• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN LIRIK LAGU “BELANJA TERUS SAMPAI MATI” (Studi Semiotik Lirik Lagu Efek Rumah Kaca Band Yang Berjudul “BELANJA TERUS SAMPAI MATI” ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN LIRIK LAGU “BELANJA TERUS SAMPAI MATI” (Studi Semiotik Lirik Lagu Efek Rumah Kaca Band Yang Berjudul “BELANJA TERUS SAMPAI MATI” )."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

AGUNG DWI PRASETYO

0743010170

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Disusun Oleh :

AGUNG DWI PRASETYO NPM : 0743010170

Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur Pada Tanggal 14 Juni 2012

Menyetujui

Tim Penguji :

Pembimbing Utama : 1. Ketua

Dr a. Sumar djijati, M.Si Ir . H. Didiek Tr enggono, M.Si NIP. 1962 0323 199309 2001 NIP. 1958 1225 199001 1001

2. Sekretaris

Dr a. Sumar djijati M.Si NIP. 1962 0323 199309 2001

3. Anggota

Dr a. Her linaSuksmawati, M.Si NIP. 1963 0907 199103 2001 Mengetahui

D E K A N

(3)

Disusun Oleh :

AGUNG DWI PRASETYO

NPM : 0743010170

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing

Dra. Sumardjijati, Msi

NIP. 196203231993092001

Mengetahui,

D E K A N

(4)

“Belanja Terus Sampai Mati” karya band Efek Rumah Kaca)

Musik dapat diartikan sebagai suatu ungkapan yang berasal dari perasaan yang

dituangkan dalam bentuk bunyi – bunyian atau suara. Musik merupakan hasil karya

manusia yang menarik karena musik memegang peranan yang sangat banyak di berbagai

bidang. Salah satu hal yan terpenting dalam sebuah musik adalah lirik lagunya, karena

lirik lagu dalam musik yang sebagaimana dapat menjadi media komunikasi untuk

mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula

sebagai sarana untuk sosialisasi karena mengandung informasi dan pesan, dan dapat pula

sebagai pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pemaknaan

lirik lagu “Belanja Terus Sampai Mati” pada album Efek Rumah Kaca yang dipopulerkan

oleh Efek Rumah Kaca band

.

.

Teori yang digunakan adalah semiotica Ferdinand de Saussure. Saussure

mendefinisikan tanda linguistik sebagai entitas dua sisi, yaitu penanda (signifier), yaitu

aspek material dari sebuah tanda, sebagaimana kita menangkap bunyi saat orang

berbicara, dan petanda (signified), merupakan aspek mental dari bahasa. Kerangka

berfikir yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan Frame of Reference (berdasarkan

pengalaman) serta Field of Experience (latar belakang pengalaman).

Metode semiotic dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu sebuah

metode yang lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataan ganda,

menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek penelitian, serta

dapat menyesuaikan posisi peneliti terhadap pengaruh pola nilai yang di interpretasikan.

Dalam hal ini, penekanan analisis lebih mengarah pada lirik lagu Belanja Terus Sampai

Mati yang mengandung makna kritikan dan sindirian tentang perilaku konsumtif.

Hasil yang diperoleh dari interpretasi lirik lagu Belanja Terus Sampai Mati adalah

motivasi dan penggugah untuk tidak berperilaku konsumtif dan bergaya hidup boros,

karena secara tidak sadar perilaku konsumtif memiliki efek jangka panjang dan akan

membuat proses hidup menjadi sebuah tuntutan akan kesenangan dan kepuasan diri.

(5)

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat

dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul PEMAKNAAN LIRIK LAGU

“BELANJ A TERUS SAMPAI MATI” (studi semiotik Lirik Lagu Efek Rumah

Kaca Band Yang Berjudul “Belanja Terus Sampai Mati”).

Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Ibu

Drs. Sumardjijati MS.i selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu

memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis sehingga penulis. Dan

penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa moril, spiritual

maupun materiil. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1.

Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi Dekan FISIP UPN “Veteran” Jatim.

2.

Bapak Juwito, S.Sos, Msi , Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN

“Veteran” Jawa Timur.

3.

Orang tua tercinta yang terus memberi motivasi dan semangat.

4.

Terima kasih untuk Nizwan Amin, Ryan Alan dan Maulana Yudhistira yang

selalu setia membantu dalam proses pelaksanaan penulisan skripsi

(6)

10.

Terima Kasih untuk Mas Jeki yang setia membimbing penulisan dalam

pengetikan.

.11.

Terima Kasih untuk orang yang ada disekitarku saat mengerjakan penulisan

skripsi Dedy tereng, Wowok, Adi pelos, Hamid, Ayik, Angga sakek, Nadir,

Zuhdi, bang Inong yang selalu mengingatkan penulis

Penulis menyadari bahwa dalam proposal ini akan banyak ditemukan kekurangan

sih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala

keterbatasan yang penulis miliki semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

umumnya dan penulis pada khususnya

Surabaya, Juni 2012

(7)

Halaman

LEMBAR PERSETUJ UAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2. Manfaat Praktis ... 11

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 12

2.1 Landasan Teori ... 12

2.2.1. Lagu dan Lirik Lagu ... 12

2.2.2. Semiotika dalam Ilmu Komunikasi ... 17

2.2.3. Teori Semiotik Saussure ... 19

2.2.4. Signifier dan Signified ... 25

2.2.5. Langue dan Parole ... 26

2.2.6. Makna dan Pemaknaan ... 28

(8)

2.4. Perilaku Konsumtif ... 36

2.5 Kerangka Berfikir ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.1.1. Pemaknaan Lirik Lagu “Belanja Terus Sampai Mati” ... 42

3.2 Unit Analisis ... 43

3.3 Corpus ... 43

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 45

3.4.1. Sumber Data ... 45

3.5 Metode Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Obyek ... 48

4.1.1. Efek Rumah Kaca ... 48

4.2 Lirik Lagu “Belanja Terus Sampa Mati” Menurut Teori Semiotik Saussure ... 50

4.3 Penyajian dan Pemaknaan Data ... 52

4.3.1 Penyajian Data ... 52

(9)

5.2 Saran ... 76

(10)

1.1 Latar Belaka ng Masalah

Musik memiliki tata bahasa, ilmu kalimat dan retorik. Namun musik

tidak sama dengan bahasa. Elemen “kata” pada bahasa adalah materi yang

mempunyai makna tetap atau konkret, sedangkan “nada” pada musik

bersifat absurd dan hanya bermakna ketika dia berda diantara nada – nada

yang lainya. Fungsi yang dimiliki musik sangat besar dalam kehidupan

manusia, musik bisa menjadi hiburan, pendidikan dan kesehatan, serta juga

bagian dari kegiatan ritual keagamaan

Musik sendiri menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia memiliki

makna bunyi – bunyian yang ditata secara enak dan rapi. Dari definisi diatas

dapat diketahui bahwa musik dapat menciptakan sebuah lagu. Sebuah lagu

yang dinyanyikan biasanya terdiri dari tiga komponen yang saling

melengkapi dan salin bergantung. Komponen tersebut antara lain paduan

suara atau vokal, instrumen atau alat musik , serta yang terakhir adalah lirik

lagunya. Vokal penyanyi adalah sebagai tubuh lirik lagu adalah jiwa atau

nyawa sedangkan instrumen adalah penggambaran musik sendiri

Musik merupakan hasil dari budaya manusia diantara banyak budaya

manusia yang lain yang menarik, karena musik memegang peranan yang

sangat banyak di berbagai bidang. Musik menjadi sarana pemenuhan

(11)

dari sudut pandang sosial, musik hingga menjadi sebuah lagu bisa disebut

sebagai cermin tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat lagu itu

diciptakan. Selain itu, musik yang dibuat menjadi sebuah lagu bisa

mempangaruhi pendengarnya dalam melakukan sesuatu. Hal ini disebabkan

karena saat ini musik dalam bentuk lagu disampaikan melalui beragam

media komunikasi elektronik, seperti televisi, radio, maupun video dan

audio streaming internet sehingga bisa dinikmati kapan saja oleh

penikmatnya. Selain itu, musik juga bisa dinikmati secara langsung melalui

sarana konser musik.(http://id.wikipedia.org/wiki/Musik)

Musik saat ini bisa menjadi suatu pesan melalui lirik lagu yang

disampaikan penciptanya untuk mempengaruhi masyarakat. Karena lirik

lagu seperti bahasa dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan

realitas sosial yang beredar di masyarakat. Bisa juga lirik lagu

mencerminkan isu – isu sosial yang terjadi saat ini.

Lagu memiliki berbagai makna dan arti, salah satunya adalah proses

kegiatan berkomunikasi, penyampaian jujur suatu rasa atau ide, pikiran

(komunikator) dalam hal ini pencipta lagu kepada khalayak pendengar.

Konsep pesan dalam sebuah lagu biasanya bermacam – macam , ada yang

berupa ungkapan sedih, rasa bahagia, rasa kecewa, rasa kagum terhadap

sesuatu hal atau orang, serta banyak juga yang merupakan penyampaian

dorongan semangat atau motivasi.

Lagu juga dapat dikatakan sebagai sebuah proses komunikasi yang

(12)

komunikator kepada komunikan dengan menggunakan bahasa verbal. Selain

itu lagu adalah sajak dan puisi yang didalamnya terkandung aturan bahasa,

makna kiasan dan simbol – simbol.

Lagu merupakan salah satu media untuk mengungkapkan,

menyampaikan berbagai pengalaman atau pandangan sesuai pola pikir

pencipta lagu, pola pikir tentang perasaan, isu – isu sosial yang sedang

menjadi perdebatan umum. Sudut pandang pencipta lagu terhadap suatu

permasalahan juga dapat mempengaruhi hasil lagu.

Dalam sebuah lagu terdapat lirik dan instrumen yang membentuk

sebuah struktur penyampaian pesan secara mudah diterima oleh khalayak,

mayoritas seniman musik atau musisi menggunakan sebuah lagu sebagai

sarana untuk menyampaikan pesan – pesan yang bertujuan mengubah

pandangan dan pola pikir khalayak terhadap suatu fenomena – fenomena

yang terjadi disekitar lingkungan atau didalam ruang lingkup.

Jika ditelusuri lebih lanjut, dapat dilihat dari pola pikir sang pencipta

lagu. Melalui lirik lagu itu pencipta bisa menyampaikan apa yang ingin

diungkapkannya. Isi pesan yang disampaikan oleh pencipta lagu bersumber

dari pola pikir serta kerangka acuan dan pengalaman sebagai hasil interaksi

sosial lingkungan sekitarnya.

Lirik dalam sebuah lagu merupakan isi pesan yang sebenarnya

dalam sebuah proses penyampaian pesan secara seni, pada dasarnya lirik

merupakan sebuah pandangan, pola pikir terhadap suatau hal yang

(13)

Mayoritas pencipta lagu dalam proses pembuatan sebuah lirik

mrnggunakan tatanan bahasa atau kalimat yang sesuai dengan apa yang

ingin mereka sampaikan, penggunaan kalimat atau pemilihan kata dalam

sebuah lirik memiliki aturan – aturan tertentu, beberapa pencipta lagu

menggunakan kode-kode bahasa atau menggunakan tatanan bahasa

Indonesia yang baik dan benar.

Lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi

untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik

lagu dapat pula sebagai sarana sosialisasi dan pelestarian terhadapat suatu

sikap atau nilai. Oleh karena itu, sebuah lirik lagu mulai diperdengarkan

kepada khlayak, juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar

luasnya sebuah pola pikir, nilai – nilai bahkan prasangka tertentu.

Isu – isu sosial dan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap

penciptaan sebuah lagu, tak banyak juga pencipta lagu yang berinisiatif

untuk mengusung pesan – pesan moral yang sengaja di sampaikan melalui

lagu. Kritikan dan sindiran terhadap fenomena – fenomena yang melanda

masyarakat pun bisa di usung dalam sebuah lagu, fenomena perilaku

konsumtif contohnya.

Dewasa ini masyarakat Indonesia sangat terlihat begitu kentalnya

sebagai masyarakat konsumen yang sempurna. Bukan saja masyarakat

menengah ke atas saja, akan tetapi telah sampai pada masyarakat yang

paling bawah dalam tingkatan sosial dan ekonominya. Seiring dengan

terjadinya perubahan perekonomian dan globalisasi, terjadi dalam perilaku

(14)

kebutuhan yang sebenarnya. Perilaku membeli yang tidak sesuai kebutuhan

dilakukan semata – mata demi kesenangan, sehingga menyebabkan

seseorang menjadi boros, yang dikenal dengan istilah perilaku konsumtif.

Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif,

sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi

mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan

mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Oleh

karena itu, arti kata konsumtif (consumtive) adalah boros atau perilaku yang

boros, yang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam artian

luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan,

yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada

skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang

bermewah-mewah.

Hal ini bisa kita lihat dari ekspresinya yang paling primitif hingga

yang paling mutakhir di jaman modern ini. Tendensi yang ada dalam diri

manusia untuk selalu tak pernah puas (never-ending-discontentment) ”mau

ini-mau itu” dengan hal-hal yang telah mereka miliki ditambah dengan

dorongan kuat ambisi pribadi dan semangat kompetisi untuk mencapai

sesuatu yang lebih.

Pola hidup konsumtif sudah mengakar di budaya bangsa Indonesia,

sehingga tak mengenal tua-muda, tak mengenal kaya-miskin, keinginan

untuk hidup “wah” secara merata hinggap di pikiran kita. Tentu ada

pengecualian bagi segelintir orang, namun pada umumnya ya begitulah.

(15)

bertambahnya kebutuhan energi, kian meningkat seiring dengan

peningkatan pendapatan per-kapita. Pendapatan mestinya tidak dihabiskan

untuk keperluan konsumtif, tetapi disisihkan sebahagian untuk tabungan.

Tabungan akan bermanfaat untuk keperluan investasi, dan kemudian akan

bisa digunakan untuk usaha-usaha produktif.

Perilaku konsumtif masyarakat pada dasarnya terbentuk ketika

remaja yang kemudian terbawa hingga dewasa. Perilaku konsumtif pada

remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia

peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya

oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu.

Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya

itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang

sedang “tren”. Perubahan sosial yang dialami remaja menyebabkan remaja

harus menyesuaikan diri dengan teman sebayanya dan orang lain. Akibat

tidak percaya diri menyebabkan remaja mencari cara untuk dapat

meningkatkan percaya dirinya. Salah satu cara adalah dengan penggunaan

barang-barang yang dianggap mampu meningkatkan rasa percaya dirinya.

Adanya kebutuhan yang kuat dalam berteman menjadikan remaja ingin

diterima menjadi bagian dari kelompok. Agar bisa diterima oleh

kelompoknya, remaja sedapat mungkin untuk bisa sejalan dengan kelompok

salah satunya dengan penggunaan barang-barang yang sama dengan

kelompoknya. Adanya keinginan untuk meningkatkan percaya diri dan

(16)

berlebihan. Selain itu, karakteristik remaja yang labil, spesifik, dan mudah

dipengaruhi membuat mereka sering dijadikan target pemasaran produksi

industri sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam

membeli yang tidak wajar.

Fenomena perilaku konsumtif yang sedang mengakar kuat dalam

sebagian besar masyarakat Indonesia, hal ini bisa kita lihat dari beberapa

episode yang ditanyangkan sebuah televisi swasta dengan tema acara “Uang

Kaget” atau Mr.EM (Mr.Easy Money). Dalam acara itu seorang “Mr.EM”

menemui seseorang yang dinyatakan sebagai orang yang kesulitan

keuangan atau dengan kata lain orang yang tidak mampu secara

ekonomi-keuangan. Setelah melakukan wawancara seperlunya lalu Mr EM

memberikan uang yang bagi mereka (orang yang ditemui) merupakan

jumlah uang yang “sangat banyak”. Jumlah uang diberikan kepada mereka

memang jumlah besar yaitu Rp. 10.000.000,00.(sepuluh juta rupiah).

Mr.EM memberikan tugas kepada mereka yang menerima uang tersebut

untuk membelanjakan secara langsung dengan batas waktu untuk

“menghabiskan” jumlah uang tersebut selama 30 menit. Kemudian acara

selanjutnya mereka yang menerima uang Rp. 10.000.000,00 “dadakan”

tersebut lalu lari-lari ke toko atau super market atau ke mall dan sebagainya

untuk membelanjakan dan menghabiskan jumlah uang tersebut. Bisa kita

lihat yang mereka beli adalah barang-barang yang menurut pandangan

mereka adalah barang-barang yang “mewah” misalnya kulkas, televisi,

(17)

makanan-makanan (supermi dan sejenisnya, snack dan sebagainya). Pembelian–

pembelian tersebut begitu meriahnya, tanpa disadari pentingnya setelah

mereka membeli. Saat melakukan pembelian barang-barang tersebut

memang tidak akan menjadi beban yang bersangkutan manakala yang dibeli

adalah bahan-bahan makanan/ minuman atau alat-alat masak yang tidak

elektromik. Akan tetapi ternyata mereka sekarang membeli peralatan dan

barang-barang yang tidak primer dan yang elektronik (Kulkas, TV

misalnya), tidak terpikirkan bahwa setelah membeli dan memiliki akan

mengandung biaya. Biaya yang ditanggung secara harian atau bulanan

adalah biaya listrik, sementara barang-barang tersebut kurang produktif

untuk bisa menghasilkan uang secara harian atau bulanan. Pembelian

tersebut sekedar menghabiskan uang “dadakan” yang tidak diperhitungkan

beban selanjutnya setelah memiliki barang-barang tersebut. Inilah yang

dikatakan sebagai bukti bahwa masyarakat kita sangat konsumerisme.

Perkembangan zaman yang semakin modern masyarakat

mempunyai pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan

kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Mereka beranggapan hidup

ini hanya satu kali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup

senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup

dijalanani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa

batas. Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epicurus yang

menyatakan, “Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena

(18)

Pandangan hidup seperti penjelasan diatas merupakan pandangan

hidup secara “hedonisme”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

hedonisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesenangan dan

kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI, edisi ketiga,

2001). Secara general, hedonisme bermakna, kesenangan merupakan

satu-satunya manfaat atau kebaikan. Dengan demikian hedonisme bisa

didefinisikan sebagai sebuah doktrin (filsafat etika) yang berpegangan

bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap

kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan.

Paradigma hedonistis memfokuskan pandangannya pada pencarian

kesenangan dan penghindaran terhadap segala penderitaan. Namun dewasa

ini substansi secara harfiah sudah tidak lagi menemukan relevansinya.

Nampaknya tidak ada persamaan persepsi mengenai apa-apa saja yang

sebenarnya bisa mendatangkan kesenangan dan apa-apa saja aktivitas yang

bisa mendatangkan penderitaan.

Sebagaimana lagu menjadi media dalam proses komunikasi sebuah

band Indonesia yang bernama Efek Rumah Kaca berinisiatif mengusung

sebuah fenomena perilaku konsumtif dalam sebuah lagu yang berjudul

“Belanja Terus Sampai Mati”, lirik – lirik yang digunakan sengaja untuk

menyinggung, mengkritik perilaku konsumtif yang sekarang menjadi

fenomena baru di Negara Indonesia

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

suatu studi semiotic yaitu mengenai pemaknaan lirik lagu dari Efek Rumah

(19)

menggunakan metode semioktik Saussurre. Dalam metode saussurre,

dikembangkan sebuah model relasi yang disebut signified, yaitu cara

pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main tertentu sehingga

menghasilkan ungkapan bermakna sebagai hasil dari interpretasi data

mengenai lirik lagu tersebut.

1.2 Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan

sebelumnya maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimanakah pemaknaan lirik lagu Efek Rumah Kaca band yang berjudul “

BELANJA TERUS SAMPAI MATI ”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah

pemaknaan lirik lagu “BELANJA TERUS SAMPAI MATI” pada album

Efek Rumah Kaca yang dipopulerkan oleh Efek Rumah Kaca band.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teor itis

Penilitan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

literature penelitian ilmu komunikasi khususnya pada kajian analisis

system tanda komunikasi berupa lirik lagu dengan menggunakan

(20)

1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

khalayak pendengar lirik lagu serta dapat membantu dalam memahami

makna yang terkandung dalam lagu yang berjudul “ BELANJA TERUS

(21)

2.1 Landasan Teor i

2.2.1

Lagu dan Lirik Lagu

Peranan dan kedudukan lagu adalah penting dalam rangka

sosialisasi ide dan gagasan dalam tradisi dalam kebudayaan. Sehubungan

dengan hal tersebut, seorang ahli psikologi Indonesia, menyatakan bahwa

musik, lagu dan senandung adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

seluruh hidup manusia , sejak dari buaian sampai akhir hayat, secara

universal di hampir semua lapisan sosial di berbagai kebudayaan. Manusia

mengenal musik dan lagu menurut caranya masing-masing. Sementara Perry

dalam Savitri (1991 :3) juga menyebutkan bahwa sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari kemanusiaan sendiri, musik dan lagu hadir dan disukai

manusia secara kodrati. Para ahli menyebutkan inherent merit yang

memprakarya khasanah dan memperindah kebudayaan manusia.

Di Indonesia sendiri lirik berkembang pada paruhan pertama

dasawarsa 1950-an setelah merebut kemerdekaan. Waktu itu masih di

berlakukan yang dinamakan “musikalisasi syair” yaitu menggarap

komposisi-komposisi lagu terhadap puisi-puisi yang terlebih dahulu

diciptakan oleh penyair terpandang

Usaha dilakukan kembali pada paruh pertama dasawarsa 1970-an.

(22)

musikalisasi itu telah terjadi kembali. Salah satu contoh adalah Bimbo yang

sering melakukan kerja sama dengan penyair terkenal diantaranya Taufik

Ismail, Ramadhan K.H dan Wing Kardjo. Upaya yang dilakukan Bimbo ini

disambut oleh beberapa kelompok musik, terutama dari Bandung yang

kemudian mencoba untuk memusikalisasi puisi- puisi karya Gunawan

Mohammad, Abdul Hadi W.M, Sapardi Joko Darmono, dan bahkan puisi

karya pelukis Jeihan.

Musikalisasi syair yang dilakukan oleh para komponis lagu tahun

1950-an itu salah satunya disebabkan oleh keadaan niaga musik yang tidak

bisa menunggu lama. Pada saat itu para komponis diharapkan mampu

menciptakan sebuah lagu yang diibaratkan seperti kue, dapat dibeli dengan

harga sangat murah dan dapat dinikmati selagi hangat, ini menyebabkan

pemusik terpaksa tergesa – gesa sehinggamenyebabkan pula keterbatsan ide

kreatif para komponis atau pencipta lagu.

Persoalan teknis seperti, persewaan studio yang mahal membuat para

musisi membuat musik hanya asal jadi. Sering kali mereka hanya

mengadaptasi kata – kata dari lagu pop Amerika mengenai cinta yang

dicerna oleh komponis Indonesia. Padahal lirik Amerika sendiri mendapat

kecaman antara lain dikatakan bahwa lirik lagu Amerika tidak jelas, dumb,

vulgar, degrading, uninspired. (Rosidi,1995;8)

Lirik lagu pada perkembangannya akhirnya mulai meninggalkan

kebiasaan mengadaptasi lirik lagu luar negri, walaupun tidak benar – benar

meninggalkannya. Para pencipta lirik Indonesia sudah mulai menciptakan

(23)

disekitarnya, walaupun sebagian besar masih bertemakan cintai dan

detailnya

Pada dasarnya music dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :

a. Vokal, yaitu musik yang dibunyikan dengan suara manusia

b. Instrument, artinya alat musik antara lain gitar, keyboard, piano, drum

dan sebagainya

c. Campuran vokal dan instrument yaitu menyanyi diiringi alat music

(Kartono, 2004 :88)

Pada masa ini oleh masyarakat, musik popular diberi arti musik yang

mudah diterima oleh kebanyakan orang dan untuk karenanya masyarakat

banyak yang menyukainya ( Sumaryo dalam Setianingsih, 2002 :26 ).

Beberapa jenis musik yang di dasarkan pada manfaat agar diketahui lebih

dalam adalah :

1. Musik klasik : ada sedikit pergeseran makna, seperti terjadi pula pada

nama ataupun istilah lain. Ada tiga taksiran mengenai musik klasik

yang sering digunakan.

a. Pertama : musik klasik adalah jenis music terkenal yang dibuat atau

diciptakan jauh di masa lalu, tetapi disukai, dimainkan dan diminati

orang sepanjang masa sampai sekarang.

b. Kedua : musik klasik adalah jenis musik yang lahir atau diciptakan

oleh komponis – komponis pada masa klasik, yaitu berkisar pada

(24)

c. Ketiga : musik klasik adalah jenis musik yang lahir atau diciptakan

pada masa sekarang, tetapi mengambil corak, gaya, ataupun teknik

yang terdapat pada musik klasik dari pengertian pertama.

2. Musik Jazz : Jenis musik yang lahir di New Orleans, Amerika Serikat,

pada awal abad 21-an. Merupakan perpaduan antara teknik dan

peralatan musik Eropa, khususnya Perancis, dengan irama bangsa negro

dari Afrika Barat, di perkebunan – perkebunan kapas di New Orleans.

Contoh : Michael Buble, Iga Mawarni

3. Musik Keroncong : Jenis musik dimana dalam musik dipergunakan dan

pernadaan musik Barat, yang dimainkan dan dinyanyikan dengan gaya

music tradisi kita yang sudah ada sebelumnya , misalnya : angklung,

kentongan, dan lain – lain. Contoh : Waljinah

4. Musik Popular : Jenis musik yang selalu memasukkan unsur – unsur

ataupun cara – cara baru yang sedang disukai , atau di harapkan akan

disukai oleh pendengar. Tujuannya adalah memperoleh ledakan

popularitas sebesar mungkin dan secepat mungkin. Walaupun dua atau

tiga tahun kemudian tidak ada lagi yang bisa mendengarkanya. Musik

popular merupakan suatu bidang yang mempunyai perkembangan

tersendiri. Sifat – sifat perkembangannya itu kadang – kadang menuju

kearah perkembangan artistik musical, tapi yang masih mendapat

simpati dari masyarakat banyak. Musik popular atau pop merupakan

jenis musik yang “entertaining” seperti diungkapkan Frank Sinarta.

(25)

b. Frase – frase melodis yang mudah dipahami

c. Instrument yang bombastis dengan alat gesek, paduan suara sebagai

latar belakang. (Mach,1995:18)

Meski disebut musik popular, dari pemain–pemainnya tetap diminta

syarat musikalitas. Makin tinggi nilai musikalnya, maka semakin baik.

Pemain Musik popular tidak begitu merasa “tegang” seperti penyanyi choir

atau seriosa. Yang dimaksud “tegang” adalah suatu rasa tekanan atau

ketegangan mental, yang disebabkan antara lain adanya konsentrasi penuh

agar dapat memainkan alat musiknya sebaik – baiknya. Band musik

populer, disingkat musik pop, bentuknya berganti – ganti terus menurut

jamannya. Kalau dalam tahun 1930-an yang dinamakan band popular itu

berbentuk jazz atau orkes hawaian, pada waktu sekarang band yang paling

popular sebagian besar alat – alatnya terdiri dari gitar elektris, lengkap

dengan pengeras suaranya.

Meskipun bentuk band popular berganti – ganti, prinsip

permainannya tidak banyak berubah. Pemain yang penting dalam band –

band popular harus kuat dalam improvisasi. Dalam artti, mengidangkan

sebuah improvisasi bebas dalam batas – batas pola tertentu. Pola – polanya

tetap sama, yaitu perkembangan melodi dan chord asli dalam lagu tersebut.

Pemain band popular sekarang bisa terdiri dari tiga atau lebih yang

mempunyai peran masing – masing, missal pemain gitar, keyboard, bass,

drum dan sebagainya. Band – band sekarang juga tak jarang memakai alat

musil baru seperti turntable, sampling dan sebagainya, tergantung

(26)

Dari uraian diatas tetntang musik popular, maka band “Efek Rumah

Kaca” termasuk dalam kategori band music populer lagunya yangb berjudul

“Belanja Terus Sampai Mati” mudah diterima dan banyak disukai oleh

masyarakat.

2.2.2 Semiotika dalam Ilmu Komunikasi

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

tanda. Tanda – tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya

berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah – tengah manusia dan

bersama – sama manusia. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari

bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal – hal (things). Memaknai

berarti bahwa obyek – obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal

mana obyek – obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga

mengkanstitusikan system terstruktur dari tanda.

Kata “semiotika” sendiri berasal dari bahasa Yunani, yang bearti

“tanda” atau berarti “penaksir tanda”. “Tanda” pada masa itu masih

bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya, asap

menandai api. Semiotika modern mempunyai tokoh yakni Ferdinand de

Saussurre dimana melalui tokoh tersebut muncullah cikal bakal linguistik

umum. Ferdinand de Saussurre memberikan tekanan pada teori tanda dan

pemahamannya dalm konteks tertentu. Suatu tanda menandakan sesuatu

selain dirinya sendiri dan makna (meaning) adalah hubungan antara suatu

(27)

Tanda – tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia

dengan tanda – tanda dapat melakukan komunikasi denagn sesamanya.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Tanda – tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari

jalan di dunia ini, di tengah – tengah manusia dan bersama – sama manusia.

(Litle John 1996 : 64)

Semiotika seperti kata Leche ( 2001 : 191) adalah teori tentang tanda

dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang

menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana (signs)

tanda – tanda dan berdasarkan pada sign system (code) (Segers,2004 : 4 ).

(Hjelmslev dalam Chistomy,2001 : 7 ) medefinisikan tanda sebagai suatu

keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahan isi

(content plan). Charles Morris menyebut semiosis sebagai suatu proses

tanda, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa

organisme. Dari beberapa contoh definisi diatas maka semiotika atau

semiosis adalah ilmu atau proses hubungan yang berhubungan dengan

tanda.

Pada dasarnya semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses tanda

yang dapat diberikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara

lima istilah :

(28)

S adalah semiotic relection (hubungan semiotik); s untuk sign

(tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect pengaruh ( misalnya

suatu tanda diposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap

kondisi r pada kondisi – kondisi tertentu c karena s ); r untuk reference

(rujukan); dan c untuk context (konteks) atau conditions (kondisi).

Saat ini dikenal dua jenis semiotika komunikasi dan semiotika

signifikasi

1. Semiotika komunikasi yang dikembangkan oleh Charles Sanders Pierce

lebih menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu

diantaranya mengasumsikan adanya enam factor dalam komunikasi

yaitu pengirim, penerima kode (system tanda), pesan, saluran

komunikasi dan acuan.

2. Semiotika signifikasi yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussurre

memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu

konteks tertentu. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya

sendiri dan makna (meaning) adalah hubungan antara objek atau ide

dan suatu tanda.

2.2.3 Teor i Semiotik Saussur e

Semiotik adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari bahasa

Yunani semeion yang bearti “tanda”. Tanda terdapat dimana – mana, kata

tanda adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera

dan sebagainya. Bidang kajian semiotik adalah mempelajari fungsi tanda

(29)

teks yang berperan membimbing pembacanya agar bisa menangkap pesan

yang terkandung di dalamnya (Komaruddin Hidayat dalam Sobur,

2001;106)

Pokok kajian Saussure. Tentang bahasa berbeda jauh dengan

pendekatan para fololog abad 19, bukannya mengkaji linguistik secara

historis, berdasarkan garis diakronik, yaitu kajian yang melihat perubahan

pada bahasa dalam kurun waktu tertentu. Saussure justru mengembangkan

linguistik sinkronik. Dia mempresentasikan analisis bahasa secara umum,

sebuah kajian tentang prasyarat keberadaan dari sembarang bahasa.

Saussure mendefinisikan tanda linguistik sebagain entitas dua sisi (dyad).

Sisi pertama disebutnya dengan penanda (signifier). Penanda adalah aspek

material dari sebuah tanda, sebagaimana kita menangkap bunyi saat orang

berbicara. Bunyi ini muncul dari getaran pita suara (yang tentu saja bersifat

material). Wilayah perhatian Saussure hanya meliputi tanda linguistik .

Dalam hal ini dai mengikuti tradisi teorisasi tanda – tanda “konvensional”.

Sisi kedua dari tanda yaitu sisi yang diwakili secara material oleh penanda

adalah apa yang disebut Saussure sebagai penanda (signified). Penanda

merupakan konsep dari penanda tersebut.

(30)

Saussurre menggambarkan tanda yang terdiri dari atau signifier

dan signified itu sebagai berikut :

Sign

Composed of

Signification

Signifier Signified External

(physical (mental concept) reality of meaning Existence

of the sign)

Sumber : McQuail, Teknik Riset Komunikasi, 2006 halaman 266

Gambar 2.1. Diagram Semiotik Saussure (1990:44)

Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna,

sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari

signifier. Hubungan antara keberadaan fisisk tanda dan konsep mental

tersebut dinamakan signification dengan kata lain, signification adalah

upaya dalam member makna terhadap dunia. (Fiske,1990 dalam Sobur,

2006 :125)

Pada dasarnya apa yang disebut signifier dan signified tersebut

adalah produk cultural. Hubungan diantara keduanya bersifat arbiter

(manasuka) dan hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan atau peraturan

(31)

tidak bias dijelaskan dengan nalar apapun, pilihan bunyi – bunyinya maupun

pilihan untuk mengkaitkan rangkaian bunyi tersebut dengan benda atau

konsep yang dimaksud, karena hubungan yang terjadi antara signifier dan

signified bersifat arbitrer, maka makna signifier harus dipelajari yang bearti

ada struktur pasti atau kode yang membantu menafsirkan makna.

Sifat arbitrer antara signifier dan signified serta kaitan antara kedua

komponen ini menarik bila dikaitkan dengan kekuasaan. Maksudnya,

bagaimana kekuasaan atau pihak yang memegang kekuasaan dapat

menentukan signified man yang boleh dikaitkan dengan signifier. Hal ini

bisa terjadi dalam sebuah kekuasaan yang bersifat otoriter dimana signified

tertentu hanya bisa diberi makna oleh pihak penguasa dan signified

alternative atau “tandingan” tidak diberi tempat.

Ketika bahasa berupaya mendefinisikan realitas, ada bahaya bahwa

sendiri tereduksi menjadi suatu rangkaian signifier belaka tanpa referensi

langsung terhadap yang ditandakan (signified). Suatu pengertian atau

definisi tentang sesuatu tinggal sebagai definisi belaka. Akibatnya bahasa

menjadi “kosong” sebab bahasa tampak sebagai rangkaian perumusan yang

tersimpan dalam kamus atau memori saja.

Hubungan antara signifier dan signified ini yaitu

(kurniawan,2001:03)

1. Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek material),

yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca.

2. Signified atau petanda adalah gambaran mental, yakni pikiran atau

(32)

Bahasa dimata Saussure seperti kerja musik, baginya bahasa adalah

keutuhan yang berdiri sendiri. Pendekatan inilah yang disebut – sebut

sebagai, “Ilmu Linguistik Struktural,” pada perkembangan selanjutnya,

pemahaman structural demikian menjadi dasar pemikiran postmodernisme

yang diwariskan Saussure. (Sobur,2004:44)

Dua hal yang menjadi strukturalisme sebagai gerakan otonomi

adalah pandangan, dimana cara berfikir tentang dunia dikaitkan dengan

persepsi dan deskripsi struktur, pada hakikatnya dunia lebih tersusun dari

hubungan – hubungan daripada benda itu sendiri ( Hawks dalam

Kusumaningrum, 2005 :33 ).

Strukturalisme memasukkan gejala, kegiatan atau hasil kehidupan

(termasuk lirik lagu) ke dalam suatau kemasyarakatan atau sistem makna

yang terdiri dari struktur yang mandiri dan tertentu dalam antar hubungan.

Pengkajian kerja bahasa berdasarkan strukturalisme dinamik merupakan

pengkajian semiotic. Artinya kerja bahasa dipertimbangkan sebagai system

tanda dan mempunyai dua fungsi, yang pertama adalah otonom, yaitu tidak

menunjuk diluar dirinya. Yang kedua bersifat informasi yaitu

menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, sehingga sebagai sebuah struktur

kerja dalam bahasa dalam semiotik selalu dinamis (Sayuti dalam

Kusumaningrum, 2003 : 651). Adapun lima pandangan Saussure yang

menjadi peletak dasar dari strukturalisme yaitu :

1. Signifier (penanda) dan Signified (petanda)

(33)

3. Language (bahasa) dan Parole (tuturan atau ujaran )

4. Synchronic (sinkronik) dan Diachronic (diakronik)

5. Syntagmatic (sintagmatig) dan Associative (paradigmatig)

Saussure juga meletakkan dasar perbedaan antara langue dan

parole sebagai dua pendekatan linguistic. Dalam pengertian umum langue

adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat individu (Hidayat dalam

Sobur, 2004:50). Langue sebagai totalitas dari kumpulan fakta dan bahasa .

Dalam konsep Saussure, langue dimaksudkan bahasa sejauh merupakan titik

milik bersama dari suatau golongan tertentu. Akibatnya, langue melebihi

semua individu yang berbicara bahasa itu, seperti juga sebuah simfoni tidak

sama dibawakan dalam sebuah konser oleh orkes tertentu. Sedangkan parole

adalah living speech, yaitu bahasa yang hidup atau bahasa yang

sebagaimana terlihat penggunanya. Parole lebih memperhatikan faktor

pribadi pengguna bahasa. Sedangkan unit dasar langue adalah kata, maka

unit parole adalah kalimat.

Synchronic dan Diachronic, studi sinkronik sebuah bahasa adalah

deskripsi tentang keadaan tertentu bahasa tersebut. Sedangkan diakronik

adalah menelusuri waktu, jadi studi diakronik atas bahasa tertentu adalah

deskripsi tentang perkembangan sejarah. Syntagmatic dan Associative,

antara sintagmatik dan paragmatik berhubung – hubungan ini terdapat pada

kata – kata sebagai rangkaian bunyi – bunyi maupun kata sebagai konsep.

(34)

Hubungan paragmatik menurut Cobley dan jansz dalam Sobur (2004 :

55), harus selalu sesuai dengan aturan sintagmatiknya, bagaimana garis x dan

garis y dalam sebuah koordinat.

Teks lagu disebut juga partitur, yaitu dalam bentuk kalimat. Penulisan

teks dalam bentuk syair lirik lagu memerlukan keterampilan sastra bahasa

sehingga kalimat yang berupa ungkapan isi hati dapat mudah dimengerti

maksudnya, enak dirasakan dan dapat menyentuh rasa serta menimbulkan rasa

haru. (Kartono, 2004 : 90 – 92)

2.2.4 Signifier dan Signified

Pemikiran Saussurre yang paling penting dalam konteks semiotik

adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure meletakakkan tanda dalam

konteks komunikasi manusia dalam melakukan pemilihan antara apa yang

disebut signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi

yang bermakna (aspek material) yakni apa yang dikatakan dan apa yang

ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental yakni pikiran atau

konsep aspek mental dari bahasa. Kedua unsure ini seperti dua sisi dan

sekeping mata uang atau selelmbar kertas. Tanda bahsa dengan demikian

dapat menyatukan, bukan hal dengan nama, melainkan konsep dan

gambaran akustis.

Jadi, meskipun antara penanda dan petanda tampak sebagai entitas

yang terpisah – pisah namun keduanya hanya ada sebagai komponen tanda.

Tandalah yang merupakan fakta dasar bahasa. Maka itu setiap upaya untuk

(35)

membicarakan pandangan Saussurre mengenai hakikat tanda tersebut.

Setiap tanda kebahasaan, menurut Saussurre pada dasarnya menyatukan

sebuah konsep dan suatu citra (sound image), bukan menyatakan sesuatu

sebagai nama. Dua konsep signifier dan signified tidak dapat dipisahkan,

memisahkan bearti hanya menghancurkan “kata” tersebut.

Tanda terdapat dimana – mana. Kata adalah tanda, demikian pula

gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya

sastra, struktur film, bangunan atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai

tanda. Karya sastra yang besar, misalnya merupakan produk strukturisasi

dari subjek kolektif.

Subjek kolektif itu dapat berupa kelompok, kekerabatan, kelompok

sekerja, kelompok territorial dan sebagainya. Karena itu jelas bahwa segala

sesuatu dapat menjadi tanda. Charles Sanders Pierce seorang ahli filsafat

dari amerika menegaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan sarana

tanda. Sudah pasti bahwa tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi

(Sudjiman dan Van Zoest, 1996 dalam Sobur, 2006 :124 )

2.2.5 Langue dan Par ole

Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa perancis: langange,

langue (sistem bahasa) dan parole (kegiatan juaran). Langange adalah suatu

kemampuan berbahasa yang ada pada setiap manusia yang sifatnya

pembawaan ini mesti dikembangkan dengan lingkungan dan stimulus yang

menunjang. Singkatnya, langange adalah bahasa pada umumnya. Orang

(36)

fisiologis pada bagian tertentu maka dia tidak bias berbicara secara normal.

Dalam pengertian umum, langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada

tingkat sosial budaya, sedangkan parole merupakan bahasa pada tingkat

individu. Dalam konsep Saussure, langue dimaksudkan bahasa sejauh

merupakan milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu.

Apa yang dinamakan langue itu menurut Saussure, harus dianggap

sebagai sistem. Jika langue mempunyai objek studi sistem atau tanda atau

kode, maka parole adalah “living speech” yaitu bahasa yang hidup atau

bahasa sebagaimana terlihat dalam penggunaannya. Kalau langue bersifat

kolektif dan pemakaiannya “tidak disadari” oleh pengguna bahasa yang

bersangkutan, maka parole lebih memperhatikan faktor pribadi pengguna

bahasa. Kalau unit dasar langue adalah kata, maka unit dasar parole adalah

kalimat.

Pada saat yang sama, Saussure menyatakan bahwa tinjauan terhadap

langue (sebagai bahasa sistem) harus didahulukan daripada parole (bahasa

sebagai penuturan ujaran). Artinya, posisi sistem bahasa secara umum

mendahului dan lebih penting daripada seluruh ujaran nyata yang pernah

benar – benar dituturkan. Ini merupakan argument paling mengejutkan yang

lahir dari sudut pandang ilmu – ilmu alam, ilmu dimana bukti fisik positif

menjadi satu – satunya bukti yang dapat diterima. Namun demikian,

menurut Saussure, bukti fiksi positif tidaklah cukup untuk menjelaskan

bahasa yang menandakan sebagai bahasa yang sekaligus memuat informasi.

Dengan mendefinisikan langue dan parole. Saussure membedakan

(37)

kedua hal yang sangat berbeda untuk dipelajari sebagai entitas yang

terpisah. Sebagai seorang strukturalisasi, Saussure lebih tertarik pada langue

dan parole. Itu adalah sistem yang dapat diciptakan makna yang menarik

daripada kejadian individual penggunaannya. (Sobur,2003:50-51)

2.2.6 Makna dan Pemaknaan

Makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk

menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak

komponene dalam makna yang bangkitkan suatu kata atau kalimat. Namun

kita terlebih dahulu harus membedakan pemaknaan secara lebih tajam

tentang istilah – istilah yang nyaris berimpit antara apa yang disebut (1)

terjemah (translation), (2) tafsir atau interpretasi, (3) ekstrapolasi dan makna

atau meaning.

Membuat terjemah adalah upaya menggemukkan materi atau

substansi yang sama dengan media yang berbeda, media tersebut mungkin

berupa bahasa satu ke bahasa yang lain, dari verbal ke gambar sebagainya.

Pada penafsiran, kita tetap berpegang pada materi yang ada, dicari latar

belakangnya, konteksnya agar dapat dikemukakan konsep atau gagasannya

lebih jelas. Ekstrapolasi lebih menekankan pada kemampuan daya pikir

manusia untuk menangkap hal dibalik yang tersajikan. Materi yang

tersajikan dilihat tidak lebih dari tanda – tanda atau indikator pada sesuatu

yang lebih jauh lagi. Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari

penafsiran dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan

(38)

dan akal budinya. Materi yang disajikan seperti juga ekstrapolasi, dilihat

tidak lebih dari tanda – tanda atau indicator bagi sesuatu yang lebih jauh.

Dibalik yang tersajikan bagi ekstrapolasi terbatas dalam artian empiric logic,

sedangkan pada pemaknaan dapat pula menjangkau yang etik maupun

transendental. (Brown dalam Sobur 2001;255-256)

Semiotik adalah ilmu mengenai makna kata – kata, suatu definisi

yang menurut S.I Hayakawa dalam Mulyana (2001:257) tidaklah buruk bila

orang – orang tidak menganggap bahwa pencarian makna kata mulai dan

berakhir dengan melihatnya dalam kamus. Makna dalam kamus tentu saja

lebih bersifat kebahasaan (linguistik), yang punya banyak dimensi, simbol

merujuk pada objek di dunia nyata, pemahaman adalah perasaan subjektif

kita mengenai simbol itu dan referen adalah objek yang sebenarnya eksis di

dunia nyata.

Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan makna

yang sebenarnya (faktual) seperti yang kita temukan dalam kamus. Karena

itu makna denotatif lebih bersifat publik. Sejumlah makna bermakna

denotatif, namun banyak kata juga bermakna konotatif , lebih bersifat

pribadi, yakni makna diluar rujukan objektifnya. Dengan kata lain, Makna

konotatif lebih bersifat subjektif daripada makna denotatif.

2.2.7 Teor i – teor i makna

Beberapa teori tentang makna dikembangkan oleh Alison (1964 :

11 – 26 dalam Sobur 2001:259) diantaranya adalah :

(39)

Teori acuan merupakan salah satu jenis teori makna yang mengenali

atau mengidentifikasikan makna suatu ungkapan dengan apa yang

diacunya atau dengan hubungan acuan itu

2. Teori Ideasional (The Ideational Theory)

Teori Ideasional adalah suatu jenis makna yang mengenali atau

mengidentifikasi makna ungkapan dengan gagasan – gagasan yang

berhubungan dengan ungkapan tersebut. Dalam hal ini, teori

ideasional menghubungkan makna atau ungkapan dengan suatu idea

atau representasi psikis yang ditimbulkan kata atau ungkapan

tersebut kepada kesadaran. Atau dengan kata lain, teori ideasional

mngidentifikasi makna E (expression atau ungkapan) dengan gagsan

– gagasan atau ide yang ditimbulkan E (expression). Jadi pada

dasarnya teori ini meletakkan gagasan (ide) sebagai titik sentral yang

menentukan makna suatu ungkapan.

3. Teori Tingkah Laku (Behavioral Theory)

Teori tingkah laku merupakan salah satu jenis teori makna mengenai

makna suatu kata atau ungkapan bahasa dengan rangsangan –

rangsangan (stimuli) yang menimbulkan ucapan tersebut. Teori ini

menaggapi bahsa sebagai semacam kelakuan yang mengembalikan

kepada teori stimulus dan respons. Makna menurut teori ini,

merupakan rangsangan untuk menimbulkan perilaku tertentu sebagai

respons kepada rangsangan itu tadi.

Penelitian ini dapat dikatakan berlandaskan pada teori ideasional.

(40)

pencipta lagu berdasarkan fenomena – fenomena yang terjadi di Negara

Indonesia menjadi inspirasi dalam menciptakan sebuah karya lagu. Melalui

fenomena – fenomena tersebut, pencipta lagu berusaha mengungkapkan ide

atau gagasan tersebut ke dalam sebuah ungkapan (expression) yang

dituangkan ke dalam lirik – lirik lagu yang penuh makna. Berlandaskan

teori ideasional, peneliti berusaha untuk melakukan pemaknaan terhadap

setiap lirik yang ada pada lagu Efek Rumah Kaca band yang berjudul

“Belanja Terus Sampai Mati”.

2.2 Belanja

Belanja merupakan pemerolehan barang atau jasa dari penjual

dengan tujuan membeli pada waktu itu. Belanja adalah aktivitas pemilihan

dan/atau membeli, dalam beberapa hal dianggap sebagai sebuah aktivitas

kesenggangan juga ekonomi. Perbelanjaan telah dimulai sejak dahulu, pada

Romawi kuno, terdapat Trajan's Market dengan tabernas yang berperan

sebagai penjual. Daftar belanja telah digunakan oleh orang Romawi setelah

ditemukan di Tembok Hadrian tahun 75-125 M yang ditulis untuk seorang

tentara (http://id.wikipedia.org/wiki/Belanja)

Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep untuk

menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi

keperluan untuk sehari-harinya dengan jalan menukarkan sejumlah uang

sebagai pengganti barang tersebut. Pada saat ini kata belanja itu sendiri telah

berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi di

(41)

tersendiri. Belanja, adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam

konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga.

Belanja menjadi alat pemuas keinginan mereka akan barang-barang yang

sebenarnya tidak mereka butuhkan, akan tetapi karena pengaruh trend atau

mode yang tengah berlaku, maka mereka merasa akan suatu keharusan

untuk membeli barang-barang tersebut.

Belanja adalah mengeluarkan uang untuk mendapatkan barang yang

diharapkan mempunyai nilai yang seimbang. Tetapi terkadang uang yang

dikeluarkan tidak setara dengan nilai barang yang yang dibeli. Kegiatan

belanja pada awalnya dilakukan hanya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian, namun banyak individu yang

melakukan kegiatan belanja ini untuk alasan lain melepaskan diri dari rasa

depresi, mengekspresikan identitas diri atau untuk sekedar kesenangan

belaka. Perilaku-perilaku belanja yang kurang perencanaan dan melibatkan

faktor emosi, terutama perasaan yang menyenangkan dan penuh gairah,

tersebut dinamakan belanja impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001).

Salah satu indikator membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia

adalah meningkatnya daya beli masyarakat. Kondisi ini dapat dicermati

dengan semakin banyaknya tempat-tempat perbelanjaan yang disebut

dengan supermarket atau mal. Banyaknya supermarket di satu sisi memberi

manfaat seperti memberi kesempatan kerja pada sekian banyak orang,

(42)

tidak perlu pergi jauh-jauh ke pusat kota untuk membeli produk.

Supermarket atau mal juga dapat digunakan sebagai tempat refresing,

sehingga tidak mengherankan kalau semakin banyak orang yang memilih

mal sebagai tempat rekreasi mereka. Suasana indah dan menarik akan selalu

menjadi perhatian para pengelola supermarket atau para pemasar dalam

rangka mempersuasi konsumen supaya melakukan pembelian atas produk

ataupun jasa yang ditawarkan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa

keindahan dan kecantikan yang ditawarkan seringkali mendorong orang

untuk melakukan pembelian (Indarjati, 2003: 1-2)

Membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang

dibutuhkan, tetapi membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti

sekedar mengikuti arus mode, hanya ingin mencoba produk baru, dan ingin

memperoleh fungsi yang sesungguhnya dan menjadi suatu ajang

pemborosan biaya karena belum memiliki penghasilan sendiri (Zebua &

Nurdjayadi, 2001, 73)

.

2.3 Mati

Mati menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari

jasad, kalau menurut ilmu kedokteran orang baru dikatakan mati jika

jantungnya sudah berhenti berdenyut. Mati menurut Al-Qur’an adalah

terpisahnya Ruh dari jasad dan hidup adalah bertemunya Ruh dengan Jasad.

Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad sebanyak dua kali dan

(43)

Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih

berada dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh manusia

ketika itu belum memiliki jasad. Allah mengumpulkan mereka dialam Ruh

dan berfirman sebagai disebutkan dalam surat Al A’raaf 172 : S

Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan)

ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti,

tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian inilah, pemulaian resusitasi

dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital termasuk

fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.

Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian

seluler (seluler death) akibat ketiadaan oksigen dan kematian manusia

sebagai individu (somatic death). Kematian individu dapat didefinisikan

secara sederhana sebagai terhentinya kehidupan secara permanen

(permanent cessation of life) atau dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya

secara permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung dan

otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi

oksigen.Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan

tubuh makasel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan

mengalami kematian,dimulai dari sel-sel paling rendah daya tahannya

terhadap ketiadaan oksigen

Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf

minimaluntuk mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya

(44)

keadaandimana ketika fungsi ketiga organ vital sistem saraf pusat,

sistemkardiovaskuler, dan sistem pernafasan berhenti secara menetap. Mati

serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali

batang otak dan serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi

dengan bantuan alat. Sedangkan mati batang otak adalah kerusakan seluruh

isineuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan sebelum.

Kriteria diagnostik penentuan kematian:

1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap

komandoatau perintah, dan sebagainya)

2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak

sedang berada dibawah pengaruh obat-obatan curare

3. Tidak ada reflek pupil

4. Tidak ada reflek kornea

5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan

6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong

kedalam

7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es

yangdimasukkan ke dalam lubang telinga

8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang

cukup lama walaupun pCO2 sudah melampaui wilayah ambang

rangsangan napas (50 torr). Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling

cepat 6 jam setelah onsetkoma serta apneu dan harus diulangi lagi

(45)

konfirmasi dengan EEG dan angiografi hanyadilakukan jika tes klinik

memberikan hasil yang meragukan atau jika ada kekhawatiran akan

adanya tuntutan di kemudian hari

2.4 Per ilak u Konsumtif

Perilaku konsumtif merupakan kecenderungan manusia untuk

melakukan konsumsi tiada batas menurut Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia. Perilaku konsumtif adalah sebagai kecenderungan seseorang

yang berperilaku secara berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli

secara tidak terencana. Penyebab perilaku konsumtif adalah semakin

membaiknya keadaan sosial ekonomi sebagai masyarakat, membanjirnya

barang – barang produksi, efektifnya sarana periklanan termasuk

didalamnya media massa berkembangnya gaya hidup, mode,masih tebalnya

sikap gengsi, status sosial.

Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif,

sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi

mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan

mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Oleh

karena itu, arti kata konsumtif (consumtive) adalah boros atau perilaku yang

boros, yang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam artian

luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan,

(46)

skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang

bermewah-mewah, (Peter Salim, 1996).

Hal ini bisa kita lihat dari ekspresinya yang paling primitif hingga

yang paling mutakhir di jaman modern ini. Tendensi yang ada dalam diri

manusia untuk selalu tak pernah puas (never-ending-discontentment) ”mau

ini-mau itu” dengan hal-hal yang telah mereka miliki ditambah dengan

dorongan kuat ambisi pribadi dan semangat kompetisi untuk mencapai

sesuatu yang lebih.

Pola hidup konsumtif sudah mengakar di budaya bangsa Indonesia,

sehingga tak mengenal tua-muda, tak mengenal kaya-miskin, keinginan

untuk hidup “wah” secara merata hinggap di pikiran kita. Tentu ada

pengecualian bagi segelintir orang, namun pada umumnya ya begitulah.

Keinginan memiliki benda-benda pemuas panca indra yang berdampak pada

bertambahnya kebutuhan energi, kian meningkat seiring dengan

peningkatan pendapatan per-kapita. Pendapatan mestinya tidak dihabiskan

untuk keperluan konsumtif, tetapi disisihkan sebahagian untuk tabungan.

Tabungan akan bermanfaat untuk keperluan investasi, dan kemudian akan

bisa digunakan untuk usaha-usaha produktif.

Perilaku konsumtif masyarakat pada dasarnya terbentuk ketika

remaja yang kemudian terbawa hingga dewasa. Perilaku konsumtif pada

remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia

peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya

(47)

Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya

itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang

sedang “tren”. Perubahan sosial yang dialami remaja menyebabkan remaja

harus menyesuaikan diri dengan teman sebayanya dan orang lain. Akibat

tidak percaya diri menyebabkan remaja mencari cara untuk dapat

meningkatkan percaya dirinya. Salah satu cara adalah dengan penggunaan

barang-barang yang dianggap mampu meningkatkan rasa percaya dirinya.

Adanya kebutuhan yang kuat dalam berteman menjadikan remaja ingin

diterima menjadi bagian dari kelompok. Agar bisa diterima oleh

kelompoknya, remaja sedapat mungkin untuk bisa sejalan dengan kelompok

salah satunya dengan penggunaan barang-barang yang sama dengan

kelompoknya. Adanya keinginan untuk meningkatkan percaya diri dan

kebutuhan dalam berteman dapat mendorong remaja membeli barang secara

berlebihan. Selain itu, karakteristik remaja yang labil, spesifik, dan mudah

dipengaruhi membuat mereka sering dijadikan target pemasaran produksi

industri sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam

membeli yang tidak wajar (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

Fenomena perilaku konsumtif yang sedang mengakar kuat dalam

sebagian besar masyarakat Indonesia berpengaruh terhadap gaya hidup

mereka, dengan perkembangan zaman yang semakin modern. Sehingga

masyarakat mempunyai pandangan hidup yang menganggap bahwa

kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Mereka

(48)

menikmati hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut

paham ini, hidup dijalanani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa

nafsu yang tanpa batas. Pandangan mereka terangkum dalam pandangan

Epicurus yang menyatakan, “Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah

nafsumu, karena besok engkau akan mati.”

Pandangan hidup seperti penjelasan diatas merupakan pandangan

hidup secara “hedonisme”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

hedonisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesenangan dan

kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI, edisi ketiga,

2001). Secara general, hedonisme bermakna, kesenangan merupakan

satu-satunya manfaat atau kebaikan. Dengan demikian hedonisme bisa

didefinisikan sebagai sebuah doktrin (filsafat etika) yang berpegangan

bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap

kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan.

Paradigma hedonistis memfokuskan pandangannya pada pencarian

kesenangan dan penghindaran terhadap segala penderitaan. Namun dewasa

ini substansi secara harfiah sudah tidak lagi menemukan relevansinya.

Nampaknya tidak ada persamaan persepsi mengenai apa-apa saja yang

sebenarnya bisa mendatangkan kesenangan dan apa-apa saja aktivitas yang

(49)

2.5 Ker angka Ber fikir

Dalam memaknai tanda dan lambing yang ada dalam objek, juga

berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Dalam penelitian ini

peneliti melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambing berabentuk

tulisan pada lirik lagu “Belanja Terus Sampai Mati” dengan menggunakan

metode semiotik Saussure, sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil dari

interpretasi data mengenai lirik lagu tersebut.

Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan metode semiotic

Pierce karena dalam lirik lagu “Belanja Terus Sampai Mati” kata – kata

yang digunakan adalah kata – kata yang lugas atau kalimat langsung

sehingga peneliti tidak banyak menemukan adanya simbol – simbol yang

bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan analisis. Oleh karena itu peneliti

menggunakan semiotik Saussure dengan menitikberatkan pada hubungan

penanda dan petanda yang ada pada lirik lagu tersebut.

Dari data – data berupa lirik lagu “Belanja Terus Sampai Mati”

karya Efek Rumah Kaca, kata – kata dan rangkaian kata dalam kalimat lirik

lagu tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode semiotik

Saussure dengan (menitikberatkan pada aspek material (penanda) dan aspek

mental (petanda) yang pada akhirnya diperoleh signifikasi) sehingga

menghasilkan suatu interpretasi bagaimana lirik lagu “Belanja Terus Sampai

(50)

Berikut gambar kerangka berpikir dari penelitian ini adalah :

Lirik Lagu “Belanja Terus

Sampai Mati” Oleh Efek Rumah Kaca

Semiotik Saussure : 1. Signifier atau penanda

adalah kata, frase, kalimat dalam lirik lagu “Belanja Terus Sampai Mati” oleh Efek Rumah Kaca. 2. Signified atau petanda

adalah makna yang terkandung dalam kata, frase, kalimat dalam lirik lagu “Belanja Terus Sampai Mati” oleh Efek Rumah Kaca.

Pemaknaan lirik lagu “Belanja Terus Sampai Mati” oleh Efek

(51)

3.1

J enis Penelitian

3.1.1. Pemak naan lir ik lagu “Belanja Ter us Sampai Mati”

Jenis pendekatan yang digunakan dalam hal ini adalah pendekatan

deskriptif kualitatif, dimana dalam pendekatan deskriptif kualitatif akan

dapat menginterpretasikan secara rinci pemaknaan lirik dalam lagu “

Belanja Terus Sampai Mati” karya Efek Rumah Kaca. Dimana dalam

penelitian ini akan mengungkapkan secara terperinci fenomena kehidupan

sosial masyarakat tanpa harus melakukan hipotesa yang telah dirumuskan

secara ketat (Singarimbun, 1985 : 4 ). Metodologi kualitatif juga akan lebih

mudah menyesuaikan apabla ditemukan kenyataan ganda dalam penelitian.

Selain itu metode ini juga jauh lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan

dengan pengaruh bersama terhadap pola – pola nilai yang dihadapi.

Gambar

Gambar 2.1. Diagram Semiotik Saussure (1990:44)

Referensi

Dokumen terkait

Kajian Sosiologi Sastra ” bertujuan untuk mendeskripsikan kritik sosial dalam lirik lagu band Efek Rumah Kaca, dan juga mendeskripsikan relasi kritik sosial yang

Penelitian ini difokuskan pada lirik lagu ciptaan Efek Rumah Kaca dalam album Sinestesia yaitu “ Merah dan Biru ” Lirik-lirik lagu tersebut bersifat puitis dan memiliki

Berdasarkan pembahasan di atas kesimpulannya bahwa gaya bahasa yang digunakan pada lirik lagu Efek Rumah Kaca ada tiga yaitu gaya bahasa perbandingan (metafora

Penelitian ini difokuskan pada lirik lagu ciptaan Efek Rumah Kaca dalam album Sinestesia yaitu “ Merah dan Biru ” Lirik-lirik lagu tersebut bersifat puitis dan memiliki

Kesimpulan pada pemaknaan lirik lagu “ Drama Keadilan “ yang dipopulerkan oleh Saykoji ini adalah banyaknya permasalahan – permasalahan yang dialami negara

Gelap. Objek penelitian ini yaitu kritik sosial dalam lirik lagu band Efek rumah Kaca. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra.

Lagu ciptaan Buy Akur yang berjudul “Keong Racun”, membuat peneliti tertarik untuk melakukan suatu studi pemaknaan terhadap lirik lagu “Keong Racun” karena beberapa hal,

Kesimpulan pada pemaknaan lirik lagu “ Drama Keadilan “ yang dipopulerkan oleh Saykoji ini adalah banyaknya permasalahan – permasalahan yang dialami negara