• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tesis. Oleh: INDRAWATI P Nomor Induk Mahasiswa:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tesis. Oleh: INDRAWATI P Nomor Induk Mahasiswa:"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)PENGARUH KECERDASAN KOGNITIF LINGUISTIK VERBAL TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII MTsN PINRANG THE INFLUENCE OF VERBAL LINGUISTIC COGNITIVE INTELLIGENCE ON LEARNING OUTCOMES INDONESIAN GRADE VIII STUDENDTS MTsN PINRANG. Tesis Oleh: INDRAWATI P Nomor Induk Mahasiswa: 105040908714. PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2016.

(2)

(3)

(4)

(5) PENGARUH KECERDASAN KOGNITIF LINGUISTIK VERBAL TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII MTSN PINRANG THE INFLUENCE OF VERBAL LINGUISTIC COGNITIVE INTELLIGENCE ON LEARNING OUTCOMES INDONESIAN GRADE VIII STUDENDTS MTsN PINRANG. TESIS Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister. Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Disusun dan Diajukan oleh INDRAWATI P. Nomor Induk Mahasiswa: 105040908714. Kepada. PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2016.

(6) ii.

(7) iii.

(8) iv.

(9) MOTO JANGAN PERNAH BERHENTI MENUNTUT ILMU, SEBAB ITULAH HARTA YANG TAK TERNILAI. KEKAYAAN ILMU AKAN MEMBUAT SESEORANG JADI TANGGUH DAN MANDIRI ILMU MERUPAKAN KENDARAAN MENUJU KEBAHAGIAAN YANG HAKIKI. v.

(10) ABSTRAK INDRAWATI P, 2016. Pengaruh Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII MTsN Pinrang, dibimbing oleh M. Ide Said D.M., dan Abdul Rahman Rahim. Kecerdasan kognitif linguistik verbal adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui pengalamanpengalaman. Kecerdasan tersebut memusatkan pada proses bukan hasil, sehingga hasil belajar siswa dapat memuaskan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan dan pengaruh yang posistif dan signifikan kecerdasan kognitif linguistik verbal terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi yang diterapkan pada subjek penelitian siswa kelas VIII MTsN Pinrang tahun akademik 2015-2016. Jumlah total populasi adalah 133 siswa dan dua kelas dipilih sebagai sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitin ini adalah tes pilihan ganda untuk masing-masing variable. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif statistik dan uji inferensial (Uji F) dengan menggunakan program SPSS 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data FHitung diperoleh nilai sebesar 9,941 sedangkan nilai Ftabel sebesar 3,474 hal tersebut jelas bahwa Fhitung lebih besar dari Ftabel, diperoleh juga nilai p sebesar 0,003 lebih kecil dari tarf signifikasi 5% (p 0,000<0,05). Pengujian data juga mendapatkan nilai kofisien korelasi sebesar 0,998 yang berarti 99,8%. Hal tersebut berarti Variabel X sangat berpengaruh terhadap variable Y. Penelitian ini berarti berhasil mebuktikan hipotesis bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan kecerdasan kognitif linguistik verbal terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang. Kata kunci :. Pengaruh, Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal, Hasil Belajar Bahasa Indonesia. vi.

(11) vii.

(12) KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah Swt. karena berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya akhirnya penulis menyelesaikan penulisan tesis ini guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulisan tesis ini terselesaikan karena bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, pertama-tama penulis sangat mengucapkan terima kasih kepada Direktur Pascasarjana Unismuh Makassar Prof. Dr. H. M. Ide Said DM., M.Pd. yang sekaligus juga merupakan pembimbing I dan Ketua Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. Dr.. Abdul. Rahman. Rahim,. M.Hum.. yang. merupakan. pembimbing II, berkat beliaulah yang telah banyak meluangkan waktunya dengan memberikan masukan, arahan, serta dorongan, dan motivasi sehingga penulis termudahkan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada Dr. Rahman Rahim, S.E, M.M., sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada segenap pegawai tata usaha Program Pascasarjana yang penuh kesabaran, kearifan, dan kebijaksanaan dalam memberikan pelayanannya. Kepada Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Pinrang serta teman-teman guru MTsN Pinrang, terima kasih telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.. viii.

(13) Kepada kedua orang tua penulis H. Patangari dan Hj. Badaya, terima kasih asuhan kasing sayang yang tak ternilai, sehingga penulis sanggup dan mampu sampai ke jenjang Magister. Untuk selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Zainuddin ,M.A, yang merupakan suami serta imam yang selama ini memberikan kiat-kiat, motivasi, dan sumbangan materi, sehingga penulis sampai mendapat gelar magister. Untuk semua buah hati terkasih dan tersayang terima kasih, karena kehadiran kalianlah yang selalu menjadi inspirasi penulis dan menjadi dorongan semangat penulis ketika penulis lagi menghadapi masalah dalam proses mencapai gelar magister ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat berbagai kekurangan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan tesis ini. Untuk itu, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan, Amin. Terima kasih.. Makassar. Desember 2016. Penulis. INDRAWATI P. ix.

(14) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. i. HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii. HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI .................................................... iii. HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ...................................... iv. HALAMAN MOTO.................................................................................. v. ABSTRAK ............................................................................................... vi. ABSTRACT............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................... viii. DAFTAR ISI ........................................................................................... x. DAFTAR TABEL ................................................................................... xii. DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii. BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1. A. Latar Belakang ........................................................................... 1. B. Rumusan Masalah ..................................................................... 4. C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4. D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4. BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 6. A. Kajian Teori .................................................................................. 6. B. Kajian Penelitian yang Relevan.................................................. 58. C. Kerangka Pikir............................................................................ 59. D. Hipotesis Penelitian.................................................................... 60. BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 62. A. Jenis dan Desain Penelitian ....................................................... 62. B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel ............................... 62. x.

(15) C. Populasi dan Sampel ................................................................ 63. D. Metode Pengumpulan Data....................................................... 65. E. Teknik Analisis Data.................................................................. 65. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 67. A. Hasil Penelitian ........................................................................ 67. B. Pembahasan ............................................................................. 75. BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 80. A. Simpulan ................................................................................... 80. B. Saran......................................................................................... 79. DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 81. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. 84. LAMPIRAN. 1. Instrumen Penelitian 2. Izin Penelitian 3. Olah Data 4. Dokumentasi Penelitian. xi.

(16) DAFTAR TABEL. TABEL. TEKS. HALAMAN. Tabel 1.. Keadaan Populasi ...................................................... 64. Tabel 2.. Keadaan Sampel........................................................ 65. Tabel 3.. Distribusi Frekuensi Data Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal........................................................................ 68. Tabel 4.. Distribusi Kecenderungan Data Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal ....................................................... 69. Tabel 5.. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Bahasa Indonesia ................................................................... 71. Tabel 6.. Distribusi Kecenderungan Data Hasil Belajar Bahasa Indonesia .................................................................. 71. Tabel 7.. Ringkasan Hasil Uji Korelasi dan Regresi.................... 75. xii.

(17) DAFTAR GAMBAR. GAMBAR. TEKS. HALAMAN. Gambar 1.. Skema Tujuan Kurikulum.......................................... 50. Gambar 2.. Bagan Kerangka Pikir ............................................... 60. Gambar 3.. Pie Chart Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal...... 69. xiii.

(18)

(19) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia masih dipandang sebagai pelajaran yang sulit oleh sebagian besar siswa, sehingga pencapaian hasil belajar bahasa Indonesia siswa masih rendah. Rendahnya hasil belajar ini menunjukkan proses pembelajaran bahasa Indonesia belum optimal. Hasil belajar bahasa Indonesia siswa setiap tahunnya belumlah menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari rerata nilai UANAS bahasa Indonesia dari tahun ke tahun masih rendah. Sementara tuntutan masyarakat dari era globalisasi menuntut siswa untuk menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Oleh karena itu, program pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan potensi individu dan mewariskan pengetahuan, nilai, sikap, serta perilaku kepada generasi muda seyogyanya dirancang secara lebih sistematis. Menurut Nurkamto (2000: 291) tujuan pembelajaran bahasa adalah mengembangkan kemampuan komunikatif. Kemampuan komunikatif mengacu pada pengetahuan yang sudah terinternalisasi dan kemampuan menggunakan bahasa. Kedua hal tersebut. terkait. dengan. empat. parameter,. yaitu. kegramatikalan,. keterlaksanaan, kesesuaian dengan konteks, dan kemungkinan yang terjadi dalam sistem komunikasi. Menurut pandangan penulis ada dua hal utama penyebab mengapa hasil belajar bahasa Indonesia siswa tidak sesuai keinginan. Pertama,. 1.

(20) 2. makna pendekatan pembelajaran yang tidak dipahami oleh sebagian besar guru-guru bahasa Indonesia. Sehingga tanpa disadari, guru turut memberi kontribusi terhadap faktor yang menyebabkan kesan siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia, bahwa pelajaran bahasa Indonesia. adalah. pelajaran. paling. sukar. untuk. dipelajari,. dan. menimbulkan sikap antipati terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia. Akibat kurangnya pemahaman terhadap makna pendekatan pembelajaran ini maka 1) Kurangnya variasi dalam penggunaan metode pembelajaran serta jarangnya penggunaan alat bantu yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Akibatnya pelajaran bahasa Indonesia terasa sulit. 2) Dalam penyampaian materi pelajaran, guru kurang memperhatikan proporsi materi pelajaran serta sistematika penyampaiannya. Guru tidak memperhatikan mana materi yang harus dipelajari dahulu oleh siswa, sebagai bekal untuk mempelajari materi berikutnya. Sehingga tidak ada penekanan pada konsep dasar materi pelajaran. Kesan yang ada pada siswa, bahwa bahasa Indonesia benar-benar susah untuk dipelajari. 3) ada kecenderungan guru untuk mempersulit pelajaran, bukannya mempermudah pemahaman siswa, dengan tujuan agar siswa tidak memandang enteng pelajaran bahasa Indonesia terhadap gurunya. Padahal seharusnya guru mempermudah siswa untuk belajar bahasa Indonesia. Kedua, guru-guru saat mengajar di kelas cenderung hanya mengajar. Sedangkan aspek mendidik siswa mendisiplikan siswa,.

(21) 3. memperbaiki dan mengarahkan perilaku siswa, memahami karakter siswa, memberi keteladanan kepada siswa menjadi terabaikan. Guru-guru hanya terfokus pada materi pelajaran yang akan diberikan dan sedang diberikan. Artinya guru-guru hanya memfokuskan pada pengajarannya saja tanpa mempertimbangkan faktor pendukung. Padahal dalam kesuksesan pembelajaran ada beberapa yang harus diperhatikan salah satunya adalah tingkat kecerdasan siswa. Garner adalah tokoh yang mengkaji tuntas tentang tingkat kecerdasan, salah satunya adalah kecerdasan linguistik verbal. Kecerdasan linguistik verbal merupakan salah satu kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Mengingat pentingnya aplikasi dari kecerdasan linguistik verbal dalam perkembangan zaman ini, maka dalam pendidikan seorang guru juga harus mampu mengelola kecerdasan linguistik verbal. yang dimiliki oleh peserta didiknya. Adakalanya. pengetahuan tentang kecerdasan linguistik verbal ini diaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan kecerdasan intelektual linguistik verbal, akan sangat menarik jika guru juga dapat mengetahui kaitan antara bahasa Indonesia dengan kecerdasan linguistik verbal l ini. Berdasarkan uraian dan pemikiran di atas maka peneliti tertarik untuk mencoba meneliti tentang “Pengaruh Kecerdasan Kofnitif Linguistik Verbal terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII MTsN Pinrang.”.

(22) 4. B. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah. hubungan. kecerdasan. kognitif. linguistik. verbal. terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang? 2. Bagaimanakah pengaruh kecerdasan kognitif terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang?. C. Tujuan Penelitian. Sesuai dengan masalah yang hendak dikaji tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui hubungan kecerdasan kognitif linguistik verbal terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang. 2. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan kognitif terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang.. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis..

(23) 5. 1. Manfaat Teoritis Dapat dijadikan acuan dan teori baru tentang kecerdasan kognitif dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang.. 2. Manfaat Praktis Secara praktis manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini, yaitu: a. Memberikan. sumbangan. bagi. guru. MTsN. Pinrang. untuk. meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa. b. Memberikan sumbangan bagi guru MTsN Pinrang dalam mengajar maupun dalam menguasai materi yang diajarkan. c.. Meningkatkan komunikasi dengan siswa. d. Sebagai. bahan. meningkatkan. pertimbangan kualitas. kecerdasan kognitif.. pengambilan. pembelajaran. kebijakan. dengan. untuk. menggunakan.

(24) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hakikat Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal a. Kecerdasan Kognitif Menurut. Wundt. (dalam. Suyono. dan. Harianto,. 2011:. 73). menyatakan bahwa kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman. Wundt percaya bahwa pikiran adalah hasil kreasi para siswa yang aktif dan kreatif yang kemudian disimpan di dalam memori. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori ini menekankan b'ahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005: 34). Penting untuk dipahami bahwa dua pemikiran pokok dari kognitivisme adalah teori pemrosesan informasi dan teori skema. Kedua. 6.

(25) 7. gagasan pokok ini dikembangkan baik oleh Jean Piaget maupun Jerome S. Bruner, David P. Ausubel dan Robert M. Gagne. Bedanya, tidak seperti Jean Piaget, ketiga ahli yang lain tidak mengedepankan perlunya mengacu proses perkembangan kognitif seperti halnya yang dilakukan Jean Piaget. Menurut pendekatan kognitif, dalam kaitan teori pemrosesan informasi, unsur terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki setiap individu sesuai dengan situasi belajarnya. Apa yang telah diketahui siswa akan menentukan apa yang akan diperhatikannya, dipersepsi olehnya, dipelajari, diingat atau bahkan dilupakan (unlearn). Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut. a) Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau disebut pula pengetahuan konseptual. Pengetahuan deklaratif rentangnya luas, dapat tentang fakta, konsep, generalisasi, pengalaman pribadi atau tentang hukum dan aturan. b) Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau proses-proses yang harus dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik atau implementasi dari suatu konsep. c) Pengetahuan kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa (when and why) suatu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural digunakan. Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana. mengimplementasikan. baik. pengetahuan. deklaratif,.

(26) 8. maupun pengetahuan prosedural. Pengetahuan ini amat penting karena menentukan kapan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat dalam pemecahan masalah. Teori pemrosesan informasi sendiri sudah dapat dilacak sejak masa Wilhelm Wundt, Bapak Psikologi, yang berpandangan bahwa kognisi adalah suatu proses aktif dan kreatif dalam membentuk struktur pengalaman. Saat ini teori pemrosesan informasi ini banyak dikaitkan dengan teori pembelajaran sibernetik (cybernetics learning). Proses dalam hal mana pikiran berfungsi untuk menghasilkan pembelajaran bukan semata-mata merupakan akumulasi fakta-fakta dan contoh-contoh, pembelajaran terjadi jika dicapai pemahaman. Pendukung pendapat Wundt antara lain adalah Sir Frederic Bartlett yang menyatakan bahwa proses pengingatan (remembering), faktanya bukan merupakan suatu fungsi independen, dan berbeda jelas dengan anggapan, bayangan atau bahkan pemikiran konstruktif, tetapi memiliki hubungan kedekatan dengan ketiga-tiganya. Menurut Barlett proses pengingatan merupakan kegiatan rekonstruksi, bukan kegiatan mereproduksi. Berdasarkan percobaanpercobaannya. diperoleh. sejumlah. temuan. yang. melandasi. teori. kognitivisme antara lain: a) penafsiran (interpreting), memerankan peran penting terhadap apa yang diingat; b) apa yang diingat harus memiliki sejumlah hubungan dengan apa yang dikenali sebelumnya;.

(27) 9. c) memori merupakan suatu proses konstruktif. Dalam konteks Kognitivisme yang dianggap pengembang teori pemrosesan. informasi. justru. Robert. M.. Gagne,. yang. kemudian. dikembangkan oleh George Miller. Asumsi yang melandasi teorinya adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.. Perkembangan. merupakan. hasil. kumulatif. dari. pembelajaran. Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang selanjutnya diolah sehingga menghasilkan keluaran berupa hasil belajar. Di dalam pengolahan informasi teijadi interaksi antara kondisikondisi internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah kondisi dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal serta proses kognitif yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan luar yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Model pengolahan informasi merupakan model dalam teori belajar yang mencoba menjelaskan kerja memori manusia yang meliputi tiga macam sistem penyimpanan ingatan, yaitu: a. memori sensori (sensory memory), suatu sistem mengingat stimuli secara cepat sehingga dapat berlangsung analisis persepsi, di sini proses berlangsung selama 3-5 detik, masukan utamanya dari penglihatan dan suara,.

(28) 10. b. memori kerja (working memory), merupakan memori jangka pendek, short-term memory (STM), mampu menyimpan 5-9 informasi dalam waktu sekitar 15-20 detik, sehingga cukup waktu bagi pengolahan informasi. Dalam hal ini, informasi yang diberi kode {decode) serta persepsi setiap individu akan menentukan apa yang disimpan dalam memori kerja, c.. memori. jangka. panjang,. longterm. memory. (LTM),. berfungsi. menyimpan informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama. Informasi yang tersimpan di dalamnya dapat dalam bentuk verbal maupun visual. Proses pengolahan informasi berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan informasi dalam sensor pencatat (sensory register, sensory memory, sensory registry), kemudian diproses dalam memori jangka pendek, selanjutnya ditransfer menuju memori jangka panjang untuk disimpan dan sewaktu diperlukan dipanggil kembali. Skema adalah suatu proses atau cara mengorganisasikan dan merespon berbagai pengalaman belajar. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan berbagai jenis situasi. Skemata menyatakan pengetahuan tentang konsep, yaitu objek dan hubungannya dengan: objek yang lain, dengan situasi, dengan kejadian-kejadian, urutan kejadian, tindakan, dan serangkaian tindakan. Belajar merupakan proses.

(29) 11. aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan saling terkait bagaikan jaring laba-laba, bukan sekadar tersusun secara hierarkis. Terkait dengan efek skema (schema effects) dalam pembelajaran, serta kaitan teori skema dengan teori pengolahan informasi, Gagne dan Dick (dalam Hilgard,1975) menyatakan: a) informasi baru yang dipelajari disimpan dengan menjalinnya dalam suatu. skema. yang. pembentukannya. dilandasi. informasi. dari. pembelajaran terdahulu; b) pengingatan terhadap informasi verbal yang lama dan telah dipelajari kuat sekali dipengaruhi oleh skema ini, sehingga proses pengingatan adalah suatu kegiatan konstruktif; c) skema tidak hanya membantu retensi, pengingatan, terhadap materi baru dengan cara menyediakan bingkai kerja untuk penyimpanannya, tetapi juga mengubah informasi baru dengan cara membuatnya cocok dengan harapan-harapan yang dibangun di dalam skema; d) skema diorganisasikan sebagai komponen-komponen keterampilan intelektual e) secara ideal pembelajar akan mampu mengolah informasi baru dengan cara mengevaluasi atau melakukan modifikasi terhadap skema miliknya. a. Teori-Teori Belajar Berbasis Kognitivisme 1) Teori Kognitif Gestait.

(30) 12. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang padanan artinya bentuk atau konfigurasi. Dalam dunia psikologi gestalt dimaknai sebagai kesatuan atau keseluruhan yang bermakna (a unified or meaningful whole). Pokok pandangan gestalt adalah bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Berbeda dengan pandangan behaviorisme yang berasumsi adanya perilaku molekular, pandangan gestalt lebih menekankan kepada perilaku molar. Perilaku molekular bersifat mekanistik-otomatis dan menitikberatkan kepada perilaku dalam bentuk konstraksi otot atau keluarnya kelenjar (ingat bahwa objek penelitiannya berupa binatang). Sedangkan perilaku molar adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Peletak dasar teori Gestalt adalah Marx Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan terhadap apa yang sering kita alami ,tetapi bukan merupakan bagian dari sensasi kita yang sederhana. Berbeda dengan penganut aliran behaviorisme pada saat itu, Wertheimer lebih memberikan penekanan kepada keseluruhan, whole. Keseluruhan jauh lebih penting daripada jumlah semua bagian. Perilaku tidak ditentukan oleh salah satu unsur individual, perilaku ditentukan oleh sifat intrinsik dari keseluruhan. Gagasan pokok dari teori Gestalt yaitu pengelompokan (grouping). Pentingnya grouping dijelaskan melalui hukum gestalt: a) proximity, kedekatan, objek yang berdekatan satu sama lain cenderung mengelompok;.

(31) 13. b) symmetry, simetri, atau similarity, kesamaan, makin mirip suatu objek makin cenderung mereka mengelompok; c) good continuation, kesinambungan, objek yang membentuk garis sambung cenderung mengelompok. Di samping nama Marx Wertheimer dikenal nama Wolfgang Kohler dan Kurt Kofka sebagai pengembang teori gestalt. Wolfgang Kohler mengemukakan konsep belajar tilikan {insight learning) dengan memakai binatang coba seekor simpanse bernama Sultan. Menurut pandangan ahli teori Gestalt semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman tentang adanya hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian terhadap keseluruhan. Tingkat kejelasan dan kemaknaan terhadap apa yang diamati dalam situasi belajar akan lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang daripada melalui hukuman atau ganjaran. 2) Teori Belajar Medan Kognitif dari Kurt Lewin Kurt Lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif (cognitivefield) dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang bahwa setiap individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis, yang disebut ruang hidup {life space). Life space meliputi manifestasi lingkungan di mana siswa bereaksi, misalnya bereaksi terhadap orang-orang yang dijumpai, objek material yang dihadapi, serta fungsi kejiwaan yang dimilikinya. Belajar berlangsung sebagai akibat perubahan struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu.

(32) 14. merupakan hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognitif itu sendiri, yang lain dari kebutuhan motivasi internal individu. Dalam ruang hidup, siswa memiliki tujuan yang ingin dicapai, didorong oleh motif hidupnya, sehingga ia berupaya melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan itu. Akan tetapi, selalu ada hambatan yang merintangi. Bila ia mampu mengatasi hambatan dan dapat mencapai tujuan itu, maka ia akan memasuki medan kognitif baru, yang di dalamnya berisi tujuan yang baru pula, dan dia akan berusaha lagi untuk mengatasi hambatan baru itu, demikian seterusnya pola belajar itu berlangsung sepanjang hayat. Implementasi teori Gestalt dalam pembelajaran, antara lain pada pengembangan konsep. a) Pengalaman tilikan (insight), tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Kemampuan tilikan adalah kemampuan mengenali keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa. b) Pembelajaran bermakna (meaningful learning), kebermaknaan unsurunsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam pemecahan masalah (problem solving), khususnya dalam identifikasi masalah dan alternatif pemecahannya. c) Perilaku bertujuan (purposive behavior), maknanya perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi sebagai akibat hubungan S-.

(33) 15. R, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. d) Prinsip ruang hidup (life space), bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan. dengan. lingkungan. di. mana. ia. berada.. Mated. pembelajaran hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat siswa tinggal dan hidup. Konsep ini dikembangkan oleh Lewin. e) Transfer dalam belajar, pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi yang lain. Transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkannya dalam situasi konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. 3) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget Teori perkembangan kognitif disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Teori ini berkenaan dengan kesiapan. anak. untuk. belajar. yang. dikemas. dalam. tahap-tahap. perkembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem.

(34) 16. saraf. Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka makin komplekslah. susunan. sel. sarafnya. dan. makin. meningkat. pula. kemampuannya. Atas dasar pemikiran ini maka Piaget disebut-sebut cenderung menganut teori psikogenesis, artinya pengetahuan sebagai hasil belajar berasal dari dalam individu. Menurut berpikirnya. Piaget,. setiap. menurut tahapan. anak. mengembangkan. kemampuan. yang teratur. Proses berpikir anak. merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak. Pada suatu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur kognitif tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung kepada pencapaian tahapan sebelumnya. Piaget juga terlibat dalam pengembangan konsep skemata, yaitu skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya. dalam. tahap-tahap. perkembangan,. saat. seseorang. memperoleh cara baru dalam mempresentasikan irrformasi secara mental. Secara garis besar skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya dibagi dalam empat periode utama atau tahapan-tahapan sebagai berikut. a) Tahap sensori motor (berlangsung sejak lahir sampai sekitar usia 2 tahun). Dalam dua tahun pertama kehidupannya, bayi dapat memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba, memegang, mengecap,.

(35) 17. mencium, mendengarkan dan menggerakkan anggota tubuh. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik dan motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif penting muncul pada saat ini. Anak mulai memahami bahwa perilaku tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Kemampuan yang dimiliki anak-anak antara lain: (1) melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya; (2) suka memperhatikan sesuatu lebih lama; (3) mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya. b) Tahap pra-operasional (sekitar usia 2-7 tahun) Saat ini kecenderungan anak untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya tentang realitas sangatlah menonjol. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan, anak pun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelektual anak dibatasi oleh egosentrisnya, yaitu bahwa ia tidak menyadari jika orang lain dapat berpandangan berbeda dengannya tentang sesuatu objek atau fenomena yang sama. Akibatnya sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Berikut adalah karakteristiknya. (1) Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok. (2) Tidak mampu memusatkan perhatian kepada objek-objek yang berbeda..

(36) 18. (3) Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antarderetan. c) Tahap operasional konkret (berlangsung sekitar 7-11 tahun) Pada kurun waktu ini pikiran logis anak mulai berkembang. Dalam usahanya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindera. Anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkret, juga sudah menguasai pembelajaran penting, yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindera seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi, misalnya kuantitas objek yang bersangkutan. Anak seringkali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui jika membuat kesalahan. Sesungguhnya anak telah dapat melakukan klasifikasi, pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) tetapi ia belum sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. d) Tahap operasional formal (mulai usia 11 tahun dan seterusnya). Sejak tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai ide, mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka sudah dapat mengembangkan hukumhukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Mereka telah mampu menyusun hipotesis serta membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, model berpikir ilmiah hipotetiko-deduktif dan induktif sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik.

(37) 19. simpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesis. Sehingga pada tahap ini anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, secara proporsional, serta menarik generalisasi secara mendasar. Selanjutnya Piaget juga menjelaskan bahwa perkembangan skema (schema development) adalah universal dalam urutannya, artinya semua pembelajar di seluruh dunia memang harus melewati tahap sensori-motor sampai kepada tahap operasional formal. Meskipun ternyata sedikit bervariasi dalam kecepatan penyelesaian setiap tahap dan dapat memiliki berbagi bentuk. Perbedaan itu menurut Piaget disebabkan oleh empat faktor, yaitu: (1) kematangan dari dalam (maturity); (2) pengalaman individual dalam lingkungan tertentu seseorang itu tumbuh, dan mencakup stimulus tertentu yang secara kebetulan diperoleh seseorang; (3) tranmisi sosial (sosialisasi melalui pendidikan sekolah maupun luar sekolah); (4) pengarahan diri secara internal dan pengaturan diri (internal self direction and regulation). Menurut Piaget (Semiawan, 2002: 51-52) semua perkembangan skema. bersifat. universal. bagi. seluruh. umat. manusia,. sehingga. implikasinya bagi pendidikan adalah bahwa kita tidak dapat mengajarkan sesuatu pada seseorang bila belum ada kesiapan (readiness) yang merujuk kepada kematangannya. Dengan demikian, maka semua.

(38) 20. pembelajaran dan masukan yang diperoleh seseorang harus cocok (match) dengan perkembangan skema seseorang. Sementara itu, mengingat posisi Piaget yang unik, hadir baik dalam teori kognitivisme dan konstruktivisme maka penjelasan lebih lanjut dari teori Piaget dikembangkan dalam konstruktivisme. Hal yang penting untuk dicatat di sini, jika teori kognitif Wertheimer dan Kurt Lewin, digolongkan dalam teori nativisme yang menganggap. perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan, maka mulai Piaget dan seterusnya kognitivisme lebih mendekati konstrtrioivisme yang menganut filsafat empirisme dengan asumsi pembangunan kemampuan kognitif harus melalui pengalaman atau tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan, jadi pembelajaran harus bersifat aktif. Menurut Piaget belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan menemukan, memungut berbagai hal dari lingkungan. Di samping itu Piaget mengembangkan pula konsep adaptasi dengan dua variannya, yaitu asimilasi dan akomodasi. Adaptasi adalah struktur fungsional, sebuah. istilah. yang digunakan Piaget untuk.

(39) 21. menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses pengembangan kognitif. Menurut Piaget, adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi, dari sudut pandang biologi adalah integrasi unsur-unsur eksternal eksternal terhadap. struktur yang sudah. lengkap pada. organisme. Asimilasi kognitif meliputi objek eksternal yang untuk menjadi struktur pengetahuan internal. Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu mengasimilasi informasiinformasi yang sampai kepadanya, kemudian informasi-informasi tersebut dikelompokkan ke dalam istilah-istilah yang sebelumnya telah dipahaminya. Akomodasi, adalah menciptakan langkah baru atau memperbarui atau menggabung-gabungkan istilah/konsep lama untuk menghadapi tantangan. baru.. Akomodasi. kognitif. berarti. mengubah. struktur. kognitif/skema yang sudah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan objek stimulus eksternal. Jadi, jika pada asimilasi terjadi perubahan pada objeknya, maka pada akomodasi perubahan terjadi pada subjeknya, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan objek yang ada di luar dirinya. Struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan supaya sesuai dengan supaya sesuai dengan rangsanganrangsangan objeknya. Dalam konsep psikologi, asimilasi pada hakikatnya sesuai dengan teori penyesuaian diri autoplastik (autoplastic), sedangkan akomodasi sesuai dengan teori penyesuaian diri aloplastik (alloplastic)..

(40) 22. Menurut Piaget, adanya informasi baru yang diperoleh dari lingkungan kemudian dicocokkan dengan skema pembelajar, hal ini menyebabkan disekuilibrium (ketidakseimbangan) pada struktur kognitif yang disebut konflik kognitif atau disonansi kognitif. Kemudian, Piaget juga menyatakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan adaptasi dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara individu dengan lingkungan, maka peristiwa asimilasi dan peristiwa akomodasi. harus. terjadi. secara. terpadu,. bersama-sama. dan. komplementer. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut. (1) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, guru dalam mengajar harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak. (2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan. dengan. baik.. Guru. harus. membantu. anak,. mengakomodasikan agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. (3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan sebagai bahan baru tetapi tidak asing..

(41) 23. (4) Berikan. peluang. agar. anak. belajar. sesuai. dengan. tahap. perkembangannya. (5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya. Terkait dengan langkah-langkah pembelajaran yang merupakan bagian dari metode pembelajaran, Suciati dan Irawan (dalam Budiningsih, 2005: 50) menyimpulkan bahwa menurut konsep Piaget langkah-langkah pembelajaran meliputi aktivitas sebagai berikut: (1) menentukan tujuan pembelajaran; (2) memilih materi pelajaran; (3) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif; (4) menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya; (5) mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara berpikir siswa; (6) melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.. 4) Teori Discovery Learning dari Jerome S. Bruner Jerome Seymour Bruner adalah imigran dari Polandia yang dibesarkan di New York. Bukunya tentang pendidikan yang terlihat mendukung prinsip kognitivisme antara lain adalah The Process of Education (1960), dan The Culture of Education (1996). Dalam bukunya yang pertama terlihat sekali pengaruh Jean Piaget dan Lev Vygotsky..

(42) 24. Dasar dari teori Bruner adalah ungkapan Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif saat belajar di kelas. Konsepnya adalah. belajar. dengan. menemukan. {discovery. learning),. siswa. mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses penemuan personal {personal discovery), oleh setiap individu murid. Inilah tema pokok teori Bruner. Guru harus memberikan keleluasan kepada siswa untuk menjadi pemecah masalah {problem solver), seorang ahli sains, matematikawan, ahli sejarah dan profesi lain yang menantang, menjelajah dan berbasis penemuan. Biarkan siswa menemukan arti hidup bagi dirinya sendiri dan memungkinkan mereka mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa mereka sendiri. Siswa didorong dan disemangati untuk belajar sendiri melalui kegiatan dan pengalaman. Peran guru terutama untuk menjamin agar kegiatan belajar menimbulkan rasa ingin tahu (kuriositas) siswa, meminimalkan risiko kegagalan belajar, dan agar belajar relevan dengan kebutuhan siswa. Menurut Bruner seiring dengan terjadinya pertumbuhan kognitif, para pembelajar harus melalui tiga tahapan pembelajaran. Tiga tahapan perkembangan intelektual itu menurut Bruner meliputi: (1) enaktif (enactive), seseorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksi terhadap suatu objek. Dalam memahami dunia.

(43) 25. sekitarnya anak menggunakan keterampilan dan pengetahuan motorik seperti meraba, memegang, mencengkeram, menyentuh, menggigit dan sebagainya. Anak-anak harus diberi kesempatan bermain dengan berbagai bahan/alat pembelajaran tertentu agar dapat memahami bagaimana bahan/alat itu bekerja. (2) ikonik (iconic), pembelajaran terjadi melalui penggunaan model-model dan gambar-gambar dan visualisasi verbal. Anak-anak mencoba memahami dunia sekitarnya melalui bentuk-bentuk perbandingan (komparasi) dan perumpamaan (tamsil), dan tidak lagi memerlukan manipulasi objek-objek pembelajaran secara langsung. (3) simbolik, siswa Sudah mampu menggambarkan kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam memahami dunia sekitarnya anak-anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Huruf dan lambang bilangan merupakan contoh sistem simbol. Fase simbolik merupakan tahap final dalam pembelajaran. Bruner selanjutnya menegaskan bahwa guru yang efektif harus membantu pembelajar dan membimbingnya untuk melewati ketiga fase ini dengan suatu proses yang disebut scaffolding. Inilah cara siswa membangun pemahaman. Pada akhirnya melalui scaffolding ini, siswa dibimbing menjadi pembelajar yang mandiri. Tentang scaffolding akan dibahas lebih lanjut dalam konstruktivisme. Tujuan pokok pendidikan menurut Bruner adalah bahwa guru harus memandu para siswanya sehingga mereka dapat membangun basis.

(44) 26. pengetahuannya sendiri dan bukan karena diajari melalui memorisasi. hafalan (rote memorization). Informasi-informasi baru dipahami siswa dengan cara mengklasifikasikannya berlandaskan pengetahuan terdahulu yang telah dimilikinya. Menurut Bruner, interkoneksi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu menghasilkan reorganisasi dari struktur kognitif, yang kemudian menciptakan makna dan mengizinkan individu memahami secara mendalam informasi baru yang diberikan (Clabaugh, 2009). Penekanannya adalah pada pandangan bahwa mengetahui itu suatu proses dan bukan suatu produk. Dalam kaitan dengan fase-fase proses belajar, Jerome S. Bruner berpendapat bahwa proses belajar meliputi, (i) fase penerimaan informasi/penerimaan materi, (ii) fase transformasi, dan (iii) fase penilaian materi. Maksudnya, belajar itu merupakan proses aktif dengan cara mana siswa mengkonstruk gagasan baru atau konsep baru berlandaskan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pembelajar memilih dan mengolah informasi, membangun hipotesis, dan membuat keputusan yang berlangsung dalam struktur kognitifriya. Berdasarkan penjelasannya ini, terlihat bahwa Jerome S. Bruner pun berperan dalam pengembangan teori pengolahan informasi (IPT, Information Processing Theory). Teori pembelajaran lain yang terkenal dari Jerome Bruner adalah teori pembelajaran konsep (concept learning) atau pembelajaran kategori atau dikenal . sebagai pemerolehan konsep (concept attainment). Teori ini.

(45) 27. dikembangkan bersama Goodnow dan Austin pada tahun 1967 (Suwarni 2012). Mereka mendefinisikan pemerolehan konsep atau pembelajaran konsep sebagai pencarian atau pendaftaran kejadian yang relevan atributatribut yang dapat digunakan untuk membedakan bermacam-macam kategori eksemplar dan kategori noneksemplar. Eksemplar adalah contohcontoh khusus (specific instances) atau kejadian-kejadian yang relevan dan bermakna untuk pembelajaran. Noneksemplar adalah kejadiankejadian yang tidak ada hubungannya langsung dengan pembelajaran. Konsep dimaksudkan sebagai kategori mental yang membantu kita mengklasifikasi objek, kejadian atau ide-ide pada setiap objek, setiap kejadian, setiap gagasan yang membentuk seperangkat himpunan dengan ciri-ciri umum yang relevan. Jadi, pembelajaran konsep adalah strategi. yang. mempersyaratkan. seorang. pembelajar. untuk. membandingkan dan mengontraskan kelompok-kelompok atau kategorikategori yang mengandung ciri-ciri konsep yang relevan dengan kelompok atau kategori yang tidak mengandung ciri-ciri konsep yang relevan. Teori Bruner ini sebagian juga dikembangkan oleh Gagne. Tentang kurikulum, konsep Bruner yang terkenal adalah kurikulum berbentuk spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara menyajikan suatu materi pelajaran dengan mengorganisasikan materi pelajaran pada tingkat makro. Dalam hal ini materi pelajaran mula-mula disajikan secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Hal ini merupakan bentuk penyesuaian antara.

(46) 28. materi yang dipelajari dengan perkembangan struktur kognitif pembelajar. Contoh sederhana penyajian secara spiral, yaitu jika pada awalnya siswa diajar tentang penambahan, maka pada pembelajaran berikutnya siswa diajar tentang perkalian, dalam hal ini dijelaskan bahwa perkalian tidak lain adalah melakukan kegiatan penambahan berulang-ulang, 2 + 2 + 2 = 2X3 = 6. Langkah-langkah. pembelajaran. menurut. Bruner,. dirumuskan. sebagai, berikut: (1) menentukan tujuan pembelajaran; (2) melakukan identifikasi karakteristik siswa, entry behavior;' (3) memilih materi pelajaran; (4) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif; (5) mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa; (6) mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik; (7) melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Budiningsih, 2005 : 50) 5) Teori Belajar dari Robert M. Gagne Gagne menggabungkan ide-ide behaviorisme dan kognitivisme dalam pembelajaran. Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran.

(47) 29. dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal ini oleh Gagne disebut sebagai sembilan peristiwa pembelajaran. Teori Robert Gagne tentang pembelajaran terdiri dari tiga prinsip, yaitu syarat-syarat pembelajaran (conditions of learning), sembilan peristiwa pembelajaran (nine events of instructions), dan taksonomi hasil belajar (taxonomy of learning outcomes). Dalam bukunya yang berjudul The Condition of Learning (1970), Gagne mengemukakan delapan macam tipe belajar yang membentuk suatu hierarki belajar dari yang paling rumit. Hierarki belajar ini akan kita bahas dalam sub-bab tipe belajar. Kedelapan hierarki belajar ini sering diterapkan dalam pembelajaran tuntas (mastery learning) di samping taksonomi Bloom. Berkaitan dengan proses pembelajaran Gagne berpendapat bahwa tahapan proses pembelajaran meliputi. delapan. fase,. yaitu:. (a). motivasi,. (b). pemahaman,. (c). pemerolehan, penyimpanan, (e) pengingatan kembali, (f) generalisasi, (g) perlakuan, dan (h) umpan balik. Sembilan peristiwa pembelajaran menurut Gagne adalah sebagai berikut..

(48) 30. (1) Memberikan perhatian (gain attention). Contoh sederhana tunjukan es krim, ceritakan kelezatan yang diperoleh dari memakannya. (2) Memberi tahu siswa Hejjrt^ig-^tujuan pembelajaran (inform learner of objectives), biarkan siswa mengetahui apa yang akan dipelajarinya. Contohnya: "Hari ini, kita akan belajar membuat es krim". (3) Dibangun atas pengetahuan yang telah lalu (recall prior knowledge). Contohnya: "Apakah ada yang pernah membuat es krim? Di mana, kapan, dan bahan apa saja yang diperlukan?" (4) Menyajikan pembelajaran sebagai rangsangan (present material). Contoh: Tunjukkan kepada siswa bagaimana membuat es krim. (5) Memberikan panduan belajar (provide guided learning), bantulah siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik pada saat pembelajaran berlangsung. (6) Menampilkan kinerja (elicit performance), mintalah para siswa mengerjakan apa-apa yang baru dipelajarinya. Contoh, berikan kepada siswa bahan-bahan untuk membuat es krim dan mintalah agar membuat es krim sendiri. (7) Memberikan. umpan. balik. (provide. feedback),. beritahu. siswa. kinerjanya masing-masing. Contoh, guru berkeliling kelas melihat bagaimana setiap siswa membuat es krim. (8) Menilai. kinerja. (assess. performance),nilailah. siswa. tentang. pengetahuannya mengenai topik pembelajaran. Contoh: amati es krim.

(49) 31. hasil karya siswa, jika mereka benar cara membuatnya diperbolehkan memakannya. (9) Meningkatkan retensi/ingatan dan transfer pengetahuan (enhance retention and transfer). Bantulah siswa dalam mengingat-ingat dan menerapkan keterampilan baru itu. Contoh, siswa ditugasi membuat es krim pada saat karya wisata sekolah. b. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif anak menunjukkan perkembangan dari cara berpikir anak. Ada faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Partini, 2003:4) bahwa’ pengalaman yang berasal dari lingkugan dan kematangan keduanya mempengaruhi perkembangan kognitif anak’’. Sedangkan. menurut. Soemiarti. dan. Patmonodewo. (2003:20). perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih dalam kandugan ibu akan mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain : 1). Faktor Hereditas/ Keturunan Teori herditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir sudah membawa potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan taraf intelegensi sudah ditentukan sejak lahir.. 2). Faktor Lingkungan.

(50) 32. John Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum ternoda, dikenal dengan teori tabul rasa. Taraf Intelegensi. ditentukan oleh pengalaman dan. pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.. 3). Faktor Kematangan Tiap organ (fisik maupun psikis) dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini berhubungan dengan usia kronologis .. 4). Faktor Pembentukan Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).. 5). Faktor Minat dan Bakat Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebi baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Seseorang yang memiliki. bakat. mempelajarinya. 6). Faktor Kebebasan. tertentu. akan. semakin. mudah. dan. cepat.

(51) 33. Kelulusan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas memilih masalah sesuai kebutuhan. b. Kecerdasan Linguistik Verbal Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa- bahasa termasuk bahasa ibu dan mungkin bahasa-bahasa asing untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran dan memahami orang lain Kecerdasan linguistik merujuk pada kemampuan untuk berpikir tentang. kata. dan. menggunakan. bahasa. untuk. berekspresi. dan. menghargai makna-makna yang kompleks (Suan dan Sulaiman, 2009). Kecerdasan linguistik disebut juga kecerdasan verbal karena mencakup kemampuan untuk mengekspresikan diri secara lisan dan tertulis, serta kemampuan untuk menguasai bahasa asing (McKenzie, 2005). Seorang anak yang memiliki kecerdasan bahasa yang tinggi akan mampu menceritakan cerita dan adegan lelucon, menulis lebih baik dari rata- rata anak yang lain yang memiliki usia yang sama, mempunyai memori tentang nama, tempat, tanggal, dan informasi lain lebih baik dari anak pada umumnya, senang terhadap permainan kata, menyukai baca buku, menghargai sajak, dan permainan kata-kata, suka mendengar cerita tanpa melihat buku, mengkomunikasikan, pikiran, perasaan, dan ide-ide dengan baik, mendengarkan dan meresponi bunyi-bunyi, irama, warna, berbagai kata- kata lisan (Lane, 2009)..

(52) 34. Di samping itu, anak yang memiliki kecerdasan bahasa yang lebih dari pada anak lainnya suka meniru bunyi-bunyi, bahasa, membaca dan menulis, belajar dengan mendengar, membaca, menulis dan berdiskusi, mendengarkan secara efektif, memahami, meringkas, menginterpretasi dan menjelaskan, dan mengingat apa yang telah dibaca, selalu berusaha untuk meningkatkan penggunaan bahasa, menciptakan bentuk-bentuk bahasa yang baru, bekerja dengan menulis atau menyukai komunikasi lisan. Mereka juga suka mengajukan banyak pertanyaan, suka bicara, memiliki banyak kosa kata, suka membaca dan menulis, memahami fungsi bahasa, dapat berbicara tentang keterampilan bahasa. Oleh karena itu, karir yang sesuai dengan orang yang memiliki kecerdasan verbal yang tinggi adalah penyair, wartawan (jurnalis), Ilmuwan, novelis, pemain komedi, pengacara, penceramah, pelatih, guide, guru, dan lain-lain. Kecerdasan linguistic-verbal atau dikenal dengan istilah pintar kata adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa baik lisan maupun tulisan secara tepat dan akurat. Menggunakan kata merupakan cara utama untuk berpikir dan menyelesaikan masalah bagi orang yang memiliki kecerdasan ini. Mereka cenderung mempunyai keterampilan reseptif (input) auditori dan produktif (output) verbal yang sangat baik. Mereka menggunakan kata untuk membujuk, mengajak, membantah, menghibur, atau membelajarkan orang lain. Mereka juga termasuk penulis, pembicara, atau menjadi keduanya dengan baik..

(53) 35. Pekerjaan yang sangat disukai oleh mereka yang memiliki kecerdasan linguistik-verbal adalah guru, kepala sekolah, pendongeng, pelawak, pembawa acara, pembaca berita di radio atau televisi, wartawan, editor surat kabar, penulis, pengarang, penyair, dan lain-lain. 2. Hakikat Hasil Belajar Bahasa Indonesia a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan rangkaian dari dua kata yaitu "hasil" dan "belajar". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hasil berarti sesuatu yang diadakan oleh suatu usaha. Sedangkan kata belajar mempunyai banyak. pengertian,. menurut. pengertian. secara. psikologi,. belajar. merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan. lingkungannya. dalam. memenuhi. kebutuhan. hidupnya.. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar merupakan proses dari seseorang, hasil belajar dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan anak tentang mated yang dipelajarinya. Hasil belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang biasanya disebut tes hasil belajar. Menurut Hudoyo (dalam Tirtana, 2009: 6) mengemukakan bahwa: “Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Hasil belajar dalam hal ini meliputi aspek kognitif (penguasaan intelektual), afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), dan psikomotorik (kemampuan atau keterampilan siswa).".

(54) 36. Pendapat lain tentang hasil belajar dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (2003: 6) bahwa "hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Sejalan dengan itu, Suprijono (2009: 5) mengemukakan bahwa "hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi dan keterampilan. Susanto (2013: 5) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proswes dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Sedangkan Rusmono (2012: 100 menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan perilaku tersebut. diperoleh. setelah. siswa. menyelesaikan. program. pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar. Pengertian hasil belajar juga dikemukakan oleh Tim Pengembang MKDP (2013: 140) yaitu hasil belajar dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yaitu kompetensi sosial dan kompetensi vokasional. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan hasil belajar bahasa Indonesia adalah gambaran tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia yang terlihat pada nilai yang diperoleh dari tes hasil belajar bahasa Indonesia..

(55) 37. Hasil yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran proses belajar mengajar. b. Fungsi Hasil Belajar Menurut Sudjana (2005: 3) fungsi hasil belajar yaitu: 1) Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional 2) Umpan balik bagi perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan instruksional, kegiatan belajar siswa strategi mengajar guru 3) Dasar dan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa kepada para orangtuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya. c.. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor. yang mempengaruhi, baik dari diri siswa (faktor internal) seperti faktor kesehatan, cacat tubuh, intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan belajar maupun dari faktor luar siswa (faktor ekstern) seperti faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Pengenalan terhadap faktor-faktor tersebut penting sekali artinya dalam membantu siswa mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya. Disamping itu, diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, akan dapat diidentifikasi faktor yang menyebabkan kegagalan bagi siswa sehingga dapat dilakukan antisipasi atau penanganan secara dini agar siswa tidak gagal dalam belajarnya atau mengalami kesulitan belajar..

(56) 38. Purwanto. (2007:. 102). mengemukakan. faktor-faktor. yang. mempengaruhi hasil belajar, yaitu: 1) Faktor dari diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual (kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi). 2) Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial (keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang diperlukan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia. dan memotivasi.. Pendapat di atas relevan dengan pengklasifikasian faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagaimana dikemukakan oleh Slameto (1991: 54), yaitu: 1) Faktor-faktor intern, berupa: faktor jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan, cacat tubuh; faktor psikologis, terdiri atas: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan; dan faktor kelelahan 2) Faktor-faktor ekstern, berupa: faktor Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah), faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Berdasarkan kedua pendapat di atas, pada hakikatnya terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa, namun pada intinya pendataan belajar dapat diklasifikasikan atas dua faktor, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri siswa maupun dari luar dirinya. Faktor dari diri berupa faktor fisik, psikologis dan gaya belajar,.

(57) 39. sedangkan faktor dari luar diri siswa, yaitu faktor lingkungan keluarga, lingkungan. sekolah,. lingkungan. masyarakat,. maupun. lingkungan. pergaulan siswa yang mempengaruhi aktivitas belajarnya sehari-hari. Segala. perubahan. yang. terjadi. ditunjukkan. dalam. bentuk. pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang merupakan hasil belajar. Sudjana (2005: 3) berpendapat bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan. psikomotorik.. Sedangkan. menurut. Sudjana. (2005:. 22). mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang yang hasil belajarnya dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan awal anak tentang materi yang akan dipelajari. Berdasarkan. pendapat. para. ahli. di. atas. maka. penulis. menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah nilai yang dicapai atau diperoleh siswa setelah melewati proses belajar mengajar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. d. Aktivitas Belajar Menurut Soemanto (1987: 107) ada beberapa contoh aktivitas belajar dalam beberapa situasi yaitu: (1). Mendengar, (2) memandang, (3) meraba, (4) menulis dan mencatat, (5) membaca, (6) membuat ikhtisar atau ringkasan, (7) mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan baganbagan, (8) menyusun paper atau kertas kerja, (9) mengingat, (10) berpikir.

(58) 40. dan (11) latihan atau praktek. Beberapa contoh aktivitas belajar tersebut di atas akan diuraikan sebagai berikut: 1) Mendengar Dalam kehidupan sehari-hari kita bergaul dengan orang lain. Dalam pergaulan itu terjadi komunikasi verbal berupa percakapan. Percakapan memberikan situasi tersendiri bagi orang-orang yang terlibat ataupun yang tidak terlibat tetapi secara tidak langsung mendengar informasi. 2) Memandang Setiap stimuli visual memberi kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang dapat kita pandang, akan tetapi tidak semua pandangan atau penglihatan kita adalah belajar. Meskipun pandangan kita tertuju kepada suatu obyek visual, apabila dalam diri kita tidak terdapat kebutuhan, motivasi serta set tertentu untuk mencapai suatu tujuan, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar. Alam sekitar kita termasuk juga sekolah dengan segenap kesibukannya, menampakkan obyek-obyek yang memberi kesempatan untuk belajar. 3) Meraba, Mencium, dan Mencicipi/Mencecap Meraba, mencium dan mencecap adalah aktivitas sensoris seperti halnya pada mendengarkan dan memandang. Segenap stimuli yang dapat diraba, dicium dan dicecap merupakan situasi yang memberi kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Hal aktivitas meraba, aktivitas mencium, ataupun aktivitas mencecapi dapat dikatakan belajar, apabila.

(59) 41. aktivitas-aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan set tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku. 4) Menulis dan Mencatat Setiap aktivitas pengindraan kita yang bertujuan, maka memberikan kesan-kesan yang berguna bagi belajar kata selanjutnya. Kesan-kesan itu merupakan materiil untuk maksud-maksud belajar selanjutnya. Materiil atau obyek yang ingin kita pelajari lebih lanjut hams memberi kemungkinan untuk dipraktekkan. Beberapa materiil di antaranya terdapat di dalam buku-buku, di kelas, ataupun di buku catatan kita sendiri, Kita dapat membawa serta mempelajari isi buku catatan dalam setiap kesempatan. Dan sumber manapun kita dapat membuat fotokopi isi pelajaran. Kita dapat membuat catatan dari setiap buku yang kita pelajari, bahkan dari setiap situasi seperti ceramah, diskusi, demonstrasi dan sebagainya kita dapat membuat catatan, untuk keperluan belajar di masamasa selanjutnya. 5) Membaca Seringkali ada orang yang membaca buku pelajaran sambil berbaring santai di tempat tidurnya hanya dengan maksud agar dia bias tidur. Membaca semacam ini adalah bukan aktivitas belajar. Ada pula orang yang membaca sambil berbaring dengan tujuan belajar, menurut ilmu jiwa membaca yang demikian belum dapat dikatakan sebagai belajar. Belajar adalah aktif, dan membaca untuk keperluan belajar hendaknya.

(60) 42. dilakukan di meja belajar daripada di tempat tidur, karena dengan sambil tiduran itu perhatian dapat terbagi. Dengan demikian belajar sambil tiduran mengganggu set belajar. Belajar memerlukan set. Membaca untuk keperluan belajar harus pula menggunakan set, membaca dengan set misalnya dengan memulai memperhatikan judul-judul bab, topik-topik utama dengan berorientasi kepada kebutuhan dan tujuan. Kemudian memilih topik yang relevan dengan kebutuhan atau tujuan itu. 6) Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang dapat membantu kita dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum cukup. Sementara membaca, pada hai-hal yang penting kita beri garis bawah (underlining). Hal ini sangat membantu kita dalam usaha menemukan kembali meteriil itu di kemudian hari. 7) Mengamati Tabel-tabel, Diagram-diagram, dan Bagan-bagan Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering kita jumpai tabeltabel diagram ataupun bagan-bagan. Materiil non-verbal semacam ini sangat berguna bagi kita dalam mempelajari materiil yang relevan itu. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan Iain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman kita tentang sesuatu hal. 8) Menyusun Paper atau Kertas Kerja.

(61) 43. Dalam membuat paper, terutama yang perlu mendapat perhatian ialah rumusan topik paper itu. Dari rumusan topik itu kita akan dapat menentukan materiil yang relevan. Kemudian kita perlu mengumpulkan mated yang akan ditulis ke dalam paper dengan mencatatkan pada buku notes atau kartu-kartu catatan. Paper yang baik memerlukan perencanaan yang masak dengan terlebih dulu mengumpulkan ide-ide yang menunjang serta penyediaan sumber-sumber yang relevan. Tidak semua aktivitas penyusun paper merupakan aktivitas belajar. Banyak pelajar atau mahasiswa yang menyusun paper dengan jalan mengkopi. atau. menjiplak.. Memang. cara. yang. demikian. sering. menguntungkan mereka karena dengan mengambil materi sana-sini, diatur hubungannya sehingga membentuk sajian yang sistematis dan lengkap, dengan bahasa yang bagus karena di buat oleh para ahli, maka mereka memperoleh angka lulus. Kalau kita pikirkan, apakah yang dapat diperoleh mereka dengan cara ini? Apakah perkembangan pribadi yang mereka alami? 9) Mengingat Mengingat dengan maksud agar ingat tentang sesuatu, belum termasuk sebagai aktivitas belajar. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktivitas belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar lainnya. 10) Berpikir.

(62) 44. Adapun yang menjadi obyek serta tujuannya, berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berfikir, orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antar sesuatu. 11) Latihan atau Praktik Latihan atau praktek adalah termasuk aktifitas belajar. Orang yang melaksanakan kegiatan berlatih tentunya sudah mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan sesuatu aspek pada dirinya. Orang yang berlatih atau berpraktek sesuatu tentunya menggunakan set tertentu sehingga setiap tindakan atau gerakannya terarah kepada suatu tujuan. Dalam berlatih atau berpraktek terjadi interaksi antara subyek dengan lingkungannya. Dalam kegiatan berlatih atau praktek, segenap tindakan subyek terjadi secara integratif dan terarah ke suatu tujuan. Hasil dari latihan atau praktek itu sendiri akan berupa pengalaman yang dapat mengubah diri subyek serta mengubah lingkungannya. Lingkungan berubah dalam diri anak. e. Bahasa Indonesia di MTsN Dalam keseluruhan proses pendidikan, belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara professional. Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa yang di desain secara sengaja, sistematis dan.

(63) 45. berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subyek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru. Perpaduan dari dua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya. Pada kegiatan belajar mengajar, keduanya (guru-siswa) saling mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan belajar mengajar harus merupakan aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki tujuan. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama berorientasi pada kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Mengingat pentingnya peranan maka kemampuan pemahaman di sekolah perlu mendapat perhatian yang khusus dari semua pihak yang terkait, Sebagai tenaga pengajar dan pendidik yang secara langsung terlibat dalam proses belajar mengajar, maka guru memegang peranan penting dalam menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh pendidik dalam hal ini Bahasa Indonesia adalah bagaimana mengajarkan dengan baik agar tujuan pengajaran dapat dicapai. Dalam hal ini penguasaan mated dan cara pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat sangat menentukan tercapainya tujuan pengajaran, dan proses belajar mengajar berjalan dengan lancar. Penguasaan materi dan pemilihan pendekatan pembelajaran merupakan alternatif dalam upaya meningkatkan mutu pengajaran dan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa. Berhasil tidaknya seseorang siswa.

(64) 46. dalam pelajaran Bahasa Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar siswa. Faktor-faktor dari siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia khususnya di MTsN adalah cara dan kebiasaan belajar, motivasi berprestasi, dan sikap terhadap pengajaran Bahasa Indonesia. f.. Kriteria Hasil Belajar yang Meningkat Skor yang diperoleh dari suatu pengukuran hasil belajar dapat. diinterpretasi dengan berbagai cara, tergantung pada acuan yang digunakan. Interpretasi skor hasil belajar siswa merupakan hal yang sangat penting dilakukan oieh guru. Interpretasi ini menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan dan landasan perbaikan ini sebaiknya didasarkan pada acuan tertentu. Setidaknya, terdapat tiga acuan dalam penilaian pendidikan. 1) Acuan Normatif Acuan normatif dirujuk untuk mempertimbangkan informasi seorang siswa yang dibandingkan dengan kelompok siswa yang setara, Jelasnya, acuan normatif ini bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam kelasnya. 2) Acuan Kriteria Acuan kriteria dirujuk untuk membandingkan informasi mengenai minat belajar siswa pada saat menerima pelajaran yaitu respon pada saat menerima pelajaran, mengerjakan tugas kelompok yang diberikan maupun tugas individu, dalam proses pembelajaran terhadap kriteria tertentu yang diharapkan..

(65) 47. 3) Acuan diri Acuan diri dirujuk untuk membandingkan informasi mengenai seorang siswa dengan informasi lain mengenai siswa itu sendiri. Jelasnya acuan diri ini bertujuan untuk mengetahui kecakapan tertentu dari individu siswa dalam suatu bidang tertentu. Artinya, acuan ini lebih menekankan pada profil kecakapan siswa tertentu pada bidang tertentu. g. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia di MTsN Pada. hakikatnya. pelaksanaan. pengajaran. bahasa. adalah. seperangakat perencanaan pengajaran bahasa yang berisi rangkaian kegiatan pembelajaran bahasa yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan pengajaran yang dikehendaki. Implementasi program pengajaran bahasa dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu, jam pelajaran, semester, dan tahunan. Sesuai dengan waktu pembelajaran tersebut, dapat disusun program pengajaran yang berupa RPP yang disebut program harian yang dilaksanakan dalam satu pertemuan. RPP mata pelajaran bahasa Indonesia terdiri atas beberapa komponen, yaitu: (1) identifikasi; (2) kompetensi dasar (KD); (3) indikator; (4) tema; (5) tujuan pembelajaran; (6) materi pembelajaran; (7) kegiatan belajar-mengajar, metode/teknik, dan langkah-langkah penyajian; (8) media, sarana; dan (9) evaluasi. Penerapan pendekatan komunikatif dalam pengembangan setiap komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi.

(66) 48. Komponen ini terdiri atas: (1) mata pelajaran; (2) kelas; (3) tema; dan (4) waktu. 2) Kompetensi Dasar Kompetensi dasar berguna untuk mengingatkan guru tentang target kompetensi yang harus dicapai siswa. Di dalam komponen kompetensi dasar ini juga dimuat hasil belajar. Hasil belajar merupakan unjuk kerja yang diharapkan bisa dicapai setelah mengalami pembelajaran dslam kompetensi tertentu. Sanjaya (2008: 171) menyatakan bahwa kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan, oleh karena itulah, maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari standar kompetensi. 3) Indikator Indikator merupakan kompetensi dasar yang lebih spesifik. Tercapai atau tidaknya suatu hasil belajar dapat dilihat apakah seluruh indikator hasil belajar dalam suatu kompetensi sudah dikuasai siswa. Beberapa. petunjuk. dalam. merumuskan. indikator. yang. dikemukakan oleh Sanjaya (2008: 172) sebagai berikut: a) Indikator dirumuskan dalam bentuk perubahan perilaku yang dapat diukur keberhasilannya. b) Perilaku yang dapat diukur itu berorientasi pada hasil belajar,bukan pada proses belajar. c) Sebaiknya setiap indikator hanya mengandung satu bentuk perilaku. 4) Tema.

Gambar

Gambar 1. Skema Tujuan KurikulumTujuan Pendidikan Nasional
Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir
Tabel 1. Keadaan populasi 2. Sampel
Tabel 2. Keadaan sampel
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Selanjutnya evaluasi penawaran masih dilanjutkan dengan evaluasi administrasi, teknis dan harga serta evaluasi kualifikasi. Page 1

Dalam rancangan implementasi protokol S/MIME pada layanan e-mail yang peneliti usulkan, telah ditentukan bahwa rancangan tersebut tidak akan mengubah konfigurasi mail

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk

Membaca  pengertian   Ilmu ekonomi,  ruang   lingkup pembagian   Ilmu   ekonomi, dan   prinsip   ekonomi  dari berbagai   sumber   belajar

Bima Haria Wibisana,

[r]

Fiscal decentralization that is measured by DAU has a positive correlation. This is appropriate with Law No. By receiving a higher DAU, local governments have