KAPASITAS SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DALAM INSTRUMEN
HUKUM PUBLIK DAN PERDATA
DALAM PENYEDIAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DALAM KONTRAK KERJA
FARMING DI NEW ZEALAND
Ida Bagus Erwin Ranawijaya, SH, MH.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
• Pertanian merupakan sektor ekonomi paling besar di New Zealand, menyumbangkan sekitar 2/3
pendapatan negara dari sektor ekspor barang (2006-2007). Nilai ekspor sektor pertanian pada akhir Maret 2002 adalah 14.8 milyar dolar New Zealand, yang menunjukan bahwa sektor ini merupakan sektor andalan sumber pendapatan negara
• Luas lahan pertanian dan besaran produksi pertanian New Zealand membutuhkan tenaga kerja, baik untuk kepentingan melakukan penanaman, pemeliharaan, dan panen. Sebagian tenaga kerja pemanen di daerah Otago dihadirkan dari Indonesia.
• Tenaga Kerja Indonesia ini merupakan tenaga kerja yang rendah pendidikan dan tidak berbahasa Inggris.
Kehadiran mereka difasilitasi oleh berbagai agen penyalur tenaga kerja dengan sistem pengikatan
hubungan kerja berdasarkan kontrak standar yang seringkali mengabaikan hak pekerja untuk melakukan tawar menawar.
• Posisi mereka sebagai tenaga kerja yang memerlukan pekerjaan dan dengan bayangan imbalan upah yang cukup besar, membuat para tenaga kerja itu kurang menggunakan hak mereka ntuk melakukan tawar menawar dalam menyusun kontrak kerja.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
• Pertanian merupakan sektor ekonomi paling besar di New Zealand, menyumbangkan sekitar 2/3
pendapatan negara dari sektor ekspor barang (2006-2007). Nilai ekspor sektor pertanian pada akhir Maret 2002 adalah 14.8 milyar dolar New Zealand, yang menunjukan bahwa sektor ini merupakan sektor andalan sumber pendapatan negara
• Luas lahan pertanian dan besaran produksi pertanian New Zealand membutuhkan tenaga kerja, baik untuk kepentingan melakukan penanaman, pemeliharaan, dan panen. Sebagian tenaga kerja pemanen di daerah Otago dihadirkan dari Indonesia.
• Tenaga Kerja Indonesia ini merupakan tenaga kerja yang rendah pendidikan dan tidak berbahasa Inggris.
Kehadiran mereka difasilitasi oleh berbagai agen penyalur tenaga kerja dengan sistem pengikatan
hubungan kerja berdasarkan kontrak standar yang seringkali mengabaikan hak pekerja untuk melakukan tawar menawar.
• Posisi mereka sebagai tenaga kerja yang memerlukan pekerjaan dan dengan bayangan imbalan upah yang cukup besar, membuat para tenaga kerja itu kurang menggunakan hak mereka ntuk melakukan tawar menawar dalam menyusun kontrak kerja.
BAB I PENDAHULUAN
• Keadaan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang keterlindungan hak-hak tenaga kerja baik
berdasarkan instrumen hukum publik dan perdata, baik menurut hukum public dan perdata di Indonesia maupun hukum public dan perdata di New Zealand.
• Seluruh tenaga kerja yang bekerja di Otago menandatangani kontrak standar yang telah dipersiapkan oleh perusahaan-perusahaan pertanian. Cara pengikatan demikian ini melahirkan pertanyaan tentang seberapa memadai instrumen hukum publik dan hukum perdata di masing-masing negara
menyediakan skim perlindungan hukum dan seberapa memadai kontrak kerja yang dibuat oleh para pekerja dengan perusahaan-perusahaan tersebut menyerap skim perlindungan hukum itu di dalam kontrak kerja yang dibuat para pihak.
• Pertanyaan ini perlu dijawab secara konstruktif untuk memperoleh gambaran tentang jaminan
perlindungan hukum yang tersedia bagi para pihak, atau dalam memberikan inspirasi tentang kebutuhan perlindungan hukum, termasuk materi perjanjian dan prosedur penyelesaian sengketa yang diperlukan dalam pengikatan hubungan kerja semacam itu.
BAB I PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah karakteristik pekerjaan dan hubungan kerja antara TKI dengan perusahaan farming dalam kontrak kerja farming di New Zealand?
2. Apakah skim perlindungan hukum di dalam instrumen hukum publik dan hukum perdata di Indonesia dan New Zealand memadai dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap TKI dalam kontrak kerja farming di New Zealand?
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
• TEORI HUKUM DENGAN ORIENTASI KEBIJAKAN
• Myers S. McDougal dan Harold D. Laswell, guru besar Yale University
• Pendekatan terhadap penelitian hukum dengan orientasi kebijakan, mencakup:
• Pembedaan secara cermat antara pengamat dengan perumus kebijakan
• Proses komunitas sebagai konteks kebijakan
• Nilai sebagai kandungan kebijakan dan dampak kebijakan terhadap nilai anutan komunitas atau masyarakat
• Proses nilai sebagai konteks kebijakan
• Korelasi proses kekuasaan dengan model analisis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
• Arief Safriyanto meneliti tentang perlindungan hukum terhadap TKI bermasalah asal Kalimantan Barat yang bekerja di Malaysia. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif sosiologis. Dalam kesimpulan, Arief menyatakan bahwa: (1) perlindungan hukum terhadap TKI sudah cukup memadai, dilakukan melalui berbagai bentuk perlindungan, seperti: pembelaan dan pendampingan hukum oleh KBRI; perlindungan oleh Kementerian Luar Negeri; Koordinasi Kementerian Tenaka Kerja dengan
Perwakilan RI di Malaysia; penampungan TKI yang di deportasi oleh Malaysia; menjalin kesepakatan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Malaysia; mengirimkan delegasi DPR RI ke Malaysia; (2) masalah-masalah TKI di Malaysia masih ada disebabkan oleh perilaku TKI; (3) upaya meningkat
perlinudngan hukum terhadap TKI: (a) dalam jangka panjang, memperluas lapangan kerja di Indonesia;
(b) dalam jangka pendek: menindaklanjuti kesepakatan RI-Malaysia; melakukan evaluasi terhadap arus TKI ke Malaysia; mengkaji norma perlindungan hukum untuk revisi sesuai perubahan zaman; meningkatkan peran Atase Ketenagakerjaan dalam meningkatkan perlindungan; pembenahan dan peningkatan peran Kemeterian Luar Negeri RI dalam perlindungan TKI. Arief menyarankan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya dan perbaikan sistem pengupahan di Indonesia, mengikuti standar pengupahan internasional atau ASEAN
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
TUJUAN PENELITIAN Untuk rumusan masalah 1:
a. Mengidentifikasi dan merumuskan karakteristik pekerjaan dan hubungan kerja antara TKI dengan perusahaan farming dalam kontrak kerja farming di New Zealand.
b. Mengidentifikasi dan merumuskan kebutuhan skim perlindungan hukum terhadap TKI dalam hubungan kerja antara TKI dengan perusahaan farming dalam kontrak kerja farming di New Zwaland.
Untuk rumusan masalah 2:
a. Mengidentifikasi dan menganalisis kapasitas skim perlindungan hukum di dalam instrumen hukum publik dan perdata di Indonesia dan New Zealand dalam memberikan perlindungan hukum terhadap TKI dalam kontrak kerja farming antara TKI dengan perusahaan farming di New Zealand.
b. Memformulasikan skim kebijakan hukum perlindungan hukum di dalam instrumen hukum publik dan hukum perdata Indonesia dan New Zealand.
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
MANFAAT PENELITIAN Untuk rumusan masalah 1:
a. Mengetahui secara jelas dan utuh karakteristik pekerjaan dan hubungan kerja antara TKI dengan perusahaan farming dalam kontrak kerja farming di New Zealand sebagai langkah awal dalam merumuskan kebutuhan skim perlindungan hukum.
Untuk rumusan masalah 2:
a. Memperoleh formulasi skim kebijakan perlindungan hukum bagi TKI dalam kontrak
kerja farming baik di dalam instrumen hukum publik dan hukum perdata Indonesia
dan New Zealand.
BAB IV
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum dengan orientasi kebijakan, dikenal juga dengan nama metode penelitian hukum konstruktif atau metode penelitian hukum kontekstual. Metode penelitian ini diperkenalkan oleh Myres S. McDougal, yang mengaktegorikan hukum sebagai wujud kebijakan dan proses hukum sebagai proses kebijakan. Penelitian ini sesungguhnya merupakan penelitian hukum normatif, namun wilayah normatif yang diteliti itu didasarkan pada realitas (context) yang menjadi
pijakan dari kebijakan itu. Penelitian ini mengkorelasikan kebijakan atau hukum yang
berada pada wilayah normatif dengan realitas sebagai landasan perumusan kebijakan
dan menggunakan konteks kebijakan sebagai parameter validitas kebijakan.
BAB IV
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
• Tujuan penelitian hukum dengan orientasi kebijakan adalah memecahkan masalah-masalah konteks kebijakan dengan atau melalui formulasi atau reformulasi kebijakan. Berdasarkan model penelitian ini, maka penelitian hukum dengan orientasi kebijakan diselenggaran dalam tahapan sebagai berikut:
1. Penelitian Tahap 1: analisis karakter obyek (karakteristik kerja dan hubungan kerja TKI-growers), berdasarkan parameter teoritik Teori Hukum dengan Orientasi Kebijakan, menghasilkan karaktersitik kerja dan hubungan kerja (1.a);
2. Penelitian Tahap 2: analisis kebutuhan pemecahan masalah, berdasarkan parameter karakteristik kerja dan hubungan kerja, dikorelasikan dengan kebijakan the existing, menghasilkan rumusan kebutuhan pemecahan masalah (2.a);
3. Penelitian Tahap 3: analisis landasan teoritik, konseptual, dan model formulasi kebijakan, berdasarkan parameter teori, konsep, dan model skim perlindungan hukum, menhasilkan landasan teoritik, konseptual, dan model skim
perlindungan hukum (3.a)
4. Penelitian Tahap 4: analisis dasar kewenangan, berdasarkan parameter norma hukum yang lebih tinggi, menghasilkan rumusan landasan kewenangan (4.a)
5. Penelitian Tahap 5: analisis kaedah perancangan, berdasarkan parameter kaedah perancangan, menghasilkan rumusan skim kebijakan perlindungan hukum terhadap TKI.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Tahapan tersebut dilaksanakan dalam periodesasi sebagai berikut:
• Tahap (1) dilaksanakan pada bulan Mei, dengan melakukan peninjauan lapangan ke kota dan wilayah Otago New Zealand, selama 10 (sepuluh) hari;
• Tahap (2) dilakukan secara gradual dan paralel dengan visitasi lapangan, analisis dilakukan di Otago dan Denpasar pada bulan Mei-Juni.
• Tahap (3) dilakukan di Denpasar pada bulan Juli.
• Tahap (4) dilakukan di Denpasar, pada bulan Juli.
• Tahap (5) dilakukan di Denpasar, pada bulan Agustus.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
KARAKTERISTIK PEKERJAAN DAN HUBUNGAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PERUSAHAAN FARMING DALAM
KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
• Kator Pusat DMS berlokasi di Te Puke Nuw Zealand. Kantor in merupakan bagian dari lokasi
perusahaan pengepakan (packing) buah Kiwi di kota tersebut, karena itu perusahaan ini bernama DMS Pukepack. Perusahaan ini merupakan tempat kerja TKI miskin yang berasal dari Bali. Tempat kerja TKI sangat bersih, teorganisir, dan diatur berdasarkan standar keamanan kerja bagi
perusahaan yang diterbitkan oleh Pemerintah New Zealand. Pada tempat kerja tersedia ruang
istirahat dengan luas yang memadai dilengkapi dengan konsumsi secukupnya dan untuk tambahan, pada tempat tersebut juga terdapat sebuah kantin.
• TKI asal Gitgit buleleng, sudah bekerja dua periode penyaluran. TKI menyatakan bahwa mereka bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku, demikian juga perusahaan dalam mempekerjakan mereka, baik dari segi jam kerja maupun
hubungan hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian yang dibuat diantara mereka.
Perusahaan berlaku professional dan sangat kekeluargaan dalam memberikan peringatan maupun pembinaan. Suarana kerja sangat menyenangkan, cukup
melahkan, tetapi imbangan hak dalam bentuk upah yang diterima dalam jumlah dan
tepat waktu membuat kelelahan itu terasa berimbang dengan hak yang diperoleh.
• TKI menerima upah sebesar NZ $ 13/jam, sesuai dengan posisi mereka di dalam perusahaan. Ada tujuh orang TKI berposisi sebagai supervisor dengan penghasilan NZ$16/jam. Mereka bekerja rata- rata 10 jam/hari dan 6 hari per minggu. Sehingga rata-rata penghasilan mereka per bulan setara dengan Rp 30.000.000 per bulan. Satu sesi kerja mereka adalah 6 bulan, sehingga penghasilan mereka selama 6 bulan berkisar 180 juta. Menurut para pekerja, penghasilan itu sudah bersih, setelah dipotong biaya perumahan, kendaraan, dan konsumsi.
• Tempat tinggal mereka sangat layak. Mereka juga menyediakan sendiri angkutan yang sangat baik bagi diri mereka. Mereka tinggal pada dua blok rumah yang berbeda antara kelompok kerja laki- laki dengan kelompok kerja perempuan. Pada mereka juga ada dua kendaraan Toyota yang sangat baik dan layak. Pada rumah tinggal mereka, tersedia dapur, kamar mandi, ruang makan, ruang tamu, ruang cuci, kamar tidur, dan halaman rumah yang sangat luas, dibandingkan dengan rata-rata
halaman rumah orang Indonesia di Bali.
• Pertemuan dengan para pimpinan DMS dilakukan baik dalam pertemuan formal di Kantor DMS maupun dalam pertemuan informal dalam jamuan makan malam.
• Para pemimpin perusahaan menyatakan bahwa TKI sangat baik dalam melaksanakan pekerjaan, berdisiplin, dan selalu menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Mereka juga berperilaku sangat baik, sehingga perusahaan tidak perlu berurusan dengan hal-hal yang berada di luar kompetensi perusahaan. Mereka sesungguhnya sangat berkeinginan merekrut lebih banyak TKI dari Bali, tetapi kebijakan Pemerintah New Zealand
membatasi DMS untuk merekrut lebih dari 24 orang TKI, karena mereka harus
mengutamakan tenaga kerja yang berasal dari negara-negara Perkesemakmuran
(Common Wealth), yang terdekat misalnya tenaga kerja dari Banuwatu.
KARAKTERISTIK PEKERJAAN DAN HUBUNGAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PERUSAHAAN FARMING DALAM
KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
• Skema penyaluran tenaga TKI miskin yg dilakukan merupakan skema out of box yang
memungkinkan TKI miskin bahkan tidak berpendidikan menikmati kesempatan kerja sama dan pengasilan sama dengan TKI tidak miskin dan berpendidikan.
• Sifat luar biasa dari skema penyaluran ini berkenaan dengan dua hal penting: (a) keikhlasan THHF tidak diwarnai dengan agenda tersembunyi, misalnya keuntungan komersial dari penempatan itu, termasuk antara lain melakukan pemotongan terhadap penghasilan para pekerja; (b) keterlibatan THHF dalam pengelolaan/pemanfaatan penghasilan TKI demi kebaikan TKI dalam memperbaiki kehidupan sosial ekonomi mereka.
• Penempatan TKI miskin dan tidak bependidikan pada perusahaan packing dan ekspor hasil
pertanian di New Zealand sangat potensial mendukung dan mempercepat kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum Dalam Instrumen Hukum Publik New Zealand
1. Immigration Act 2009. 'Immigration Act 2009' (the Act) adalah Sumber Hukum Dasar dalam Hukum Keimigrasian di New Zealand.
• sets out who needs a visa to travel to or stay in New Zealand
• provides for the certification of immigration instructions, and the rules and criteria for the grant of visas
• places responsibilities on people when they first arrive in New Zealand
• provides a legal basis for New Zealand to meet its international responsibilities under the Refugee Convention, the Convention Against Torture, and the International Covenant on Civil and Political Rights
• sets out the requirements that visitors, migrants, students, employers and educators must meet and the information they must give to Immigration New Zealand
• provides the grounds for deportation and creates criminal offences relating to immigration
• establishes the Immigration and Protection Tribunal, an independent tribunal which hears residence appeals, refugee and protection appeals, and appeals against deportation.
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum Dalam Instrumen Hukum Publik New Zealand
2. 'Immigration Amendment Act (No 2) 2015' sebagai ketentuan perubahan terhadap 'Immigration Act 2009'. Perubahan pengaturan berisikan:
•
protect migrant workers from exploitation•
strengthen the immigration compliance regime•
reflect changes in technology•
clarify provisions in the 'Immigration Act 2009'.SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum dalam Instrumen Hukum Perdata New Zealand
• Pemerintah New Zealand melalui Ministry of Business, Innovation and Employment
mengeluarkan sebuah Panduan tentang Minimum Employment Rights And Responsibilities.
Panduan ini mencantunkan “some of the minimum rights and responsibilities that apply by law to employers and employees.”
• Pemerintah New Zealand telah memberikan beberapa substansi pokok isi
perjanjian/kontrak antara pemberi kerja dari pengusaha New Zealand dengan pekerja Migran dari luar negeri, dalam hal ini dari Indonesia.
• Kontrak tersebut termuat dalam website, yang memberikan kesempatan kepada calon pekerja untu mengisi formulir secara online dan dalam bahasa inggris
(https://eab.business.govt.nz/employmentagreementbuilder/)
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum dalam Instrumen Hukum Perdata New Zealand
Formulir Kontrak dalam https://eab.business.govt.nz/employmentagreementbuilder 1. Application
• Position: It is important your new employee knows exactly what they are being hired to do. As well as this employment agreement, they should have been given a full job description during the recruitment process.
This should include where the job is based, and any travel you expect your employee might have to do for work. You should make sure a copy of the job description is kept with the employment agreement .
• Duties : Without a detailed job description, an employee can’t know what they’re expected to do in their role.
During the hiring process you should show the prospective employee a full job description and give them time to consider it. The job description should be attached to the agreement. A job description is also useful as a guide for both the employee and employer during a pay or performance review.
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum dalam Instrumen Hukum Perdata New Zealand 2. Terms.
• Hours of work. All employment agreements must set out when an employee is expected to work or be
available to work. Read the options carefully and choose which one suits your needs. It’s extremely important to get this right. If there’s a disagreement over working hours, or roster and shift changes, the Court or
Employment Relations Authority will place a lot of weight on what’s in this agreement when making a decision.
Use the free text areas to be as accurate as you can about working hours, eg any agreed number of hours, days of work, and start and finish times. Include the business hours you’ll need the employee to be available for work. Remember that travelling for work is considered work time — see also Place of work.
• Shift cancellation. Law changes mean there are rules on what employers must do — and must include in their employee’s employment agreement — when cancelling a shift. Make sure you’re up to date with what this might mean for your business before negotiating with an employee. If you never need to cancel or shorten shifts, then you don't need to include this clause in your agreement. If your business is in an industry where shift cancellations can happen, eg because of the weather — then you must include this in your agreement.
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum dalam Instrumen Hukum Perdata New Zealand 3. Remuneration and Benefits
Payment of wages : How much someone is paid, and how their pay is calculated, is up to the employer and employee to negotiate. However, employees must always earn at least the applicable minimum wage rate. Their earnings can’t be averaged out over a month or a season.
• An employee on an hourly or piece rate must receive the minimum hourly rate.
• An employee paid by the day must receive the minimum daily rate (topped up for any hours over eight).
• An employee paid by the week must receive the minimum weekly rate (topped up for any hours over 40).
• All other employees must receive the minimum fortnightly rate (topped up for any hours over 80).
• Agree how you’re going to pay your new employee — salary, hourly, for every piece or on commission — and fill in the details accurately. In an employment dispute, the decision will be influenced by what’s in this
agreement.
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum dalam Instrumen Hukum Perdata New Zealand 4. Leave
• Public holidays : Pick the right option to tell employees if they might be expected to work on public holidays and, if they do, what they will get in return. Think about whether you open on public holidays, if any shifts could start or finish on a public holiday, and if you might need employees to be on call over public holidays. Be
aware that if you choose the clause saying staff can choose not to work on a public holiday, you can’t make them work.
• Sick leave : After working continuously for an employer for six months, most employees can get at least five paid sick days each year. This is the minimum. Employers are welcome to offer workers more. Many do, giving more days off and/or letting employees take sick leave in advance. Sick leave relies on a good faith
relationship — an employer must be confident an employee is sick, while the employee needs to know they will be supported to get better. If you don’t include this clause, you must still give employees the legal
minimum.
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum dalam Instrumen Hukum Perdata New Zealand 6. Disputes: Resolving employment relationship problems
•
“All complaints from employees must be taken seriously. If an employee comes to you
with a concern, you must listen, investigate the issue and take action if necessary to
resolve it. If you have a problem with an employee — their performance, punctuality or
conduct — you must also handle it promptly, fairly and in good faith. It’s always best to
do all you can to resolve a problem before it worsens.
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum dalam Instrumen Hukum Perdata New Zealand 7. Termination:
• Employee protection provision
“This covers what happens to employees after a business is sold, another company takes over a contract, or workers are moved to a new employer. Employees who are listed in Schedule 1A of the Employment Relations Act have stronger employment protection than others. Sometimes known as vulnerable workers, they generally do cleaning, food catering, laundry, orderly and caretaking work. They usually have the right to choose to be transferred to the new employer, on the same terms and conditions of employment with continuity of service, including their leave and other entitlements. All other employees don’t have the same protection, but employers must still follow a fair process. If their jobs might end, see Restructuring on the Employment New Zealand website for more on what you must do before making a final decision.
SKIM PERLINDUNGAN HUKUM DI DALAM INSTRUMEN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA DAN NEW ZEALAND DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI DALAM KONTRAK KERJA FARMING DI NEW ZEALAND
Skim Perlindungan Hukum Dalam Instrumen Hukum Publik Indonesia
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan International Convention on the Protection of the Rights of All Migrants Workers and Members of Their Families Ratifikasi International Convention on the Protection of the Rights of All Migrants Workers and Members of Their Families atau Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya selanjutnya Konvensi Pekerja Migran dan Keluarga.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri
5. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri