• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prospek Dan Perkembangan Kelapa Sawit Di Indonesia

Industri minyak sawit merupakan kontributor penting dalam produksi di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cerah. Industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah, sebagai sumber daya penting untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian dan pemprosesan selanjutnya. Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat, terutama peningkatan luas lahan dan produksi kelapa sawit (Yohansyah & Lubis, 2014). Produksi minyak sawit (CPO) di dalam negeri banyak diserap oleh industri pangan. Manfaat kelapa sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan (minyak goreng) dan industri untuk non pangan (kosmetik dan farmasi) serta sebagai salah satu bahan penghasil biodesel (Irianto & Mulono, 2012).

Kelapa sawit merupakan komoditas primadona perekonomian Indonesia dimana pada periode tahun 2006 - 2012 telah mampu memberikan penerimaan negara sebesar Rp. 30,73 triliun dan devisa negara sebesar 21,30% pada tahun 2012 (Sipayung, 2013). Dalam dua dekade terakhir bisnis sawit tumbuh diatas 10% per tahun, jauh meninggalkan komoditas perkebunan lainnya yang tumbuh dibawah 5%. Kecenderungan tersebut semakin mengerucut, dengan ditemukannnya hasil-hasil penelitian terhadap deversifikasi yang dapat dihasilkan oleh komoditi ini, selain komoditi utama berupa minyak sawit, sehingga menjadikan komoditi ini sangat digemari oleh para investor perkebunan (Krisnohadi, 2011).

Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir meningkat dari 2.2 juta ha pada tahun 1997 menjadi 4.1 juta ha pada tahun 2007 atau meningkat 7.5%/tahun (Sunarko, 2009). Produktivitas CPO kelapa sawit meningkat dari 3.52 ton/ha pada tahun 2011 menjadi 3.57

(2)

5

ton/ha pada tahun 2012 dengan luasan 9 juta ha (Deptan, 2012). Sampai saat ini Industri Kelapa Sawit sudah mencatat prestasi yang cukup baik bukan hanya perkembangan industri saja tetapi juga kontribusinya dalam pembangunan nasional. Meskipun demikian, masa depan setelah 2020 khususnya dalam masa 2020-2030, Industri Sawit Nasional berpotensi lebih berkilau lagi dari masa sebelumnya (GAPKI, 2019).

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut status pengusahaannya diusahakan oleh perkebunan rakyat (smallholders) sebanyak 42,3 persen. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (DIRJENBUN), perkebunan rakyat mengalami peningkatan luas areal perkebunan setiap tahunnya (Wiratmadja dkk., 2017). Luas areal perkebunan rakyat akan terus meningkat menjadi pemilik pangsa kepengusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia (Sibarani dkk., 2015). Perkebunan rakyat diusahakan oleh petani pola plasma dan petani pola swadaya. Petani swadaya adalah petani yang dengan inisiatif dan biaya sendiri membuka dan mengelola lahan, tidak terkait dengan perusahaan tertentu, konkret, dan benar-benar merupakan permasalahan prioritas masyarakat mitra (Zeweld dkk., 2017).

2.2 Botani Tanaman Kelapa Sawit

Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah (Adi, 2011). Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Klas : Monocotyedoneae

Ordo : Palmales

Famili : Palmae Sub Famili : Cocoideae

Genus : Elaeis

(3)

6

Bagian tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi daun, batang, dan akar; sedangkan bagian generatif meliputi bunga dan buah (Wahyuni, 2007). Kelapa sawit termasuk kedalam tanaman berkeping satu atau monokotil, berakar serabut dan tidak memiliki akar tunggang. Batangnya tidak memiliki kambium serta pada umumnya tidak bercabang (Nurfadillah, dkk., 2017).

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Kondisi iklim dan tanah merupakan faktor fisik utama disamping faktor lainnya seperti genetis, biotis, kultur teknis ataupun perlakuan yang diberikan dan data karakteristik. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit

No Uraian Syarat

1 Tinggi tempat 1 – 500 mdpl

2 Suhu 25 – 27˚C

3 Curah hujan (kelembapan) 2.500 – 3.000 mm/tahun (panas-lembab)

4 Jenis tanah Latosol, podsolik merah kuning, hidromorf kelabu, aluvial, dan organosol/gambut tipis

5 Sifat kimia tanah pH 4 – 6

6 Sifat fisik tanah Datar/sedikit miring, solum dalam dan mempunyai drainase yang baik, tanah gembur, subur, permeabilitas sedang, dan lapisan padas tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah.

7 Lama penyinaran matahari 5 – 7 jam per-hari 8 Kecepatan angin 5 – 6 km per-jam Sumber: Purtanto, 2010

(4)

7 a. Curah Hujan

Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500-4.000 mm/tahun. Namun curah hujan optimal yang paling cocok untuk tanaman kelapa sawit adalah 2.000-3.000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari/tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan dari pada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang tebentuk relatif lebih sedikit (Adi, 2011).

Pengukuran curah hujan menggunakan ombrometer dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:

1) Pengamatan untuk curah hujan harus dilakukan setiap hari pada jam 07.00 waktu setempat.

2) Jika curah hujan diperkirakan melebihi 25 mm sebelum mencapai skala 25 mm. kran ditutup dahulu, lakukan pembacaan dan catat. Kemudian lanjutkan pengukuran sampai air dalam bak penakar habis, seluruh yang dicatat dijumlahkan.

3) Untuk menghindari kesalahan parallax, pembacaan curah hujan pada gelas penakar dilakukan tepat pada dasar meniskusnya.

4) Bila dasar meniskus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang terdekat dengan dasar meniskus tadi.

5) Bila dasar meniskus tepat pada pertengahan antara dua garis skala, diambil atau dibaca ke angka yang ganjil.

Manalu (2008) yang menyatakan bahwa tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit dan curah hujan sangat erat hubungannya. Hujan berpengaruh terhadap pembungaan kelapa sawit. Faktor curah hujan terhadap produksi TBS berpengaruh dalam hal penyerapan unsur hara oleh akar, membantu perkembangan bunga betina, membantu kemasakan buah menjadi lebih sempurna dan berpengaruh terhadap berat janjang.

(5)

8 b. Bulan Kering

Produktivitas kelapa sawit pada daerah curah hujan sedang sampai berat adalah lebih baik dibanding dengan yang ditanam pada daerah curah hujan sangat berat (> 5.000 mm) dan atau kering sampai semi kering (< 1.500 mm) (Paramanthan, 2013; Kallarackal dkk., 2004). Kondisi curah hujan tahunan yang ideal untuk kelapa sawit adalah 2.000 mm. Curah hujan tersebut terdistribusi baik sepanjang tahun dengan tanpa periode kekeringan yang nyata atau bulan kering kurang dari satu bulan sepanjang tahun (Adiwiganda dkk., 1999).

Menurut Lakitan (2002) klasifikasi Schmidt Ferguson menggunakan nilai perbandingan (Q) antara rata-rata banyaknya bulan kering (Bk) dan rata-rata banyaknya bulan basah (Bb) dalam tahun penelitian. Adapun kategori untuk bulan kering (jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan <60 mm), bulan lembab (jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan 60 sampai 100 mm), dan bulan basah (jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan >100 mm).

Rumus:

Kriteria dari bulan basah dan juga bulan kering:

1. Bulan Basah (BB) – Bulan dengan curah hujan >100 mm

2. Bulan Lembab (BL) – Bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm 3. Bulan Kering (BK) – Bulan dengan curah hujan <60 mm

c. Ketinggian

Ketinggian tempat yang ideal untuk kelapa sawit antara 1-500 mdpl (diatas permukaan laut), (Adi, 2011). Kelapa sawit yang diusahakan di dataran lebih rendah yaitu 50 mdpl dan 368 mdpl rendemen minyak nya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa sawit yang dibudidayakan didataran tinggi yaitu 693 mdpl dan 865 mdpl. Hal ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi di dataran rendah mengakibatkan laju akumulasi bahan

(6)

9

kering ke dalam tandan buah segar juga lebih kuat jika dibandingkan dengan di dataran tinggi. Laju akumulasi bahan kering yang tinggi menstimulansi sintesis minyak di dalam TBS karena minyak pada hakekatnya berasal dari bahan kering hasil fotosintesis. Oleh karena itu, TBS yang dihasilkan di dataran rendah memiliki rendemen minyak yang jau lebih tinggi jika dibandingkan dengan TBS yang dihasilkan di dataran tinggi (Listia dkk, 2015)

d. Bentuk Wilayah/Kemiringan Lereng

Kelerengan maksimal untuk tanaman kelapa sawit yaitu tidak lebih dari 15%. Kemiringan lereng akan berhubungan dengan solum. Solum tanah pada suatu lahan cenderung makin dangkal, sejalan dengan makin curamnya kemiringan lereng. Dengan semakin dangkal solum tanah maka tanaman tidak akan dapat tumbuh dengan maksimal (Rizky, 2017). Penanaman pada areal dengan topografi curam memungkinkan terjadinya erosi yang mengakibatkan lapisan tanah atas semakin tipis. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya penurunan perkembangan bunga dan fruit set, serta penurunan produktivitas tanaman (Harjowigeno, 1993).

Produksi kelapa sawit berhubungan erat dengan kemiringan lahan, kadar air tanah, serta kandungan pasir dan debu di dalam tanah. Berat tandan buah segar (TBS) kepala sawit menurun masing-masing 0,4 dan 0,7 kg untuk setiap kenaikan 1% kemiringan lahan dan 1% kandungan pasir di dalam tanah. Sebaliknya berat TBS meningkat masing-masing 4,2 dan 0,9 kg untuk setiap kenaikan 1% kadar air tanah pada kondisi kering angin dan 1% kandungan debu di dalam tanah. Karakteristik struktur tanah seperti kepadatan dan stabilitas agregat berhubungan tidak erat dengan produksi kelapa sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan dengan kemiringan di atas 15% sebaiknya tidak digunakan untuk penanaman kelapa sawit tanpa adanya tindakan konservasi (Pambudi & Hermawan, 2010).

(7)

10 e. Batuan Dipermukaan Dan Didalam Tanah

Kondisi permukaan lahan dinyatakan dalam persentase batuan singkapan (badrock) dan adanya batu di permukaan (rockness) terhadap unit lahan. Jumlah badrock dan rockness yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit yaitu <1% (Rizky, 2017). Untuk mengetahui tipe dan karakteristik akuifer penyusun serta potensi relatif air tanah di wilayah kajian, maka dilakukan analisis hidrostratigrafi, yaitu penyusunan model rekonstruksi lapisan-lapisan batuan penyusun akuifer. Analisis ini didasarkan pada nilai tahanan jenis dan ketebalan lapisan batuan penyusun hasil pendugaan geolistrik, yang dianalisis dengan menganut cara O’Neill Schlumberger, yaitu pendugaan untuk mengetahui lapisan-lapisan batuan ke arah dalam secara vertikal (Zohdy, 1980).

f. Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif tanah bagi tanaman kelapa sawit secara umum adalah memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas, sedangkan secara khusus untuk tanah mineral >100 cm (Rizky, 2017). Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung berliat, dan lempung berpasir. Kedalaman efektif tanah yang baik adalah jika >100 cm, sebaliknya jika kedalaman efektif <50 cm dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki maka tidak direkomendasikan untuk kelapa sawit.

g. Tekstur Tanah

Tekstur tanah sangat berpengaruh pada pertumbuhan tumbuhan, terutama pada suplai air (Rizky, 2017). Tekstur tanah adalah tingkat kehalusan atau kekasaran partikel-partikel tanah. Partikel tanah yang paling halus adalah clay (lempung/liat), slit (debu), dan sand (pasir). Menentukan tekstur tanah berdasarkan komposisinya dapat menggunakan Segitiga Tekstur. Komposisi tanah dinyatakan dalam satuan persen (%) yang terdiri dari tiga fraksi, yaitu: 1. Tekstur pasir (X) 2. Tekstur liat (Y) 3. Tekstur debu (Z)

(8)

11

Cara mendapatkan komposisi tanah dapat dilakukan dengan cara pengeboran lapisan tanah minimal 1 meter dari horison A. Batas tanah dengan batuan induk adalah batas kemampuan akar tanaman untuk masuk ke dalam lapisan tanah yang paling bawah. Setelah dilakukan pengeboran dan pengambilan sampel tanah langkah berikutnya yaitu:

1. Memisahkan antara partikel clay, slit, dan sand dengan menggunakan saringan yang tipis

2. Timbang massa partikel tanah yang telah dipisahkan tersebut.

3. Buat persentase dengan rumus massa partikel tanah yang berupa clay, slit, dan sand dibagi dengan kedalaman tanah yang dibor dikali 100% (Fuat, 2018)

Gambar 2.1. Segitiga Tekstur Tanah

h. Kelas Drainase

Drainase tanah adalah cara pengumpulan dan pembuangan air dari permukaan tanah. Drainase tanah secara langsung maupun tidak sangat mempengaruhi aerasi tanah. Kriteria drainase yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit yaitu tanah dengan kelas berdrainase (beririgasi) baik (Rizky, 2017).

i. pH Tanah

Keasaman tanah (pH) merupakan aspek kimia tanah yang diperlukan dalam evaluasi lahan. Hal ini disebabkan karena pengaruh pH yang sangat besar

(9)

12

terhadap kesesuaian lahan dan pertumbuhan tanaman. Kriteria kemasaman tanah yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit berada pada nilai 5-6 (Rizky, 2017). Dengan menggunakan pH Meter bisa langsung diketahui berapa skala pH tanah tersebut, sehingga mempermudah kita dalam memberikan perlakuan. Cara menggunakan pH meter tanah sangat mudah dan praktis, yaitu cukup dengan menusukkan ujung alat pH meter pada keempat ujung titik lahan dan satu titik ditengah-tengah lahan. Hasil yang diperoleh pada skala pH akan menunjukkan angka yang sudah dirata-ratakan. Mengukur kadar keasaman tanah menggunakan pH Meter sangat mempermudah kita dalam pemberian dosis kapur pertanian. Karena angka atau skala pH hasil pengukuran dapat diketahui dengan pasti.

2.4 Penentuan Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit

Menurut Sulistyo (2010), penilaian kesesuaian lahan ditujukan terhadap setiap satuan peta tanah (SPT) yang dikemukakan pada suatu areal. Untuk keperluan evaluasi lahan maka sifat fisik linkungan suatu wilayah dirinci kedalam suatu kualitas lahan dan setiap kualitas lahan biasanya teridirid dari satu atau lebih karakteristik lahan. Data karakteristik fisik lahan dideskripsi pada saat survei tanah dengan tingkat pemetaan tanah tertentu (tinjau mendalam, semi detail, atau detail). Selanjutnya karakteristik lahan yang diperlukan dalam penilaian lahan untuk kelapa sawit yang meliputi curah hujan, jumlah bulan kering, ketinggian di atas permukaan laut, bentuk daerah dan lereng, kandungan batuan atau bahan kasar didalam dan dipermukaan tanah, kedalaman efektif tanah. Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penentuan kelas kesesuaian lahan

Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria

S1 (Sangat Sesuai) Unit lahan yang memiliki tidak lebih dari satu pembatas ringan (optimal).

S2 (Sesuai) Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas rin gan dan/atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas sedang.

S3 (Agak Sesuai) Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas sedang dan/atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas berat.

(10)

13

Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria

N1 (Tidak Sesuai Bersyarat) Unit lahan yang memiliki dua atau lebih pembatas berat yang masih dapat diperbaiki.

N2 (Tidak Sesuai Permanen) Unit lahan yang memiliki pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki.

Sumber: Buana dkk., (2003).

Klasifikasi kesesuaian lahan untuk kelapa sawit yang tumbuh di tanah mineral yang disurvei pada lokasi penelitian, mengacu pada kriteria kesesuaian lahan untuk kelapa sawit di tanah mineral. Tabel 2.3

Tabel 2.3 Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit

No. Karakteristik lahan Simbol

Intensitas Faktor Pembatas Tanpa(0) S1 Ringan(1) S2 Sedang(2) S3 Berat(3) N 1 Curah hujan (mm) h 1.750 -3.000 1.750 - 3.000 > 3.000 1.500 - 1.250 <1.250 2 Bulan kering (Bulan) k <1 1–2 2–3 >3 3 Ketinggian diatas permukaan laut(m) i 0-200 200-300 300–400 > 400 4 Bentuk wilayah kemiringan(%) w Datar- berombak <8 Berombak-bergelomba ng 8- 15 Bergelomba ng - berbukit 15 –30 Berbukit-bergunung >30 5 Batuan di permukaan dan di dalam tanah (%- volume ) b < 3 3 – 15 15 - 40 > 40 6 Kedalaman Efektif (solum) tanah(cm) s > 100 100 - 75 75 – 50 < 50 7 Tekstur tanah t Lempung berdebu, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu;lem pung liat Liat berdebu, liat berpasir, lempung berpasir, lempung Pasir berlempung; debu liat berat ; pasir

8 Kelas drainase d baik ; sedang Agak terhambat, agak cepat Cepat ; terhambat sangat cepat; sangat terhambat; tergenang 9 Kemasaman (pH) a 5,0 - 6,0 4,0 - 5,0 6,0 -7,0 3,5 - 4,0 6,5- 7,0 <3,5 >7,0 Sumber: Lubis, 2008

(11)

14 2.5 Potensi Produksi Kelapa Sawit

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Analisis terhadap kegiatan produksi perusahaan dikatakan berada dalam jangka pendek apabila sebagian dari faktor produksi dianggap tetap jumlahnya (fixed input) sedangkan dalam jangka panjang semua faktor produksi dapat mengalami perubahan yang artinya bahwa setiap factor produksi dapat ditambah jumlahnya kalau memang diperlukan (Sugiarto dkk, 2007).

Ahyari (2004) menyatakan produksi merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat dan penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat tersebut terdiri dari faedah bentuk, waktuk, tempat, serta kombinasi dari faedah-faedah tersebut diatas. Apabila terdapat suatu kegiatan yang dapat menimbulkan manfaat baru atau mengadakan penambahan dari manfaat yang sudah ada maka kegiatan tersebut disebut sebagai kegiatan produksi. Salah satu tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis yaitu tanaman kelapa sawit. Peningkatan luas tanaman dan produksi tanaman kelapa sawit tidak terlepas dari semakin baiknya pasar komoditi ini di pasar luar negeri, dan juga karena adanya kenaikan harga (Ridho, 2018).

Upaya menjamin kestabilan produksi kelapa sawit harus diikuti peningkatan pemeliharaan di lapang dengan penerapan teknologi budidaya yang baik (good agricultutral practices) yang termasuk di dalamnya ialah aspek pemeliharaan, memegang peranan penting dalam pencapaian peningkatan produksi dan produktivitas. Untuk dapat memproduksinya secara ekonomis dibutuhkan kemampuan yang tinggi, manajemen yang rapi dan tenaga kerja yang disiplin dan terlatih. Aktivitas tersebut selain menguntungkan bagi ekonomi daerah, juga menyediakan lapangan kerja bagi ribuan keluarga yang masih bergantung pada hasil pertanian (Firdaus & Iskandar, 2018).

(12)

15

Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kelapa sawit di lahan pasir cukup beragam bergantung pada kondisi lahan dan tingkat pengelolaan yang dilakukan. Produktivitas tanaman kelapa sawit umur 5 tahun di lahan pasir 18,2 ton/ha. Sementara itu, berat tandan rata-rata (BJR) di lahan pasir pada umur 3-5 tahun adalah 6,4 kg/tandan. Hasil tersebut cukup baik meskipun berada di bawah produksi pada tanah mineral solum dalam. Mengetahui potensi lahan perkebunan kelapa sawit sejak awal merupakan langkah strategis untuk menentukan tindakan kultur teknis agar produktivitas lahan tetap terjaga (Darlita dkk, 2017).

Potensi produktivitas tanaman kelapa sawit yang dapat dicapai jika menggunakan kelas lahan dan benih kelapa sawit bemutu dan melaksanakan budidaya sesuai standar teknis, berdasarkan kelas tanah dalam jangka waktu 20 tahun.

1. Kelas S1

Pada wilayah dengan lahan yang mempunyai struktur kriteria yang baik, tidak mempunyai faktor penghambat ataupun ancaman kerusakan yang berarti. Tipe lahan yang seperti ini akan cocok usaha tani yang intensif. Faktor pembatas adalah bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit lahan secara nyata, dan iklim setempat sesuai bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit.

2. Kelas S2

Tanah pada lahan kelas S2 mempunyai sedikit penghambat yang dapat mengurangi pilihan penggunannya. Tanah pada kelas S2 ini membutuhkan pengelolahan lahan secara hati-hati yang meliputi tindakan pengawetan untuk dapat menghindari kerusakan dan sekaligus untuk melakukan perbaikan hubungan air dan udara dalam tanah apabila ditanami kelapa sawit.

3. Kelas S3

Pada kelas S3 mempunyai lebih banyak hambatan dari tanah kelas S2, dan bila tanah ini digunakan untuk tanaman pertanian akan membutuhkan tindakan pengawetan khusus yang umumnya lebih sulit pekerjaannya, baik

(13)

16

didalam pelaksanaan maupun pekerjaan didalam periode pemeliharaannya. Pada setiap kelas kesesuaian lahan, potensi produksi terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Pola potensi produksi tanaman kelapa sawit

Umur (Thn)

Potensi Produksi Menurut Kelas Kesesuaian lahan

KKL S1 KKL S2 KKL S3 RBT RJT TBS RBT RJT TBS RBT RJT TBS 3 3,2 21,6 9,0 3,1 18,1 7,3 3,0 17,9 6,2 4 6,0 19,2 15,0 5,9 17,6 13,5 5,3 17,4 12,0 5 7,5 18,5 18,0 7,1 17,3 16,0 6,7 16,6 14,5 6 10,0 16,2 21,1 9,4 15,1 18,5 8,5 15,4 17,0 7 12,5 16,0 26,0 11,8 15,0 23,0 10,0 15,7 22,0 8 15,1 15,3 30,0 13,2 14,9 25,0 12,7 14,8 24,5 9 17,0 14,0 31,0 16,5 13,1 28,0 15,5 12,9 26,0 10 18,5 12,9 31,0 17,5 12,3 28,0 16,0 12,5 26,0 11 19,6 12,2 31,0 18,5 11,6 28,0 17,4 11,5 26,0 12 20,5 11,6 31,0 19,5 11,0 28,0 18,5 10,8 26,0 13 21,1 11,3 31,0 20,0 10,8 28,0 19,5 10,3 26,0 14 22,5 10,3 30,0 20,5 10,1 27,0 20,0 9,6 25,0 15 23,0 9,3 27,9 21,8 9,2 26,9 20,6 9,1 24,5 16 24,5 8,5 27,1 23,1 8,5 25,5 21,8 8,3 23,5 17 25,0 8,0 26,0 24,1 7,8 24,5 23,0 7,4 22,0 18 26.0 7,4 24,9 25,2 7,2 23,5 24,2 6,7 21,0 19 27.5 6,7 24,1 26,4 6,6 22,5 25,5 6,0 20,0 20 28.5 6,2 23,1 27,8 5,9 21,5 26,6 5,5 19,0 21 29.0 5,8 21,9 28,6 5,6 21,0 27,4 5,1 18,0 22 30.0 5,1 19,8 29,4 5,0 19,0 28,4 4,6 17,0 23 30.5 4,8 18,9 30,1 4,6 18,0 29,4 4,2 16,0 24 31.9 4,4 18,1 31,0 4,2 17,0 30,4 3,8 15,0 25 32.4 3,9 17,1 32,0 3,8 16,0 31,2 3,6 14,0 Jumlah 481,1 249,2 553,0 462,5 235,3 505,3 441.6 229,7 461,2 Rata-Rata 20,9 10,8 22,0 20,1 10,2 22,0 19,2 10,0 20,1 Sumber: PPKS, 2012

Keterangan : TBS : Tandan Buah Segar (ton/ha/thn) RBT : Rerata Berat Tandan (kg/tadan)

Gambar

Gambar 2.1. Segitiga Tekstur Tanah

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperpendek waktu bera dengan aplikasi FSI (pemberian mulsa daun gamal) pada lahan pasca penambangan pasir yang diharapkan dapat

ml Mili liter Nm Nano meter mA Mili Ampere b.v -1 Berat per volume mmol Mili mol. ppm Part

Menurut HZ bahwa pelaksanaan sarana dan prasarana jangka panjang di SMAN N Titian Teras Muaro Jambi sudah dilakukan dengan baik. Karena pelaksanaan sarana dan

Terkait Turnover Intention , saran yang dapat diberikan yaitu pemimpin menumbuhkan rasa ke- pemilikan bersama dalam diri karyawan dan memberi reward dan

Permasalahan yang diangkat pada pasien ini adalah kemungkinan penyebab timbulnya hipoglikemia dan respon GDS yang tidak sesuai harapan terhadap terapi insulin

fenomena remaja dewasa sekarang ini sangat tidak terkendali dalam menggunakan smart phone yang akan berdampak buruk terhadap psikologis anak jika tidak dimanfaat

Manfaat berwujud pada penelitian ini berupa hasil produksi (beras) yang merupakan manfaat langsung dari Program Food Estate, sedangkan manfaat tak berwujud berupa

Hal ini dapat diamati pada kehidupan sehari-hari masyarakat yang selalu mencari informasi mengenai tingkat bunga yang tercipta didalam pasar uang mereka