PADANAN MAKNA PERIBAHASA MANDARIN BERUNSUR NAMA HEWAN DALAM
PERIBAHASA INDONESIA
汉语中动物名词的成语与印尼语成语的对比分析
( Hànyǔ zhòng dòngwù míngcí de chéngyǔ yǔ yìnní yǔ chéngyǔ de duìbǐ fēnxī )
SKRIPSI
OLEH:
NURLIANI SIREGAR 150710011
PROGRAM STUDI BAHASA MANDARIN FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahun saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan,
Nurliani Siregar 150710011
PADANAN MAKNA PERIBAHASA MANDARIN BERUNSUR NAMA HEWAN DALAM PERIBAHASA INDONESIA
汉语中动物名词的成语与印尼语成语的对比分析
( Hànyǔ zhòng dòngwù míngcí de chéngyǔ yǔ yìnní yǔ chéngyǔ de duìbǐ fēnxī )
NURLIANI SIREGAR 150710011
ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah Padanan Makna Peribahasa Mandarin Berunsur Nama Hewan Dalam Peribahsa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan padanan peribahasa mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa Indonesia serta mendeskripsikan persamaan dan perbedaan leksikon unsur pembentuk peribahasa mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa Indonesia. Adapun teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori semantik makna leksikal dan idiomatikal. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif. Data penelitian adalah tiga puluh peribahasa mandarin berunsur nama hewan dan padanannya dalam peribahasa Indonesia. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui kamus peribahasa mandarin dan Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tiga puluh data peribahasa mandarin berunsur nama hewan yang dianalisis terdapat pula tiga puluh padanan makna idiomatikal yang sama dalam peribahasa Indonesia.
Persamaan leksikon unsur pembentuk peribahasa yang ditemukan pada padanan makna peribahasa mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa Indonesia sebanyak delapan data. Perbedaan leksikon unsur pembentuk peribahasa yang ditemukan pada padanan makna peribahasa mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa indonesia sebanyak empat belas data. Dan peribahasa mandarin berunsur leksikon nama hewan yang padanannya dalam peribahasa Indonesia berunsur leksikon kata benda dan kerja sebanyak delapan data.
Kata kunci : peribahasa, padanan, makna leksikal, makna idimatikal
THE EQUIVALENT MEANING OF MANDARIN PROVERB ANIMALS ELEMENT IN INDONESIAN PROVERB
汉语中动物名词的成语与印尼语成语的对比分析
( Hànyǔ zhòng dòngwù míngcí de chéngyǔ yǔ yìnní yǔ chéngyǔ de duìbǐ fēnxī )
NURLIANI SIREGAR 150710011
ABSTRAK
The title of this research is the the equivalent meaning of chinese proverb animals element in indonesia proverb. This study aims to describe the equivalent of the Mandarin proverb in the form of animals element in Indonesian proverbs and to describe the similarities and differences in the lexicon forming elements of the Mandarin proverb in the form of animal names in Indonesian proverbs. The theory used in this research is the semantic theory of lexical and idiomatical meaning. The research method used in this research is descriptive qualitative analysis. The research data is thirty Mandarin proverbs that have animals element and their equivalent in Indonesian proverbs. Sources of data in this study were obtained through a dictionary of Chinese and Indonesian proverbs. The results of this study indicate that thirty data of proverbial mandarin in the form of animals element analyzed there are also thirty matching idiomatic meanings that are the same in Indonesian proverbs. Equation of lexicon forming elements of proverbs found in the equivalent meaning of Mandarin proverbs using animals element in Indonesian proverbs has eight data. The difference in the lexicon of the element that form the proverb found in the equivalent meaning of the mandarin proverb, which also has the animals element in Indonesian proverbs, has fourteen data. And the mandarin proverb lexicon of the animals element whose equivalent in the Indonesian proverb used noun and verb as lexicon has eight data.
Keywords: proverbs, equivalent, lexical meanings, idiomatic meanings
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PADANAN MAKNA PERIBAHASA MANDARIN BERUNSUR NAMA HEWAN DALAM PERIBAHASA INDONESIA”. Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Bahasa
Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam bidang Bahasa Mandarin.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan, saran dan do’a. Oleh karena itu pada kesempatan ini, Penulis dengan segenap hati ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih ini Penulis tujukan kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Mhd. Pujiono, M.Hum., Ph.D selaku Ketua Program Studi Bahasa Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Niza Ayuningtias, S.S., MTCSOL selaku Sekretaris Program Studi Bahasa Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Julina, B.A., MTCSOL Selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam mendukung dan membimbing Penulis dari awal hingga tahap akhir penyelesaian penelitian ini.
Tidak ada kata yang dapat mewakili rasa terima kasih kepada beliau karena memberikan keluangan waktu serta masukan dan arahan dalam penelitian ini.
5. Ibu Vivi Adryani Nasution, S.S., MTCSOL selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi selama penulis melaksanakan pendidikan di Program Bahasa Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh Dosen dan staf pengajar di Program Studi Bahasa Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada Penulis selama masa perkuliahan.
7. Kedua orangtua yang Penulis sayangi, yang telah mendidik Penulis serta tiada hentinya memberikan doa, dukungan, semangat dan juga nasihat.
Kepada kedua Adik Penulis, Udak-udak, Bou Mar dan Amangboru yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi.
8. Sahabat terbaik yang Penulis sayangi yaitu Zahara, Akhiria, Annisa, Yolanda, Putri, Mega dan duo nur yang lain Nurul dan Nuri yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, nasihat, motivasi, serta arahan dalam menyelesaikan skripsi.
9. Seluruh teman-teman Stambuk 2015 dan adik-adik Huashan Stambuk 2016, 2017, 2018 yang selama ini menjadi keluarga Penulis di Program Studi Bahasa Mandarin.
10. Seluruh teman-teman KKN Simeulu 2018 yaitu Arman, Yudi, Yoga, Putri, Salsa, Winda, Ayu, Khaira, Dedek, Septi, Salma, Sarah, Tiwi dan Hana yang menjadi keluarga selama kkn dan menjadi teman untuk seterusnya yang telah memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dalam penyempurnaan materi kajian maupun analisisnya. Akhirnya Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan orang lain.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN …...i
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
PRAKATA ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR SINGKATAN...xii
BAB I PENDAHULUAN …...1
1.1 Latar Belakang………..1
1.2 Rumusan Masalah……….7
1.3 Batasan Masalah………...7
1.4 Tujuan Penelitian………..8
1.5 Manfaat Penelitian………....8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..9
2.1 Konsep………..9
2.1.1. Peribahasa Mandarin………..9
2.1.2. Peribahasa Indonesia...……….12
2.1.3. Makna...……….12
2.1.4. Padanan...………..14
2.1.5 Penyebab Perbedaan Peribahasa Suatu Negara Dengan Negara Lain..15
2.2 Landasan Teori………...22
2.2.1. Semantik...………...22
2.1.3.1. Makna Leksikal...………....22
2.1.2.2. Makna Idiomatikal...……….………....22
2.3 Tinjauan Pustaka………23
BAB III METODE PENELITIAN………25
3.1 Metode Penelitian………...25
3.2 Data dan Sumber Data………....26
3.3 Teknik Pengumpulan Data……….27
3.4 Metode Analisis Data ………...……….. 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30
4.1 Hasil ………...………...30
4.2 Pembahasan………...………...32
4.2.1 Padanan Peribahasa Mandarin Berunsur Nama Hewan Dalam Peribahasa Indonesia ………...………...32
4.2.2 Persamaan Dan Perbedaan Leksikon Unsur Pembentuk Peribahasa Yang Ditemukan Dalam Peribahasa Mandarin Dan Peribahasa Indonesia ………...………...36
4.2.2.1 Persamaan Yang Ditemukan Dalam Leksikon Unsur Pembentuk Peribahasa ………...………...42
4.2.2.2 Perbedaan Yang Ditemukan Dalam Leksikon Unsur Pembentuk Peribahasa …………...………...42
4.2.2.3 Peribahasa Mandarin Berunsur Leksikon Nama Hewan Yang Padanannya Dalam Peribahasa Indonesia Berunsur Leksikon Lain...53
BAB V PENUTUP ………...………...59
5.1 Kesimpulan ...59
5.2 Saran ...60
DAFTAR PUSTAKA...61
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 hasil analisis data pada penelitian padanan makna peribahasa mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa indonesia
Tabel 4.2.1 Padanan makna peribahasa mandarin berunsur nama hewan yang ditemukan dalam peribahasa indonesia
DAFTAR SINGKATAN
1. BSu = Bahasa Sumber 2. BSa = Bahasa Sasaran 3. HB = Hubung Banding
4. HBSP = Hubung Banding Menyamakan Hal Pokok
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi antar sesama manusia. Sebagai manusia dan makhluk sosial, kita tidak dapat terlepas dari penggunaan bahasa. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Keraf (1980: 53) mengatakan bahwa, ―bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, dan tujuan kepada orang lain‖. Selain itu bahasa merupakan salah satu aspek dari kebudayaan. Dalam setiap kebudayaan, bahasa merupakan suatu unsur pokok yang terdapat dalam masyarakat.
Menurut Chaer ( 2011: 1 ) Bahasa sebagai suatu sistem berupa lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mendefinisikan diri. Oleh karena itu, bahasa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Pergantian zaman tidak pula mengubah fungsi bahasa sebagai alat komunikasi antara manusia dengan manusia lainnya.
Namun sebagai alat penyampaian ide, komunikasi, konsep, serta gagasan bahasa masih memiliki beberapa persoalan dan hambatan.
Hambatan tersebut ialah kesalahpahaman manusia dalam memahami suatu pernyataan yang diungkapkan karena tidak semua masyarakat menggunakan bahasa yang sama. Bahasa sangat berhubungan erat dengan budaya karena bahasa merupakan produk sekaligus wadah penyampai kebudayaan.
Setiap negara dan suku bangsa di dunia ini memiliki ragam bahasa yang berbeda-beda. Masing-masing negara memiliki bahasa resmi yang kemudian bahasa itulah yang menjadi bahasa pemersatu dan juga menjadi salah satu identitas mereka. Penggunaan bahasa yang digunakan masyarakat tergantung pada faktor geografis (dialek) atau faktor sosial (sosialek). Merujuk pada hal-hal tersebut bahwa penyebab adanya hambatan tersebut antara lain adalah perbedaan bahasa dan budaya.
Begitu juga antara bahasa Indonesia dengan bahasa Mandarin yang masing-masing memiliki ciri khas dan juga aturan-aturan atau tata bahasanya tersendiri. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Indonesia yang dipakai sebagai bahasa pemersatu Bangsa Indonesia, sedangkan bahasa Mandarin merupakan bahasa resmi negara Republik Raykat Tiongkok (RRT) yang memiliki suatu keunikan tersendiri, yakni dengan beberapa huruf dapat menjelaskan suatu keadaan atau kondisi yang kompleks. Satu huruf yang biasa disebut hanzi apabila digabungkan dengan hanzi yang lainnya maka akan menjadi satu kesatuan kalimat yang singkat penuh makna.
Oleh karena itu tidak jarang dalam bentuk-bentuk komunikasi tersebut kita memakai ungkapan khusus untuk menyampaikan sebuah pesan. Ungkapan khusus ini biasa dikenal dengan Peribahasa. Peribahasa berkaitan dengan kultur masyarakat yang bersangkutan. Ungkapan khusus ini berbeda dari negara satu dengan negara lainnya. Peribahasa terdapat diberbagai bahasa yang ada di dunia.
Begitu juga dengan bahasa Indonesia maupun bahasa Mandarin. Peribahasa memiliki peranan yang cukup penting di dalam berkomunikasi antar masyarakat.
Peribahasa sebagai suatu simbol bahasa yang sangat unik juga sangat melekat erat dengan kehidupan manusia. Kehadiran Peribahasa sendiri sangat dipengaruhi oleh pola pikir penutur bahasa itu sendiri. Oleh sebab itu, orang- orang yang belajar suatu bahasa baru harus mempelajari Peribahasa bahasa tersebut sebagaimana mereka mempelajari kosa kata lain dalam bahasa itu.
Menurut Chaer (2007:296) Peribahasa adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ―diramalkan‖ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Secara linguistik Peribahasa adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya.
Meskipun peribahasa sering digunakan dalam berkomunikasi di masyarakat, terkadang masih banyak masyarakat yang masih belum mengerti benar arti dari setiap Peribahasa yang digunakannya. Peribahasa setiap bahasa tentunya terdapat perbedaan, tidak terkecuali Peribahasa Indonesia dan Peribahasa Mandarin. Masyarakat Tiongkok terkenal dengan peradaban dan sejarahnya yang panjang. Sehingga dalam penyampaian maksud masyarakat Tiongkok sering menyampaikannya menggunakan ungkapan-ungkapan.
Peribahasa Mandarin dikenal sebagai chéngyǔ yang banyak dikutip dari bahasa Mandarin klasik yang berasal dari cerita fabel, cerita dewi-dewi, sejarah, karya sastra klasik serta kehidupan sosial masyarakat Tiongkok yang diwariskan secara turun temurun (Mei Ling, 2014:1).
Pengertian chéngyǔ menurut Huang dan Liao: ―成语是一种相沿习用具 有 书 面 语 色 彩 的 固 定 短 语‖ artinya chéngyǔ adalah sejenis ungkapan yang sifatnya tetap, digunakan dalam waktu lama serta mempunyai bahasa penulisan yang tetap (Xiàndài Hànyǔ, 2008:317 dalam Widuri Nurul, 2017:28).
Selain menambah kekayaan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Mandarin, tetapi juga memberikan pemahaman bahwa chéngyǔ tidak diartikan secara leksikal. Hal ini yang sering menjadi kendala bagi pembelajar bahasa Mandarin karena pada chéngyǔ tidak dapat diartikan secara langsung berdasarkan makna leksikalnya melainkan harus dimaknai melalui makna konotasi atau idiomatikal agar dapat di pahami dan berterima. Sedangkan, bagi pembelajar bahasa Mandarin dalam kegiatan belajar mengajar, chéngyǔ tidak dipelajari secara khusus baik formal dan informal. Oleh karena itu banyak pembelajar bahasa bahasa Mandarin yang tidak mengetahui chéngyǔ secara lebih dalam.
Oleh sebab itu untuk menambah pengetahuan dan pemahaman yang lebih dalam mengenai peribahasa Mandarin dan Indonesia kita perlu mencari padanan peribahasa kedua bahasa tersebut yang tepat dan dapat berterima. Kridalaksana (2001:152) Padanan adalah kata atau frasa yang sama atau persamaan dengan kata atau frasa dalam bahasa lain. Padanan bukan berarti hubungan satu lawan satu, yaitu ungkapan dalam bahasa sumber (Bsu) mendapatkan satu padanan ungkapan dalam bahasa sasaran (Bsa). Padanan adalah unsur bahasa sasaran yang mengandung pesan yang sama dengan unsur bahasa sumber.
Hal tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini:
Contoh 1
(1) Jǐngdǐzhīwā
井 底之 蛙 ―katak dalam tempurung‖
―Katak didasar sumur‖
(Kamus Peribahasa Tionghoa 21:2012)
Ungkapan di atas memiliki makna ―Seseorang dengan pemikiran atau pandangan yang sempit‖ makna tersebut dalam bahasa Indonesia dapat disampaikan dengan Peribahasa ―katak dalam tempurung‖, pada padanan tersebut ditemukan kesamaan yaitu keduanya menggunakan unsur leksikon yang sama yakni katak. Hal tersebut menyatakan bahwa dalam mengungkapkan makna yang sama, antara Peribahasa Mandarin dengan Peribahasa Indonesia dapat diungkapkan dengan Peribahasa berunsur leksikon yang sama pula.
Contoh 2
(2) zhū蛛 丝sī
mǎ马 迹jì
musang terjun, lantai terjungkat jaring laba-laba dan jejak kuda
(Kamus Peribahasa Tionghoa 42:2012)
Ungkapan diatas memiliki makna ―jejak kejahatan atau jejak kriminal‖
Peribahasa tersebut dalam bahasa Indonesia dapat disampaikan dengan Peribahasa
―musang terjun,lantai terjungkat‖, pada padanan tersebut ditemukan perbedaan yaitu keduanya menggunakan unsur pembentuk yang berbeda untuk menyatakan makna yang sama, pada Peribahasa Mandarin menggunakan unsur pembentuk
hewan yaitu laba-laba dan kuda sedangkan Peribahasa Indonesia menggunakan unsur pembentuk kata hewan yaitu musang.
Hal tersebut menyatakan bahwa dalam mengungkapkan makna yang sama, antara Peribahasa Mandarin dengan Peribahasa Indonesia selain dapat diungkapkan dengan Peribahasa berunsur leksikon yang sama juga dapat diungkapkan dengan Peribahasa berunsur leksikon yang berbeda juga. Seperti yang sudah dijelaskan di depan, peribahasa berunsur leksikon hewan berbeda dalam penyusun Peribahasa dapat mengungkapkan makna yang sama dalam Peribahasa Mandarin dan Peribahasa Indonesia. Atau sebaliknya, tidak semua nama hewan yang sama mengungkapkan makna yang sama pula.
Dengan demikian perlu dicari padanan Peribahasa yang tepat. Hal ini memberikan masalah tersendiri bagi pembelajar bahasa Mandarin yang memiliki bahasa berbeda. Peribahasa Mandarin berunsur nama hewan dipilih dalam penelitian ini karena peneliti beranggapan bahwa banyak peribahasa mandarin berunsur nama hewan yang imajinatif.
Ilmu yang mempelajari tentang makna adalah semantik. Semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa.
Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatikal, dan semantik (Chaer, 1990 : 2).
Untuk menganalisis peribahasa, kita juga harus memahami makna yang terkandung didalamnya. Menurut Chaer (2007: 289-296) makna terdiri dari makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual, makna referensial, makna
non-referensial, makna denotatif, makna konotatif, makna konseptual, makna asosiatif, makna kata, makna istilah, makna idiom dan makna peribahasa.
Makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa keriteria dan sudut pandang.
Menurut Chaer (2009:75) makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau kalimat) yang ―menyimpang‖ dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Oleh karena tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk menganalisis peribahasa Mandarin berunsur nama hewan dan mencari padanannya dalam peribahasa Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana padanan peribahasa berunsur nama hewan bahasa Mandarin dalam peribahasa Indonesia ?
2. Bagaimana perbedaan dan persamaan leksikon unsur pembentuk peribahasa dalam peribahasa Mandarin berunsur nama hewan yang ditemukan dalam peribahasa Indonesia ?
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas pembahasannya, dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti, maka penelitian ini dibatasi hanya 30 peribahasa Mandarin berunsur nama hewan dan padanannya dalam peribahasa Indonesia. Batasan masalah dalam penelitian ini meliputi kesamaan makna idiomatikal serta perbedaan dan persamaan unsur pembentuk peribahasa. 30 (tiga puluh) data tersebut dianggap sudah cukup relevan untuk penelitian ini.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan padanan peribahasa Mandarin berunsur nama hewan ke dalam peribahasa Indonesia.
2. Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan leksikon pembentuk peribahasa yang ditemukan dalam peribahasa berunsur nama hewan bahasa Mandarin dan peribahasa Indonesia.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat Teoritis
Dapat menambah wawasan dan pemahaman dari segi kebahasaan yang menyeluruh dalam kajian linguistik khususnya tentang peribahasa Mandarin dan Indonesia serta sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian yang sejenis.
1.5.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang dapat diambil dari hasil penelitian padanan peribahasa dalam bahasa Mandarin dan Indonesia ini adalah sebagai berikut:
a. Dapat digunakan untuk mengetahui makna leksikal dan makna idiomatikal dari peribahasa Mandarin sehingga dapat diketahui padanan peribahasa yang sesuai dalam peribahasa Indonesia.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penelitian lanjutan yang sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep merupakan penjelasan mengenai variabel-variabel yang terdapat dalam judul skripsi untuk lebih memahami hal-hal yang ada dalam penelitian.
Konsep adalah gambaran dari suatu objek, proses, ataupun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Pada penelitian ini, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berkenaan dengan (1) peribahasa (2) makna (3) padanan.
2.1.1 pengertian Peribahasa mandarin
Peribahasa dalam bahasa mandarin yaitu (Chéngyǔ) menurut Kamus Bahasa Mandarin Modern (Xiàn Dài HànYǔ Cí Diǎn, 2009:1267) adalah “固定 的词组,只能整个应用,不能随意变动其中成分,并且往往不能按照一般的 构词法来分析” yang artinya ―kelompok kata atau frasa yang susunannya tetap, hanya boleh digunakan secara menyeluruh, tidak boleh sembarangan mengubah unsur-unsurnya, dan biasanya tidak bisa dianalisis dengan metode pembentukan kata umum‖.
Berdasarkan pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa Chéngyǔ adalah suatu simbol bahasa yang sangat unik yang terbentuk dari suatu proses yang lama, dan tidak boleh sembarangan mengubah susunannya.
Dilihat dari segi linguistik, Chéngyǔ adalah kelompok kata dengan pola tetap, biasanya memiliki sifat (Anita Hasjem:2011) :
a. Susunannya tetap, unsur-unsur pembentuknya tidak boleh sembarangan diubah.
Misalnya ungkapan (Chǎoyóuyú) ―炒鱿鱼‖ (mengoreng cumi-cumi), kita tidak boleh menyebutnya menjadi :(Chǎo xiā) “炒虾” (menggoreng udang).
b. Maknanya khusus dan menyeluruh, tidak boleh diartikan dari satu per satu arti unsur-unsurnya.
Makna yang ada pada peribahasa (Chéngyǔ) adalah makna yang khusus, umumnya adalah makna gaya bahasanya ataupun makna dari penggunaannya.
Makna peribahasa (Chéngyǔ) terselimut di dalamnya, tidak boleh diartikan satu per satu dari unsur-unsur pembentuknya, karena itu makna peribahasa (Chéngyǔ) harus dipahami secara keseluruhan. Misalnya “虎䕱蛇尾 Hǔ tóu shã wěi”,
kita tidak bisa mengartikannya sebagai ―awal harimau ekor ular‖ tetapi harus dipahami secara keseluruhan sebagai ―sesuatu yang tidak dikerjakan dengan baik‖.
Peribahasa Bahasa Mandarin mencakup peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xièhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ) (Yáo, 2006:25 dalam Anita Hajem: 2011). Berikut masing-masing penejelasannya :
1. Peribahasa (Chéngyǔ)
Chéngyǔ dapat disetarakan dengan peribahasa pada bahasa Indonesia.
Chéngyǔ adalah kelompok kata atau frasa yang tetap yang sudah digunakan dalam jangka waktu panjang, bentuknya ringkas dan padat (XiànDài HànYǔ CíDiǎn,
Contoh: 马 到 成 功 (Kuda sampai sukses) yang artinya keberhasilan yang diperoleh dengan cepat.
2. Pepatah (Yànyǔ)
Yànyǔ dapat disetarakan dengan pepatah dalam bahasa Indonesia (Leman, 2007: xi). Yànyǔ disajikan dalam kalimat yang relatif lengkap dan banyak mengandung nasihat, kata-kata bijak atau nilai-nilai kearifan.
Contoh:千里之行始于足下 (Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah) yang artinya semua keberhasilan diraih sedikit demi sedikit.
3. Kiasan (Xièhòuyǔ)
Xièhòuyǔ setara dengan perumpamaan (kiasan, ibarat) dalam bahasa Indonesia (Leman, 2007:xvi). Xièhòuyǔ biasanya menggunakan benda atau sesuatu yang lain sebagai perbandingan (analogi). Xièhòuyǔ terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama sebagai perumpamaan dan bagian kedua sebagai penjelasan.
Contoh sebagai berikut: 百川归海——大势所趋 (Baichuan ke laut – tren zaman), sehingga arti dari perumpamaan ini adalah mengikuti perkembangan zaman.
4. Ungkapan (Guànyòngyǔ)
Guànyòngyǔ dapat disetarakan dengan ungkapan pada bahasa Indonesia.
Guànyòngyǔ adalah kelompok kata dengan pola tetap yang sering digunakan pada komunikasi sehari-hari, kebanyakan terdiri dari tiga karakter, yang maknanya merupakan perluasan dari makna unsur-unsur pembentuknya (Huáng, 1997: 316).
Contoh: 耳边风 (angin yang berlalu melewati telinga) yang artinya perkataan
2.1.2 Pengertian Peribahasa dalam Bahasa Indonesia
Definisi peribahasa yang disampaikan oleh Chaer (1984: 7) adalah bahasa (dapat berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat ditarik dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam bahasa tersebut atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur pembentuknya. Unsur-unsur pembentuk yang terdapat dalam peribahasa bukan hanya unsur berupa struktur bahasa.
Menurut Kridalaksana (2001: 80) peribahasa adalah kontruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya atau unsur- unsur pembentuknya. Sejalan dengan pendapat Kridalaksana, Keraf (2004: 109) menyatakan bahwa peribahasa sebagai pola-pola srtuktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa. Sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa peribahasa adalah ungkapan khusus dalam suatu masyarakat tertentu. Sama dengan pengertian peribahasa yang ada dalam bahasa Mandarin, peribahasa yang terdapat dalam bahasa Indonesia merupakan gabungan kata yang mempunyai makna baru, berbeda dengan makna unsur-unsur pembentuknya ungkapan khusus tidak hanya disebut dengan peribahasa.
Chaer (1984:9) menyatakan bahwa peribahasa, ungkapan, dan metafora, ketiganya mempunyai maksud yang hampir sama. Peribahasa dilihat dari segi makna, sedangkan ungkapan dilihat dari ekspresi kebahasaan, dan metafora dilihat dari segi kegunaannya.
Dilihat dari segi makna, peribahasa adalah ―penyimpangan‖ makna dari makna leksikal dan makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Dari segi ekspresi kebahasaan, yaitu dalam usaha penutur untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi dalam bentuk-bentuk suatu bahasa tertentu yang dianggap lebih tepat maka bahasa khusus ini disebut ungkapan. Sedangkan dari segi kegunaannya untuk membandingkan yang lain, maka istilah yang tepat yaitu metafora.
Contoh: ―Raja hutan‖ ―Harimau‖
Untuk meyebutkan harimau, istilah ―raja hutan‖ ini dapat disebut sebagai ungkapan, metafora maupun peribahasa. Berdasarkan penjelasan mengenai peribahasa di depan, dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan ciri peribahasa Mandarin dan peribahasa Indonesia.
2.1.3 Makna
Kridalaksana (2008:149) mengatakan bahwa makna adalah hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam diluar bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 548) makna adalah sesuatu yang berkaitan dengan maksud pembicara atau penulis. Ragam atau jenis makna adalah berbagai bentuk makna yang terdapat dalam sebuah bahasa. Makna kata dalam bahasa Indonesia bisa beraneka ragam karena berhubungan dengan pengalaman, sejarah, tujuan, dan perasaan pemakai bahasa. Meskipun makna kata itu beraneka ragam, namun tetap memiliki makna dasar (inti).
2.1.4 Padanan
Menurut Kridalaksana (2001: 152) Padanan adalah kata atau frasa yang sama atau bersamaan dengan kata atau frasa dalam bahasa lain. Padanan bukan berarti hubungan satu lawan satu, yaitu ungkapan dalam Bahasa Sumber (Bsu) mendapatkan satu padanan ungkapan dalam Bahasa Sasaran (Bsa). Padanan adalah unsur bahasa sasaran yang mengandung pesan yang sama dengan unsur bahasa sumber.
Bentuk satu bahasa dengan bahasa lainnya tidaklah selalu sama. Oleh sebab itu, seorang penerjemah harus dapat mencari kesepadanan dalam penerjemahan. Sebuah teks dapat disebut sepadan apabila pembaca bahasa sasaran dapat menangkap maksud yang sama dengan pembaca teks bahasa sumber.
Kata yang mempunyai arti berbeda dengan kata lain dapat mempunyai arti sama dalam situasi tertentu. Padanan yang ditemukan dalam penerjemahan peribahasa atau ungkapan yang bermakana idiomatik adalah padanan di atas tataran kata. Dikatakan padanan di atas tataran kata karena peribahasa bersifat eksosentris, artinya tidak ada unsur inti dan unsur penjelas didalamnya. Berbeda dengan frasa endosentris yang memiliki unsur inti dan unsur penjelas didalamnya.
Sifat eksosentris yang ada di dalam peribahasa menyebabkan maknanya bersifat idiomatik yaitu berupa ungkapan yang tidak dapat disimpulkan dari makna leksikal unsurnya.
Antara bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia terdapat kemungkinan menggunakan leksikon yang sama dalam mengungkapkan sesuatu. Namun terdapat pula perbedaan. Perbedaan inilah yang menyebabkan terjadinya penyesuaian dalam proses penerjemahan, karena perbedaan kaidah bahasa antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran.
Penyesuaian ini juga terjadi pada proses pencarian padanan peribahasa Mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa Indonesia. Penyesuaian tersebut dapat terjadi karena perbedaan leksikal unsur penyusun peribahasa dan sudut pandang yang berbeda antara masyarakat Tiongkok dan masyarakat Indonesia.
1) Persamaan dan Perbedaan Leksikal Unsur Penyusun Peribahasa.
Ada dua kemungkinan dalam pencarian padanan peribahasa yaitu ditemukannya persamaan dan perbedaan unsur penyusun peribahasa, contoh:
a) Persamaan yang ditemukan Peribahasa
Mandarin Jǐngdǐzhīwā
井 底之 蛙 Katak didasar sumur
Makna Sesorang dengan
pemikiran atau pandangan yang
sempit
Peribahasa Indonesia Katak dalam
tempurung
Persamaan unsur penyusun peribahasa yang ditemukan antara lain:
1. Menggunakan unsur nama hewan yang sama yaitu ―katak‖
2. Leksikal unsur pembentuk kedua peribahasa sama.
b) Perbedaan yang ditemukan Peribahasa
Mandarin 一Yī
jián箭
shuāng双 diāo雕 Satu anak panah mengenai dua ekor
burung elang
Makna Mendapat 2 hasil
sekaligus ketika melakukan satu hal
Peribahasa Indonesia Sekali dayung 2 atau
3 pulai terlampaui
Perbedaan yang ditemukan pada leksikal unsur penyusun peribahasa, antara lain:
1. Pada peribahasa 一箭双雕 berupa ungkapan yang menggunakan unsur pembentuk kata hewan yaitu burung elang dan kata benda yaitu anak panah.
2. Pada peribahasa ―sekali dayung 2 atau 3 pulau terlampaui‖ menggunakan unsur pembentuk kata benda yaitu dayung dan pulau.
2) Perbedaan sudut pandang
Perbedaan sudut pandang budaya dapat menjadi salah satu sebab berbedanya susunan yang terdapat dalam peribahasa Mandarin dengan peribahasa
Indonesia.contoh :
Peribahasa Mandarin Hǔ tóu shéwěi
虎䕱蛇尾 Awal berbentuk harimau akhirnya berbentuk ekor ular
Makna Tidak dikerjakan
dengan baik
Peribahasa Indonesia Hangat hangat tahi
ayam
Peribahasa di atas menunjukkan perbedaan sudut pandang budaya antara masyarakat Tiongkok dan Indonesia. Masyarakat Tiongkok menggunakan peribahasa 虎䕱蛇尾 ―awal harimau ekor ular‖ untuk menyatakan makna suatu pekerjaan yang tidak dikerjakan dengan baik.
Sedangkan masyarakat di Indonesia menggunakan peribahasa ―hangat hangat tahi ayam‖ untuk mengungkapkan makna yang sama dengan peribahasa mandarin yang dimaksud diatas.
2.1.5 Penyebab Perbedaan Peribahasa Suatu Negara Dengan Negara Lain 2.1.5.1 Alasan Bahasa
Dengan perkembangan zaman, masyarakat dan budaya kedua negara telah banyak mengalami perubahan. Bahasa suatu negara akan berevolusi dan berubah di lingkungan sosial. Beberapa kata akan menambah makna dan warna tambahan, dan beberapa makna dan warna asli mungkin ditinggalkan. Makna konseptual dan konotatif dari beberapa peribahasa dalam bahasa mandarin dan Indonesia hampir sama. Misalnya, makna konseptual dan makna konotatif dari peribahasa mandarin
"如鱼得水" sama dengan "ada air ada ikan" dalam peribahasa Indonesia: (arti harfiah: orang yang bahagia dan nyaman).
Setelah menganalisis kedua peribahasa tersebut, penulis menemukan bahwa makna dan konotasi hewan "ikan" dalam peribahasa mandarin dan Indonesia sama, dan latar belakang sejarahnya hampir sama, dengan demikian peribahasa dapat diganti atau dipadankan satu sama lain. Negara Indonesia dan Tiongkok adalah negara yang miliki sejarah peradaban kuno. Kedua negara
memiliki sejarah panjang, lingkungan geografis yang kompleks, kemakmuran budaya, adat istiadat yang kaya, negara-negara multi-etnis, multi-bahasa, dan multi-agama. Dengan perkembangan zaman, masyarakat dan budaya kedua negara telah sangat berubah. Untuk peribahasa, fenomena ini bahkan lebih umum.
Penting untuk mempelajari perubahan yang terjadi ketika membandingkan peribahasa dalam bahasa dari dua negara yang berbeda. Banyak kata dalam bahasa Tiongkok dan Indonesia memiliki arti dan warna yang berbeda. Misalnya,
"sapi" dalam bahasa Indonesia sama sekali berbeda dari "sapi" dalam bahasa Tiongkok. "sapi" dalam bahasa Tiongkok memiliki makna konseptual dan konotatif dalam peribahasa Tiongkok misalnya banteng, sapi, dan kerbau. Dan dalam hal makna konotatif, emosional, dan gaya "sapi" dalam bahasa Tiongkok sama sekali berbeda dari "sapi" dalam bahasa Indonesia.
2.1.5.2 Alasan Kebudayaan
Tiongkok dan Indonesia memiliki latar belakang budaya yang berbeda, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ada juga kesamaan budaya. Karena latar belakang sejarah dan budaya yang berbeda, dalam perkembangan sosial jangka panjang, bahasa juga telah berubah seiring dengan perkembangan masyarakat dan di bawah pengaruh latar belakang budaya yang berbeda.
Peribahasa adalah pembawa budaya yang sangat penting dalam bahasa.
Peribahasa merupakan bagian penting dari bahasa dan budaya suatu masyarakat, kemampuan yang paling menonjol adalah kemampuan untuk mengekspresikan makna yang tajam melalui perbandingan yang jelas dan bentuk-bentuk ringkas.
Oleh karena itu, jumlah idiom yang digunakan dalam komunikasi lisan dan ekspresi tertulis keduanya meningkat dan kualitasnya terus bertambah. Tetapi memahami dan menggunakan peribahasa bukanlah tugas yang mudah.
Pemahaman peribahasa tidak diperbolehkan untuk mempengaruhi efek komunikasi. Jika digunakan dengan benar atau tidak tepat, akan mempengaruhi keefektifan komunikasi.
(1) Alasan agama
Ada banyak jenis agama di Indonesia, seperti Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan konghucu. Dalam sejarah panjang Indonesia, berbagai agama telah menjadi budaya tradisional Indonesia dan Tiongkok. Sebagian kecil dari mayoritas agama orang Indonesia adalah Islam. Islam adalah agama negara Indonesia. Delapan puluh delapan persen orang percaya pada Islam. Selain itu, ada orang Kristen, Katolik, Hindu, Konghucu dan Budha. Tetapi semua aspek kebiasaan sosial Indonesia, sastra, seni dan arsitektur berkaitan erat dengan Hindu, Islam, Budha, dan sebagainya.
Serupa dengan Indonesia, Tiongkok memiliki banyak agama, dan mereka memiliki sejarah panjang. Didalamnya termasuk Taoisme, Islam, Budha, Kristen dan sebagainya. Dalam 5.000 tahun sejarah Tiongkok, berbagai agama dan budaya di Tiongkok telah menjadi bagian penting dari ideologi dan budaya tradisional Tiongkok. Hewan, sebagai bangsa, kadang-kadang dikaitkan dengan agama. Misalnya, naga China, sapi, dll., Karena ada beberapa agama dalam dua bahasa ini, agama-agama ini mempengaruhi banyak kebudayaan.
2. Alasan Adat
Banyak peribahasa Tiongkok dan Indonesia diproduksi dalam adat istiadat masyarakat kedua negara. Peribahasa-peribahasa ini mencerminkan kebiasaan yang relatif tetap di masyarakat pada saat itu. Melalui peribahasa-peribahasa ini, kita tidak hanya dapat mengetahui kebudayaan dan kebiasaan kelompok etnis tertentu, tetapi kita juga dapat berpendapat tentang cara berpikir kelompok etnis di era tertentu. Dengan membandingkan bahasa Tiongkok, penulis dapat menganalisis perbedaan dalam kebudayaan dan kebiasaan Indonesia dengan lebih baik antara waktu yang berbeda dan kebangsaan yang berbeda.
3. Alasan Sosial Masyarakat
Jika akan membahas dan menganalisis peribahasa dalam bahasa Tiongkok dan Indonesia, maka akan menemukan bahwa beberapa peribahasa disebabkan oleh lingkungan sosial. Hubungan antara masyarakat dan bahasa sangat dekat.
Bahasa berkembang di lingkungan sosial. Tanpa masyarakat, tidak ada bahasa.
Masyarakat memiliki pengaruh besar pada bahasa, dan bahasa Indonesia dan Tiongkok juga dipengaruhi oleh budaya sosial negara mereka sendiri. Peribahasa- peribahasa Indonesia dan Tiongkok juga memiliki arti yang berbeda mengikuti kebiasaan sosial. Banyak peribahasa yang digunakan untuk menggambarkan beberapa kegiatan dan kebiasaan di masyarakat. Asal usul banyak peribahasa dalam bahasa Tiongkok dan Indonesia terkait dengan beberapa komunikasi linguistik dan non-verbal dalam masyarakat Tiongkok dan Indonesia.
2.2 Landasan Teori
Kajian penelitian sangat membutuhkan berbagai teori yang mendukung berjalannya penelitian ini, berikut sub-bab yang menjadi landasan teori peneliti.
2.2.1 Semantik
Kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatikal, dan semantik (Chaer, 1994: 2). Chaer (1994: 289-296) membagi jenis-jenis makna sebagai berikut, makna leksikal, gramatikal, makna kontekstual, makna referensial, makna non-referensial, makna denotatif, makna konotatif, makna konseptual, makna asosiatif, makna kata, makna istilah, makna idiom dan makna peribahasa.
Pada penelitian ini peneliti hanya akan menggunakan jenis makna leksikal dan makna idiomatikal saja. Berikut masing-masing pengertian makna leksikal dan idiomatikal:
a. Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indera kita atau makna apa adanya. Misalnya, kata kuda memiliki makna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai; kata pensil bermakna leksikal sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang.
b.Makna Idiomatikal
Definisi idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh idiom adalah membanting tulang, meja hijau dan lain sebagainya. Dalam contoh yang
lain, secara gramatikal bentuk menjual sepeda bermakna ―yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima sepeda‖, tetapi dalam bentuk menjual gigi tidaklah memiliki makna seperti halnya dalam menjual sepeda, melainkan bermakna ―tertawa keras-keras‖. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi itulah yang disebut makan idiomatikal. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata, frase atau kalimat) yang ―menyimpang‖ dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.
2.3 Tinjauan Pustaka
Berikut beberapa tinjauan pustaka yang relevan dengan penelitian ini : Dewi, dyah (2014) dalam skripsi yang berjudul Padanan Idiom Bahasa Prancis Berunsur Hewan Berkaki Empat Kedalam Idiom Bahasa Indonesia.
Melalui penelitian ini, penulis dapat memahami lebih jauh mengenai bagaimana teknik analisis data untuk mencari padanan peribahasa Mandarin berunsur nama hewan ke dalam peribahasa Indonesia pada penelitian yang akan dilakukan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu peneliti mengkaji tentang peribasa Mandarin.
Stefani, Inah, Dan Suhardi (2014) dalam jurnal yang berjudul 《成功之路》
的汉语成语与印尼语成语的语义对比 <<chenggong zilu >> de hanyu chengyu yu yinniyu chengyu de yu yi duibi. Melalui penelitian ini, penulis dapat mengetahui lebih jauh mengenai perbandingan makna antara idiom bahasa mandarin dan indonesia dalam buku ―road to success‖. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang penulis lakukan ialah penulis mencari padanan peribahasa Mandarin kedalam peribahasa Indonesia.
Haiyan, Dewa Putu Wijaya, Dan Tatang Hariri (2016) dalam jurnal yang berjudul A Comparisan Of The Origin Of Idioms In Mandarin And Indonesia Perbandingan Asal Mula Idiom Bahasa Mandarin Dan Bahasa Indonesia, melalui penelitian ini penulis dapat mengetahui asal mula terbentuknya peribahasa dalam bahasa Mandarin dan jenisnya dan peribahasa Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan ialah penulis mencari padanan peribahasa Mandarin yang menggunakan unsur pembentuk hewan dalam peribahasa Indonesia.
Prastiyani, devita (2017) dalam skripi yang berjudul idiom bahasa mandarin dan Idiom bahasa indonesia (tinjauan analisis strukturalisme levi- strauss. Melalui penelitian ini penulis dapat mengetahui hubungan struktur dari idiom bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia dengan tinjauan analisis strukturalisme Levi-Strauss. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan ialah penelis meneliti padanan peribahasa Mandarin dan Indonesia yang berunsur nama hewan.
Andini, Rizki Dan Muthia Hanindar (2017) dalam jurnal yang berjudul Analisis Makna Kotowaza yang Terbentuk dari Kata Anjing (犬) serta Padanannya dalam Peribahasa Bahasa Indonesia, melalui penelitian ini peneliti dapat memperoleh kontribusi berupa teori yang dipakai yaitu teori semantik untuk memahani makna peribahasa dan mencari padanannya dalam peribahasa Indonesia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian sendiri diartikan sebagai cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam, masyarakat, atau kemanusian berdasarkan ilmu disiplin yang bersangkutan. Penelitian ini diselesaikan dengan menerapkan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang bermaksud membuat deskripsi atau gambaran untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya pelaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain (Moleong, 2005:6).
Peneliti memilih metode deskriptif kualitatif karena data yang didapat bersifat deskriptif yaitu data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, dan bukan angka-angka. Sementara itu, penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan gejala seperti apa adanya, tanpa adanya perlakuan atau intervensi dari peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara tertulis data-data yang telah diamati oleh peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah peribahasa Mandarin, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah peribahasa Mandarin yang berunsur nama hewan.
3.2 Data Dan Sumber Data 3.2.1 Data
Data merupakan bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian. Data dapat berupa kumpulan fakta yang didapatkan melalui sebuah penelitian atau pengukuran yang bisa berupa angka, kata, ataupun gambar. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah peribahasa Mandarin berunsur nama hewan dan peribahasa Indonesia.
Data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
1. Data primer yaitu data dari penelitian ini yang akan dijadikan sebagai data yang akan dianalisis nantinya. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari buku kamus peribahasa Indonesia dan Mandarin. Data-data ini berupa teks-teks peribahasa yang akan di analisis.
2. Data sekunder yaitu data pendukung yang ada kaitannya dengan peribahasa Indonesia dan Mandarin seperti jurnal, artikel dan skripsi.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Kamus Peribahasa Tionghoa Indonesia yang didalamnya terdapat kumpulan peribahasa khusus beserta maknanya karya Prof. Xu Younian/Peter Tan oleh penerbit Dian Rakyat tahun 2012.
2. Himpunan Lengkap Peribahasa Nusantara karya Sudaryanto,S.Pd.,M.Pd.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam membahas dan memecahkan masalah penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) di mana data yang diperoleh berupa sumber data tertulis. Studi kepustakaan (library research) adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti (Nazir, 2014: 201).
Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa tahapan, yaitu : 1. Membaca buku kamus kumpulan peribahasa Indonesia dan Mandarin.
2. Mencatat dan mengklasifikasikan peribahasa Mandarin yang berunsur nama hewan.
3. Mencari padanan peribahasa Mandarin tersebut kedalam peribahasa Indonesia.
4. Menganalisis persamaan dan perbedaan unsur leksikon peribahasa Mandarin dan Indonesia.
5. Menyimpulkan hasil analisis.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik hubung banding. Teknik hubung banding ialah teknik analisis data yaitu dengan cara membandingkan satuan-satuan kebahasaan yang dianalisis dengan alat penentu yaitu hubung banding antara unsur penentu yang relevan dengan semua unsur kebahasaan yang ditentukan (Sudaryanto, 1993:27). Untuk menggunakan teknik analisis ini diperlukan teknik lanjutan yaitu dengan teknik Hubung Banding menyamakan hal Pokok (HBSP).
Salah satu tujuan dari teknik HBSP adalah mencari kesamaan pokok diantara kesatuan-kesatuan pokok bahasa yang dibandingkan. Kesamaan yang dicari dalam penelitian ini adalah kesamaan makna peribahasa. Kesamaan makna ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya padanan peribahasa Mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa Indonesia.
Contoh : Jǐngdǐzhīwā
井 底之 蛙 ―katak didasar sumur‖
Peribahasa mandarin diatas berpadanan dengan peribahasa indonesia yaitu
―katak dalam tempurung‖ untuk mengetahui kesamaan makna peribahasa serta persamaan dan perbedaan leksikon unsur pembentuk peribahasa dapat dilihat pada contoh analisis diberikut ini :
Chéngyǔ Makna Idiomatikal Peribahasa Indonesia Jǐngdǐzhīwā
井 底之 蛙
―Katak didasar sumur‖
Seseorang dengan pemikiran/pandangan
yang sempit
Katak didalam tempurung
Dari hasil analisis data diatas ditemukan padanan peribahasa mandarin Chéngyǔpada peribahasa indonesia yaitu ―katak dalam tempurung‖ karena kedua peribahasa tersebut menyampaikan makna idiomatikal yang sama yaitu seseorang dengan pemikiran atau pandangan yang sempit.
Jǐngdǐzhīwā
井 底之 蛙 ―katak dalam tempurung‖
―Katak didasar sumur‖
Pada kedua peribahasa tersebut ditemukan kesaman dalam leksikon unsur pembentuk peribahasa yaitu keduanya menggunakan leksikon unsur pembentuk hewan yang sama yaitu katak. Sedangkan perbedaan yang ditemukan yaitu pada leksikon unsur pembentuk yang lain yaitu pada peribahasa mandarin menggunakan kata sumur sebagai leksikon unsur pembentuk tambahan pada peribahasanya. Sedangkan pada peribahasa indonesia menggunakan kata tempurung sebagai leksikon unsur pembentuk tambahan pada peribahasanya.
Walaupun demikian, kedua peribahasa tersebut terbukti berpadan karena mengungkapkan makna idiomatikal yang sama yaitu ―seseorang dengan pemikiran atau pandangan yang sempit‖
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai padanan makna peribahasa mandarin berunsur nama hewan yang ditemukan dalam peribahasa indonesia.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam batasan masalah, penelitian ini akan membahasa mengenai tiga puluh peribahasa mandarin berunsur nama hewan. Dari ke tiga puluh peribahasa tersebut memiliki persamaan dan perbedaan pada leksikon unsur pembentuknya, sehingga pada bab ini nantinya akan dibahas juga mengenai persamaan dan perbedaan leksikon unsur pembentuk peribahasa tersebut.
4.1 Hasil
Pada tahapan ini dilakukan untuk menemukan jawaban yang berhubungan dengan rumusan masalah. Pembahasan dalam penelitian ini meiliputi (1) padanan makna peribahasa mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa indonesia, (2) persamaan dan perbedaan leksikon unsur pembentuk peribahasa mandarin yang ditemukan dalam peribahasa indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari tiga puluh peribahasa, ditemukan peribahasa mandarin berunsur nama hewan yang leksikon unsur pembentuk peribahasanya sama dengan padanannya dalam peribahasa indonesia sebanyak delapan peribahasa. Kemudian ditemukan peribahasa mandarin berunsur nama hewan yang leksikon unsur pembentuk peribahasanya memiliki perbedaan dengan padanannya dalam peribahasa indonesia sebanyak empat belas peribahasa.
Dan sebanyak delapan peribahasa mandarin berunsur leksikon nama hewan yang padanan maknanya dalam peribahasa indonesia berunsur leksikon yang lain.
Untuk mempermudah dalam memahami hasil yang telah disampaikan diatas, berikut hasil analisis data pada penelitian ini pada tabel berikut :
No Kategori Jumlah
1 Peribahasa mandarin beunsur leksikon nama hewan yang sama pada padanan maknanya dalam peribahasa
indonesia
8
2 Peribahasa mandarin berunsur leksikon nama hewan yang berbeda pada padanan maknanya dalam peribaha indonesia
14
3 Peribahasa mandarin berunsur leksikon nama hewan yang padanan maknanya dalam peribahasa indonesia berunsur leksikon lain
8
Tabel 4.1 hasil analisis data pada penelitian padanan makna peribahasa mandarin berunsur nama hewan dalam peribahasa indonesia