• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analogue Insulin Response for Uncontrolled Type II Diabetes Mellitus with Anti Tuberculosis Drug Induced Liver Injury

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analogue Insulin Response for Uncontrolled Type II Diabetes Mellitus with Anti Tuberculosis Drug Induced Liver Injury"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Respon Terapi Insulin Analog pada Diabetes Melitus Tipe II Tidak Terkontrol

dengan Hepatitis Imbas Obat Anti Tuberkulosis

Rasmi Zakiah Oktarlina

1

, Abdul Rois Romdhon

1

, Ronald David Martua Nababan

2 1

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

2

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Ahmad Yani, Kota Metro, Lampung

Abstrak

Diabetes Melitus (DM) tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat resistensi sel terhadap insulin. Hepatitis imbas Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dapat mempersulit kontrol gula darah pada DM tipe II. Resiko hepatotoksisitas pada pasien dengan terapi OAT dipengaruhi oleh faktor klinik dan genetik. Terapi pilihan untuk DM tipe II dengan gangguan hati adalah insulin analog. Sementara itu, hipoglikemia dapat menjadi efek samping penggunaan insulin analog. Laki-laki usia 49 tahun datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Ahmad Yani dengan keluhan obstruktif saluran kemih. Saat datang, tubuh pasien tampak kuning. Pasien sedang menjalani pengobatan TB paru selama kurang lebih 2,5 bulan dan pengobatan diabetes melitus tipe II sejak usia 46 tahun. Pada pemeriksaan fisik, konjungtiva tampak anemis, sklera ikterik dengan indeks kramer 2, pada pemeriksaan thorax dan abdomen tidak didapatkan temuan yang berarti. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan Hb, leukositosis, glukosuria, albuminuria, leukosituria, hipoalbuminemia, peningkatan kadar bilirubin total, bilirubin direk dan indirek, serta fungsi ginjal yang menurun. Pada rawatan hari kedua, pasien mengalami hipoglikemia dengan GDS 43 mg/dL. Pasien didiagnosis dengan hepatitis imbas OAT, diikuti DM tipe II dengan komplikasi hipoglikemia dan ISK, Benign Prostat Hypertrophy, dan CKD stage IV e.c nefropati diabetikum. Setelah hipoglikemia tertangani, glukosa darah puasa mencapai 527 mg/dL pada rawatan hari ke-7 dengan insulin analog 10 U/8 jam. Pilihan terapi yang disarankan adalah golongan agonis GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) yang bekerja secara langsung pada pankreas untuk menurunkan sekresi glukagon dan meningkatkan sekresi insulin.

Kata kunci : diabetes melitus, hepatitis imbas obat, insulin analog, tuberkulosis

Analogue Insulin Response for Uncontrolled Type II Diabetes Mellitus with

Anti Tuberculosis Drug Induced Liver Injury

Abstract

Type II Diabetes Mellitus (DM) is a hyperglycemic disease caused by cell resistance to insulin. Anti tuberculosis drug induced liver injury can complicate blood sugar control in type II DM. The risk of hepatotoxicity in patients with anti tuberculosis drugs is influenced by clinical and genetic factors. The preferred therapy for type II DM with liver disorders is analogue insulin. Meanwhile, hypoglycemia may be a side effect of analogue insulin use. The 49 year old man came to the Emergency Department of Ahmad Yani General Hospital with obstructive urinary tract complaints. When it comes, the patient's body looks yellow. Patients are currently undergoing pulmonary TB treatment for approximately 2.5 months and treatment of type II DM since 46 years old. On physical examination, conjunctiva appears anemic, icteric sclera with kramer’s index 2, on

thorax and abdomen examination didn’t get meaningful finding. In laboratory examination, we got decreased in Hb, leukocytosis, hypoalbuminemia, increased total bilirubin levels, increased direct bilirubin and indirect bilirubin levels, decreased kidney function, glucosuria, albuminuria, and leukocyituria. On the second day of treatment, the patient had hypoglycemia with fasting blood glucose of 43 mg/dL. Patients were diagnosed with anti tuberculosis drug induced liver Injury, followed by type II DM with hypoglycemia complications and UTI, Benign Prostate Hypertrophy, and CKD stage IV caused by diabetic nephropathy. After treating hypoglycemia, fasting blood glucose reached to 527 mg/dL on the 7th day of

treatment with 10 U/8 hours of analogue insulin. Recommended treatment options are the GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) agonist group that works directly on the pancreas to decrease glucagon secretion and increase insulin secretion.

Keywords : analogue insulin, diabetes mellitus, drug induced liver injury, tuberculosis

Korespondensi : Abdul Rois Romdhon | Jl. Bumi Manti II, Gang Hj. Sarni, Kampung Baru | HP 081274765689 | e-mail abdulroiss@gmail.com

Pendahuluan

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit Diabetes Melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain.

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1

(2)

menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).2

World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.3

Pasien dengan DM tipe II dapat mengalami komplikasi berupa hipoglikemia dan nefropati diabetikum. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <70 mg/dl. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.1,4 Selain itu, sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik. Nefropati diabetikum merupakan penyebab paling utama dari gagal ginjal stadium akhir, yaitu suatu keadaan terjadinya kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 15 mL/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih.5,6

Sementara itu, hepatitis imbas obat dapat mempersulit kontrol gula darah pada DM tipe II.1,7 Hepatitis imbas obat adalah kerusakan hati yang berkaitan dengan gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh karena terpajan obat atau agen non-infeksius lainnya.7,8 Food and Drug Administration-The Center for Drug Evaluation and Research (FDA-CDER) (2001) mendefinisikan kerusakan hati sebagai peningkatan level alanine amino transferase (ALT/SGPT) lebih dari tiga kali dari batas atas nilai normal, dan peningkatan level alkaline phosphatase (ALP/SGOT) lebih dari dua kali dari batas atas nilai normal, atau peningkatan level total bilirubin (TBL) lebih dari dua kali dari batas atas nilai normal. Terapi tuberkulosis paru dengan Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) dapat menyebabkan hepatitis

(hepatotoksisitas). Resiko hepatotoksisitas pada pasien dengan OAT dipengaruhi oleh faktor klinik dan genetik. Faktor-faktor resiko

hepatotoksisitas yang pernah dilaporkan adalah usia lanjut, pasien wanita, status nutrisi buruk, konsumsi tinggi alkohol, mempunyai dasar penyakit hati, carrier hepatitis B, prevalensi hepatitis viral yang meningkat di negara berkembang, hipoalbumin dan tuberkulosis lanjut, dan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan.5,9,10

Gambaran klinik hepatitis imbas obat sulit dibedakan secara klinik dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Riwayat penggunaan obat-obatan dan substansi hepatotoksik lain harus dapat diungkap. Onset umumnya cepat, malaise dan ikterus serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat terutama bila pasien masih meminum obat tersebut setelah onset hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih dominan, maka kadar aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan kadar fosfatase alkali dan bilirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatik dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan pemakainannya.5,9

Terapi pilihan untuk DM tipe II dengan gangguan hati adalah insulin analog. Pemberian golongan sulfonilurea (glibenklamid, glipizide), glinid (repaglinid, nateglinid), metfromin, tiazolidindion (glitazon) dianggap dapat mengganggu faal hati.1 Sementara itu, keadaan hipoglikemia merupakan efek samping penggunaan insulin sehingga bila terjadi hipoglikemia, insulin sebaiknya dihentikan.11,12 Kasus ini membahas mengenai respon terapi insulin analog pada DM tipe II dengan hepatitis imbas OAT yang pada kasus ini dapat menimbulkan hipoglikemia dan pengontrolan glukosa darah yang sulit.

Kasus

(3)

kurang lampias saat miksi. Tidak ada keluhan nyeri pada saat miksi serta gejala iritasi saluran kemih lainnya saat pasien datang ke UGD. Namun, saat itu kulit pasien tampak kuning dan keluarga mengatakan bahwa kulit kuning pasien sudah muncul sekitar 5 hari yang lalu, mendahului keluhan sulit kencingnya saat itu. Pasien juga tidak mengeluhkan nyeri perut kanan atas, demam, mual dan muntah.

Pasien sedang menjalani pengobatan TB paru selama kurang lebih 2,5 bulan dengan terapi 4 Fixed Drugs Combination (4FDC) 4 tablet/hari selama 2 bulan, dilanjutkan 2FDC 4 tablet, 3 kali dalam seminggu yang sudah berlangsung ½ bulan. Pengobatan TB paru didapatkan dari Puskesmas. Pasien juga sedang menjalani pengobatan diabetes melitus tipe II dengan insulin analog kerja cepat (Novorapid 15 unit/hari) selama ± 1 tahun. Riwayat diabetes melitus sejak usia 44 tahun. Tidak ada riwayat terkena infeksi hepatitis sebelumnya. Gejala terkait TB paru seperti batuk, sesak napas dan sebagainya serta gejala terkait diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagia tidak pasien keluhkan saat masuk UGD.

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien saat itu. Ibu dari pasien pernah mengalami TB paru dan diabetes melitus, pasien tidak mengetahui riwayat pengobatan dan penyebab kematiannya. Riwayat hepatitis A-B-C dan gangguan saluran kemih tidak pernah dialami oleh keluarga pasien. Selain pengobatan TB paru dan diabetes melitus, pasien belum pernah mengonsumsi obat-obatan lainnya. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman keras. Pasien juga menyangkal sering berganti-ganti pasangan. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, status gizi normal dengan Body Mass Index (BMI) : 21,22 kg/m2 (berat badan 65 kg, tinggi badan 175 cm). Saat datang kesadaran compos mentis dengan tanda vital : tekanan darah 160/100 mmHg dengan Mean Arterial Pressure (MAP) 120 mmHg, nadi 92 x/menit regular equal isi cukup, laju pernafasan 20 x/menit dan suhu 36,7 ºC. Kulit tampak kuning dengan Indeks Kramer 2, yaitu pada daerah kepala, leher dan badan bagian atas (pengamatan pada ruangan cukup cahaya).

Pada pemeriksaan kepala, tampak konjungtiva anemis, sklera ikterik, tidak terdapat pernafasan cuping hidung. Wajah tampak puffy.

Pada leher, tekanan vena jugular tidak meninggi (5+0 cmH2O), kelenjar getah bening servikal, preaurikular, retroaurikular, submandibula tidak teraba.

Pada pemeriksaan toraks, tampak dada anterior dan posterior bentuk normal, gerak statis simetris, gerak dinamis simetris. Pada palpasi, fremitus taktil paru kanan sama dengan kiri, ictus cordis teraba di Intercostal Space (ICS) 5 midclavicula kiri. Pada perkusi, sonor pada kedua lapang paru, batas kanan, kiri, atas dan pinggang jantung tidak melebar. Pada auskultasi, vocal fremitus, vocal resonance, vesicular breathing sound kanan sama dengan kiri, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing. Bunyi jantung S1-S2 normal tidak ada bunyi S3 gallop.

Pada pemeriksaan abdomen, tampak datar, tidak kembung. Pada auskultasi tidak terdengar bruits pada aorta abdominalis, a. renalis dan a. iliaca. Pada palpasi dan perkusi, hati tidak teraba dan batas tidak melebar, limpa tidak teraba dan ruang traube kosong. Tidak terdapat nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen.

(4)

Pasien belum terpasang kateter. Dokter jaga menyarankan untuk dilakukan USG prostat.

Dalam perjalanan penyakitnya, pasien : Rawatan hari ke-2, pasien mengalami hipoglikemia berat dengan kesadaran sopor (GCS E1M3V1), pasien kembali sadar setelah diberikan D40% 2 fls bolus dan infus D10% 20 tetes per menit, GDS 95 mg/dL. Rawatan hari ke-3, pasien sudah dapat diajak berkomunikasi, konjungtiva anemis, sklera ikterik. SGOT 62 U/L dan SGPT 52 U/L, meningkat dari hasil sebelumnya, GDS 176 mg/dL, OAT 2FDC 2 tablet/hari tetap dilanjutkan, Novorapid 5U/8 jam. Rawatan hari ke-4, pasien mengeluhkan sulit buang air kecil, terkadang nyeri dan panas pada ujung penis, perut bagian bawah terasa penuh, bulging pada vesica urinaria, GDS 332 mg/dL, Novorapid 6U/8 jam. Rawatan hari ke-5, keluhan perut bagian bawah terasa penuh sudah berkurang, pasien tidak lagi mengeluhkan sulit kencing. GDS 447 mg/dL, bilurubin total 6,71 mg/dL, bilirubin direk 5,27 mg/dL, bilirubin indirek 1,44 mg/dL. Novorapid 10U/8 jam. Livola drip dilanjutkan 8 amp/12 jam. Rawatan hari ke-6, pasien mengeluhkan keluar nanah kekuningan pada ostium uretra externum. Konjungtiva anemis, sklera ikterik, wajah puffy, tidak tampak uremic frost. USG abdomen menunjukkan subchronic renal disease. GDS 328 mg/dL. Dilanjutkan levofloxacin 1x500 mg (infus), regimen rifampicin 2x500 mg (PO) dan INH 1x400 mg (PO), Novorapid 10U/8 jam. DC dilepas dan USG prostat. Rawatan hari ke-7, USG prostat menunjukkan hipertrofi prostat dengan lesi kistik dan kalsifikasi, keluhan panas dan nyeri pada OUE sudah berkurang. GDS 527 mg/dL. Novorapid 15U/8 jam. Terapi ditambahkan prostakom 1x5mg (PO). Pasien disarankan pulang dan rawat jalan. Rawatan hari ke-8, konjungtiva masih anemis, sklera ikterik. Gejala obstruktif dan iritatif sudah mulai berkurang. Hemoglobin (Hb) : 7,3 g/dL, Leukosit : 15.020 /uL (5-10 x103/uL), Ureum : 119 mg/dL (15-40 mg/dL), Kreatinin : 3,2 mg/dL (0,6-1,1 mg/dL), GFR : 25,7 mL/min/1,73 m2, GDS 579 mg/dL. Novorapid 20U/8 jam.

Diagnosis akhir pasien saat itu, (1) Hepatitis imbas OAT, diikuti (2) DM tipe II dengan komplikasi hipoglikemia dan ISK, (3) Benign Prostat Hypertrophy, (4) CKD stage IV e.c nefropati diabetikum.

Pembahasan

Pasien datang dengan masalah tidak bisa kencing sejak 3 hari yang lalu akibat Benign Prostat Hypertrophy (BPH). Namun dalam beberapa hari rawat keluhan terkait miksi sudah berkurang, termasuk gejala-gejala iritatif Infeksi Saluran Kemih (ISK). Yang menjadi permasalahan jangka panjang bagi pasien ini adalah bagaimana kontrol glukosa darah pada DM tipe II apabila disertai penyulit hepatitis imbas OAT dan penyulit lainnya seperti CKD. Terapi DM tipe II yang dijalani saat ini adalah insulin analog kerja cepat (Novorapid) 5U/8 jam.

Pada rawatan hari kedua, pasien mengalami hipoglikemia dengan GDS 43 mg/dL. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <70 mg/dL. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa gejala-gejala sistem otonom, seperti adanya Whipple’s Triad :1

1. Terdapat gejala-gejala hipoglikemia. Pada pasien terjadi gejala hipoglikemia berat berupa penurunan kesadaran sehingga tidak berespon terhadap rangsang verbal, sebelumnya juga mengalami nyeri kepala. Nyeri kepala dan penurunan kesadaran termasuk ke dalam tanda dan gejala neuroglikopenik.

2. Kadar glukosa darah yang rendah. Pada pasien didapatkan GDS saat itu 43 mg/dL. 3. Gejala berkurang dengan pengobatan. Pada

pasien diberikan D40% 2 fls bolus dan infus D10% 20 tetes per menit. Setelah 1 jam, GDS 95 mg/dL, dilanjutkan dengan infus D5% 20 tetes per menit.

Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin (PERKENI, 2015). Kemungkinan besar penyebab terjadinya hipoglikemia pada pasien ini adalah penggunaan insulin. Insulin yang digunakan pasien selama ± 1 tahun adalah insulin analog kerja cepat (Novorapid) dosis 5U/8 jam. Pasien belum pernah mengalami hipoglikemia yang sama seperti saat itu. Pasien memiliki penyulit, yaitu hepatitis imbas OAT. Hipoglikemia sangat mungkin terjadi pada pasien ini terkait dengan hepatitis imbas obat karena pada hepatitis imbas obat terjadi gangguan faal hati untuk melakukan tugasnya me-metabolisme glukosa, yaitu

(5)

glikogenolisis, glikogenesis dan lain sebagainya.13,14

Kulit kuning pada pasien sudah timbul ± sejak 5 hari yang lalu. Pada rawatan hari pertama pasien mengeluhkan tidak nafsu makan, porsi makannya berkurang seperti biasanya. (±1/4 dari porsi makan biasa). Penggunaan insulin 15 menit sebelum makan saat itu sangat memungkinkan terjadinya hipoglikemia, namun tentunya hipoglikemia ini diperparah karena adanya hepatitis imbas obat.15,16

Keadaan starving pada pasien akan memicu terjadinya proses glukoneogenesis di hati untuk memenuhi kebutuhan akan glukosa. Namun sayangnya, hepatitis imbas obat pada pasien ini menyebabkan proses tersebut tidak maksimal. Pemberian insulin pada keadaan starving tentu memperburuk keadaan tersebut karena insulin bersifat inhibisi terhadap glukoneogenesis dan bersifat aktivasi terhadap glikogenesis.13,17,18 Akibatnya kadar glukosa dalam darah mengalami penurunan. Dengan demikian, perlu dilakukan pengontrolan terpadu pada pasien ini ketika akan menginjeksikan insulin sebelum makan, konsultasikan berapa banyak kalori dan porsi makan yang dianjurkan kepada ahli gizi.

Masalah berikutnya yang dialami pasien muncul pada rawatan hari ke-3 sampai kepulangan pasien. Pada saat itu pasien tidak lagi mengalami gejala-gejala hipoglikemia. Namun, GDS pasien tidak menunjukkan perbaikan yang berarti meskipun dosis Novorapid sudah ditambah. Bahkan pada rawatan hari ke-7 diberikan tambahan insulin analog kerja panjang (Levemir 15U/24 jam, dosis tunggal) tetapi esok harinya GDS 579 mg/dL (dari GDS 527 mg/dL). Berikut perkembangan GDS pasien berdasarkan dosis Novorapid yang diterima : (Tabel 1)

Tabel 1. Perkembangan GDS berdasarkan dosis Novorapid yang diterima gangguan hati adalah insulin analog. Pemberian golongan sulfonilurea (glibenklamid, glipizide), glinid (repaglinid, nateglinid), metfromin, tiazolidindion (glitazon) dianggap dapat mengganggu faal hati.1 Pemberian insulin analog pada pasien ini sudah tepat, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mengontrol glukosa darah pasien agar tidak terus meningkat. Keadaan yang dialami pasien dapat disebabkan karena pemberian insulin analog hanya bersifat kompetitor terhadap fungsi glukagon sehingga kerja glukagon untuk melakukan glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati terganggu. Keadaan hepatitis imbas obat tidak akan merespon secara maksimal signaling dari insulin untuk menghambat proses tersebut, namun ginjal akan merespon signaling dari enzim dalam mitokondria sel (tidak terpengaruh glukagon dan insulin) untuk melakukan glikoneogenesis ketika makanan masuk. Selain itu, glukagon juga akan memicu degradasi trigliserida menjadi asam lemak, dimana asam lemak tersebut secara tidak langsung dapat menjadi bahan non-karbohidrat untuk proses glukoneogenesis.13,16,17 Maka dari itu, butuh dari sekedar insulin analog untuk mengurangi kadar glukosa darah yang tinggi pada pasien ini.

(6)

Pilihan yang paling sesuai adalah golongan agonis Glucose Like Peptide-1 (GLP-1) yang bekerja secara langsung pada pankreas untuk meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi glukagon. Obat golongan ini sudah beredar di Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0,6 mg per hari dapat dinaikkan ke 1,2 mg setelah satu minggu didapatkan efek glikemik yang diharapkan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara subkutan. Efek samping yang dapat timbul adalah mual, muntah, diare, pankreatitis akut dan takikardi. Cukup aman bagi penderita dengan gangguan faal hati dan ginjal.1,19

Simpulan

Pasien usia 49 tahun terdiagnosis (1) Hepatitis imbas OAT, diikuti (2) DM tipe II dengan komplikasi hipoglikemia dan ISK, (3) Benign Prostat Hypertrophy, (4) CKD stage IV e.c nefropati diabetikum. Permasalahan yang diangkat pada pasien ini adalah kemungkinan penyebab timbulnya hipoglikemia dan respon GDS yang tidak sesuai harapan terhadap terapi insulin analog dengan dosis yang perlahan ditingkatkan pada DM tipe II dan hepatitis imbas OAT. Hipoglikemia disebabkan karena pemberian insulin analog diperberat keadaan starving dari pasien dengan hepatitis imbas OAT. GDS yang tidak sesuai harapan disebabkan karena pemberian insulin hanya sebagai kompetitor bagi kerja glukagon untuk melakukan proses glikoneogenesis dan glikogenolisis, faal hati menyebabkan respon signaling dari insulin terganggu. Pilihan terapi yang disarankan adalah golongan agonis Glucose Like Peptide-1 (GLP-1) yang bekerja secara langsung pada pankreas untuk menurunkan sekresi glukagon dan meningkatkan sekresi insulin.

Daftar Pustaka

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2015.

2. Corwin, EJ. Handbook of Pathophysiology 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

3. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas 6th Edition. International Diabetes Federation. 2013.

4. UK Hypoglycaemia Study Group. Risk of hypoglycaemia in types 1 and 2 diabetes: effects of treatment modalities and their duration. Diabetologia. 2007; 50:1140-7. 5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi IK, Marcellus

S, Setiati, S. Diabetes melitus di Indonesia. Dalam: Slamet Suyono. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi V jilid III. Jakarta: FK UI; 2009. hlm. 1873-83.

6. Sharaf El Din UAA, Salem MM, Abdulazim DO. Diabetic nephropathy: time to withhold development and progression-a review. J Adv Res. 2017; 8(4):363-73.

7. Abbara A, Chitty S, Roe JK, Ghani R, Collin SM, Ritchie A, et al. Drug-induced liver injury from antituberculous treatment: a retrospective study from a large TB centre in the UK. BMC Infect Dis. 2017; 17(1):231. 8. Yang LX, Liu CY, Zhang LL, Lai LL, Fang M,

Zhang C. Clinical characteristics of patients with drug-induced liver injury. Chin Med J (Engl). 2017; 130(2):160-4.

9. Tostmann A, Boeree MJ, Aarnoutse RE, de Lange WCM, van der Ven AJAM, Dekhuijzen

R. Antituberculosis drug-induced

hepatotoxicity: concise up to date review. J Gastroenterol Hepatol. 2008; 23(2):192-202. 10. Gaude GS, Chaudhury A, Hattiholi J.

Drug-induced hepatitis and the risk factors for liver injury in pulmonary tuberculosis patients. J Fam Med Prim Care. 2015; 4(2):238-43.

11. Dalal MR, Kazemi M, Ye F, Xie L. Hypoglycemia after initiation of basal insulin in patients with type 2 diabetes in the United States: implications for treatment discontinuation and healthcare costs and utilization. Adv Ther. 2017.

12. Ascher-Svanum H, Lage MJ, Perez-Nieves M, et al. Early discontinuation and restart of insulin in the treatment of type 2 diabetes mellitus. Diabetes Ther. 2014; 5:225-42. 13. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke

Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012.

(7)

15. Cusi K, Sanyal AJ, Zhang S, Hoogwerf BJ, Chang AM, Jacober SJ, et al. Different effects of basal insulin peglispro and insulin glargine on liver enzymes and liver fat content in patients with type 1 and type 2 diabetes. Diabetes, Obesity and Metabolism J. 2016; 18(2):50-8.

16. Juurinen L, Tiikkainen M, Hakkinen AM, Hakkarainen A, Yki-Jarvinen H. Effects of insulin therapy on liver fat content and hepatic insulin sensitivity in patients with type 2 diabetes. Am J Physiol Endocrinol Metab. 2007; 292(3):829-35.

17. Dennis LK. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. New York: McGraw-Hill; 2008.

18. Edgerton DS, Kraft G, Smith M, Farmer B, Williams PE, Coate KC, et al. Insulin's direct hepatic effect explains the inhibition of glucose production caused by insulin secretion. JCI Insight. 2017; 2(6):1-14. 19. Wang XC, Gusdon AM, Liu H, Qu S. Effects of

Gambar

Tabel 1. Perkembangan GDS berdasarkan dosis Novorapid yang diterima

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan penyimpanan maka data yang berhasil disimpan akan ditampilkan pada tabel kepangkatan yang datanya telah di input pada form tambah

Berdasarkan pada permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan merumuskan judul “ Meningkatkan

Berdasarkan hasil dari simulasi, dari 100 citra yang diujikan terdiri dari 50 mata glaukoma dan 50 mata normal didapatkan akurasi terbaik 96% yang dapat dilihat dari hasil

[r]

Menimbang : Bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 4 peraturan Desa Pamakayo nomor 04 tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pamakayo Tahun anggaran 2016, maka perlu

Pola makan akan mempengaruhi pada kelompok usia. Semakin tua usianya maka kemampuan baik dalam mengakses dan menyiapkan serta fisiologis terhadap daya terima

Untuk mengetahui diantara keempat variabel bebas tersebut yaitu Jumlah kredit usaha kecil, jumlah tenaga kerja industri kecil, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah industri kecil

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding telah memeriksa, membaca, mempelajari dan meneliti dengan seksama berkas perkara yang bersangkutan yang terdiri