• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LOCATION QUOTIENT SWP IV TIGA KABUPATEN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR ( KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN SITUBONDO, KABUPATEN BONDOWOSO,).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS LOCATION QUOTIENT SWP IV TIGA KABUPATEN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR ( KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN SITUBONDO, KABUPATEN BONDOWOSO,)."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Dia jukan Untuk Memenuhi Sebagaian Per syar atan Dalam Memper oleh Gelar Sar jana Ekonomi

J ur usan Ekonomi Pembangunan

Oleh :

Muhammad Abdullah Hamdany

0811010037/FE/EP

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

(2)

TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH J AWA TIMUR

(KABUPATEN J EMBER, K ABUP ATEN

BONDOWOSO,KABUPATEN SITUBONDO DENGAN

MENGGUNAK AN ANALISIS LOCATION QUOTIENT)

Yang Diajukan

Muhammad Abdullah Ha mdany 0811010037/FE/EP

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :

Pembimbing Utama

Dr s.Ec.Wiwin Pr iana,MT Tanggal : ... NIP:196008101990031001

Mengetahui

Ketua Progdi Ekonomi Pembangunan

(3)

TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH J AWA TIMUR

(KABUPATEN J EMBER, K ABUP ATEN

BONDOWOSO,KABUPATEN SITUBONDO DENGAN

MENGGUNAK AN ANALISIS LOCATION QUOTIENT)

Yang Diajukan

Muhammad Abdullah Ha mdany 0811010037/FE/EP

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh :

Pembimbing Utama

Dr s.Ec.Wiwin Pr iana,MT Tanggal : ... NIP:196008101990031001

Mengetahui

Ketua Progdi Ekonomi Pembangunan

(4)

TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH J AWA TIMUR

(KABUPATEN J EMBER, K ABUP ATEN

BONDOWOSO,KABUPATEN SITUBONDO DENGAN

MENGGUNAK AN ANALISIS LOCATION QUOTIENT)

Yang Diajukan

Muhammad Abdullah Ha mdany 0811010037/FE/EP

Disetujui untuk Ujian Skripsi oleh :

Pembimbing Utama

Dr s.Ec.Wiwin Pr iana ,MT Tanggal : ... NIP:196008101990031001

Mengetahui

A/N Dekan Fakultas Ekonomi Wakil Dekan 1

(5)

Disusun Oleh :

MUHAMMAD ABDULLAH HAMDANY 0811010037/FE/IE

Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh

Tim Penguji Skr ipsi J urusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Pada Tanggal 22 Februari 2013.

Pembimbing : Tim Penguji : Pembimbing Utama : Ketua

Dr s.Ec.Wiwin Priana,MT Dra.Ec.NiniekImaningsih, MP

Sekr etaris

Dr s. Ec. Wiwin Priana, MT

Anggota

Dra. Ec. Titiek Nurhidayati

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

(6)
(7)

Dengan memanjatkan puji syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ANALISIS LOCATION QUOTIENT SWP IV TIGA KABUPATEN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR (KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN SITUBONDO, KABUPATEN BONDOWOSO )

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh ujian dan memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang bersifat menyempurnakan bagi skripsi ini penulis menerima dengan baik.

(8)

ii

Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3. Ibu Dra. Ec.Niniek Imaningsih,MP selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur 4. Bapak Drs. Ec. Suwarno,ME selaku dosen wali yang telah membantu penulis

selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

5. Bapak Drs.Ec.Wiwin Priana,MT selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak menyediakan waktunya guna memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Kepada Seluruh Bapak Dan Ibu Dosen, Staff Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah banyak membantu dalam studi dan penyusunan skripsi.

7. Pimpinan dan Staf Instansi Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur yang telah memberikan ijin dan data-data untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

(9)

telah banyak membantu penulis dalam memudahkan penyusunan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat, dan karunia Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang diberikan.

Besar harapan bagi penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

(10)

iv 2.1. Hasil PenelitianTerdahulu ... 9

2.2. Landasan Teori ... 15

2.2.1. Pengertian Teori location quotient ... 15

2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto ... 21

2.2.2.1. Pendekatan PDRB ... 23

2.2.2.2. PDRB per kapita ... 25

2.2.2.3. PDRB atas dasar Harga konstan ... 25

2.2.3. Pergeseran tahun dasar dan perubahan klasifikasi sektor .... 26

2.2.3.1. Latar belakang perubahan tahun dasar ... 27

2.2.3.2. Perubahan klasifikasi sektor ... 28

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 34

3.2. jenis dan sumber data ... 41

3.2.1. Jenis Data ... 41

3.2.2. Sumber data ... 41

3.3. Teknik pengumpulan data ... 42

3.4. Analisis dan uji hipotesis ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian………..45

4.1.1. Gambaran Umum Satuan Wilayah Pembangunan VI…...45

4.1.1.1. Kondisi Umum Kotamadya Jember...……….45

4.1.1.1.1. Letak Geografis………...45

4.1.1.2. Kondisi Umum Kabupaten Situbondo ………..…...46

4.1.1.2.1. Letak Geografis………...46

4.1.1.3. Kondisi Umum kabupaten Bondowoso…..……….47

4.1.1.3.1. Letak Geografis………47

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian………...49

4.2.1. Perkembangan PDRB Jawa Timur………..49

4.2.2. Perkembangan PDRB Sektoral Jawa Timur…………50

4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis………53

(12)

vi

(13)
(14)

viii

TABEL 1 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur………....49

TABEL 2 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Sektoral……….50

TABEL 3 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jember...52

TABEL 4 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Situbondo52 TABEL 5 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bondowoso...53

TABEL 7 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Jember....………..54

TABEL 8 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Situbondo...………....55

TABEL 9 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Bondowoso...……….56

TABEL 10 : Uji Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten Jember..……….…...58

TABEL 11 : Uji Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten Situbondo ...59

(15)

Lampiran 2 : PDRB dan Distribusi,Uji IFS Kabupaten Bondowoso... Lampiran 3 : PDRB dan Distribusi,Uji IFS Kabupaten Situbondo... Lampiran 4 : PDRB dan Distribusi,Uji IFS Kabupaten Jember... Lampiran 5 : PDRB Jember... Lampiran 6 : Sektor Unggulan dan Non Unggulan Kabupaten Jember... Lampiran 7 : Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Jember... Lampiran 8 : PDRB Situbondo... Lampiran 9 : Sektor Unggulan dan Non Unggulan Kabupaten Situbondo... Lampiran 10:Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Situbondo... Lampiran 11:PDRB Bondowoso... Lampiran 12:Sektor Unggulan dan Non Unggulan Kabupaten Bondowoso... Lampiran 13:Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Bondowoso...

(16)

MUHAMMAD ABDULLAH HAMDANY

Abstr aksi

Pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serta bertanggung jawab. Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, mengembangkan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan ekonomi daerah. Atas dasar pemikiran tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan yntuk dijadikan prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada Satuan Wilayah Pembangunan IV (SWP) Propinsi Jawa Timur.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga terkait. Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan unggulan agar dapat terarah pada pokok permasalahannya digunakan uji Location Quotient dengan definisi operasional meliputi Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur, Produk Domestik Regional Bruto sektoral Jawa Timur, dan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten pada Satuan Wilayah Pembangunan IV di Propinsi Jawa Timur.

Dengan uji Location Quotient pada Satuan Wilayah Pembangunan IV yang terdiri dari Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, gas, dan air bersih, Sektor Konstruksi, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta Sektor Jasa-jasa dapat ditentukan sektor-sektor yang merupakan sektor basis yang ada di Satuan Wilayah Pembangunan IV. Hasil Analisis menunjukkan bahwa Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta Sektor Jasa-jasa merupakan sektor basis di Satuan Wilayah Pembangunan IV.

Keywords:

(17)

Wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional yang bertujuan

untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara.

Wawasan Nusantara tersebut bersumber pada pancasila dan berdasarkan

Undang-undang Dasar 1945. Wawasan Nusantara merupakan cara pandang

dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan

mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam

penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik,

satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya dan satu kesatuan

pertahanan dan keamanan.

Sebagai perwujudan Wawasan Nusantara, pembangunan daerah sebagai

bagian integral dari pembangunan nasional di arahkan untuk mengembangkan

daerah dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota, antar

desa antara kota dan desa, antar sektor serta pembukaan dan percepatan

pembangunan kawasan tertinggal, daerah terpencil, daerah minus, daerah

kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya, yaitu disesuaikan

dengan prioritas daerah yang bersangkutan sehingga akan terwujud suatu pola

pembangunan yang merupakan perwujudan Wawasan Nusantara.

Pembangunan daerah bertujuan meningkatkan taraf hidup dan

(18)

baik antar sektor maupun antar pembangunan sektoral dengan perencanaan

pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya

kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air.

Dalam berbagai analisa dan penyidikan mengenai kegiatan ekonomi

ditinjau dari sudut penyebarannya di berbagai daerah, pengertian daerah dapat

di bedakan dalam tiga pengertian. Pengertian yang pertama menganggap

suatu daerah sebagai suatu space atau ruang dimana kegiatan ekonomi

berlaku dan di berbagai pelosok ruang tersebut sifat-sifatnya sama. Jadi

batas-batasnya di antara satu daerah dengan daerah-daerah lainnya ditentukan oleh

titik-titik dimana kesamaan sifat-sifat tersebut sudah mengalami perubahan.

Persamaan sifat-sifat dapat di tinjau dari segi pendapatan perkapita

penduduknya, dari segi agama atau suku bangsa masyarakatnya ataupun dari

segi struktur ekonominya. Pengertian yang kedua, dan yang paling ideal

untuk di gunakan dalam analisa mengenai ekonomi ruang, mengartikan

daerah itu sebagai ruang ekonomi. Seperti di katakan oleh Allen dan

Maclellan : “ Perbatasan di antara berbagai daerah ditentukan oleh

tempat-tempat dimana pengaruh dari satu atau beberapa pusat-pusat kegiatan

ekonomi di gantikan dengan pengaruh pusat dari lainnya. (Sukirno, 1976:2)

Daerah yang di batasi menurut pengertian ini di namakan dengan daerah

nodal, sedangkan daerah menurut pengertian pertama dinamakan daerah

homogen/homogeneus. Pengertian yang ketiga memberikan batasan suatu

daerah berdasarkan pembagian administratif dari suatu negara. Jadi menurut

(19)

di bawah suatu administrasi tertentu suatu propinsi, kabupaten/kotamadya,

desa dan sebagainya. Daerah yang diartikan menurut pengertian ketiga ini

dinamakan daerah administrasi atau daerah perencanaan. (Sukirno, 1967:2)

Apabila membahas mengenai pembangunan daerah, pengertian ketiga

merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya

penggunaan pengertian tersebut disebabkan karena dua faktor. Pertama,

dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah di

perlukan tindakan-tindakan berbagai badan – badan pemerintah, dengan

demikian akan lebih praktis apabila suatu negara dipecah menjadi beberapa

daerah ekonomi berdasarkan satuan administratif yang telah ada. Dan kedua,

daerah yang batasannya di tentukan berdasarkan satuan administratif lebih

mudah di analisa karena sejak lama pengumpulan data di berbagai daerah

dalam satu negara pembagiannya di dasarkan pada satuan administratif.

Walaupun kegiatan ekonomi tersebar di berbagai daerah dan negara,

sampai beberapa waktu yang lalu para ilmu ekonomi sangat sedikit sekali

dapat membuat analisa mengenai sebab-sebab dari terwujudnya perbedaan

corak kegiatan ekonomi di berbagai daerah maupun terhadap perbedaan

tingkat perkembangan di berbagai daerah. (Sukirno, 1967:2)

Negara-negara yang berusaha untuk mempercepat laju perkembangan

ekonominya, biasanya analisa mengenai proses pembangunan akan

bertambah lengkap apabila memperhatikan juga corak kegiatan ekonomi di

tinjau dari sudut penyebarannya ke berbagai daerah. Betapa pentingnya

(20)

suatu perekonomian dinyatakan oleh Friedman dan Alonso sebagai berikut:

“Tanpa melihat dari sudut ruang analisa yang masih belum sempurna,

dapatlah di misalkan seperti proyeksi dua di mensi dari suatu benda yang

mempunyai tiga di mensi”. Suatu negara mempunyai peta bumi ekonomi

dengan puncak-puncak dan lembah-lembah, dengan daerah-daerah yang

padat dengan kehidupan dan daerah-daerah yang di tinggalkan, keputusan

mengenai dimana akan melaksanakan suatu proyek baru adalah sama

pentingnya dengan keputusan untuk menginvestasi dalam proyek tersebut.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan keadilan sosial dalam

mendistribusikan hasil pembangunan ekonomi adalah sama pentingnya dan

sukarnya dipandang dari segi golongan masyarakatnya”. (Sukirno, 1976:3)

Pernyataan diatas dengan jelas menunjukkan bahwa analisa ekonomi

regional pada hakekatnya membahas mengenai kegiatan perekonomian di

tinjau dari segi sudut penyebaran kegiatan ekonomi ke berbagai lokasi dalam

suatu economic space atau ruang ekonomi tertentu, misalnya dalam suatu

negara atau suatu propinsi. Tetapi disamping itu analisa ekonomi regional

akan melibatkan dirinya pula dalam menganalisa ekonomi suatu daerah di

tinjau secara sektoral dan secara makro. Daerah tersebut dapat berupa satu

propinsi, satu kabupaten, satu daerah khusus tertentu satu kota besar yang

pembangunannya akan di galakkan. Analisa mengenai perekonomian kota

besar merupakan suatu cabang khusus dari analisa ekonomi regional dan

(21)

Menganalisa perekonomian daerah merupakan pekerjaan yang lebih sulit

kalau di bandingkan dengan menganalisa perekonomian nasional. Keadaan

demikian timbul karena, pertama data mengenai daerah terbatas sekali,

apalagi kalau daerah-daerah di bedakan berdasarkan pengertian nodal.

Dengan data yang sangat terbatas tersebut, sukar untuk menggunakan metode

yang telah di kembangkan dalam memberikan gambaran mengenai

perekonomian suatu daerah. Kedua, data yang tersedia pada umumnya tidak

sesuai dengan data yang di perlukan dalam analisa daerah karena data yang di

kumpulkan tersebut kebanyakan di maksudkan untuk memenuhi keperluan

data untuk analisa ekonomi pada tingkat nasional. Akhirnya, data mengenai

perekonomian nasional akan mengakibatkan aliran-aliran, yang masuk

maupun keluar, dari suatu daerah dan sangat sukar di peroleh data – datanya.

Menentukan aliran modal dan perdagangan dari suatu daerah ke

daerah-daerah lainnya merupakan satu contoh dari aspek-aspek yang dikemukakan

ini, atau dalam analisa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi daerah dari masa ke masa, tulisan yang ada dapat di

bedakan diantara teori- teori mengenai masalah ekonomi dan pembangunan

daerah yang dipinjam dari teori yang ada mengenai perekonomian nasional

yang kemudian di sesuaikan dengan keadaan daerah, dan teori yang khusus di

kembangkan untuk menganalisa masalah ekonomi dan pembangunan daerah.

(sukirno, 1976:9)

Dengan berbagai pendekatan itu, pembangunan nasional dan

(22)

daerah yang maju tanpa kecuali. Namun dalam kenyataannya ada perbedaan

yang cukup tajam antara kemajuan suatu daerah dan daerah lainnya.

Perbedaan laju pembangunan antar daerah menyebabkan terjadinya

kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antar jawa

dan luar jawa, antara kawasan barat dan kawasan timur, dan antara perkotaan

dan pedesaan.

Sebagai akibat dari tingkat dan laju perkembangan yang tidak seimbang

itu, meskipun semua daerah akan memperoleh kemajuan sebagai hasil dari

pembangunan, tetapi karena tingkat landasannya sudah berbeda, maka tanpa

usaha khusus, dan kecenderungan pertumbuhan yang ada, kesenjangan akan

membesar. Mengatasi keadaan ini bukan pekerjaan mudah karena upaya itu

akan menentang “arus” yang kuat dan menjadi kendala yang tidak mudah

diatasi.

Pembangunan daerah agar tujuan usahanya dapat berhasil dengan baik,

maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu,

pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat

pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya ekonomi daerah yang

nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab.

Berdasarkan data-data diatas dalam mengembangkan metode- metode

untuk menganalisa peekonomian suatu daerah maka hal tersebut sangat

penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak

pengertian mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai

(23)

Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dapat dihitung dari

Produk Domestik Regional Bruto, yaitu merupakan rata-rata tertimbang dari

tingkat pertumbuhan sektoralnya. Artinya apabila sebuah sektor mempunyai

kontribusi besar dan pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat

tingkat perekonomian secara keseluruhan, sebaliknya, apabila sebuah sektor

mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, maka

sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga sektor

tersebut akan menjadi lokomotif pertumbuhan secara total sehingga tingkat

pertumbuhan ekonominya menjadi lebih besar.

1.2. Perumusan masalah

Berkaitan dengan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas

dengan melihat perkembangan dan manfaat pendapatan pada suatu wilayah

regional, maka masalah yang dapat di rumuskan adalah

1. Sektor-sektor Produk Domestik Regional Bruto yang dapat menjadi

prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada Satuan Wilayah

Pembangunan IV Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

2. Sektor unggulan yang dapat dijadikan prioritas pembangunan pada satuan

Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur

1.3. Tujuan Penelitian

(24)

1 Untuk mengetahui sektor basis non basis yang dapat dijadikan prioritas

pembangunan pada Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Timur.

2 Untuk mengetahui sektor unggul yang dapat dijadikan prioritas

pembangunan pada Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Timur

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi ilmiah dan bahan pertimbangan bagi pihak yang

terkait dan calon peneliti selanjutnya baik untuk penelahaan lebih lanjut

maupun sebagai bahan perbandingan.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi-instansi terkait

dalam mengambil kebijaksanaan yang berhubungan dengan

(25)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Hasil-hasil penelitian terdahulu

Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah

location quotion pernah disampaikan oleh:

1. Bagus Herwindr o (UNAIR, 2000 : 14)

Judul penelitiannya adalah “ Analisis Ekonomi Regional Terhadap

Perkembangan Ekonomi di Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa Timur

(1993-1998) “. Skripsi tersebut membahas tentang ekonomi regional di

Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa Timur yang terdiri dari 6 daerah

kabupaten dan 2 daerah kotamadya yaitu Kabupaten

Trenggalek,Tulungangung,Kediri,Blitar,Jombang,Nganjuk, dan kotamdya

kediri serta blitar,dengan periode penelitian selama 6 tahun yakni mulai

tahun 1993 sampai dengan 1998.Skripsi ini didasarkan pada teori basisi

ekonomi dengan menggunakan analisis Location Quotient untuk

membedakan sektor-sektor perekonomian daerah menjadi 2, yaitu sektor

basis dan non basis.Dari analisis tersebut, maka dapat disusun skala

prioritas pengembangan sektor terpilih di Satuan Wilayah Pembangunan

VII jawa timur, maupun di tiap daerah tingkat II dalam Satuan Wilayah

Pembangunan VII Jawa Timur serta penentuan lokasi pengembangan

tiap-tiap sektor ekonomi pembangunan daerah. Hasil analisis location quotient

(26)

tingkat perubahan yang positif di Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa

Timur

2.Yanuar Chumaidy Affan (Unair,2006:90)

Dengan penelitian yang berjudul “ Analisis potensi sektoral dalam

pengembangan satuan wilayah pengembangan VI tahun 1998-2003”.Dari

penelitian yang menggunakan analisis Location Quotient dan Shift Share

ini dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi prioritas pembangunan di

Kabupaten/kota SWP VI adalah: sektor pertanian di Kabupaten Malang

dan Pasuruan; sektor pertambangan di Kabupaten Pasuruan;sektor industri

pengolahan di Kabupaten Pasuruan;sektor listrik air dan gas di Kota

Malang dan Pasuruan;sektor perdagangan di Kota Malang dan

Pasuruan;sektor angkutan di Kabupaten Malang,Kota Malang dan

Pasuruan;sektor keuangan di Kabupaten Malang dan sektor jasa-jasa di

Kabupaten Malang dan kota Pasuruan. Diharapkan dengan

memprioritaskan pembangunan sektor-sektor ini selanjutnya akan lebih

menumbuhkan perekonomian daerah Kabupaten/kota SWP VI,maupun

dalam tingkat regional Jawa Timur.

3. Ristyo Adi (Unair ,2008:28)

Dengan penelitian yang berjudul “ Shift share tahun 1988-1996

dalam pertembuhan ekonomi di kawasan timur indonesia ”, penelitian ini

dilakukan dengan pendekatan deskriptif bertujuan untuk menganalisis

(27)

Alat analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan

metode shift share, dimana metode ini membutuhkan sumber informasi

baik PDB nasional maupun PDRB tiap provinsi di kawasan timur

Indonesia. Dari hasil analisis tersebut dapat di ketahui bahwa pertumbuhan

ekonomi sektoral tiap provinsi di KTI dalam kaitanya dengan

perekonomian nasional dan dapat menjadi sumber informasi mengenai

daerah-daerah yang pertumbuhanya lambat di KTI. Oleh karena itu dari

penelitian yang bersangkutan dapat do peroleh dari hasil terdapat 6 sektor

yang memliki pertumbuhan cepat di tingkat nasional yaitu, sektor industri

pengolahan ; sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan; sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,

dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Provinsi yang perlu

mendapat perhatian dari pemerintah adalah maluku, karena provinsi

tersebut termasuk dalam pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita

rendah serta termasuk dalam kategori depresed region.

4. Ari Sulistiawan (Unair , 2005:18)

Dengan penelitian yang berjudul “Analisis potensi sektoral di

Nusa Tenggara Timur periode 1995-1999”. Penelitian yang memakai

pendekatan kualitatif dengan menggunakan data terukur ini, memiliki

beberapa variabel yang diperguankan dalam penelitian diantaranya :

pendapatan domestik regional bruto, proposioanal shift, diferensial shift,

(28)

dipergunakan dalam penelitian ini adalah analsis Location Quotient dan

analisis shift share. Kompilasi dua analisis tersebut dapat mengidentifikasi

sektor terpilih tersebut adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran di

Kabupaten Belu, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, dan Kota Kupang.

Sektor listrik, gas dan air minum di Kabupaten Sikka, Kabupaten Endee,

Kabupaten Ngada dan Kota Kupang. Hasil lainya adalah daerah yang

dapat dijadikan pusat pertumbuhan yaitu Kabupaten Sikka, Kabupaten

Timor Tengah Selatan, Kabupaten Alor dan kota kupang.

5.Zakik (Unair, 2002 : 5)

Dengan judul penelitian “ Analisis Kebijakan Pembangunan

Regional di Jawa Timur Dalam Rangka Implementasi Otonomi Dareah

Tahun 1990-2000”. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari 37

pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Timur, dilakukan dari tahun 1990

sampai tahun 2000. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan

alat analisis berupa formula-formula yang berhubungan dengan

permasalahan yaitu ; Location Quotient, Wilkinsen Indeks, dan Shift Share.

Dari penelitian ini di peroleh hasil bahwa terjadinya kesenjangan

pertumbuhan ekonomi antar daerah di Jawa Timur sangat di pengaruhi

letak geografis, potensi daerah, investasi swasta, penerapan kebijaksanaan

pembangunan daerah yang kurang tepar serta tingkat ketergantungan yang

tinggi terhadap pemerintah pusat. Sedangkan penerapan kebijaksanaan

(29)

pembangunan dan kemandirian daerah. Pemerintah daerah mengalami

kesulitan dalam menetapkan kebijksanaan daerahnya seiring dengan

pelimphan wewenang serta perimbangan dana dari Pemerintah Pusat. Hal

ini menunjukkan keadaan yang sama serta antara adanya kebijakan

otonomi daerah ataupun tidak.

6. Idham Nurcholid (Unair, 2000 : 7)

Dengan judul penelitian “ Analisis Pengaruh Sektor basis dalam

Pertumbuhan Ekonomi di Jawa timur Dengan Menggunakan Pendekatan

Export Base Model “. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis

pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur selama periode 1986-1997. Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Export Base Model yang

dikemukakan oleh Douglas C. North. Dalam teori tersebut dinyatakan

bahwa ekspor merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi

daerah. Untuk itu perekonomian daerah dibagi menjadi dua sektor, yaitu

sektor basis (sektor ekspor) dan sektor non basis (sektor lokal). Untuk

mengetahui suatu sektor itu termasuk sektor basis dan sektor non basis

digunakan metode location quotient (LQ). Dari metode LQ diketahui

bahwa yang terus menerus menjadi sektor basis (LQ > 1) selama periode

1986-1997 adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor

listrik,gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta

sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan

(30)

Untuk mengetahui dan menguji pengaruh ekspor sektor basis

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, digunakan analisis regresi

sederhana melalui dua model, yaitu model linier dan model log-ganda.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh ekspor sektor basis terhadap

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah signifikan, baik yang dibentuk

secara linier maupun non linier (model log-ganda). Selain itu, hasil analisis

juga menunjukkan bahwa hubungan antara ekspor sektor basis dengan

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah positif. Hal ini brarti ekspor

basis benar-benar berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi di

Jawa Timur.

7. Ramli (Upn, 2004 : 52 )

Dengan penelitian yang berjudul “ Analisis Pengaruh beberapa

Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Melalui Strategi Dasar

Perencanaan Ekonomi Di Kabupaten Sidoarjo “. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan sektor-sektor

basis yang memberikan kontribusi terhadap tingkat pendapatan suatu

daerah serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, maka

diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sektor-sektor potensial

yang terdapat di daerah sehingga dapat memberikan masukan kepada

pemerintah daerah dalam menentukan strategi dasar perencanaan –

perencanan ekonomi untuk menghadapi otonomi daerah. Variabel-variabel

(31)

keunggulan kompetitif (C), laju pertumbuhan sektor di wilayah teliti (rij),

laju pertumbuhan sektor di provinsi (rin), laju pertumbuhan provinsi (rn),

pendapatan sektor diwilayah teliti (Yij), pendapatan sektor di provinsi

(Yin), pendapatan propivinsi (Yn). Variabel yang digunakan dalam

menentukan sektor basis adalah besaran suatu kegiatan tertentu di daerah

yang diteliti (vi), besaran total seluruh kegiatan di daerah yang di teliti

(vt), besaran suatu kegiatan tertentu dalam daerah yang lebih luas (Vi),

besaran total seluruh daerah yang lebih luas (Vt). Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu PDRB Kabupaten Sidoarjo

dan PDRB Provinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan 1993dari tahun

1991-2002 di peroleh dari BPS Jawa Timur. Alat analisis menggunakan

pendekatan analsisi shift share dengan model location quotient. Hasil

analisis shift share menunjukan tingkat perubahan yang positif di

Kabupaten Sidoarjo.

2.2.Landasan Teori Ekonomi Pembangunan

2.2.1. Teori location quotient

Logika dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang

intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk

pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar

daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah. Secara umum metode analisis

(32)

1. Teori Basis dan Non Basis

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komparatif

dari David Ricardo dan John Stuart Mill. Dari studi empiric yang

dilakukan oleh Pfouts ( 1960 ) dalam rangka memisah misalkan

sektor-sektor basis dari yang bukan basis daerah perkotaan ternyata

dapat dipergunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah

tersebut, dalam hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi

dalam 2 golongan :

a. Kegiatan ekonomi/industri yang melayani kebutuhan akan

barang- barang dan jasa-jasa di daerah itu sendiri/daerah

swasembada maupun mengekspornya ke tempat-tempat diluar

batas-batas perkonomian daerah tersebut. Daerah yang

demikian disebut sebagai daerah Basis atau daerah Surplus.

b. Kegiatan ekonomi/industri yang hanya melayani kebutuhan

barang-barang dan jasa-jasa bagi masyarakat yang bertempat

tinggal di dalam batas-batas perekonomian daerah tersebut

atau bahkan masih harus mendatangkan barang kebutuhan

tersebut dari tempat/daerah lain karena masih kekurangan.

Daerah yang demikian ini disebut sebagai daerah non basis

atau daerah minus. Untuk menentukan suatu daerah kedalam

salah satu dari kedua golongan tersebut digunakan metode

Locationt Quotient (1.Q) yaitu dengan jalan membandingkan

(33)

dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan industri

yang sama dalam perekonomian regional. ( Glassen, 1997;63 )

2. Space Cost Theory

Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi

analisis tentang lokasi industri secara geografi. Dari analisanya ai

menerapkan suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap

berbagai rumusan tentang teori lokasi industri. Menurut Adam Smith,

lokasi yang paling menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah

dimana penerimaan total lebih besar daripada biaya total atas dasar

asumsi maksimilasi laba dan output konstan, dan sebaliknya bila biaya

total ternyata lebih besar dari penerimaan total, maka lokasi tersebut

adalah merugikan/tidak efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula

untuk menentukan lokasi industri dengan memperhitungkan antara

faktor biaya dan pasar/permintaan. Dari segi pasar/permintaan antara

lain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat, letak industri

terhadap bahan mentah, kualitas dan kuantitas tenaga kerja, sarana

transportasi dan komunikasi, faktor lingkungan dan pemerintah (pajak

dan subsidi).

3. Teori Lokasi Industri

Weber (1990) adalah orang yang pertama menggarap teori

(34)

didasarkan dari penerapan teori Van Thunen yang berprinsip bahwa

pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau

terbagi dalam 2 kelompok, yaitu:

a.Regional Factors, yang terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga

kerja.

b.Local Factors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan

deglomerasi, terutama letak dan sifat bahan mentah.

4. Teori Tempat Sentral

Teori ini diperkenalkan oleh seorang geograf Jerman yang

bernama Christaller pada tahun 1933. Ia mengemukakan konsep

tentang pembentukan system kota, dari studi empiric konsep tersebut

dikembangkan dari teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni

dari weber (1909) dan Thunen (1826). Dikatakan bahwa kota adalah

sebagai pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang

kemudian disebut tempat sentral, yang menghubungkan perdagangan

setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan didasarkan pada

dua factor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi ekonomi. Dasar

teori dari Christaller adalah bahwa pusat kota pada umumnya

merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh kondisi

tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan.

(35)

sebagai pusat layanan bagi daerah terbelakang/daerah komplementer

yitu mensuplainya dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk kota

alam menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan sarana

yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumber kepada

daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-puat kota ini akan

menimbulkan dominasi dan polarisasi.

5. Teori Kutub Pertumbuhan

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral perroux

(1950). Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serat

pengembangan teori ini dilakukan oleh Perroux, ‘f, Boudenville,

arsyad,kadariah (1999). Dari berbagai tulusan para ahli mengenai

kutub pertumbuhan tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar

perkembangan geografiknya dapat didefinisikan sebagai berikut :

Menurut Arsyad (1999: 148) bahwa inti dari teori Perroux ini adalah

sebagai berikut

1. Dalam proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang

merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu

daerah karena keterkaitan antara industri (forward linkage dan

backward linkage), maka perkembangan industri unggulan akan

mempengaruhi perkembangan industri lainnya yang berhubungan

(36)

2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat

pertumbuhan ekonomi, karena pemusatan industri akan

menciptakan pola konsumsi yang berbeda antardaerah sehingga

perkembangan industri di daerah akan mempengaruhi

perkembangan daerah-daerah lainnya;

3.Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif

aktif (industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif

yaitu industri yang tergantung dari industri unggulan atau pusat

pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan

mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif. Diharapkan dari

ide ini adalah munculnya trickle down effect dan spread effect.

Boudeviile (1978: 12) menyatakan bahwa kutub pertumbuhan regional

sebagai kelompok industri yang mengalami ekspansi yang berlokasi

di daerah perkotaan akan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi

daerah sekitarnya yang berada dalam cakupannya. Hubungan positif

ini diharapkan dapat mengangkat pertumbuhan daerah sekitarnya yang

mempunyai keterbatasan dalam sumbernya.

Menurut Kadariah (1985: 24) bahwa kutub pertumbuhan dapat

diartikan sebagai berikut:

1.Arti fungsional, growth pole digambarkan sebagai suatu kelompok

perusahaan cabang industri atau unsur-unsur dinamis yang

(37)

adanya permulaan dari serangkaian perkembangan dengan efek

multipliernya;

2.Arti geografis, diartikan sebagai suatu pole atraction yang

menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berkumpul

disuatu tempat tanpa adanya hubungan antara usaha-usaha

tersebut. Namun tidak berarti bahwa growth pole yang fungsional

tidak mempunyai pengaruh.

growth pole merupakan potensi perkembangan bagi unsur-unsur

ekonomi yang ada dan dapat menarik unsur-unsur ekonomi yang tidak

ada, sehingga dapat menimbulkan permulaan suatu proses

perkembangan. Berdasarkan alasan tersebut growth pole sering

dijadikan peralatan kebijakan ekonomi terutama pada negara-negara

yang sedang berkembang.

2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto

1. Menurut Sukirno (1991:165) Produk Domestik Bruto didefinisikan

sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan diperoleh

dari sebagian selisih antara nilai bruto yang dinilai atas dasar harga

konstan yang diterima oleh produsen dikurangi pemakaian bahan baku

dan penolong yang dinilai atas dasar pembelian.

2. Gross Domestik Bruto (Produk Domestik Bruto) adalah nilai barang

(38)

3. Menurut Rosyidi (1997:342), salah satu pengukuran Produk Domestik

Bruto, adalah dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk

penelitian barang dan jasa yang dihasilkan oleh Negara yang

bersangkutan yaitu :

a. Konsumsi rumah tangga

b. Konsumsi Pemerintah

c. Investasi pemerintah dan swasta

d. Ekspor barang dan jasa

e. Import barang dan jasa

4. GDP (Gross Domestic Product), merupakan cara untuk mengukur

output total menurut harga factor produksi di dalam negeri dengan

cara menjumlahkan nilai tengah dari setiap produksi. (Lipsey,dkk,

1995:50)

5. Produk Domestik Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir dikali

harga sebagai alat produksi barang-barang dan jasa-jasa suatu Negara

ditambah dengan hasil produksi barang dan jasa orang-orang dan

perusahaan-perusahaan asing. (Partadireja, 1998:50).

6. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998:50), yang dimaksud dengan

permintaan agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang

akan dibeli oleh konsumen perusahaan dan pemerintah, pada tingkat

harga tertentu, pendapatan tertentu, serta variabel-variabel ekonomi

(39)

7. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang

dan jasa yang dproduksi di wilayah regional tertentu dalam waktu

tertentu. (Anonim, 1995:1)

2.2.2.1. Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto

Cara Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat diperoleh

melalui 3 pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan,

pendapatan pengeluaran, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut :

1 Menurut Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh

berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu

tertentu/satu tahun. Unit-unit produksi di dalam penyajiannya

dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu:

a. Pertanian

b. Pertambangan dan Penggalian

c. Industri pengolahan

d. Listrik, Gas dan air bersih

e. Konstruksi

f. Perdagangan Hotel dan Restoran

g. Pengangkutan dan Komunikasi

h. Jasa keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

(40)

2. Menurut Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir yaitu

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang

tidak mencari untung

b. Konsumsi pemerintah

c. Pembentukan modal tetap domestic bruto

d. Perubahan stok

e. Eksport netto dalam jangka waktu tertentu biasanya 1 tahun.

3. Menurut Pendapatan Pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang

diterima oleh factor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di

suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun). Balas

jasa factor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah,

bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum

dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam

pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali faktor

pendapatan, termasuk dalam semua komponen penyusutan dan pajak

tak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut

sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk Domestik

Bruto merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh

sektor/lapangan usaha.

Dari 3 perhitungan pendekatan tersebut, secara konsep seharusnya

(41)

akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan

untuk faktor-faktor produksinya. Selanjutnya Produk Domestik

Regional Bruto atas dasar harga pasar, karena mencakup komponen

pajak tidak langsung. (Anonim, 1995:3)

2.2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita

Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk

pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan diperoleh suatu

Produk Domestik Regional Bruto per Kapita. (Anonim, 1995:4)

2.2.2.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan

kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada

suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2 pendekatan

yaitusektoral dan penggunaan. Keduanya menyajikan komposisi data nilai

tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi dan menurut komponen

penggunaannya. Dalam publikasi ini disajikan data PDRB dihitung

berdasarkan sisi sektoral. PDRB sektoral merupakan penjumlahan seluruh

komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor

ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya.

PDRB sektoral dirinci menurut total nilai tambah dari seluruh ekonomi

(42)

Pengolahan; Listrik dan Air Bersih; Konstruksi; Perdagangan; Restoran

dan Hotel; Pengangkutan dan Komunikasi; Lembaga Keuangan; dan

Jasa-jasa. PDRB maupun agregat turunannya disajikan dalam dua versi

penilaian, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan.

Disebut sebagai berlaku karena seluruh agregat dinilai dengan

menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan harga konstan

penilaiannya penilaiannya didasarkan pada harga satu tahun dasar tertentu.

Dalam publikasi ini digunakan harga tahun 2000 sebagai dasar

penilaian.(Sumber, Badan Pusat Statistik, Surabaya)

2.2.3. Pergeser an Tahun Dasar dan Perubahan Klasifikasi Sektor

Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau

indicator produksi yang digunakan untuk perhitungan Produk Domestik

Regional Bruto mengalami perubahan tiap tahun. Hal ini menyebabkan

sumbangan nilai tambah setiap sektor terhadap Produk Domestik

Regional Bruto akan berubah juga. Jika perubahan secara sektoral

menunjukkan angka-angka yang proporsional maka sumbangan terhadap

PDRB akan berubah juga dan akan relatif sama dari tahun ke tahun. Akan

tetapi boleh dikatakan bahwa fenomena tersebut jarang sekali terjadi,

biasanya perkembangan setiap sektor tidak proporsional, misalnya

beberapa sektor tertentu melaju dengan cepat sedangkan sektor lainnya

relative lambat. Akhirnya dalam jangka panjang sumbangan setiap sektor

(43)

perubahan struktur ekonomi. Dalam keseharian, perubahan struktur

ekonomi menarik banyak pakar dan perencana ekonomi karena berarti

juga bahwa dasar/fase komposisi sektoral yang dianggap tulang punggung

perekonomian harus ditinjau kembali. Demikian juga perekonomian ini

menjadi faktor-faktor penentu dalam menilai prestasi-prestasi ekonomi

suatu Negara,bangsa atau wilayah. (Anonim,1995:27)

2.2.3.1. Latar Belakang Perubahan Tahun Dasar

Landasan Pemikiran dalam melakukan perubahan tahun dasar

tersebut dapat diekspresikan dalam 2 alasan pokok sebagai berikut:

1. Struktur ekonomi selama 10 tahun telah berubah dengan drastic

sehingga kurang relevan jika prestasi dan perkembangan ekonomi

masih dihitung berdasarkan cerminan struktur yang lama. Perubahan

struktur, seperti yang telah disebut, ditandai dengan perubahan

dominasi sektoral yang sebelumnya berada pada sektor pertanian

menjadi sektor industri sekarang ini

2. Beberapa sektor mengalami perubahan data-data dasar, misalnya

cakupan komoditi dan kegiatan sebelumnya hanya ditampung dalam

besaran mark-up yang sudah tidak mewakili lagi. Perubahan kegiatan

ini telah diantisipasi sebelumnya tetapi belum diakomodasikan dalam

perhitungan nilai tambah bruto karena jika dimasukkan hasilnya dapat

mengakibatkan pertumbuhan yang melonjak pada tahun dimana

(44)

merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan beberapa

perbaikan data dasar dan juga perbaikan metode perhitungan.

(Anonim,1995:28)

Sejalan dengan pergeseran tahun dasar dari produk domestic

Regional bruto yang telah dilakukan dalam lingkup nasional. Kantor

Statistik Propinsi Jawa Timur melakukan pergeseran tahun dasar Produk

Domestik Regional Bruto dari tahun 1983 ke tahun 1993, keseragaman

tahun dasar Produk Domestik Regional Bruto memungkinkan pengguna

data dapat melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antara

nasional dan daerah,demikian juga perbandingan antar suatu daerah.

2.2.3.2.Perubahan Klasifikasi Sektor

Klasifikasi Sektor Produk Domestik Regional Bruto antara seri

lama dan seri baru mengalami perubahan dari 11 sektor menjadi 9 sektor

perubahan. Hal ini didasarkan pada 2 alasan, yaitu:

1. Klasifikasi baru lebih mengacu pada klasifikasi yang

direkomendasikan SNA 1993/SNA-System of National Account buku

acuan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara

International yang direkomendasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Klasifikasi ini menjadi lebih umumdan bermanfaat untuk

membandingkan data-data Produk Domestik Regional Bruto dengan

(45)

2. Klasifikasi baru pada umumnya lebih rinci pada tingkat sub sektor

dengan maksud lebih berorientasi pada penggunaan data. Data yang

lebih terinci akan lebih banyak kegunaannya dibanding dengan data

yang terbatas rinciannya. (Anonim,1995:29)

2.2.3.3. Alasan Per geser an Tahun Dasar dari 1983 ke 1993

1. Pertumbuhan ekonomi dengan tahun dasar 1983 sudah tidak

menggambarkan pertumbuhan ekonomi secara realita. Hal ini

disebabkan oleh kenyataan bahwa sebenarnya kontribusi sektor sektor

industri, yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, dalam

timbangan PDRB seri lama/tahun dasar 1983 masih cenderung under

estimate.

2. Terjadi perubahan struktur ekonomi yang sangat nyata dari sektor

pertanianke sektor industri sejak tahun 1991.

3. Pertumbuhan secara keseluruhan merupakan rata-rata pertumbuhan

ekonomi sektoral. Sehingga berdasarkan tahun dasar baru tingkat

pertumbuhan ekonominya lebih tinggi. Hal ini dapat dibuktikan secara

kuantitatf, karena perumusan tingkat pertumbuhan ekonomi.

4. Merupakan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa

System of National Account (SNA) agar digunakan oleh semua Negara

di dunia.

5. Pergeseran tahun dasar merupakan suatu hal yang dilakukan oleh

(46)

2.2.4 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP)

Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur dalam publikasi

ini disajikan pada Satuan Wilayah Pembangunan, dimana tiap Satuan

Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa

Kabupaten/Kotamadya. Pembagian Satuan Wilayah Pembangunan di

Jawa Timur adalah sebagai berikut:

1. Satuan Wilayah Pembangunan I meliputi Kabupaten Sidoarjo,

Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik,

Kabupaten Bangkalan, Kotamadya Mojokerto, Kotamadya Surabaya.

2. Satuan Wilayah Pembangunan II meliputi Kabupaten Sampang,

Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.

3. Satuan Wilayah Pembangunan III meliputi Kabupaten Banyuwangi.

4. Satuan Wilayah Pembangunan IV meliputi Kabupaten Jember,

Kabupaten Bondosowo, dan Kabupaten Situbondo.

5. Satuan Wilayah Pembangunan V meliputi Kabupaten Lumajang,

Kabupaten Probolinggo, Kotamadya Probolinggo.

6. Satuan Wilayah Pembangunan VI meliputi Kabupaten Malang,

Kotamadya Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kotamadya Pasuruan.

7. Satuan Wilayah Pembangunan VII meliputi Kabupaten Trenggalek,

Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri,

Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kotamadya Kediri dan

(47)

8. Satuan Wilayah PembagunanVIII meliputi Kabupaten Pacitan,

Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan,

Kabupaten Ngawi, dan Kotamadya Madiun.

9. Satuan Wilayah Pembangunan IX meliputi Kabupaten Bojonegoro,

Kabupaten Tuban. ( Sumber: BPS Surabaya )

2.3. Kerangka Pikir

Satuan Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari

beberapa Kabupaten/Kotamadya. Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa

Timur terbagi menjadi 9 Satuan Wilayah Pembangunan. Dalam Penelitian

kali ini yang dijadikan objek adalah Satuan Wilayah Pembangunan IV

yang meliputi Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten

Bondowoso, untuk dapat mengetahui sektor-sektor mana yang dapat

dijadikan sebagai sektor unggulan dan dapat dijadikan sebagai prioritas

pembangunan yang bertujuan untuk memicu pertumbuhan sektor-sektor

lainnya dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan pada Satuan

Wilayah Pembangunan IV. Sektor-Sektor yang dimaksud meliputi:

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

3. Sektor Industri Pengolahan

4. Sektor Listrik, Gas, dan air bersih

5. Sektor Konstruksi

(48)

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

8. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan

9. Sektor Jasa-Jasa

(Anonim,1995 : 38)

Gambar 1: Kerangka Pikir

Sumber: Penulis

Klasifikasi sektor : 1 . Sektor pertanian 2. Sektor Pertambangan 3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik,Gas dan Air Bersih 5. Sektor Konstruksi

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

(49)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, dengan

melihat latar belakang, hasil-hasil penelitian terdahulu dan landasan teori

yang ada, maka dapat ditarik hipotesa sebagai berikut:

“Diduga ada sektor-sektor unggulan dari 9 sektor yang akan dijadikan

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Oper asional dan Pengukur an Var iabel

Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan sektor unggulan agar

dapat terarah pada pokok permasalahannya untuk uji Location Quotient maka

definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut.

Sektor-sektor yang terdapat di dalam Produk Domestik Regional Bruto:

1. Sektor Per tanian

Sektor pertanian ini terbagi menjadi 5 bagian subsektor yaitu :

a. Tanaman Bahan Makanan

Subsektor ini mencakup komoditi bahan makanan seperti padi,

jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau,

kacang kedelai, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, dan tanaman

pangan lainnya.

b. Tanaman Perkebunan Rakyat

1. Tanaman Perkebunan Rakyat

Komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang

diusahakan oleh rakyat seperti jambu mente, kelapa, kopi, kapuk,

kapas, tebu, tembakau, dan cengkeh. Cakupan tersebut termasuk

produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti

minyak kelapa, tembakau olahan, kopi olahan, dan teh olahan.

2. Tanaman Perkebunan Besar

Kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang

(51)

perusahaan perkebunan besar seperti karet, teh, kopi, coklat,

minyak sawit, tebu, rami dan tanaman lainnya.

3. Peternakan dan Hasil-hasilnya

Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil,

unggas maupun hasil-hasil ternak seperti sapi, kerbau, kuda,

babi, kambing, serta hasil pemotongan ternak. Produksi ternak

diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong,

ditambah perubahan stok populasi ternak dan eksport netto

ternak.

4. Kehutanan

Subsektor kehutanan mencakup penebangan kayu, pengambilan

hasil-hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan

kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, dan arang.

Sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya

berupa dammar, rotan, kulit kayu, kopal, akar-akaran, dan

sebagainya. Hasil perburuan, binatang-binatang liar seperti babi,

rusa, penyu, buaya, ular, dan sebagainya termasuk hasil kegiatan

di subsektor ini.

5. Perikanan

Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari perikanan laut,

perairan umum, tambak kolam sawah, serta pengolahan

(52)

2. Sektor Per tambangan dan Penggalian

Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah minyak mentah dan gas bumi

yodium, biji besi, belerang, serta segala jenis penggalian.

3. Sektor I ndustr i Pengolahan

Sektor ini terdiri dari 3 subsektor yaitu: subsektor industri berat/sedang,

kerajinan rumah tangga dan industri pengilangan minyak.

a. Industri Berat dan Sedang

Ruang lingkup dan metode perhitungan nilai tambah bruto industri

besar dan sedang atas dasar harga konstan berdasarkan survey

tahunan.

b. Industri kecil dan Kerajinan Rumah Tangga

Angka-angka output dan nilai tambah subsektor industri kecil dan

kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekatan produksi yaitu

dengan mengalikan rata-rata output per tenaga yang bekerja di

subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga.

c. Industri Pengilangan Minyak

Data Produksi industri pengilangan minyak seperti premium, minyak

tanah, minyak diesel, avtur dan sebagainya.

4. Sektor Listr ik, Gas, dan Air ber sih

Data produksi yang disajikan adalah data dari Perusahaan Listrik Negara,

(53)

a. Listrik

Subsektor ini mencakup semua kegiatan kelistrikan, baik yang

diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara maupun non Perusahaan

Listrik Negara.

b. Gas

Komoditi yang dicakup subsektor ini adalah gas produksi Perusahaan

Negara Gas Surabaya.

c. Air Bersih

Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan perusahaan air

minum.

5. Sektor Konstr uksi

Sektor konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi,

baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal pelabuhan, Dam, irigasi,

maupun jaringan listrik, gas, air minum, telepon, dan sebagainya.

6. Sektor per dagangan, Hotel dan Restor an

Sektor ini mencakup 3 subsektor yang akan diuraikan sebagai berikut

dibawah ini :

a. Perdagangan Besar dan Eceran

Perdagangan nilai tambah subsektor perdagangan dilakukan dengan

pendekatan arus barang/commodity flow, yaitu dengan menghitung

besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian,

(54)

b. Hotel

Kegiatan Subsektor ini mencakup semua hotel, baik hotel berbintang

maupun tidak serta berbagai jenis penginapan lainnya.

c. Restoran

Karena belum tersedia data jumlah restoran secara keseluruhan,

maka output dari subsektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah

tenaga kerja yang bekerja di restoran beserta pertumbuhannya

dengan output pertenaga kerja dari hasil survey khusus pendapatan

regional.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan

penumpang, baik melalui darat, laut, sungai/danau. dan udara. Sektor ini

mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi.

a. Angkutan Kereta Api

Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data

yang diperoleh dari laporan tahunan Perusahaan Umum Kereta Api.

b. Angkutan Jalan Raya

Subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang

yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum baik bermotor, seperti

bus, truk, becak, taksi, dokar, dan sebagainya.

c. Angkutan Laut/Air

Subsektor angkutan laut/air meliputi kegiatan pengangkutan penumpang

(55)

pelayaran milik Nasional, baik yang melakukan trayek dalam Negeri

maupun Internasional.

d. Angkutan Udara

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang dan

kegiatan lainnya yang berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan oleh

penerbangan milik Nasional.

e. Jasa Penunjang Angkutan

Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya

menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal

dan parkir, ekspedisi, dan bongkar muat. Penyimpanan dan pergudangan

serta jasa penunjang angkutan lainnya.

1. Terminal dan Perpakiran

Mencakup kegiatan pemberian pelayanan dan pengaturan lalu

lintas kendaraan/armada yang membongkar atau mengisi muatan,

baik barang maupun penumpang, seperti kegiatan terminal dan

parkir, pelabuhan laut, dan pelabuhan udara.

2. Bongkar/Muat

Kegiatan Bongkar/Muat mencakup pemberian pelayanan

bongkar muat angkutan barang melalui laut dan darat.

f. Komunikasi

Kegiatan ini mencakup jasa pos dan giro serta telekomunikasi.

1. Pos dan Giro

Kegiatan ini meliputi pemberian jasa pos dan giro seperti

pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan

(56)

2. Telekomunikasi

Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian

hubungan telepon, telegraf, dan Faximile.

3. Jasa Penunjang Komunikasi

Kegiatan subsektor ini mencakup pemberian jasa dan penyediaan

fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi,seperti

wesel, warpostel, radio pager, ponsel.

8. Sektor Keuangan, Per sewaan dan J asa Per usahaan.

Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa

penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan.

1. Bank

Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku

diperoleh dari Bank Indonesia.

2. Lembaga keuangan bukan Bank

Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi kegiatan asuransi,

koperasi, yayasan dana pensiun, dan pegadaian.

3. Jasa Penunjang Keuangan

Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi

antara lain : Bursa Efek Surabaya, perdagangan valuta asing, perusahaan

anjak piutang, dan modal ventura.

4. Sewa Bangunan

Subsektor ini mengakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah

bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan

(57)

5. Jasa Perusahaan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa pengacara, jasa akuntan,

biro arsitektur jasa pengolahan data, jasa periklanan, dan sebagainya.

9. Sektor J asa-J asa

Sektor jasa-jasa dibagi lagi menjadi beberapa subsektor, yaitu:

1. Jasa Pemerintahan umum

Nilai tambah bruto subsektor ini terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai

pemerintah pusat dan daerah.

2. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan

Subsektor ini mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa

kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, jasa panti asuhan, palang

merah, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan pemeliharaan rumah

ibadah.

3.2. J enis dan Sumber Data

3.2.1. J enis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang

diambil dari tahun 2007 Sampai dengan 2010

3.2.2. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari Kantor Badan Statistik Propinsi Jawa Timur,

Perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, dan

perpustakaan-perpustakaan lainnya baik itu milik lembaga pendidikan ataupun

(58)

3.2.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara yaitu:

1. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur

sebagai bahan pustaka yang dapat menunujang masukan yang dibahas

dalam skripsi ini.

2. Studi lapangan

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data

sekunder yang diperlukan untuk penulisan skripsi, data-data laporan,

catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada

lembaga-lembaga yang telah disebutkan diatas.

3.2.4. Analisis dan Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini untuk menentukan sektor unggulan yang dapat

dijadikan prioritas pembangunan, teknik analisa dilakukan berdasarkan informasi

yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dan diolah kembali, rumus yang

digunakan sebagai alat analisis adalah sebagai berikut :

1. Locationt Quotient

Digunakan untuk menentukan apakah suatu sektor ekonomi termasuk

sektor basis ataukah sektor non basis, disuatu daerah dalam periode

tertentu/minimal 4 tahun. Rumus yang digunakan sebagai alat analisis adalah

(59)

lqi R

= Locationt Quotient sektor I Satuan Wilayah Pembangunan IV

Vi R

= Produk Domestik Regional Bruto sektor I di kabupaten atau

Kotamadya Satuan Wilayah Pembangunan IV

VR = Produk Domestik Regional Bruto sektor I di Jawa Timur

Vi = Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten atau Kotamadya Satuan

Wilayah Pembangunan IV

V = Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur

Dalam hal ini Locationt Qoutient sektoral tersebut adalah > 1, jika

Locationt Qoutient ≤ 1, maka daerah tersebut termasuk daerah minus dan

harus mengimpor dari daerah lain. Sedangkan apabila Locationt Qoutient >

1, maka daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah swasembada dan

dapat mengekspor hasil industrinya ke daerah lain.

2. Indeks Fungsi Sektoral

Digunakan untuk menentukan prediakat / spesislisasi apakah yang telah

melekat / menandai suatu daerah didasarkan pada struktur ekonomi daerah

bersangkutan pada tahun / periode tertentu. Rumus yang digunakan adalah

(60)

IFS = Indeks Fungsi Sektoral

CS = Kontribusi Produk Domestik Bruto sektoral di Kabupaten atau

Kotamadya Satuan Wilayah Pembangunan IV.

1…4 = Keempat sektoral terbesar dalam struktur ekonomi suatu daerah

IFS-0,33 = Menandakan Fungsi / spesialisasi daerah setempat dominan

Dalam hal ini apabila Indeks Fungsi Sektoral ≥ 0,33 maka sector tersebut

telah menjadi sector dominan pada suatu daerah,sektor inilah yang akan menjadi

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskr ipsi Obyek Penelitian

4.1.1 Gambar an Umum Satuan Wilayah Pembangunan I V

Seperti yang telah diuraikan pada landasan teori pada pembahasan

sebelumnya bahwa Satuan Wilayah Pembangunan ( SWP ) IV terdiri dari

Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso. Berikut ini

adalah gambaran mengenai kondisi secara umum kedua wilayah tersebut :

4.1.1.1 Kondisi Umum Kabupaten J ember

4.1.1.1.1 Letak Geogr afis

Kabupaten Jember secara geografis terletak 11330 - 11345 Bujur

Timur dan 800 - 830 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Jember di sebelah

utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo,

sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi sedangkan sebelah

barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang dan sebelah selatan berbatasan

dengan Samudra Hindia. Luas wilayah Kabupaten Jember 3.293,34 Km2 yang

terbagi menjadi tiga puluh satu kecamatan dan Jember menjadi ibukotanya.

Kabupaten Jember mempunyai potensi besar untuk berkembang

menjadi kota raya. Tanahnya yang subur menjadikan kota di belahan timur Jawa

Timur ini dikenal sebagai daerah agraris dan penghasil berbagai komoditas

pertanian (padi, jagung, kedelai), hortikultura dan perkebunan. Dari segi

topografi, sebagian Kabupaten Jember di wilayah selatan merupakan dataran

Gambar

Gambar 1: Kerangka Pikir
Tabel 1: Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur tahun 2007– 2010
Tabel 2. : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Sektoral
Tabel 3: Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jember Tahun 2007 – 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

This decree requires that imported and domestically produced refined vegetable oils be enriched with vitamin A; it also requires that imported and domestically produced soft

Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Qardh, Istishna, dan Ijarah pada dua.. bank umum syariah

Masa kerja dimulai baik sejak menjadi guru honorer atau guru bantu maupun ketika diangkat langsung menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, dan (3) variabel terikat

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kecurangan Akademik

Namun demikian, untuk membangun kinerja organisasi yang sangat baik, fungsi kepemimpinan perguruan tinggi dapat fokus pada 4 fungsi yaitu pemimpin yang mampu memberi

Pada awal berdirinya masjid ini diberi nama Jami’ul Kahhirah (Kairo) karena mengambil nama tempat universitas tersebut didirikan, Belakangan, namanya diubah menjadi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah pada PT BPR Hoki di Kabupaten Tabanan.. Jumlah

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berguna untuk melengkapi prosdur riset penelitian yang berjudul “Tanggungjawab Hukum Rumah Sakit yang Memperkerjakan Bidan tanpa Surat