96 BAB V
PENUTUP
Pada bagian ini penulis akan mengemukakan tentang 2 (dua) hal yaitu (1) Kesimpulan, dan (2)
Saran sebagai rekomendasi dari bagian penutup tesis ini.
A.KESIMPULAN
Ritual pebale rau kattu do made adalah ritual kematian yang masih dilaksanakan oleh
orang Sabu diaspora. Manfaat pelaksanaan ritual pebale rau kattu do made dapat ditinjau dari
berbagai aspek yaitu aspek budaya, agama dan sosial. Dalam aspek agama, pelaksanaan ritual ini
dapat dilihat dalam hubungan lintas agama. Pelaksanaan ritual ini yang melibatkan orang-orang
dari berbagai macam agama, baik itu yang beragama Kristen Protestan, Roma Katolik, Islam
maupun yang beragama suku Sabu (jingitiu). Jika orang-orang dari komunitas agama yang
berbeda-beda itu hadir dalam ritual ini (mungkin keluarga yang terlibat berbeda agama),
sekalipun mereka berkonflik tetapi ketika ada dalam ritual ini mereka dapat berdamai satu
dengan yang lain. Ritual ini sekaligus dapat menjadi alat perdamaian dalam sebuah konflik
hubungan antar agama.
Dalam aspek budaya dapat dilihat bahwa pelaksanaan ritual ini memiliki makna
panggilan untuk semua anak cucu agar mengingat asal-usulnya sebagai negeri tuak dan gula.
Kemakmuran di rantau tak dapat menghilangkan tanggung jawab serta identitas diri sebagai
orang Sabu. Pesan untuk kembali melihat negeri Sabu sebagai tanah lontar dan gula adalah pesan
bagi semua generasi dan simbol rau kattu adalah sebagai wadah untuk berziarah melihat dan
mengambil peran bagi kebaikan tanah Sabu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
97
berziarah dan mengabdikan kembali ilmu yang diperoleh di negeri rantau untuk pengembangan
negeri lontar dan gula. Selain itu, nilai yang terkandung dalam pelaksanaan ritual pebale rau
kattu do made adalah identitas. Identitas sebagai orang Sabu melekat dalam diri seseorang mulai
dari seseorang itu dilahirkan sampai seseorang itu meninggal. Sekalipun seseorang setelah
dilahirkan dan dalam perkembangan kehidupannya ia menjadi seorang perantau tetapi identitas
dari tempat asal (identitas sebagai orang Sabu) tidak akan pernah hilang. Dalam keadaan
seseorang perantau telah meninggal juga, ia tetap memiliki identitas sebagai orang Sabu. Hal itu
nyata ketika dilaksanakannya ritual pebale rau kattu do made, tujuan pelaksanaan ritual ini
hanya untuk menegaskan bahwa sekalipun orang Sabu telah merantau tetapi identitas mereka
sebagai orang Sabu tidak pernah hilang.
Dalam aspek sosial, pelaksanaan ritual pebale rau kattu do made ini memberi dampak
yang bermanfaat bagi masyarakat di Sabu. Hal itu dapat dilihat dari kehadiran keluarga dari
rantau yang berdampak secara ekonomi. Mereka datang tentu dengan membawa rejeki yang
mereka dapatkan di rantau untuk berbagi dalam bentuk misalnya, pakaian, makanan, kolekte dan
perlengakapan rau kattu. Tidak saja hal-hal fisik yang dapat dibagi oleh keluarga dari rantau
tetapi juga seperti pengetahuan dan keterampilan pun dapat dibagi. Anak-anak rantau yang
datang pun dapat memberi dirinya sebagai sumber daya untuk membangun kampung
halamannya sesuai dengan talenta setelah melihat kampung halamannya dari dekat. Rau kattu
adalah kegiatan kekerabatan yang tentu berdampak secara ekonomis tetapi bagi mereka, tindakan
kasih dalam keluarga tidak dapat diukur secara ekonomis, meskipun bagi orang lain dianggap
sebagai pemborosan. Apapun yang dibuat dalam bentuk kasih dalam keluarga tentu tak boleh
dihitung dengan rumus ekonomi. Sejauh ini tidak ada syarat yang menyatakan bahwa keluarga
98
pebale rau kattu do made. Ada rasa pengertian di antara keluarga yang datang dan keluarga di
Sabu sehingga semua kebutuhan dapat terpenuhi dengan baik.
Contoh dari keluarga Riwu Kaho saat mereka mengantar rau kattu almarhum Robert
Riwu Kaho dan keluarga Ratoe Oedjoe dengan rau kattu almarhum Isakh Ratoe Oedjoe ke
rumah keluarga di kampung leluhur Namata, desa Raeloro Kecamatan Sabu Barat yang disertai
dengan pelayanan kesehatan bagi masyarakat setempat. Kegiatan ini menjadi salah satu cara dari
anak dan cucu di perantauan untuk menyatakan kecintaan dan kepedulian sosialnya dengan
barbagi rejeki. Kehadiran anak dan cucu dengan segala potensi yang dimiliki menjadi impian
yang telah lama dirindukan oleh para leluhur. Tentu di alam sana para leluhur dapat tersenyum
dan bangga sebab tanah air Sabu adalah negeri untuk mereka yang telah hidup, sekarang hidup
dan yang akan hidup nanti. Pada masa kini melalui rau kattu, menjadi ajang untuk mereka saling
berbagai potensi untuk membangun diri, keluarga dan masyarakat dengan lingkungannya.
B.SARAN
1. Bagi kaum yang sudah memeluk agama di suku Sabu tidak perlu mendiskreditkan bahwa
agama suku Sabu (jingitiu) adalah agama kafir dan ritual-ritual yang dilaksankan adalah
kafir. Atau justru jika orang-orang yang sudah memeluk agama baik itu Kristen, Katolik
dan Islam itu melakukan sinkretisme. Lebih jauh yang mau dilihat sebenarnya bukan
tradisi dari agama suku yang mau diterapkan tetapi nilai-nilai luhur dari ritual pebale rau
kattu do made ini yang menjadi alasan ia tetap dilaksanakan oleh orang-orang yang telah
beragama.
2. Bagi para pemangku adat, agar tetap dapat menjaga dan melestarikan ritual pebale rau
kattu do made ini ditengah-tengah situasi globalisasi dan modernisasi yang berlangsung.
99
praksisnya, sejarah tentang ritual pebale rau kattu do made ini perlu diceritakan kepada
orang-orang muda. Alasannya yang terjadi pada masa sekarang ini orang Sabu generasi
anak cucu melaksanakan ritual ini tanpa tahu sejarahnya dan ritual ini dilaksanakan
karena sudah turun-temurun.
3. Bagi pemerintah, dalam rencana ritual pebale rau kattu do made ini akan menjadi salah
satu produk yang menjadi tujuan wisata yang akan mendatangkan keuntungan bagi
pemerintah daerah Kabupaten Sabu Raijua. Namun, hal yang perlu diingat adalah
pelaksanaan tujuan wisata ini tidak akan mengikis atau mengurangi tata cara pelaksanaan