SKRIPSI
Dia jukan Untuk Memenuhi Sebagaian Per syar atan Dalam Memper oleh Gelar Sar jana Ekonomi
J ur usan Ekonomi Pembangunan
Oleh :
Muhammad Abdullah Hamdany
0811010037/FE/EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH J AWA TIMUR
(KABUPATEN J EMBER, K ABUP ATEN
BONDOWOSO,KABUPATEN SITUBONDO DENGAN
MENGGUNAK AN ANALISIS LOCATION QUOTIENT)
Yang Diajukan
Muhammad Abdullah Ha mdany 0811010037/FE/EP
Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :
Pembimbing Utama
Dr s.Ec.Wiwin Pr iana,MT Tanggal : ... NIP:196008101990031001
Mengetahui
Ketua Progdi Ekonomi Pembangunan
TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH J AWA TIMUR
(KABUPATEN J EMBER, K ABUP ATEN
BONDOWOSO,KABUPATEN SITUBONDO DENGAN
MENGGUNAK AN ANALISIS LOCATION QUOTIENT)
Yang Diajukan
Muhammad Abdullah Ha mdany 0811010037/FE/EP
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh :
Pembimbing Utama
Dr s.Ec.Wiwin Pr iana,MT Tanggal : ... NIP:196008101990031001
Mengetahui
Ketua Progdi Ekonomi Pembangunan
TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH J AWA TIMUR
(KABUPATEN J EMBER, K ABUP ATEN
BONDOWOSO,KABUPATEN SITUBONDO DENGAN
MENGGUNAK AN ANALISIS LOCATION QUOTIENT)
Yang Diajukan
Muhammad Abdullah Ha mdany 0811010037/FE/EP
Disetujui untuk Ujian Skripsi oleh :
Pembimbing Utama
Dr s.Ec.Wiwin Pr iana ,MT Tanggal : ... NIP:196008101990031001
Mengetahui
A/N Dekan Fakultas Ekonomi Wakil Dekan 1
Disusun Oleh :
MUHAMMAD ABDULLAH HAMDANY 0811010037/FE/IE
Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh
Tim Penguji Skr ipsi J urusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pada Tanggal 22 Februari 2013.
Pembimbing : Tim Penguji : Pembimbing Utama : Ketua
Dr s.Ec.Wiwin Priana,MT Dra.Ec.NiniekImaningsih, MP
Sekr etaris
Dr s. Ec. Wiwin Priana, MT
Anggota
Dra. Ec. Titiek Nurhidayati
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Dengan memanjatkan puji syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ANALISIS LOCATION QUOTIENT SWP IV TIGA KABUPATEN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR (KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN SITUBONDO, KABUPATEN BONDOWOSO )
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh ujian dan memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang bersifat menyempurnakan bagi skripsi ini penulis menerima dengan baik.
ii
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Ibu Dra. Ec.Niniek Imaningsih,MP selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur 4. Bapak Drs. Ec. Suwarno,ME selaku dosen wali yang telah membantu penulis
selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
5. Bapak Drs.Ec.Wiwin Priana,MT selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak menyediakan waktunya guna memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Kepada Seluruh Bapak Dan Ibu Dosen, Staff Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah banyak membantu dalam studi dan penyusunan skripsi.
7. Pimpinan dan Staf Instansi Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur yang telah memberikan ijin dan data-data untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.
telah banyak membantu penulis dalam memudahkan penyusunan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.
Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat, dan karunia Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang diberikan.
Besar harapan bagi penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
iv 2.1. Hasil PenelitianTerdahulu ... 9
2.2. Landasan Teori ... 15
2.2.1. Pengertian Teori location quotient ... 15
2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto ... 21
2.2.2.1. Pendekatan PDRB ... 23
2.2.2.2. PDRB per kapita ... 25
2.2.2.3. PDRB atas dasar Harga konstan ... 25
2.2.3. Pergeseran tahun dasar dan perubahan klasifikasi sektor .... 26
2.2.3.1. Latar belakang perubahan tahun dasar ... 27
2.2.3.2. Perubahan klasifikasi sektor ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 34
3.2. jenis dan sumber data ... 41
3.2.1. Jenis Data ... 41
3.2.2. Sumber data ... 41
3.3. Teknik pengumpulan data ... 42
3.4. Analisis dan uji hipotesis ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian………..45
4.1.1. Gambaran Umum Satuan Wilayah Pembangunan VI…...45
4.1.1.1. Kondisi Umum Kotamadya Jember...……….45
4.1.1.1.1. Letak Geografis………...45
4.1.1.2. Kondisi Umum Kabupaten Situbondo ………..…...46
4.1.1.2.1. Letak Geografis………...46
4.1.1.3. Kondisi Umum kabupaten Bondowoso…..……….47
4.1.1.3.1. Letak Geografis………47
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian………...49
4.2.1. Perkembangan PDRB Jawa Timur………..49
4.2.2. Perkembangan PDRB Sektoral Jawa Timur…………50
4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis………53
vi
viii
TABEL 1 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur………....49
TABEL 2 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Sektoral……….50
TABEL 3 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jember...52
TABEL 4 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Situbondo52 TABEL 5 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bondowoso...53
TABEL 7 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Jember....………..54
TABEL 8 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Situbondo...………....55
TABEL 9 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Bondowoso...……….56
TABEL 10 : Uji Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten Jember..……….…...58
TABEL 11 : Uji Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten Situbondo ...59
Lampiran 2 : PDRB dan Distribusi,Uji IFS Kabupaten Bondowoso... Lampiran 3 : PDRB dan Distribusi,Uji IFS Kabupaten Situbondo... Lampiran 4 : PDRB dan Distribusi,Uji IFS Kabupaten Jember... Lampiran 5 : PDRB Jember... Lampiran 6 : Sektor Unggulan dan Non Unggulan Kabupaten Jember... Lampiran 7 : Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Jember... Lampiran 8 : PDRB Situbondo... Lampiran 9 : Sektor Unggulan dan Non Unggulan Kabupaten Situbondo... Lampiran 10:Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Situbondo... Lampiran 11:PDRB Bondowoso... Lampiran 12:Sektor Unggulan dan Non Unggulan Kabupaten Bondowoso... Lampiran 13:Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Bondowoso...
MUHAMMAD ABDULLAH HAMDANY
Abstr aksi
Pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serta bertanggung jawab. Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, mengembangkan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan ekonomi daerah. Atas dasar pemikiran tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan yntuk dijadikan prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada Satuan Wilayah Pembangunan IV (SWP) Propinsi Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga terkait. Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan unggulan agar dapat terarah pada pokok permasalahannya digunakan uji Location Quotient dengan definisi operasional meliputi Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur, Produk Domestik Regional Bruto sektoral Jawa Timur, dan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten pada Satuan Wilayah Pembangunan IV di Propinsi Jawa Timur.
Dengan uji Location Quotient pada Satuan Wilayah Pembangunan IV yang terdiri dari Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, gas, dan air bersih, Sektor Konstruksi, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta Sektor Jasa-jasa dapat ditentukan sektor-sektor yang merupakan sektor basis yang ada di Satuan Wilayah Pembangunan IV. Hasil Analisis menunjukkan bahwa Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta Sektor Jasa-jasa merupakan sektor basis di Satuan Wilayah Pembangunan IV.
Keywords:
Wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional yang bertujuan
untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara tersebut bersumber pada pancasila dan berdasarkan
Undang-undang Dasar 1945. Wawasan Nusantara merupakan cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik,
satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya dan satu kesatuan
pertahanan dan keamanan.
Sebagai perwujudan Wawasan Nusantara, pembangunan daerah sebagai
bagian integral dari pembangunan nasional di arahkan untuk mengembangkan
daerah dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota, antar
desa antara kota dan desa, antar sektor serta pembukaan dan percepatan
pembangunan kawasan tertinggal, daerah terpencil, daerah minus, daerah
kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya, yaitu disesuaikan
dengan prioritas daerah yang bersangkutan sehingga akan terwujud suatu pola
pembangunan yang merupakan perwujudan Wawasan Nusantara.
Pembangunan daerah bertujuan meningkatkan taraf hidup dan
baik antar sektor maupun antar pembangunan sektoral dengan perencanaan
pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya
kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air.
Dalam berbagai analisa dan penyidikan mengenai kegiatan ekonomi
ditinjau dari sudut penyebarannya di berbagai daerah, pengertian daerah dapat
di bedakan dalam tiga pengertian. Pengertian yang pertama menganggap
suatu daerah sebagai suatu space atau ruang dimana kegiatan ekonomi
berlaku dan di berbagai pelosok ruang tersebut sifat-sifatnya sama. Jadi
batas-batasnya di antara satu daerah dengan daerah-daerah lainnya ditentukan oleh
titik-titik dimana kesamaan sifat-sifat tersebut sudah mengalami perubahan.
Persamaan sifat-sifat dapat di tinjau dari segi pendapatan perkapita
penduduknya, dari segi agama atau suku bangsa masyarakatnya ataupun dari
segi struktur ekonominya. Pengertian yang kedua, dan yang paling ideal
untuk di gunakan dalam analisa mengenai ekonomi ruang, mengartikan
daerah itu sebagai ruang ekonomi. Seperti di katakan oleh Allen dan
Maclellan : “ Perbatasan di antara berbagai daerah ditentukan oleh
tempat-tempat dimana pengaruh dari satu atau beberapa pusat-pusat kegiatan
ekonomi di gantikan dengan pengaruh pusat dari lainnya. (Sukirno, 1976:2)
Daerah yang di batasi menurut pengertian ini di namakan dengan daerah
nodal, sedangkan daerah menurut pengertian pertama dinamakan daerah
homogen/homogeneus. Pengertian yang ketiga memberikan batasan suatu
daerah berdasarkan pembagian administratif dari suatu negara. Jadi menurut
di bawah suatu administrasi tertentu suatu propinsi, kabupaten/kotamadya,
desa dan sebagainya. Daerah yang diartikan menurut pengertian ketiga ini
dinamakan daerah administrasi atau daerah perencanaan. (Sukirno, 1967:2)
Apabila membahas mengenai pembangunan daerah, pengertian ketiga
merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya
penggunaan pengertian tersebut disebabkan karena dua faktor. Pertama,
dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah di
perlukan tindakan-tindakan berbagai badan – badan pemerintah, dengan
demikian akan lebih praktis apabila suatu negara dipecah menjadi beberapa
daerah ekonomi berdasarkan satuan administratif yang telah ada. Dan kedua,
daerah yang batasannya di tentukan berdasarkan satuan administratif lebih
mudah di analisa karena sejak lama pengumpulan data di berbagai daerah
dalam satu negara pembagiannya di dasarkan pada satuan administratif.
Walaupun kegiatan ekonomi tersebar di berbagai daerah dan negara,
sampai beberapa waktu yang lalu para ilmu ekonomi sangat sedikit sekali
dapat membuat analisa mengenai sebab-sebab dari terwujudnya perbedaan
corak kegiatan ekonomi di berbagai daerah maupun terhadap perbedaan
tingkat perkembangan di berbagai daerah. (Sukirno, 1967:2)
Negara-negara yang berusaha untuk mempercepat laju perkembangan
ekonominya, biasanya analisa mengenai proses pembangunan akan
bertambah lengkap apabila memperhatikan juga corak kegiatan ekonomi di
tinjau dari sudut penyebarannya ke berbagai daerah. Betapa pentingnya
suatu perekonomian dinyatakan oleh Friedman dan Alonso sebagai berikut:
“Tanpa melihat dari sudut ruang analisa yang masih belum sempurna,
dapatlah di misalkan seperti proyeksi dua di mensi dari suatu benda yang
mempunyai tiga di mensi”. Suatu negara mempunyai peta bumi ekonomi
dengan puncak-puncak dan lembah-lembah, dengan daerah-daerah yang
padat dengan kehidupan dan daerah-daerah yang di tinggalkan, keputusan
mengenai dimana akan melaksanakan suatu proyek baru adalah sama
pentingnya dengan keputusan untuk menginvestasi dalam proyek tersebut.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan keadilan sosial dalam
mendistribusikan hasil pembangunan ekonomi adalah sama pentingnya dan
sukarnya dipandang dari segi golongan masyarakatnya”. (Sukirno, 1976:3)
Pernyataan diatas dengan jelas menunjukkan bahwa analisa ekonomi
regional pada hakekatnya membahas mengenai kegiatan perekonomian di
tinjau dari segi sudut penyebaran kegiatan ekonomi ke berbagai lokasi dalam
suatu economic space atau ruang ekonomi tertentu, misalnya dalam suatu
negara atau suatu propinsi. Tetapi disamping itu analisa ekonomi regional
akan melibatkan dirinya pula dalam menganalisa ekonomi suatu daerah di
tinjau secara sektoral dan secara makro. Daerah tersebut dapat berupa satu
propinsi, satu kabupaten, satu daerah khusus tertentu satu kota besar yang
pembangunannya akan di galakkan. Analisa mengenai perekonomian kota
besar merupakan suatu cabang khusus dari analisa ekonomi regional dan
Menganalisa perekonomian daerah merupakan pekerjaan yang lebih sulit
kalau di bandingkan dengan menganalisa perekonomian nasional. Keadaan
demikian timbul karena, pertama data mengenai daerah terbatas sekali,
apalagi kalau daerah-daerah di bedakan berdasarkan pengertian nodal.
Dengan data yang sangat terbatas tersebut, sukar untuk menggunakan metode
yang telah di kembangkan dalam memberikan gambaran mengenai
perekonomian suatu daerah. Kedua, data yang tersedia pada umumnya tidak
sesuai dengan data yang di perlukan dalam analisa daerah karena data yang di
kumpulkan tersebut kebanyakan di maksudkan untuk memenuhi keperluan
data untuk analisa ekonomi pada tingkat nasional. Akhirnya, data mengenai
perekonomian nasional akan mengakibatkan aliran-aliran, yang masuk
maupun keluar, dari suatu daerah dan sangat sukar di peroleh data – datanya.
Menentukan aliran modal dan perdagangan dari suatu daerah ke
daerah-daerah lainnya merupakan satu contoh dari aspek-aspek yang dikemukakan
ini, atau dalam analisa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi daerah dari masa ke masa, tulisan yang ada dapat di
bedakan diantara teori- teori mengenai masalah ekonomi dan pembangunan
daerah yang dipinjam dari teori yang ada mengenai perekonomian nasional
yang kemudian di sesuaikan dengan keadaan daerah, dan teori yang khusus di
kembangkan untuk menganalisa masalah ekonomi dan pembangunan daerah.
(sukirno, 1976:9)
Dengan berbagai pendekatan itu, pembangunan nasional dan
daerah yang maju tanpa kecuali. Namun dalam kenyataannya ada perbedaan
yang cukup tajam antara kemajuan suatu daerah dan daerah lainnya.
Perbedaan laju pembangunan antar daerah menyebabkan terjadinya
kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antar jawa
dan luar jawa, antara kawasan barat dan kawasan timur, dan antara perkotaan
dan pedesaan.
Sebagai akibat dari tingkat dan laju perkembangan yang tidak seimbang
itu, meskipun semua daerah akan memperoleh kemajuan sebagai hasil dari
pembangunan, tetapi karena tingkat landasannya sudah berbeda, maka tanpa
usaha khusus, dan kecenderungan pertumbuhan yang ada, kesenjangan akan
membesar. Mengatasi keadaan ini bukan pekerjaan mudah karena upaya itu
akan menentang “arus” yang kuat dan menjadi kendala yang tidak mudah
diatasi.
Pembangunan daerah agar tujuan usahanya dapat berhasil dengan baik,
maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu,
pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat
pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya ekonomi daerah yang
nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab.
Berdasarkan data-data diatas dalam mengembangkan metode- metode
untuk menganalisa peekonomian suatu daerah maka hal tersebut sangat
penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak
pengertian mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai
Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dapat dihitung dari
Produk Domestik Regional Bruto, yaitu merupakan rata-rata tertimbang dari
tingkat pertumbuhan sektoralnya. Artinya apabila sebuah sektor mempunyai
kontribusi besar dan pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat
tingkat perekonomian secara keseluruhan, sebaliknya, apabila sebuah sektor
mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, maka
sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga sektor
tersebut akan menjadi lokomotif pertumbuhan secara total sehingga tingkat
pertumbuhan ekonominya menjadi lebih besar.
1.2. Perumusan masalah
Berkaitan dengan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas
dengan melihat perkembangan dan manfaat pendapatan pada suatu wilayah
regional, maka masalah yang dapat di rumuskan adalah
1. Sektor-sektor Produk Domestik Regional Bruto yang dapat menjadi
prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada Satuan Wilayah
Pembangunan IV Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.
2. Sektor unggulan yang dapat dijadikan prioritas pembangunan pada satuan
Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
1.3. Tujuan Penelitian
1 Untuk mengetahui sektor basis non basis yang dapat dijadikan prioritas
pembangunan pada Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daerah
Tingkat I Jawa Timur.
2 Untuk mengetahui sektor unggul yang dapat dijadikan prioritas
pembangunan pada Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daerah
Tingkat I Jawa Timur
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi ilmiah dan bahan pertimbangan bagi pihak yang
terkait dan calon peneliti selanjutnya baik untuk penelahaan lebih lanjut
maupun sebagai bahan perbandingan.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi-instansi terkait
dalam mengambil kebijaksanaan yang berhubungan dengan
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Hasil-hasil penelitian terdahulu
Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah
location quotion pernah disampaikan oleh:
1. Bagus Herwindr o (UNAIR, 2000 : 14)
Judul penelitiannya adalah “ Analisis Ekonomi Regional Terhadap
Perkembangan Ekonomi di Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa Timur
(1993-1998) “. Skripsi tersebut membahas tentang ekonomi regional di
Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa Timur yang terdiri dari 6 daerah
kabupaten dan 2 daerah kotamadya yaitu Kabupaten
Trenggalek,Tulungangung,Kediri,Blitar,Jombang,Nganjuk, dan kotamdya
kediri serta blitar,dengan periode penelitian selama 6 tahun yakni mulai
tahun 1993 sampai dengan 1998.Skripsi ini didasarkan pada teori basisi
ekonomi dengan menggunakan analisis Location Quotient untuk
membedakan sektor-sektor perekonomian daerah menjadi 2, yaitu sektor
basis dan non basis.Dari analisis tersebut, maka dapat disusun skala
prioritas pengembangan sektor terpilih di Satuan Wilayah Pembangunan
VII jawa timur, maupun di tiap daerah tingkat II dalam Satuan Wilayah
Pembangunan VII Jawa Timur serta penentuan lokasi pengembangan
tiap-tiap sektor ekonomi pembangunan daerah. Hasil analisis location quotient
tingkat perubahan yang positif di Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa
Timur
2.Yanuar Chumaidy Affan (Unair,2006:90)
Dengan penelitian yang berjudul “ Analisis potensi sektoral dalam
pengembangan satuan wilayah pengembangan VI tahun 1998-2003”.Dari
penelitian yang menggunakan analisis Location Quotient dan Shift Share
ini dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi prioritas pembangunan di
Kabupaten/kota SWP VI adalah: sektor pertanian di Kabupaten Malang
dan Pasuruan; sektor pertambangan di Kabupaten Pasuruan;sektor industri
pengolahan di Kabupaten Pasuruan;sektor listrik air dan gas di Kota
Malang dan Pasuruan;sektor perdagangan di Kota Malang dan
Pasuruan;sektor angkutan di Kabupaten Malang,Kota Malang dan
Pasuruan;sektor keuangan di Kabupaten Malang dan sektor jasa-jasa di
Kabupaten Malang dan kota Pasuruan. Diharapkan dengan
memprioritaskan pembangunan sektor-sektor ini selanjutnya akan lebih
menumbuhkan perekonomian daerah Kabupaten/kota SWP VI,maupun
dalam tingkat regional Jawa Timur.
3. Ristyo Adi (Unair ,2008:28)
Dengan penelitian yang berjudul “ Shift share tahun 1988-1996
dalam pertembuhan ekonomi di kawasan timur indonesia ”, penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan deskriptif bertujuan untuk menganalisis
Alat analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metode shift share, dimana metode ini membutuhkan sumber informasi
baik PDB nasional maupun PDRB tiap provinsi di kawasan timur
Indonesia. Dari hasil analisis tersebut dapat di ketahui bahwa pertumbuhan
ekonomi sektoral tiap provinsi di KTI dalam kaitanya dengan
perekonomian nasional dan dapat menjadi sumber informasi mengenai
daerah-daerah yang pertumbuhanya lambat di KTI. Oleh karena itu dari
penelitian yang bersangkutan dapat do peroleh dari hasil terdapat 6 sektor
yang memliki pertumbuhan cepat di tingkat nasional yaitu, sektor industri
pengolahan ; sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan; sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,
dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Provinsi yang perlu
mendapat perhatian dari pemerintah adalah maluku, karena provinsi
tersebut termasuk dalam pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
rendah serta termasuk dalam kategori depresed region.
4. Ari Sulistiawan (Unair , 2005:18)
Dengan penelitian yang berjudul “Analisis potensi sektoral di
Nusa Tenggara Timur periode 1995-1999”. Penelitian yang memakai
pendekatan kualitatif dengan menggunakan data terukur ini, memiliki
beberapa variabel yang diperguankan dalam penelitian diantaranya :
pendapatan domestik regional bruto, proposioanal shift, diferensial shift,
dipergunakan dalam penelitian ini adalah analsis Location Quotient dan
analisis shift share. Kompilasi dua analisis tersebut dapat mengidentifikasi
sektor terpilih tersebut adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran di
Kabupaten Belu, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, dan Kota Kupang.
Sektor listrik, gas dan air minum di Kabupaten Sikka, Kabupaten Endee,
Kabupaten Ngada dan Kota Kupang. Hasil lainya adalah daerah yang
dapat dijadikan pusat pertumbuhan yaitu Kabupaten Sikka, Kabupaten
Timor Tengah Selatan, Kabupaten Alor dan kota kupang.
5.Zakik (Unair, 2002 : 5)
Dengan judul penelitian “ Analisis Kebijakan Pembangunan
Regional di Jawa Timur Dalam Rangka Implementasi Otonomi Dareah
Tahun 1990-2000”. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari 37
pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Timur, dilakukan dari tahun 1990
sampai tahun 2000. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan
alat analisis berupa formula-formula yang berhubungan dengan
permasalahan yaitu ; Location Quotient, Wilkinsen Indeks, dan Shift Share.
Dari penelitian ini di peroleh hasil bahwa terjadinya kesenjangan
pertumbuhan ekonomi antar daerah di Jawa Timur sangat di pengaruhi
letak geografis, potensi daerah, investasi swasta, penerapan kebijaksanaan
pembangunan daerah yang kurang tepar serta tingkat ketergantungan yang
tinggi terhadap pemerintah pusat. Sedangkan penerapan kebijaksanaan
pembangunan dan kemandirian daerah. Pemerintah daerah mengalami
kesulitan dalam menetapkan kebijksanaan daerahnya seiring dengan
pelimphan wewenang serta perimbangan dana dari Pemerintah Pusat. Hal
ini menunjukkan keadaan yang sama serta antara adanya kebijakan
otonomi daerah ataupun tidak.
6. Idham Nurcholid (Unair, 2000 : 7)
Dengan judul penelitian “ Analisis Pengaruh Sektor basis dalam
Pertumbuhan Ekonomi di Jawa timur Dengan Menggunakan Pendekatan
Export Base Model “. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur selama periode 1986-1997. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Export Base Model yang
dikemukakan oleh Douglas C. North. Dalam teori tersebut dinyatakan
bahwa ekspor merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi
daerah. Untuk itu perekonomian daerah dibagi menjadi dua sektor, yaitu
sektor basis (sektor ekspor) dan sektor non basis (sektor lokal). Untuk
mengetahui suatu sektor itu termasuk sektor basis dan sektor non basis
digunakan metode location quotient (LQ). Dari metode LQ diketahui
bahwa yang terus menerus menjadi sektor basis (LQ > 1) selama periode
1986-1997 adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor
listrik,gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta
sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan
Untuk mengetahui dan menguji pengaruh ekspor sektor basis
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, digunakan analisis regresi
sederhana melalui dua model, yaitu model linier dan model log-ganda.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh ekspor sektor basis terhadap
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah signifikan, baik yang dibentuk
secara linier maupun non linier (model log-ganda). Selain itu, hasil analisis
juga menunjukkan bahwa hubungan antara ekspor sektor basis dengan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah positif. Hal ini brarti ekspor
basis benar-benar berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi di
Jawa Timur.
7. Ramli (Upn, 2004 : 52 )
Dengan penelitian yang berjudul “ Analisis Pengaruh beberapa
Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Melalui Strategi Dasar
Perencanaan Ekonomi Di Kabupaten Sidoarjo “. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan sektor-sektor
basis yang memberikan kontribusi terhadap tingkat pendapatan suatu
daerah serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, maka
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sektor-sektor potensial
yang terdapat di daerah sehingga dapat memberikan masukan kepada
pemerintah daerah dalam menentukan strategi dasar perencanaan –
perencanan ekonomi untuk menghadapi otonomi daerah. Variabel-variabel
keunggulan kompetitif (C), laju pertumbuhan sektor di wilayah teliti (rij),
laju pertumbuhan sektor di provinsi (rin), laju pertumbuhan provinsi (rn),
pendapatan sektor diwilayah teliti (Yij), pendapatan sektor di provinsi
(Yin), pendapatan propivinsi (Yn). Variabel yang digunakan dalam
menentukan sektor basis adalah besaran suatu kegiatan tertentu di daerah
yang diteliti (vi), besaran total seluruh kegiatan di daerah yang di teliti
(vt), besaran suatu kegiatan tertentu dalam daerah yang lebih luas (Vi),
besaran total seluruh daerah yang lebih luas (Vt). Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu PDRB Kabupaten Sidoarjo
dan PDRB Provinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan 1993dari tahun
1991-2002 di peroleh dari BPS Jawa Timur. Alat analisis menggunakan
pendekatan analsisi shift share dengan model location quotient. Hasil
analisis shift share menunjukan tingkat perubahan yang positif di
Kabupaten Sidoarjo.
2.2.Landasan Teori Ekonomi Pembangunan
2.2.1. Teori location quotient
Logika dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang
intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk
pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar
daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah. Secara umum metode analisis
1. Teori Basis dan Non Basis
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komparatif
dari David Ricardo dan John Stuart Mill. Dari studi empiric yang
dilakukan oleh Pfouts ( 1960 ) dalam rangka memisah misalkan
sektor-sektor basis dari yang bukan basis daerah perkotaan ternyata
dapat dipergunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah
tersebut, dalam hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi
dalam 2 golongan :
a. Kegiatan ekonomi/industri yang melayani kebutuhan akan
barang- barang dan jasa-jasa di daerah itu sendiri/daerah
swasembada maupun mengekspornya ke tempat-tempat diluar
batas-batas perkonomian daerah tersebut. Daerah yang
demikian disebut sebagai daerah Basis atau daerah Surplus.
b. Kegiatan ekonomi/industri yang hanya melayani kebutuhan
barang-barang dan jasa-jasa bagi masyarakat yang bertempat
tinggal di dalam batas-batas perekonomian daerah tersebut
atau bahkan masih harus mendatangkan barang kebutuhan
tersebut dari tempat/daerah lain karena masih kekurangan.
Daerah yang demikian ini disebut sebagai daerah non basis
atau daerah minus. Untuk menentukan suatu daerah kedalam
salah satu dari kedua golongan tersebut digunakan metode
Locationt Quotient (1.Q) yaitu dengan jalan membandingkan
dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan industri
yang sama dalam perekonomian regional. ( Glassen, 1997;63 )
2. Space Cost Theory
Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi
analisis tentang lokasi industri secara geografi. Dari analisanya ai
menerapkan suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap
berbagai rumusan tentang teori lokasi industri. Menurut Adam Smith,
lokasi yang paling menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah
dimana penerimaan total lebih besar daripada biaya total atas dasar
asumsi maksimilasi laba dan output konstan, dan sebaliknya bila biaya
total ternyata lebih besar dari penerimaan total, maka lokasi tersebut
adalah merugikan/tidak efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula
untuk menentukan lokasi industri dengan memperhitungkan antara
faktor biaya dan pasar/permintaan. Dari segi pasar/permintaan antara
lain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat, letak industri
terhadap bahan mentah, kualitas dan kuantitas tenaga kerja, sarana
transportasi dan komunikasi, faktor lingkungan dan pemerintah (pajak
dan subsidi).
3. Teori Lokasi Industri
Weber (1990) adalah orang yang pertama menggarap teori
didasarkan dari penerapan teori Van Thunen yang berprinsip bahwa
pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau
terbagi dalam 2 kelompok, yaitu:
a.Regional Factors, yang terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga
kerja.
b.Local Factors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan
deglomerasi, terutama letak dan sifat bahan mentah.
4. Teori Tempat Sentral
Teori ini diperkenalkan oleh seorang geograf Jerman yang
bernama Christaller pada tahun 1933. Ia mengemukakan konsep
tentang pembentukan system kota, dari studi empiric konsep tersebut
dikembangkan dari teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni
dari weber (1909) dan Thunen (1826). Dikatakan bahwa kota adalah
sebagai pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang
kemudian disebut tempat sentral, yang menghubungkan perdagangan
setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan didasarkan pada
dua factor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi ekonomi. Dasar
teori dari Christaller adalah bahwa pusat kota pada umumnya
merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh kondisi
tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan.
sebagai pusat layanan bagi daerah terbelakang/daerah komplementer
yitu mensuplainya dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk kota
alam menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan sarana
yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumber kepada
daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-puat kota ini akan
menimbulkan dominasi dan polarisasi.
5. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral perroux
(1950). Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serat
pengembangan teori ini dilakukan oleh Perroux, ‘f, Boudenville,
arsyad,kadariah (1999). Dari berbagai tulusan para ahli mengenai
kutub pertumbuhan tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar
perkembangan geografiknya dapat didefinisikan sebagai berikut :
Menurut Arsyad (1999: 148) bahwa inti dari teori Perroux ini adalah
sebagai berikut
1. Dalam proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang
merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu
daerah karena keterkaitan antara industri (forward linkage dan
backward linkage), maka perkembangan industri unggulan akan
mempengaruhi perkembangan industri lainnya yang berhubungan
2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat
pertumbuhan ekonomi, karena pemusatan industri akan
menciptakan pola konsumsi yang berbeda antardaerah sehingga
perkembangan industri di daerah akan mempengaruhi
perkembangan daerah-daerah lainnya;
3.Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif
aktif (industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif
yaitu industri yang tergantung dari industri unggulan atau pusat
pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan
mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif. Diharapkan dari
ide ini adalah munculnya trickle down effect dan spread effect.
Boudeviile (1978: 12) menyatakan bahwa kutub pertumbuhan regional
sebagai kelompok industri yang mengalami ekspansi yang berlokasi
di daerah perkotaan akan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi
daerah sekitarnya yang berada dalam cakupannya. Hubungan positif
ini diharapkan dapat mengangkat pertumbuhan daerah sekitarnya yang
mempunyai keterbatasan dalam sumbernya.
Menurut Kadariah (1985: 24) bahwa kutub pertumbuhan dapat
diartikan sebagai berikut:
1.Arti fungsional, growth pole digambarkan sebagai suatu kelompok
perusahaan cabang industri atau unsur-unsur dinamis yang
adanya permulaan dari serangkaian perkembangan dengan efek
multipliernya;
2.Arti geografis, diartikan sebagai suatu pole atraction yang
menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berkumpul
disuatu tempat tanpa adanya hubungan antara usaha-usaha
tersebut. Namun tidak berarti bahwa growth pole yang fungsional
tidak mempunyai pengaruh.
growth pole merupakan potensi perkembangan bagi unsur-unsur
ekonomi yang ada dan dapat menarik unsur-unsur ekonomi yang tidak
ada, sehingga dapat menimbulkan permulaan suatu proses
perkembangan. Berdasarkan alasan tersebut growth pole sering
dijadikan peralatan kebijakan ekonomi terutama pada negara-negara
yang sedang berkembang.
2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto
1. Menurut Sukirno (1991:165) Produk Domestik Bruto didefinisikan
sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan diperoleh
dari sebagian selisih antara nilai bruto yang dinilai atas dasar harga
konstan yang diterima oleh produsen dikurangi pemakaian bahan baku
dan penolong yang dinilai atas dasar pembelian.
2. Gross Domestik Bruto (Produk Domestik Bruto) adalah nilai barang
3. Menurut Rosyidi (1997:342), salah satu pengukuran Produk Domestik
Bruto, adalah dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk
penelitian barang dan jasa yang dihasilkan oleh Negara yang
bersangkutan yaitu :
a. Konsumsi rumah tangga
b. Konsumsi Pemerintah
c. Investasi pemerintah dan swasta
d. Ekspor barang dan jasa
e. Import barang dan jasa
4. GDP (Gross Domestic Product), merupakan cara untuk mengukur
output total menurut harga factor produksi di dalam negeri dengan
cara menjumlahkan nilai tengah dari setiap produksi. (Lipsey,dkk,
1995:50)
5. Produk Domestik Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir dikali
harga sebagai alat produksi barang-barang dan jasa-jasa suatu Negara
ditambah dengan hasil produksi barang dan jasa orang-orang dan
perusahaan-perusahaan asing. (Partadireja, 1998:50).
6. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998:50), yang dimaksud dengan
permintaan agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang
akan dibeli oleh konsumen perusahaan dan pemerintah, pada tingkat
harga tertentu, pendapatan tertentu, serta variabel-variabel ekonomi
7. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang
dan jasa yang dproduksi di wilayah regional tertentu dalam waktu
tertentu. (Anonim, 1995:1)
2.2.2.1. Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto
Cara Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat diperoleh
melalui 3 pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan,
pendapatan pengeluaran, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut :
1 Menurut Pendekatan Produksi
PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu
tertentu/satu tahun. Unit-unit produksi di dalam penyajiannya
dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu:
a. Pertanian
b. Pertambangan dan Penggalian
c. Industri pengolahan
d. Listrik, Gas dan air bersih
e. Konstruksi
f. Perdagangan Hotel dan Restoran
g. Pengangkutan dan Komunikasi
h. Jasa keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
2. Menurut Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir yaitu
a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang
tidak mencari untung
b. Konsumsi pemerintah
c. Pembentukan modal tetap domestic bruto
d. Perubahan stok
e. Eksport netto dalam jangka waktu tertentu biasanya 1 tahun.
3. Menurut Pendapatan Pendapatan
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh factor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di
suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun). Balas
jasa factor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah,
bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum
dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam
pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali faktor
pendapatan, termasuk dalam semua komponen penyusutan dan pajak
tak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut
sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk Domestik
Bruto merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh
sektor/lapangan usaha.
Dari 3 perhitungan pendekatan tersebut, secara konsep seharusnya
akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan
untuk faktor-faktor produksinya. Selanjutnya Produk Domestik
Regional Bruto atas dasar harga pasar, karena mencakup komponen
pajak tidak langsung. (Anonim, 1995:3)
2.2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita
Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan diperoleh suatu
Produk Domestik Regional Bruto per Kapita. (Anonim, 1995:4)
2.2.2.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan
kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada
suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2 pendekatan
yaitusektoral dan penggunaan. Keduanya menyajikan komposisi data nilai
tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi dan menurut komponen
penggunaannya. Dalam publikasi ini disajikan data PDRB dihitung
berdasarkan sisi sektoral. PDRB sektoral merupakan penjumlahan seluruh
komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor
ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya.
PDRB sektoral dirinci menurut total nilai tambah dari seluruh ekonomi
Pengolahan; Listrik dan Air Bersih; Konstruksi; Perdagangan; Restoran
dan Hotel; Pengangkutan dan Komunikasi; Lembaga Keuangan; dan
Jasa-jasa. PDRB maupun agregat turunannya disajikan dalam dua versi
penilaian, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan.
Disebut sebagai berlaku karena seluruh agregat dinilai dengan
menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan harga konstan
penilaiannya penilaiannya didasarkan pada harga satu tahun dasar tertentu.
Dalam publikasi ini digunakan harga tahun 2000 sebagai dasar
penilaian.(Sumber, Badan Pusat Statistik, Surabaya)
2.2.3. Pergeser an Tahun Dasar dan Perubahan Klasifikasi Sektor
Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau
indicator produksi yang digunakan untuk perhitungan Produk Domestik
Regional Bruto mengalami perubahan tiap tahun. Hal ini menyebabkan
sumbangan nilai tambah setiap sektor terhadap Produk Domestik
Regional Bruto akan berubah juga. Jika perubahan secara sektoral
menunjukkan angka-angka yang proporsional maka sumbangan terhadap
PDRB akan berubah juga dan akan relatif sama dari tahun ke tahun. Akan
tetapi boleh dikatakan bahwa fenomena tersebut jarang sekali terjadi,
biasanya perkembangan setiap sektor tidak proporsional, misalnya
beberapa sektor tertentu melaju dengan cepat sedangkan sektor lainnya
relative lambat. Akhirnya dalam jangka panjang sumbangan setiap sektor
perubahan struktur ekonomi. Dalam keseharian, perubahan struktur
ekonomi menarik banyak pakar dan perencana ekonomi karena berarti
juga bahwa dasar/fase komposisi sektoral yang dianggap tulang punggung
perekonomian harus ditinjau kembali. Demikian juga perekonomian ini
menjadi faktor-faktor penentu dalam menilai prestasi-prestasi ekonomi
suatu Negara,bangsa atau wilayah. (Anonim,1995:27)
2.2.3.1. Latar Belakang Perubahan Tahun Dasar
Landasan Pemikiran dalam melakukan perubahan tahun dasar
tersebut dapat diekspresikan dalam 2 alasan pokok sebagai berikut:
1. Struktur ekonomi selama 10 tahun telah berubah dengan drastic
sehingga kurang relevan jika prestasi dan perkembangan ekonomi
masih dihitung berdasarkan cerminan struktur yang lama. Perubahan
struktur, seperti yang telah disebut, ditandai dengan perubahan
dominasi sektoral yang sebelumnya berada pada sektor pertanian
menjadi sektor industri sekarang ini
2. Beberapa sektor mengalami perubahan data-data dasar, misalnya
cakupan komoditi dan kegiatan sebelumnya hanya ditampung dalam
besaran mark-up yang sudah tidak mewakili lagi. Perubahan kegiatan
ini telah diantisipasi sebelumnya tetapi belum diakomodasikan dalam
perhitungan nilai tambah bruto karena jika dimasukkan hasilnya dapat
mengakibatkan pertumbuhan yang melonjak pada tahun dimana
merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan beberapa
perbaikan data dasar dan juga perbaikan metode perhitungan.
(Anonim,1995:28)
Sejalan dengan pergeseran tahun dasar dari produk domestic
Regional bruto yang telah dilakukan dalam lingkup nasional. Kantor
Statistik Propinsi Jawa Timur melakukan pergeseran tahun dasar Produk
Domestik Regional Bruto dari tahun 1983 ke tahun 1993, keseragaman
tahun dasar Produk Domestik Regional Bruto memungkinkan pengguna
data dapat melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antara
nasional dan daerah,demikian juga perbandingan antar suatu daerah.
2.2.3.2.Perubahan Klasifikasi Sektor
Klasifikasi Sektor Produk Domestik Regional Bruto antara seri
lama dan seri baru mengalami perubahan dari 11 sektor menjadi 9 sektor
perubahan. Hal ini didasarkan pada 2 alasan, yaitu:
1. Klasifikasi baru lebih mengacu pada klasifikasi yang
direkomendasikan SNA 1993/SNA-System of National Account buku
acuan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara
International yang direkomendasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Klasifikasi ini menjadi lebih umumdan bermanfaat untuk
membandingkan data-data Produk Domestik Regional Bruto dengan
2. Klasifikasi baru pada umumnya lebih rinci pada tingkat sub sektor
dengan maksud lebih berorientasi pada penggunaan data. Data yang
lebih terinci akan lebih banyak kegunaannya dibanding dengan data
yang terbatas rinciannya. (Anonim,1995:29)
2.2.3.3. Alasan Per geser an Tahun Dasar dari 1983 ke 1993
1. Pertumbuhan ekonomi dengan tahun dasar 1983 sudah tidak
menggambarkan pertumbuhan ekonomi secara realita. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa sebenarnya kontribusi sektor sektor
industri, yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, dalam
timbangan PDRB seri lama/tahun dasar 1983 masih cenderung under
estimate.
2. Terjadi perubahan struktur ekonomi yang sangat nyata dari sektor
pertanianke sektor industri sejak tahun 1991.
3. Pertumbuhan secara keseluruhan merupakan rata-rata pertumbuhan
ekonomi sektoral. Sehingga berdasarkan tahun dasar baru tingkat
pertumbuhan ekonominya lebih tinggi. Hal ini dapat dibuktikan secara
kuantitatf, karena perumusan tingkat pertumbuhan ekonomi.
4. Merupakan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa
System of National Account (SNA) agar digunakan oleh semua Negara
di dunia.
5. Pergeseran tahun dasar merupakan suatu hal yang dilakukan oleh
2.2.4 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP)
Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur dalam publikasi
ini disajikan pada Satuan Wilayah Pembangunan, dimana tiap Satuan
Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa
Kabupaten/Kotamadya. Pembagian Satuan Wilayah Pembangunan di
Jawa Timur adalah sebagai berikut:
1. Satuan Wilayah Pembangunan I meliputi Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik,
Kabupaten Bangkalan, Kotamadya Mojokerto, Kotamadya Surabaya.
2. Satuan Wilayah Pembangunan II meliputi Kabupaten Sampang,
Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.
3. Satuan Wilayah Pembangunan III meliputi Kabupaten Banyuwangi.
4. Satuan Wilayah Pembangunan IV meliputi Kabupaten Jember,
Kabupaten Bondosowo, dan Kabupaten Situbondo.
5. Satuan Wilayah Pembangunan V meliputi Kabupaten Lumajang,
Kabupaten Probolinggo, Kotamadya Probolinggo.
6. Satuan Wilayah Pembangunan VI meliputi Kabupaten Malang,
Kotamadya Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kotamadya Pasuruan.
7. Satuan Wilayah Pembangunan VII meliputi Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kotamadya Kediri dan
8. Satuan Wilayah PembagunanVIII meliputi Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Ngawi, dan Kotamadya Madiun.
9. Satuan Wilayah Pembangunan IX meliputi Kabupaten Bojonegoro,
Kabupaten Tuban. ( Sumber: BPS Surabaya )
2.3. Kerangka Pikir
Satuan Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari
beberapa Kabupaten/Kotamadya. Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa
Timur terbagi menjadi 9 Satuan Wilayah Pembangunan. Dalam Penelitian
kali ini yang dijadikan objek adalah Satuan Wilayah Pembangunan IV
yang meliputi Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten
Bondowoso, untuk dapat mengetahui sektor-sektor mana yang dapat
dijadikan sebagai sektor unggulan dan dapat dijadikan sebagai prioritas
pembangunan yang bertujuan untuk memicu pertumbuhan sektor-sektor
lainnya dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan pada Satuan
Wilayah Pembangunan IV. Sektor-Sektor yang dimaksud meliputi:
1. Sektor Pertanian
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
3. Sektor Industri Pengolahan
4. Sektor Listrik, Gas, dan air bersih
5. Sektor Konstruksi
7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
8. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan
9. Sektor Jasa-Jasa
(Anonim,1995 : 38)
Gambar 1: Kerangka Pikir
Sumber: Penulis
Klasifikasi sektor : 1 . Sektor pertanian 2. Sektor Pertambangan 3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik,Gas dan Air Bersih 5. Sektor Konstruksi
6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
2.4. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, dengan
melihat latar belakang, hasil-hasil penelitian terdahulu dan landasan teori
yang ada, maka dapat ditarik hipotesa sebagai berikut:
“Diduga ada sektor-sektor unggulan dari 9 sektor yang akan dijadikan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Oper asional dan Pengukur an Var iabel
Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan sektor unggulan agar
dapat terarah pada pokok permasalahannya untuk uji Location Quotient maka
definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut.
Sektor-sektor yang terdapat di dalam Produk Domestik Regional Bruto:
1. Sektor Per tanian
Sektor pertanian ini terbagi menjadi 5 bagian subsektor yaitu :
a. Tanaman Bahan Makanan
Subsektor ini mencakup komoditi bahan makanan seperti padi,
jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau,
kacang kedelai, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, dan tanaman
pangan lainnya.
b. Tanaman Perkebunan Rakyat
1. Tanaman Perkebunan Rakyat
Komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang
diusahakan oleh rakyat seperti jambu mente, kelapa, kopi, kapuk,
kapas, tebu, tembakau, dan cengkeh. Cakupan tersebut termasuk
produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti
minyak kelapa, tembakau olahan, kopi olahan, dan teh olahan.
2. Tanaman Perkebunan Besar
Kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang
perusahaan perkebunan besar seperti karet, teh, kopi, coklat,
minyak sawit, tebu, rami dan tanaman lainnya.
3. Peternakan dan Hasil-hasilnya
Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil,
unggas maupun hasil-hasil ternak seperti sapi, kerbau, kuda,
babi, kambing, serta hasil pemotongan ternak. Produksi ternak
diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong,
ditambah perubahan stok populasi ternak dan eksport netto
ternak.
4. Kehutanan
Subsektor kehutanan mencakup penebangan kayu, pengambilan
hasil-hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan
kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, dan arang.
Sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya
berupa dammar, rotan, kulit kayu, kopal, akar-akaran, dan
sebagainya. Hasil perburuan, binatang-binatang liar seperti babi,
rusa, penyu, buaya, ular, dan sebagainya termasuk hasil kegiatan
di subsektor ini.
5. Perikanan
Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari perikanan laut,
perairan umum, tambak kolam sawah, serta pengolahan
2. Sektor Per tambangan dan Penggalian
Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah minyak mentah dan gas bumi
yodium, biji besi, belerang, serta segala jenis penggalian.
3. Sektor I ndustr i Pengolahan
Sektor ini terdiri dari 3 subsektor yaitu: subsektor industri berat/sedang,
kerajinan rumah tangga dan industri pengilangan minyak.
a. Industri Berat dan Sedang
Ruang lingkup dan metode perhitungan nilai tambah bruto industri
besar dan sedang atas dasar harga konstan berdasarkan survey
tahunan.
b. Industri kecil dan Kerajinan Rumah Tangga
Angka-angka output dan nilai tambah subsektor industri kecil dan
kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekatan produksi yaitu
dengan mengalikan rata-rata output per tenaga yang bekerja di
subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga.
c. Industri Pengilangan Minyak
Data Produksi industri pengilangan minyak seperti premium, minyak
tanah, minyak diesel, avtur dan sebagainya.
4. Sektor Listr ik, Gas, dan Air ber sih
Data produksi yang disajikan adalah data dari Perusahaan Listrik Negara,
a. Listrik
Subsektor ini mencakup semua kegiatan kelistrikan, baik yang
diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara maupun non Perusahaan
Listrik Negara.
b. Gas
Komoditi yang dicakup subsektor ini adalah gas produksi Perusahaan
Negara Gas Surabaya.
c. Air Bersih
Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan perusahaan air
minum.
5. Sektor Konstr uksi
Sektor konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi,
baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal pelabuhan, Dam, irigasi,
maupun jaringan listrik, gas, air minum, telepon, dan sebagainya.
6. Sektor per dagangan, Hotel dan Restor an
Sektor ini mencakup 3 subsektor yang akan diuraikan sebagai berikut
dibawah ini :
a. Perdagangan Besar dan Eceran
Perdagangan nilai tambah subsektor perdagangan dilakukan dengan
pendekatan arus barang/commodity flow, yaitu dengan menghitung
besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian,
b. Hotel
Kegiatan Subsektor ini mencakup semua hotel, baik hotel berbintang
maupun tidak serta berbagai jenis penginapan lainnya.
c. Restoran
Karena belum tersedia data jumlah restoran secara keseluruhan,
maka output dari subsektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah
tenaga kerja yang bekerja di restoran beserta pertumbuhannya
dengan output pertenaga kerja dari hasil survey khusus pendapatan
regional.
7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan
penumpang, baik melalui darat, laut, sungai/danau. dan udara. Sektor ini
mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi.
a. Angkutan Kereta Api
Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data
yang diperoleh dari laporan tahunan Perusahaan Umum Kereta Api.
b. Angkutan Jalan Raya
Subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang
yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum baik bermotor, seperti
bus, truk, becak, taksi, dokar, dan sebagainya.
c. Angkutan Laut/Air
Subsektor angkutan laut/air meliputi kegiatan pengangkutan penumpang
pelayaran milik Nasional, baik yang melakukan trayek dalam Negeri
maupun Internasional.
d. Angkutan Udara
Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang dan
kegiatan lainnya yang berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan oleh
penerbangan milik Nasional.
e. Jasa Penunjang Angkutan
Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya
menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal
dan parkir, ekspedisi, dan bongkar muat. Penyimpanan dan pergudangan
serta jasa penunjang angkutan lainnya.
1. Terminal dan Perpakiran
Mencakup kegiatan pemberian pelayanan dan pengaturan lalu
lintas kendaraan/armada yang membongkar atau mengisi muatan,
baik barang maupun penumpang, seperti kegiatan terminal dan
parkir, pelabuhan laut, dan pelabuhan udara.
2. Bongkar/Muat
Kegiatan Bongkar/Muat mencakup pemberian pelayanan
bongkar muat angkutan barang melalui laut dan darat.
f. Komunikasi
Kegiatan ini mencakup jasa pos dan giro serta telekomunikasi.
1. Pos dan Giro
Kegiatan ini meliputi pemberian jasa pos dan giro seperti
pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan
2. Telekomunikasi
Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian
hubungan telepon, telegraf, dan Faximile.
3. Jasa Penunjang Komunikasi
Kegiatan subsektor ini mencakup pemberian jasa dan penyediaan
fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi,seperti
wesel, warpostel, radio pager, ponsel.
8. Sektor Keuangan, Per sewaan dan J asa Per usahaan.
Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa
penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan.
1. Bank
Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku
diperoleh dari Bank Indonesia.
2. Lembaga keuangan bukan Bank
Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi kegiatan asuransi,
koperasi, yayasan dana pensiun, dan pegadaian.
3. Jasa Penunjang Keuangan
Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi
antara lain : Bursa Efek Surabaya, perdagangan valuta asing, perusahaan
anjak piutang, dan modal ventura.
4. Sewa Bangunan
Subsektor ini mengakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah
bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan
5. Jasa Perusahaan
Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa pengacara, jasa akuntan,
biro arsitektur jasa pengolahan data, jasa periklanan, dan sebagainya.
9. Sektor J asa-J asa
Sektor jasa-jasa dibagi lagi menjadi beberapa subsektor, yaitu:
1. Jasa Pemerintahan umum
Nilai tambah bruto subsektor ini terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai
pemerintah pusat dan daerah.
2. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan
Subsektor ini mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa
kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, jasa panti asuhan, palang
merah, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan pemeliharaan rumah
ibadah.
3.2. J enis dan Sumber Data
3.2.1. J enis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang
diambil dari tahun 2007 Sampai dengan 2010
3.2.2. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari Kantor Badan Statistik Propinsi Jawa Timur,
Perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, dan
perpustakaan-perpustakaan lainnya baik itu milik lembaga pendidikan ataupun
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara yaitu:
1. Studi Kepustakaan
Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur
sebagai bahan pustaka yang dapat menunujang masukan yang dibahas
dalam skripsi ini.
2. Studi lapangan
Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data
sekunder yang diperlukan untuk penulisan skripsi, data-data laporan,
catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada
lembaga-lembaga yang telah disebutkan diatas.
3.2.4. Analisis dan Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini untuk menentukan sektor unggulan yang dapat
dijadikan prioritas pembangunan, teknik analisa dilakukan berdasarkan informasi
yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dan diolah kembali, rumus yang
digunakan sebagai alat analisis adalah sebagai berikut :
1. Locationt Quotient
Digunakan untuk menentukan apakah suatu sektor ekonomi termasuk
sektor basis ataukah sektor non basis, disuatu daerah dalam periode
tertentu/minimal 4 tahun. Rumus yang digunakan sebagai alat analisis adalah
lqi R
= Locationt Quotient sektor I Satuan Wilayah Pembangunan IV
Vi R
= Produk Domestik Regional Bruto sektor I di kabupaten atau
Kotamadya Satuan Wilayah Pembangunan IV
VR = Produk Domestik Regional Bruto sektor I di Jawa Timur
Vi = Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten atau Kotamadya Satuan
Wilayah Pembangunan IV
V = Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur
Dalam hal ini Locationt Qoutient sektoral tersebut adalah > 1, jika
Locationt Qoutient ≤ 1, maka daerah tersebut termasuk daerah minus dan
harus mengimpor dari daerah lain. Sedangkan apabila Locationt Qoutient >
1, maka daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah swasembada dan
dapat mengekspor hasil industrinya ke daerah lain.
2. Indeks Fungsi Sektoral
Digunakan untuk menentukan prediakat / spesislisasi apakah yang telah
melekat / menandai suatu daerah didasarkan pada struktur ekonomi daerah
bersangkutan pada tahun / periode tertentu. Rumus yang digunakan adalah
IFS = Indeks Fungsi Sektoral
CS = Kontribusi Produk Domestik Bruto sektoral di Kabupaten atau
Kotamadya Satuan Wilayah Pembangunan IV.
1…4 = Keempat sektoral terbesar dalam struktur ekonomi suatu daerah
IFS-0,33 = Menandakan Fungsi / spesialisasi daerah setempat dominan
Dalam hal ini apabila Indeks Fungsi Sektoral ≥ 0,33 maka sector tersebut
telah menjadi sector dominan pada suatu daerah,sektor inilah yang akan menjadi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskr ipsi Obyek Penelitian
4.1.1 Gambar an Umum Satuan Wilayah Pembangunan I V
Seperti yang telah diuraikan pada landasan teori pada pembahasan
sebelumnya bahwa Satuan Wilayah Pembangunan ( SWP ) IV terdiri dari
Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso. Berikut ini
adalah gambaran mengenai kondisi secara umum kedua wilayah tersebut :
4.1.1.1 Kondisi Umum Kabupaten J ember
4.1.1.1.1 Letak Geogr afis
Kabupaten Jember secara geografis terletak 11330 - 11345 Bujur
Timur dan 800 - 830 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Jember di sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi sedangkan sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang dan sebelah selatan berbatasan
dengan Samudra Hindia. Luas wilayah Kabupaten Jember 3.293,34 Km2 yang
terbagi menjadi tiga puluh satu kecamatan dan Jember menjadi ibukotanya.
Kabupaten Jember mempunyai potensi besar untuk berkembang
menjadi kota raya. Tanahnya yang subur menjadikan kota di belahan timur Jawa
Timur ini dikenal sebagai daerah agraris dan penghasil berbagai komoditas
pertanian (padi, jagung, kedelai), hortikultura dan perkebunan. Dari segi
topografi, sebagian Kabupaten Jember di wilayah selatan merupakan dataran