• Tidak ada hasil yang ditemukan

13 MANAJEMEN KASUS TINDAK KEKERASAN ANAK DI PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK P2TP2A PROVINSI DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "13 MANAJEMEN KASUS TINDAK KEKERASAN ANAK DI PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK P2TP2A PROVINSI DKI JAKARTA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

13

MANAJEMEN KASUS TINDAK KEKERASAN ANAK DI PUSAT PELAYANAN

TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK P2TP2A PROVINSI

DKI JAKARTA

Oleh:

Sarah Farahdita Tamimi & Sahadi Humaedi

Email:

sarah.farahdita@gmail.com;sahadi.humaedi@unpad.ac.id

ABSTRAK

Sebagai makhluk hidup dalam melalui fase-fase kehidupannya tentu tidak akan terlepas dari berbagai permasalahan. Pada fase anak ini pun dipastikan akan menghadapi masalah-masalah kehidupan. Masalah yang dialami oleh anak dapat terdapat berbagai macam mulai dari secara biologis atau fisik, psikis (mental) dan sosialnya. Banyak pula anak yang mengalami kekerasan oleh keluarganya sendiri sehingga mereka membuthkan perhatian khusus dari pihak lain untuk menangani permasalahan yang ada pada dirinya.

Artikel ini membahas tentang manajemen kasus yang dilakukan pekerja sosial di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A Provinsi DKI Jakarta dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Diketahui bahwa angka kasus kekerasan terhadap anak meningkat dari tahun ke tahun. Ini merupakan penanganan isu yang membutuhkan penanganan dengan tepat karena dampaknya sangat berbahaya pada pertumbuhan anak secara fisik dan mental. Salah satu cara untuk menangani kasus tersebut adalah dengan manajemen kasus dan ditangani oleh tenaga profesional. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A Provinsi DKI Jakarta menangani kasus tersebut dengan pekerja sosial sebagai manajer kasus. Tujuan dari manajer kasus adalah untuk membantu klien mendapatkan kebutuhan mereka agar keberfungsian sosialnya kembali.

Kata kunci: Kekerasan anak, Manajer kasus, Pekerja Sosial

PENDAHULUAN

Kekerasan merupakan isu utama saat ini, baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Perkembangan dewasa ini menunjukan bahwa tindak kekerasan pada kenyataannya terjadi semakin intensif. Hal tersebut dapat terlihat dari data kekerasan anak mulai pada tahun 2011 hingga 2014 yang mana selalu meningkat setiap tahunnya, seperti yang dilampir pada tabel berikut:

Jumlah Kekerasan Anak Tahun 2011-2015

No Tahun Jumlah Kasus

1. 2011 2178 2. 2012 3512 3. 2013 4311 4. 2014 5066 Sumber: http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap- anak-tiap-tahun-meningkat/

Dilihat dari tabel di di atas, bahwa kekerasan di Indonesia memang terjadi peningkatan setiap tahunnya. Menurut ketua

(2)

KPAI, Maria Advianti yang dilansir dalam www.kpai.go.id menyebutkan bahwa hasil pemantauan dari KPAI di setiap tahunnya terjadi peningkatan yang cukup signifikan untuk kasus kekerasan anak. Jika dilihat dari tabel di atas bahwa pada tahun 2011 terjadi 2178 kasus, tahun 2012 terdapat 3512 kasus, tahun 2013 terdapat 4311 kasus dan tahun 2014 sebanyak 5066 kasus.

Kekerasan tidak hanya bersifat fisik, seperti pemukulan, pembunuhan, penyerangan, dan tindak kekerasan fisik lainnya, tetapi juga sikap yang melecehkan dan melontarkan kata-kata yang tidak senonoh atau menyakitkan hati dapat juga dikategorikan sebagai tindak kekerasan.

Pasal 27 UUD 1945 merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan pada perempuan dan diperkuat dengan raitivikasi Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (Convention On the Elimination of All Forums of Discrimination Againts Women/ CEDAW) ke dalam UU No. 7 Tahun 1984.

Guna meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak serta untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak maka Departemen Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, mebentuk lembaga khusus untuk memberi pelayanan kepada perempuan dan anak yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Pembentukan P2TP2A bertujuan untuk memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan serta berupaya memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan dan anak dalam rangka terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.

Sejak tahun 2004, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membentuk sebuah lembaga layanan yang dalam fungsinya melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagi kelompok yang rentan, pelayanan korban dan pemberdayaan korban.

Berdasarkan SK Gubernur No. 64 Tahun 2004 yang kemudian di perbaharui dengan SK Gubernur Tahun 2005, maka dibentuklah P2TP2A Provinsi DKI Jakarta.

Dengan banyaknya permasalahan yang terjadi pada anak, maka P2TP2A menggunakan metode manajemen kasus untuk menghadapi serta mencari jalan keluar mengenai permasalahan yang terjadi pada anak. Manajer kasus di P2TP2A Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab dalam keberlangsungan dan keberhasilan pelaksanaan pelayanan manajemen kasus.

Manajemen kasus merujuk kepada suatu proses atau metode yang menjamin agar klien mendapat pelayanan yang dibutuhkannya secara koordinasi, efektif, dan efisien. Komponen dasar manajemen kasus yang dilakukan oleh manajer kasus di P2TP2A Provinsi DKI Jakarta ini yaitu Assesment, yang mencakup identifikasi kebutuhan (sandang, pangan, papan) identifikasi potensi dan identifikasi masalah klien, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengakhiran.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka kemudian mendorong penulis untuk melakukan pembahasan dan penelitian secara lebih mendalam mengenai gambaran Manajemen Kasus pada Korban Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga di P2TP2A Provinsi DKI Jakarta.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Manajemen Kasus

Manajemen kasus adalah proses pengelolaan tindakan penanganan kasus yang meliputi assesment, perencanaan, pelaksanaan pelayanan, pemantauan/ monitoring dan evaluasi untuk menangani masalah secara sistematis dengan berkoordinasi dan melibatkan sumber-sumber yang dibutuhkan.

Menurut Rothman manajemen kasus merupakan suatu penghubung antara klien dengan jasa pelayanan yang menyediakan kebutuhan klien untuk pelayanan yang berkelanjutan. Manajemen kasus adalah suatu pelayanan bagi klien yang dalam kondisi sangat lain dalam sistem penyelenggaraan pelayanan.

(3)

Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa manajemen kasus adalah suatu layanan yang mengaitkan serta mengkoordinasikan bantuan dari institusi dan lembaga yang memberikan dukungan medis, psikososial dan praktis bagi individu yang membutuhkan.

KEKERASAN TERHADAP ANAK

Pada awal mulanya istilah tindak kekerasan atau child abuse and neglect berasal dan mulai dikenal dari dunia kedokteran sekitar tahun 1946. Caffey seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendaharahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran kasus ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome. Henry Kempe menyebut kasus penelantaran dan penganiayaan yang dialami anak-anak dengan istilah Battered Child Syndrome yaitu : ”Setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orang tua atau pengasuh lain.”

Disini yang diartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak tidak hanya luka berat saja, tapi termasuk juga luka memar atau pembengkakan sekalipun dan diikuti kegagalan anak untuk berkembang baik secara fisik maupun intelektual.

Selain Battered Child Syndrome, istilah lain yang menggambarkan kasus penganiayaan yang dialami anak-anak adalah Maltreatment Syndrome, dimaksudkan selain gangguan fisik seperti di atas, ditambah adanya gangguan emosi anak dan adanya akibat asuhan yang tak memadai. Istilah Child Abuse sendiri dipakai untuk menggambarkan kasus anak-anak di bawah usia 16 taun yang mendapat gangguan dari orang tua atau pengasuhnya dan merugikan anak secara fisik dan kesehatan mental serta perkembangannnya.

Secara teoritis, kekerasan terhadap anak (child abuse) dapat didefenisikan seperti perlakuan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap

kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Contoh paling jelas dari tindak kekerasan yang dialami anak-anak adalah pemukulan atau penyerangan secara fisik berkali-kali sampai terjasi luka atau goresan (scrapes/scratches). Namun demikian perlu disadari bahwa child

abuse sebetulnya tidak hanya berupa

pemukulan atau penyerangan fisik saja, melainkan juga bisa berupa berbagai bentuk eksploitasi melalui, misalnya pornografi dan penyerangan seksual (sexual assault), pemberian makanan yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi (malnutrition), pengabaian pendidikan dan kesehatan (educational and medical neglect) dan kekerasan-kekerasan yang berkaitan dengan medis (medical abuse).

Pelayanan Sosial Bagi Anak Korban Tindak Kekerasan Anak

Pelayanan sosial merupakan sekumpulan kegiatan-kegiatan yang ditunjukan untuk memberikan kemampuan kepada perorangan, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, dan kesatuan-kesatuan masyarakat untuk mengatasi masalah sosial yang diakibatkan oleh kondisi-kondisi yang selalu mengalami perubahan. Pokok pemikiran dari definisi tersebut adalah (1) adanya sekumpulan kegiatan yang terorganisasi dan (2) kemampuan orang (individu maupun kolektif) dalam mengatasi masalah (Wijayanti, 2009:5).

Walter A. Fredlander (1967) mendefinisikan pelayanan sosial sebagai suatu sistem yang terorganisasi dari pelayanan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, sosial untuk membantu perorangan dan kelompok agar dapat mencapai standar kehidupan yang memuaskan yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya di masyarakat. Definisi Fredlander ini sudah memasukkan unsur lembaga sosial sebagai bagian dalam pelayanan sosial, standar kehidupan serta hubungan sosial (Kurniasri, 2009:41).

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kota Jakarta merupakan salah satu kota yang memiliki permasalahan anak yang cukup tinggi setiap tahunnya. Pemerintah DKI Jakarta mulai mempersiapkan strategi untuk menanggulangi kasus anak yang terjadi di daerah DKI Jakarta, bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk di masa yang akan datang. Oleh karena itu, Sejak tahun 2004, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membentuk sebuah lembaga layanan yang dalam fungsinya melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagi kelompok yang rentan, pelayanan korban dan pemberdayaan korban. Maka dibentuklah P2TP2A Provinsi DKI Jakarta.

Secara umum, kekerasan terhadap anak terkait erat dengan faktor kultural dan struktural dalam masyarakat. Dari faktor kultural, misalnya, adanya pandangan bahwa anak adalah harta kekayaan orang tua atau pandangan bahwa anak harus patuh kepada orang tua seolah-olah menjadi alat pembenaran atas tindak kekerasan terhadap anak. Faktor struktural diakibatkan adanya hubungan yang tidak seimbang (asimetris), baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Di sini, anak berada dalam posisi lemah, lebih rendah karena secara fisik, mereka memang lebih lemah daripada orang dewasa dan masih bergantung pada orang dewasa di sekitarnya.

Dalam menangani kasus kekerasan pada anak, P2TP2A Provinsi DKI Jakarta menggunakan metode manajemen kasus. Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat. Kasus di sini adalah orang dalam situasi meminta atau mencari pertolongan. Dalam manajemen kasus ini, pekerja sosial melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case manajer). Manajemen kasus (case management) adalah merupakan salah satu keterampilan pekerja sosial yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan atau cara-cara masyarakat, mensufervisi dan petunjuk-petunjuk

menggunakan sumber-sumber internal dan eksternal untuk mencapai maksud atau tujuan dari suatu proses pertolongan.

Manajemen kasus merupakan kegiatan yang memiliki prosedur untuk mengkoordinasi seluruh aktivitas pertolongan yang diberikan kepada klien secara perorangan maupun group. Koordinasi disini dilakukan secara profesional teamwork yaitu antara pekerja sosial satu dengan yang lainnya atau dengan profesi lain sehingga upayanya dapat diperluas terhadap peningkatan pelayanan sesuai kebutuhan klien. Di dalam pelaksanaannya, manajemen kasus memiliki beberapa tahapan diantaranya: 1. Penilaian (Assesment)

Merupakan tahapan untuk mengidentifikasi kebutuhan klien. Menurut Mayer assesment adalah instrument intelektual untuk memahami situasi psikososial klien dan untuk menentukan apa masalahnya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tahap ini pekerja sosial tidak langsung mengidentifikasi masalah yang ada pada korban kekerasan, tetapi identifikasi awal yang dilakukan oleh pekerja sosial yaitu identifikasi kebutuhan WBS (sandang, pangan, papan) kebutuhan anak itu sangat beragam baik kebutuhan biologis, spiritual dan sebagainya. Setelah mengetahui yang dibutuhkan oleh korban kemudian pekerja sosial mengidentifikasi potensi yang dimiliki anak. Setelah pekerja sosial sudah mengidentifikasi kebutuhan serta potensi anak, kemudian pekerja sosial baru mengidentifikasi masalah yang ada pada korban kekerasan.

2. Perencanaan (Planning)

Dalam dunia pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial saat ini perencanaan di kenal sebagai salah satu unsur yang penting dalam mengembangkan pemberian layanan yang efektif terhadap klien ataupun kelompok sasaran. Tahapan ini merupakan tahapan untuk menyusun dan mengembangkan layanan yang menyuluruh untuk klien sesuai dengan hasil penilaian. Hasil-hasil identifikasi masalah yang didapatkan dari tahap penilaian, kemudian disusun menjadi satu formulasi masalah dan

(5)

selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yang digunakan untuk menyusun perencanaan. Untuk menentukan keberhasilan program manajemen kasus yang harus dilakukan terhadap klien maka perlu di susun kriteria evaluasi.

Tahap perencanaan atau disebut rencana intervensi di P2TP2A manajer kasus merencanakan bentuk penanganan masalah yang tepat untuk korban kekerasan berdasarkan hasil assesment. Dalam kegiatan ini manajer kasus juga bekerja sama dengan kelompok profesional atau pihak yang dapat memberikan kontribusi bagi penanganan kasus korban kekerasan seperti psikolog, ahli medis, ahli spiritual dan sebagainya untuk mendiskusikan hasil assesment dan tahap perubahan yang diharapkan terjadi pada klien.

3. Pelaksanaan (Implementation)

Pada tahap ini menjamin kebutuhan korban perencanaan yang telah di buat, mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan di lihat sejauh mana manajemen kasus memberikan pelayanan kepada korban kekerasan untuk memenuhi kebutuhannya. Manajer kasus bekerja sama dengan pelayanan lainnya atau juga menyediakan pelayanan yang dibutuhkan, dalam hal ini harus diketahui dukungan yang disediakan suatu manajemen kasus. Langkah ini digunakan setelah pekerja sosial dan korban kekerasan telah mendefinisikan kekuatan, masalah, sarana dan hambatan yang jelas dan konkrit, mereka telah membentuk kemitraan yang saling menghormati. Rencana ini terdiri dari menghubungkan dan mengkoordinasi sumber-sumber dukungan dan pertolongan ke dalam sistem yang efisien, yang memungkinkan pekerja sosial serta klien memecahkan masalah awalnya.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi korban kekerasan dalam bentuk pelayanan pendampingan secara hukum, konseling psikososial, dan pemeriksaan kesehatan. Pada tahap ini

pekerja sosial bekerja sama dengan apa yang dibutuhkan oleh korban tindak kekerasan. Manajer kasus menghubungkan korban dengan sumber yang sesuai, selain itu juga menekankan adanya koordinasi di antara sumber-sumber yang digunakan/dibutuhkan oleh korban dengan menjadi sebuah saluran serta poin utama dari komunikasi yang terintegrasi.

4. Pengawasan (Monitoring)

Menurut Marzuki dan Suharto monitoring adalah pemantauan secara terus-menerus proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Monitoring dapat dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan atau membaca hasil laporan dari pelaksana kegiatan. Monitoring juga dapat dikatakan sebagai proses pengumpulan informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama proses implementasi. Tujuan monitoring itu sendiri adalah untuk:

1. Mengetahui bagaimana masukan sumber-sumber dalam rencana digunakan

2. Bagaimana kegiatan-kegiatan dalam implementasi dilaksanakan

3. Apakah rentang waktu implementasi terpenuhi secara tepat atau tidak

4. Apakah setiap aspek dalam perencanaan dan implementasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Namun untuk memudahan pemahaman kita terhadap monitoring perlu dibedakan dengan evaluasi. Monitoring adalah pemantauan proses dan keberhasilan kelompok yang dilakukan pada setiap tahap fase, sedangkan evaluasi dapat kita artikan sebagai pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh. Tahap monitoring yang dilakukan oleh P2TP2A ini yaitu manajer kkasus mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan yang telah diberikan kepada korban kekerasan dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya adalah berupaya mengetahui hasil-hasil yang telah dicapai.

(6)

5. Pendampingan

Setelah melakukan monitoring kemudian manajer kasus melakukan pendampingan atau evaluasi atas perkembangan korban kekerasan baik secara fisik, psikis dan sosial korban kekerasan itu sendiri dan hasil evaluasi ini dibicarakan dengan tim manajemen kasus hal ini diterapkan untuk memperluas kasus. Evaluasi itu sendiri adalah pengidentifikasian keberhasilan atau kegagalan suatu rencana kegiatan atau program. Secara umum dikenal dua tipe evaluasi yaitu on-going evaluation (evaluasi terus menerus) dan ex-post evaluation (evaluasi akhir). Tipe evaluasi yang pertama dilaksanakan pada interval periode waktu tertentu selama proses implementasi, sedangkan tipe evaluasi kedua dilakukan setelah implementasi suatu program atau rencana. Menurut manajer kasus di P2TP2A DKI Jakarta memang evaluasi bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan, mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran, mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsikuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana sebelumnya.

6. Pengakhiran (Termination)

Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pemberian pelayanan kepada penerima pelayanan, dalam hal ini penerima layanan adalah anak korban tindak kekerasan yang mengalami permasalahan baik itu pelayanan secara langsung (direct service) maupun pelayanan tidak langsung (indirect service) yang disediakan oleh sistem sumber daya lain. Tidak ada persyaratan khusus dalam melakukan terminasi di P2TP2A Jakarta. Semua korban kekerasan di sini tidak ada terminasi kecuali pelayanan yang diberikan di P2TP2A tidak sesuai dengan kebutuhan korban tindak kekerasan atau mungkin setelah dipindahkan ke lembaga pelayanan sosial lain dimana korban lebih dspat menyesuaikan dirinya.

SIMPULAN

Manajer kasus sejatinya adalah orang yang menghubungkan korban dengan sebagal pelayanan yang dibutuhkan korban. Selain manajer kasus bekerja sama dengan pihak P2TP2A Provinsi DKI Jakarta seperti psikolog, advocat, ahli medis dalam menangani masalah korban tindak kekerasan manajer kasus juga bekerja sama dengan pihak luar untuk menangani masalah korban tindak kekerasan terhadap anak seperti Polisi, RSUD, Lembaga Bantuan Hukum, dan Dinas Sosial.

Seperti contohnya korban yang mengalami luka parah akibat tindak kekerasan dan P2TP2A tidak menyiapkan peralatan khusus untuk menanganinya maka manajer kasus bekerja sama dengan untuk membawa korban ke rumah sakit, kerja sama yang dilakukan yaitu manajer kasus menghubungi rumah sakit yang kosong serta membuat surat rujukan untuk mendapatkan pertolongan medis.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, John W. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Moxed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Greene, Albert R. Roberts and Gilbert J. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.

Halim, Akbar, dkk. Pedoman Manajemen

Kasus Perlindungan Anak. Jakarta:

Direktorat Pelayanan Sosial Aanak dan Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial, 2010.

Huraerah, Abu. Child abuse kekerasan

terhadap anak. Bandung: Nuansa

Cendikia, 2006.

—. Kekerasan Terhadap Anak Edisi III. Bandung: Nuansa Cendikia, 2012.

Moelang, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosyda Karya, 2003.

Rukminto Adi, Isbandi. Pemberdayaan,

Pengembangan Masyarakat dan

Intervensi Komunitas. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2011. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif .

Referensi

Dokumen terkait

Proses metalurgi serbuk adalah merupakan proses pembuatan produk dengan menggunakan bahan dasar dengan bentuk serbuk yang kemudian di sinter yaitu proses konsolidasi serbuk

• Pelanggan digalakkan untuk bersiap dari dalam bilik dan dilarang berlegar di kawasan locker atau kawasan umum setelah tamat rawatan. Pelanggan

Ketiga berkaitan dengan spiritualitas, wawasan dunia Kris- ten memperluas pemahaman tentang Allah dan Trinitas yang peran, natur dan eksistensinya memben- tuk

Tabel 4.16 Hasil pengujian respon sistem terhadap perubahan

Pada tahap ini pelaksanaan dilakukan oleh peneliti sendiri sebagai guru sekaligus praktis dalam pembelajaran dikelas dalam kolaborasi dengan guru kelas IV SD N citigeu

disebutkan bahwa negara penerima mendapatkan kewajiban khusus untuk melindungi gedung kedutaan dari segala gangguan atau kerusakan dan dapat mencegah setiap gangguan

Arah kerjasama dalam peningkatan ekonomi dan pembangunan merupakan sebuah langkah terpadu dari masing-masing Negara anggota untuk kemajuan komunitas regional di

(1) Rancangan PenelitianDalam penelitian ini menggunakan desain factor tunggal dari penelitian toner untuk kulit wajah berminyak cenderung berjerawat dengan