PEMBUATAN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI
( Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf
(Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )
SKRIPSI
Oleh:
LIEA DWI RAHAYU NPM. 1033010008
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
( Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf
(Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Dalam memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan
Disusun oleh :
LIEA DWI RAHAYU NPM. 1033010008
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
PEMBUATAN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI
( Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf
(Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )
Di susun oleh:
LIEA DWI RAHAYU NPM. 1033010008
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Tri Mulyani, Ms Ir. Sri Djajati, MPd
NIP. 19511129 198503 2 001 NPT. 3 6201 99 0165 1
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Surabaya
KETERANGAN REVISI
Mahasiswa di bawah ini:
Nama : Liea Dwi Rahayu
NPM : 1033010008
Prodi : Teknologi Pangan
Telah melakukan (revisi/tidak revisi) Laporan Penelitian dengan judul:
PEMBUATAN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI
( Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf (Modified
Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )
Surabaya, September 2014
Dosen Penguji yang memerintahkan revisi:
1. 2.
Ir. Sudaryati, MP Drh. Ratna Yulistiani, MP
NIP. 030 194 668 NIP. 030 194 660
3.
Ir. Ulya Sarofa, MM
NIP. 19630516 198803 2 001
Mengetahui
Kepala Program Studi Teknologi Pangan
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Liea Dwi Rahayu
NPM : 1033010008
Program Studi : Teknologi Pangan
Fakultas : Teknologi Industri
Judul : PEMBUATN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI
(Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine)
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan bukan merupakan duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain, kecuali bagian sumber informasi yang dicantumkan.
Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sada dan bertanggung jawab dan saya bersedia menerima menerima sanksi pembatal skripsi apabila terbukti melakukan duplikasi terhadap skripsi atau karya ilmiah lain yang sudah ada.
Surabaya, Oktober 2014 Pembuat Pernyataan
LIEA DWI RAHAYU
NPM. 1033010008
INTISARI
Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang dipanggang. Proporsi tepung bekatul : tepung mocaf dalam pembuatan cookies bekatul diharapkan dapat menambah nilai gizi dalam produk cookies, karena kandungan kimia yang ada di dalam tepung bekatul merupakan zat gizi penting untuk tubuh seperti serat, protein, vitamin B dan vitamin E. Penambahan bekatul dalam produk cookies menyebabkan cookies menjadi keras sehingga ditambahkan margarine dalam cookies bekatul diharapkan dapat memberikan peningkatan kerenyahan, memperbaiki tekstur dan meningkatkan cita rasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung bekatul : tepung mocaf dengan penambahan margarine terhadap kualitas fisika kimia dan organoleptik cookies bekatul yang dihasilkan.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor dan masing-masing perlakuan kombinasi diulang sebanyak 2 kali. Faktor I proporsi tepung bekatul : tepung mocaf ( 20:80 ; 40:60 ; 60:40). Faktor II penambahan margarine (75 ; 85 ; 95).
Hasil penelitian menunjukkan cookies bekatul perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi tepung bekatul : tepung mocaf (40% : 60%) dengan penambahan margarine 95%. Cookies bekatul tersebut mempunyai karakteristik dengan kadar air 4,601%, kadar serat 2,24%, kadar protein 3,82%, kadar lemak 37,87%, rendemen 88,470% dan
daya patah
3,840 N/m. Sedangkan nilai skor parameter organoleptik memiliki tingkat kesukaan terhadap rasa 69, warna 71 dan kerenyahan 65.KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. karena
atas rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan SKRIPSI dengan judul “PEMBUATAN COOKIES
BEKATUL BERSERAT TINGGI (Kajian Proporsi Tepung Mocaf : Tepung
Bekatul dengan Penambahan Margarine”.
Penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Ir. Tri
Mulyani, MS dan Ir. Sri Djajati, MPd. selaku dosen pembimbing, terima
kasih bimbingan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan SKRIPSI ini bisa terselesaikan.
Sebagaimana
penulis
menyadari
bahwa
banyak
sekali
kekurangan serta kekhilafan dalam penyusunan SKRIPSI ini. Untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Industri UPN “
Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dr. Dedin F. Rosida, S.TP., Mkes selaku Ketua Jurusan Teknologi
Pangan.
3. Ibu Ir. Tri Mulyani, MS dan Ir. Sri Djajati, MPd. selaku Dosen Pembimbing
yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam
pembuatan laporan.
4. Ibu Dr. Dedin F. Rosida, S.TP., Mkes dan Ir. Murtiningsih, MM selaku
Dosen Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dalam
pembuatan laporan ini
5. Dosen-dosen Teknologi Pangan,
6. Kepada kedua orang tuaku tercinta Bapak Karyomeni dan Ibu Siswati,
kakakku Dwi Eka Lestarini, kakak baruQ Edy Suwandana (kakak ipar)
yang telah memberikan dukungan, dan terima kasih doanya. Kalianlah
8. Teman-teman seperjuangan mz rama, Jeng Oliph, Dyah, Tutik, mbak
winda, Cici, Sari, Mita, mbak Culpi, Dina teman-teman TEPA 2010, tinku
selama ini telah memberikan bantuan dan motivasi, luph you All...
Penulis menyadari bahwa SKRIPSI ini masih jauh dari sempuna dan
dengan segala kerendahan, kekurangan serta keterbatasan penulis tidak
menutup kemungkinan terdapat kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon
maaf yang sebesar-besarnya. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan laporan ini dan kebaikan untuk langkah selanjutnya.
Surabaya, Juli 2014
DAFTAR ISI
Halaman
INTISARI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan .. ... 4
C. Manfaat ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies ... 5
B. Bekatul ... 6
C. Tepung MOCAF ... 9
D. Margarine ... 12
E. Bahan Tambahan dalam Pembuatan Cookies ... 14
F. Pembuatan Cookies ... 18
G. Mutu Cookies ... 21
H. Analisis Keputusan ... 22
I. Analisis Finansial ... 23
1. Penentuan Break Even Point (BEP) ... 23
2. Net Present Value (NPV) ... 25
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) ... 25
4. Payback Period ... 25
5. Internal Rate of Return (IRR) ... 26
J. Landasan Teori ... 26
K. Hipotesa ... 28
BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu ... 29
D. Metode Penelitian ... 30
E. Parameter yang Diamati ... 33
F. Prosedur Penelitian ... 33
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisa Bahan Baku ... 36
B. Hasil Analisa Produk Cookies Bekatul ... 37
1. Kadar Air ... 37
2. Kadar Serat ... 38
3. Tekstur ... 40
4. Kadar Protein ... 42
5. Kadar Lemak ... 44
6. Rendemen ... 45
C. Uji Organoleptik ... 48
1. Uji Kesukaan Rasa ... 48
2. Uji Kesukaan Warna ... 50
3. Uji Kesukaan Kerenyahan ... 52
D. Analisis Keputusan ... 54
E. Analisis Finansial ... 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
DAFTAR TABEL
Tabel 9. Nilai Rata-Rata Kadar Air Cookies Pada Perlakuan Penambahan Tepung Bekatul : Tepung Mocaf ... 37
Tabel 10. Nilai Rata-Rata Kadar Air Cookies Pada Perlakuan Penambahan Margarine ... 38
Tabel 11. Nilai Rata-Rata Kadar Serat Cookies Pada Perlakuan Penambahan Tepung Bekatul : Tepung Mocaf ... 39
Tabel 12. Nilai Rata-Rata Kadar Serat Cookies Pada Perlakuan Penambahan Margarine ... 40
Tabel 13. Nilai Rata-Rata Tekstur Cookies Pada Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul : Tepung Mocaf dengan Penambahan Margarine ... 41
Tabel 14. Nilai Rata-Rata Kadar Protein Cookies Pada Perlakuan Penambahan Tepung Bekatul : Tepung Mocaf ... 43
Tabel 15. Nilai Rata-Rata Kadar Protein Cookies Pada Perlakuan Penambahan Margarine ... 43
Tabel 16. Nilai Rata-Rata Kadar Lemak Cookies Pada Perlakuan Penambahan Tepung Bekatul : Tepung Mocaf ... 44
Tabel 17. Nilai Rata-Rata Kadar Lemak Cookies Pada Perlakuan Penambahan Margarine ... 45
Tabel 18. Nilai Rata-Rata Rendemen Cookies Pada Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul dengan Penambahan Margarine ... 46
Tabel 19. Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan Warna Cookies Bekatul Akibat Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul : Tepung Mocaf dengan Penambahan Margarine ... 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses Pembuatan Tepung Bekatul ... 9
Gambar 2. Proses Pembuatan Tepung Mocaf ... 11
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Cookies ... 21
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Bekatul ... 33
Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Cookies Bekatul ... 35
Gambar 6. Hubungan Antara Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul dengan Penambahan Margarine Terhadap Tekstur Dari Cookies ... 41
Lampiran 1. Prosedur Analisa ... 64
Lampiran 2. Lembar Kuisioner ... 69
Lampiran 3. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Air Cookies Bekatul ... 70
Lampiran 4. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Rendemen Cookies Bekatul ... 72
Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Tekstur Cookies Bekatul ... 74
Lampiran 6. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Serat Cookies Bekatul ... 76
Lampiran 7. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Protein Cookies Bekatul ... 78
Lampiran 8. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Lemak Cookies Bekatul ... 80
Lampiran 9. Data Hasil Pengamatan Organoleptik Terhadap Rasa ... 82
Lampiran 10. Data Hasil Pengamatan Organoleptik Terhadap Warna ... 84
Lampiran 11. Data Hasil Pengamatan Organoleptik Terhadap Kerenyahan 86
Lampiran 12. Analisa Finansial ... 88
Lampiran 13. Kebutuhan Bahan dan Biaya ... 88
Lampiran 14. Perhitungan Modal Perusahaan ... 95
Lampiran 15. Perkiraan Biaya Produksi Tiap Tahun ... 97
Lampiran 16. Perhitungan Keuntungan Produksi Cookies ... 98
Lampiran 17. Perhitungan Payback Period dan Break Event Point ... 99
Lampiran 18. Grafik Break Event Point Produksi Cookies ... 100
Lampiran 19. Laporan Rugi Laba Selama Umur Ekonomis Proyek ... 101
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang
dipanggang. Cookies dibuat dari adonan lunak yang berkadar lemak tinggi,
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang
padat. Di Indonesia, cookies merupakan salah satu jenis makanan yang
banyak disukai oleh sebagian besar masyarakat, baik anak-anak maupun
orang dewasa (Manley, 1983).
Kue kering (cookies) merupakan biskuit yang berbahan dasar tepung
terigu. Tepung terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari biji
gandum. Keunggulan dari tepung terigu dibandingkan tepung yang lain yaitu
kemampuannya untuk membentuk gluten pada saat diberi air. Sifat elastis
gluten pada adonan menyebabkan kue tidak mudah rusak ketika dicetak.
Menurut Anonymous (2014), Indonesia saat ini menduduki peringkat kedua
importir gandum terbesar di dunia. Asosiasi Produsen Tepung Terigu
Indonesia (Aptindo) mencatat, impor tepung terigu Indonesia pada kuartal
I-2012 menjadi 121.778 ton.
Jika keadaan ini dibiarkan, ketergantungan pangan dari luar negeri
dapat meningkatkan pengeluaran devisa negara sehingga dikhawatirkan
beberapa industri makanan berbasis terigu mengalami ketergantungan
tepung terigu. Oleh karena itu perlu adanya upaya mengurangi
ketergantungan terhadap penggunaan tepung terigu yaitu dengan
mengalihkan penggunaan tepung terigu menjadi ke non tepung terigu. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka sangat penting mencari bahan yang bisa
mengganti tepung terigu.
Salah satu cara untuk mengurangi kebutuhan tepung terigu pada
pembuatan cookies yaitu dengan menggantikan sebagian atau seluruh
tepung terigu pada pembuatan cookies yaitu dengan tepung lain misalnya
tepung bekatul dan tepung mocaf. Hal ini juga merupakan salah satu upaya
cookies. Penambahan bekatul menyebabkan cookies menjadi keras,
sehingga ditambahkan margarine untuk meningkatkan kerenyahan cookies.
Saat ini masih banyak masyarakat terutama golongan anak-anak
yang belum mengetahui dan mengenal bekatul. Apalagi masyarakat yang
tinggal didaerah perkotaan. Tetapi bagi masyarakat yang tinggal di
pedesaan mereka telah mengenal bekatul meskipun yang mereka tahu
adalah bekatul sebagai pakan ayam atau ternak.
Bekatul merupakan hasil samping pengolahan padi atau gabah yang
terbentuk dari lapisan luar beras pecah kulit dalam penyosohan untuk
menghasilkan beras putih atau beras kepala (Houtson, 1984). Gabah padi
terdiri dari 2 bagian yaitu endosperm atau butiran beras dan kulit padi
(sekam). Kulit padi memiliki dua lapisan, yaitu hull (lapisan luar) dan bran
(lapisan dalam). Penggilingan padi bertujuan memisahkan beras dengan
sekam yang kemudian dilakukan proses penyosohan dua kali. Penyosohan I
menghasilkan dedak dengan tekstur kasar karena masih mengandung
sekam dan penyosohan II menghasilkan bekatul (rice bran) yang bertekstur
halus dan tidak mengandung sekam. Penggilingan padi ini menghasilkan
beras sekitar 60 – 65% dan bekatul sekitar 8 – 12% (Rizqie, 2011). Bekatul
mengandung protein relatif tinggi yaitu 11,3 – 14,9%, kadar serat diet 7,0 –
11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1 – 12,9 mg/100 g) dan vitamin E (1,9 –
2,9 mg/100 g), asam lemak bebas 2,8 – 4,1 % dan mineral (Santosa dkk,
2007).
Menurut Ardiansyah (2004) dedak padi banyak mengandung
komponen tanaman bermanfaat yang biasa disebut sebagai fitokimia,
berbagai vitamin (seperti thiamin, nicin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor,
magnesium, potasium), asam amino, asam lemak esensial, vitamin E, asam
ferulat, oryzanol sehingga berpotensi menjadi bahan pangan yang bisa
mengurangi risiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan status kesehatan
tubuh. Bekatul juga merupakan bahan pangan yang bersifat hipoalergenik
dan merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) yang baik.
MOCAF (Modified Cassava Flour) yaitu produk olahan singkong yang
dimodifikasi. Mocaf dapat digunakan untuk menggantikan tepung terigu
seperti mie, bakery, cookies, cake dan lain sebagainya. Beberapa penelitian
3
cukup banyak dan harga singkong sebagai bahan baku relatif murah
dibandingkan harga gandum sebagai bahan baku tepung terigu. Kelebihan
dari tepung mocaf terletak pada efek fisiologis seperti mencegah kanker
kolon, mempunyai efek hipoglikemik, berperan sebgai probiotik, mengurangi
resiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik,
menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorbsi mineral. Namun
mocaf juga memiliki beberapa kekurangan yaitu kandungan proteinnya
sedikit dan tidak memiliki kandungan gluten seperti pada tepung terigu.
Kombinasi antara tepung bekatul dan tepung mocaf ini bertujuan
untuk memanfaatkan bekatul sebagai pangan fungsional dan mengurangi
ketergantungan terhadap konsumsi gandum sehingga dapat menurunkan
impor gandum. Penambahan tepung bekatul menyebabkan tekstur cookies
menjadi keras karena kandungan serat yang tinggi. Semakin banyak tepung
bekatul yang ditambahkan maka cookies yang dihasilkan akan semakin
berwarna coklat sehingga perlu dilakukan penambahan tepung mocaf untuk
memperbaiki kualitas warna sebab tepung mocaf memiliki warna yang lebih
terang daripada tepung bekatul. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai penggunaan bekatul dan tepung mocaf untuk
proporsi pada pembuatan cookies.
Pembentukan tekstur dapat dibantu dengan penambahan margarine
yang tepat. Margarine mempengaruhi pengerutan dan keempukan terhadap
produk yang dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan
pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan kue
kering. Margarine juga menambah cita rasa dan kesedapan dalam makanan,
yang mempengaruhi daya terima dari konsumen. (Desrosier, 1988).
Hasil penelitian Rifa dkk (2013) pembuatan cookies perlakuan terbaik
adalah substitusi bekatul beras hitam : tepung jagung (20 : 80), sedangkan
Hazzizah dkk (2013) cookies yang ditambahkan margarine dari tepung uwi :
pati jagung 60 : 40 dengan penambahan margarine 85% merupakan
perlakuan terbaik berdasarkan kualitas secara fisik dan kimia meliputi kadar
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh proporsi tepung bekatul : tepung mocaf dengan
penambahan margarine terhadap kualitas fisiko kimia dan organoleptik
cookies bekatul.
2. Menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara proporsi tepung bekatul
: tepung mocaf dengan penambahan margarine sehingga dihasilkan
cookies bekatul dengan kualitas baik dan disukai konsumen.
C. Manfaat
1. Memanfaatkan tepung bekatul dan tepung mocaf dalam pembuatan
cookies bekatul dengan penambahan margarine sebagai salah satu
penganekaragaman produk cookies.
2. Memberikan informasi pada masyarakat tentang metode pembuatan
cookies bekatul dengan proporsi tepung bekatul : tepung mocaf dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cookies
Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang
dipanggang. Cookies dapat dibuat dari adonan lunak yang berkadar lemak
tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur
kurang padat (Mudrik, 1995). Di Indonesia, cookies merupakan salah satu
jenis makanan yang disukai oleh sebagian besar masyarakat, baik
anak-anak maupun orang dewasa.
Cookies atau kue kering dapat digolongkan menjadi jenis adonan
(butter type) dan jenis busa (foam type). Cookies tergolong jenis adonan
misalnya kue kering manis, bahan baku untuk membuat kue kering terdiri
dari tepung, susu bubuk, telur dan kuning telur serta bahan pelembut seperti
gula, shortening atau margarine, bahan pengembang (soda kue dan baking
powder) dan kuning telur. Kerenyahan dan kelembutan kue kering (cookies)
ditentukan terutama oleh tepung terigu, gula dan lemak (Anonimous, 1990).
Pada pengolahan cookies, fungsi gluten dalam pembentukan tekstur
tidak mendominasi seperti halnya pada pengolahan produk bakery lainnya.
Oleh karena itu, penggunaan tepung non terigu yang lebih mendominasi
pada formulasi cookies dapat dilakukan dengan mengatur bahan formulasi
lainnya yaitu lemak yang memiliki peran terhadap pembentukan tekstur.
Cookies dengan penggunaan tepung non terigu yang mendominasi masuk
ke dalam klasifikasi biskuit jenis short dough (Manley, 1983).
Proses pembuatan cookies atau kue kering terdiri atas tahap
pembuatan adonan, pencetakan dan pembakaran (baking). Pada
pencampuran bahan terdiri dari gula, margarine, telur, susu skim dan garam
dikocok sampai membentuk krim, kemudian dicampur dengan tepung terigu
dan bahan pengembang. Pengocokan dilakukan sedemikian rupa sehingga
semua bahan tersebut tercampur dengan rata atau homogen (Anonimous,
1990).
Untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen, Departemen
Indonesia No. 01-2973-1992. Syarat mutu ini berlaku untuk semua jenis
cookies. Pada Tabel 1 menunjukkan mutu cookies yang terbuat dari tepung
terigu tanpa penggunaan bahan campuran.
Tabel 1. Standart mutu cookies berdasarkan SNI
Kriteria Nilai
sekam dihilangkan, yang dipisahkan dalam proses penyosohan beras pecah
kulit (Syarief dkk, 2000).
Bekatul adalah hasil samping penggilingan padi. Setelah beras
dipisahkan dari sekam (kulit luar gabah), kemudian dilakukan penyosohan.
Proses penyosohan dilakukan dua kali, penyosohan pertama menghasilkan
dedak (seratnya masih kasar), sedangkan penyosohan kedua menghasilkan
bekatul (rice brand) yang bertekstur halus. Namun seringkali di penggilingan
antara dedak dan bekatul tidak dipisahkan dan difungsikan hanya sebagai
pakan ternak. Untuk istilah dedak dan bekatul ini dibedakan oleh FAO (Food
Agriculture Organization). Dedak adalah hasil sampingan dari proses
penggilingan padi yang terdiri dari lapisan sebelah luar dan butiran padi,
termasuk sebagian kecil endosperm berpati (Anonumousc, 2008).
Damardjati dan Oka (1989) menyatakan bahwa dalam penggilingan
padi dihasilkan produk utama berupa beras sebesar 60 – 66%, hasil
samping berupa bekatul dapat diperoleh sebanyak 8 – 12% dan menir
sebesar 5 – 8%. Menurut Ardiansyah (2006), bekatul dapat diperoleh
sebanyak 10% dari hasil penggilingan padi yang terdiri dari lapisan elueron
7
Di perkirakan pada tahun 2006 produksi beras nasional mencapai
angka 54,75 juta ton, sehingga dari 54,75 juta ton produksi besar nasional
diperkirakan akan dihasilkan 5,5 ton bekatul (Ardiansyah, 2006). Artinya
bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi yang secara nasional
sangat banyak.
Dari segi gizi, kandungan gizi beras putih sebenarnya sudah sangat
sedikit, sebab kandungan utamanya adalah karbohidrat. Kandungan gizi
diluar karbohidrat seperti serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin, niasin
serta tokoferol dan aneka zat gizi lain justru ada di bekatul. Sayangnya
bekatul pada saat ini justru dikenal sebagai pakan ternak, sementara
manusia hanya mengonsumsi beras putih. Tak heran bila sekarang banyak
terserang aneka penyakit seperti konstipasi, kanker kolon, hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes mellitus dan lain-lain karena zat sehat dalam menu
sehari-hari sangat kecil (Anonymousc, 2008).
Kandungan gizi dalam bekatul antara lain adalah protein yang relatif
tinggi yaitu 11,3 – 14,9% dengan kualitas protein yang baik (daya cerna 63,5
– 71,6%), kadar lemak berkisar 18,1 – 23,3%; serat diet 7,0 – 11,4% dan
kaya akan vitamin B1 (11,1 – 12,9 mg/100 gram) dan vitamin E (1,9 – 2,9
mg/100 gram); asam lemak bebas 2,8 – 4,1% dan mineral. Bekatul yang
kaya akan sumber vitamin B, minyak, protein yang bermutu baik dan mineral
(Anonymousc, 2008).
Bekatul juga mengandung zat anti gizi dan enzim yang sangat
merugikan. Zat anti gizi dapat menghambat metabolisme tubuh, sedangkan
keberadaan enzim menyebabkan ketengikan bekatul. Zat anti gizi didala
bekatul meliputi fitin, tripsin, inhibitor, dan hemaglutini. Zat anti gizi tersebut
mempunyai aktifitas yang rendah dan dapat diinaktifkan melalui pemanasan
(Juliano, 1985).
Selama ini bekatul padi sebagai hasil samping penggilingann padi
bersifat limbah dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak dengan nilai
ekonomi rendah. Dengan pertimbangan ketersediaan yang cukup serta nilai
gizi bekatul yang tinggi, maka bekatul dapat digunakan sebagai bahan baku
industri makanan maupun industri farmasi (Ardiansyah, 2004). Komposisi
Tabel 2. Komposisi Gizi Bekatul
Karbohidrat merupakan komponen utama pada bekatul (dedak), yaitu
sekitar 40 – 49% dalam bentuk pati, gula reduksi sekitar 0,5 – 1% dan
pentosa sekitar 7,7 – 10,3% (Hariyadi, 1992). Selain itu, bekatul juga
mengandung protein, lemak, vitamin B2, dan niasin (Astawan, 2004). Bekatul
mengandung protein yang tinggi dari bagian mana saja pada biji beras.
Protein pada bekatul ini sangat potensial sebagai pengganti untuk olahan
pangan dari beras yang mengandung protein tinggi dan sedikit serat
(Hariyadi, 1992).
Saat ini penggunaan bekatul sebagai suplemen telah banyak
dilakukan, misalnya pada pengolahan biskuit, kue dan lain-lain.
Pemanfaatan bekatul yang telah diawetkan sebagai makanan kue kering
(cookies), dengan perbandingan (persentase) tepung jagung : tepung
bekatul dari 80% : 20% sampai dengan 20% : 80%. Subtitusi bekatul 20%
pada tepung jagung dilaporkan memberi hasil yang optimal terhadap
penerimaan cookies. Konsumen (panelis) lebih menyukai cookies yang
mengandung 20% bekatul daripada cookies yang mengandung lebih
banyak bekatul (Rifa dkk, 2012).
Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku, bekatul harus disangrai
terlebih dahulu. Penyangraian dilakukan dalam waktu 3 – 7 menit pada suhu
kurang lebih 70 – 90 oC. Penyangraian ini bertujuan untuk menginaktifkan
enzim yang terdapat pada bekatul segar. Selain itu dalam proses
9
memperbaiki flavour, menutupi bau dan rasa yang khas dari bekatul (Rifa
dkk, 2012). Proses pembuatan tepung bekatul seperti terlihat pada Gambar
1.
Gambar 1. Proses pembutan tepung bekatul (Rifa, 2012)
C. Tepung MOCAF
Modified Cassava Flour (MOCAF) merupakan produk turunan dari
tepung ubi kayu yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara
fermentasi dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama
fermentasi tepung ubi kayu ini (Subagio, 2006). Secara teknis, cara
pengolahan mocaf sangat sederhana, mirip dengan pengolahan tepung ubi
kayu biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Ubi kayu dibuang
kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci bersih, kemudian dilakukan pengecilan
ukuran ubi kayu dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12-72 jam.
Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan kemudian ditepungkan
sehingga dihasilkan produk tepung ubi kayu termodifikasi (Subagio, 2006).
Mikroba yang tumbuh pada ubi kayu akan menghasilkan enzim
pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu
sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Mikroba
Lactobacillus debrueckii dan Lactobacillus plantarum menghasilkan
enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya
granula pati ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang
dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi,
dan kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami
hidrolisis menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk
menghasilkan asam-asam organik. Senyawa asam ini akan bercampur
dengan tepung sehingga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan
aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa
singkong yang cenderung tidak disukai konsumen, cita rasa mocaf menjadi
netral dengan menutupi cita rasa ubi kayu sampai 70% (Subagio, 2006).
Selama proses fermentasi terjadi penghilangan komponen penimbul
warna, seperti pigmen (khususnya pada ubi kayu kuning) dan protein yang
dapat menyebabkan warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah
warna mocaf yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna
tepung ubi kayu biasa dan juga berbau netral (tidak berbau apek khas).
Selain itu proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik
dan kualitas hampir menyerupai tepung dari terigu, sehingga produk mocaf
sangat cocok untuk menggantikan bahan terigu untuk kebutuhan industri
makanan (Subagio, 2006). Kata mocaf adalah singkatan dari Modified
Casava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. Secara
definitife, mocaf adalah produk tepung dari singkong (Manihot Esculenta
Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong
secara fermentatif (Trubus, 2009).
Pengolahan singkong menjadi mocaf mempunyai keunggulan
kompetitif dibandingkan tepung tapioka yaitu rendemennya lebih tinggi,
karena dalam pembuatannya tidak dipisahkan ampasnya. Tepung mocaf
juga mempunyai kadar protein dan kadar serat lebih rendah dari tepung
singkong, tapi mempunyai kadar pati lebih tinggi dan juga mempunyai drajat
keputihan yang lebih tinggi dari tepung singkong (Anonymousd, 2009).
Pada proses produksi tepung mocaf, asam memodifikasi sel ubi kayu
secara fermentasi. Mikroba Lactobacillus debrueckii dan Lactobacillus
plantarum yang tumbuh dapat menghancurkan dinding sel singkong
sedemikian rupa sehingga terjadi pelepasan granula pati. Asam yang
dihasilkan oleh kedua bakteri tersebut juga menyebabkan pati pada
11
semakin tinggi pula kadar amilosa pada tepung mocaf, sehingga
meningkatkan kemampuan gelasi (Anonymousd, 2009). Pati hasil modifikasi
secara kimia atau pati hasil repolemerisasi seperti halnya terbentuk ikatan
silang (crosslinking) pada rantai polimer (Croghan, 2001).
Hasil uji coba menunjukkan bahwa mocaf dapat digunakan sebagai
bahan baku, baik substitusi maupun seluruhnya, dari berbagai jenis produk
bakery seperti kue kering (cookies, nastar, dan kastengel dll), kue basah
(cake, kue lapis, brownies, spongy), dan roti tawar ( Subagio, 2006).
Proses pembuatan tepung mocaf seperti pada Gambar 2.
Adapun komposisi yang terkandung dalam tepung mocaf dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Mocaf
Komponen Tepung Mocaf
Kadar air (%)
Margarine merupakan mentega sintetis, terbuat dari lemak nabati.
Margarine dapat digunakan dalam jumlah yang sama dengan mentega
sepanjang kadar airnya diperhatikan. Margarine ada yang asin, ada pula
yang tawar. Jumlah garam harus dikurangi jika menggunakan margarine
atau mentega yang mengandung garam (asin). Margarine digunakan
sebagai pengganti mentega (butter) karena memiliki komposisi hampir sama
dengan mentega (Anonymousf, 2011).
Margarine cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan
cookies karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Margarine adalah
bahan yang paling penting diantara bahan baku yang lain dalam industri
cookies/biskuit. Dibandingkan dengan terigu dan gula, harga margarine yang
paling mahal. Oleh karena itu, penggunaannya harus benar-benar
diperhatikan untuk memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau. Margarine digunakan baik pada adonan, disemprotkan
dipermukaan biskuit/ cookies, sebagai isi krim dan coating pada produk
biskuit cokelat. Tentu saja untuk setiap fungsi yang berbeda dipergunakan
13
Berdasarkan penggunaannya, margarine dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok yaitu margarine table dan margarine bakery. Sifat
kemampuan margarine untuk dapat dioleskan dengan mudah pada suhu
refrigerator sangat diinginkan pada margarine table, sehingga industri-
industri di Amerika Serikat telah mengembangkan produk-pruduk soft stick
dan whipped. Selain itu kesadaran nutrisi konsumen yang menghendaki
margarine dengan kandungan lemak jenuh yang rendah dan lebih tinggi
kandungan lemak tidak jenuh. Margarine bakery biasanya khusus untuk
penggunaan bakery, juga dalam industri biskuit, pound cakes, dan pastry.
Margarine adalah produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi
padat yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan atau tanpa
penambahan bahan lain yang diizinkan. Margarine dimaksudkan sebagai
pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa dan nilai gizi yang
hampir sama dengan mentega. Margarine merupakan emulsi dengan tipe
emulsi water in oil (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak
(Anonymousc, 2008).
Dalam bidang pangan penggunaan margarine telah dikenal secara
luas terutama dalam pemanggangan roti (baking) dan pembuatan kue kering
(cookies) yang bertujuan memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa
pangan. Margarine juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti
yang bersifat plastis dan akan segera mencair di dalam mulut (Winarno,
1991 dan Faridah dkk, 2008).
Penambahan margarine 10 – 25% dari berat tepung dapat
memperbaiki volume produk, menurunkan kekerasan, memberikan dinding
lebih tipis, menghasilkan tekstur lembut dan mempermudah sifat
pemotongan (Kent, 1983). Margarine mempengaruhi keempukan produk
yang dipanggang dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan
pengembangan protein yangterlebih selama pembuatan adonan (Desroiser,
1988).
Margarine berperan dalam pembuatan tekstur biskuit yang dihasilkan.
Pemakaian margarine yang berlebihan akan mengakibatkan kenampakan
biskuit menjadi berminyak dan mudah mengalami ketengikan bila
penyimpanan dan pengepakan yang dilakukan tidak baik (Matz, 1986).
• Memberikan rasa gurih pada produk akhir
• Memperbaiki kualitas bahan pada produk
• Meningkatkan cita rasa
• Memperbaiki tekstur
• Memberikan peningkatan kerenyahan pada produk
Margarine memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang
seperti biskuit, kue kering dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah.
Lemak akan memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga
dihasilkan cookies yang renyah (Gaman, 1992). Lemak dapat memperbaiki
struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan tekstur dan aroma.
Kerenyahan dipengaruhi gula dan soda kue.
Tabel 4. Komposisi margarine dalam 100 gr
Komposisi Jumlah
E. Bahan Tambahan dalam Pembuatan Cookies
1. Gula
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam
pembuatan cookies. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya
berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan cookies. Fungsi gula
dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis,
juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan warna pada
permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya kadar
gula di dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi
semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus
sesingkat mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih
terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna
15
Kristal gula berbentuk butiran melakukan aksi pemotongan rantai
protein tepung ketika adonan biskuit dibentuk, sehingga membantu
proses pengempukan (Desrosier, 1988).
Winarno (1995), menyebutkan bahwa gula dalam pembuatan roti
digunakan untuk memberi rasa manis dan memperbaiki tekstur. Jumlah
gula yang tinggi membuat roti dan biskuit mempunyai kerenyahan yang
lebih baik. Selain itu biskuit dengan kandungan gula yang lebih tinggi
akan mempunyai penyebaran molekul yang lebih baik dibandingkan
dengan produk yang mengandung gula rendah (Anynomousb, 1983).
Jenis gula lain yang dapat digunakan untuk memberikan
karakteristik flavour yang berbeda, antara lain: madu, brown sugar,
molase, malt dan sirup jagung. Cookies sebaiknya menggunakan gula
halus atau tepung gula. Jenis gula ini akan menghasilkan kue
berpori-pori kecil dan halus. Didalam pembuatan adonan cookies, gula berfungsi
sebagai pemberi rasa, dan berperan dalam menentukan penyebaran
dan struktur rekahan kue. Untuk cookies, sebaiknya menggunakan gula
halus karena mudah di campur dengan bahan-bahan lain dan
menghasilkan tekstur kue dengan pori-pori kecil dan halus. Sebaliknya
tekstur poripori yang besar dan kasar akan terbentuk jika menggunakan
gula pasir. Gunakan gula sesuai ketentuan resep, pemakaian gula yang
berlebih menjadikan kue cepat menjadi browning akibat dari reaksi
karamelisasi. Dampak yang lain kue akan melebar sewaktu di panggang
(Anonymousf
, 2011).
Industri cookies biasanya menggunakan gula cair. Keuntungan
dari gula cair adalah bisa ditimbang lebih akurat dan lebih efisien karena
tahap awal dari proses produksi, yaitu pelarutan gula sudah dilakukan
sebelum proses pembuatan adonan dimulai. Gula cair biasanya terdiri
dari 67% padatan dan mengandung kurang dari 5% gula invert untuk
menghindari kristalisasi. Gula cair ini disimpan pada suhu ruang dan
karena konsentrasinya yang cukup tinggi, timbulnya jamur juga dapat
2. Garam
Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat
bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan cookies. Sebenarnya
jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor,
terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang
lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam
akan memperkuat protein. Faktor lain yang menentukan adalah
formulasi yang dipakai. Formula yang lebih lengkap akan membutuhkan
garam yang lebih banyak (Wiwi, 2007).
Pada umumnya sebagian besar formulasi cookies menggunakan
garam sekitar 1% terutama ditujukan untuk efek rasa. Garam bersifat
mengikat adonan sehingga kelekatan adonan berkurang dan dapat
dicetak (Sultan, 1983). Selain itu garam sebagai bahan makanan
tambahan juga berfungsi sebagai pengawet.
Garam yang umum dipakai dalam susunan makanan sehari-hari
atau dalam pengolahan makanan ringan adalah garam dapur dengan
nama Natrium Klorida (Winarno, 1995).
3. Kuning Telur
Menurut Sultan (1983), biskuit biasanya dibuat tanpa
menggunakan telur, tetapi bila dipakai akan meningkatkan nila gizi,
volume dan kelembutan. Buckle, et al (1987) menyatakan bahwa telur
bersifat sebagai agen pengemulsi, sehingga mempertinggi retensi gluten
dalan menahan gas.
Telur meliputi dua bagian yaitu kuning telur dan putih telur. Bila
telur digunakan dalam jumlah jumlah besar maka akan diperoleh
cookies yang lebih mengembang. Penggunaan kuning telur saja akan
memberikan cookies yang lebih empuk dibandingkan pemakaian
seluruh telur, karena lesitin yang terkandung dalam kuning telur dapat
bertindak sebagai emulsiffier. Selain itu penggunaan telur juga dapat
menambah kelezatan dan nilai nutrisi dari produk cookies tersebut
(Sultan, 1990).
Menurut Desrosier (1988) beberapa jenis telur digunakan
17
64% albumin sebagai pengeras dan 36% kuning telur sebagai
pengempuk.
Kuning telur adalah lemak yang bersifat sebagai emulsifier
yang kuat paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lesitin yang
terdapat dalam bentuk yang kompleks sebagai lipoprotein sebesar 21%
(Winarno, 1997).
Kuning telur mengandung sejumlah besar lipid dan sebagian
dari lipid itu terdapat dalam bentuk terikat sebagai lipoprotein (de Man,
1971). Kuning telur pada pembuatan cookies berfungsi sebagai
pengempuk, karena adanya emulsifier yang mempunyai peran dapat
menghasilkan cookies yang empuk dan renyah, dan memperbaiki
tekstur (Manley, 1981).
Kuning telur terdiri atas lemak dan protein, sebagian besar
protein kuning telur adalah lesitin merupakan emulsifier yang memiliki
kemampuan untuk berikatan dengan air maupun lemak karena terdapat
ikatan hidrofil dan hidrofob (Winarno, 1997).
Kuning telur mengandung 30% lemak sehingga dapat
menambah rasa lemak dari produk dan juga membantu meningkatkan
cita rasa, warna dan menambah nilai gizi produk meskipun kuning telur
biasanya tidak digunakan sebagai penghasil busa (Smith, 1978).
Komposisi telur dalam % terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi gizi telur dalam %
S
Sumber: Sultan (1983)
4. Susu Skim
Skim merupakan bagian susu yang tertinggal setelah krim
diambil sebagian atau seluruhnya melalui proses pemisahan dengan
alat sentrifungal berdasarkan perbedaan berat jenis krim dan skim dari
susu. Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit lemak,
dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D dan E) terdapat dalam
jumlah rendah (Buckle dkk, 1987).
Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat
dan sering digunakan dalam pembuatan cookies. Skim bagian susu
yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36,4%, susu skim
berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tekstur dan warna
permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan
disakarida pereduksi, yang jika berkombinasi dengan protein melalui
reaksi Maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna
coklat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Farida
dkk, 2008). Komposisi kimia susu skim dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Gizi Susu Skim
Komponen Kandungan (%)
Sumber : Webb and Whittier (1970) dalam Resmanto (2006).
5. Air
Air berfungsi mendistribusikan komponen / bahan dasar dari
adonan sehingga dapat terbentuk suatu adonan yang homogen. Bila air
yang digunakan terlampau sedikit akan menyebabkan adonan kaku,
sedangkan bila terlampau banyak akan menyebabkan adonan lembek
sehingga tidak dapat dibentuk atau dicetak (Pomeranz, 1985).
F. Pembuatan Cookies
Proses pembuatan biskuit meliputi tahapan dari persiapan bahan,
pembuatan atau pencampuran adonan (mixing), pencetakan adonan
(forming) dan pemanggangan (baking).
1. Persiapan bahan
Pada proses ini bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang
19
2. Pembuatan atau pencampuran adonan (mixing)
Tahap pembuatan atau pencampuran (mixing) adonan biskuit
dilakukan dengan cara membuat krim terlebih dahulu antara kuning
telur, gula, lemak dan garam. Selanjutnya baru dilakukan pencampuran
krim dengan tepung dan bahan lainnya hanya untuk mendistribusikan
bahan hingga merata, tetapi juga untuk pembentukan gluten dan protein
terigu dan air (Subarna, 1992). Pengadukan dengan menggunakan alat
pengaduk elektrik seperti mixer akan mempermudah dan mempercepat
proses pengadukan.
Tujuan utama proses pencampuran yaitu mendapatkan adonan
yang homogen proses ini akan mempengaruhi keragaman rasa, tekstur
dan juga warna kue. Untuk mendapatkan adonan yang tercampur
dengan sempurna, bahan-bahan yang berbentuk cairan harus
dicampurkan terlebih dahulu. Setelah bahan-bahan berbentuk cair
teraduk sempurna kemudian tepung dimasukkan ke dalam adonan
secara perlahan-lahan (Suryani dkk, 2006).
3. Pencetakan adonan (Forming)
Tahap selanjutnya adalah tahap pembentukan atau tahap
pencetakan adonan yang telah diperoleh. Pembentukan atau
pencetakan adonan ini dilakukan dengan cara membuat adonan
menjadi lempengan dan menekan cetakan biskuit diatasnya.
Menurut Subarna (1992), dalam pencetakan, adonan ditekan
dengan sepasang rol kemudian dipotong atau dibentuk. Pada jenis
adonan yang lebih keras dilakukan sheeting sehingga adonan menjadi
lembaran halus dan kontinyu sebelum dicetak. Untuk adonan yang
lunak, pencetakan langsung pada rol tersebut merupakan cetakannya.
Proses pencetakan bertujuan untuk memberikan bentuk adonan
sesuai dengan keingingan. Pembentukkan adonan harus selalu
diperhatikan untuk memperoleh adonan yang kalis. Adonan yang terlalu
encer atau kering akan menyulitkan proses pencetakan yang
menyebabkan bentuk kue menjadi tidak sempurna. Alat pencetak juga
harus selalu dipelihara kebersihannya dari sisa adonan yang dapat
4. Pemanggangan (Baking)
Menurut Desrossier (1988) pemanggangan merupakan hal yang
penting dari seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang
berkualitas. Pada saat pemanggangan beberapa proses terjadi dalam
produk. Proses yang terjadi digambarkan sebagai berikut: beberapa
saat setelah adonan bertemu dengan udara panas dari ruang
pemanggangan, selama itu terjadi pengembangan volume adonan.
Pengembangan produk terjadi akibat pengaruh yang berurutan pada
awal pemanggangan, pengembangan volume merupakan pengaruh fisis
yang murni karena panas dari gas CO2 yang terjebak sehingga
menaikkan tekanan, kebanyakan gas CO2 yang ada terjebak dalam film
gluten yang elastis. Pengaruh pemanasan yang lain CO2 yang larut
dibebaskan oleh kenaikan suhu sampai kurang 49 oC. Pada kenaikan
suhu sampai 55 oC, granula pati bertambah ukurannya. Adanya panas
terjadi pelepasan air dari gluten dan memindahkan dalam sistem pati,
suhu gelatinisasi terjadi mendekati suhu 77 oC, yaitu awal pecahnya
granula pati.
Pemanggangan cookies pada umumnya menggunakan oven
dengan suhu berkisar 150 OC – 180 OC selama 15 menit. Untuk
mendapatkan hasil pemanggangan yang sempurna, sebaiknya suhu
oven dapat dinaikkan secara bertahap. Komposisi bahan dan ukuran
cookies juga harus diperhatikan dalam menentukan suhu dan lama
pemanggangan dalam oven (Suryani dkk, 2006).
Suhu dan lama waktu pemangggangan mempengaruhi kadar air
pada cookies. Pada oven sebaiknya tidak terlalu panas ketika cookies
dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat
menghambat pemanggangan dan permukaan cookies yang dihasilkan
menjadi retak-retak (Lasmini, 2002). Berikut adalah diagram alir
21
Gambar 3. Diagram alir pembuatan cookies (Manley, 1983)
G. Mutu Cookies
Mutu cookies selain ditentukan oleh nilai gizinya ternyata juga
ditentukan oleh citarasa, warna, bau dan kerenyahan cookies tersebut. Matz
(1992), menyatakan bahwa yang paling menentukan adalah kerenyahannya.
1. Sifat fisik
Kremer dan Twig (1990) menyatakan bahwa kenampakan
didefinisikan sebagai alat visual bahan makanan warna, bentuk, rasa
dan ukuran kesesuaian. Penilaian seseorang terhadap bahan makanan
yang pertama ditentukan dari kenampakan, tetapi setelah makanan di
kunyah, flavour menjadi lebih penting dari sifat yang lainnya.
2. Cita rasa (flavour)
Menurut Deman (1976), flavour didefinisikan sebagai
rangsangan yang timbul oleh bahan yang dimakan terutama yang
dirasakan oleh indera pengecap, pembau dan juga rangsangan lain
seperti rasa pahit, rasa dingin dan penerima derajat panas di mulut.
Atribut mutu yang termasuk dalam golongan flavour sebagian
pembau, walaupun indera perasa atau peraba terhadap panas dan
dingin juga termasuk didalamnya (Kremer dan Twig, 1990).
Konsumen tidak hanya mendapatkan kesenangan tetapi juga
keamanan dan kepuasan dari flavour pada makanan yang dikonsumsi.
Pada produk yang telah ada maupun pengembangan produk baru
flavour merupakan hal yang penting.
3. Kerenyahan
Matz (1992) menyatakan bahwa komposisi produk tertentu
terutama kadar air sangat menentukan sifat kerenyahan produk,
semakin rendah kadar air maka produk tersebut semakin renyah.
Tekstur biskuit yang dikatakan renyah biasanya mempunyai kadar air
5%. Pada kadar air yang terlalu tinggi menyebabkan tekstur menjadi
tidak renyah.
H. Analisis Keputusan
Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih
tindakan yang terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Pengambilan
keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang
diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik
(Siagian, 1987).
Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis
dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan pengambilan keputusan,
tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan
(Mangkusubroto dan Listiani, 1983).
Analisis keputusan adalah dasar untuk memilih alternative terbaik
yang dilakukan membandingkan antara aspek kualitas, kuantitas dan aspek
finanscial dari produk cookies bekatul dengan perlakuan penambahan
23
I. Analisis Finansial
Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut
lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono,
1984).
Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti
suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti
dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat
berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).
Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk
menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya
laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk
dan volume penjualan (Muljadi, 1986).
Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak
tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa
kriteria yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya
adalah :
1. Break Event Point (BEP)
2. Net Present Value (NPV)
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)
4. Payback Period
5. Internal Rate of Return (IRR)
1. Penentuan Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)
Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau
taksiran yang didasarkan atau anggapan-anggapan yang tidak terlalu bisa
dipenuhi. Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Salah satu penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah
kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya
mempengaruhi besarnya keuntungan.
Suatu analisis yang menunjukkan hubungan atara keuntungan,
volume produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point
(BEP). BEP adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang
nilai atau hasil penjualan atau laba. Jadi pada keadaan tertentu tersebut
perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami
kerugian.
Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus
ditingkatkan dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut.
Penerimaan dari penjualan dapat ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu
menaikkan harga jual perunit, menaikkan volume penjualan, dan menaikkan
harga jualnya.
Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam
penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai
penjualan, biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan
volume produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
VC= Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)
Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut:
a. Biaya Titik Impas
BEP =
(
biaya tidak tetap/pendapatan)
1
c. Kapasitas Titik Impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan
untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai
berikut:
25
2. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan
sekarang dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai
NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan,
jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka
proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto,
1994). Rumus NPV adalah:
Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek
pada tahun t
Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada
tahun t
t = 1, 2, 3,………n
n = Umur ekonomi dari pada proyek.
i = Sosial discount rate
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya
kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value) (Susanto dan
Saneto, 1994).
Nilai B/C Ratio =
Produksi Biaya
Pendapatan
4. Payback Period (Susanto dan Saneto,1994)
Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat
berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback
period tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus
penentuannya adalah sebagai berikut: PP =
Keterangan: I = Jumlah modal
Ab = Penerimaan bersih perbulan
5. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang
menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang
dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang
dikerjakan. Criteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih
apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku, sedangkan
bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut
dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
IRR = 1 +
NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai
NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai; i = Tingkat bunga
J. Landasan Teori
Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang
dipanggang. Cookies dibuat dari adonan lunak berkadar lemak tinggi, renyah
dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Di
Indonesia, cookies merupakan salah satu jenis makanan yang banyak
disukai oleh sebagian besar masyarakat, baik anak-anak maupun orang
dewasa (Manley, 1983).
Kualitas cookies pada umumnya ditentukan dari tekstur, bentuk,
ketebalan, kadar air, struktur (berpori besar/kecil) dan juga warnanya
(Faridah dkk, 2008).
Faktor penentu keempukan cookies adalah protein, sedangkan
bekatul pangan adalah karbohidrat, sehingga penambahan bekatul pangan
sangat mempengaruhi kerenyahan produk yang dihasilkan ( Natalingsih,
2012)
Tepung mocaf juga mempunyai kadar protein dan kadar serat lebih
rendah dari tepung singkong, tapi mempunyai kadar pati lebih tinggi dan juga
27
produksi tepung mocaf menyebabkan pati pada singkong menjadi
termodifikasi, bertambahnya pati modifikasi menyebabkan semakin tinggi
pula kadar amilosa pada tepung mocaf, sehingga meningkatkan kemampuan
gelasi (Anonymousd, 2009).
Karbohidrat (pati) adalah salah satu komponen penting dalam
menentukan besarnya nilai daya serap air. Pati merupakan senyawa yang
bersifat hidrofilik. Granula pati memiliki kemampuan menyerap air yang
sangat besar karena jumlah gugus hidroksil pati yang sangat besar, oleh
karena itu semakin tinggi pati maka kadar airnya semakin besar (Winarno,
2002).
Kandungan gizi dalam bekatul antara lain adalah protein yang relatif
tinggi yaitu 11,3 – 14,9% dengan kualitas protein yang baik (daya cerna 63,5
– 71,6%), kadar lemak berkisar 18,1 – 23,3%; serat diet 7,0 – 11,4% dan
kaya akan vitamin B1 (11,1 – 12,9 mg/100 gram) dan vitamin E (1,9 – 2,9
mg/100 gram); asam lemak bebas 2,8 – 4,1% dan mineral. Bekatul yang
kaya akan sumber vitamin B, minyak, protein yang bermutu baik dan mineral
(Anonymousc
, 2008).
Serat kasar mempunyai struktur komplek yang mengakibatkan
cookies bekatul lebih sulit untuk dipatahkan, karena adanya serat dapat
mengikat air sehingga semakin tinggi serat yang terkandung maka cookies
yang dihasilkan semakin keras (Winarno, 1980).
Margarine yang digunakan pada pembuatan biskuit ini mempunyai
peran dalam pembentukan struktur kerenyahan dari biskuit dan
meningkatkan cita rasa (Winarno, 1989).
Margarine memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang
seperti biskuit, kue kering dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah.
Lemak akan memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga
dihasilkan cookies yang renyah (Gaman, 1992).
Margarine merupakan produk emulsi dengan tipe w/o (water in oil),
artinya fase air yang berada dalam fase lemak. Penguapan air yang terjadi
selama pemanggangan rendah karena daya emulsi margarin. Lemak
teradsorpsi pada permukaan partikel pati yang membentuk lapisan tipis.
Karena kepolaran lemak dan air berbeda sehingga tidak bisa menyatu (Matz,
1992)
Hasil penelitian Hazzizah dkk (2013), sebelumnya menyatakan
bahwa cookies yang ditambahkan margarine dari tepung uwi : pati jagung 60
: 40 dengan penambahan margarine 85% merupakan perlakuan terbaik
dengan kadar air 2,54%, kadar lemak 38,85%, protein 3,25%, dan serat
kasar 3,23%.
Hasil penelitian Rifa dkk (2012), menyatakan bahwa perbandingan
(persentase) tepung bekatul : tepung jagung dari 80% : 20% sampai dengan
20% : 80%. Substitusi tepung bekatul 20% pada tepung jagung dilaporkan
memberi hasil yang optimal terhadap penerimaan cookies.
Hasil penelitian Mamentu, dkk (2013), menyatakan bahwa biskuit
balita terpilih adalah biskuit balita dengan perlakuan (65% tepung mocaf :
35% bubur wortel) dengan komposisi kimia yaitu kadar air 5,26%, kadar abu
2,60%, kadar lemak 25,65%, kadar protein 8,83%, dan serat kasar 0,18%.
Pemanfaatan bekatul yang telah diawetkan sebagai makanan kue
kering (cookies), dengan perbandingan (persentase) tepung jagung : tepung
bekatul dari 80% : 20% sampai dengan 20% : 80%. Subtitusi bekatul 20%
pada tepung jagung dilaporkan memberi hasil yang optimal terhadap
penerimaan cookies. Konsumen (panelis) lebih menyukai cookies yang
mengandung 20% bekatul daripada cookies yang mengandung lebih
banyak bekatul (Rifa dkk, 2012).
K. Hipotesa
Diduga bahwa perlakuan proporsi tepung bekatul : tepung mocaf
dengan penambahan margarine berpengaruh nyata terhadap warna, rasa,
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Pangan,
Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Uji Inderawi
Jurusan Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur dan Laboratorium
Nutrisi Dan Makanan Ternak Universitas Brawijaya , mulai bulan April
sampai dengan bulan Mei 2014.
B. Bahan yang Digunakan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian pembuatan cookies
bekatul adalah bekatul dan mocaf. Bahan penunjang yang dibutuhkan
adalah gula, margarine, kuning telur, garam dan susu skim.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisa seperti: aquades,
larutan ether, alkohol 10%, HCl 25%, NaOH 45%, NaOH 1 N, H2SO4 pekat,
K2SO4 10% dan alkohol 95%.
C. Alat Penelitian
1. Alat untuk pembuatan cookies
Alat yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah timbangan
analitik, baskon, pisau stainless, blender, mixer, loyang, rolling pan,
setakan, kompor gas, ayakan 80 mesh, dan oven.
2. Alat untuk analisa
Alat-alat yang digunakan untuk analisa pembuatan cookies
bekatul adalah cawan aluminium, botol timbang, oven, desikator,
timbangan analitik, pipet, erlenmeyer, kertas saring, pendingin balik,
penangas air, ayakan 80 mesh, soxhlet, spatula, beaker glass, gelas
D. Metode Penelitian
Rancangan percobaaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri
dari 2 faktor, masing –masing terdiri dari 3 level dengan 2 kali ulangan.
Untuk mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan uji lanjut
(BNJ)
Faktor –faktor yang digunakan dalam percobaan ini adalah proporsi
tepung bekatul : tepung mocaf (A) dan penambahan margarine (B).
Faktor 1 : Proporsi tepung bekatul : tepung mocaf terdiri dari 3
level, yaitu :
• A1 = 20 % : 80 % • A2 = 40 % : 60 % • A3 = 60 % : 40 %
Faktor 2 : Penambahan margarine, terdiri dari 3 level, yaitu :
• B1 = 75 % • B2 = 85 % • B3 = 95 %
Variabel tetap :
1. Tepung bekatul : tepung mocaf (100 gr)
2. Berat gula 40 gr
3. Berat kuning telur 20 gr
4. Berat garam 1 gr
5. Berat susu skim 2 gr
6. Suhu pemanggangan 180 oC selama 15 menit
Kombinasi dari kedua faktor diatas menghasilkan sembilan kombinasi
31
Menurut Gasperz (1991), model matematika untuk percobaan
faktorial yang terdiri dari dua faktor (faktor A dan B) dengan menggunakan
rancangan dasar RAL, adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + α i + βj + ( αβ ) ij + εijk
Dimana :
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-j
dari faktor B).
μ = Nilai tengah populasi (rata – rata yang sesungguhnya).
α i = Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A.
βj = Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B.
εijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi perlakuan ij.
Hasil analisis diolah dengan Analisis Varian atau Analisi Ragam dan
untuk mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan Uji
Tukey.
E. Parameter yang diamati
Parameter yang diamati meliputi:
1. Tepung bekatul:
a. Kadar air, cara pemanasan (AOAC, 1984)
b. Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997)
c. Kadar protein, cara Kjeldahl (Sudarmadji, 1997)
d. Kadar lemak dengan soxhlet (Sudarmadji, 1997)
2. Cookies bekatul:
a. Kadar air, cara pemanasan (AOAC, 1984)
b. Kadar protein, cara Kjeldahl (Sudarmadji, 1997)
e. Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997)
c. Kadar lemak dengan soxhlet (Sudarmadji, 1997)
d. Rendemen (Rahayu, 2001)
e. Daya patah (Burne, 1976)
33
F. Prosedur / cara penelitian
1. Pembuatan tepung bekatul
a. Proses penggilingan
Proses penggilingan bekatul ini bertujuan untuk memperkecil
ukuran bahan agar lolos dalam 80 mesh.
b. Penyangraian
Penyangraian dilakukan dalam waktu 3 – 7 menit pada suhu
kurang lebih 70 – 90 oC. Penyaringan ini bertujuan untuk menginaktifkan
enzim yang terdapat pada bekatul segar. Selain itu proses penyangraian
bekatul ini dilakukan penambahan daun pandan untuk memperbaiki
flavor dan untuk menutupi bau khas dari bekatul.
c. Pengayakan
Pengayakan dilakukan menggunakan mesh 80, agar bekatul
yang didapat sesuai dengan keinginan dan tidak terlalu kasar.
2. Pembuatan cookies bekatul
Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies bekatul yaitu tepung
mocaf, tepung bekatul, gula, margarine, telur, susu skim, dan garam
ditimbang berdasarkan resep.
a. Pencampuran I
Pada proses pertama adalah dengan mencampurkan bahan
margarine (75%, 85%, dan 95%), gula, telur, susu skim, garam
menggunakan mixer dengan kecepatan putaran tinggi selama 7 menit.
b. Pencampuran II
Setelah bahan-bahan tercampur rata kemudian bekatul, tepung
mocaf dengan perbandingan tepung bekatul : tepung mocaf (20% :
80%), (40%:60%), (60%:40%) dicampur menjadi satu menggunakan
mixer dengan kecepatan rendah selama 3 – 5 menit.
c. Pencetakan
Setelah pencampuran kemudian adonan dicetak dengan
ketebalan 5 mm, kemudian diletakkan dalam loyang yang telah
d. Pengovenan
Cetakan cookies yang sudah jadi kemudian dioven dalam oven
listrik dengan suhu 180 oC selama 15 menit.
Adapun diagram alir proses pembuatan cookies bekatul dapat dilihat
pada Gambar 4, dan Gambar 5:
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari bahan baku dan
analisa cookies bekatul yang terdiri dari analisa fisik, kimiawi dan organoleptik.
Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan finansial yang didasarkan
pada segi ekonomis apabila produk ini digunakan sebagai produk industri.
A. Hasil Analisa Bahan Baku
Pada penelitian pembuatan cookies bekatul dilakukan analisa
terhadap tepung bekatul dan tepung mocaf yaitu kadar air, kadar serat
kasar, kadar protein dan kadar lemak. Hasil analisa terhadap tepung bekatul
dan tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisa tepung bekatul
Komponen Tepung Bekatul
Kadar air (%)
Kadar serat kasar (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%)
2,43 1,92 4,46 15,55
Dari tabel 8 diatas dapat diketahui kadar air tepung bekatul adalah
2,43%, kadar serat kasar 1,92%, kadar protein 4,46%, dan kadar lemak
15,55%. Menurut Wahyu (2010), kadar air, kadar serat, kadar protein dan
kadar lemak dari tepung bekatul masing-masing adalah 10,89%, 11,98%,
11,04% dan 13,32%. Hasil analisa dengan literatur terjadi perbedaan karena
beberapa faktor antara lain jenis padi atau beras, usia panen, kondisi
lingkungan tempat tumbuh, proses produksi dan waktu penyosohan bekatul