• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAMILY RESILIENCE dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAMILY RESILIENCE dalam Menghadapi Pandemi COVID-19"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

FAMILY RESILIENCE

dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

(2)

ii

(3)

iii

FAMILY RESILIENCE

dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

(4)

iv

IP.047.10.2021

Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 Anissa Lestari Kadiyono, Jane Savitri, Meilia Trisito Anggraeni, Arimbi Apriliani, Indah Puspitasari, Ira Adelina, Gianti Gunawan, Endah Noviyanti, Indira Briantri Asni, Tery Setiawan,

C. M. Indah Soca R. Kuntari, Ari Pratiwi, Tessalonika Sembiring, O. Irene Prameswari Edwin, Seriwati Ginting,

Ambrosius Stephano Decidery Yolanda, Suroso, Niken Titi Pratitis, Ni Luh Indah Desira Swandi, Putu Nugrahaeni Widiasavitri, Intan Rahmawati, Aliyah Arika Fatin, Lisa Efendy, Yulinda Ashari, Lie Fun Fun, Dian Jayantari Putri K. Hedo, Nicholas Simarmata, Meilani Rohinsa, Risa Juliadilla, Irfani Zukhrufillah,

Syarifah Faradinna, Winbaktianur, Yuspendi

Pertama kali diterbitkan pada Oktober 2021 Oleh Ideas Publishing

Alamat: Jalan Ir. Joesoef Dalie No. 110 Kota Gorontalo

Surel: [email protected] Anggota IKAPI No. 001/GORONTALO/14 ISBN: 978-623-234-195-1

Penyunting : Rosida Tiurma Manurung Mira Mirnawati

Penata Letak : Siti Khumaira Dengo Desainer Sampul : Ilham Djafar

Dilarang mengutip, memperbanyak, atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apa pun, baik secara elektronis dan mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, maupun dengan sistem penyimpanan lainnya tanpa izin tertulis dari penerbit.

(5)

v

Daftar Isi

Kata Pengantar — ix

1. Peran Resiliensi Keluarga dalam Pendidikan

Anissa Lestari Kadiyono... 1 2. Peningkatan Family Resilience

dengan Membangun Relasi Positif dalam Keluarga Jane Savitri, Meilia Trisito Anggraeni,

Arimbi Apriliani ... 23 3. Peran Orang Tua dalam Pemilihan Karier Remaja

Indah Puspitasari... 37 4. Growth Mindset untuk Meningkatkan Ketahanan

Keluarga dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Ira Adelina ... 45 5. Kontribusi Family Support terhadap Work-Life Balance

Karyawati Bank X yang Sudah Menikah di Bandung Gianti Gunawan & Endah Noviyanti ... 55 6. Aplikasi Social Network Analysis

dalam Menjelaskan Fenomena Kekerasan Seksual yang Dilakukan Orang Tua Laki-Laki

Indira Briantri Asni & Tery Setiawan ... 71 7. Peningkatan Ketahanan Keluarga Indonesia

selama Pandemi Covid-19 melalui Aktivitas Bersyukur C. M. Indah Soca R. Kuntari ... 87 8. Ayah di Antara Pekerjaan, Pekerjaan Rumah Tangga,

dan Pengasuhan: Sebelum dan Selama Pandemi Covid-19 Ari Pratiwi ... 101

(6)

vi

9. Close Relationship dan Family Resilience

Tessalonika Sembiring ...117 10. Fungsionalitas Keluarga dan Kesehatan Mental

O. Irene Prameswari Edwina ... 129 11. Karakter Tangguh

Modal Membangun Keluarga Sejahtera

Seriwati Ginting ... 147 12. Komunikasi Interpersonal, Komitmen Pernikahan,

dengan Kecenderungan Perceraian

Ambrosius Stephano Decidery Yolanda, Suroso,

Niken Titi Pratitis ... 165 13. Mengontrol atau Dikontrol: Regulasi Emosi Orang Tua

Mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus Belajar dari Rumah di Masa Pandemi Ni Luh Indah Desira Swandi

& Putu Nugrahaeni Widiasavitri ... 179 14. Nilai Kekuatan Relasi Keluarga

dalam Menghadapi Pandemi

Intan Rahmawati, Aliyah Arika Fatin,

Lisa Efendy ... 195 15. Pengaruh Family Sense of Coherence, Dukungan Sosial,

dan Pendapatan terhadap Resiliensi Keluarga di Masa Pandemi Covid-19

Yulinda Ashari ...211 16. Peranan Dukungan Keluarga terhadap Stres Akademik

pada Mahasiswa yang Menjalani Perkuliahan Daring Lie Fun Fun ... 233 17. Perencanaan Keluarga

dalam Upaya Mencapai Family Flourishing

Dian Jayantari Putri K. Hedo & Nicholas Simarmata... 245

(7)

vii 18. Resiliency Wheel sebagai Dasar Orang Tua

dalam Membentuk Anak yang Tangguh di Masa Pandemi Covid-19

Meilani Rohinsa ... 261 19. Seni Berkomunikasi dengan Keluarga Menghadapi

Fenomena Cabin Fever saat Pandemi Covid-19 Risa Juliadilla & Irfani Zukhrufillah... 273 20. Strategi Mengatasi Konflik Kerja Keluarga

Ibu Bekerja di Masa Pandemi Covid-19

Syarifah Faradinna & Winbaktianur ... 287 21. Keseimbangan Kepribadian, Cinta pada Pasangan

dan Tuhan dalam Mencapai Kepuasan Pernikahan Yuspendi ... 299

(8)

viii

(9)

ix

Kata Pengantar

uji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga book chapter ini dapat terselesaikan dengan baik. Book chapter ini disusun sebagai luaran dari Seminar Nasional dan Call for Paper yang diselenggarakan dalam Rangka Dies Natalis Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha ke-56, yang dipersembahkan oleh Program Studi Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Seminar Nasional dan Call for Paper ini mengambil tema

“Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi Covid-19”, yang sesuai dengan kekhasan Program Studi Magister Psikologi Sains, yaitu bidang kajian mengenai family dan parenting. Keluarga merupakan salah satu unsur kekuatan pembangunan nasional. Penguatan ketahanan keluarga sangat diperlukan karena banyak masalah sosial yang terjadi akibat runtuhnya pondasinya keutuhan keluarga. Pandemi Covid-19 jelas berdampak pada ketahanan keluarga di Indonesia.

Semakin baik ketahanan keluarga, semakin baik pula kemampuan keluarga menghadapi perubahan pandemi dan pasca pandemi.

Book chapter ini berisi kumpulan kajian literatur dan penelitian mengenai topik-topik family resilience dari seantero nusantara. Diharapkan book chapter ini dapat dijadikan literatur bagi pembaca dan kalangan akademik yang meneliti tentang tema keluarga, parenting, dan resiliensi.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak, khususnya kepada peserta dan panitia Seminar Nasional dan Call for Papers atas kerja sama dan dukungannya sehingga buku ini dapat diterbitkan.

Bandung, September 2021 Ketua Program Studi Magister Psikologi Sains

Universitas Kristen Maranatha

Dr. Meilani Rohinsa., M.Psi., Psikolog

P

(10)

x

(11)

Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 |23 Peningkatan Family Resilience

dengan Membangun Relasi Positif dalam Keluarga

A. Pendahuluan

eluarga dapat hidup sejahtera ketika keluarga tersebut dapat bertahan di tengah kondisi apapun, termasuk dalam situasi pandemi. Setiap menghadapi perubahan dan tantangan kehidupan sehari-hari, keluarga perlu menyesuaian diri agar kondisi keluarga tidak semakin memburuk. Pada masa pandemi, banyak ibu yang bertambah tugas dengan membantu anak belajar di rumah, anak-anak mengalami kesulitan untuk memahami materi pelajaran karena diberikan melalui pembelajaran jarak jauh, ayah yang mulai mencari alternatif pekerjaan baru karena usaha dan pekerjaan yang mandeg, belum lagi jika ada saudara dekat atau anggota keluarga yang

K

(12)

24| Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 terpapar virus Covid-19. Berbagai tekanan kehidupan ini dapat membuat keluarga menjadi goncang, sehingga diperlukan ketahanan mental yang kuat atau yang dikenal dengan family resiliency. Chan dan Slayton (2017) menuliskan hal yang menarik berkaitan dengan keluarga yang mengalami masalah. Mereka menyatakan bahwa keluarga tidak dapat mencegah atau menghilangkan tantangan atau kesulitan hidup, tetapi dapat mengurangi dampak negatif dan membuatnya lebih mudah dihadapi, yaitu dengan mengembangkan sikap tahan uji. Ketahanan keluarga yang tinggi akan memungkinkan keluarga- keluarga untuk dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.

Satu kunci yang dapat membuat keluarga dapat bertahan dalam keadaan pandemi ini adalah dengan memperhatikan relasi yang dibangun antar anggota keluarga. Relasi antara anggota keluarga dapat menjadi sumber kekuatan sekaligus kebahagiaan tetapi juga dapat berlaku sebaliknya, yaitu sumber penderitaan dan kehancuran. Semuanya tergantung dari bagaimana masing-masing anggota keluarga memainkan peran dalam membina relasi itu sendiri. Dalam pembahasan lebih lanjut akan dipaparkan bagaimana sebaiknya keluarga dapat membangun relasi yang positif dengan didasari atas kasih dan kelekatan emosional yang positif antar anggota keluarga sehingga dapat meningkatkan ketahanan dalam keluarga.

B. Pembahasan

Berikut ini akan diuraikan tentang apa dan bagaimana relasi, kelekatan emosi dan hubungannya dengan ketahanan keluarga.

(13)

Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 |25 1. Relasi yang positif dalam keluarga adalah hal penting Membangun relasi dengan orang lain adalah hubungan yang terjadi secara natural, karena setiap manusia telah membangun interaksi dengan orang lain semenjak ia berada dalam kandungan ibunya.

Relasi tersebut dipelajari saat janin terbentuk dan proses itu akan terus dipelajari bayi hingga ia dilahirkan. Arif (2016) menuliskan bahwa relasi antara ibu dan seorang anak dalam rahimnya merupakan relasi yang paling intim di antara dua manusia.

Relasi yang dibangun dalam keluarga merupakan proses dinamis dari pembentukan karakteristik masing-masing anggota keluarga (Thoburn, 2016). Interaksi yang ada dalam keluarga memiliki dinamika kompleks untuk mengembangkan keyakinan dan nilai, menumbuhkan narasi, pengembangan interpretasi, penanaman harapan serta pertukaran emosi dimana di dalam semua itu juga mengandung kebutuhan masing-masing anggotanya. Pertukaran buah pikiran dan perasaan terjadi dalam relasi antara pasangan suami istri serta hubungan antara orang tua dan anak.

Tidak semua relasi yang dibangun dalam keluarga dapat dibina dengan baik. Relasi dengan orang lain bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan meski orang lain tersebut adalah keluarga kita sendiri, Adakalanya relasi yang dibangun bukanlah relasi yang hangat dan menyemangati, melainkan relasi yang dingin, sulit dan penuh akan ledakan-ledakan emosi yang menghancurkan. Jika relasi yang demikian dimiliki di dalam keluarga maka dapat dibayangkan keadaan ketahanan keluarga yang

(14)

26| Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 rentan dan mudah hancur oleh masalah. Sebaliknya dibutuhkan kerjasama yang baik antara suami dan istri untuk mengembangkan relasi pernikahan yang kuat (Ginanjar, 2013) yang menjadi dasar dari ketahanan sebuah keluarga.

Relasi yang positif adalah hal yang penting dalam keluarga. Relasi yang positif akan membuat setiap anggota keluarga tidak merasa seorang diri menjalani tantangan di masa pandemi ini. Dukungan dalam bentuk relasi tersebut akan menjadi sumber kekuatan untuk bertahan dan akan menjawab kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Setiap anggota keluarga merasa dihargai, dicintai dan dipedulikan oleh anggota keluarga yang lain sehingga masing-masing mereka akan lebih merasa bahwa hidupnya berharga dan layak dipertahankan. Selain itu, relasi yang positif juga memampukan setiap anggotanya mengembangkan rasa kasih dan kepedulian antara anggota keluarga.

Slayton dan Slayton (2015) mengemukakan bahwa orangtua perlu membangun hubungan komunikasi yang intensif dan mengekspresikan kepercayaan terhadap anak. Respon yang aktif dan konstruktif tentunya akan membangun relasi yang positif pula antar anggota keluarga (Arif, 2016). Timbal balik yang terjadi inilah yang pada akhirnya akan menguatkan keluarga itu sendiri dan memampukan keluarga itu untuk bertahan di tengah masa pandemi.

2. Kelekatan emosional sebagai dasar bagi pengembangan relasi yang positif dalam keluarga.

Menjalin kelekatan emosi merupakan satu jalan untuk meningkatkan kualitas relasi antara anggota keluarga.

(15)

Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 |27 Tinggal di rumah saat pandemi seharusnya akan membuat anggota keluarga menjadi semakin dekat satu sama lain. Kelekatan emosi juga sangat dipengaruhi oleh banyak hal seperti tingkah laku sebagai wujud sikap yang dipilih oleh masing-masing anggota keluarga, tingkat stress masing-masing anggota keluarga; karena tantangan yang dihadapi dan situasi yang tidak menentu.

Bowlby dan Ainsworth (dalam Baron & Byrne, 2005) menyatakan bahwa kelekatan emosional adalah ikatan kuat yang dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya (Baron, 2005). Kelekatan emosi dibangun sejak bayi dalam kandungan hingga saat bayi itu lahir dan bertumbuh dewasa. Setiap peristiwa kelekatan emosional yang diberikan oleh orang tuanya terutama ibunya akan memberikan jejak dampak bagi kelekatan emosi saat ia membangun hubungan dengan orang lain di luar keluarganya kelak.

Beberapa bentuk kelekatan emosi juga akan memberikan dampak yang berbeda pada relasi yang dibangun, serta pada akhirnya juga memberikan pengaruh yang berbeda pula pada ketahanan keluarga. Kelekatan emosi yang dibangun dengan cara yang penuh perhatian, penuh kasih dan kepedulian yang kuat akan membuat masing-masing keluarga merasa aman. Mereka cenderung saling terbuka satu sama lain dan tidak ragu untuk saling mendekatkan diri satu sama lain. Kelekatan emosi yang aman ini pun akan memengaruhi tumbuh kembang anak dan cara anak tersebut berinteraksi

(16)

28| Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 dengan orang lain di luar keluarganya. Secure attachment menurut Hazan dan Shaver (Mikulincer &

Shaver, 2007) dimiliki seseorang yang pada masa kanak-kanaknya memiliki hubungan yang akrab dengan orang tuanya atau caregiver. Ketika anak tersebut dewasa, anak tersebut tumbuh menjadi pribadi yang mudah bergaul, percaya diri, memiliki hubungan yang romantis dan penuh kasih sayang terhadap pasangannya.

Berbeda dengan kelekatan emosi yang kurang aman, dimana setiap anggotanya cenderung menutup diri dan saling menghindar lantaran interaksi yang terjadi seringkali melukai perasaan. Bisa jadi relasi yang terjalin dipenuhi dengan emosi yang tidak stabil, minimnya perhatian dan dukungan serta ketiadaan respon positif terhadap perilaku yang baik dapat menjadi penyebab munculnya kelekatan emosi yang kurang aman. Avoidance attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanak-kanaknya sering mendapat perlakuan yang dingin, tidak bersahabat, dan bahkan penolakan dari ibunya, ketika dewasa individu tersebut akan takut keintiman dengan pasangan dan kesulitan menerima kekurangan pasangan. Anxiety attachment, menurut Hazan dan Shaver (Mikulincer & Shaver, 2007), dimiliki oleh seseorang yang pada masa kanak-kanak memiliki pengalaman dengan ayah yang dipandang kurang adil. Ketika dewasa, ia menjadi individu yang kurang percaya diri, mudah jatuh cinta tetapi sulit menemukan cinta sejati, penuh rasa ingin memiliki pasangan, penuh rasa cemburu, penuh dengan hasrat seksual, dan emosional.

(17)

Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 |29 Perhatian dan respon yang tepat dari orang tua;

khususnya seorang ibu pada anaknya akan membentuk emosi positif yang kuat. Fredickson (2013) menyebut emosi positif yang utama dan dibagikan bersama dengan orang lain dengan kasih (love). Dalam kasih, masing-masing anggota keluarga mengalami penghayatan emosi positif yang sama dalam kebersamaan keluarga tersebut. Masing- masing anggota keluarga secara intuitif saling mengetahui bahwa ada anggota keluarga yang lain yang juga merasakan persis apa yang dirasakannya.

Hal ini menipiskan batasan diri yang tebal antara dirinya dan orang lain, sehingga setiap anggota keluarga menjadi kesatuan untuk satu moment tertentu itu (Arif, 2016). Jika pengalaman positif ini terulang dalam frekuensi yang intens dan memiliki intensitas yang tetap bahkan lebih maka dapat dibayangkan tentunya apa yang dapat terjadi dan dialami oleh keluarga tersebut. Keluarga tersebut akan menjadi keluarga yang solid, bersatu dan relasinya pasti bertambah kuat, sangat terikat satu sama lain. Tidak dapat disangkal lagi bahwa kasih adalah pembangun kelekatan emosi.

Masing-masing orang dalam keluarga memiliki temperamen bawaan yang menghasilkan perilaku tertentu. Perilaku tersebut akan saling memengaruhi, meski dalam hal ini orang tua memiliki porsi lebih besar untuk memberi pengaruh terhadap hasil kelekatan emosi itu sendiri. Selain perilaku, ada juga konteks terjadinya kelekatan, seperti kondisi dari anggota keluarga itu apakah masing-masing sedang dalam kondisi tidak bahagia atau bahagia, apakah

(18)

30| Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 kondisi keluarga tersebut terjepit atau tidak, apakah keluarga tersebut memiliki suatu kekhawatiran terhadap hal tertentu atau tidak, apakah keadaan ekonominya cukup atau tidak, dan beberapa hal lainnya.

3. Kelekatan emosional yang positif akan membangun ketahanan keluarga.

Aktivitas masyarakat telah mengalami perubahan sejak adanya pandemi Covid-19 diantaranya pemerintah melakukan pembatasan sosial berskala besar di berbagai daerah. Dengan adanya berbagai kebijakan membuat keluarga sering melakukan kegiatan bersama di rumah karena baik bekerja maupun anak-anak bersekolah dilakukan di rumah.

Hal ini akan menjadi baik jika relasi yang dibangun saat bersama-sama menghabiskan waktu di rumah terjadi pola interaksi yang positif antara suami-istri, orang tua-anak, maupun antar anggota keluarga lainnya yang meningkatkan kualitas ikatan emosional. Ikatan emosional antara orang tua dan anak disebut attachment. Kualitas attachment dapat meningkat atau menurun, akan tetapi hal itu tidak dapat dihilangkan, karena kelekatan berlangsung sepanjang masa (Ainsworth & Bell, dalam Amani 2021). Keluarga yang memiliki kelekatan positif biasanya adalah individu yang percaya diri, ramah, dan mampu memanfaatkan dukungan sosial dengan baik kemudian individu tersebut terhindar dari kecemasan dan kemungkinan perasaan yang menekan karena kondisi pandemi Covid-19 ini.

Sehingga keluarga ini mampu beradaptasi dengan dengan keadaan dan terhindar dari keadaan stress,

(19)

Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 |31 depresi atau pengalaman negatif lainnya. (Kenny dkk, dalam Pearson, 2007)

Setiap keluarga memang mempunyai tekanan masing-masing terutama dalam situasi pandemi.

Untuk itu keluarga dituntut untuk dapat mengatasi setiap permasalahan yang dihadapinya. Keluarga yang mampu menghadapi berbagai tantangan dan bangkit dari hal-hal yang membuat terpuruk disebut keluarga yang resilien (Walsh, 2016). Keluarga yang resilien adalah keluarga yang memiliki tiga proses yang utama beresiliensi, yaitu sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi, dan proses komunikasi (Walsh, 2016). Ciri-ciri keluarga yang beresiliensi tinggi diantaranya mampu memberi makna pada situasi krisis, memiliki pandangan positif terhadap setiap permasalahan, menghadapi kesulitan selalu optimis dan memiliki harapan akan masa depan, memiliki keahlian beradaptasi dengan keadaan yang mereka hadapi dalam kondisi yang sulit dengan metode menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baru yang bisa mereka lakukan bersama-sama, mampu memecahkan permasalahan bersama-sama menemu- kan problem solving yang konstruktif. Pendapat lain mengemukan tentang tanda keluarga yang kuat dan berfungsi dengan baik dimana keluarga melayani setiap anggota keluarga, keakraban antara suami-istri menuju kualitas perkawinan yang baik, orangtua yang mengajar dan melatih anaknya dengan penuh tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten dan mengembangkan ketrampilan, suami-istri yang menjadi pemimpin dengan penuh kasih dan anak- anak yang mentaati dan menghormati orangtuanya.

(20)

32| Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 Adapun menurut (Martinez dkk., 2003 dalam Mawarpury & Mirza, 2018), yang disebut dengan keluarga yang kuat dansukses, yang dapat diartikan sebagai ketahanan adalah keluarga dengan kriteria:

(1) Kuat dalam aspek kesehatan, indikatornya adalah keluarga merasa sehat secara fisik, mental, emosional dan spiritual yang maksimal. (2) Kuat dalam aspek ekonomi, indikatornya adalah keluarga memiliki sumberdaya ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kesempatan bekerja, kepemilikan aset dalam jumlah tertentu dan sebagainya. (3) Kuat dalam kehidupan keluarga yang sehat, indikatornya adalah bagaimana keluarga terampil dalam mengelola resiko, kesempatan, konflik dan pengasuhan untuk mencapai kepuasan hidup. (4) Kuat dalam aspek pendidikan, indikatornya adalah kesiapan anak untuk belajar dirumah dan sekolah sampai mencapai tingkat pendidikan yang diinginkan dengan keterlibatan dan dukungan peran orang tua hingga anak mencapai kesuksesan. (5) Kuat dalam aspek kehidupan bermasyarakat, indikatornya adalah jika keluargamemiliki dukungan seimbang antara yang bersifat formal ataupun informal darianggota lain dalam masyarakatnya, seperti hubungan pro- sosial antar anggotamasyarakat, dukungan teman, keluarga dan sebagainya, dan (6) Kuat dalam menyikapi perbedaan budaya dalam masyarakat melalui keterampilan interaksi personal dengan berbagai budaya.

Aini (2020) mengemukakan hal yang memengaruhi tinggi rendahnya dari ketangguhan dan kekuatan keluarga di masa pandemi yaitu adanya

(21)

Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 |33 faktor eksternal lingkungan keluarga, yang dalam hal ini secara spesifik mengkaji kelekatan positif. Faktor yang memengaruhi resiliensi terdiri dari internal dan eksternal. Dari eksternal di antaranya adalah positive attachment. Kelekatan positif adalah keterikatan atau kepercayaan rasa aman yang diperoleh anak dari orang tuanya atau pengasuhnya, yang berupa kasih sayang, yang mengembangkan rasa percaya diri, ego, serta konsep diri sehingga membantu keluarga dalam menghadapi kondisi yang menekan, serta ketika dalam menghadapi masalah dan membantu keluarga dalam menghadapi kondisi yang menekan bahkan beradaptasi dengan kondisi new normal dan bentuk- bentuk perilaku penyesuaian di era tatanan baru saat pandemi. Keluarga yang memiliki resiliensi tinggi akan mempunyai kestabilan dalam emosi positif.

Kondisi demikian akan mengarahkan keluarga tersebut untuk memaksimalkan dukungan sosial dan mengupayakan pemecahan masalah yang dihadapi.

Aini (2020) mengemukakan jika dalam anggota keluarga tidak mampu mengatur regulasi emosi yang baik, maka dalam hal menjalin hubungan relasi positif dengan orang lain akan mengalami kesulitan padahal dalam masa pandemi dituntut untuk memiliki kestabilan emosi untuk menentukan langkah yang tepat atau menentukan upaya yang baik dalam mengambil keputusan yang berfokus pada penyelesaian masalah. Jadi dapat dikatakan bahwa menjaga relasi positif merupakan modal kuat untuk memiliki resiliensi. Untuk tetap menjaga kestabilan emosi, keluarga harus bisa meregulasi emosi. Regulasi emosi mengajarkan bagaimana mengidentifikasi dan

(22)

34| Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 menggambarkan emosi, bagaimana untuk mengurangi kerentanan terhadap emosi negatif dan bagaimana meningkatkan emosi positif. Individu yang mampu meregulasi emosi berarti mampu memodifikasi emosi negatif karena pengalaman- pengalaman yang buruk hingga mendapatkan emosi yang positif untuk meraih keseimbangan di dalam emosi, orang yang resilien bisa mengendalikan emosi mereka, terutama dalam menghadapi tantangan atau kesulitan, untuk tetap fokus pada tujuan (Reivich &

Shatte, 2002). Sebuah penelitian oleh (Tugade &

Fredrickson, 2007 dalam Aini 2020) menunjukkan regulasi emosi yang menghasilkan emosi positif akan sangat membantu dalam membangun resiliensi seseorang pada situasi stress.

C. Penutup

Relasi yang terjalin dipenuhi dengan emosi yang tidak setabil minimnya perhatian dan dukungan serta ketiadaan respon positif terhadap perilaku yang baik dapat menjadi penyebab munculnya kelekatan emosi yang kurang aman, sehingga sulit untuk menjadi keluarga yang tangguh.

Keluarga yang tangguh adalah keluarga yang memiliki tiga proses utama bereseiliensi yaitu system kepercayaan, pola organisasi yang baik dan proses komunikasi yang baik pula. Kelekatan emosional yang positif adalah keterikatan atau kepercayaan rasa aman yang diperoleh oleh anak dari orang tuanya atau pengasuhnya, yang berupa kasih saying yang mengembangkan rasa percaya diri, ego serta konsep diri sehingga membantu keluarga dalam menghadapi kondisi yang menekan, serta ketika dalam menghadapi masalah dan membantu keluarga

(23)

Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 |35 dalam menghadapi kondisi yang menekan bahkan beradaptasi dengan kondisi new normal dan bentuk- bentuk perilaku penyesuaian di era tatanan baru saat pandemic. Hal ini karena eluarga memiliki resiliensi yang tinggi, mereka membutuhkan kestabilan dalam emosi positif dimana akan mengarahkan kepada keluarga tersebut untuk menjalin relasi dengan orang lain untuk memaksimalkan dukungan sosial dan mengupayakan pemecahan masalah yang di hadapi.

Daftar Rujukan

Aini, Dewi K. (2020). Positive Attachment, Mindfulness dan Resiliensi Remaja di Era Tatanan Baru. PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi: Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Vol. 2, 2020, hal 210 - 225

Amani, An Nissa Atari. (2021). Kelekatan Remaja Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Tambusai: Universitas Negeri Padang, Vol 5 Nomor 2, Hal 3180 - 3184

Arif, I. S. (2016). Psikologi Positif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Baron, R.A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi kesepuluh:

jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Chan, S.S.K. & Slayton, G.W. (2017). Maximum Marriage (terjemahan). Jakarta: Family First Indonesia.

Ginanjar, A.S. (2013). Kompromi Dua Hati-Bersama Pasangan Menikmati Perkawinan Bahagia. Jakarta: PT Gramedia Pustama Utama.

Mawarpury, Marty & Mirza. (2017). Resiliensi Dalam Keluarga:

Perspektif Psikologi. Jurnal Psikoislamedia: Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Vol 2 Nomor 1, Hal 96-106

Mikulincer, M. S. (2007). Attachment in adulthood: Structure, dynamics, and change. New York London: Guilford Press.

Pearson, Dr Jody., Child, Jefrey.(2007). A Cross Cultural Comparison Of Parental And Peer Attachment Style Among Adult Children From United State, Pueto Rico, And India.

Journal Of Intercultural Communication Research, 36, Issue 1,2007. USA: North Dakota State University

(24)

36| Family Resilience dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential

Skills for Overcoming Life’s Invetible Obstacles. Newyork:

Broadway Book.

Slayton, M. & Slayton, G.W. Be The Best Mom You Can Be (terjemahan). Jakarta: Family First Indonesia.

Thoburn, J.W. & Sexton, T.L. (2016). Family Psychology: Theory, Research, and Practice. Westport CT: Praeger Press.

Walsh F. (2016). Family resilience: a developmental systems framework. European Journal of Developmental Psychology.

http://dx.doi.org/10.1080/17405629.2016.1154035. (2016).

Strengthening Family Resilience, Third Edition. The Guilford Press.

Referensi

Dokumen terkait

Matahari termasuk salah satu contoh bintang kerana dapat menghasilkan cahaya sendiri. Matahari merupakan bola gas yang sangat panas serta berukuran sangat besar. Matahari

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Ibu Nunung (Seorang Guru bidang Matematika di MAN 2 Kota Cirebon), yaitu menyatakan bahwa “mayoritas siswa hanya mengerti pada

Kegiatan Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian diarahkan pada (1) pemetaan dan eksplorasi gen-gen penting, serta sekuensing dan anotasi

Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah proses mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam

Wismansyah men- yampaikan anggota Praja Muda Karana (Pramuka) di Kota Tangerang harus mampu menjadi duta peruba- han perilaku bagi masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19

Adapun saran dari tim pengabdian kepada masyarakat antara lain: (1) Sangat diharapkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat terus berlanjut dengan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan jika Pemutusan Hubungan Kerja yang dialami kepala keluarga atau anggota keluarga pada masa pandemi Covid-19 tidak terlalu

3.2.1 Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi Tahun 2001  – 2013 69 3.2.2 Jumlah Pencari Kerja per Bulan Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Sukabumi..