• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI (Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBUATAN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI (Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI

( Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf

(Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )

SKRIPSI

Oleh:

LIEA DWI RAHAYU NPM. 1033010008

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

(2)

( Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf

(Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Dalam memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Disusun oleh :

LIEA DWI RAHAYU NPM. 1033010008

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

PEMBUATAN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI

( Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf

(Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )

Di susun oleh:

LIEA DWI RAHAYU NPM. 1033010008

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Tri Mulyani, Ms Ir. Sri Djajati, MPd

NIP. 19511129 198503 2 001 NPT. 3 6201 99 0165 1

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Surabaya

(4)

KETERANGAN REVISI

Mahasiswa di bawah ini:

Nama : Liea Dwi Rahayu

NPM : 1033010008

Prodi : Teknologi Pangan

Telah melakukan (revisi/tidak revisi) Laporan Penelitian dengan judul:

PEMBUATAN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI

( Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf (Modified

Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine )

Surabaya, September 2014

Dosen Penguji yang memerintahkan revisi:

1. 2.

Ir. Sudaryati, MP Drh. Ratna Yulistiani, MP

NIP. 030 194 668 NIP. 030 194 660

3.

Ir. Ulya Sarofa, MM

NIP. 19630516 198803 2 001

Mengetahui

Kepala Program Studi Teknologi Pangan

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Liea Dwi Rahayu

NPM : 1033010008

Program Studi : Teknologi Pangan

Fakultas : Teknologi Industri

Judul : PEMBUATN COOKIES BEKATUL BERSERAT TINGGI

(Kajian Proporsi Tepung Bekatul (Rice Bran) : Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Penambahan Margarine)

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan bukan merupakan duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain, kecuali bagian sumber informasi yang dicantumkan.

Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sada dan bertanggung jawab dan saya bersedia menerima menerima sanksi pembatal skripsi apabila terbukti melakukan duplikasi terhadap skripsi atau karya ilmiah lain yang sudah ada.

Surabaya, Oktober 2014 Pembuat Pernyataan

(6)

LIEA DWI RAHAYU

NPM. 1033010008

INTISARI

Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang dipanggang. Proporsi tepung bekatul : tepung mocaf dalam pembuatan cookies bekatul diharapkan dapat menambah nilai gizi dalam produk cookies, karena kandungan kimia yang ada di dalam tepung bekatul merupakan zat gizi penting untuk tubuh seperti serat, protein, vitamin B dan vitamin E. Penambahan bekatul dalam produk cookies menyebabkan cookies menjadi keras sehingga ditambahkan margarine dalam cookies bekatul diharapkan dapat memberikan peningkatan kerenyahan, memperbaiki tekstur dan meningkatkan cita rasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung bekatul : tepung mocaf dengan penambahan margarine terhadap kualitas fisika kimia dan organoleptik cookies bekatul yang dihasilkan.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor dan masing-masing perlakuan kombinasi diulang sebanyak 2 kali. Faktor I proporsi tepung bekatul : tepung mocaf ( 20:80 ; 40:60 ; 60:40). Faktor II penambahan margarine (75 ; 85 ; 95).

Hasil penelitian menunjukkan cookies bekatul perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi tepung bekatul : tepung mocaf (40% : 60%) dengan penambahan margarine 95%. Cookies bekatul tersebut mempunyai karakteristik dengan kadar air 4,601%, kadar serat 2,24%, kadar protein 3,82%, kadar lemak 37,87%, rendemen 88,470% dan

daya patah

3,840 N/m. Sedangkan nilai skor parameter organoleptik memiliki tingkat kesukaan terhadap rasa 69, warna 71 dan kerenyahan 65.

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. karena

atas rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan SKRIPSI dengan judul “PEMBUATAN COOKIES

BEKATUL BERSERAT TINGGI (Kajian Proporsi Tepung Mocaf : Tepung

Bekatul dengan Penambahan Margarine”.

Penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Ir. Tri

Mulyani, MS dan Ir. Sri Djajati, MPd. selaku dosen pembimbing, terima

kasih bimbingan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis

selama penyusunan SKRIPSI ini bisa terselesaikan.

Sebagaimana

penulis

menyadari

bahwa

banyak

sekali

kekurangan serta kekhilafan dalam penyusunan SKRIPSI ini. Untuk itu

dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak

terhingga kepada:

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Industri UPN “

Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Dr. Dedin F. Rosida, S.TP., Mkes selaku Ketua Jurusan Teknologi

Pangan.

3. Ibu Ir. Tri Mulyani, MS dan Ir. Sri Djajati, MPd. selaku Dosen Pembimbing

yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam

pembuatan laporan.

4. Ibu Dr. Dedin F. Rosida, S.TP., Mkes dan Ir. Murtiningsih, MM selaku

Dosen Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dalam

pembuatan laporan ini

5. Dosen-dosen Teknologi Pangan,

6. Kepada kedua orang tuaku tercinta Bapak Karyomeni dan Ibu Siswati,

kakakku Dwi Eka Lestarini, kakak baruQ Edy Suwandana (kakak ipar)

yang telah memberikan dukungan, dan terima kasih doanya. Kalianlah

(8)

8. Teman-teman seperjuangan mz rama, Jeng Oliph, Dyah, Tutik, mbak

winda, Cici, Sari, Mita, mbak Culpi, Dina teman-teman TEPA 2010, tinku

selama ini telah memberikan bantuan dan motivasi, luph you All...

Penulis menyadari bahwa SKRIPSI ini masih jauh dari sempuna dan

dengan segala kerendahan, kekurangan serta keterbatasan penulis tidak

menutup kemungkinan terdapat kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon

maaf yang sebesar-besarnya. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan

demi kesempurnaan laporan ini dan kebaikan untuk langkah selanjutnya.

Surabaya, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

INTISARI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan .. ... 4

C. Manfaat ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies ... 5

B. Bekatul ... 6

C. Tepung MOCAF ... 9

D. Margarine ... 12

E. Bahan Tambahan dalam Pembuatan Cookies ... 14

F. Pembuatan Cookies ... 18

G. Mutu Cookies ... 21

H. Analisis Keputusan ... 22

I. Analisis Finansial ... 23

1. Penentuan Break Even Point (BEP) ... 23

2. Net Present Value (NPV) ... 25

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) ... 25

4. Payback Period ... 25

5. Internal Rate of Return (IRR) ... 26

J. Landasan Teori ... 26

K. Hipotesa ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu ... 29

(10)

D. Metode Penelitian ... 30

E. Parameter yang Diamati ... 33

F. Prosedur Penelitian ... 33

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisa Bahan Baku ... 36

B. Hasil Analisa Produk Cookies Bekatul ... 37

1. Kadar Air ... 37

2. Kadar Serat ... 38

3. Tekstur ... 40

4. Kadar Protein ... 42

5. Kadar Lemak ... 44

6. Rendemen ... 45

C. Uji Organoleptik ... 48

1. Uji Kesukaan Rasa ... 48

2. Uji Kesukaan Warna ... 50

3. Uji Kesukaan Kerenyahan ... 52

D. Analisis Keputusan ... 54

E. Analisis Finansial ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 9. Nilai Rata-Rata Kadar Air Cookies Pada Perlakuan Penambahan Tepung Bekatul : Tepung Mocaf ... 37

Tabel 10. Nilai Rata-Rata Kadar Air Cookies Pada Perlakuan Penambahan Margarine ... 38

Tabel 11. Nilai Rata-Rata Kadar Serat Cookies Pada Perlakuan Penambahan Tepung Bekatul : Tepung Mocaf ... 39

Tabel 12. Nilai Rata-Rata Kadar Serat Cookies Pada Perlakuan Penambahan Margarine ... 40

Tabel 13. Nilai Rata-Rata Tekstur Cookies Pada Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul : Tepung Mocaf dengan Penambahan Margarine ... 41

Tabel 14. Nilai Rata-Rata Kadar Protein Cookies Pada Perlakuan Penambahan Tepung Bekatul : Tepung Mocaf ... 43

Tabel 15. Nilai Rata-Rata Kadar Protein Cookies Pada Perlakuan Penambahan Margarine ... 43

Tabel 16. Nilai Rata-Rata Kadar Lemak Cookies Pada Perlakuan Penambahan Tepung Bekatul : Tepung Mocaf ... 44

Tabel 17. Nilai Rata-Rata Kadar Lemak Cookies Pada Perlakuan Penambahan Margarine ... 45

Tabel 18. Nilai Rata-Rata Rendemen Cookies Pada Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul dengan Penambahan Margarine ... 46

Tabel 19. Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan Warna Cookies Bekatul Akibat Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul : Tepung Mocaf dengan Penambahan Margarine ... 48

(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Pembuatan Tepung Bekatul ... 9

Gambar 2. Proses Pembuatan Tepung Mocaf ... 11

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Cookies ... 21

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Bekatul ... 33

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Cookies Bekatul ... 35

Gambar 6. Hubungan Antara Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul dengan Penambahan Margarine Terhadap Tekstur Dari Cookies ... 41

(14)

Lampiran 1. Prosedur Analisa ... 64

Lampiran 2. Lembar Kuisioner ... 69

Lampiran 3. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Air Cookies Bekatul ... 70

Lampiran 4. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Rendemen Cookies Bekatul ... 72

Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Tekstur Cookies Bekatul ... 74

Lampiran 6. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Serat Cookies Bekatul ... 76

Lampiran 7. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Protein Cookies Bekatul ... 78

Lampiran 8. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Lemak Cookies Bekatul ... 80

Lampiran 9. Data Hasil Pengamatan Organoleptik Terhadap Rasa ... 82

Lampiran 10. Data Hasil Pengamatan Organoleptik Terhadap Warna ... 84

Lampiran 11. Data Hasil Pengamatan Organoleptik Terhadap Kerenyahan 86

Lampiran 12. Analisa Finansial ... 88

Lampiran 13. Kebutuhan Bahan dan Biaya ... 88

Lampiran 14. Perhitungan Modal Perusahaan ... 95

Lampiran 15. Perkiraan Biaya Produksi Tiap Tahun ... 97

Lampiran 16. Perhitungan Keuntungan Produksi Cookies ... 98

Lampiran 17. Perhitungan Payback Period dan Break Event Point ... 99

Lampiran 18. Grafik Break Event Point Produksi Cookies ... 100

Lampiran 19. Laporan Rugi Laba Selama Umur Ekonomis Proyek ... 101

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang

dipanggang. Cookies dibuat dari adonan lunak yang berkadar lemak tinggi,

renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang

padat. Di Indonesia, cookies merupakan salah satu jenis makanan yang

banyak disukai oleh sebagian besar masyarakat, baik anak-anak maupun

orang dewasa (Manley, 1983).

Kue kering (cookies) merupakan biskuit yang berbahan dasar tepung

terigu. Tepung terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari biji

gandum. Keunggulan dari tepung terigu dibandingkan tepung yang lain yaitu

kemampuannya untuk membentuk gluten pada saat diberi air. Sifat elastis

gluten pada adonan menyebabkan kue tidak mudah rusak ketika dicetak.

Menurut Anonymous (2014), Indonesia saat ini menduduki peringkat kedua

importir gandum terbesar di dunia. Asosiasi Produsen Tepung Terigu

Indonesia (Aptindo) mencatat, impor tepung terigu Indonesia pada kuartal

I-2012 menjadi 121.778 ton.

Jika keadaan ini dibiarkan, ketergantungan pangan dari luar negeri

dapat meningkatkan pengeluaran devisa negara sehingga dikhawatirkan

beberapa industri makanan berbasis terigu mengalami ketergantungan

tepung terigu. Oleh karena itu perlu adanya upaya mengurangi

ketergantungan terhadap penggunaan tepung terigu yaitu dengan

mengalihkan penggunaan tepung terigu menjadi ke non tepung terigu. Untuk

mengatasi masalah tersebut maka sangat penting mencari bahan yang bisa

mengganti tepung terigu.

Salah satu cara untuk mengurangi kebutuhan tepung terigu pada

pembuatan cookies yaitu dengan menggantikan sebagian atau seluruh

tepung terigu pada pembuatan cookies yaitu dengan tepung lain misalnya

tepung bekatul dan tepung mocaf. Hal ini juga merupakan salah satu upaya

(16)

cookies. Penambahan bekatul menyebabkan cookies menjadi keras,

sehingga ditambahkan margarine untuk meningkatkan kerenyahan cookies.

Saat ini masih banyak masyarakat terutama golongan anak-anak

yang belum mengetahui dan mengenal bekatul. Apalagi masyarakat yang

tinggal didaerah perkotaan. Tetapi bagi masyarakat yang tinggal di

pedesaan mereka telah mengenal bekatul meskipun yang mereka tahu

adalah bekatul sebagai pakan ayam atau ternak.

Bekatul merupakan hasil samping pengolahan padi atau gabah yang

terbentuk dari lapisan luar beras pecah kulit dalam penyosohan untuk

menghasilkan beras putih atau beras kepala (Houtson, 1984). Gabah padi

terdiri dari 2 bagian yaitu endosperm atau butiran beras dan kulit padi

(sekam). Kulit padi memiliki dua lapisan, yaitu hull (lapisan luar) dan bran

(lapisan dalam). Penggilingan padi bertujuan memisahkan beras dengan

sekam yang kemudian dilakukan proses penyosohan dua kali. Penyosohan I

menghasilkan dedak dengan tekstur kasar karena masih mengandung

sekam dan penyosohan II menghasilkan bekatul (rice bran) yang bertekstur

halus dan tidak mengandung sekam. Penggilingan padi ini menghasilkan

beras sekitar 60 – 65% dan bekatul sekitar 8 – 12% (Rizqie, 2011). Bekatul

mengandung protein relatif tinggi yaitu 11,3 – 14,9%, kadar serat diet 7,0 –

11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1 – 12,9 mg/100 g) dan vitamin E (1,9 –

2,9 mg/100 g), asam lemak bebas 2,8 – 4,1 % dan mineral (Santosa dkk,

2007).

Menurut Ardiansyah (2004) dedak padi banyak mengandung

komponen tanaman bermanfaat yang biasa disebut sebagai fitokimia,

berbagai vitamin (seperti thiamin, nicin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor,

magnesium, potasium), asam amino, asam lemak esensial, vitamin E, asam

ferulat, oryzanol sehingga berpotensi menjadi bahan pangan yang bisa

mengurangi risiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan status kesehatan

tubuh. Bekatul juga merupakan bahan pangan yang bersifat hipoalergenik

dan merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) yang baik.

MOCAF (Modified Cassava Flour) yaitu produk olahan singkong yang

dimodifikasi. Mocaf dapat digunakan untuk menggantikan tepung terigu

seperti mie, bakery, cookies, cake dan lain sebagainya. Beberapa penelitian

(17)

3

cukup banyak dan harga singkong sebagai bahan baku relatif murah

dibandingkan harga gandum sebagai bahan baku tepung terigu. Kelebihan

dari tepung mocaf terletak pada efek fisiologis seperti mencegah kanker

kolon, mempunyai efek hipoglikemik, berperan sebgai probiotik, mengurangi

resiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik,

menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorbsi mineral. Namun

mocaf juga memiliki beberapa kekurangan yaitu kandungan proteinnya

sedikit dan tidak memiliki kandungan gluten seperti pada tepung terigu.

Kombinasi antara tepung bekatul dan tepung mocaf ini bertujuan

untuk memanfaatkan bekatul sebagai pangan fungsional dan mengurangi

ketergantungan terhadap konsumsi gandum sehingga dapat menurunkan

impor gandum. Penambahan tepung bekatul menyebabkan tekstur cookies

menjadi keras karena kandungan serat yang tinggi. Semakin banyak tepung

bekatul yang ditambahkan maka cookies yang dihasilkan akan semakin

berwarna coklat sehingga perlu dilakukan penambahan tepung mocaf untuk

memperbaiki kualitas warna sebab tepung mocaf memiliki warna yang lebih

terang daripada tepung bekatul. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu

dilakukan penelitian mengenai penggunaan bekatul dan tepung mocaf untuk

proporsi pada pembuatan cookies.

Pembentukan tekstur dapat dibantu dengan penambahan margarine

yang tepat. Margarine mempengaruhi pengerutan dan keempukan terhadap

produk yang dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan

pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan kue

kering. Margarine juga menambah cita rasa dan kesedapan dalam makanan,

yang mempengaruhi daya terima dari konsumen. (Desrosier, 1988).

Hasil penelitian Rifa dkk (2013) pembuatan cookies perlakuan terbaik

adalah substitusi bekatul beras hitam : tepung jagung (20 : 80), sedangkan

Hazzizah dkk (2013) cookies yang ditambahkan margarine dari tepung uwi :

pati jagung 60 : 40 dengan penambahan margarine 85% merupakan

perlakuan terbaik berdasarkan kualitas secara fisik dan kimia meliputi kadar

(18)

B. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh proporsi tepung bekatul : tepung mocaf dengan

penambahan margarine terhadap kualitas fisiko kimia dan organoleptik

cookies bekatul.

2. Menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara proporsi tepung bekatul

: tepung mocaf dengan penambahan margarine sehingga dihasilkan

cookies bekatul dengan kualitas baik dan disukai konsumen.

C. Manfaat

1. Memanfaatkan tepung bekatul dan tepung mocaf dalam pembuatan

cookies bekatul dengan penambahan margarine sebagai salah satu

penganekaragaman produk cookies.

2. Memberikan informasi pada masyarakat tentang metode pembuatan

cookies bekatul dengan proporsi tepung bekatul : tepung mocaf dengan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cookies

Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang

dipanggang. Cookies dapat dibuat dari adonan lunak yang berkadar lemak

tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur

kurang padat (Mudrik, 1995). Di Indonesia, cookies merupakan salah satu

jenis makanan yang disukai oleh sebagian besar masyarakat, baik

anak-anak maupun orang dewasa.

Cookies atau kue kering dapat digolongkan menjadi jenis adonan

(butter type) dan jenis busa (foam type). Cookies tergolong jenis adonan

misalnya kue kering manis, bahan baku untuk membuat kue kering terdiri

dari tepung, susu bubuk, telur dan kuning telur serta bahan pelembut seperti

gula, shortening atau margarine, bahan pengembang (soda kue dan baking

powder) dan kuning telur. Kerenyahan dan kelembutan kue kering (cookies)

ditentukan terutama oleh tepung terigu, gula dan lemak (Anonimous, 1990).

Pada pengolahan cookies, fungsi gluten dalam pembentukan tekstur

tidak mendominasi seperti halnya pada pengolahan produk bakery lainnya.

Oleh karena itu, penggunaan tepung non terigu yang lebih mendominasi

pada formulasi cookies dapat dilakukan dengan mengatur bahan formulasi

lainnya yaitu lemak yang memiliki peran terhadap pembentukan tekstur.

Cookies dengan penggunaan tepung non terigu yang mendominasi masuk

ke dalam klasifikasi biskuit jenis short dough (Manley, 1983).

Proses pembuatan cookies atau kue kering terdiri atas tahap

pembuatan adonan, pencetakan dan pembakaran (baking). Pada

pencampuran bahan terdiri dari gula, margarine, telur, susu skim dan garam

dikocok sampai membentuk krim, kemudian dicampur dengan tepung terigu

dan bahan pengembang. Pengocokan dilakukan sedemikian rupa sehingga

semua bahan tersebut tercampur dengan rata atau homogen (Anonimous,

1990).

Untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen, Departemen

(20)

Indonesia No. 01-2973-1992. Syarat mutu ini berlaku untuk semua jenis

cookies. Pada Tabel 1 menunjukkan mutu cookies yang terbuat dari tepung

terigu tanpa penggunaan bahan campuran.

Tabel 1. Standart mutu cookies berdasarkan SNI

Kriteria Nilai

sekam dihilangkan, yang dipisahkan dalam proses penyosohan beras pecah

kulit (Syarief dkk, 2000).

Bekatul adalah hasil samping penggilingan padi. Setelah beras

dipisahkan dari sekam (kulit luar gabah), kemudian dilakukan penyosohan.

Proses penyosohan dilakukan dua kali, penyosohan pertama menghasilkan

dedak (seratnya masih kasar), sedangkan penyosohan kedua menghasilkan

bekatul (rice brand) yang bertekstur halus. Namun seringkali di penggilingan

antara dedak dan bekatul tidak dipisahkan dan difungsikan hanya sebagai

pakan ternak. Untuk istilah dedak dan bekatul ini dibedakan oleh FAO (Food

Agriculture Organization). Dedak adalah hasil sampingan dari proses

penggilingan padi yang terdiri dari lapisan sebelah luar dan butiran padi,

termasuk sebagian kecil endosperm berpati (Anonumousc, 2008).

Damardjati dan Oka (1989) menyatakan bahwa dalam penggilingan

padi dihasilkan produk utama berupa beras sebesar 60 – 66%, hasil

samping berupa bekatul dapat diperoleh sebanyak 8 – 12% dan menir

sebesar 5 – 8%. Menurut Ardiansyah (2006), bekatul dapat diperoleh

sebanyak 10% dari hasil penggilingan padi yang terdiri dari lapisan elueron

(21)

7

Di perkirakan pada tahun 2006 produksi beras nasional mencapai

angka 54,75 juta ton, sehingga dari 54,75 juta ton produksi besar nasional

diperkirakan akan dihasilkan 5,5 ton bekatul (Ardiansyah, 2006). Artinya

bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi yang secara nasional

sangat banyak.

Dari segi gizi, kandungan gizi beras putih sebenarnya sudah sangat

sedikit, sebab kandungan utamanya adalah karbohidrat. Kandungan gizi

diluar karbohidrat seperti serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin, niasin

serta tokoferol dan aneka zat gizi lain justru ada di bekatul. Sayangnya

bekatul pada saat ini justru dikenal sebagai pakan ternak, sementara

manusia hanya mengonsumsi beras putih. Tak heran bila sekarang banyak

terserang aneka penyakit seperti konstipasi, kanker kolon, hipertensi,

hiperkolesterol, diabetes mellitus dan lain-lain karena zat sehat dalam menu

sehari-hari sangat kecil (Anonymousc, 2008).

Kandungan gizi dalam bekatul antara lain adalah protein yang relatif

tinggi yaitu 11,3 – 14,9% dengan kualitas protein yang baik (daya cerna 63,5

– 71,6%), kadar lemak berkisar 18,1 – 23,3%; serat diet 7,0 – 11,4% dan

kaya akan vitamin B1 (11,1 – 12,9 mg/100 gram) dan vitamin E (1,9 – 2,9

mg/100 gram); asam lemak bebas 2,8 – 4,1% dan mineral. Bekatul yang

kaya akan sumber vitamin B, minyak, protein yang bermutu baik dan mineral

(Anonymousc, 2008).

Bekatul juga mengandung zat anti gizi dan enzim yang sangat

merugikan. Zat anti gizi dapat menghambat metabolisme tubuh, sedangkan

keberadaan enzim menyebabkan ketengikan bekatul. Zat anti gizi didala

bekatul meliputi fitin, tripsin, inhibitor, dan hemaglutini. Zat anti gizi tersebut

mempunyai aktifitas yang rendah dan dapat diinaktifkan melalui pemanasan

(Juliano, 1985).

Selama ini bekatul padi sebagai hasil samping penggilingann padi

bersifat limbah dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak dengan nilai

ekonomi rendah. Dengan pertimbangan ketersediaan yang cukup serta nilai

gizi bekatul yang tinggi, maka bekatul dapat digunakan sebagai bahan baku

industri makanan maupun industri farmasi (Ardiansyah, 2004). Komposisi

(22)

Tabel 2. Komposisi Gizi Bekatul

Karbohidrat merupakan komponen utama pada bekatul (dedak), yaitu

sekitar 40 – 49% dalam bentuk pati, gula reduksi sekitar 0,5 – 1% dan

pentosa sekitar 7,7 – 10,3% (Hariyadi, 1992). Selain itu, bekatul juga

mengandung protein, lemak, vitamin B2, dan niasin (Astawan, 2004). Bekatul

mengandung protein yang tinggi dari bagian mana saja pada biji beras.

Protein pada bekatul ini sangat potensial sebagai pengganti untuk olahan

pangan dari beras yang mengandung protein tinggi dan sedikit serat

(Hariyadi, 1992).

Saat ini penggunaan bekatul sebagai suplemen telah banyak

dilakukan, misalnya pada pengolahan biskuit, kue dan lain-lain.

Pemanfaatan bekatul yang telah diawetkan sebagai makanan kue kering

(cookies), dengan perbandingan (persentase) tepung jagung : tepung

bekatul dari 80% : 20% sampai dengan 20% : 80%. Subtitusi bekatul 20%

pada tepung jagung dilaporkan memberi hasil yang optimal terhadap

penerimaan cookies. Konsumen (panelis) lebih menyukai cookies yang

mengandung 20% bekatul daripada cookies yang mengandung lebih

banyak bekatul (Rifa dkk, 2012).

Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku, bekatul harus disangrai

terlebih dahulu. Penyangraian dilakukan dalam waktu 3 – 7 menit pada suhu

kurang lebih 70 – 90 oC. Penyangraian ini bertujuan untuk menginaktifkan

enzim yang terdapat pada bekatul segar. Selain itu dalam proses

(23)

9

memperbaiki flavour, menutupi bau dan rasa yang khas dari bekatul (Rifa

dkk, 2012). Proses pembuatan tepung bekatul seperti terlihat pada Gambar

1.

Gambar 1. Proses pembutan tepung bekatul (Rifa, 2012)

C. Tepung MOCAF

Modified Cassava Flour (MOCAF) merupakan produk turunan dari

tepung ubi kayu yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara

fermentasi dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama

fermentasi tepung ubi kayu ini (Subagio, 2006). Secara teknis, cara

pengolahan mocaf sangat sederhana, mirip dengan pengolahan tepung ubi

kayu biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Ubi kayu dibuang

kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci bersih, kemudian dilakukan pengecilan

ukuran ubi kayu dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12-72 jam.

Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan kemudian ditepungkan

sehingga dihasilkan produk tepung ubi kayu termodifikasi (Subagio, 2006).

Mikroba yang tumbuh pada ubi kayu akan menghasilkan enzim

pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu

sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Mikroba

Lactobacillus debrueckii dan Lactobacillus plantarum menghasilkan

enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya

(24)

granula pati ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang

dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi,

dan kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami

hidrolisis menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk

menghasilkan asam-asam organik. Senyawa asam ini akan bercampur

dengan tepung sehingga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan

aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa

singkong yang cenderung tidak disukai konsumen, cita rasa mocaf menjadi

netral dengan menutupi cita rasa ubi kayu sampai 70% (Subagio, 2006).

Selama proses fermentasi terjadi penghilangan komponen penimbul

warna, seperti pigmen (khususnya pada ubi kayu kuning) dan protein yang

dapat menyebabkan warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah

warna mocaf yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna

tepung ubi kayu biasa dan juga berbau netral (tidak berbau apek khas).

Selain itu proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik

dan kualitas hampir menyerupai tepung dari terigu, sehingga produk mocaf

sangat cocok untuk menggantikan bahan terigu untuk kebutuhan industri

makanan (Subagio, 2006). Kata mocaf adalah singkatan dari Modified

Casava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. Secara

definitife, mocaf adalah produk tepung dari singkong (Manihot Esculenta

Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong

secara fermentatif (Trubus, 2009).

Pengolahan singkong menjadi mocaf mempunyai keunggulan

kompetitif dibandingkan tepung tapioka yaitu rendemennya lebih tinggi,

karena dalam pembuatannya tidak dipisahkan ampasnya. Tepung mocaf

juga mempunyai kadar protein dan kadar serat lebih rendah dari tepung

singkong, tapi mempunyai kadar pati lebih tinggi dan juga mempunyai drajat

keputihan yang lebih tinggi dari tepung singkong (Anonymousd, 2009).

Pada proses produksi tepung mocaf, asam memodifikasi sel ubi kayu

secara fermentasi. Mikroba Lactobacillus debrueckii dan Lactobacillus

plantarum yang tumbuh dapat menghancurkan dinding sel singkong

sedemikian rupa sehingga terjadi pelepasan granula pati. Asam yang

dihasilkan oleh kedua bakteri tersebut juga menyebabkan pati pada

(25)

11

semakin tinggi pula kadar amilosa pada tepung mocaf, sehingga

meningkatkan kemampuan gelasi (Anonymousd, 2009). Pati hasil modifikasi

secara kimia atau pati hasil repolemerisasi seperti halnya terbentuk ikatan

silang (crosslinking) pada rantai polimer (Croghan, 2001).

Hasil uji coba menunjukkan bahwa mocaf dapat digunakan sebagai

bahan baku, baik substitusi maupun seluruhnya, dari berbagai jenis produk

bakery seperti kue kering (cookies, nastar, dan kastengel dll), kue basah

(cake, kue lapis, brownies, spongy), dan roti tawar ( Subagio, 2006).

Proses pembuatan tepung mocaf seperti pada Gambar 2.

(26)

Adapun komposisi yang terkandung dalam tepung mocaf dapat dilihat

dalam tabel berikut:

Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Mocaf

Komponen Tepung Mocaf

Kadar air (%)

Margarine merupakan mentega sintetis, terbuat dari lemak nabati.

Margarine dapat digunakan dalam jumlah yang sama dengan mentega

sepanjang kadar airnya diperhatikan. Margarine ada yang asin, ada pula

yang tawar. Jumlah garam harus dikurangi jika menggunakan margarine

atau mentega yang mengandung garam (asin). Margarine digunakan

sebagai pengganti mentega (butter) karena memiliki komposisi hampir sama

dengan mentega (Anonymousf, 2011).

Margarine cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan

cookies karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Margarine adalah

bahan yang paling penting diantara bahan baku yang lain dalam industri

cookies/biskuit. Dibandingkan dengan terigu dan gula, harga margarine yang

paling mahal. Oleh karena itu, penggunaannya harus benar-benar

diperhatikan untuk memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang

terjangkau. Margarine digunakan baik pada adonan, disemprotkan

dipermukaan biskuit/ cookies, sebagai isi krim dan coating pada produk

biskuit cokelat. Tentu saja untuk setiap fungsi yang berbeda dipergunakan

(27)

13

Berdasarkan penggunaannya, margarine dapat dikelompokkan

menjadi 2 kelompok yaitu margarine table dan margarine bakery. Sifat

kemampuan margarine untuk dapat dioleskan dengan mudah pada suhu

refrigerator sangat diinginkan pada margarine table, sehingga industri-

industri di Amerika Serikat telah mengembangkan produk-pruduk soft stick

dan whipped. Selain itu kesadaran nutrisi konsumen yang menghendaki

margarine dengan kandungan lemak jenuh yang rendah dan lebih tinggi

kandungan lemak tidak jenuh. Margarine bakery biasanya khusus untuk

penggunaan bakery, juga dalam industri biskuit, pound cakes, dan pastry.

Margarine adalah produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi

padat yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan atau tanpa

penambahan bahan lain yang diizinkan. Margarine dimaksudkan sebagai

pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa dan nilai gizi yang

hampir sama dengan mentega. Margarine merupakan emulsi dengan tipe

emulsi water in oil (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak

(Anonymousc, 2008).

Dalam bidang pangan penggunaan margarine telah dikenal secara

luas terutama dalam pemanggangan roti (baking) dan pembuatan kue kering

(cookies) yang bertujuan memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa

pangan. Margarine juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti

yang bersifat plastis dan akan segera mencair di dalam mulut (Winarno,

1991 dan Faridah dkk, 2008).

Penambahan margarine 10 – 25% dari berat tepung dapat

memperbaiki volume produk, menurunkan kekerasan, memberikan dinding

lebih tipis, menghasilkan tekstur lembut dan mempermudah sifat

pemotongan (Kent, 1983). Margarine mempengaruhi keempukan produk

yang dipanggang dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan

pengembangan protein yangterlebih selama pembuatan adonan (Desroiser,

1988).

Margarine berperan dalam pembuatan tekstur biskuit yang dihasilkan.

Pemakaian margarine yang berlebihan akan mengakibatkan kenampakan

biskuit menjadi berminyak dan mudah mengalami ketengikan bila

penyimpanan dan pengepakan yang dilakukan tidak baik (Matz, 1986).

(28)

• Memberikan rasa gurih pada produk akhir

• Memperbaiki kualitas bahan pada produk

• Meningkatkan cita rasa

• Memperbaiki tekstur

• Memberikan peningkatan kerenyahan pada produk

Margarine memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang

seperti biskuit, kue kering dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah.

Lemak akan memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga

dihasilkan cookies yang renyah (Gaman, 1992). Lemak dapat memperbaiki

struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan tekstur dan aroma.

Kerenyahan dipengaruhi gula dan soda kue.

Tabel 4. Komposisi margarine dalam 100 gr

Komposisi Jumlah

E. Bahan Tambahan dalam Pembuatan Cookies

1. Gula

Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam

pembuatan cookies. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya

berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan cookies. Fungsi gula

dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis,

juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan warna pada

permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya kadar

gula di dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi

semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus

sesingkat mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih

terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna

(29)

15

Kristal gula berbentuk butiran melakukan aksi pemotongan rantai

protein tepung ketika adonan biskuit dibentuk, sehingga membantu

proses pengempukan (Desrosier, 1988).

Winarno (1995), menyebutkan bahwa gula dalam pembuatan roti

digunakan untuk memberi rasa manis dan memperbaiki tekstur. Jumlah

gula yang tinggi membuat roti dan biskuit mempunyai kerenyahan yang

lebih baik. Selain itu biskuit dengan kandungan gula yang lebih tinggi

akan mempunyai penyebaran molekul yang lebih baik dibandingkan

dengan produk yang mengandung gula rendah (Anynomousb, 1983).

Jenis gula lain yang dapat digunakan untuk memberikan

karakteristik flavour yang berbeda, antara lain: madu, brown sugar,

molase, malt dan sirup jagung. Cookies sebaiknya menggunakan gula

halus atau tepung gula. Jenis gula ini akan menghasilkan kue

berpori-pori kecil dan halus. Didalam pembuatan adonan cookies, gula berfungsi

sebagai pemberi rasa, dan berperan dalam menentukan penyebaran

dan struktur rekahan kue. Untuk cookies, sebaiknya menggunakan gula

halus karena mudah di campur dengan bahan-bahan lain dan

menghasilkan tekstur kue dengan pori-pori kecil dan halus. Sebaliknya

tekstur poripori yang besar dan kasar akan terbentuk jika menggunakan

gula pasir. Gunakan gula sesuai ketentuan resep, pemakaian gula yang

berlebih menjadikan kue cepat menjadi browning akibat dari reaksi

karamelisasi. Dampak yang lain kue akan melebar sewaktu di panggang

(Anonymousf

, 2011).

Industri cookies biasanya menggunakan gula cair. Keuntungan

dari gula cair adalah bisa ditimbang lebih akurat dan lebih efisien karena

tahap awal dari proses produksi, yaitu pelarutan gula sudah dilakukan

sebelum proses pembuatan adonan dimulai. Gula cair biasanya terdiri

dari 67% padatan dan mengandung kurang dari 5% gula invert untuk

menghindari kristalisasi. Gula cair ini disimpan pada suhu ruang dan

karena konsentrasinya yang cukup tinggi, timbulnya jamur juga dapat

(30)

2. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat

bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan cookies. Sebenarnya

jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor,

terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang

lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam

akan memperkuat protein. Faktor lain yang menentukan adalah

formulasi yang dipakai. Formula yang lebih lengkap akan membutuhkan

garam yang lebih banyak (Wiwi, 2007).

Pada umumnya sebagian besar formulasi cookies menggunakan

garam sekitar 1% terutama ditujukan untuk efek rasa. Garam bersifat

mengikat adonan sehingga kelekatan adonan berkurang dan dapat

dicetak (Sultan, 1983). Selain itu garam sebagai bahan makanan

tambahan juga berfungsi sebagai pengawet.

Garam yang umum dipakai dalam susunan makanan sehari-hari

atau dalam pengolahan makanan ringan adalah garam dapur dengan

nama Natrium Klorida (Winarno, 1995).

3. Kuning Telur

Menurut Sultan (1983), biskuit biasanya dibuat tanpa

menggunakan telur, tetapi bila dipakai akan meningkatkan nila gizi,

volume dan kelembutan. Buckle, et al (1987) menyatakan bahwa telur

bersifat sebagai agen pengemulsi, sehingga mempertinggi retensi gluten

dalan menahan gas.

Telur meliputi dua bagian yaitu kuning telur dan putih telur. Bila

telur digunakan dalam jumlah jumlah besar maka akan diperoleh

cookies yang lebih mengembang. Penggunaan kuning telur saja akan

memberikan cookies yang lebih empuk dibandingkan pemakaian

seluruh telur, karena lesitin yang terkandung dalam kuning telur dapat

bertindak sebagai emulsiffier. Selain itu penggunaan telur juga dapat

menambah kelezatan dan nilai nutrisi dari produk cookies tersebut

(Sultan, 1990).

Menurut Desrosier (1988) beberapa jenis telur digunakan

(31)

17

64% albumin sebagai pengeras dan 36% kuning telur sebagai

pengempuk.

Kuning telur adalah lemak yang bersifat sebagai emulsifier

yang kuat paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lesitin yang

terdapat dalam bentuk yang kompleks sebagai lipoprotein sebesar 21%

(Winarno, 1997).

Kuning telur mengandung sejumlah besar lipid dan sebagian

dari lipid itu terdapat dalam bentuk terikat sebagai lipoprotein (de Man,

1971). Kuning telur pada pembuatan cookies berfungsi sebagai

pengempuk, karena adanya emulsifier yang mempunyai peran dapat

menghasilkan cookies yang empuk dan renyah, dan memperbaiki

tekstur (Manley, 1981).

Kuning telur terdiri atas lemak dan protein, sebagian besar

protein kuning telur adalah lesitin merupakan emulsifier yang memiliki

kemampuan untuk berikatan dengan air maupun lemak karena terdapat

ikatan hidrofil dan hidrofob (Winarno, 1997).

Kuning telur mengandung 30% lemak sehingga dapat

menambah rasa lemak dari produk dan juga membantu meningkatkan

cita rasa, warna dan menambah nilai gizi produk meskipun kuning telur

biasanya tidak digunakan sebagai penghasil busa (Smith, 1978).

Komposisi telur dalam % terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi gizi telur dalam %

S

Sumber: Sultan (1983)

4. Susu Skim

Skim merupakan bagian susu yang tertinggal setelah krim

diambil sebagian atau seluruhnya melalui proses pemisahan dengan

alat sentrifungal berdasarkan perbedaan berat jenis krim dan skim dari

susu. Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit lemak,

(32)

dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D dan E) terdapat dalam

jumlah rendah (Buckle dkk, 1987).

Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat

dan sering digunakan dalam pembuatan cookies. Skim bagian susu

yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36,4%, susu skim

berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tekstur dan warna

permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan

disakarida pereduksi, yang jika berkombinasi dengan protein melalui

reaksi Maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna

coklat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Farida

dkk, 2008). Komposisi kimia susu skim dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Gizi Susu Skim

Komponen Kandungan (%)

Sumber : Webb and Whittier (1970) dalam Resmanto (2006).

5. Air

Air berfungsi mendistribusikan komponen / bahan dasar dari

adonan sehingga dapat terbentuk suatu adonan yang homogen. Bila air

yang digunakan terlampau sedikit akan menyebabkan adonan kaku,

sedangkan bila terlampau banyak akan menyebabkan adonan lembek

sehingga tidak dapat dibentuk atau dicetak (Pomeranz, 1985).

F. Pembuatan Cookies

Proses pembuatan biskuit meliputi tahapan dari persiapan bahan,

pembuatan atau pencampuran adonan (mixing), pencetakan adonan

(forming) dan pemanggangan (baking).

1. Persiapan bahan

Pada proses ini bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang

(33)

19

2. Pembuatan atau pencampuran adonan (mixing)

Tahap pembuatan atau pencampuran (mixing) adonan biskuit

dilakukan dengan cara membuat krim terlebih dahulu antara kuning

telur, gula, lemak dan garam. Selanjutnya baru dilakukan pencampuran

krim dengan tepung dan bahan lainnya hanya untuk mendistribusikan

bahan hingga merata, tetapi juga untuk pembentukan gluten dan protein

terigu dan air (Subarna, 1992). Pengadukan dengan menggunakan alat

pengaduk elektrik seperti mixer akan mempermudah dan mempercepat

proses pengadukan.

Tujuan utama proses pencampuran yaitu mendapatkan adonan

yang homogen proses ini akan mempengaruhi keragaman rasa, tekstur

dan juga warna kue. Untuk mendapatkan adonan yang tercampur

dengan sempurna, bahan-bahan yang berbentuk cairan harus

dicampurkan terlebih dahulu. Setelah bahan-bahan berbentuk cair

teraduk sempurna kemudian tepung dimasukkan ke dalam adonan

secara perlahan-lahan (Suryani dkk, 2006).

3. Pencetakan adonan (Forming)

Tahap selanjutnya adalah tahap pembentukan atau tahap

pencetakan adonan yang telah diperoleh. Pembentukan atau

pencetakan adonan ini dilakukan dengan cara membuat adonan

menjadi lempengan dan menekan cetakan biskuit diatasnya.

Menurut Subarna (1992), dalam pencetakan, adonan ditekan

dengan sepasang rol kemudian dipotong atau dibentuk. Pada jenis

adonan yang lebih keras dilakukan sheeting sehingga adonan menjadi

lembaran halus dan kontinyu sebelum dicetak. Untuk adonan yang

lunak, pencetakan langsung pada rol tersebut merupakan cetakannya.

Proses pencetakan bertujuan untuk memberikan bentuk adonan

sesuai dengan keingingan. Pembentukkan adonan harus selalu

diperhatikan untuk memperoleh adonan yang kalis. Adonan yang terlalu

encer atau kering akan menyulitkan proses pencetakan yang

menyebabkan bentuk kue menjadi tidak sempurna. Alat pencetak juga

harus selalu dipelihara kebersihannya dari sisa adonan yang dapat

(34)

4. Pemanggangan (Baking)

Menurut Desrossier (1988) pemanggangan merupakan hal yang

penting dari seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang

berkualitas. Pada saat pemanggangan beberapa proses terjadi dalam

produk. Proses yang terjadi digambarkan sebagai berikut: beberapa

saat setelah adonan bertemu dengan udara panas dari ruang

pemanggangan, selama itu terjadi pengembangan volume adonan.

Pengembangan produk terjadi akibat pengaruh yang berurutan pada

awal pemanggangan, pengembangan volume merupakan pengaruh fisis

yang murni karena panas dari gas CO2 yang terjebak sehingga

menaikkan tekanan, kebanyakan gas CO2 yang ada terjebak dalam film

gluten yang elastis. Pengaruh pemanasan yang lain CO2 yang larut

dibebaskan oleh kenaikan suhu sampai kurang 49 oC. Pada kenaikan

suhu sampai 55 oC, granula pati bertambah ukurannya. Adanya panas

terjadi pelepasan air dari gluten dan memindahkan dalam sistem pati,

suhu gelatinisasi terjadi mendekati suhu 77 oC, yaitu awal pecahnya

granula pati.

Pemanggangan cookies pada umumnya menggunakan oven

dengan suhu berkisar 150 OC – 180 OC selama 15 menit. Untuk

mendapatkan hasil pemanggangan yang sempurna, sebaiknya suhu

oven dapat dinaikkan secara bertahap. Komposisi bahan dan ukuran

cookies juga harus diperhatikan dalam menentukan suhu dan lama

pemanggangan dalam oven (Suryani dkk, 2006).

Suhu dan lama waktu pemangggangan mempengaruhi kadar air

pada cookies. Pada oven sebaiknya tidak terlalu panas ketika cookies

dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat

menghambat pemanggangan dan permukaan cookies yang dihasilkan

menjadi retak-retak (Lasmini, 2002). Berikut adalah diagram alir

(35)

21

Gambar 3. Diagram alir pembuatan cookies (Manley, 1983)

G. Mutu Cookies

Mutu cookies selain ditentukan oleh nilai gizinya ternyata juga

ditentukan oleh citarasa, warna, bau dan kerenyahan cookies tersebut. Matz

(1992), menyatakan bahwa yang paling menentukan adalah kerenyahannya.

1. Sifat fisik

Kremer dan Twig (1990) menyatakan bahwa kenampakan

didefinisikan sebagai alat visual bahan makanan warna, bentuk, rasa

dan ukuran kesesuaian. Penilaian seseorang terhadap bahan makanan

yang pertama ditentukan dari kenampakan, tetapi setelah makanan di

kunyah, flavour menjadi lebih penting dari sifat yang lainnya.

2. Cita rasa (flavour)

Menurut Deman (1976), flavour didefinisikan sebagai

rangsangan yang timbul oleh bahan yang dimakan terutama yang

dirasakan oleh indera pengecap, pembau dan juga rangsangan lain

seperti rasa pahit, rasa dingin dan penerima derajat panas di mulut.

Atribut mutu yang termasuk dalam golongan flavour sebagian

(36)

pembau, walaupun indera perasa atau peraba terhadap panas dan

dingin juga termasuk didalamnya (Kremer dan Twig, 1990).

Konsumen tidak hanya mendapatkan kesenangan tetapi juga

keamanan dan kepuasan dari flavour pada makanan yang dikonsumsi.

Pada produk yang telah ada maupun pengembangan produk baru

flavour merupakan hal yang penting.

3. Kerenyahan

Matz (1992) menyatakan bahwa komposisi produk tertentu

terutama kadar air sangat menentukan sifat kerenyahan produk,

semakin rendah kadar air maka produk tersebut semakin renyah.

Tekstur biskuit yang dikatakan renyah biasanya mempunyai kadar air

5%. Pada kadar air yang terlalu tinggi menyebabkan tekstur menjadi

tidak renyah.

H. Analisis Keputusan

Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih

tindakan yang terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Pengambilan

keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang

diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik

(Siagian, 1987).

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis

dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan pengambilan keputusan,

tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan

(Mangkusubroto dan Listiani, 1983).

Analisis keputusan adalah dasar untuk memilih alternative terbaik

yang dilakukan membandingkan antara aspek kualitas, kuantitas dan aspek

finanscial dari produk cookies bekatul dengan perlakuan penambahan

(37)

23

I. Analisis Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut

lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono,

1984).

Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti

suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti

dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat

berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).

Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk

menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya

laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk

dan volume penjualan (Muljadi, 1986).

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak

tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa

kriteria yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya

adalah :

1. Break Event Point (BEP)

2. Net Present Value (NPV)

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

4. Payback Period

5. Internal Rate of Return (IRR)

1. Penentuan Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)

Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau

taksiran yang didasarkan atau anggapan-anggapan yang tidak terlalu bisa

dipenuhi. Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Salah satu penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah

kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya

mempengaruhi besarnya keuntungan.

Suatu analisis yang menunjukkan hubungan atara keuntungan,

volume produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point

(BEP). BEP adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang

(38)

nilai atau hasil penjualan atau laba. Jadi pada keadaan tertentu tersebut

perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami

kerugian.

Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus

ditingkatkan dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut.

Penerimaan dari penjualan dapat ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu

menaikkan harga jual perunit, menaikkan volume penjualan, dan menaikkan

harga jualnya.

Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam

penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai

penjualan, biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan

volume produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan

persamaan sebagai berikut :

VC= Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut:

a. Biaya Titik Impas

BEP =

(

biaya tidak tetap/pendapatan

)

1

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan

untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai

berikut:

(39)

25

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan

sekarang dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai

NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan,

jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka

proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto,

1994). Rumus NPV adalah:

Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek

pada tahun t

Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada

tahun t

t = 1, 2, 3,………n

n = Umur ekonomi dari pada proyek.

i = Sosial discount rate

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya

kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value) (Susanto dan

Saneto, 1994).

Nilai B/C Ratio =

Produksi Biaya

Pendapatan

4. Payback Period (Susanto dan Saneto,1994)

Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk

pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat

berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback

period tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus

penentuannya adalah sebagai berikut: PP =

(40)

Keterangan: I = Jumlah modal

Ab = Penerimaan bersih perbulan

5. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang

menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang

dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang

dikerjakan. Criteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih

apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku, sedangkan

bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut

dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.

IRR = 1 +

NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai

NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai; i = Tingkat bunga

J. Landasan Teori

Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang

dipanggang. Cookies dibuat dari adonan lunak berkadar lemak tinggi, renyah

dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Di

Indonesia, cookies merupakan salah satu jenis makanan yang banyak

disukai oleh sebagian besar masyarakat, baik anak-anak maupun orang

dewasa (Manley, 1983).

Kualitas cookies pada umumnya ditentukan dari tekstur, bentuk,

ketebalan, kadar air, struktur (berpori besar/kecil) dan juga warnanya

(Faridah dkk, 2008).

Faktor penentu keempukan cookies adalah protein, sedangkan

bekatul pangan adalah karbohidrat, sehingga penambahan bekatul pangan

sangat mempengaruhi kerenyahan produk yang dihasilkan ( Natalingsih,

2012)

Tepung mocaf juga mempunyai kadar protein dan kadar serat lebih

rendah dari tepung singkong, tapi mempunyai kadar pati lebih tinggi dan juga

(41)

27

produksi tepung mocaf menyebabkan pati pada singkong menjadi

termodifikasi, bertambahnya pati modifikasi menyebabkan semakin tinggi

pula kadar amilosa pada tepung mocaf, sehingga meningkatkan kemampuan

gelasi (Anonymousd, 2009).

Karbohidrat (pati) adalah salah satu komponen penting dalam

menentukan besarnya nilai daya serap air. Pati merupakan senyawa yang

bersifat hidrofilik. Granula pati memiliki kemampuan menyerap air yang

sangat besar karena jumlah gugus hidroksil pati yang sangat besar, oleh

karena itu semakin tinggi pati maka kadar airnya semakin besar (Winarno,

2002).

Kandungan gizi dalam bekatul antara lain adalah protein yang relatif

tinggi yaitu 11,3 – 14,9% dengan kualitas protein yang baik (daya cerna 63,5

– 71,6%), kadar lemak berkisar 18,1 – 23,3%; serat diet 7,0 – 11,4% dan

kaya akan vitamin B1 (11,1 – 12,9 mg/100 gram) dan vitamin E (1,9 – 2,9

mg/100 gram); asam lemak bebas 2,8 – 4,1% dan mineral. Bekatul yang

kaya akan sumber vitamin B, minyak, protein yang bermutu baik dan mineral

(Anonymousc

, 2008).

Serat kasar mempunyai struktur komplek yang mengakibatkan

cookies bekatul lebih sulit untuk dipatahkan, karena adanya serat dapat

mengikat air sehingga semakin tinggi serat yang terkandung maka cookies

yang dihasilkan semakin keras (Winarno, 1980).

Margarine yang digunakan pada pembuatan biskuit ini mempunyai

peran dalam pembentukan struktur kerenyahan dari biskuit dan

meningkatkan cita rasa (Winarno, 1989).

Margarine memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang

seperti biskuit, kue kering dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah.

Lemak akan memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga

dihasilkan cookies yang renyah (Gaman, 1992).

Margarine merupakan produk emulsi dengan tipe w/o (water in oil),

artinya fase air yang berada dalam fase lemak. Penguapan air yang terjadi

selama pemanggangan rendah karena daya emulsi margarin. Lemak

teradsorpsi pada permukaan partikel pati yang membentuk lapisan tipis.

(42)

Karena kepolaran lemak dan air berbeda sehingga tidak bisa menyatu (Matz,

1992)

Hasil penelitian Hazzizah dkk (2013), sebelumnya menyatakan

bahwa cookies yang ditambahkan margarine dari tepung uwi : pati jagung 60

: 40 dengan penambahan margarine 85% merupakan perlakuan terbaik

dengan kadar air 2,54%, kadar lemak 38,85%, protein 3,25%, dan serat

kasar 3,23%.

Hasil penelitian Rifa dkk (2012), menyatakan bahwa perbandingan

(persentase) tepung bekatul : tepung jagung dari 80% : 20% sampai dengan

20% : 80%. Substitusi tepung bekatul 20% pada tepung jagung dilaporkan

memberi hasil yang optimal terhadap penerimaan cookies.

Hasil penelitian Mamentu, dkk (2013), menyatakan bahwa biskuit

balita terpilih adalah biskuit balita dengan perlakuan (65% tepung mocaf :

35% bubur wortel) dengan komposisi kimia yaitu kadar air 5,26%, kadar abu

2,60%, kadar lemak 25,65%, kadar protein 8,83%, dan serat kasar 0,18%.

Pemanfaatan bekatul yang telah diawetkan sebagai makanan kue

kering (cookies), dengan perbandingan (persentase) tepung jagung : tepung

bekatul dari 80% : 20% sampai dengan 20% : 80%. Subtitusi bekatul 20%

pada tepung jagung dilaporkan memberi hasil yang optimal terhadap

penerimaan cookies. Konsumen (panelis) lebih menyukai cookies yang

mengandung 20% bekatul daripada cookies yang mengandung lebih

banyak bekatul (Rifa dkk, 2012).

K. Hipotesa

Diduga bahwa perlakuan proporsi tepung bekatul : tepung mocaf

dengan penambahan margarine berpengaruh nyata terhadap warna, rasa,

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Pangan,

Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Uji Inderawi

Jurusan Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur dan Laboratorium

Nutrisi Dan Makanan Ternak Universitas Brawijaya , mulai bulan April

sampai dengan bulan Mei 2014.

B. Bahan yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian pembuatan cookies

bekatul adalah bekatul dan mocaf. Bahan penunjang yang dibutuhkan

adalah gula, margarine, kuning telur, garam dan susu skim.

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisa seperti: aquades,

larutan ether, alkohol 10%, HCl 25%, NaOH 45%, NaOH 1 N, H2SO4 pekat,

K2SO4 10% dan alkohol 95%.

C. Alat Penelitian

1. Alat untuk pembuatan cookies

Alat yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah timbangan

analitik, baskon, pisau stainless, blender, mixer, loyang, rolling pan,

setakan, kompor gas, ayakan 80 mesh, dan oven.

2. Alat untuk analisa

Alat-alat yang digunakan untuk analisa pembuatan cookies

bekatul adalah cawan aluminium, botol timbang, oven, desikator,

timbangan analitik, pipet, erlenmeyer, kertas saring, pendingin balik,

penangas air, ayakan 80 mesh, soxhlet, spatula, beaker glass, gelas

(44)

D. Metode Penelitian

Rancangan percobaaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri

dari 2 faktor, masing –masing terdiri dari 3 level dengan 2 kali ulangan.

Untuk mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan uji lanjut

(BNJ)

Faktor –faktor yang digunakan dalam percobaan ini adalah proporsi

tepung bekatul : tepung mocaf (A) dan penambahan margarine (B).

Faktor 1 : Proporsi tepung bekatul : tepung mocaf terdiri dari 3

level, yaitu :

• A1 = 20 % : 80 % • A2 = 40 % : 60 % • A3 = 60 % : 40 %

Faktor 2 : Penambahan margarine, terdiri dari 3 level, yaitu :

• B1 = 75 % • B2 = 85 % • B3 = 95 %

Variabel tetap :

1. Tepung bekatul : tepung mocaf (100 gr)

2. Berat gula 40 gr

3. Berat kuning telur 20 gr

4. Berat garam 1 gr

5. Berat susu skim 2 gr

6. Suhu pemanggangan 180 oC selama 15 menit

Kombinasi dari kedua faktor diatas menghasilkan sembilan kombinasi

(45)

31

Menurut Gasperz (1991), model matematika untuk percobaan

faktorial yang terdiri dari dua faktor (faktor A dan B) dengan menggunakan

rancangan dasar RAL, adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + α i + βj + ( αβ ) ij + εijk

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang

memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-j

dari faktor B).

μ = Nilai tengah populasi (rata – rata yang sesungguhnya).

α i = Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A.

βj = Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B.

(46)

εijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang

memperoleh kombinasi perlakuan ij.

Hasil analisis diolah dengan Analisis Varian atau Analisi Ragam dan

untuk mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan Uji

Tukey.

E. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati meliputi:

1. Tepung bekatul:

a. Kadar air, cara pemanasan (AOAC, 1984)

b. Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997)

c. Kadar protein, cara Kjeldahl (Sudarmadji, 1997)

d. Kadar lemak dengan soxhlet (Sudarmadji, 1997)

2. Cookies bekatul:

a. Kadar air, cara pemanasan (AOAC, 1984)

b. Kadar protein, cara Kjeldahl (Sudarmadji, 1997)

e. Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997)

c. Kadar lemak dengan soxhlet (Sudarmadji, 1997)

d. Rendemen (Rahayu, 2001)

e. Daya patah (Burne, 1976)

(47)

33

F. Prosedur / cara penelitian

1. Pembuatan tepung bekatul

a. Proses penggilingan

Proses penggilingan bekatul ini bertujuan untuk memperkecil

ukuran bahan agar lolos dalam 80 mesh.

b. Penyangraian

Penyangraian dilakukan dalam waktu 3 – 7 menit pada suhu

kurang lebih 70 – 90 oC. Penyaringan ini bertujuan untuk menginaktifkan

enzim yang terdapat pada bekatul segar. Selain itu proses penyangraian

bekatul ini dilakukan penambahan daun pandan untuk memperbaiki

flavor dan untuk menutupi bau khas dari bekatul.

c. Pengayakan

Pengayakan dilakukan menggunakan mesh 80, agar bekatul

yang didapat sesuai dengan keinginan dan tidak terlalu kasar.

2. Pembuatan cookies bekatul

Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies bekatul yaitu tepung

mocaf, tepung bekatul, gula, margarine, telur, susu skim, dan garam

ditimbang berdasarkan resep.

a. Pencampuran I

Pada proses pertama adalah dengan mencampurkan bahan

margarine (75%, 85%, dan 95%), gula, telur, susu skim, garam

menggunakan mixer dengan kecepatan putaran tinggi selama 7 menit.

b. Pencampuran II

Setelah bahan-bahan tercampur rata kemudian bekatul, tepung

mocaf dengan perbandingan tepung bekatul : tepung mocaf (20% :

80%), (40%:60%), (60%:40%) dicampur menjadi satu menggunakan

mixer dengan kecepatan rendah selama 3 – 5 menit.

c. Pencetakan

Setelah pencampuran kemudian adonan dicetak dengan

ketebalan 5 mm, kemudian diletakkan dalam loyang yang telah

(48)

d. Pengovenan

Cetakan cookies yang sudah jadi kemudian dioven dalam oven

listrik dengan suhu 180 oC selama 15 menit.

Adapun diagram alir proses pembuatan cookies bekatul dapat dilihat

pada Gambar 4, dan Gambar 5:

(49)

35

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari bahan baku dan

analisa cookies bekatul yang terdiri dari analisa fisik, kimiawi dan organoleptik.

Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan finansial yang didasarkan

pada segi ekonomis apabila produk ini digunakan sebagai produk industri.

A. Hasil Analisa Bahan Baku

Pada penelitian pembuatan cookies bekatul dilakukan analisa

terhadap tepung bekatul dan tepung mocaf yaitu kadar air, kadar serat

kasar, kadar protein dan kadar lemak. Hasil analisa terhadap tepung bekatul

dan tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisa tepung bekatul

Komponen Tepung Bekatul

Kadar air (%)

Kadar serat kasar (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%)

2,43 1,92 4,46 15,55

Dari tabel 8 diatas dapat diketahui kadar air tepung bekatul adalah

2,43%, kadar serat kasar 1,92%, kadar protein 4,46%, dan kadar lemak

15,55%. Menurut Wahyu (2010), kadar air, kadar serat, kadar protein dan

kadar lemak dari tepung bekatul masing-masing adalah 10,89%, 11,98%,

11,04% dan 13,32%. Hasil analisa dengan literatur terjadi perbedaan karena

beberapa faktor antara lain jenis padi atau beras, usia panen, kondisi

lingkungan tempat tumbuh, proses produksi dan waktu penyosohan bekatul

Gambar

Tabel 1. Standart mutu cookies berdasarkan SNI
Tabel 2. Komposisi Gizi Bekatul
Gambar 1. Proses pembutan tepung bekatul (Rifa, 2012)
Gambar 2. Proses pembuatan tepung mocaf (Subagio, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan tepung mocaf dan tepung pisang kepok sebagai substitusi tepung terigu pada pembuatan cookies bertujuan untuk mendapatkan produk yang baik dari segi

Pengaruh Penggunaan Tepung Koro Benguk (Mucuna pruriens) dan Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) Sebagai Substitusi Tepung Terigu Terhadap Karakteristik Fisik,

Tabel 4 menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan proporsi Mocaf dan tepung beras dengan penambahan tepung porang pada tingkat kesukaan panelis terhadap

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung mocaf (10%, 20%, 30% dan 40%) sebagai bahan subtitusi tepung terigu dalam pembuatan bolu kukus

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung mocaf (10%, 20%, 30% dan 40%) sebagai bahan subtitusi tepung terigu dalam pembuatan bolu kukus

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung mocaf dan tepung jagung talango serta pengaruh lama pengeringan terhadap nilai rendemen, kapasitas penyerapan

Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisa karakteristik fisik, kimia dan sensoris roti manis dengan subtitusi tepung bekatul beras (Oryza sativa L.) dan

Tabel 4 menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan proporsi Mocaf dan tepung beras dengan penambahan tepung porang pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nasi