PENERAPAN SMCP CODE DIATAS KAPAL MV. TANTO BERSINAR PADA SAAT KAPAL MEMASUKI ALUR PELAYARAN DAN TRAFFIC SEPARATION SCEHEMES
SINGAPURA
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III
RUDY PERMANA ONTO RAEL NIT. 05.17.046.1.41
AHLI NAUTIKA TINGKAT III
PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA
TAHUN 2021
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rudy Permana Onto Rael
Nomor Induk Taruna : 05.17.046.1.41
Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III Menyatakan bahwa KIT yang saya tulis dengan judul :
PENERAPAN SMCP CODE DI ATAS KAPAL MV. TANTO BERSINAR PADA SAAT KAPAL MEMASUKI ALUR PELAYARAN DAN TRAFFIC SEPARATION SCHEMES SINGAPURA
Merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam KIT tersebut, kecuali tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide saya sendiri. Jika pernyataan di atas terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.
SURABAYA, ………..
Materai 6000
RUDY PERMANA ONTO RAEL NIT. 05.17.046.1.41
PENGESAHAN
KARYA ILMIAH TERAPAN
PENERAPAN SMCP CODE DI ATAS KAPAL MV. TANTO BERSINAR PADA SAAT KAPAL MEMASUKI ALUR PELAYARAN DAN TRAFFIC SEPARATION SCHEMES
SINGAPURA
Disusun dan Diajukan Oleh:
RUDY PERMANA ONTO RAEL NIT. 05.17.046.1.41
Ahli Nautika Tingkat III
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Karya Ilmiah Terapan Politeknik Pelayaran Surabaya
Menyetujui:
Penguji I
Arleiny, S.Si.T, MM Penata Tk. 1 (III/d) NIP. 198206092010122002
Penguji II
A.A. Istri Sri Wahyuni, S.Si.T.,M.Sda Penata Tk. I (III/d)
NIP. 19781217 200512 2 001
Penguji I
Novrico Susanto, ST., MM Penata Tk. I (III/d) NIP. 19791129 200312 1 002
Mengetahui:
Ketua Jurusan Nautika
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Ilmiah Terapan ini dengan judul: “PENERAPAN SMCP CODE DI ATAS KAPAL MV. TANTO BERSINAR PADA SAAT KAPAL MEMASUKI ALUR PELAYARAN DAN TRAFFIC SEPARATION SCHEMES SINGAPURA”.
Dalam penyelesaian penulisan Karya Ilmiah Terapan ini penulis mengalami banyak sekali kesulitan dan hambatan, tetapi berkat bantuan dan dorongan dari para pembimbing penulisan Karya Ilmiah Terapan ini dapat terselesaikan. Untuk itu tanpa mengurangi rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Capt. Dian Wahdiana, MM selaku Direktur Politeknik Pelayaran Surabaya yang telah memberikan kemudahan dalam menuntut ilmu di Politeknik Pelayaran Surabaya.
2. Capt. Tri Mulyatno Budhi H, S.Si.T, M.Pd selaku Ketua Jurusan Nautika Politeknik Pelayaran Surabaya yang telah memberi kemudahan dan memfasilitasi dalam penulisan Karya Ilmiah Terapan ini.
3. Ibu Anak Agung Istri Sri Wahyuni, S.Si.T, M.Pd selaku pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya dan dengan sabar memberikan dukungan, semangat serta bimbingan dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Terapan ini.
4. Novrico Susanto, ST., MM selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya dan dengan sabar memberikan dukungan, semangat serta bimbingan dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Terapan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah Terapan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan Karya Ilmiah Terapan ini kedepannya.
Akhir kata penulis berharap semoga Karya Ilmiah Terapan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan untuk lembaga Politeknik Pelayaran Surabaya pada khususnya.
Surabaya, 2021
RUDY PERMANA ONTO RAEL NIT 05 17 046 1 41
ABSTRAK
Rudy Permana Onto Rael, 2020, “Penerapan SMCP Code Di atas Kapal MV. Tanto Bersinar Pada Saat Kapal Memasuki Alur Pelayaran Dan Traffic Separation Schemes Singapura”. Nautika Program Diploma III
POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA.
Pembimbing : (I) Anak Agung Istri Sri Wahyuni, S.Si.T.,M.Sda dan (II) Novrico Susanto, ST., MM
Selama 25 tahun terakhir kira-kira 80% kapal dagang dunia telah menjadi multi-bahasa dan multi-etnis dalam komposisi kru. Hal ini mencerminkan meningkatnya globalisasi serta industri perkapalan di dunia. Akan tetapi saat ini masih banyak ditemukan kesalahan maupun kecelakaan yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan bahasa yang ada, tidak terjalinnya komunikasi yang baik antara para kru merupakan pokok permasalahan yang ada. Untuk itulah IMO dalam konvensi dari STCW maupun SOLAS membuat suatu standaridisasi bahasa yang dapat digunakan pada saat bekerja di atas kapal, hal ini adalah Maritime English yang juga diperkuat dengan IMO Sub-Committee on Safety of Navigation yang khusus membahas tentang Standard Marine Communication Phrases (SMCP) code yang dapat membantu mencapai suatu komunikasi yang jelas antara kapal dengan kapal, kapal dengan pelabuhan, serta interaksi yang tepat saat mengoperasikan kapal, saat memberi dan melaksanakan perintah di bawah situasi normal maupun darurat.
Standard Marine Communication Phrases (SMCP) code adalah suatu pedoman komunikasi yang mengacu kepada penerapan-penerapan komunikasi yang relevan sesuai dengan kondisi kapal ataupun pihak pantai dalam memberikan informasi, peryataan, pertanyaan maupun tindakan. Tujuan penulis melakukan penilitian ini kerena ingin mengetahui bagaimana peranan SMCP di atas MV. Tanto Bersinar untuk melakukan setiap komunikasi yang dilakukan pada saat kapal memasuki alur pelayaran dan traffic separation scheme singapura yang sesuai dengan pedoman IMO SMCP code.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan Standard Marine Communication Phrases (SMCP) code di atas MV. Tanto Bersinar telah diterapkan dengan baik dan benar. Namun adanya kekurangan perihal ketelitian di dalam berkomunikasi dengan menggunakan pedoman Standard Marine Communication Phrases (SMCP) code.
Kata kunci : SMCP code, alur pelayaran, traffic separation scheme
ABSTRACT
Rudy Permana Onto Rael, 2020, “Application of the SMCP Code on The MV. Tanto Bersinar When the Ship Enters Narrow Channel and Traffic Separation Schemes singapore”. Nautical Programe Diploma III
POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA.
Advisors : (I) Anak Agung Istri Sri Wahyuni, S.Si.T.,M.Sda and (II) Novrico Susanto, ST., MM
Over the past 25 years approximately 80% of the world's merchant ships have become multilingual and multi-ethnic in crew composition. This reflects the increasing globalization and shipping industry in the world. However, at this time there are still many errors and accidents that are caused by differences in culture and language, the absence of good communication between the crew is the main problem. For this reason IMO in the convention of STCW and SOLAS makes a standardization of language that can be used when working on ships, this is Maritime English which is also strengthened by the IMO Sub-Committee on Safety of Navigation which specifically discusses Standard Marine Communication Phrases (SMCP). ) code that can help achieve a clear communication between ship-to-ship, ship-to-port, as well as proper interaction when operating the ship, when giving and executing orders under normal or emergency situations.
Standard Marine Communication Phrases (SMCP) code is a communication guide that refers to relevant communication applications in accordance with the conditions of the ship or the coast in providing information, statements, questions or actions. The purpose of the author in conducting this research is because he wants to know how the role of SMCP over MV. Tanto Bersinar to carry out every communication carried out when the ship enters narrow channel and traffic separation scheme in accordance with the IMO SMCP code guidelines.
The results of this study indicate that the application of the Standard Marine Communication Phrases (SMCP) code is above the MV. Tanto Bersinar has been implemented properly and correctly. However, there is a lack of accuracy in communicating using the Standard Marine Communication Phrases (SMCP) code guidelines.
Keywords: SMCP code, narrow channel, traffic separation scheme
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN SEMINAR ... iii
PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... 1
ABSTRAK ... 2
ABSTRACT ... 3
DAFTAR TABEL ... 7
BAB I PENDAHULUAN ... 8
A. LATAR BELAKANG ... 8
B. RUMUSAN MASALAH ... 11
C. BATASAN MASALAH ... 11
D. TUJUAN PENELITIAN ... 12
E. MANFAAT PENELITIAN... 12
F. SISTEMATIKA PENELITIAN ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
A. LANDASAN TEORI ... 14
1. Pengertian Penerapan ... 14
2. Pengertian SMCP ... 15
3. Pelaksanaan Komunikasi di atas Kapal ... 16
4. Komonen SMCP Pada Saat Kapal di dalam alur pelayaran ... 17
5. Alur Pelayaran ... 20
6. Traffic Separation Scheme ... 22
B. KERANGKA PENELITIAN ... 32
BAB III METODE PENELIATIAN ... 33
A. JENIS PENELITIAN ... 33
B. LOKASI PENELITIAN ... 34
1. Waktu penelitian ... 34
2. Tempat penelitian ... 34
C. JENIS DAN SUMBER DATA ... 34
1. Jenis data ... 34
2. Sumber Data ... 34
D. PEMILIHAN INFORMAN ... 36
1. Informan ... 36
2. Teknik Penentuan Informan ... 36
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 37
1. Observasi ... 37
2. Wawancara ... 38
3. Studi kepustakaan ... 38
4. Dokumentasi ... 39
F. TEKNIK ANALISI DATA ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN ... 41
B. HASIL PENELITIAN ... 44
C. PEMBAHASAN ... 52
1. Pada saat kapal memasuki alur pelayaran Surabaya ... 52
BAB V PENUTUP ... 59
A. KESIMPULAN ... 59
B. SARAN ... 59
1. Bagi awak kapal ... 59
2. Bagi perusahaan pelayaran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 traffic separation scheme singapura... 26
Gambar 2. 2 Koordinat bagian traffic separation scheme Singapura ... 28
Gambar 4. 2 MV. Tanto Bersinar ... 41
Gambar 4. 3 Crew List MV. Tanto Bersinar ... 43
Gambar 4. 4 VHF channel 10 ... 45
Gambar 4. 5 Koordinat bunker MV. Tanto Bersinar ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 VHF sector ... 26
Tabel 2. 2 Wilayah kerja VTS ... 27
Tabel 2. 3 isi laporan ... 28
Tabel 2. 4 Pelaporan VHF VTIS ... 29
Tabel 4. 1 Message Marker ... 48
Tabel 4. 2 Komunikasi pada saat MV. Tanto Bersinar di alur Surabaya ... 49
Tabel 4. 3 Komunikasi pada saat MV. Tanto Bersinar berada di TSS ... 50
Tabel 4. 4 Pembahasan komunikasi pada saat di alur pelayaran ... 52
Tabel 4. 5 Pembahasan paa saat MV. Tanto bersinar di TSS ... 54
s
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Bahasa Inggris dalam format Standard Marine Commmunication Phrases (SMCP) telah menjadi bahasa pengantar untuk berkomunikasi di laut,
hal ini menjadi sangat penting bagi pelaut untuk memahami perintah yang baik dan benar dengan menggunakannya secara lebih luas. Dalam dunia kemaritiman berkomunikasi secara efisien dengan menggunakan bahasa Inggris menjadi faktor yang semakin penting untuk melaksanakan navigasi yang aman. Komunikasi yang buruk antara awak kapal di dalam berkomunikssi di atas kapal yang berbeda dapat menjadi ancaman bagi keselamatan keseluruhan kapal melalui kesalapahaman dan kesalahan penyampaian.
Peranan SMCP adalah untuk menjadikan komunikasi yang efisien dan baku untuk dimengerti para pelaut, mengingat banyaknya cara berkomunikasi maupun arti kata yang ada di dalam bahasa Inggris.
Komunikasi sebagai jantung pada saat kapal sedang berlayar terlebih khusus pada saat sedang memasuki alur. Sudah sangat banyak kecelakaan yang terjadi di laut yang diakibatkan oleh kesalahan pada komunikasi baik antara kapal dengan kapal, kapal dengan pelabuhan, maupun komunikasi antar awak kapal itu sendiri. Seperti halnya yang terjadi pada kapal MV. Faethon dan MV.
Miaoulis, dimana data ini diambil berdasarkan buku Collisions and their causes yang ditulis oleh Kapten Cahlil dan diterbitkan oleh The Nautical Institute.
Kejadian terjadi pada tanggal 8 Juli 1983 sekitar jam 18:83 waktu setempat, pada mulanya kapal MV. Faethon berangkat dari Piraeus menuju Perama dimana sebelumnya kapal tersebut melaksanakan perbaikan dan perawatan kapal. MV. Faethon ditarik dengan menggunakan kapal tug untuk menuju keluar dari alur pelayaran dari arah utara menuju arah pelabuhan. Sedangkan terdapat dua kapal di luar alur yang bersiap untuk masuk di dalam alur pelayaran. Kapal tersebut adalah MV. Miaoulis yang merupakan kapal penumpang yang dikendalikan dengan dua mesin penggerak dan MV. Agina yang merupakan kapal penumpang berukuran kecil. MV. Miaoulis bergerak menuju alur telah berdasarkan aturan internasional pencegahan tubrukan di laut.
MV. Faethon bergerak mendekat kepada pintu masuk alur di pelabuhan, MV. Faethon berada pada sisi kanan dari alur yang berdasarkan aturan. MV.
Miaoulis bergerak semakin mendekati MV. Faethon dari arah berlawanan, pada saat itu juga MV. Faethon melepaskan pandunya dan pada saat itu juga arah MV. Miaoulis berada 5 derajat dari arah haluan MV. Faethon, sesegera mungkin MV. Faethon membunyikan isyarat bunyi sebenyak dua kali yang menandakan bahwa kapal akan cikar kiri.
Pada situasi ini seharusnya MV. Phaethon telah menggunakan komunikasi SMCP di atas kapal, karena di dalam situasi ini terdapat kapal lain selain MV. Miaoulis, yaitu MV. Aegina yang merupakan kapal penumpang berukuran kecil. Tidak lama setelah itu MV. Miaoulis memberikan sinyal bunyi
satu kali yang menandakan bahwa kapal akan mengubah arah haluan ke kanan.
Pada saat itu juga MV. Faethon telah memutar haluan kearah kiri tanpa lagi memikirkan bunyi dari isyarat MV. Miaoulis. Seketika itu juga MV. Miaoulis tidak memiliki cukup waktu dalam pengendalian kapal dan tubrukan tidak dapat dihindarkan. Bagian depan MV. Faethon menabrak bagian sisi kanan dari MV. Miaoulis.
Meskipun kedua kapal patut disalahkan di dalam hal tersebut karena tidak adanya cara untuk menghindari tubrukan, namun kesalahan di dalam saling memahami situasi seharusnya bisa dihindari dengan berdasakan data yang disebutkan di dalam buku tersebut bagaimana pentingnya peranan berkomunikasi secara baku diterapkan dan dilakukan berdasarkan standar kemaritiman internasional melalui VHF untuk menghindari resiko tabrakan.
Oleh karena itu pemahaman mengenai komunikasi baku kemaritiman harus dilaksanakan dengan baik dan secara sekasama oleh awak kapal yang bernavigasi di dalam alur pelayaran. Mengingat pentingnya komunikasi di atas kapal diharapkan seluruh awak kapal dapat mengatasi masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul yang berkaitan dengan masalah tersebut, yaitu: ” PENERAPAN SMCP CODE DI ATAS KAPAL PADA SAAT KAPAL MEMASUKI ALUR – ALUR PELAYARAN “
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasaran mengenai uraian di atas tersebut, tentang bagaimana penerapan SMCP di atas kapal pada saat kapal memasuki alur-alur pelayaran , maka akan diberikan rumusan masalah agar nantinya lebih mudah dan terarah dalam mencai solusi dari permasalahan tersebut. Ada beberapa masalah pokok akan dibahas penulis dalam proposal ini. Masalah masalah pokok tersebut antara lain
1. Bagaimana penerapan komunikasi berdasarkan SMCP code di atas kapal MV. Tanto Bersinar pada saat kapal melalui alur pelayaran dan Traffic Separation Scheme ?
2. Apakah penerapan SMCP code di atas kapal dapat membantu komunikasi pada saat kapal melalui alur pelayaran dan Traffic Separation Scheme?
C. BATASAN MASALAH
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup masalah supaya tidak keluar pada pokok permasalahan yang hanya membahas mengenai penerapan SMCP code di atas kapal pada saat kapal memasuki alur – alur pelayaran dan traffic separation scheme VTIS Cental dan VTIS West.
D. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan SMCP code di atas kapal MV.
Tanto Bersinar pada saat kapal memasuki alur pelayaran dan Traffic Separation Schemes.
2. Untuk mengetahui apakah penerapan SMCP code di atas kapal dapat membantu komunikasi pada saat kapal memasuki alur pelayaran dan Traffic Separation Scheme.
E. MANFAAT PENELITIAN
Dengan diadakannya penelitian dan penulisan Karya Ilmiah ini, harapan dari penulis antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya untuk meningkatkan pemahaman prosedur yang baik dalam komunikasi antara kapal dengan komunikasi sesuai dengan SMCP code sehingga dapat tercapai pemahaman yang benar.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan ilmu pengetahuan bagi penulis bahwa penggunaan prosedur komunikasi yang benar sangat penting dalam menunjang keselamatan kerja di atas kapal dan memberikan pengalaman
bagi penulis tentang pemahaman dalam penggunaan prosedur Standart Marine Communication Phrases pada saat berada di lapangan.
F. SISTEMATIKA PENELITIAN
Disini, di dalam sistematika penulisan karya ilmiah ini digunakan agar pembaca dapat lebih mudah dimengerti tentang susunan yang digunakan dan mengaetahui poin-poin yang akan dibahas pada tiap-tiap bab-nya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Penerapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan, sedangkan menurut beberapa ahli, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.
Menurut Usman (2002), penerapan adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem.Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
Menurut Setiawan (2004) penerapan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata penerapan bermuara pada aktifitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu system. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa penerapan bukan sekedar aktifitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
2. Pengertian SMCP
Frasa Komunikasi Laut Standar ( SMCP ) adalah seperangkat frasa kunci dalam bahasa Inggris (yang merupakan bahasa laut yang diakui secara internasional), didukung oleh komunitas internasional untuk digunakan di laut dan dikembangkan oleh International Maritime Organization (IMO).
SMCP adalah kata kunci dari kalimat-kalimat yang berasal dari Bahasa Inggris dan beberapa bahasa pendukung, yang diperuntukan sebagai standardisasi bahasa yang bertujuan untuk menunjang keselamatan pelayaran dalam berkomunikasi dari kapal ke pelabuhan, pelabuhan ke kapal, kapal dengan kapal, serta komunikasi di atas kapal yang jelas, ringkas, sederhana dan tidak ambigu, untuk mencegah resiko tubrukan maupun error di atas kapal (IMO SUB-COMMITTEE ON SAFETY OF NAVIGATION 46th session Agenda item 9 about IMO SMCP). IMO
membagi SMCP menjadi 2, yaitu: a) External Communication yaitu percakapan menggunakan VHF antara kapal satu dengan kapal lainnya dan juga bisa berkomunikasi ke pelabuhan atau VTS (Vessel Traffic Sevices).
b) Internal Communication yaitu percakapan secara langsung yang terjadi di atas kapal.
3. Pelaksanaan Komunikasi di atas Kapal
Komunikasi anatara kru kapal pada saat kapal saat berada di dalam alur pelayaran harus dilakukan dengan menggunakan cara komunikasi verbal, non-verbal dan tertulis. Adapun dari cara berkomunikasi di atas memiliki perbedaan dimana setiap penggunaannya memiliki cara masing – masing yang dapat membantu di dalam kelancaran dan kepahaman di dalam berkomunikasi.
Penjelasan terhadap komponen diatas adalah : a) Komunikasi verbal merupakan komunikasi lisan yang disampaikan melalui kata-kata yang diucapkan seperti pidato, presentasi, diskusi dan dialog tatap muka. Dalam komunikasi verbal ini, pengirim informasi berbagi pemikirannya dalam bentuk kata-kata. Nada pembicara dan kualitas kata yang digunakan memainkan peranan yang sangat penting dalam komunikasi verbal. Dalam penyampaiannya, pembicara harus menggunakan suara yang keras atau nada yang lebih tinggi dan isi atau konten informasi yang jelas agar si penerima informasi dapat dengan jelas memahami apa yang ingin disampaikan oleh si pengirim informasi sehingga tidak menimbulkan kebingungan dan kesalahpahaman. Komunikasi tersebut bias digunakan dengan menggunakan alat VHF ataupun radio. b) Komunikasi Non-Verbal ini meliputi bahasa tubuh (body languange), gerak tubuh (gesture), ekspresi wajah (facial expression) dan bentuk tubuh (posture). Dengan kata lain, si pengirim informasi tidak menggunakan kata-kata dalam menyampaikan
sesuatu yang diinginkannya namun dengan menggunakan bahasa tubuh atau ekspresi wajah dan gerak tubuh tertentu untuk mengirimkan informasi yang ingin disampaikannya. Kadang-kadang, bahasa tubuh atau ekspresi wajah atau gerak tubuh tersebut terjadi secara tidak sengaja. c) Komunikasi Tertulis atau written communication adalah proses penyampaian informasi dengan menggunakan berbagai tanda, simbol, gambar dan tipografi.
Informasi atau pesan yang ingin disampaikan tersebut dapat dicetak ataupun ditulis dengan tulisan tangan. Komunikasi tertulis ini sangat penting untuk mengkomunikasikan informasi yang rumit seperti statistik dan data-data penting lainnya yang tidak mudah untuk disampaikan melalui pidato atau dialog. Komunikasi Tertulis ini memungkinkan informasi dicatat sehingga dapat dijadikan referensi atau rujukan di kemudian hari dan hasil dari komunikasi tertulis ini juga dapat dibahas berulang kali. Ada juga menyebutkan komunikasi tertulis ini sebagai Komunikasi Visual (Visual Communication). Komunikasi di atas sangat diperlukan didalam
menentukan tindakan apa yang perlu kita lakukan dari hasil penyampaian komunikasi yang dikirim pada saat kru berada di atas kapal, maupun pada saat kapal memasuki alur-alur pelayaran.
4. Komonen SMCP Pada Saat Kapal di dalam alur pelayaran
Komunikasi di dalam alur pelayaran sendiri adalah cara kapal memberikan informasi kepada pihak pihak luar seperti dengan pihak kapal maupun kepada pihak vessel traffic services dengan cara menggunakan
komunikasi verbal maupun tertulis atau biasa disebut komunikasi visual.
Vessel traffic services adalah sistem monitoring lalu-lintas pelayaran yang
diterapkan oleh pelabuhan, atau suatu manajemen armada perkapalan.
Prinsipnya yang digunakan sama seperti sistem yang dipakai oleh ATC (Air Traffic Control) pada dunia penerbangan. Biasanya secara sederhana sistem
VTS menggunakan radar, closed circuit television (CCTV), frekuensi radio VHF, dan automatic indentification system (AIS) untuk mengetahui/
mengikuti pergerakan kapal dan memberikan informasi navigasi atau cuaca di dalam suatu daerah pelayaran tertentu dan terbatas. Penggunaan VTS secara international diatur berdasarkan rekomendasi SOLAS Chapter V Reg. 12 dan IMO Resolution A.857(20) tentang Vessel Traffic Service yang diadopsi pada tahun 1997.
Pentingnya sistem ini mendorong penerapan aturan internasional penggunaan Automatic Identification System (AIS) hampir pada semua type kapal baik yang berlayar di perairan dalam negeri maupun luar negeri.
Hal tersebut yang dapat mendasari IMO menetapkan aturan AI/6 Vessel Traffic Service (VTS) Standard Phrases. Berikut adalah hal-hal yang telah
diatur didalam SMCP code tentang message markers yang digunakan pada saat akan mengawali sebuah pernyataan pada saat menggunakan radio di atas kapal pada saat kapal memasuki maupun meninggalkan pelabuhan : a) Intruksi dinyatakan untu memberikan intruksi atau perintah dimana setiap pelabuhan maupun pihak vessels traffic system guna menghindari
kecelakaan dan memberikan informasi. Sebagai contoh "INSTRUCTION.
Do not cross the fairway”. b) Anjuran adalah penyampaian pesan yang
menyiratkan rekomendasi kepada kapal kapal yang akan meninggalkan maupun memasuki alur pelayaran., sebagai contoh "ADVICE. (Advise you) stand by on VHF Channel six nine". c) Peringatan merupakan pesan yang
menyiratkan tentang niat pengirim untuk memberi tahu kapal lain tentang bahaya yang perlu diperhatikan dari informasi yang disebutkan seperti
"WARNING. Obstruction in the fairway". d) Informasi merupakan tanda
yang lebih sering digunakan pada saat di dalam bernavigasi dan untuk mengetahui informasi di dalam alur pelayaran, seperti “INFORMATION.
MV Noname will overtake to the West of you ”. e) Pertanyaan adalah setiap
hal yang didasari keraguan, terutama ketika bertanay harus menyertakan apa, dimana, kenapa, siapa, bagaimana tergantung situasinya penerima wajib menjawab pertanyaan tersebut seperti contoh “QUESTION.( What is ) your present maximum draft?" . f) Jawaban adalah balasan dari sebuah
pertanyaan yang harus tidak boleh disertakan pertanyaan lainnya, sebagai contoh "ANSWER. My present maximum draft is zero seven metres". g) Permintaan untuk mendapatkan apa yang telah diatur dan disediakan oleh pihak kepelabuhan namun tidak boleh sampai mengganggu kegiatan bernavigasi lainnya atau mengubah aturan P2TL, seperti contoh
"REQUEST. I require two tugs". h) Maksud adalah bagaimana tindakan bernavigasi oleh kapal yang mengirimkan pesan tersebut, sebagai contoh
"INTENTION. I will reduce my speed".
5. Alur Pelayaran
Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh kapal di laut, sungai atau danau. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk-pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang. Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal masuk ke kolam pelabuhan, oleh karena itu harus melalui suatu perairan yang tenang terhadap gelombang dan arus yang tidak terlalu kuat.
Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk kekolam pelabuhan.
Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap pengaruh gelombang dan arus. Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh kapal besar yang akan masuk kepelabuhan dan kondisi metereologi dan oseanografi.
Dalam perjalanan masuk kepelabuhan melalui alur pelayaran, kapal mengurangi kecepatan sampai kemudian berhenti di dermaga. Penguasa pelabuhan berkewajiban untuk melakukan perawatan terhadap alur pelayaran, perambuan dan pengendalian penggunaan alur. Persyaratan perawatan harus menjamin: keselamatan berlayar, kelestarian lingkungan, tata ruang perairan dan tata pengairan untuk pekerjaan di sungai dan danau.
Peranan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk:
a menetapkan alur-pelayaran
Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
b menetapkan sistem rute.
Sistem rute sendiri berarti arah pelayaraan yang telah ditetapkan oleh ketentuan bernavigasi saat kapal hendak memasuki alur pelayaran, pada umumnya kapal memiliki jalur masing masing saat tiba maupun akan meninggalkan pelabuhan dengan memperhatikan system arah yang telah ditentukan.
c menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya.
Setiap kapal memiliki jenis dan tujuan masing-masing, kapal kapal dengan jenis yang berbeda akan ditempatkan berdasarkan pelabuhan yang sesuai, seperti kapal peti kemas yang di tempatkan di daerah pemuatan peti kemas. Begtu pula dengan kapal pengangkut penumpang, daerah labuh akan dipisahkan sesuai dengan tujuan dan jenis kapal tersebut.
6. Traffic Separation Scheme
Baga pemisahan alur laut adalah sebuah system manajemen lalu lintas maritime yang diatur oleh INTERNATONAL MARITME ORGANIZATION (IMO). Bagan ini memuat lajur lalu lintas yang harus
digunakan oleh tiap kapal yang melintasi kawasan tertentu. Kapal yang berlayar di dalam satu lajur harus berlayar pada arah yang sama. Kapal yang ingin menyebrangi lajur ini juga sebisa mungkin harus menyebrang pada sudut 90 derajat
Bagan pemisahan digunakan untuk mengatur lalu lintas dikawasan yang sibuk, sempit, atau berada di dekat tanjung. Tiap bagan biasanya memuat setidaknya satu lajur lalu lintas untuk masing-masing arah, jalur putar balik, jalur laut dalam, serta zona pemisah antar lajur lalu – lintas . sebagian besar bagan pemisahan juga memuat zona lalu lintas pantai yang diletakkan di antara lajur lalu lintas dan pesisir pantai. Zona ini tidak diatur secara ketat dan dimaksudkan untuk digunakan oleh lalu lintas lokal, seperti kapal perikanan dan kapal kecil. Air laut yang berada diantara 2 lajur yang berlawanan harus dihindari oleh semua kapal yang berlayar di dalam kawasan yang diatur dengan bagan pemisahan, kecuali dalam keadaan tertentu, seperti kegawatdaruratan atau untuk keperluan menangkap ikan.
Jika dibutuhkan, bagan pemisahan juga dapat memuat zona khusus, dimana sebuah lajur bercabang menjadi dua untuk mengakomodasi lajur ke palabuhan terdekat.
Bagan pemisahan alur laut diatur melalui international regulations for preventing collisions at sea. Sebuah kawasan yang diatur dengan bagam pemisahan juga harus diawasi oleh sebuah layanan lalu lintas kapal.
Tujuan penerapan Traffic Separation Scheme adalah untuk membantu mengurangi pertemuan kapal-kapal yang berlayar pada arah yang berlawanan, membantu mengelola kapal yang masuk dan keluar dari pelabuhan, menyediakan rute pelayaran yang aman untuk kapal berukuran besar, menghindari kehadiran kapal dari negara tertentu sesuai kebijakan dari pemerintah setempat, pengelolaan yang lebih baik terhadap zona lalu lintas pantai, zona penangkapan ikan, serta zona berbahaya bagi kapal karena adanya rintangan yang tidak terlihat pada sebuah kawasan yang ramai.
Adapun penerapan Tata Pemisahan Lalu Lintas :
a Aturan ini berlaku bagi tata pemisahan lalu lintas yang ditrima secara syah oleh organisasi dan tidak membebaskan setiap kapal dari kewajibannya untuk melaksanan aturan lainnya.
b Kapal yang sedang menggunakan tata pemisahan lalu lintas harus:
1) Berlayar di jalur lalu lintas yang sesuai dengan arah lalu lintas umum untuk jalur itu.
2) Sedapat mungkin tetap bebas dari garis pemisah atau zona pemisah lalu lintas.
3) Jalur lalu lintas pada umumnya dimasuki atau ditinggal kan dari ujung jalur, tetapi bilamana tindakan memasuki maupun meninggalkan jalur itu dilakukan dari salah satu sisi, tindakan itu harus dilakukan sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah sudut yang sekecil-kecilnya terhadap arah lalu lintas umum.
c Sedapat mungkin ,kapal harus menghindari memotong jalur lalu lintas tetapi jika terpaksa melakukannya harus memotong dengan haluan sedapat mungkin tegak lurus terhadap arah lalu lintas umum.
d Kapal yang berada di sekitar tata pemisah lalu lintas tidak boleh menggunakan zona lalu lintas dekat pantai bilamana ia dapat
menggunakan jalur lalu lintas yang sesuai dengan aman. Akan tetapi kapal yang panjangnya kurang dari 20 meter ,kapal layar dan kapal yang sedang menangkap ikan boleh menggunakan zona lalu lintas dekat pantai.
Lepas dari sub ayat (d) (i) kapal boleh menggunakan zona lalu lintas dekat pantai bilamana sedang berlayar menuju atau dari sebuah pelabuhan ,instalasi atau bangunan lepas pantai ,stasion pandu atau setiap tempat yang berlokasi di dalam zona lalu lintas dekat pantai atau untuk menghindari bahaya mendadak.
e Kapal kecuali sebuah kapal yang sedang memotong atau kapal-kapal yang sedang memasuki atau sedang meninggalkan jalur ,pada
umumnya tidak boleh memasuki zona pemisah atau memotong garis pemisah kecuali :
1) Dalam keadaan darurat untuk menghindari bahaya mendadak.
2) Untuk menangkap ikan pada zona pemisah.
f Kapal yang sedang berlayar di daerah dekat ujung tata pemisahan lalu lintas harus berlayar sangat hati-hati.
g Sedapat mungkin ,kapal harus menghindari dirinya berlabuh jangkar di dalam tata pemisahan lalu lintas atau di daerah-daerah dekat ujung- ujungnya.
h Kapal yang tidak menggunakan tata pemisahan lalu lintas harus menghindarinya dengan ambang batas selebar-lebarnya.
i Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi kapal jalan setiapa kapal lain yang sedang mengikuti jalur lalu lintas.
j Kapal yang panjangnya kurang dari 20 meter atau kaapl layar tidak boleh merintangi pelayaran aman dari kaapl tenaga yang sedang mengikuti suatu jalur lalu lintas.
k Kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas apabila sedang tugas untuk memelihara keselamatan pelayaran/navigasi dalam bagan tata pemisah lalu lintas dibebaskan mengikuti peraturan ini sejauh yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya.
l Kapal yang terbatas kemampuan olah geraknya apabila dalam tugas memasang ,merawat atau mengangkat kabel laut dalam bagan tata
pemisah lalu lintas dibebaskan mengikuti peraturan ini sejauh yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya.
Berikut merupakan gambar bagian traffic separation scheme singapura :
Gambar 2. 1 traffic separation scheme
Sumber : mehsoms.net
Wilayah operasional traffic separation scheme dibagi menjadi 9 sektor dengan masing-masing sektor beroperasi pada saluran VHF yang berbeda, meliputi :
Tabel 2. 1 VHF sector
Sektor 1 VHF Channel 66
Sektor 2 VHF Channel 88
Sektor 3 VHF Channel 84
Sektor 4 VHF Channel 61
Sektor 5 VHF Channel 88
Sektor 6 VHF Channel 88
Sektor 7 VHF Channel 73
Sektor 8 VHF Channel 14
Sektor 9 VHF Channel 10
Tabel 2. 2 Wilayah kerja VTS
Sektor 1 sampai Sektor 5
Klang VTS
Sektor 6 Johor VTS
Sektor 7 sampai Sektor 9
Singapore VTS
Wilayah operasional traffic separation scheme meliputi Selat Malaka dan Singapura antara garis bujur 100 ° 40'E dan 104 ° 23'E.
Wilayah tersebut termasuk sistem perutean di Selat Malaka dan Singapura. Ada sembilan sektor di wilayah tersebut dengan masing- masing saluran VHF Komunikasi di pelabuhan dan Singapura. Seperti pada gambar di bawah ini :
Gambar 2. 2 Koordinat bagian traffic separation scheme Singapura
Sumber : researchgate.net
Dari kedua gambar di atas, dapat dilihat dengan jelas gambar bagian sektor dan posisi koordinat pada setiap bagian alur traffic separation scheme Singapura. Laporan yang diperlukan dari kapal hanya berisi
informasi yang penting untuk memenuhi tujuan prosedur pelaporan.
Bagian yang disebutkan sesuai dengan bidang dalam laporan kapal yang ditentukan. Informasi penting meliputi:
Tabel 2. 3 isi laporan
Bagian A Nama kapal, tanda panggil, nomor identifikasi IMO (jika tersedia)
Bagian C atau D Posisi Koordinat
Bagian P Muatan berbahaya, Kelas muatan jika diketahui, dan
Bagian Q atau R Setiap kerusakan, kerusakan dan / atau kekurangan yang mempengaruhi struktur, kargo atau peralatan kapal Bagian Q atau R - Setiap keadaan yang mempengaruhi navigasi normal yang ditentukan menurut Konvensi SOLAS dan MARPOL.
Bagian E dan F Arah haluan dan kecepatan kapal jika diperlukan bila diminta oleh otoritas VTS.
Operator VTS akan menetapkan hubungan antara posisi kapal dan informasi yang diberikan oleh fasilitas pada saat menerima pesan posisi.
Informasi tentang arah dan kecepatan akan membantu operator VTS mengidentifikasi kapal dalam suatu kelompok. Semua kapal harus menggunakan saluran VHF yang sesuai saat melapor ke stasiun pantai yang relevan serta memberikan informasi lalu lintas di Selat Singapura.
Berikut pelaporan VHF saat bernavigasi :
Tabel 2. 4 Pelaporan VHF VTIS Stasiun Channel Frequency
(MHZ)
Penggunaan
VTIS East 10 156.500 1. Laporan konfirmasi
kedatangan oleh kapal saat berangkat dari:
• Horsburgh,
• Suar Karang Galang ,
• Dan Buoy bagian timur 2. Pelaporan dan pendengaran oleh kapal di Sektor 9, area operasional (area antara Long. 104 ° 02.1'E dan 104 ° 23.0'E).
3. Memberikan informasi lalu lintas di Selat Singapura.
VTIS Central
14 156.700 1. Pelaporan dan
pendengaran oleh kapal di Sektor 8, area operasional (area antara Long. 103 ° 44.5'E dan 104 ° 02.1'E).
2. Memberikan informasi lalu lintas di Selat Singapura.
VTIS West 73 156.675 1. Laporan konfirmasi
kedatangan oleh kapal saat berangkat dari:
• Pulau Iyu Kechil
• Pulau Jangkat Beacon
2. Pelaporan dan pendengaran oleh
kapal di Sektor 7 Wilayah operasional (wilayah antara jalur yang menghubungkan Tg Piai dan Pulau Karimun Kecil dan Long. 103 ° 44.5'E).
3. Memberikan informasi lalu lintas di Selat Singapura.
B. KERANGKA PENELITIAN
BAB III
METODE PENELIATIAN A. JENIS PENELITIAN
Penelitian adalah suatu cara mencari dan mengungkapkan kebenaran dengan objektifitas, karena di sini kebenaran yang diperoleh secara konseptual atau deduktif saja tidak cukup tetapi harus diuji secara empiris. Metode ini sebagai salah satu bentuk metode untuk mengetahui (method of knowing).
(Sedarmayanti & Hidayat, S., 2011:28)
Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif dan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam pencarian fakta status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interpretasi yang tepat (Sedarmayanti & Hidayat, S., 2011:33).
Sedangkan metode kualitatif menurut Moleong (1990:3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif adalah suatu cara dalam menganalisa data-data yang akurat berdasarkan wawancara atau pengamatan secara langsung tentang suatu kejadian.
B. LOKASI PENELITIAN 1. Waktu penelitian
Rencana tempat dilaksanakannya penelitian dilakukan pada saat melaksanakan praktek laut di atas kapal selama ± 12 bulan dengan mengumpulkan data yang akan di dapat nantinya.
2. Tempat penelitian
Penulis mengadakan penelitian pada saat praktek berlayar di atas kapal niaga milik perusahaan pelayaran swasta.
C. JENIS DAN SUMBER DATA 1. Jenis data
Dalam Karya Ilmiah Terapan ini data yang digunakan adalah data kualitatif. Menurut Bungis (2011: 339), data Kualitatif adalah data yang memberikan kejelasan makna tentang fakta, objek, atau kasus yang sedang dilakukan. Yang termasuk data kualitatif dalam penelitian ini yaitu gambaran umum objek penelitian, meliputi: kecakapan awak, komunikasi di atas kapal saat memasuki alur, penggunaan Maritime English, penggunaan SMCP, serta kesalahan pada komunikasi yang menyebabkan terjadinya bahaya di atas kapal.
2. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu :
a Data primer
Data Primer adalah data yang hanya dapat diperoleh dari sumber asli atau pertama melalui narasumber yang tepat dan dijadikan responden dalam penelitian. Penelitian ini mendapatkan data primer ini melalui wawancara langsung ke responden bagaimana pengaruh Stdandart Marine Comunication Phrases dalam menunjang keselamatan pelayaran di atas
kapal pada saat kapal memasuki maupun keluar pada alur pelayaran.
Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Nakhoda, Mualim II dan juga kru anjungan di kapal. Selain wawancara penulis juga akan melakukan observasi langsung pada saat kegiatan komunikasi sedang terjadi di atas kapal terlebih khusus pada kondisi sedang menggunakan Maritime English.
b Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga peneliti tinggal mencari dan mengumpulkan informasi-informasi yang sudah tersedia. Data ini diperoleh dengan lebih mudah dan cepat karena sudah tersedia. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data-data yang nyata sesuai di lokasi, karena di kapal sudah tersedia data-data yang ada, seperti contohnya data tentang kecelakaan apa saja yang pernah terjadi di kapal akibat dari kesalahan dalam berkomunikasi pada saat bekerja.
D. PEMILIHAN INFORMAN 1. Informan
Informan yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah Nakhoda selaku penanggung jawab atas seluruh isi kapal termasuk kejadian di kapal dan segala hal mengenai anak buah kapal, Mualim selaku wakil Nakhoda di mana berperan penting mengawasi anak buah kapal dan anak buah kapal sendiri selaku objek dalam penelitian ini. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, maka peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual, jadi dalam hal ini sampling dijaring sebanyak mungkin dari sumber. Maksud kedua dari informan adalah menggali informasi yang menjadi dasar dan rancangan teori yang akan dibangun dalam penelitian ini
2. Teknik Penentuan Informan
Pemilihan infrorman sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan informasi yang lengkap dan akurat, informan yang bertindak sebagai sumber data dan informasi harus memenuhi syarat, yang akan menjadi informan narasumber (key informan) dalam penelitian ini adalah Nakhoda dan anak buah kapal.
Penelitian kualitatif tidak menuntut jumlah informan, tetapi bisa tergantung dari tepat tidaknya pemilihan informan kunci, dan komplesitas dari keragaman fenomena sosial yang diteliti. Dengan demikian informan ditentukan dengan teknik snowball sampling, yaitu proses penentuan informan
berdasarkan informan sebelumnya tanpa menentukan jumlahnya secara pasti dengan menggali informasi terkait topik penelitian yang diperlukan.
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penyusunan proposal ini adalah data yang merupakan informasi yang diperoleh penulis melalui pengamatan langsung di lapangan. Dari sumber-sumber ini diperoleh data dan informasi melalui :
1. Observasi
Observasi atau mengadakan pengamatan secara langsung di lapangan di mana penulis melaksanakan praktek laut. Di dalam suatu penelitian, selain menggunakan metode pokok digunakan juga metode pelengkap yang saling mengisi atau melengkapi. Observasi adalah metode pelengkap, teknik observasi digunakan dengan maksud untuk mendapatkan atau mengumpulkan data secara langsung mengenai gejala-gejala tertentu dengan melakukan pengamatan serta mencatat data yang berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti. Observasi yang penulis lakukan adalah dengan mengadakan pengamatan langsung sewaktu penulis akan melaksanakan praktek laut, mengamati cara-cara kerja prosedur darurat terkhusus pada saat sedang melakukan komunikasi yang dilakukan oleh seluruh awak kapal, setelah itu oleh para perwira jaga akan melakukan pengecekan prinsip dan tindakan yang harus diambil saat terjadi situasi berbahaya, bila terdapat kesalahan. Di samping itu observasi adalah
pengumpulan data secara langsung dan sangat penting dalam penelitian deskriptif.
2. Wawancara
Menurut Riduwan (2003:56) wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara merupakan proses tanya jawab secara lisan yang dilakukan seseorang saling berhadapan dan saling menerima serta memberikan informasi. Wawancara sebagai alat pengumpul data menghendaki adanya komunikasi langsung antara penelitian dengan sasaran penelitian. Dalam menyusun penelitian ini, penulis melakukan wawancara non-formal dalam kegiatan sehari-hari dengan Nahkoda dan para Mualim, terutama Mualim II pada kapal yang bertanggung jawab dalam masalah navigasi di atas kapal terutama pada saat melakukan komunikasi di anjungan, sehingga dapat lebih meyakinkan pembaca juga sebagai bahan acuan didalamnya mendeskripsikan data dan mempermudah dalam proses penganalisaanya.
3. Studi kepustakaan
Dalam hal ini, penelitian ini penulis selalu mengacu pada bukudan sumber-sumber yang ada tentang komunikasi yang benar dengan menggunakan Maritime English dan juga SMCP. Buku-buku dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, untuk memperoleh landasan teori yang akan digunakan dalam membahas masalah yang diteliti.
4. Dokumentasi
Metode dokumentasi berarti menggunakan dokumen-dokumen kapal sebagai sumber data dengan menggunakan dokumen. Serta dokumen yang berbentuk tulisan seperti catatan-catatan kecil yang berupa informasi dari narasumber di atas kapal. Sedangkan dokumen yang berbentuk gambar seperti foto pada proses komunikasi dan lain lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya. Studi dokumen merupakan pelengkap gambar tentang proses dalam pelaksanaan kerja di atas kapal. Usaha menanggulangi masalah yang dikemukakan penulis dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dalam penelitian kualitatif.
F. TEKNIK ANALISI DATA
Proses analisis data merupakan proses memilih dari beberapa sumber maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
Dikatakan oleh Tesch (Creswell:1994) tidak ada satu jalan yang benar, oleh sebab itu metaphor dan analogi sangat sesuai untuk membuka atau mengajukan dan menjawab pertanyaan yang diperlukan.
Pada penulisan Karya Ilmiah Terapan ini, digunakan metode pendekatan dengan menggambarkan secara keseluruhan permasalahan ketika pelaksanaan navigasi di atas kapal dengan cara membaca, mencatat dan mengumpulkan bahan bahan tertentu yang berhubungan dengan penelitian baik berupa buku, artikel, maupun karya ilmiah lainnya termasuk majalah dan buletin dan mendalam, menunjukkan ciri naturalistik yang penuh nilai otentik.
Dari data-data yang telah terkumpul maka penulis mengadakan observasi terhadap informan di kapal yaitu Nahkoda mengenai bagaimana pengaruh Sndandart Marine Communication Phrases dalam menunjang keselamatan
pelayaran di atas kapal pada saat kapal memasuki alur-alur pelayaran, penulis akan menampilkam data dalam bentuk naratif dengan menyusun kronologi kejadian maupun diagram (flow chart). Proses terakhir dari penyusunan ialah menarik kesimpulan dengan cara mengecek atau memverifikasi data pada saat awak kapal melakukan komunikasi di atas kapal yang benar dan menggunakan Bahasa Inggris Maritim yang sesuai dengan Standard Marine Communication Phrases.
DAFTAR PUSTAKA
Alihamdan. (21 Juni 2018). Pengertian Implementasi Secara Umum dan Menurut Ahli Terlengkap (online). (https://alihamdan.id/implementasi/. Di akses pada 18
Mei 2019).
Alwi, Hasan. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Bungin, B. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.
Cahlil, R,A. (2002). Collisons And Their Causes. England: The Nautical Institute.
Marine Electronic Highway ( 2021 ). SAFE PASSAGE THE STRAITS OF MALACCA AND SINGAPORE (online). (Straits Reporting (STRAITREP) – MEH
(mehsoms.net) / Diakses pada 17 Maret 2021 )
Maritime and Port Authority of Singapore. (11 September 2019). Operational Areas (online). (https://www.mpa.gov.sg/web/portal/home/port-of- singapore/operations/vessel-traffic-information-system-vtis/operational-areas /. Di akses 14 Februari 2021).
Martens, L. (2015). Revision of IMO Model Course 3.17 Maritime English. Focus on Maritime English to Auxiliary Personnel. Rumania: Romanian Maritime
Training Center.
Research Gate. ( 16 Maret 2021 ). STRAITREP Sector 1 to 9 (online).
(https://www.researchgate.net/figure/STRAITREP-Sector-1-to- 9_fig5_318300768/ Di akses 16 Maret 2021)
SOLAS. (2014). International Convention for The Safety of Life at Sea. London:
International Maritime Organization.
SUB-COMMITTEE ON SAFETY OF NAVIGATION. (2000). IMO Standard Marine Communication Phrases (SMCP). Kroasia: Rijeka College of Maritime
Studies.
World Marite University ( 2000 ). VTS vessel traffic services in the Singapore strait : an investigation into mandatory traffic control (online). (VTS [vessel traffic services] in the Singapore strait : an investigation into mandatory traffic control (wmu.se)/ Diakses pada 17 Mare 2021 )