• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, PENELITIAN RELEVAN DAN KERANGKA BERPIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, PENELITIAN RELEVAN DAN KERANGKA BERPIKIR"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, PENELITIAN RELEVAN DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka 1. Masjid

Indonesia negara yang memiliki suku, ras, agama dan budaya yang beragam. Hal ini, disebabkan adanya kekayaan etnis budaya yang berasal dari daerah-daerah di Indonesia dan pengaruh budaya asing yang masuk ke Indonesia.

Agama merupakan salah satu unsur budaya yang masuk ke Indonesia. Ajaran agama yang berasal dari budaya luar Indonesia yang saat ini menjadi agama yang dianut masyarakat Indonesia adalah agama Hindu, Budha, Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik dan Konghucu.

Berdasarkan sejarahnya, agama-agama tersebut dibawa oleh bangsa- bangsa asing yang masuk ke Indonesia. Agama Hindu dan Buddha dibawa oleh orang India yang bermigrasi ke wilayah nusantara. Hindu-Buddha merupakan agama yang dari luar Indonesia yang sudah sejak lama dianut sebagai agama kepercayaan masyarakat nusantara. Oleh sebab itu, budaya masa kerajaan Hindu- Buddha cukup lekat dengan budaya masyarakat nusantara khususnya masyarakat Jawa. Hal ini terlihat dari nilai-nilai Hindu-Buddha yang masih digunakan masyarakat Jawa hingga saat ini. Kejayaan masa kerajaan Hindu-Buddha terlihat dari kemegahan bangunan candi peninggalan masa Hindu-Buddha. Sedangkan agama Kristen Protestan dan Kristen Katholik masuk ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Eropa yang mencari rempah dan menjajah wilayah nusantara, Konghucu dibawa oleh orang-orang Cina yang bermigrasi ke nusantara dan agama Islam yang masuk baik dari jalur pedagang, perkawinan, dan politik yang menyebar luas hingga menjadi agama mayoritas seperti saat ini. Masuknya agama-agama dari luar Indonesia membawa pengaruh pada seni bangunan khususnya pada tempat ibadah pemeluk agama tersebut.

Masuknya kepercayaan baru dari luar Indonesia menambah keberagaman agama di Indonesia. Mulai dari upacara keagamaan hingga tempat ibadah commit to user

(2)

memiliki ciri dan kegunaan masing-masing sesuai ajaran agamanya. Tempat ibadah yang ada di Indonesia meliputi masjid yang merupakan tempat ibadah umat Islam, gereja tempat ibadah agama Kristen, vihara tempat ibadah agama Buddha, klenteng tempat ibadah agama Konghucu dan pura tempat ibadah agama Hindu. Nowak (2001) menjelaskan makna dari ibadah adalah bentuk doa atau sembahyang (religious prayer) dan "khotbah" (preach) keagamaan seperti kebebasan menjalankan ritual keagamaan. Sedangkan hak seseorang dalam melaksanakan ibadah Paul M. Taylor (2005) dalam Aminah dan Parulian S.(2009:5) menjelaskan bahwa hak dalam beribadah yang berkaitan dengan rumah ibadah, tidak semata-mata mengenai mendirikan rumah ibadah (to establish), hak beribadah juga mengenai hak dalam menjalankan atau menjaga rumah ibadah tersebut (to maintain).

Peraturan mengenai pendirian tempat ibadah umat beragama dimuat dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan 9 Tahun 2006 yang memuat tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam memelihara kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah merupakan dasar dalam menentukan perijinan pendirian rumah ibadah.

Pendirian rumah/tempat ibadah umat beragama sudah berdiri di pelosok- pelosok daerah oleh masyarakat setempat, jauh sebelum peraturan perundang- undangan tentang tempat ibadah ada bahkan jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Bangunan tempat ibadah ada yang telah berumur ratusan tahun menjadikan bangunan tersebut memiliki nilai sejarah dan keunikan bentuk bangunan. Tempat ibadah bernilai sejarah yang masih ada dan dilestarikan oleh masyarakat Indonesia adalah masjid. Masjid merupakan tempat ibadah umat Islam, dimana Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia saat ini. Ajaran agama Islam berkembang dengan sangat pesat di Indonesia karena dianggap luwes dan diajarkan dengan cara damai ketika penyebarannya. Masjid dengan mudah ditemukan di daerah-daerah pelosok Indonesia. Bangunan masjid digunakan oleh umat Islam sebagai tempat melaksanakan ibadah salat Jumat dan salat fardhu berjamaah. commit to user

(3)

Masjid dari kata "Sajadah” yang merupakan kata dari bahasa Arab yang memiliki arti bersujud. Pada dasarnya masjid adalah tempat yang digunakan untuk melaksanakan sajdah (sujud) (Rahman, dkk., 2015:116). Masjid yang berasal dari kata bahasa Arab Sajada-yasjudu-sujudan, dari verbal itu lahirlah kata masjidun (Munawwir, 1984:650, dalam Idris, 2006:132). Orang Arab telah terbiasa menggunakan kata masjidun berarti masjadun yaitu tempat yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk sujud kepada Allah SWT.

Masjid yang didirikan oleh Nabi Muhammad pertama kali yaitu masjid Quba' pada saat perjalanan hijrah ke Madinah. Masjid pada masa nabi dijadikan sebagai tempat menyebarkan ajaran agama Islam dan menjadi tempat berkumpulnya sahabat nabi masa itu. Fungsi masjid, jika dilihat lebih jauh dari zaman Rasulullah SAW, memiliki fungsi baik keduniawian maupun keagamaan yaitu sebagai tempat melaksanakan ibadah maupun melaksanakan kegiatan diluar ibadah seperti fungsi sosial, politik, dan pendidikan. Fungsi masjid diantaranya adalah sebagai tempat beribadah melaksanakan sholat fardhu, pusat pendidikan untuk mempelajari ajaran-ajaran Islam, tempat syiar agama Islam, tempat membentuk kepribadian dan karakter sahabat-sahabat dan generasi setelah mereka. Masjid juga digunakan sebagai perpustakaan, pengadilan untuk memutuskan perkara dan menerima utusan atau orang-orang yang hendak masuk agama Islam (Taufik, dkk., 2014:167).

Masjid pada masa perkembangan agama Islam mempunyai peran penting sebagai pusat penyebaran ajaran Islam. Pendirian masjid sebagai tempat pembelajaran agama Islam kemudian diikuti oleh bangunan-bangunan yang yang bersifat tambahan disekitar bangunan masjid. Pokok tujuan utama pembangunan masjid dari bangunan yang sederhana hingga masjid yang dibangun dengan megah tidak berubah, yaitu digunakan untuk melaksanakan ibadah umat Islam secara keseluruhan. Masjid sebagai tempat melaksanakan shalat lima waktu, shalat Jumat, dakwah dan tempat suci untuk mempertemukan hamba dengan Sang Maha Pencipta.

Pada dasarnya masjid merupakan tempat untuk membina umat, dengan fasilitas yang mengikuti kebutuhan dalam menunjang kegiatan ibadah jamaah commit to user

(4)

masjid, bangunannya menyesuaikan jaman dan tempat. Pada negara-negara lain tidak jarang ditemui perbedaan bentuk masjid, termasuk masjid yang ada di Indonesia. Adanya keanekaragaman budaya di Indonesia mempengaruhi bentuk dari masjid yang ada di daerah Indonesia. Hal ini karena adanya peran budaya yang mempengaruh bentuk bangunan. Selain budaya, jaman juga berpengaruh karena dakwah juga mengikuti perkembangan jaman, selama tidak menyimpang dari syariat Islam.

Seni bangunan Islam khususnya masjid di Indonesia masih terlihat adanya unsur-unsur budaya lokal yang cukup dominan, khususnya pada masjid- masjid bersejarah pada masa kerajaan Islam. Masjid biasanya letaknya ada di bagian barat alun-alun dan tak terpisahkan oleh pusat kota, baik yang berupa keraton, kabupaten, atau kota kecil dan desa. Masjid yang terletak di bagian barat alun-alun biasanya disebut dengan masjid agung atau Masjid Jami' (Daliman, 2012: 60).

Ciri khusus dari masjid di Indonesia adalah atap masjid yang berbentuk atap tumpang atau bersusun. Jumlah dari susunan atap ini ada yang ganjil, seperti tiga, lima contohnya Masjid Banten, ada juga yang berjumlah dua. Atap tumpang merupakan seni bangunan Indonesia kuno. Hal ini menunjukan adanya kontinuitas pola seni bangunan yang ada dalam bangunan Islam yang mengambil unsur budaya pra Islam.

Pada beberapa di lingkungan atau komplek masjid terdapat makam yang disebut dengan masjid makam atau masyad, seperti Masjid Astana Gunung Jati Cirebon dan Masjid Sendang Dhuwur di Lamongan. Sedangkan ada masjid dengan istilah musholla yaitu masjid yang digunakan melaksanakan solat sehari- hari, namun tidak digunakan sholat Jumat (Depdikbud, 1999:7). Bangunan makam ini menggunakan bentuk-bentuk bangunan tradisional, baik bangunan cungkupnya ataupun gapura-gapuranya, yaitu gapura kori agung (beratap dan berpintu) dan gapura candi bentar yang tidak beratap dan berpintu. Kegiatan ziarah makam yang dilakukan pada masa Islam merupakan suatu kebiasaan dari masyarakat seperti pemujaan roh nenek moyang.

commit to user

(5)

Pada masa perkembangan seni dan budaya Islam selain dari seni bangunan yang mengalami percampuran budaya, seni ukir juga ikut berkembang pesat. Seni ukir menghiasi bangunan-bangunan seperti keraton, masjid dan makam. Ukir-ukiran ini dituangkan pada tiang-tiang, dinding dan sebagainya.

Ukiran yang dituangkan kebanyakan menggunakan bentuk ukiran daun-daunan dan bunga, ini dikarenakan Islam melarang pembuatan patung dan melukiskan makhluk hidup seperti binatang dan manusia. Maka dari itu adapun ukiran yang menggambarkan bentuk binatang biasanya akan disamarkan dengan bentuk ukiran daun-daunan dan bunga yang secara keseluruhan menggambarkan bentuk binatang. Ukiran ini jika dilihat dari dekat yang terlihat hanyalah daun dan bunga, namun ketika dilihat dari jarak yang agak jauh akan terlihat bentuk dari binatang.

Pembuatan masjid yang mencampurkan budaya lokal dan budaya Islam memiliki suatu tujuan tertentu yaitu, untuk memperkenalkan dan menyebarkan Islam pada masyarakat Nusantara masa itu agar Islam tidak terasa asing dan dapat diterima masyarakat dengan tanpa adanya paksaan, disebarkan dan disampaikan dengan damai kepada masyarakat.

2. Akulturasi

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata "budh" yang berarti akal. Kata "budh" menjadi "budhi" dan jamaknya "budhaya". Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi "kebudayaan" mendapat awalan "ke" dan akhiran

"an". Kebudayaan kemudian diuraikan menjadi "budi" dan "daya". Budi yang berarti kekuatan rohani dan daya adalah kekuatan jasmani.

Menurut A. L. Kroeber dan C. Kluckhohn (1952) dalam Idris (1983:12) bahwa kebudayaan ialah manifestasi atau penjelamaan daripada kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya. Ada beberapa unsur-unsur kebudayaan secara universal menurut C.Kluckhohn meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi, sistem teknologi atau teknik.

Menurut teori F. Ratsel (1844-1904) dalam Idris (1983:18) bahwa perluasan dan perkembangan suatu kebudayaan dapat disebabkan salah satunya commit to user

(6)

karena adanya migratie (perpindahan golongan) dan kontak (terjalinnya suatu hubungan). Migrasi menyebabkan pertemuan-pertemuan antara kelompok- kelompok manusia dengan kebudayan yang berbeda-beda. Contohnya perpindahan penduduk India ke Nusantara. Sedangkan kontak atau terjalinnya hubungan, seperti adanya hubungan perdagangan yang terjadi antar kerajaan.

Perkembangan dan perluasan suatu kebudayaan yang diakibatkan oleh salah satu dari kedua hal tersebut atau keduanya. Maka akan menimbulkan pertemuan budaya pendatang dan budaya asli. Pertemuan antara dua kebudayaan atau lebih akan menimbulkan percampuran kebudayaan salah satunya adalah terjadinya akulturasi.

Menurut Redfield, Linton dan Herskovits (1936) dalam Lakey (2003:104), akulturasi adalah memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi saat kelompok-kelompok individu yang memiliki budaya yang berbeda melakukan kontak langsung secara terus-menerus, dengan perubahan selanjutnya dalam pola budaya asli dari salah satu atau kedua kelompok.

Sedangkan menurut Dewan Penelitian Ilmu Sosial (SSRC, 1954), dalam Lakey (2003:104) akulturasi didefinisikan sebagai

perubahan budaya yang diprakarsai oleh gabungan dua atau lebih sistem budaya otonom. Dinamikanya dapat dilihat sebagai adaptasi selektif dari sistem nilai, proses integrasi dan diferensiasi, generasi sekuens perkembangan, dan operasi penentu peran dan faktor kepribadian.

Akulturasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan pendatang yang lambat laun diterima dan diolah sedemikian rupa kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian itu sendiri. Akulturasi terjadi akibat dari adanya perkembang kebudayaan yang terjadi pada suatu masyarakat.

Kedatangan budaya baru tidak dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu, percampuran merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan kepada masyarakat yang didatangi suatu kebudayaan baru.

Percampuran kebudayaan dilakukan secara bertahap. Salah satunya dengan akulturasi yaitu menyandingkan kebudayaan baru dengan kebudayaan asli bertujuan untuk mempermudah masyarakat menerima kebudayaan baru yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima. commit to user

(7)

Akulturasi, atau acculturation atau Culture Contact, memiliki bermacam- macam pengertian dari para sarjana antropologi, tetapi semua sepakat bahwa konsep tersebut tentang proses sosial yang lahir dari suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu bertemu dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan baru dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur dari kebudayaan baru diterima dan diproses ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan asli.

Proses akulturasi dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah apabila :

a. Ditemukan unsur baru

b. Unsur baru dipinjam dari kebudayaan lain

c. Unsur-unsur kebudayaan yang ada tidak lagi cocok dengan lingkungan, lalu ditinggalkan atau diganti dengan yang lebih baik

d. Ada unsur-unsur yang hilang karena gagal dalam pewarisan dari suatu angkatan berikutnya.

Adanya akulturasi budaya yang berasal dari luar Indonesia menambah kekayaan budaya yang ada. Salah satu akulturasi yang jelas terlihat adalah pada seni bangunan yang ada di Indonesia utamanya pada bangunan rumah ibadah seperti masjid, yang merupakan bangunan rumah ibadah umat Islam. Ajaran Islam menyebar dan berkembang di Indonesia melalui jalan damai dengan menyesuaikan kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia dan berusaha tidak melanggar syariah ajaran Islam. Hal ini, menjadikan Islam berkembang dengan pesat dan menjadi agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia saat ini. Bukti dari perkembangan Islam yang ada di Indonesia dapat ditemui pada masjid-masjid kuno yang masih ada hingga saat ini yang memiliki bentuk bangunan yang unik dikarenakan proses akulturasi yang mengadopsi kebudayaan lokal Indonesia dan budaya asing lain yang masuk sebelum Islam.

3. Nilai Filosofi dan Historis a. Pengertian Nilai

commit to user

(8)

Kata nilai dalam bahasa Inggris adalah value, yang berasal dari bahasa latin yaitu valere, dan secara bahasa diartikan harga. Secara umum pengertian nilai adalah konsep yang menunjuk pada hal-hal yang dianggap berharga dalam kehidupan manusia, yaitu tentang apa yang dianggap baik, layak, pantas, benar, penting, indah, dan dikehendaki oleh masyarakat dalam kehidupannya. Begitupun sebaliknya jika sesuatu dianggap buruk, tidak baik, tidak Indah dan salah maka akan dikatakan tidak bernilai. Horton dan Hunt mengatakan dalam Narwoko dan Suyanto (2007:55), arti nilai adalah gagasan mengenai apakah sesuatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti.

Menurut Rekeach dan Bank dalam Kartawisastra (1980:1) nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang terdapat dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang bertindak atau menjauhi suatu tindakan, atau memiliki dan dipercayai.

Prof. Notonegoro dalam Suyatno (2012: 37) menjelaskan nilai ada 3 macam yaitu :

Nilai materiil adalah semua yang berguna bagi unsur jasmani manusia. Nilai vital adalah sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan (beraktifitas). Sedangkan nilai kerohanian yaitu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dibedakan menjadi: (1) nilai kebenaran atau kenyataan yang bersumber dari unsur akal manusia, (2) nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa (estetis) manusia, (3) nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak (karsa) manusia, (4) nilai kebaikan (nilai moral) yang bersumber pada kehendak karsa, karsa hati nurani manusia dan (5)nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan melalui akal dan budi manusia.

Berdasarkan pengertian-pengertian nilai diatas, dapat disimpulkan nilai adalah sesuatu yang dipercayai dan diyakini yang dianggap berharga sebagai suatu acuan di suatu masyarakat dalam bertingkahlaku. Suatu nilai diharapkan akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat atau manusia yang mempercayainya.

commit to user

(9)

b. Nilai Filosofi

Filosofi berasal dari kata Filsafat, secara etimologis istilah filsafat berasal dari kata Yunani philia (cinta) dan sophia (kebijakasanaan). Jadi, filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan. Dalam lisan Al-A'rab, kata falsafat berakar dari kata falsafa, yang memiliki arti Al-Hikmah yaitu kata yang berasal dari luar bahasa Arab. Kata falsafah dipinjam bahasa Yunani yaitu philosophia. Kata falsafah diIndonesiakan menjadi filsafat atau filosofi.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S.

Poerwadarminta dalam Lubis (2015:6) filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagai-nya daripada segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti ‘adanya’ sesuatu.

Filsafat menurut Thahir Abdul Mu'in ialah ilmu yang menyelidiki tentang hubungan Tuhan, manusia dan alam dengan pikiran yang mendalam dan bebas (Idris, 1983: 54). Menurut Russel dalam Hasbullah & Supriyadi, (2012:19), filsafat sebagai upaya untuk mencari jawaban dari pertanyaan- pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis sebagaimana kita lakukan dalam hidup sehari-hari, melainkan secara kritis. Pertanyaan timbul dari pemikiran-pemikiran manusia yang mendalam dan terus menerus mengenai sesuatu hal yang ingin dicari kebenarannya. Hasbullah Bakry mengartikan filsafat sebagai:

Ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal dan sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu (Hasbullah & Supriyadi, 2012:19-20).

Immanuel Kant dalam Ritaudin (2015:131) mengartikan filsafat sebagai :

Ilmu dasar dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup persoalan-persoalan metafisika, yang menjawab pertanyaan apa yang dapat diketahui manusia. Persoalan etika yang menjawab apa yang boleh dikerjakan manusia. Persoalan agama yang menjawab commit to user

(10)

sampai dimana harapan manusia. Antropolgi yang akan menjawab pertanyaan apakah yang dinamakan manusia.

Berdasarkan pengertian-pengertian filsafat di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan ilmu yang menyelidiki secara mendalam sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainnya mengenai segala hal untuk mencari kebenarannya. Jadi, nilai filosofi adalah suatu dipercayai oleh manusia memiliki makna dari hasil dari mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan mendalam. Pada penelitian ini nilai filosofi yang ingin dicari oleh peneliti adalah nilai atau makna yang ada pada bangunan masjid Al-Mubarok Nganjuk yang mendasari adanya ciri khas dari bangunan masjid.

c. Nilai Historis

Historis berasal dari bahasa Inggris yaitu kata history yang berarti sejarah, history berasal dari kata historia bahasa Yunani yang memiliki arti informasi atau penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan kebenaran.

Kata sejarah merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu syajarah yang berarti pohon atau silsilah. Makna ini lebih tertuju pada makna padanan tarikh (Hasbullah dan Supriyadi, 2012:21-22). Maksudnya segala hal mengenai kehidupan memiliki "pohon" yaitu masa lalu itu sendiri (Hamid & Madjid, 2011:3). Pohon menggambarkan pertumbuhan dari bumi ke udara lalu mempunyai cabang, dahan, daun, danbunga atau buahnya. Hal ini, sama dengan pemaknaan sejarah sendiri memiliki makna bertumbuh atau kejadian.

Nourazzaman Shiddiqie dalam Hasbullah dan Supriyadi ( 2012:22) mendefinisikan sejarah sebagai suatu peristiwa masa lampau yang tidak hanya memberi informasi tentang terjadinya peristwa itu, tetapi juga memberikan interpretasi atas peristiwa yang terjadi dengan melihat hukum sebab-akibat. Peristiwa masa lalu yang terjadi merupakan akibat dari kejadian yang terjadi sebelumnya.

Kuntowijoyo dalam Hamid dan Majid (2011:9) mengartikan sejarah sebagai rekontruksi masa lalu. Rekonstruksi dalam kaitannya commit to user

(11)

manusia dan tindakan manusia yang dihadirkan kembali dalam bentuk kisah sejarah oleh sejarawan melalui imajinasi sejarawan berdasarkan sumber- sumber dan bukti sejarah.

Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu, yaitu penyusunan kembali apa yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dialami dan dirasakan oleh manusia. Penyusunan kembali masa lalu tidak ditujukan untuk kepentingan masa lalu, tetapi sejarah memiliki kepentingan untuk saat ini dan masa depan (Hasbullah & Supriyadi, 2012:23).

Kesimpulan dari pengertian-pengertian diatas bahwa sejarah adalah peristiwa masa lalu yang disusun kembali dan dihadirkan kembali oleh sejarawan melalui kisah sejarah berdasarkan sumber dan bukti sejarah untuk kepentingan masa sekarang dan masa depan.

Nilai sejarah atau nilai historis adalah sesuatu peristiwa yang berasal dari masa lalu yang dianggap penting dan berharga bagi kehidupan manusia di masa sekarang dan masa depan. Masjid Al-Mubarok Nganjuk merupakan bukti sejarah yang hingga saat ini masih ada dan merupakan bukti sejarah perkembangan Islam yang ada di Nganjuk yang ingin peneliti ketahui sejarahnya juga sebagai materi pembelajaran sejarah di sekolah bagi siswa SMA.

4. Pembelajaran Sejarah a. Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata belajar yang memiliki arti suatu proses perubahan perilaku hasil dari pengalaman dan latihan. Maksudnya adalah tujuan dari kegiatan belajar adalah perubahan pada tingkah laku, baik itu dari sisi pengetahuan, keterampilan dan sikap, bahkan meliputi segala aspekdari suatu organisme atau seseorang (Djamarah & Zain, 2013:10-11).

Menurut De Porter & Hernaki (2008:112) belajar terdiri dari dua kategori utama. Pertama, bagaimana cara menangkap informasi dengan mudah (modalitas). Kedua, bagaimana cara mengatur dan mengelola informasi tersebut ( dominasi otak). commit to user

(12)

Hakikat dari pembelajaran menurut Sanjaya (2012) dibagi menjadi tiga, yaitu: pertama, belajar merupakan proses menambah informasi melalui pengalaman. Kedua, belajar adalah proses perubahan perilaku yang terkontrol. Ketiga, belajar sebagai proses mental untuk memecahkan masalah.

Tujuan pembelajaran dapat dibedakan menurut pengalaman- pengalaman yang diinginkan. Dalam hal ini menurut Jacobsen, dkk (2009) dalam Hamid (2014:4-12) ada tiga ranah pembelajaran, diantaranya adalah:

psikomotor yaitu perkembangan otot dan koordinasi, afektif yaitu pertumbuhan perilaku atau nilai dan perolehan pengetahuan dan kognitif atau kemampuan intelektual.

b. Pembelajaran Sejarah

Menurut Sapriya (2009) dalam Zahro, Sumardi dan Marjono (2017 :2), Pembelajaran sejarah adalah menerangkan mengenai manusia di masa lalu dengan semua aspek kegiatan manusia seperti militer, politik, hukum, keagamaan, sosial, kreativitas (seperti seni, musik dan arsitektur Islam), keilmuan dan intelektual.

Menurut Sapriya (2012) dalam Zahro, Sumardi dan Marjono (2017:5), pembelajaran sejarah mempunyai cakupan materi meliputi:

(1) Memuat nilai-nilai kepahlawanan, kepeloporan, patriotisme, keteladanan, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik; (2) memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa termasuk peradaban bangsa Indonesia; (3) menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi pemersatu bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi; (4) memuat ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari; (5) menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

Kochhar (2008, 51-53) menyebutkan tujuan pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri; 2) Memberikan gambaran yang tepat tentang konsep waktu, ruang dan commit to user

(13)

masyarakat; 3) Membentuk peserta didik mampu mengevaluasi nilai dan hasil yang dicapai generasinya; 4) Mengajarkan toleransi;

5) Memperluas jangkauan pandangan intelektualitas; 6) mengajarakan prinsip-prinsip moral; 7) Menanamkan orientasi ke masa depan; 8) Melatih peserta didik menangani isu-isu kontroversial; 9) Membantu memberikan jalan keluar bagi berbagai masalah sosial dan perorangan; 10) menguatkan rasa nasionalisme;

11) Mengembangkan pemahaman internasional; 12) Mengembangkan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat.

Hunt (2007:7) dalam Ulhaq, dkk (2017: 3) menyatakan menurut hasil kerja dari History Working Group, terdapat sembilan tujuan dalam pembelajaran sejarah di sekolah, diantaranya adalah :

(1)Untuk memahami masa kini dalam konteks masa lalu, (2) Untuk membangkitkan minat dari masa lalu, (3) Untuk memberikan identitas dari para siswa (kebangsaan), (4) Untuk membantu memberikan murid pemahaman tentang akar dan warisan budaya mereka, (5) Untuk berkontribusi terhadap pemahaman dan pengetahuan peserta didik mengenai negara dan kebudayaan berbeda dalam dunia modern, (6) Untuk melatih pikiran dengan studi disiplin ilmu sejarah, (7) Untuk memperkenalkan siswa metodologi sejarah yang khas, (8) Untuk mendorong bagian lain dari kurikulum, (9) Untuk mempersiapkan siswa menuju kehidupan dewasa.

Pembelajaran sejarah memiliki peran yang penting dan perlu diajarkan kepada siswa di dalam kelas untuk mengajarkan siswa mengetahui jati diri mereka sebagai bangsa Indonesia dan menjarakan siswa untuk berpikir dengan bijak. Sejarah diajarkan secara bertahap pada siswa.

Kochhar (2008:50-51) menyebutkan tujuan utama dari pembelajaran sejarah pada sekolah menengah atas yaitu :

(1)Meningkatakan pemahaman pada perkembangan dan perubahan yang dialami manusia hingga ke tahap perkembangan saat ini. (2) Meningkatakan pemahaman terhadap akar peradaban manusia dan penghargaan terhadap akar peradaban dan penghargaan terhadap kesatuan dasar manusia (3) Menghargai sumbangan yang diberikan oleh semua kebudayaan pada peradaban manusia secara keseluruhan. (4) Menguatkan pemahaman bahwa interaksi yang bermanfaat bagi antar-berbagai kebudayaan adalah faktor yang penting dalam kemajuan kehidupan manusia (5) Memberikan kemudahan kepada siswa yang memiliki minat dalam mempelajari sejarah umat manusia secara keseluruhancommit to user .

(14)

Pada Permendikbud Nomer 36 Tahun 2018 menyebutkan Kurikulum 2013 melaksanakan pengembangan dari pembelajaran yang dilakukakan guru meliputi kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah, kelas dan masyarakat. Pengalaman belajar langsung peserta didik ini menyesuaikan dari latar belakang, karakteristik dan kemampuan peserta didik. Kemudian, pengalaman belajar secara individual akan menjadi hasil belajar bagi peserta didik sendiri dan keseluruhan hasil belajar peserta didik menjadi hasil dari kurikulum.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menggelar dan menetapkan sejarah sebagai mata pelajaran yang penting dalam kurikulum 2013, khususnya bagi pendidikan tingkat menengah atas (SMA-sederajat).

Mata pelajaran Sejarah Indonesia pada tingkat SMA merupakan sebuah mata pelajaran kelompok wajib A yang wajib sekolah menengah atas dalam lingkup Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian Agama dan kelompok peminatan ilmu sosial, bahasa dan lintas minat (Ulhaq, Nuriah & Winarsih, 2017:1-2).

Pada penelitian ini peneliti merelevansikan dengan pembelajaran sejarah Indonesia Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X pada Kompetensi Dasar (KD) 3.8. mengidentifikasi karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam Indonesia dan menunjukkan contoh dan bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.

B. Penelitian Relevan

Berdasarkan penelusuran referensi yang dilakukan penulis, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian penulis, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pertama, penelitian dari Aisah Fitri Mutiatun (2018 ) yang berjudul Akulturasi Budaya pada Kompleks Masjid Al-Mubarok di Desa Kacangan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk (dimuat dalam jurnal Avatara, e-commit to user

(15)

jurnal pendidikan sejarah, volume 6, no. 1, Maret 2018). Hasil penelitian menyimpulkan aspek-aspek dari akulturasi yang ada di kompleks masjid Al Mubarok Nganjuk antara lain : aspek tradisi pemujaan arwah leluhur, aspek tata letak, aspek arsitektur, aspek ornamentasi, aspek tradisi yang terdapat pada masjid Al-Mubarok, kompleks Giri, kompleks Sendang Duwur dan kompleks Bonang. Hubungan keterkaitan penelitian ini dengan penelitian Aisah Fitri Mutiatun adalah sama-sama membahas mengenai akulturasi budaya yang ada pada Masjid Al-Mubarok. Penelitian Aisha Fitri Muntiatun dapat dijadikan acuan dalam menggali akulturasi budaya pada Masjid Al- Mubarok. Perbedaan dengan penelitian ini dengan penelitian Aisah Fitri Mutiatun adalah pada penelitian ini lebih menekankan pada nilai filosofi dan historis dari akulturasi pada arsitektur masjid dan mengaitkan dengan pembelajaran sejarah yang ada di SMA. Penelitian Aisah Fitri Mutiatun hanya menekankan pada akulturasi bangunan Masjid Al-Mubarok.

2. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Bahrun Nidzom, Antariksa dan Abraham M Ridjal (2017) yang berjudul Komposisi Fasad

Masjid Al Mubarok di Nganjuk (dimuat dalam

arsitektur.studentjournal.ub.ac.id, volume 5, no. 2 2017). Kesimpulan dari hasil penelitian adalah Mengetahui komposisi dari fasad Masjid Al-Mubarok adalah salah satu dengan cara mengetahui karakter visual pada fasad bangunan. Karakter akan muncul dari bentuk dan dimensi yang sama pada fasad bangunan baik pada fasad ataupun elemen penyusun fasad sehingga membentuk komposisi yang baik. Elemen desain yang memiliki kesamaan dan menjadi karakter keseluruhan pada Masjid Al-Mubarok diantaranya adalah memiliki keseimbangan yang simetri; berirama statais; warna yang digunakan dominan analogus, bentuk (persegi, segitiga, trapesium lingkaran dan setengah lingkaran) dan bertekstur kasar; memiliki skala yang berbeda- beda dari intim, normal kemudian monumental; tidak didapatkannya prinsip proporsi golden section; memiliki kesatuan yang utuh dan serasi; dan urur- urutan yang formal. Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian Mohammad Bahrun Nidzom, Antariksa dan Abraham M Ridjal adalah pada lokasi commit to user

(16)

penelitian yaitu Masjid Al-Mubarok. Hal ini dapat membantu peneliti untuk mengenal lebih dalam lagi struktur bangunan Masjid Al-Mubarok. Perbedaan penelitian Mohammad Bahrun Nidzom, Antariksa dan Abraham M Ridjal dengan penelitian ini adalah penelitian Mohammad Bahrun Nidzom, Antariksa dan Abraham M Ridjal lebih menekankan atau meneliti pada fasad dari bangunan Masjid Al-Mubarok, sedangkan pada penelitian ini meneliti nilai fislosofi dan Historis dari akulturasi Masjid Al-Mubarok.

3. Ketiga, penelitian Rudy Wicaksono Herlambang (2019) yang berjudul Aesthetical Value of Architecture of the Great Mosque of Kasunanan Surakarta toward Timelapse Application (dimuat dalam Seword Fressh, 27 April 2019). Kesimpulan hasil penelitian adalah Nilai-nilai filosofis yang banyak terkandung di setiap sudut arsitektur Masjid Agung Surakarta seperti yang terkandung dalam warna coklat dari gerbang depan, atap, mihrab, hingga mimbar mewakili kesederhanaan. Pesan dan filosofi ini, yang terkandung dalam setiap gaya artistik Masjid, dapat disampaikan melalui branding video. Teknik time-lapse mendorong perspektif pemirsa tentang aktivitas alam dan sosial yang dihasilkan oleh suatu objek, dan keindahannya dapat digambarkan setelah digabungkan dengan proyek media audio visual.

Berkaitan dengan penggunaan teknik time-lapse dalam pembuatan branding video Masjid Agung Surakarta, pengambilan gambar yang dihasilkan sangat detail untuk menggambarkan suatu objek. Hubungan keterkaitan penelitian ini dengan penelitian Rudy Wicaksono Herlambang sama-sama mengkaji mengenai nilai filosofi arsitektur masjid. Kesamaan ciri sebagai masjid bersejarah yang ada pada bangunan Masjid Agung Surakarta dengan Masjid Al-Mubarok dapat dijadikan acuan dalam penulisan penelitian ini.

Perbedaannya dengan penelitian peneliti yaitu pada lokasi penelitian dan penggunaan teknik.

4. Keempat, Rizal Wahyu Bagas Pradana, (2020) yang berjudul Bentuk dan Makna Simbolik Ragam Hias pada Masjid Sunan Giri (dimuat di SPACE,

Volume 7 No. 1 hal. 71-84,

https://ojs.unud.ac.id/index.php/ruang/article/view/59383/34493). commit to user Hasil

(17)

penelitiannya adalah 1). Ragam Hias di Masjid Sunan Giri menggambil dan mengolah unsur-unsur pra Islam sebagai motifnya, dengan beberapa perubahan/pengembangan, menyesuaikan dengan aturan yang terdapat dalam Agama Islam. Khusus untuk ragam hias makhluk hidup, dilakukan perubahan dengan menyamarkannya dengan cara di stilasi. Hal ini dilakukan karena penggambaran makhluk hidup sangat dilarang dalam agama Islam. Selain dari segi bentuk, pengolahan unsur-unsur pra Islam juga dapat dilihat dari pemaknaan ragam hiasnya. Pada masa itu, hal ini dilakukan untuk menjaga agar pemeluk agama Islam yang baru tidak merasakan adanya perubahan yang begitu besar. 2). Ragam hias yang terdapat di Masjid Sunan Giri antara lain motif lung-lungan, padma, patran, tlacapan, saton, kebenan, garuda, praba, dan surya majapahit. 3). Adapun makna simbolik yang terdapat pada ragam hias di Masjid Sunan Giri, sebagai berikut: a. Motif lung-lungan merupakan simbol jiwa sosial yang tinggi, b. Motif padma bermakna sebagai simbol kesucian hati dalam beribadah, c. Motif tlacapan menyimbolkan pengharapan mendapatkan pencerahan dari Allah SWT, d. Motif saton bermakna sebagai simbol penyerahan diri kepada Allah SWT, e. Motif kebenan menyimbolkan tentang kehidupan setelah kematian f. Motif garuda merupakan lambang pemberantas kejahatan g. Motif praba merupakan simbol dari kebersihan jiwa manusia. h. Motif surya majapahit merupakan bentuk penghargaan kepada Kerajaan Majapahit dan walisongo. Keterkaitan penelitian Rizal Wahyu Bagas Pradana dan penelitian ini yaitu, sama-sama membahas mengenai makna dari bangunan masjid bersejarah dan dari beberapa bagian Masjid Sunan Giri memiliki kesamaan dengan Masjid Al- Mubarok. Sedangkan untuk perbedaannya adalah terletak pada lokasi dan relevansinya terhadap pembelajaran sejarah.

5. Ke-lima, Rofi Adriani, dkk. (2019) yang berjudul Integrating Islamic Aspect for Achieving Local Wisdom Principles Design in Roof Shape of Mosque, Case Study: Demak Mosque (dimuat di Proceedings of the International Conference on Green Technology, [S.l.], v. 9, n. 1, hal. 79- 83,<http://conferences.uinmalang.ac.id/index.php/ICGT/article/view/861>. commit to user

(18)

Tanggal diakses: 18 Februari 2021). Hasil penelitiannya adalah memperlihatkan proses pembangunan sebuah masjid yang menyesuaikan konstruksi rumah adat pada umumnya. Semua lapisan masyarakat lokal ikut terlibat mulai dari elit hingga rakyat. Para perancang Masjid Demak mengatur dan merencanakan untuk pembagian sesuai konsep hirarki yang mana sesuai dengan konsep dari struktur di Masjid Demak. Pada atap Masjid Demak menunjukkan bahwa masjid dalam kepercayaan Islam tidak harus berkubah, dengan mengankat kearifan lokal masjid demak memberikan banyak gambaran bahwa Islam tidak selalu agama yang keras dan harus mengikuti ajaran orang Arab. Mengangkat bangunan Jawa menjadi rumah ibadah bisa menjadi salah satu akulturasi yang bisa diterima masyarakat, dan bisa menjadi salah satu bagian dakwah para wali saat itu. Penelitian Rofi Adriani, dkk dan penelitian ini memiliki keterkaitan yaitu membahas mengenai akulturasi budaya Islam dan masyarakat Jawa yang ada pada masjid bersejarah. Pembahasan yang sama dengan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam penulisan mengenai masjid bersejarah. Sedangkan untuk perbedaanya adalah terletak pada penelitian Rofi Adriani, dkk. Lebih menekankan pada bentuk atap Masjid Demak dan penelitian ini pada nilai filosofi dan historis dari akulturasa bangunan Masjid Al-Mubarok.

6. Ke-enam Helena Pinto (2016) yang berjudul Local Heritage Approaches in History Education: Understanding How Decisions of People in The Past Led to The Present (dimuat di International Journal Of Historical Learning, Teaching and Research Vol. 13, No. 2 hal. 70-81, https://www.history.org.uk/files/download/18327/1480505544/IJHLTR_13.2 __SpringSummer_2016.pdf ) hasil dari penelitian memuat mengenai pentingnya pendekatan kegiatan formal dalam sebuah proses yang sistematik dan konsisten, memberikan tugas-tugas yang dapat menantang prakonsepsi siswa dan mendorong interpretasi sejarah sumber warisan. Selain itu, refleksi sistematis guru terhadap proposal kegiatan di luar sekolah dapat meningkatkan kesadaran mereka tentang penggunaan warisan sebagai alat budaya yang relevan terkait dengan pembelajaran siswa dan kesadaran commit to user

(19)

sejarah mereka. Memberikan tugas dan kegiatan pembelajaran yang menanamkan perubahan pada prakonsepsi siswa dan meningkatkan interpretasi peninggalan warisan budaya di sekitar, terkait dengan sejarah nasional dan internasional, memerlukan pertimbangan bahwa kemajuan dalam pemahaman sejarah menuntut pembelajaran yang kontekstual dan signifikan. Kaum muda yang menggugah pikiran unuk menganalisis mendiskusikan bangunan dan situs memahaminya sebagai bukti sejarah yang dapat berkontribusi dalam pendidikan yang lebih baik dalam masyarakat dimanadialog antar budaya dan komunitas yang berbeda harus diperkuat.

Penelitian Helena Pinto dan penelitian ini memiliki keterkaitan yaitu, mengenai peninggalan sejarah lokal yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran sejarah dan bukti sejarah yang dapat membantu siswa dalam memahami sejarah. Hal ini juga dapat dilakukan pada Masjid Al-Mubarok sebagai sumber belajar sejarah berbasis lokal dan merupakan warisan budaya.

Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini lebih mengkhususkan pada bangunan sejarah Masjid Al-Mubarok Nganjuk dan penelitian Helena Pinto lebih pada warisan budaya lokal secara umum yang digunakan sebagai pembelajaran sejarah.

7. Ke-tujuh, Novita Siswayanti (2018) penelitian dengan judul Akulturasi Budaya Arsitektur Masjid Sendang Duwur (dimuat di Buletin Al-Turas, Vol XXIV No. 2 hal. 221-228). Hasil penelitian adalah Masjid Sendang Duwur didirikan oleh Sunan Sendang Duwur yang diamggap memiliki karamah Sunan Sendang Duwur yang mampu memindahkan Masjid Mantingan milik Ratu Kalinyamat ke Desa Sendang Duwur.Masjid ini berada di lingkungan masyarakat lokal yang erat dengan tradisi keagamaan agama pra Islam, sehingga secara arsitektur maupun peranannya berakulturasi dan merepresentasikan dengan kondisi masyarakat sekitar Desa Sendang Duwur.

Arsitektur Masjid Sendang Duwur merepresentasikan simbol-simbol Islam yang berakulturasi dengan budaya Hindu dan Jawa. Masjid Sendang Duwur berarsitektur Joglo dengan empat soko guru yang menyanggah bangunan masjid merepresentasikan bangunan khas vernacular daerah Jawa. Mustaka commit to user

(20)

pada atap masjid bertumpang tiga mirip meru pada bangunan Hindu, mihrab masjid yang berbentuk lengkungan kalamakara seperti candi, mimbar masjid berukiran Jepara berbentuk florish dan bunga teratai, gapura masjid berbentuk tugu bentar mengingatkan pada bentuk bangunan kori pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu. Pada serambi terdapat candrasengkala tulisan Jawa pada sebuah papan kayu yang berbunyi:gurhaning sarira tirta hayu (1483 S=1561 M). Penelitian Novita Siswayanti dan penelitian ini memiliki keterkaitan yaitu, keduanya membahas akulturasi bangunan masjid bersejarah, nilai filosofi dan sejarahnya. Kesamaan ini menjadi acuan dalam penulisan penelitian ini karena adanya kesamaan bentuk dan makna bangunan. Perbedaan antara penelitian Novita Siswayanti dengan penelitian ini adalah pada tempat penelitian dan relevansinya terhadap pembelajaran sejarah di SMA.

8. Skripsi dari Yunita Dwi Purnamasari (K4409064) yang berjudul Akulturasi Budaya Jawa dan Budaya Islam pada Bangunan Masjid Agung Demak (2014). Hasil penelitian disimpulkan bahwa (1) Sejarah masjid Agung Demak memiliki keterkaitan dengan sejarah berdirinya Kasultanan Bintoro sebagai Kerajaan Islam pertama di Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. (2) Masjid Agung Demak sebagai peninggalan arsitektur Wali Songo yang mempunyai struktur bangunan yang megah dan setiap unsur bangunannya mengandung makna simbolik dan nilai-nilai filosofi. (3) Akulturasi bangunan Masjid Agung Demak terlihat pada bangunan pokok yang mengacu pada bentuk rumah joglo dan pada atap yang berkonsep rumah limasan. (4) Bentuk bangunan Masjid Agung Demak yang mengacu pada beberapa pepaduan budaya membuat bangunan masjid tersebut terlihat unik dan setiap unsur bangunan banyak mengandung nilai filosofi serta makna simbolik. Penelitian Yunita Dwi Purnamasari dan penelitian ini memiliki keterkaitan yaitu keduanya membahas mengenai sejarah dan nilai filosofi yang terkandung dalam bangunan masjid bersejarah sehingga dapat menjadi acuan dalam menuliskan nilai filosofi yang ada di Masjid Al-Mubarok. Sedangkan untuk

commit to user

(21)

perbedaannya ada pada tempat penelitian dan relevansinya pada pembelajaran sejarah.

C. Kerangka Berpikir

Bangunan masjid Al-Mubarok merupakan peninggalan sejarah yang terletak di Kabupaten Nganjuk yang dibangun pada tahun 1745 tahun Jawa . Masjid Al-Mubarok merupakan salah satu bukti peninggalan dari pemerintahan bupati pertama Nganjuk yaitu K.R.T. Sosrokoesoemo I yang masa itu masih menjadi Adipaten Brebek. Bentuk bangunan masjid menggabungkan ciri khas dari bangunan budaya Jawa, Hindu dan kebudayaan Islam.

Akulturasi budaya pada bangunan masjid merupakan bentuk dakwah K.

R.T. Sosrokoesoemo I tehadap warga masyarakat Brebek yang pada masa itu masih banyak yang beragama Hindu yang merupakan kepercayaan peninggalan masa kerajaan Majapahit. Hal ini juga merupakan salah satu strategi dakwah K.R.T. Sosrokoesoemo I untuk memperkenalkan dan menyebarkan ajaran Islam.

Pengambilan unsur budaya dalam arsitektur merupakan ungkapan hati bangsa yang menginginkannya dalam hal ini adalah masyarakat Nganjuk pada saat itu. Oleh sebab itu, bangunan yang tercipta menyesuaikan kebutuhan dan fungsi dari masyarakata disekitarnya. Bentuk bangunan dan ornamen pada masjid diambil dari unsur-unsur budaya yang memiliki makna dan nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas sebagai warisan budaya dan sejarah. Nilai filosofi yang terkandung dalam bangunan masjid memberikan pembelajaran kepada masyarakat tentang makna yang terkandung pada arsitektur bangunan masjid dan tidak lepas dari asal usul terciptanya bangunan tersebut yaitu nilai sejarah yang terkandung pada bangunan Masjid Al-Mubarok yang berperan penting pada berkembangan Islam di Brebek masa itu.

Masjid Al-Mubarok merupakan peninggalan sejarah saat ini masih ada di masyarakat Nganjuk dan masih digunakan. Berdasarkan nilai filosofi dan nilai historis yang ada pada akulturasi budaya masjid Al-Mubarok yang merupakan peninggalan sejarah di Nganjuk dapat menjadi saran pembelajaran sejarah yang sesuai dengan mata pelajaran sejarah Indonesia Sekolah Menengah Atas (SMA) commit to user

(22)

pada materi kelas X kurikulum 2013 yaitu Kompetensi Dasar (KD) 3.8 mengidentifikasi karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam Indonesia dan menunjukkan contoh dan bukti-bukti yangmasih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.Sehingga bangunan dan sejarah Masjid Al-Mubarok dapat membantu peserta didik dalam memahami pembelajaran sejarah yang ada di kelas dan sebagai contoh dari bangunan peninggalan sejarah perkembangan Islam yang higga saat ini masih

Akulturasi Budaya Bangunan masjid Al-Mubarok Nganjuk

Nilai Filosofi Nilai Historis

Sejarah Indonesia SMA Kelas X K.D. 3.8 Kurikulum 2013

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

commit to user

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh di wilayah BP3K Metro Barat yaitu tingkat pendidikan petani, dan tingkat interaksi

Penggugat yang mempunyai hak Eigendom Verponding dikalahkan dengan dalil para Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan Legitima Person Standy Judicio karena

Selain kontraksi kinerja usaha pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan &amp; perikanan dan sektor pertambangan &amp; penggalian, penurunan SBT kegiatan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan zakat dalam pajak penghasilan orang pribadi pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Makassar sudah

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing- masing dilaksanakan

a) kemasan bagian luar harus lulus pengujian sesuai dengan 4.3 dengan kemasan bagian dalam yang rapuh (misalnya kaca) yang berisi cairan dengan ketinggian jatuh

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Perubahan tersebut dalam rangka penyesuaian dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah, Penganggaran dan