• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI SISA PERTENUNAN SERAT SUTERA DENGAN TEKNIK MAKRAME PADA PRODUK FASHION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EKSPLORASI SISA PERTENUNAN SERAT SUTERA DENGAN TEKNIK MAKRAME PADA PRODUK FASHION"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI SISA PERTENUNAN SERAT SUTERA

DENGAN TEKNIK MAKRAME PADA PRODUK FASHION

Devi Candraditya Hady Dian Widiawati, S.Sn., M.Sn.

Program Studi Sarjana Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: adindahady@gmail.com

Kata Kunci : eco fashion, limbah, makrame, serat sutera

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang potensi sisa pertenunan serat sutera sebagai salah satu komoditi yang memiliki nilai tinggi. Sejauh ini pemanfaatan limbah benang dari industri pertenunan serat hanya terbatas digunakan sebagai bahan baku benang saja. Namun, volume sisa pertenunan serat sutera yang berlimpah terkadang juga dimusnahkan dengan cara dibakar agar tidak terlalu banyak memakan tempat. Belum banyak orang yang tertarik mengolah sisa pertenunan serat sutera sutera tersebut menjadi barang siap pakai yang bernilai lebih. Studi kasus dilakukan di industri pertenunan sutera Tarogong, Garut, Jawa Barat. Melalui eksperimentasi material sisa pertenunan serat sutera dengan berbagai karakteristiknya, sisa pertenunan serat sutera tersebut ternyata dapat digunakan sebagai salah satu produk tekstil alternatif. Pada penelitian tahap awal ini dilakukan berbagai cara pengolahan sisa pertenunan serat sutera menjadi bahan baku serat tekstil, khususnya dengan teknik makrame. Dengan melakukan pengolahan terhadap sisa pertenunan serat sutera diharapkan dapat dapat menjadi salah satu solusi alternatif dalam upaya pengurangan sampah yang diakibatkan oleh industri pertenunan yang ada di hampir beberapa sentra serat. Pengolahan sisa produksi pertenunan juga diharapkan memaksimalkan potensi dan meningkatkan kualitas juga nilai estetika sehingga dapat menjadi salah satu alternatif bahan tekstil dan produk fashion yang berkualitas.

Abstract

The impact of various phenomena and issues upon the environtment that exist today should make the change in mindset of society of these days upon beholding the state of the natural environment. One of the efforts in supporting the environmental conservation movement was to manufacture the

eco-fashion products which one of them was the use of weaving production residual material on reproducing the textile and fashion products.

The case studies of this research discussed the potential of the weaving residual of silk fibers reproduced into such commodity with high value. So far, the utilization of this yarn waste from fiber weaving industry was only limited to be used as a raw material for the yarn. Ho wever, the remaining volume of the silk fiber was so overwhelming that sometimes be destroyed by fire so as to reduce the consuming of place. The availability of this waste was so abundant, especially in the area of Tarogong, Garut regency, West Java where not many people were keen to processing the rest of the silk weaving waste into ready-made goods with high value. Through the deep exploration of silk fiber weaving waste with its various characteristics, this weaving waste could apparently be used as an alternative textile products. On the early stage of research, many ways of tabulation were executed to achieve the manner of good textile product material, performed especially by the technique of macrame.The execution of the tabulation process to the silk fiber weaving waste as the main ingridient was to be expected to maximize the potential and also to improve the quality as well as the aesthetic value hence it could become one alternative for high quality textile material and fashion products. The tabulation process of the weaving waste was also expected to be able to facilitate an alternative solution in the effort of reducing the waste caused by the weaving industry in nearly many fiber manufacturing centrals. Also, it could provide a great opportunity for small household industries which were expected to become a major players in tabulation process for the further weaving wasteproducts and also one which would have an impact on the economic empowerment of the community at large.

Keywords : eco-fashion, macrame, silk fiber, waste product

Pendahuluan

Isu lingkungan juga kini membuat masyarakat dunia mulai bergerak untuk mendukung berbagai gerakan pelestarian lingkungan seperti eco fashion, sustainable fashion, biodegradable design karena adanya kesadaran bahwa semua yang bersumber dari alam harus dilestarikan. Eco Fashion telah menjadi sesuatu yang sangat besar dan merupakan pernyataan terdepan dari komunitas fashion di negara-negara maju. Eco Fashion merupakan produk fashion yang di produksi menggunakan produk-produk ramah lingkungan dalam prosesnya. Produk Eco Fashion dapat menggunakan bahan - bahan pakaian lama yang di recycle atau bahkan menggunakan material recycle lainnya yang diproduksi dari botol plastik, kertas koran dan sebagainya. Selain itu dapat pula memanfaatkan material alam yang bersifat biodegradable, seperti serat nenas, serat pandan, dan sebagainya termasuk juga serat sutera. Penggunaan serat alam menjadi salah satu gerakan isu lingkungan yang membantu dalam mengurangi tingkat konsumsi pada barang-barang yang tidak ramah lingkungan. Penggunaan serat alam menjadi produk tekstil maupun fashion dapat diaplikasikan dengan berbagai teknik produksi tekstil.

(2)

Gambar 1. Contoh Produk Eco Fashion yang terbuat dari bahan organik seperti kertas dan koran.

Pada penelitian ini secara khusus akan mengeksplorasi material benang sutera sisa proses pertenunan, dengan teknik makrame. Dengan cara ini tidak diperlukan berbagai peralatan yang rumit, sehingga pengetahuan akan teknik tersebut dapat ditransfer kepada masyarakat di daerah tempat bahan baku tersebut berasal. Selain itu kondisi benang sutera sisa proses pertenunan yang relatif tidak berukuran sama dapat disiasati untuk tetap dapat digunakan secara optimal. Secara visual, kilau dari material serat sutera dapat ditampilkan secara baik melalui struktur-struktur tertentu yang terdapat pada teknik makrame.

Dalam buku Pengetahuan Barang Tekstil (1977) disebutkan bahwa serat sutera adalah serat yang diperoleh dari jenis serangga yang disebut Lepidopter. Serat sutera berbentuk filamen, dihasilkan oleh ulat sutera waktu membuat kepompong. Spesies utama dari ulat sutera yang dipelihara untuk menghasilkan sutera adalah Bombyx morii.

Pemeliharaan ulat sutera dimulai dinegeri Cina, kemudian menyebar ke Jepang, Asia Tengah, Asia Timur dan ke Eropa.

Pada saat ini, negara utama penghasil sutera adalah Jepang, Cina, Italia dan Perancis.

Makrame merupakan salah satu teknik non loom woven yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “fringe trimming”

atau teknik menyimpul dimana kedua ujung benang saling terkunci satu sama lain. Makrame merupakan salah satu teknik tertua yang digunakan pertama kali oleh Bangsa Arab dan sekitar Timur Tengah (Birrell, 1973: 325). Makrame berasal dari bahasa Arab yang berarti “Mucharam” artinya susunan kisi-kisi, sedangkan kata makrame dari Turki yang berarti rumbai-rumbai atau migrama yang artinya penyelesaian (penyempurnaan) garapan lap dan selubung muka dengan simpul. Jadi dapat dikatakan bahwa pengertian makrame yaitu hasil kerajinan kriya tekstil dengan teknik simpul yang menggunakan tali atau benang. Teknik menyimpul pada makrame terdiri dari dua simpul dasar, yaitu simpul pipih dan simpul kordon. Seiring dengan perkembangan zaman, pada perkembangannya, terdapat beberapa simpul lain yang digunakan dalam teknik makrame, diantaranya yaitu simpul jangkar, simpul pipih berganda, simpul mutiara, simpul turki, simpul pengunci, dan simpul pembalut.

Salah satu industri pertenunan sutera yang dikunjungi adalah sentra sutera alam Garut milik Bapak Aman Sahuri.

Perajin Sutera Alam Aman Sahuri adalah perusahaan perorangan yang bergerak di bidang industri benang dan tenun ikat sutera alam, yang berdomisili di Kabupaten Garut. Seperti yang disebutkan sebelumnya, pemiliknya adalah Bapak H. Aman Sahuri (Alm.) dengan dibantu oleh tiga puteranya yaitu A.Makmum, Drs. Usman, dan Drs. Soleh. Setelah meninggalnya Bapak H. Aman Sahuri (Alm.), sentra pertenuna sutera tersebut dipecah menjadi beberapa bagian, sehingga memiliki nama masing-masing anak-anaknya. Namun kini, pada tahun 2012, salah satu sentra pertenunan tersebut dikelola oleh Bapak Iwan yang merupakan putera dari Bapak Soleh. Sentra sutera ini bertempat di Jalan Otto Iskandardinata no. 279, Tarogong, Garut, Jawa Barat.

Dalam satu bulannya, sentra sutera ini dapat menghasilkan 3000 – 4000 meter yang kemudian akan dikirim dan diperuntukkan secara nasional maupun internasional. Meskipun demikian, dari hasil pertenunan serat sutera yang diperoleh, terdapat limbah atau sisa benang sutera yang terbuang. Sisa pertenunan serat sutera ini biasanya digantung pada setiap ATBM, karena dapat digunakan untuk menyambung benang yang putus, dan sisa dari benang tersebut biasanya dikumpulkan menjadi satu karung dan jika dibutuhkan akan dikirim ke Surabaya untuk dijadikan kapas, dan dipintal kembali menjadi benang. Namun, sudah hampir tujuh tahun, limbah tersebut hanya diletakkan begitu saja, atau

(3)

bahkan terkadang hanya dibakar. Dalam tujuh tahun, sisa pertenunan serat sutera dapat menghasilkan sekitar 5 kg.

Gambar 2. Sisa pertenunan sutera di Sentra Sutera milik Bapak Iwan, Tarogong, Garut, Jawa Barat.

Sejauh ini pemanfaatan limbah benang dari industri pertenunan serat sutera yang ada hanya terbatas pada bahan benang saja. Namun, volume limbah sutera yang begitu berlimpah terkadang juga dimusnahkan dengan cara dibakar agar tidak terlalu banyak memakan tempat. Belum banyak orang yang tertarik mengolah limbah sutera menjadi barang siap pakai yang bernilai lebih. Padahal potensi limbah sutera sangatlah besar. Selain itu adanya keterbatasan pemahaman tentang karakter material atau pengetahuan tentang cara pengolahan material serat alam khususnya serat sutera dan persyaratan sebuah produk yang berkualitas juga menjadi kendala yang dihadapi banyak pengrajin.

Melihat banyaknya sisa pertenunan yang tidak dimanfaatkan dan terkait dengan isu lingkungan yang kini marak diperbincangkan, maka penulis melihat adanya potensi dalam memanfaatkan limbah atau sisa pertenunan serat sutera tersebut untuk dijadikan lembaran kain maupun kerajinan tangan, dalam hal ini dijadikan produk eco fashion. Hal ini dapat menghindari pembakaran sisa pertenunan serat sutera yang terbuang percuma, dan dapat menjadi salah satu potensi dalam pengembangan sisa pertenunan serat sutera di lingkup masyarakat sentra sutera Tarogong, Jawa Barat.

Pemanfaatan sisa benang sutera hasil produksi pertenunan ini diharapkan juga dapat menjadi salah satu cara peningkatan nilai daya guna sehingga tercipta produk tekstil yang memiliki nilai fungsi dan estetika yang tinggi.

Proses Studi Kreatif

Proses studi kreatif dilakukan untuk menghasilkan produk tekstil maupun fashion yang ingin dicapai dengan penentuan tema, pembuatan konsep, produk dan fungsinya. Penggunaan material khusus dengan teknik yang khusus pula membutuhkan konsep tertentu yang cocok untuk dijadikan sebuah karya. Penggunaan serat sutera sisa pertenunan yang sangat halus, namun bervariasi, dengan menggunakan teknik makrame yang cenderung cukup rumit, sepertinya memerlukan konsep yang membutuhkan nilai ketelitian yang lebih tinggi. Dua hal tersebut merupakan dasar dari pemilihan konsep yang akan digunakan. Maka dari itu, penulis memutuskan untuk membuat konsep dengan tema besar

“Enchanting Ivory” yang berarti pesona dari warna putih gading yang memukau. Sedangkan temanya adalah “La Ballerine” atau seorang balerina. Pengambilan tema dengan sosok balerina tersebut, digunakan untuk mengambil kesan feminitas, anggun, dan elegan. Dengan menggunakan warna dominan putih gading pada materialnya yaitu serat sutera, maka konsep “La Ballerine” dirasakan sangat cocok diaplikasikan dengan pembuatan busana berupa gaun atau dress yang terbuat dari serat sutera yang sangat halus, berwarna putih gading, dengan menggunakan teknik makrame.

(4)

Gambar 3. Alluring Ballerina

Gambar 4. White Dreams Produk yang dibuat diperuntukkan dengan segmentasi pasar sebagai berikut :

- Segmentasi Demografis

Wanita usia 20 – 26 tahun, belum menikah maupun sudah menikah dengan pekerjaan sebagai seorang wanita wirausaha dan wanita karier.

- Segmentasi Geografis

Wanita yang tinggal di perkotaan dengan wilayah kepadatan yang cukup besar, dengan wilayah iklim yang bervariasi yaitu tropis dan sub tropis.

- Segmentasi Psikografis

Wanita yang memiliki kepribadian yang feminin, tenang, konservatif, anggun, lembut, menyukai hal yang baru, dan percaya diri.

Produk yang dibuat berupa produk fashion berupa gaun dan aksesoris yaitu tas dan sepatu yang juga ditujukan untuk kalangan ekonomi menengah ke atas.

Hasil Studi dan Pembahasan

Berbagai eksplorasi dan eksperimentasi dilakukan untuk melihat kemungkinan berbagai karakteristik visual yang dapat ditampilkan. Proses eksplorasi awal menggunakan berbagai variasi benang sisa pertenunan serat sutera dari yang paling kasar hingga paling halus. Teknik makrame yang digunakan adalah simpul – simpul dasar yang kemudian dikembangkan, seperti simpul pipih, simpul kordon, simpul pipih berganda, simpul mutiara, dan simpul lilit atau kait.

Setelah melakukan eksplorasi awal dan melihat berbagai kemungkinan, maka dilakukan eksplorasi lanjutan untuk mempersempit kemungkinan dan memberikan perluasan ide dalam mengeksplorasi serat sutera secara lebih lanjut.

Proses eksplorasi lanjutan memiliki ukuran yang lebih besar agar dapat melihat hasil akhir dalam bidang yang lebih luas.

(5)

Gambar 5. Eksplorasi awal (atas) dan eksplorasi lanjutan (bawah) dengan material dari sisa pertenunan serat sutera menggunakan berbagai teknik; simpul pipih berganda, simpul mutiara, simpul kait.

Produk diaplikasikan menjadi produk tekstil dan produk fashion. Produk tesktil yang dibuat yakni lembaran kain berukuran 35 cm x 100-150 cm, sedangkan produk fashion yang dibuat yaitu busana gaun wanita dan aksesoris fashion berupa tas dan sepatu.

Gambar 6. Rancangan sketsa kain menggunakan berbagai teknik makrame.

Gambar 7. Rancangan sketsa busana, gaun wanita dengan aplikasi sisa pertenunan sutera dan teknik makrame.

(6)

Gambar 8. Rancangan sketsa gaun wanita dengan aplikasi sisa pertenunan sutera dan teknik makrame.

Gambar 9. Rancangan sketsa aksesoris fashion (sepatu dan tas pesta).

Dalam membuat karya, ada beberapa tahap yang harus dilakukan. Tahap - tahap yang dilakukan dalam membuat karya ini adalah sebagai berikut :

1. Pemilahan material

Pemilahan material sisa pertenunan yang masih cukup bagus dan tidak kusut. Benang yang sudah kusut, tidak dapat digunakan untuk proses pembuatan dengan teknik makrame, karena untuk memilahnya kembali membutuhkan proses yang cukup lama.

2. Penyisihan benang

Menyisihkan benang yang terdiri dari satu helai dikumpulkan menjadi beberepa helai sehingga mencukupi untuk dibuat dalam proses pembuatan makrame.

3. Persiapan pemidangan

Pemidangan yang digunakan adalah stereofoam, yang kemudian ditancapka jarum pentul sebagai rangka utamanya, jarak per jarum pentul kurang lebih 1 cm.

4. Peletakan pola baju

Pola baju yang akan dibuat, diletakkan di atas stereofoam, bersamaan dengan pelapis kain yaitu kain tulle.

Setelahnya baru ditancapkan jarum pentul.

5. Produksi

Pembuatan serat sutera dengan menggunakan teknik makrame 6. Finishing

Helaian kain sutera yang telah dimakrame, dipadukan dengan kain tambahan untuk dijadikan produk akhir yaitu busana gaun wanita.

(7)

Gambar 10. Proses pembuatan sisa pertenunan sutera dengan teknik makrame..

Setelah melalui berbagai proses perancangan karya, dihasilkan beberapa produk yang terdiri dari beberapa karya berupa lembaran kain sebagai produk tekstil, produk fashion berupa gaun wanita, dan aksesoris fashion berupa tas dan sepatu.

Gambar 11. Hasil akhir berupa gaun wanita.

Gambar 12. Hasil akhir aksesoris fashion berupa tas dan sepatu.

(8)

Gambar 13. Hasil akhir berupa lembaran kain.

Penutup

Setelah melakukan berbagai proses mulai dari proses awal hingga proses akhir, yang dapat disimpulkan pertama adalah bahwa kesadaran masyarakat baik sebagai produsen maupun konsumen akan pelestarian lingkungan dirasakan sangat kurang. Pengelolaan limbah pada industri-industri pertenunan belum dapat dikelola dengan baik.

Pemanfaatan limbah sutera dalam menghasilkan lembaran kain dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknik lain selain dengan teknik tenun, yaitu dengan teknik makrame. Pengembangan desain penggunaan material sutera dengan teknik makrame menghasilkan suatu karya yang berbeda dari lembaran kain sutera biasanya.Penggunaan teknik makrame pada sisa pertenunan sutera dirasa tidak begitu sulit, walapun untuk mempelajari teknik tersebut, dan pemahaman akan material seperti limbah benang sutera yang berukuran kecil, dengan tekstur yang bervariasi membutuhkan waktu yang cukup lama.

Lembaran kain tekstil hasil sisa pertenunan serat sutera dengan teknik makrame dapat menghasilkan berbagai variasi produk fashion mulai dari busana pokok, milineris, hingga aksesoris fashion. Dengan keunggulan benang sutera yang memiliki kilau yang indah, produk fashion dari sisa pertenunan sutera dengan teknik makrame membuat produk tersebut terlihat eksklusif. Berkaitan dengan hal tersebut, pemanfaatan limbah benang sutera hasil produksi tenunan dengan berbagai teknik tekstil khususnya teknik makrame dapat menjadi salah satu cara peningkatan nilai daya guna sehingga tercipta produk tekstil yang memiliki nilai fungsi dan estetika yang tinggi.

Pengelolaan limbah yang baik, pada hakikatnya, seperti pada studi kasus industri pertenunan sutera yang ada di Tarogong, Garut memiliki potensi yang sangat besar. Pemanfaatan sisa pertenunan sutera dapat dilakukan seiring dengan pemberdayaaan masyarakat sekitar terutama para ibu rumah tangga dan perempuan muda. Kegiatan nyata yang dapatdilakukan adalah melakukan pelatihan tentang potensi limbah sutera yang dapat dimanfaatkan menjadi produk kerajinan tangan yang berbasis ekonomi kreatif dan berkualitas tinggi. Maka dari itu, diharapkan masyarakat tersebut dapat menghasilkan sesuatu yang dapat membantu ekonomi keluarga secara mandiri juga dalam perkembangan daerah Garut secara luas.

Pembimbing

Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya atau perancangan dalam mata kuliah Tugas Akhir Program Studi Sarjana Kriya FSRD ITB. Proses Pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh dosen pembimbing Dian Widiawati, S.Sn, M.Sn.

.

Daftar Pustaka

1. Atmosoedarjo, H. Soekiman,dkk. 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

2. Bevlin, Marjorie Elliott. 1977. Design Through Discovery. New York.

3. Birrel, Verla. 1959. The Textile Arts. America: Harper & Row.

4. Black, Sandy. 2011. Eco-Chic, The Fashion Paradox. United Kingdom: Black Dog Publishing, Limited London.

5. Chijiwa, Hideaki, 1987, Color Harmony, A Guide to Create Color Combination. Massachussets: Rockport publisher, Rockport.

(9)

6. Djamarin, dkk. 1977. Pengetahuan Barang Tekstil. Bandung.

7. Editors of American Fabrics Magazine. Encyclopedia of Textiles ( Second Edition). USA America: Prentice – Hall .

8. Feldman, Edmun Burke. 1966. Variety of Visual Experience. New York: Prentice Hall, Inc..

9. Herni Kustanti, dkk. 2002. Pendidikan Keterampilan. Jakarta: Gramedia Pustaka.

10. Maitland Graves. 1951. The Art of Color and Design. New York: McGraw-Hill Book Company.

11. Papanek, Victor. 1970. Design for the Real World. Stockholm : Albert Bonniers Forlag AB.

12. Sulam, Abdul Latief. 2001. Teknik Pembuatan Benang dan Pembuatan Kain Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

13. Wingate, Isabel B. 1976. Textile Fabrics and Their Selection. USA America: Prentice – Hall.

14. Zuhni Khayati, Enny. 2011. Eco Fashion dan Pendidikan Konsumen. Yogyakarta: Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Haack & Mullington (2005), didapatkan perubahan mood yang negatif pada hospitalisasi anak disebabkan karena orang tua memiliki waktu tidur

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data serta pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan

Seleksi jamur pelapuk putih dengan uji Bavendamm. Identifikasi jamur

(1) perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional (a) perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia (a) perkembangan

Judul: “Persepsi Pemilihan Karir Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang" Pembimbing : Ulfi Kartika Oktaviana, SE.,

[r]

Prinsip syariah menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain