• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Ekplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan. Ekploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya

1

. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Ekploitasi.

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU

1

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,

(Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2001), Pasal 1.

(2)

Nomor 22 Tahun 2001) diatur bahwa Kontrak Kerja Sama paling sedikit memuat persyaratan: (a) kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampai pada titik penyerahan, (b) pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana, (c) modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Sebelumnya, dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi diatur prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Manajemen di tangan Pertamina.

2. Kontraktor menyediakan semua dana, teknologi, dan keahlian.

3. Kontraktor menanggung semua risiko finansial.

4. Besarnya Bagi Hasil ditentukan atas dasar tingkat produksi minyak dan atau gas bumi.

2

Melihat dari definisi Kontrak Kerja Sama dan Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract, maka Kontrak Bagi Hasil adalah salah satu dari jenis Kontrak Kerja Sama. Selain Kontrak Bagi Hasil akan terdapat jenis Kontrak Kerja Sama lainnya yaitu Kontrak Jasa atau jenis kontrak lainnya yang dapat dibuat dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar yang digariskan oleh peraturan perundang-undangan. Untuk jenis Kontrak Jasa (Service Contract), dapat terdiri dari Kontrak Jasa Murni (Pure Service

2

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1994 tentang

Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas

Bumi, (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1994), Pasal 5.

(3)

Contract) dan Kontrak Jasa Berisiko (Risk Service Contract).

3

Dalam gambar hubungan antara Kontrak Kerja Sama dengan Kontak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract adalah sebagai berikut:

Posisi Pertamina dalam Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC) digantikan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dengan terbentuknya Badan Pelaksana (Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi), semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) antara Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan Pelaksana

4

. Pada tahun 2002 diundangkan PP Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) sebagai bagian dari pelaksanaan amanat UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

5

.

3

A. Rinto Pudyantoro, A to Z Bisnis Hulu Migas, Jakarta, Petromindo, 2013, hlm. 142.

4

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2001), Pasal 63.

5

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta:

Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2002).

(4)

Pasal-pasal yang berkaitan dengan Badan Pelaksana (BPMIGAS) dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 November 2013

6

. Oleh karena itu, Presiden Republik Indonesia mengalihkan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi kepada Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSP Migas/ SKMIGAS)

7

. Hal tersebut diikuti dengan pengalihan Tugas, Fungsi, dan Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

8

, dan Pengalihan Pekerja yang Menjabat sebagai Wakil Kepala dan Deputi pada Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi kepada Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

9

. Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSP Migas/ SKMIGAS) disempurnakan menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

10

, dan

6

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tanggal 13 November 2012, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2012).

7

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tanggal 13 November 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2012).

8

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3135 K/73/MEM/2012 ranggal 13 November 2012 tentang Pengalihan Tugas, Fungsi, dan Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

9

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3136 K/73/MEM/2012 tanggal 13 November 2012 tentang Pengalihan Pekerja yang Menjabat sebagai Wakil Kepala dan Deputi pada Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumikepada Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

10

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tanggal 10Januari 2013 tentang

Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi,

(Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2013).

(5)

organisasinya disempurnakan melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

11

.

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia dilakukan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas bumi. Dalam menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi tersebut, SKK Migas tetap melakukan kerja sama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) dalam kerangka Kontrak Kerja Sama berbentuk Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC) untuk suatu Wilayah Kerja tertentu.

Mempertimbangkan hal-hal tersebut, dalam tesis ini, penyebutan BPMIGAS/ Pertamina dalam PSC mempunyai arti dan posisi yang sama dengan SKK Migas. Oleh karena itu, SKK Migas adalah representasi dari Pemerintah Republik Indonesia yang melakukan kerja sama dengan Kontraktor KKS dalam suatu PSC, dan SKK Migas tersebut merupakan institusi pengganti dari BPMIGAS dan Pertamina dalam segala sesuatu hal berkaitan dengan PSC.

11

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 9 Tahun

2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan

Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

(6)

Pola kerja sama berbentuk Kontrak Bagi Hasil atau PSC mempunyai ciri bahwa Kontraktor KKS menjalankan Ekplorasi dan Ekploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan suatu Program Kerja dan Anggaran (Work Program and Budget) yang disusun oleh Kontraktor KKS yang harus disetujui oleh SKK Migas sebelum dijalankan. Pelaksanaan kegiatan Ekplorasi dan Eksploitasi sesuai Work Program and Budget tersebut harus dilaksanakan secara cermat dan seksama dengan menerapkan kaidah keteknikan yang baik (workmanlike manner and by appropriate scientific method).

Kontraktor harus menyediakan dana dan melakukan Pengeluaran- pengeluaran (Expenditures) terlebih dahulu untuk membiayai pelaksanaan Ekplorasi dan Eksploitasi minyak dan gas bumi sesuai dengan Work Program and Budget tersebut. Dengan kata lain, Kontraktor KKS menalangi terlebih dahulu pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan untuk menjalankan Eksplorasi dan Ekploitasi minyak dan gas bumi. Pengeluaran-pengeluaran tersebut dicatat oleh Kontraktor KKS sebagai Biaya Operasi (Operating Cost) PSC, yang terdiri dari dua bagian besar yaitu Biaya yang Tidak Dikapitalisasi (Non Capital Cost) dan Biaya yang Dikapitalisasi (Capital Cost).

Apabila suatu saat SKK Migas menyatakan bahwa minyak dan gas

bumi dapat diproduksikan secara komersial dari Wilayah Kerja, maka

sebagian dari hasil produksi minyak dan gas bumi akan digunakan untuk

mengembalikan porsi Biaya Operasi yang telah dikeluarkan (ditalangi

terlebih dahulu) oleh Kontraktor KKS. Sebagai catatan, Biaya Operasi

(7)

(Operating Cost) tersebut akan dikembalikan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PSC baik untuk Non Capital Cost maupun Capital Cost. Apabila produksi tidak cukup untuk mengembalikan Biaya Operasi atau PSC berakhir, maka seluruh Biaya Operasi yang belum dikembalikan tidak dikembalikan kepada Kontraktor KKS yang bersangkutan.

Expenditures yang dilakukan oleh Kontraktor KKS dalam rangka pelaksanaan PSC meliputi pula pengeluaran untuk mengadakan barang peralatan (equipment) yang digunakan untuk Ekplorasi dan Eksploitasi.

Umumnya, Expenditures untuk mengadakan barang peralatan (equipment) diperlakukan atau dicatat sebagai Capital Cost. Dalam klausul PSC, barang peralatan (equipment) tersebut dinyatakan menjadi aset atau harta (porperty) dari Pertamina yang saat ini posisi Pertamina (BPMIGAS) digantikan oleh SKK Migas.

Dari operasi Ekplorasi dan Ekploitasi minyak dan gas bumi untuk setiap PSC, SKK Migas memperoleh sejumlah bagian tertentu minyak dan gas bumi yang disebut sebagai Entitlement dari Perhitungan Bagi Hasil.

Perhitungan Bagi Hasil merupakan perhitungan untuk menentukan

Entitlement SKK Migas dan Entitlement Kontraktor KKS yang dilakukan

dalam laporan Financial Quarterlay Report (FQR). Dalam Perhitungan Bagi

Hasil, sejumlah Biaya Operasi tertentu dikembalikan kepada Kontraktor KKS

dengan cara Kontraktor KKS diberikan hak untuk mengambil sejumlah barrel

minyak tertentu setara dengan sejumlah nilai Biaya Operasi yang

(8)

dikembalikan, atau memperoleh kembali sejumlah nilai Biaya Operasi tersebut dari uang hasil Lifting yang akan dibagi oleh Trustee Bank.

Secara nasional untuk seluruh PSC, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (DJA Kemenkeu) melakukan pembukuan terpisah dalam Rekening Antara Penerimaan Minyak dan Gas Bumi dari Kontrak Production Sharing (Rekening 600.000.411) yaitu untuk menentukan Hasil Operasi Bersih Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Hasil Operasi Bersih KUH Migas). Hasil Operasi Bersih KUH Migas adalah seluruh Entitlement SKK Migas dari setiap PSC dikurangi dengan (1) seluruh biaya yang menjadi beban SKK Migas dan/ atau Pemerintah dan (2) seluruh estimasi kewajiban kontraktual SKK Migas dan/ atau Pemerintah sesuai PSC.

Hasil Operasi Bersih KUH Migas adalah semacam Laba Bersih (Net Income) dalam perhitungan Rugi Laba perusahaan Perseroan. Selanjutnya seluruh Hasil Operasi Bersih KUH Migas disetorkan ke Rekening Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Minyak dan Gas Bumi (PNBP Migas) yang akan diakui dalam Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Laporan Realisasi APBN).

Dalam klausula PSC yang ditandatangani pada periode efektif Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan

Gas Bumi Negara (UU Nomor 8 Tahun 1971), dinyatakan bahwa Equipment

purchased by Contractor pursuant to the Work Program becomes the

property of Pertamina (in case of import, when landed at the Indonesian

(9)

ports of import) and will be used in Petroleum Operation hereunder.

12

Sementara itu, dalam klausula PSC yang ditandatangani pada periode efektif UU Nomor 22 Tahun 2001, dinyatakan bahwa Equipment purchased by Contractor pursuant to the Work Program becomes the property of Government of the Republic of Indonesia (in case of import, when landed at the Indonesian ports of import) and will be used in Petroleum Operation hereunder.

13

Pasal 78 PP Nomor 35 Tahun 2004

14

mengatur bahwa seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu yang dibeli Kontraktor menjadi milik/ kekayaan negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana. Selanjutnya, dalam Pasal 81 ayat 5 diatur bahwa dalam hal Kontrak Kerja Sama telah berakhir, barang dan peralatan Kontraktor wajib diserahkan kepada pemerintah untuk ditetapkan kebijakan pemanfaatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Pasal 1 angka 10 UU Nomor 1 Tahun 2004

15

, didefinisikan bahwa Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Lebih lanjut, dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

12

Production Sharing Contract, Generasi Penandatanganan Tahun 1992.

13

Production Sharing Contract, Generasi Penandatanganan Tahun 2005.

14

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435).

15

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355).

(10)

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (PP Nomor 6 Tahun 2006)

16

, Barang Milik Negara didefinisikan sebagai semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Selanjutnya, Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 6 Tahun 2006 mengatur bahwa barang milik negara/ daerah meliputi: (a) barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D; b. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 6 Tahun 2006 mengatur bahwa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf b dijelaskan bahwa termasuk dalam pengertian ini meliputi: kontrak karya, kontrak bagi hasil, kontrak kerja sama pemanfaatan.

Dalam rangka menjalankan amanat pasal 51 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Nomor 1 Tahun 2004), Pemerintah Republik Indonesia menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Pemerintah Republik Indonesia mengakui dan menyajikan Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Aset Kontraktor KKS) dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia. Nilai Aset Kontraktor KKS yang disajikan

16

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/ Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor

20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609).

(11)

dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 berturut-turut sebesar Rp150,51 triliun, Rp143,98 triliun, Rp221,75 triliun, dan Rp286,09 triliun.

17

Penulis sementara melihat bahwa saat ini Neraca Pemerintah Republik Indonesia berisi dua kelompok besar aset yaitu (1) aset yang diperoleh pemerintah dari transaksi ekonomi yang berhubungan dengan pelaksanaan/

realisasi APBN dan (2) aset yang diperoleh dari transaksi ekonomi yang tidak berhubungan dengan realisasi APBN (Non APBN). Dengan kata lain, beberapa aset yang disajikan dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia berasal dari Pembiayaan Non Neraca (Off Balance Sheet Financing) karena berasal dari transaksi Non APBN.

Baik dalam hukum maupun dalam akuntansi/pelaporan keuangan, perihal saat pengakuan suatu hak atas harta atau aset, baik hak milik yuridis maupun hak milik ekonomis, menjadi titik penting. Perihal hak milik yuridis dapat telah diperoleh atau lahir karena suatu perjanjian atau undang-undang, namun perihal pengakuan hak milik yuridis dan hak milik ekonomis tersebut dalam suatu Neraca Pemerintah Pusat dapat belum cukup untuk diakui saat ini. Oleh karena itu, perihal kepastian hukum atas penyerahan hak kepemilikan Aset Kontraktor KKS menjadi titik penting saat pengakuan Aset Kontraktor KKS dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini diperlukan agar terdapat kesejalanan antara substansi hak milik yuridis dan

17

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Buku 2011, 2012, 2013, dan

2014.

(12)

substansi hak milik ekonomi dalam pengakuan Aset Kontraktor KKS tersebut pada Neraca Pemerintah Republik Indonesia.

Aset Kontraktor KKS yang diakui dan disajikan dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia merupakan aset yang diadakan dan digunakan oleh para Kontraktor KKS untuk Ekplorasi dan Ekploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan PSC. Pengakuan dan penyajian nilai Aset Kontraktor KKS pada Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 berturut-turut sebesar Rp150,51 triliun, Rp143,98 triliun, Rp221,75 triliun, dan Rp286,09 triliun telah menjadikan posisi keuangan Pemerintah Republik Indonesia terlihat menjadi lebih sehat.

Informasi yang kurang atau tidak memadai atas pengakuan dan penyajian Aset Kontraktor KKS dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia dapat menyesatkan, baik dilihat dari kepemilikan ekonomi maupun kepemilikan yuridis. Selain itu, Off Balance Sheet Financing dapat menjadikan kewajiban yang berkaitan dengan pengakuan dan penyajian Aset Kontraktor KKS tersebut menjadi tidak diakui dan tidak disajikan dalam Neraca Pemerintah Pusat.

Baik dalam hukum maupun dalam akuntansi/pelaporan keuangan,

perihal kemanfaatan dan keadilan menjadi pertimbangan penyajian dan

pengungkapan informasi kepada pihak-pihak terkait. Perihal Kemanfaatan

tentunya akan dilihat dari daya dukung laporan keuangan terhadap

pengambilan keputusan baik keputusan yuridis maupun keputusan ekonomi

dari pengguna laporan keuangan/neraca. Perihal Keadilan akan dilihat dari

(13)

penyajian informasi yang wajar, seimbang, fair dan tidak menyesatkan serta tidak menguntungkan semata-mata pihak penyusun laporan keuangan/neraca yang memegang kendali penyajian dan pengungkapan informasi. Oleh karena itu, perihal Kemanfaatan dan Keadilan menjadi titik penting atas penyajian dan pengungkapan Aset Kontraktor KKS dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia.

Terkait dengan latar belakang sebagaimana tersebut di atas, Penulis akan melakukan analisis yuridis terkait dengan Kepastian Hukum atas proses penyerahan hak kepemilikan Aset Kontraktor KKS. Lebih lanjut, Penulis juga akan melakukan analisis yuridis terkait dengan Kemanfaatan dan Keadilan atas penyajian dan pengungkapan Aset Kontraktor KKS dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana proses penyerahan Hak Kepemilikan Aset Kontraktor KKS untuk memenuhi asas Kepastian Hukum?

2. Apakah penyajian dan pengungkapan Aset Kontraktor KKS dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia memenuhi Asas Kemanfaatan dan Asas Keadilan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dan menganalisis proses penyerahan Hak Kepemilikan Aset

Kontraktor KKS saat ini dan mengidentifikasi rumusan penyerahan Hak

Kepemilikan Aset Kontraktor KKS yang memenuhi Asas Kepastian

Hukum.

(14)

2. Menilai penyajian dan pengungkapan Aset Kontraktor KKKS dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia dikaitkan dengan pemenuhan Asas Kemanfaatan dan Asas Keadilan.

D. Manfaat Penelitian

1. Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian ini dimaksudkan untuk menegaskan dan mengklarifikasi konsep penyerahan hak kepemilikan atas Aset Kontraktor KKS dan saat serta cara penyajian dan pengungkapan Aset Kontraktor KKS dalam Neraca Pemerintah Republik Indonesia.

2. Dalam rangka berkontribusi dalam pembangunan, penelitian ini dimaksudkan sebagai masukan untuk penyusunan kebijakan atau peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan dan tanggung jawab Aset Kontraktor KKS.

E. Keaslian Penelitian

1. Peneliti lain di bidang manajemen dan pengendalian meneliti permasalahan PSC terkait dengan pengaruh banyaknya Participating Interest Blok, lamanya operasi, dan wilayah operasi terhadap biaya operasi tahun berjalan.

2. Peneliti lain di bidang auditing dan pelaporan keuangan meneliti

permasalahan PSC terkait dengan pengaruh cost recovery dan harga

minyak mentah Indonesia terhadap kuantitas produksi minyak mentah

KKKS BPMIGAS.

(15)

3. Peneliti lain di bidang hukum meneliti permasalahan PSC terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan pelaksanaan PSC.

4. Pada penelitan ini, Penulis memfokuskan pada permasalahan perlakuan

atas pengelolaan dan tanggung jawab atas Aset Kontraktor KKS untuk

melakukan klarifikasi konsep dan melahirkan penyempurnaan konsep

perlakuannya.

Referensi

Dokumen terkait

Sejarah yang merupakan memory masa lampau, yang menyangkut perjalanan budaya suatu masyarakat akan menjadi cermin dan palingan orang pada abad XXI, meskipun pada masa lalu

Probolinggo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan,

informasi memberikan efek kurang teliti dan cermat dalam mengolah dan memproses data, tentu hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan saat mencatatnya ( input )

Faktor produksi dianalisis dengan analisis regresi linier berganda sedangkan penentuan strategi kebijakan pengembangan perikanan pelagis ditentukan dengan analytical hierarchy

membedakan pendirian antara menganut ilmu itu bebas nilai (value free) dengan ilmu itu tidak bebas nilai (not value free). Nilai ataukah Tidak Bebas Nilai. 14 Diharapkan

Makna dan fungsi afiks derivasi dalam pembentukan kata bahasa Sasak dialek [a-e] di desa Pengembur, kecamatan Pujut, kabupaten Lombok Tengah hanya dapat membentuk kata verbal

Selain kedua agenda di atas terdapat agenda lain yang juga akan dibahas dalam acara tersebut yaitu sanksi terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman akibat tindak pidana korupsi

Balok merupakan batang horizontal dari rangka struktur yang memikul beban tegak lurus sepanjang batang tersebut biasanya terdiri dari dinding, pelat atau atap bangunan