3. Obat-obatan

Banyak obat-obatan yang mengganggu proses penyembuhan luka seperti steroid glukokortikoid, NSAID (Non-steroidal anti-inflammatory), dan obat kemoterapi.

Obat NSAID menunjukkan efek anti proliferasi yang akan mengakibatkan penurunan jumlah fibroblas, kontraksi luka yang berkurang dan epitelisasi yang tertunda. Pada obat gluokokortikoid akan menghambat produksi HIF (hypoxia- inducible factor-1) yang merupakan kunci dari faktor transkripsi dari penyembuhan luka (Guo et al., 2010).

4. Stres

Penelitian pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa stress psikologis dapat menyebabkan keterlambatan dalam penyembuhan luka. Keterlambatan yang terjadi diakibatkan karena terjadi pelepasan hormon dari kelenjar hipofisis dan adrenal berupa, adrenokortikotropik, kortisol & prolaktin, dan katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Selain itu, stres juga akan akan menghambat keluarnya IL-1 alfa dan IL-8 di tempat terjadinya luka, sehingga akan menghambat proses penyembuhan luka pada fase inflamasi (Guo et al., 2010).

(15)

5. Obesitas

Obesitas berperan penting sebagai faktor dalam penyembuhan luka karena dapat menyebabkan gangguan respon imun. Pada orang diabetes memiliki jaringan adiposa yang berlebih, jaringan adiposa akan mengeluarkan berbagai zat bioaktif yang disebut adipokin. Adipokin memiliki dampak besar pada respon imun dan inflamasi (Guo et al., 2010).

6. Nutrisi

Nutrisi adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi penyembuhan luka.

Keadaan malnutrisi/kekurangan nutrisi akan mengganggu proses penyembuhan luka, apalagi pasien dengan luka kronis akan membutuhkan nutrisi khusus (Guo et al., 2010). Beberapa nutrisi yang penting dalam proses penyembuhan luka antara

lain : karbohidrat yang berfungsi untuk migrasi fibroblas pada fase proliferasi, protein yang berfungsi untuk mempengaruhi proses kekebalan tubuh, dan juga mikronutrien lain yang penting untuk proses inflamasi dan sintesis kolagen (Barchitta et al., 2019).

7. Diabetes

Pasien diabetes akan mengalami gangguan dalam penyembuhan luka akut. Luka pada kondisi diabetes akan melibatkan beberapa mekanisme patofisiologi yang kompleks, Salah satu patofisiologinya adalah hiperglikemia, kondisi ini akan memperlama stress oksidatif ketika produksi ROS. Selain itu, pembentukan glycation end-products dan kondisi hiperglikemia berdasarkan penelitian pada tikus akan mengganggu penyembuhan luka (Guo et al., 2010).

(16)

2.2 Pengaruh hiperglikemik terhadap luka

Hiperglikemik pada luka yang lama akan menyebabkan chronicization kondisi inflamasi, gangguan proses angiogenik, pengurangan sel progenitor endotel, dan ketidakseimbangan regulasi dari matriks ekstraseluler. Hiperglikemik akan mempengaruhi stabilitas dan aktivasi HIF-1 alfa sehingga mengakibatkan gen target HIF-1 alfa seperti VEGF. Makrofag yang merupakan sumber utama dari VEGF akana mengalami gangguan aktivitas fagositosis dan perubahan fenotipe sehingga mengalami kegagalan perbaikan jaringan (Spampinato et al., 2020).

(Lombardi et al., 2019)

Gambar 2.8

Patofisiologi perbandingan luka yang sembuh dan luka yang tidak sembuh 2.3 Tanaman Pepaya (Carica papaya)

2.3.1 Taksonomi

Taksonomi pada tanaman Carica papaya dibagi menjadi berikut :

Domain : Flowering plant

(17)

Subkingdom : Tracheobionta Class : Magnoliopsida Subclass : Dilleniidae Superdivision : Spermatophyta Phylum : Streptophyta Order : Brassicales Family : Caricaceae Genus : Carica

Botanical Name : Carica papaya (Yogiraj et al., 2014) 2.3.2 Morfologi

Pepaya biasanya merupakan tanaman herbal raksasa bertangkai tunggal, semi- kayu dengan pertumbuhan yang cepat dan tidak pasti (1-3 m selama tahun pertama).

Tanaman dapat mencapai hingga 10 m, meskipun di bawah ketinggian budidaya modern jarang melebihi 5–6 m. Kadang-kadang, pertumbuhan vegetatif yang kuat dapat menyebabkan tunas ketiak putus dan bercabang di bagian bawah tanaman, yang jarang melebihi beberapa sentimeter (Ming et al., 2014). Pertumbuhan tanaman pepaya sangat cepat, membutuhkan waktu 3–8 bulan dari perkecambahan biji hingga berbunga (fase juvenil) dan 9–15 bulan untuk panen. Tanaman bisa hidup hingga 20 tahun; Namun, karena tinggi tanaman yang berlebihan dan kendala patologis, umur komersial kebun pepaya biasanya 2–3 tahun. Tanaman pepaya

(18)

bersifat dioecious atau hermaphroditic, hanya menghasilkan bunga jantan, betina atau biseksual (hermaprodit) (Yogiraj et al., 2014).

(Moore, 2014)

Gambar 2.9 Gambar Bunga Pepaya

Persebaran : Tanaman pepaya berasal dari Meksiko selatan dan bagian utara Amerika Selatan, kemudian menyebar ke benua Afrika dan Asia serta India. Dari negara India kemudian menyebar ke negara tropis, termasuk Indonesia di abad ke- 17 (Kalie, 2008).

Tanaman pepaya dapat dijadikan sebagai ekstrak dalam membantu penyembuhan luka. Adapun beberapa aktivitas penyembuhan luka oleh ekstrak pepaya:

Tabel 2.1 Penelitian pada Carica papaya terhadap penyembuhan luka

Bagian dari tanaman Ekstrak Hasil

Benih/Biji Etanol

Penelitian menggunakan model hewan in vitro didapatkan ekstrak etanol secara signifikan dapat mengurangi area luka sebesar 88,96%.

Pohon

Lateks kering menggunakan basis hidrogel

Penelitian menggunakan model hewan in vitro didapatkan adanya peningkatan hidrosiporin dan juga kontraksi luka yang signifikan setelah diberikan aplikasi hidrogel.

(19)

Daun Ekstrak berair

Penelitian menggunakan model hewan invitro didapatkan dapat menurunkan kadar MDA sebesar 0,031 mol/liter.

Buah menth Ekstrak

selenium

Penelitian dengan menggunakan model hewan invitri didapatkan bahwa ekstrak pepaya saja atau dengan selenium dapat menungkatkan penutupan luka.

(Kong et al., 2021)

Dari tabel 2.1 menjelaskan bahwasanya tanaman pepaya dapat digunakan dalam penyembuhan luka. Akan tetapi, belum ada yang meneliti terkait bunga pepaya dapat digunakan sebagai ekstrak yang memilki aktivitas dalam penyembuhan pepaya.

2.3.3 Kandungan ekstrak bunga pepaya

Bunga pepaya merupakan salah satu bagian dari tanaman pepaya dan paling sedikit dilakukan penelitian, tetapi pada bunga pepaya ini memiliki kandungan flavonoid, tanin, steroid, karbohidrat, dan juga alkaloid (Iman et al., 2018) .

Tabel 2.2 Zat fitokimia ekstrak etanol bunga pepaya

No Skrinning Hasil

1 Saponin +

2 Alkaloid +

3 Flavonoid +

4 Tanin +

5 Terpenoid +

6 Steroid +

(Wahyuni et al., 2018) 1. Alkaloid

Alkaloid mengandung atom nitrogen heterosiklik, bersifat basa yang membentuk garam dengan asam. Hampir semua alkaloid memiliki rasa yang pahit

(20)

(Selvakumar et al., 2018). Senyawa alkaloid memiliki sifat farmakologis dan kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga sering digunakan dalam bidang pengobatan (Mukhaimin et al., 2018). Mekanisme kerja alkaloid sebagai antiinflamasi adalah dengan menekan histamin dan menghambat produksi sitokin IL-1 pada platelet (Luliana et al., 2017). Selain itu, apabila dikombinasi dengan terpenoid alkaloid dapat digunakan sebagai aktivitas antimikroba yang membantu proses reepitelisasi jaringan (Cahyani et al., 2018).

2. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang ada pada tanaman vaskular sebagai aglikon, glikosida, dan turunan methylate (Selvakumar et al., 2018). Flavonoid bersifat antiskorbut yang berfungsi untuk melindungi asam askorbat dan oksidasi sehingga sintesis kolagen dapat berjalan baik. Flavonoid memiliki gugus hidroksil yang dapat berikatan dengan enzim lipoksigenase sehingga dapat menghambat pembentukan leukotrien dan hidroksi asam lemak. jalur lipooksigenase dan siklooksigenase. Flavonoid memiliki kemampuan dalam menghambat pelepasan asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil, sel endotelial yang akan menghambat fase proliferasi dan fase eksudasi dari proses inflamasi (Wijonarko, 2016). Selain itu, flavonoid merupakan senyawa yang dapat membantu proses inflamasi, dengan cara menghambat produksi proinflamasi sitokin sepert IL- 1 beta, IL-2, IL 3, IFN-gamma, TNF-alpha, dan kemokin pada setiap sel (Soleha et al., 2016).

(21)

3. Saponin

Saponin merupakan senyawa fenol yang berfungsi sebagai pembentukan kolagen yang memiliki peranan dalam proses penyembuhan luka. Mekanisme kerjanya adalah dengan menstimulasi pembentukan kolagen tipe 1 yang akan berperan pada penutupan luka dan meningkatkan epitelisasi jaringan. Selain dapat meningkatkan sintesis kolagen dalam fibroblas kulit saponin juga akan mendorong sintesis ulang matriks ekstraseluler di lokasi luka. Sehingga membuat luka semakin menjadi cepat sembuh (Y. S. Kim et al., 2011).

Saponin digunakan sebagai antiseptik untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang sering muncul pada luka. Saponin dapat meningkatkan permeabilitas membrane sel bakteri sehingga dapat terjadi hemolysisi sel. Selain itu, saponin dapat mempercepat fase inflamasi dengan cara merangsang stimulasi limfosit T sehingga makrofag akan teraktivasi untuk pertahanan terhadap infeksi (Poernomo et al., 2019).

2.4 Tikus Putih 2.4.1 Taksonomi

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia Subclass : Theria

(22)

Infraclass : Eutheria Order : Rodentia Suborder : Myomorpha Family : Muridae Superfamily : Muroidea Subfamily : Murinae Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus (Hedrich, 2019) 2.4.2 Tikus Rattus norvegicus strain wistar jantan

Tikus paling sering digunakan sebagai spesimen untuk diseksi mamalia karena memiliki bentuk tubuh mamalia yang khas. Anatomi dari tikus hampir sama dengan apa yang dipelajari dengan manusia. Selain itu tikus dapat diperoleh dengan mudah dari toko hewan peliharaan, perusahaan pemasok biologi atau perusahaan farmasi (Molnar et al., 2016)

Tikus (Rattus norvegicus strain wistar) adalah hewan peliharaan umum dan dianggap hewan peliharaan yang bau karena ukurannya yang lebih besar dan sifatnya yang tenang. Tikus jenis ini adalah paling populer di pasar hewan peliharaan dalam varietas warna putih, di mana warna bulu hanya ada di atas kepala dan bahu.

(23)

(Molnar & Kriska, 2016)

Gambar 2.10

Tikus Wistar (Rattus Norvergicus) Jantan

Pemilihan jenis tikus ini memiliki keuntungan diantaranya memiliki perkembangbiakan yang cepat, memiliki bentuk dan ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan mencit dan mudah dipelihara dalam jumlah banyak. Pada tikus jantan berat badan sekitar 250-450 gram, sedangkan tikus betina memiliki berat badan sekitar 250-300 gram (Wolfensohn et al., 2003).

Tabel 2.3 Data Fisiologis (rattus novergicus strain wistar)

No. Nilai Fisiologis Kadar

1 Berat badan(g) Male 450-520 Betina 250-300

2 Kebutuhan makan 5-10/100 g Berat badan 3 Kebutuhan minum 10ml/100 g Berat Badan 4 Jangka hidup (tahun) 3 sampai 4

5 Suhu rectal 36-40 derajat celcius

6 Heart rate 250-450 rate/min

7 Tekanan darah (mmHg) Sistole 84-134 Diastole 60

8 Glukosa 50-135 mg/dl

9 Kolesterol 40-130 mg/dl

(Wolfensohn et al., 2003)

(24)

2.5 Aloksan

Aloksan atau nama kimia Oxygenated pyrimidine derivative barbituric acid derivative (5- ketobarbituric acid ) adalah salah satu zat kimia yang dipakai dalam

menginduksi binatang percobaan seperti tikus menjadi kondisi hiperglikemia selain streptozotocin (Lenzen, 2008). DM yang diakibatkan oleh induksi aloksan adalah bentuk DM yang memiliki ketergantungan pada insulin. Aloksan telah berhasil diinduksi pada berbagai spesies hewan diantaranya kelinci, tikus, monyet, kucing dan anjing (Ighodaro et al , 2017). Mekanisme kerja dari aloksan adalah selektif terhadap sel beta pankreas, sel beta sendiri akan menghasilkan insulin. Apabila aloksan terakumulasi akan dibawa melalui glukosa transporter yang biasa disebut GLUT-2, sehingga dapat bereaksi dengan cara merusak substansi esensial di dalam sel beta pankreas. Akibatnya, granula-granula yang menjadi pembawa insulin didalam sel beta pankreas akan berkurang (Widyasti et al., 2019). Perkembangan diabetes menyebabkan stres oksidatif yang meliputi stimulasi peroksidasi lipid, glikasi (glikosilasi non enzimatik) protein dan penghambatan enzim antioksidan (Zin et al., 2017).

(Ighodaro et al, 2017)

Gambar 2.11 Mekanisme kerja aloxan

Referensi

Dokumen terkait

Madrasah Banat adalah sekolah yang diperuntukkan bagi pengajaran khusus anak-anak perempuan, Madrasah Banat NU didirikan selain didorong oleh ketentuan fiqh,

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas kasih, rahmat, karunia dan tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi Aktivitas Komunitas Gemsolover Dalam

Runggun Gereja ras kerina ngawan ni perpulungen ngataken Selamat Ulang Tahun man anggota perpulungen si berulang tahun ketubuhen ras ulang tahun perjabun ibas tanggal 09

lengkap. Informasi tentang penyelesaian paspor akan disampaikan melalui e-mail. Pengajuan permohonan paspor hanya dapat diproses jika pembayaran dan penyerahan dokumen

1) Perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan alat tangkap cantrang berturut – turut adalah 51% dan 49%. Total hasil tangkapan pada penelititan

1 Kestabilan nilai rupiah antara lain merupakan kestabilan terhadap harga- harga barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi.Untuk mencapai tujuan tersebut,

Sulfur merupakan senya/a yang seara alami terkandung dalam minyak umi atau gas, namun keeradaannya tidak dinginkan karena dapat menyeakan eragai masalah, termasuk di

Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pendapatan dalam hal ini pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari