• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Instagram merupakan salah satu media sosial yang memiliki pengguna terbanyak di Indonesia. Di lansir dari (Jayani D. H., 2020), Instagram menempati posisi keempat dengan capaian 79 persen dari pengguna media sosial di Indonesia setelah Youtube (88 persen), WhatsApp (84 persen), dan Facebook (82 persen).

Menurut (Pertiwi, 2019), hingga November 2019, jumlah pengguna aktif bulanan Instagram di Indonesia dilaporkan telah mencapai 61.610.000. Setidaknya demikian menurut laporan terbaru dari NapoleonCat, salah satu perusahaan analis Social Media Marketing yang berbasis di Warsawa, Polandia. Artinya, 22,6 persen, atau nyaris seperempat total penduduk Indonesia, adalah pengguna Instagram.

Jumlah tersebut naik tipis dari bulan sebelumnya, yang menyebut total pengguna Instagram di Indonesia mencapai 59.840.000. Pengguna Instagram dengan gender perempuan paling dominan di Indonesia. Tercatat jumlahnya mencapai 50,8 persen, unggul tipis dari pengguna bergender pria yang mencapai 49,2 persen. Pengguna berusia 18-24 tahun menjadi kelompok usia pengguna paling besar di Indonesia, dengan total persentase 37,3 persen atau sekitar 23 juta pengguna. Dalam rentang usia tersebut, pengguna Instagram perempuan masih dominan dengan persentase 19,5 persen dibanding laki-laki dengan persentase 17,9 persen.

Dengan jumlah yang tidak sedikit, ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap Instagram juga tinggi. Dikutip dari (Jayani D. H., 2020), Penduduk Indonesia berusia 16 hingga 64 tahun berselancar di internet (pada semua perangkat) dalam sehari rata-rata mencapai 7 jam 59 menit. Adapun pengguna internet Indonesia mencapai 175,3 juta atau 64 persen dari total penduduk Indonesia. Mayoritas pengguna tersebut menggunakan ponsel, yaitu sebanyak 171 juta atau 98 persen dari pengguna internet Indonesia. Media sosial menempati

(2)

urutan kedua dengan rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan waktu sebanyak 3 jam 26 menit. Sementara media lainnya selama 3 jam 4 menit untuk menonton televisi, 1 jam 30 menit untuk streaming musik, dan 1 jam 23 menit untuk menggunakan konsol game.

Para pengguna Instagram mayoritas adalah remaja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Taiwan yang dipaparkan pada sebuah jurnal internasional. Sebuah survei latar belakang pengguna Instagram di Taiwan mengungkapkan bahwa pengguna wanita merupakan mayoritas dan juga lebih aktif. Selanjutnya, sebagian besar pengguna memiliki pendidikan perguruan tinggi atau lebih tinggi. Di Taiwan, secara signifikan lebih banyak individu dari siswa sekolah menengah pertama pada usia 12 tahun ke atas lulusan universitas di bawah usia 24 tahun mengunjungi Instagram dibandingkan individu dari kelompok usia lainnya. Selain itu, 71% anak muda berusia antara 18 dan 24 tahun adalah pengguna Instagram (Su, 2018). Hasil penelitian tersebut ini menjadi menarik untuk diteliti oleh penulis. Penulis ingin melihat bagaimana para mahasiswa menggunakan Instagram pada kegiatan sehari-hari mereka.

Alasan mengapa penulis memilih Instagram sebagai sosial media yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah karena Instagram membuat standarisasi bahwa kehidupan orang lain terlihat lebih baik dari kita lewat konten-konten visual yang disajikan di Instagram. Permasalahan yang ditemukan penulis di kalangan mahasiwa FISIP UNS yang menggunakan akun kedua Instagram adalah mereka menjadi lebih terbuka tentang kehidupan pribadi mereka dan menjadi pribadi yang berbeda dari akun utama mereka. Hal ini membuat masalah baru karena mereka cenderung idealis dalam mengunggah konten di akun utama. Standar unggahan yang di unggah di akun utama harus sesuai dengan standar ‘Instagram-able’ atau bagaimana unggahan harus terlihat estetik dan mengikuti tren Instagram yang sedang terjadi. Sehingga seringkali menimbulkan konflik batin apabila tidak bisa memenuhi standar unggahan dari teman-teman yang lain dan takut apabila menjadi diri sendiri akan dikucilkan atau dikritik. Untuk itu, mahasiswa membutuhkan akun

(3)

kedua untuk lebih bebas membuat standar unggahannya sendiri, standar untuk privasi unggahan, dan lebih terbuka untuk menerima dirinya sendiri.

Dikutip dari sebuah jurnal internasional bahwa studi sebelumnya menawarkan banyak dukungan untuk tautan negative antara perbandingan sosial dan harga diri. Dalam sebuah survey studi di kalangan mahasiswa, Vogel et al.

(2014) menemukan bahwa peserta yang mendapat skor lebih tinggi pada orientasi perbandingan sosial mengalami penurunan harga diri dan persepsi diri yang lebih buruk keseimbangan. Survei lain juga menunjukkan bahwa ketika orang menganggap teman-teman media sosial mereka memiliki kehidupan yang lebih baik, tingkat harga diri mereka yang dilaporkan sendiri lebih rendah (Wang et al., 2017). Penelitian yang ada terutama meneliti penggunaan Facebook, sementara Instagram memiliki beberapa fitur teknologi yang berbeda yang dapat meningkatkan perbandingan sosial pengguna dan efeknya pada harga diri.

Misalnya, dengan lebih banyak opsi peningkatan filter, pengguna Instagram menunjukkan lebih banyak kecenderungan untuk memilih dan membesar-besarkan skenario kehidupan positif daripada pengguna Facebook (Lup et al., 2015). Juga, tidak seperti Facebook yang lebih berpusat pada teks, di mana pengguna sering menampilkan intelektual atau sastra mereka kemahiran, Instagram digunakan terutama untuk foto dan video membagikan. Konten visual menciptakan pembentukan kesan yang lebih tinggi dengan meningkatkan kehadiran sosial (Johnson & Knobloch- Westerwick, 2016), dan visual juga lebih mudah diingat daripada informasi berbasis teks (Noldy et al., 1990). Jadi, sosial perbandingan dan pengaruhnya terhadap harga diri menjadi lebih menonjol di Instagram (Ngien, 2020).

Pengguna Instagram memanfaatkan Instagram sebagai wadah untuk mengekspresikan diri melalui foto maupun video. Dalam penelitian di Universitas Bina Nusantara, peran media sosial Instagram yang disampaikan oleh informan sesuai dengan Porter, Instagram memungkinkan dan mendorong semua pengguna untuk membuat, berbagi dan menyebarkan informasi dan gambar, yang menekankan berbagi konten antara pengguna dan kolaborasi online. Ini adalah bentuk aplikasi yang dinamis, fleksibel dan interaktif yang dapat disebut sebagai

(4)

desain. Pembuatan, penyebaran dan penyebaran informasi atau berbagi konten antar pengguna menjadikan peran Instagram sebagai media untuk berbagi dan memperoleh informasi dalam berbagai bidang atau konten sesuai dengan informan dan teori yang digunakan. Kolaborasi online sebagai peran Instagram mengacu pada publikasi media, yang membuat peran media sosial sebagai media publikasi kembali terbukti (Vusparatih, 2019).

Setiap foto maupun video yang di unggah diyakini memiliki makna tersendiri bagi masing-masing individu. Kemunculan akun kedua Instagram merupakan bentuk self disclosure yang dilakukan pengguna Instagram untuk lebih leluasa mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalamannya tanpa merisaukan identitas asli dari akun pertamanya. Manajemen privasi dibutuhkan karena terdapat ketegangan antara keterbukaan dan privasi, antara “publik” dan “privat” dalam hubungan.

Kemunculan fenomena akun kedua Instagram yang semakin lama semakin banyak yang penulis temukan. Dilansir dari HAI, setelah mengadakan survey yang melibatkan 300 responden, hasilnya ditemukan 46% remaja punya akun kedua.

Bahkan, 60% dari remaja yang memiliki akun alter, mempunyai dua buah akun alter. Lebih dari setengahnya mengaku akun keduanya di privat dan tidak mengungkap identitas. Untuk jenis kelamin, cewek yang punya akun alter jumlahnya lebih banyak dibanding cowok yang memiliki dua akun. Mereka yang punya akun alter juga ngaku cukup sering buka akun kedua, (Bahar, 2018 ).

Di lansir dari The Guardian, sebuah surat kabar Inggris, pada salah satu berita online menyatakan bahwa alasan remaja menggunakan akun kedua untuk menjaga privasi mereka. Mereka menggunakan akun kedua untuk membagikan realitas kehidupan mereka kepada orang-orang terdekatnya tanpa memperdulikan komentar maupun like dari pengikutnya. Mereka cenderung menggunakan akun kedua untuk menyimpan rahasia dari orang tua mereka. Karena pada zaman sekarang, orang tua sudah banyak yang mempunyai akun Instagram dan mengikuti akun anaknya. Hal ini dilatarbelakangi dengan studi yang dilakukan di Inggris pada awal tahun 2016. Dalam studi ini ditemukan bahwa tiga perempat masyarakat

(5)

Inggris mengaku berbohong tentang diri mereka sendiri di media sosial. Ada beberapa contoh orang yang berhasil memalsukan hidup mereka, seperti penulis Kosmopolitan yang mengarang seluruh hubungan dengan beberapa foto yang dibuat dengan hati-hati. Kebanyakan pengguna akun kedua lebih nyaman mengaburkan garis realitas dan fantasi online. Yang mungkin paling menarik dari fenomena Rinstagram (Real Instagram atau akun utama) dan Finstagram (Fake Instagram atau akun kedua) adalah bagaimana akun publik yang performatif dianggap sebagai akun nyata kita, sedangkan akun pribadi yang lebih jujur adalah Instagram palsu kita (Williams, 2016).

Dr. Valentina Cardo, dosen Media Sosial dan Budaya Jaringan di Universitas Southampton, berpendapat bahwa kita terlalu membedakan cara kita berinteraksi online dan offline. Dikutip dari wawancara dengan The Guardian, Cardo menyatakan bahwa kebanyakan dari kita memiliki kebebasan untuk mewakili diri sendiri dengan cara yang berbeda. Kita tidak selalu mengungkapkan sepenuhnya. Cara kita menyaring realitas online tidak jauh berbeda dengan percakapan dengan teman. Narasi diri selalu mengandung unsur sensor diri. Cardo menilai performativitas Instagrampi bukan representasi palsu dari kehidupan kita dan lebih "optimis secara teknologi". Dalam setiap interaksi sosial kita pada tingkat tertentu, kita terus-menerus menyaring konten dari kehidupan kita. Sebagai contoh, kita tidak memberi tahu teman tentang saat kita pergi ke toilet. Sama halnya dengan kehidupan Instagram kita. Hanya saja Instagram memberi kita kontrol untuk menjalankan kehidupan yang diidealkan dengan lebih akurat. Setiap gambar, menurut Cardo, adalah sebuah pesan. Kita mengkomunikasikan sesuatu tentang status dan gaya hidup kita tidak peduli siapa audiens-nya atau apa niatnya. Penting, menurutnya, untuk mempertimbangkan bagaimana kita berinteraksi dengan Instagram dan jejaring sosial lainnya bukan sebagai platform penyiaran, tetapi sebagai alat percakapan.

Penelitian yang dilakukan Scope, sebuah badan amal nasional penyandang disabilitas di Inggris, membuat sebuah proyek yang dijuluki sebagai "Detoksifikasi Digital". Dalam proyek tersebut, penggemar jejaring sosial bersertifikat ditantang

(6)

untuk bertahan tanpa sentuhan teknologi selama 48 jam. Tujuannya adalah untuk memungkinkan peningkatan akses oleh orang-orang cacat ke perangkat. Hasilnya, 62% pengguna yang diwawancarai dari situs populer ini merasa tidak nyaman setelah membandingkan unggahan pengguna lain dengan pencapaian pribadi mereka. Lebih lanjut, 60% dari pengguna ini menyatakan bahwa situs ini membuat mereka iri dengan unggahan orang lain (Mendoza, 2014).

Tiga alasan mengapa remaja menggunakan akun kedua Instagram menurut situs berita online Australia, The Conversation antara lain :

1. Diperuntukkan untuk teman dekat.

Remaja di Australia menggunakan akun kedua untuk menunjukan diri mereka yang apa adanya tanpa khawatir dikomentari oleh orang lain. Tidak seperti akun utama mereka yang memiliki pengikut lebih banyak dan berpotensi besar untuk di kritik.

2. Untuk menikmati hal-hal menarik secara pribadi.

Beberapa remaja menggunakan akun kedua mereka untuk menikmati hal-hal menarik perhatian mereka tanpa takut dirundung oleh orang lain. Sebagai contoh seorang remaja laki-laki yang menyukai dunia K-Pop menggunakan akun kedua untuk mempublikasikan ketertarikannya pada idolanya tanpa khawatir ditertawakan oleh teman lain.

3. Meningkatkan popularitas di akun utama.

Tidak sedikit remaja yang menggunakan akun kedua untuk menambah jumlah likes atau komentar di unggahan mereka agar terlihat terkenal (Orlando, 2018).

Menurut penelitian yang dilakukan di tiga kelas Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran terkait akun kedua menyatakan bahwa 28% atau 32 dari 114 mahasiswa memiliki akun Instagram lebih dari satu. Tujuan spesifik mengapa mereka memiliki lebih dari satu akun antara lain sebagai sarana curhat, jurnal harian, belanja online , stalking mantan kekasih, portofolio, bisnis dan endorsement, stalking dan haters artis, dan memperkenalkan desa-nya. Dari 32 mahasiswa,

(7)

dipilih tiga narasumber yang dianggap representative untuk lebih dikulik bagaimana mereka mengguankan akun kedua sebagai back stage. Penelitian ini menggunakan kajian teori Dramaturgi dari Erving Goffman (Alnashava, 2018).

Kehidupan bermedia sosial narasumber di akun kedua cenderung lebih bebas dan tidak terlalu memikirkan kerapian dalam feeds Instagram. Mereka hanya perlu untuk secara bebas berbagi apa yang ingin mereka bagikan dengan teman- teman terdekatnya. Mereka juga bisa dengan bebas menuliskan keterangan foto atau berkomentar dengan akun kedua mereka karena akun keduanya anonim. Mereka menyadari bahwa ketika mereka mungkin berinteraksi menggunakan akun utama sangat memungkinkan terjadi konflik dan dapat menimbulkan berbagai tanggapan dari pengikutnya yang dengan sangat mudah merubah presentasi dirinya yang sudah disusun dengan baik. Maka mereka membuat akun kedua untuk mengekpresikan perasaan mereka dengan lebih bebas.

Penelitian lain juga dilakukan di Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya. Penelitian juga membahas bagaimana analisis konsep dramaturgi dalam akun alter ego Instagram. Penelitian ini melakukan survey terhadap 74 mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan tahun 2017 dan 82 mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan tahun 2018. Dari 156 mahasiswa, 106 atau 67 % dari mahasiswa Ilmu Komunikasi tahun 2107 dan 2018 Universitas Negeri Surabaya memiliki akun Instagram lebih dari satu (Gaol, 2020).

Menurut penelitian ini, pada akun pertama, mereka sangat memperhatikan feeds, Instastory, keterangan foto/video, dan kualitas foto/ video. Mereka mengedit sedemikian rupa untuk membuat konten yang menarik dan enak untuk dilihat mata.

Mereka melakukan banyak pertimbangan sebelum mengunggah konten untuk pengikutnya. Mereka juga membuat highlight untuk Instastory yang sudah mereka buat untuk menyimpan koleksi story tentang kegiatan kampus dan momen lainnya.

Sedangkan pada akun kedua mereka cenderung berisi konten-konten bebas dan tidak teratur. Mereka juga tidak terlalu memperdulikan kualitas foto atau keterangan foto karena tidak ada yang mengetahui bahwa akun tersebut adalah akun

(8)

mereka. Mereka membuat akun kedua untuk orang-orang yang dekat dan mengenal mereka secara pribadi. Mereka juga lebih bebas menceritakan kehidupan sehari- hari mereka dengan akun kedua karena merasa tidak ada yang akan menghakimi atau menghujat unggahan mereka. Nama akun kedua mereka juga unik dan tidak ada hubungannya dengan nama asli mereka. Mereka tidak membuat citra diri yang baik pada akun kedua mereka, melainkan untuk menampilkan diri mereka yang apa adanya.

Interaksi yang terjadi pada kegiatan menggunakan akun kedua termasuk dalam komunikasi interpersonal, dimana komunikasi yang terjadi melibatkan dua individu atau lebih yang masing-masing saling bergantung. Baik sebagai pemilik informasi (Owner) dan sebagai Co-Owner. Bentuk komunikasi interpersonal yang terjadi ketika bermedia sosial biasa kita kenal dengan komunikasi bermedia.

Komunikasi bermedia (Mediated Communication) adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya dan banyak jumlahnya (Sikumbang, 2014). Dalam hal ini, media yang digunakan adalah media sosial Instagram. Dewasa ini media sosial menjadi wadah para mahasiswa untuk menyampaikan pendapat maupun menceritakan kehidupan sehari-hari mereka. Komunikasi interpersonal yang dilakukan menggunakan media sosial merupakan sebuah platform baru untuk berkomunikasi atau biasa dikenal dengan komunikasi interpersonal yang dimediasi (Interpersonal Mediated Communication). Dimana media sosial menjadi tempat untuk menjalin interaksi dan komunikasi sosial. Dengan media sosial, mereka dapat menjalik komunikasi interpersonal di dunia maya dengan lebih mudah (Candrasari, 2019).

Perbedaan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini dari penelitian yang terdahulu adalah bagaimana pemilik akun kedua Instagram menggunakan akun keduanya sebagai alat untuk memelihara hubungan dengan orang lain. Hubungan yang di jalin pemilik akun kedua dengan pengikutnya merupakan hubungan interpersonal yang memiliki kedekatan lebih intim daripada dengan pengikut di akun pertama. Selain itu, penulis ingin mengkaji lebih dalam bagaimana pemilik akun kedua membuat batasan dalam menentukan siapa saja audiens-nya,

(9)

bagaimana kontrol privasi dalam mengunggah konten, dan juga bagaimana keterbukaan diri yang muncul setelah membuat akun kedua. Untuk melihat bagaimana pemilik akun kedua memelihara hubungan secara interpersonal dengan pengikutnya, penulis menggunakan Teori Manajemen Privasi Komunikasi (Communication Privacy Management). Teori Manajemen Privasi Komunikasi dipilih oleh penulis untuk melihat tiga aspek utama yang menjadi indicator bagaimana seseorang memanajemen privasi komunikasinya dengan orang lain.

Aspek yang akan dibahas meliputi privacy ownership, privacy control, dan privacy turbulence. Ketiga aspek ini akan dilihat dengan penelitian yang difokuskan pada unggahan di akun kedua Instagram baik dalam bentuk teks maupun konten.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1.2.1. Bagaimana gambaran akun kedua Instagram dari mahasiswa FISIP UNS pada level teks?

1.2.2. Bagaimana pengelolaan privasi informasi dalam akun kedua Instagram dari mahasiswa FISIP UNS pada level konteks?, yang meliputi : a. Bagaimana pengelolaan kepemilikan informasi (privacy ownership) pada akun kedua Instagram mahasiswa FISIP UNS?

b. Bagaimana pengelolaan kontrol privasi (privacy control) pada akun kedua Instagram mahasiswa FISIP UNS?

c. Bagaimana tindakan yang dilakukan apabila terjadi turbulensi pada pengelolaan akun kedua Instagram mahasiswa FISIP UNS (privacy turbulence)?

(10)

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Ingin menggambarkan akun kedua Instagram mahasiswa FISIP UNS pada level teks

2. Ingin mengetahui bagaimana pengelolaan privasi informasi dalam akun kedua Instagram mahasiswa FISIP UNS.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, antara lain :

A. Manfaat Teoritis

Penelitian diharapkan bermanfaat bagi para akademisi seperti untuk mahasiswa dan pendidik yang terkait (dosen). Untuk Mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang memiliki akun kedua Instagram agar lebih bijaksana dalam mengelola privasi informasinya. Dan untuk pendidik yang terkait (Dosen), penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan untuk memperluas wawasan terkait bagaimana pengelolaan privasi informasi di kalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa FISIP UNS.

B. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi pemilik akun Instagram agar dapat lebih bijak untuk memilih dan memilah informasi apa saja yang dapat dibagikan dan tidak di Instagram agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini adalah data-data yang meliputi kongruensi linier satu variabel dan teknik- teknik

Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang telah ditetapkan dengan jadwal tiga kali dalam seminggu, dan tahap terakhir dengan pengawasan, dimana pada tahap ini kegiatan

Hasil diameter batang terendah pada perlakuan A2D1 (minggu ke-8 setelah tanam) dengan nilai rerata yaitu 15 helai, hal ini diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga

K-Means akan dilakukan pemetaan penyebaran guru berdasarkan data jumlah guru, sekolah dan murid di Provinsi Banten pada tahun 2014-2015, kemudian dilakukan perhitungan

Semua peserta ujian memainkan tangga nada arpeggio mayor dan minor tiga oktaf a) Memainkan dua gerakan kontras dari konserto atau sonata standar. Dua kutipan dari literatur

Penelitian yang tidak konsisten dengan penelitian ini yaitu penelitian Ginting, et al (2015) yang membuktikan bahwa “inflasi tidak berpengaruh terhadap return saham di Perbankan,”

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran serta pengaplikasian ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan Sumber Daya Manusia yang

Hal ini dapat disebabkan karena garu jenis Sedeng memiliki bentuk sudut yang relatif paling baik (62  ) dibandingkan garu lokal lainnya (57  untuk garu Buaya, 58 