PENGEMBANGAN DAN VALIDASI INSTRUMEN
AKHLAK KERJA QUR’ANI
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Psikologi Profesi
Program Magister Psikologi Profesi Konsentrasi Psikologi Industri dan Organisasi
Diajukan oleh:
AKHMAD HAEKAL HASBI, S.Psi
17915001
PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI (S2)
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
ii
v
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
HALAMAN CEK PLAGIASI ...ii
KETERANGAN LAYAK ETIK ... iii
PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
Abstract ... 1
Abstrak ... 2
Akhlak Kerja Qur’ani ... 6
Tujuan Penelitian ... 11
METODE PENELITIAN ... 12
Responden ... 12
Spesifikasi instrumen QWE ... 12
Prosedur dan teknik analisis data ... 13
HASIL PENELITIAN ... 13
Uji reliabilitas ... 13
Analisis EFA konstruk QWE ... 14
DISKUSI ... 16
KESIMPULAN ... 18
Saran ... 18
KEPUSTAKAAN ... 18
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Reliabilitas sebelum dan sesudah EFA QWE ...22
Lampiran 2. Hasil Uji Asumsi dan Scree Plot EFA QWE ...23
Lampiran 3. Hasil Analisis Rotasi Faktor EFA QWE ...24
Lampiran 4. Lembar Uji Angket ...33
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tinjauan kritis terhadap IWE ... 5
Tabel 2. Skor KMO dan Bartlet’s test ...14
Tabel 3. Tahapan rotasi faktor QWE menggunakan SPSS ...14
Tabel 4. Hasil akhir analisis EFA konstruk QWE ...15
1
Development and Validation of Qur’anic Work Ethics Instrument
Akhmad Haekal Hasbi1, Emi Zulaifah2
Magister of Professional Psycology, Universitas Islam Indonesia
Abstract. This study aims to develop and test the validity of the Qur’anic Work Ethics (QWE)
instrument based upon the theoretical framework provided by Zulaifah & Moneim (2019) using the
maqasid approach as the reference. The method of the development of QWE instrument consists of
three stages: (a) Instrument modification, (b) data collection, and (c) item analysis. In the first stage, the items were structured and the contents were qualitatively checked for their content validity by three professional judges (professional judgement) resulting in 78 items. In the second stage, the data collection carried out in a number of educational institutions (46,8%), state-owned companies (25,8%), and private companies (27,4%) involving 469 employees age with 19 range of 64 years old (Mean = 38,03 years, SD = 10,64). In the third stage, the reliability test showed the value of reliability coefficient at 0,903 with the error variance of 9,7%. Exploratory Factor Analysis (EFA) was used to test the construct structure of QWE resulting in the KMO value of 0,896 (>0,5) with the significance value of 0,000 (<0,05) and MSA value in each item larger than 0,5. In the factor rotation, it was found out that there were two factors confirmed with 17 items spread to factor one with 11 items (0,75-0,50) and factor two with 6 items (0,72-0,44).
Keywords: al-Qur’an, exploratory factor analysis, maqasid, qur’anic work ethics November 21, 2020
TRANSLATOR STATEMENT
The information appearing herein has been translated by a Center for International Language and Cultural Studies of Islamic University of Indonesia
CILACS UII Jl. DEMANGAN BARU NO 24 YOGYAKARTA, INDONESIA.
2
Pengembangan dan Validasi Instrumen Akhlak Kerja Qur’ani
Akhmad Haekal Hasbi1, Emi Zulaifah2
Magister Psikologi Profesi Universitas Islam Indonesia
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji validitas instrumen Qur’anic
Work Ethics (QWE) berdasarkan kerangka teoritis yang dikemukakan oleh Zulaifah & Moneim dengan pendekatan maqasid sebagai acuan. Metode pengembangan instrumen QWE terdiri atas tiga tahapan yaitu (a) modifikasi instrumen, (b) pengumpulan data, dan (c) analisis item. Tahap pertama, item disusun peneliti dan diuji validitas isi secara kualitatif oleh 3 orang professional judgement yang menghasilkan 78 item. Tahap kedua, pengumpulan data dilakukan di beberapa institusi pendidikan (46,8%), perusahaan negara (25,8%), maupun perusahaan swasta (27,4%) dengan subjek berjumlah 469 karyawan yang memiliki rentang usia 19-64 tahun (Mean = 38,03 tahun, SD = 10,64). Tahap ketiga, Uji reliabilitas memperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,903 dengan varians eror sebesar 9,7%. Analisis eksploratori faktor (EFA) digunakan untuk menguji struktur konstruk QWE yang menghasilkan nilai KMO sebesar 0,896 (>0,5) dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) dan nilai MSA pada tiap butir item lebih besar dari 0,5. Pada rotasi faktor diketahui bahwa terdapat dua faktor yang terkonfirmasi dengan 17 item yang tersebar pada faktor satu sejumlah 11 item (0,75-0,50) dan faktor dua sebanyak 6 item (0,72-0,44).
3 Bekerja merupakan salah satu kegiatan terpenting dan memiliki posisi sentral bagi kehidupan manusia. Sebagian besar orang dewasa mendedikasikan waktu terjaganya untuk bekerja (Michaelson, Pratt, Grant & Dunn, 2014; Panigrahi & Al-Nashash, 2019). Berdasarkan survei ILO (2016) bahwa setiap orang rata-rata bekerja 1600 jam pertahunnya. Indonesia menduduki peringkat ke-19 sebagai negara dengan rata-rata jam kerja yang tinggi yaitu 2024,29 jam/tahun (Roser, 2017). Hal ini mengindikasikan bahwa bekerja menjadi kebutuhan fundamental yang pada dasarnya hampir semua kebutuhan hidup dapat diperoleh melaluinya (Anshori & Yuwono, 2013).
Kajian Waddell dan Burton (2006) menjelaskan bahwa bekerja memiliki dampak positif bagi kesehatan mental seseorang. Bekerja dapat mengantarkan seseorang pada sebuah penghargaan, baik personal maupun sosial. Bekerja menjadikan seseorang percaya diri, sehingga mampu berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang aktivitas bekerja menimbulkan permasalahan psikologis karena memeras banyak mental seseorang yang berakibat pada kehilangan makna dari bekerja itu sendiri. Dampaknya, beberapa permasalahan seperti
turnover, stress kerja, dan burnout sering
ditemui di tempat kerja (Hatice & Mine, 2016). Hal ini dikarenakan etika sering diletakan diluar sistem kehidupan, sehingga banyak orang menganggap setiap aktivitas kerja
adalah amoral yang tidak mengenal etika sebagai kerangka acuan (Haerudin, 2015).
Menurut Banisi (2019) etika penting diperhatikan karena etika memberikan nilai spiritual positif untuk melakukan hal yang benar. Etika identik dengan pengambilan keputusan, yang berarti etika memiliki kedudukan sebagai standar moral yang melandasi individu untuk memutuskan perilaku yang benar dan salah (Aldulaimi, 2016). Dalam konteks kerja, Etika membantu individu memunculkan diri yang baik guna melakukan hal yang terbaik, sehingga berdampak pada efektivitas organisasi (Tasmara, 2002).
Etos kerja merupakan seperangkat nilai, keyakinan, niat, dan tujuan yang mendorong orang untuk melakukan pekerjaan (Kamri, dkk., 2014). Etos kerja dipandang sebagai konstruk sikap kerja yang berkaitan dengan nilai-nilai orientasi kerja. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa etos kerja sering dikaitkan dengan budaya tertentu, seperti budaya Jawa, Jepang, dan lainnya (Anshori & Yuwono, 2013). Namun, budaya yang terbentuk terkadang sangat erat kaitannya dengan ajaran agama, karena etika sejatinya berakar dari kepercayaan agama (Kholis, 2004; Chanzanagh & Akbarnejad, 2011).
Awal mula peneliti yang mempopu-lerkan studi tentang etos kerja adalah Max Weber pada abad ke 20 melalui konsep etos kerja Protestan atau Protestant work ethic (PWE). Max Weber menemukan fenomena bahwa para pemimpin bisnis dan pemilik
4 modal, maupun pekerja berkeahlian tinggi dan karyawan terdidik di perusahaan modern yang besar mayoritas didominasi oleh penganut Protestan (Weber, 1992). Calvinisme sebagai fokus penelitiannya, menekankan pada orientasi hidup hemat, suka menabung, tidak berfoya-foya, dan pentingnya kerja keras (Miller, 2001). Kenyataan ini meyakinkan Max Weber bahwa perbedaan agama bukan hanya terkait persoalan kewarganegaraan tetapi juga dalam konteks perkembangan perekonomian, yang ditekankan pada rasionalitas ekonomi (Weber, 1992).
Semakin populernya ide Max Weber tersebut mempengaruhi berbagai pemeluk agama untuk meneliti etos kerja berdasarkan corak keyakinan masing-masing (Jochim, 1992; Ali, 1988; Lynn, dkk., 2008). Tak terkecuali para pemeluk Islam yang saat ini memiliki populasi terbesar kedua di dunia untuk mengkaji etos kerja berdasarkan nilai-nilai keislaman dari sumber al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai tuntunan hidup. Hal ini sebagai bukti bahwa para pemeluk Islam ingin membantah pandangan Max Weber tentang kriteria semangat akumulasi materi yang rendah dikalangan umat Islam, walaupun akumulasi materi yang berlebihan dilarang dalam Islam (Arslan, 2000; Aygun, dkk., 2008; Zulfikar, 2012). Islam memandang aktivitas bekerja sebagai kebajikan dan memiliki makna mendalam lebih dari sekedar ketertarikan pribadi secara ekonomi, sosial dan psikologis, yang bertujuan mempertahankan status sosial, tetapi juga berguna untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial dan menguatkan keimanan (Ali & Owaihan, 2008; Rizk, 2008; Ahmad & Owoyemi, 2012).
Kajian tentang etos kerja berdasarkan perspektif Islam sebenarnya sudah banyak tersedia di berbagai macam literatur-literatur studi agama, sosial, ekonomi, dan psikologi. Kajian saintifik Islam yang berkaitan dengan etos kerja tersebut dikenal dengan konsep
Islamic Work Ethic (IWE) atau etos kerja
Islami (Ali, 1988; Ali & Owaihan, 2008). Menurut Rokhman (2010) IWE didefinisikan sebagai separangkat prinsip moral yang membedakan benar dan salah yang berisi orientasi terhadap pekerjaan dan kebajikan sebagai pendekatannya dalam kehidupan manusia. IWE dalam pengertian lainnya berkaitan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber nilai dan kerja keras sebagai pendekatan kerja (Imam, dkk., 2013; Ahmad & Owoyemi, 2012). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, IWE berpengaruh positif pada peningkatan kinerja dan sikap terhadap organisasi seperti komitmen organisasi, fleksibilitas perubahan, kepuasan kerja, prestasi kerja, dan motivasi intrinsik (Wartini & Harjiyanti, 2014; Yousef, 2000; Rokhman, 2010; Din, dkk., 2019).
Seiring pesatnya penelitian korelasional IWE di kancah literatur internasional mendorong beberapa peneliti untuk ikut berkontribusi dalam pengembangan alat ukur IWE (Djamilah, dkk., 2016). Menurut Ibrahim dan Kamri (2013) studi tentang pengembangan instrumen IWE masih
5 tergolong minim dan belum menunjukkan kemajuan, sehingga pada penelitiannya mencoba mengeksplorasi dan mengkonstruksi skala IWE dengan menghindari pengaruh PWE. Hasilnya adalah alat ukur yang dikembangkan memiliki mayoritas dimensi yang berbeda dibandingkan dimensi-dimensi IWE sebelumnya yang mana keseluruhan dimensi berlandaskan pada rujukan ayat-ayat al-Qur’an. Sama halnya dengan sebuah studi yang dilakukan oleh Dr. Aly Abdel Moneim selaku Direktur Maqasid Institute Indonesia Ilmu Tazkia Hikma (Maqasid ITH) bersama Dr. Emi Zulaifah yang juga mengkritisi pengaruh PWE dalam pengujian validitas kriteria IWE (Zulaifah & Moneim, 2019). Tabel 1 memperlihatkan ringkasan beberapa pandangan kritis lainnya terhadap IWE.
Diskusi dan studi lanjutan yang dilakukan Zulaifah dan Moneim (2019) menawarkan pendekatan maqasid untuk mengkaji secara komprehensif tentang etos kerja. Senada dengan hal tersebut, peneliti menggunakan pendekatan maqasid sebagai panduan dalam mengembangkan etos kerja berdasarkan prinsip-prinsip al-Qur’an sebagai buku suci pemeluk Islam. Pendekatan maqasid secara bahasa mengacu pada tujuan, sasaran, prinsip, dan makna dibalik hukum Islam. Menurut Auda (2008) maqasid atau maqasid
syar’iah merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang selalu menjawab semua pertanyaan “mengapa”. Sebagai contoh mengapa harus berdoa, mengapa harus menjadi tetangga yang baik, mengapa dilarang meminum minuman beralkohol, mengapa harus memberi Tabel 1.
Tinjauan kritis terhadap IWE
Sumber Area kritis
Ali (1988) Sebuah publikasi skala IWE pertama, namun tidak ada penjelasan yang jelas tentang dimensi (jika tersedia) yang berkontribusi pada konstruksi IWE.
Rafiki & Wahab (2014) Ayat-ayat yang diambil dari Al-Quran yang dimaksudkan untuk mewakili unsur etos kerja tidak sesuai dengan mata pelajaran etika yang sedang dibahas (Kurangnya relevansi)
Balkis, et al (2017) Disebutkan Itqan, Istiqamah dan Tawakkal sebagai elemen besar IWE, namun tidak ada penjelasan mengenai dari mana prinsip tersebut diambil dan penjelasan komprehensif tentang makna ketiganya. Seluruh literatur IWE
(Ahmad & Owoyemi, 2012; Ali, 1988; Balkis et al, 2017; Imam et al, 2013; Rafiki & Wahab, 2014; Salmabadi et al 2015)
Studi-studi ini lebih berfokus pada penelitian korelasional, membangun bangunan dll. bagaimana prinsip-prinsip tersebut dipraktikkan, atau mungkin intervensi menunjukkan lebih banyak area untuk dieksplorasi.
Secara keseluruhan, etika tidak pernah dilihat sebagai suatu sistem. Suatu sistem prinsip, dengan satu prinsip besar berfungsi sebagai nilai inti, dari mana semua prinsip lainnya berakar.
Sumber: Work Ethic from Quranic Maqasid Approach: An Introduction and Preliminary Theoretical Development (Zulaifah & Moneim, 2019)
6 penghormatan kepada orang-orang dengan salam kedamaian (Auda, 2008).
Pendekatan maqasid dinilai cocok untuk mengkaji tentang etos kerja berdasarkan alasan tertentu. Pertama, pendekatan maqasid merupakan pendekatan sistematis yang mengkaji secara holistik mengenai filosofi dasar munculnya sebuah konsep. Filosofi dasar tersebut tentu berkaitan dengan tujuan dibalik kegiatan atau tindakan berdasarkan perspektif agama Islam dengan mengacu pada nilai-nilai dalam buku pedoman hidup manusia, yaitu al-Qur’an. Dengan demikian timbul pertanyaan awal “mengapa seseorang dalam bekerja harus beretika?”.
Kedua, pendekatan maqasid
merupakan pendekatan bersifat interdependen hierarkis. Artinya, tidak ada skala prioritas dalam kebutuhan dasar manusia, baik pada level daruriyah (kebutuhan primer), hajiyah (kebutuhan sekunder), maupun tahsiniyah (kebutuhan tersier) yang terdiri dari agama, jiwa, akal, harta, dan kehormatan/keturunan. Hal ini karena masing-masing elemen dalam kehidupan manusia bersinergi secara imparsial dan membentuk suatu sistem dengan agama sebagai elemen tertinggi bagi kehidupan. Kedua alasan tersebut mengisyaratkan bahwasanya seseorang dapat menghasilkan keseimbangan yang lebih tinggi antara kebutuhan pribadi dan sosial ketika memahami kebijaksanaan (hikmah) dibalik perintah, sambil tetap sadar akan adanya Tuhan (Zulaifah & Moneim, 2019).
Akhlak Kerja Qur’ani
Kata akhlak sebagai pengganti kata etika berasal dari bahasa Arab secara jama’ dengan bentuk kosa kata khuluqun yang berarti budi pekerti, tabiat, atau perangai (Ilyas, 2001). Kata ini juga berkaitan dengan akar kata
khalaqa-yakhluqu-khalqan, artinya menciptakan atau ciptaan. Sehingga, akhlak diartikan sebagai tabiat seseorang yang melekat sejak lahir yang dapat menilai baik buruk perbuatan secara spontan (Al-Ghazali, 1963). Kerja merupakan aktivitas manusia yang mengandung dua aspek utama yaitu adanya dorongan untuk mewujudkan sesuatu dan adanya kesadaran serta perencanaan. Adapun etos kerja dipandang sebagai totalitas kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara memberikan makna adanya sesuatu yang mendorong dirinya untuk bertindak dan bekerja secara optimal (Tasmara, 2002).
Akhlak kerja qur’ani atau qur’anic work ethic (QWE) merupakan budi pekerti dan karakter seseorang yang berkaitan dengan prinsip-prinsip bekerja dengan sumber utama pemaknaan dari ayat-ayat Al-Qur’an (Zulaifah & Moneim, 2019). Dimensi yang terkandung dalam QWE antara lain: 1) Nilai tertinggi dalam bekerja atau Syukr; 2) Nilai proses dalam bekerja atau Tazkia; 3) Nilai dasar bertindak dalam bekerja; 4) Nilai inti terkait tugas (tanggungjawab); 5) Nilai relasi dalam bekerja; 6) Nilai komunikasi dalam bekerja (Zulaifah & Moniem, 2019). Berikut ayat
al-7 Qur’an yang menjelaskan tentang pentingnya bekerja Q.S at-Taubah: 105.
ۖ َنوُنِم ْؤُمْلا َو ُهُلوُس َر َو ْمُكَلَمَع ُ هاللَّ ى َرَيَسَف اوُلَمْعا ِلُق َو ُتْنُك اَمِب ْمُكُئِ بَنُيَف ِةَداَههشلا َو ِبْيَغْلا ِمِلاَع ٰىَلِإ َنوُّد َرُتَس َو
َنوُلَمْعَت ْم
“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Syukr menjadi nilai tertinggi dalam
bekerja dengan terlihatnya pengaruh nikmat Allah pada lisan hamba-Nya dalam bentuk sanjungan, pada hati dalam bentuk pengakuan, pada anggota badan dalam bentuk ketaatan (Q.S al-Baqarah: 52 & 152; Ibrahim: 7; an-Nahl: 14; dan Saba’: 13 & 15).
َنو ُرُكْشَت ْمُكهلَعَل َكِلَٰذ ِدْعَب ْنِم ْمُكْنَع اَن ْوَفَع همُث
“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur”.
ِنو ُرُفْكَت َلَ َو يِل او ُرُكْشا َو ْمُك ْرُكْذَأ يِنو ُرُكْذاَف
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.
يِباَذَع هنِإ ْمُت ْرَفَك ْنِئَل َو ۖ ْمُكهنَدي ِزَ َلَ ْمُت ْرَكَش ْنِئَل ْمُكُّب َر َنهذَأَت ْذِإ َو ديِدَشَل
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
اًّي ِرَط اًمْحَل ُهْنِم اوُلُكْأَتِل َرْحَبْلا َرهخَس يِذهلا َوُه َو اوُج ِرْخَتْسَت َو
ِهِلْضَف ْنِم اوُغَتْبَتِل َو ِهيِف َر ِخا َوَم َكْلُفْلا ى َرَت َو اَهَنوُسَبْلَت ًةَيْل ِح ُهْنِم َنو ُرُكْشَت ْمُكهلَعَل َو
“Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”.
ُروُكهشلا َيِداَبِع ْنِم ليِلَق َو ۚ ا ًرْكُش َدو ُواَد َلآ اوُلَمْعا
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih”.
روُفَغ ٌّب َر َو ةَبِ يَط ةَدْلَب ۚ ُهَل او ُرُكْشا َو ْمُكِ ب َر ِق ْز ِر ْنِم اوُلُك
"Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
Tazkia bermakna mensucikan, menyuburkan, dan menumbuhkan, yang secara istilah yaitu tema sentral dalam bekerja yang menjadikan seluruh proses aktif dan terlibat dengan untuk menumbuhkan serta mensucikan jiwa (Q.S Thaha: 76; an-Nazi’aat: 18; al-A’la: 14; as-Syams: 9; dan al-Layl: 18).
َكِلَٰذ َو ۚ اَهيِف َنيِدِلاَخ ُراَهْنَ ْلَا اَهِتْحَت ْنِم ي ِرْجَت ٍنْدَع ُتاهنَج ٰىهك َز َت ْنَم ُءا َزَج
“(yaitu) surga 'Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan)”.
ٰىهك َزَت ْنَأ ٰىَلِإ َكَل ْلَه ْلُق
“dan katakanlah (kepada Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)".
ٰىهك َزَت ْنَم َحَلْفَأ ْدَق
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)”.
8 اَهاهك َز ْنَم َحَلْفَأ ْدَق
“sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”,
ٰىهك َزَتَي ُهَلاَم يِتْؤُي يِذ هلا
“yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya”,
Nilai dasar bertindak dalam bekerja adalah nilai-nilai dasar (aksiologi maqasid) yang dipertahankan seseorang untuk mencapai status syukur tertinggi dan pertumbuhan tertinggi (tazkia) yang terdiri atas haq, sabr, dan marhamah. Haq bermakna pengetahuan berbasis pada tanda yang kuat, benar, kelurusan, keseimbangan, keadilan, stabil tapi dinamis. Sabr bermakna memegang dan meninggikan, meluaskan, bereksistensi, tidak mudah menyerah. Marhamah berarti kesalehan, kasih saying, dan belas kasih. Berikut ayat al-Qur’an yang terkait haq (al-‘Asr; 3), sabr (al-‘Asr: 2-3), dan marhamah (al-Balad: 17). ٍرْسُخ يِفَل َناَسْنِ ْلْا هنِإ # ُلِمَع َو اوُنَمآ َنيِذهلا هلَِإ ِتاَحِلاهصلا او ِب ا ْوَصا َوَت َو ِ قَحْلا ا ْوَصا َوَت َو ِرْبهصلاِب
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
ِةَمَح ْرَمْلا ِب ا ْوَصا َوَت َو ِرْبهصلاِب ا ْوَصا َوَت َو اوُنَمآ َنيِذهلا َنِم َناَك همُث
“Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang”.
Nilai inti terkait tugas merupakan tanggung jawab terkait tugas yang terdiri atas
ihsan, itqan, ibda’, qawi, amin, makin, dan hafidz. Ihsan artinya melakukan pekerjaan
dengan sebaik-baiknya. Itqan bermakna tuntutan profesionalisme terhadap tanggung jawab tugas. Ibda’ bermakna kondisi yang terus berubah dan dinamis yang membuat seseorang menunjukkan kreativitas dan inovasi. Qawi bermakna kuat yang berarti seseorang bekerja sesuai kompetensi. Amin artinya bekerja secara jujur, sehingga menjadi orang yang dapat dipercaya. Makin bermakna bekerja sesuai dengan kewengan atau otoritasnya. Hafidz artinya menjaga atau mempertahankan kualitas, pencatatan, dan dokumentasi dengan baik. Berikut ayat al-Qur’an berkaitan dengan indikator ihsan (as-Sajadah: 7), itqan (an-Naml: 88), ibda’ An’am: 101 & al-Ankabut: 19-20), qawi (al-Qasas: 26), amin (al-(al-Qasas: 26), makin (Yusuf: 54), dan hafidz (Yusuf: 55).
ٍنيِط ْنِم ِناَسْنِ ْلْا َقْلَخ َأَدَب َو ۖ ُهَقَلَخ ٍءْيَش هلُك َنَسْحَأ يِذهلا
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah”.
ِ هاللَّ َعْنُص ۚ ِباَحهسلا هرَم ُّرُمَت َيِه َو ًةَدِماَج اَهُبَسْحَت َلاَب ِجْلا ى َرَت َو َنوُلَعْفَت اَمِب ريِبَخ ُههنِإ ۚ ٍءْيَش هلُك َنَقْت َأ يِذهلا
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
ُهَل ْنُكَت ْمَل َو دَل َو ُهَل ُنوُكَي ٰىهنَأ ۖ ِض ْرَ ْلَا َو ِتا َواَمهسلا ُعيِدَب ميِلَع ٍءْيَش ِ لُكِب َوُه َو ۖ ٍءْيَش هلُك َقَلَخ َو ۖ ةَب ِحاَص
“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
9
mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu”.
ِ هاللَّ ىَلَع َكِلَٰذ هنِإ ۚ ُهُديِعُي همُث َقْلَخْلا ُ هاللَّ ُئِدْبُي َفْيَك ا ْو َرَي ْمَل َوَأ ريِسَي
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.
ُئِشْنُي ُ هاللَّ همُث ۚ َقْلَخْلا َأَدَب َفْيَك او ُرُظْناَف ِض ْرَ ْلَا يِف او ُريِس ْلُق ريِدَق ٍءْيَش ِ لُك ٰىَلَع َ هاللَّ هنِإ ۚ َة َر ِخ ْلْا َةَأْشهنلا
“Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
ُّيِوَقْلا َت ْرَجْأَتْسا ِنَم َرْيَخ هنِإ ۖ ُه ْر ِجْأَتْسا ِتَبَأ اَي اَمُهاَدْحِإ ْتَلاَق ُنيِمَ ْلَا
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
َكهنِإ َلاَق ُهَمهلَك اهمَلَف ۖ يِسْفَنِل ُهْصِلْخَتْسَأ ِهِب يِنوُتْئا ُكِلَمْلا َلاَق َو نيِمَأ نيِك َم اَنْيَدَل َم ْوَيْلا
“Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami".
ميِلَع ظيِفَح يِ نِإ ۖ ِض ْرَ ْلَا ِنِئا َزَخ ٰىَلَع يِنْلَعْجا َلاَق
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Nilai relasi dalam bekerja merupakan nilai-nilai yang berikatan dengan hubungan
antar anggota organisasi (rekan kerja, atasan, dan bawahan) yang terdiri dari ta’aruf,
ta’awun, tanasuh, tasabuq, tadafu’, syura, dan tanafus. Ta’aruf bermakna mengetahui dan
mengenal orang-orang di tempat kerja.
Ta’awun yaitu saling membantu dalam hal
kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Tanasuh yaitu saling memberikan nasihat
kebaikan. Tasabuq bermakna saling berkompetisi yang positif dan produktif.
Tadafu’ yaitu mendorong orang lain maju dan
bersikap tegas terhadap peraturan. Syura yaitu musyawarah melalui dialog dan diskusi untuk mencapai keputusan bersama. Tanafus yaitu saling memotivasi untuk berprestasi dalam pekerjaan. Berikut ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan indikator ta’aruf (al-Hujurat: 13), ta’awun (al-Maidah: 2), tanasuh (al-‘Asr: 3), tasabuq Baqarah: 148), tadafu’ (al-Baqarah: 251), syura (Ali-Imran: 159; asy-Syura: 38), dan tanafus (al-Muthaffifin: 26).
اًبوُعُش ْمُكاَنْلَعَج َو ٰىَثْنُأ َو ٍرَكَذ ْنِم ْمُكاَنْقَلَخ اهنِإ ُساهنلا اَهُّيَأ اَي هنِإ ۚ ْمُكاَقْتَأ ِ هاللَّ َدْنِع ْمُكَم َرْكَأ هنِإ ۚ اوُف َراَعَتِل َلِئاَبَق َو َهاللَّ
ريِبَخ ميِلَع
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
ِمْثِ ْلْا ىَلَع اوُن َواَعَت َلَ َو ۖ ٰى َوْقهتلا َو ِ رِبْلا ىَلَع اوُن َواَعَت َو ِعْلا ُديِدَش َ هاللَّ هنِإ ۖ َ هاللَّ اوُقهتا َو ۚ ِنا َوْدُعْلا َو ِباَق
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
10
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
هصلا اوُلِمَع َو اوُنَمآ َنيِذهلا هلَِإ ا ْوَصا َوَت َو ِ قَحْلاِب ا ْوَصا َوَت َو ِتاَحِلا
ِرْبهصلاِب
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
اَهيِ ل َوُم َوُه ةَهْجِو ٍ لُكِل َو ۖ
ِتْأَي اوُنوُكَت اَم َنْيَأ ِتا َرْيَخْلا اوُقِبَتْساَف
ريِدَق ٍءْيَش ِ لُك ٰىَلَع َ هاللَّ هنِإ اًعيِمَج ُ هاللَّ ُمُكِب
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
َ هاللَّ هنِكَٰل َو ُض ْرَ ْلَا ِتَدَسَفَل ٍضْعَبِب ْمُهَضْعَب َساهنلا ِ هاللَّ ُعْفَد َلَ ْوَل َو ِمَلاَعْلا ىَلَع ٍلْضَف وُذ َني
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”.
ْمَ ْلَا يِف ْمُه ْرِواَش َو ْمُهَل ْرِفْغَتْسا َو ْمُهْنَع ُفْعاَف َتْم َزَع اَذِإَف ِر
َنيِلِ ك َوَتُمْلا ُّب ِحُي َ هاللَّ هنِإ ۚ ِ هاللَّ ىَلَع ْلهك َوَتَف
“Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
ْمُهَنْيَب ٰى َروُش ْمُه ُرْمَأ َو َة َلَهصلا اوُماَقَأ َو ْمِهِ ب َرِل اوُباَجَتْسا َنيِذهلا َو َنوُقِفْنُي ْمُهاَنْق َز َر اهمِم َو
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.
ََنوُسِفاَنَتَُمْلاَ ِسَفاَنَتَيْلَفََكِلََٰذَيِف َوََۚ ٌكْسِمَُهُماَت ِخ
“laknya adalah kesturi, dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.”.
Nilai komunikasi dalam bekerja merupakan nilai-nilai terkait komunikasi antar anggota organisasi yang terdiri atas qoulan
ma’rufa, qoulan sadidan, qoulan baligha, qoulan karima, qoulan maisyura, dan qoulan layyina. Qoulan ma’rufa yaitu berkata dengan
perkataan yang baik. Qoulan sadidan yaitu mengatakan hal-hal yang terbukti kebenarannya. Qoulan baligha yaitu menyampaikan informasi dengan tepat dan jelas. Qoulan karima yaitu menunjukkan perkataan yang mulia dengan mengacu pada nilai penghormatan. Qoulan maisyura yaitu menyampaikan informasi dengan perkataan yang mudah atau pantas. Qoulan layyina yaitu menunjukkan perkataan lemah lembut dan ramah. Berikut ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan indikator qoulan ma’rufa (an-Nisa: 5),
qoulan sadidan (al-Ahzab: 70), qoulan baligha (an-Nisa: 63), qoulan karima (al-Isra:
23), qoulan maisyura (al-Isra: 28), dan qoulan
layyina (Thaha: 44).
َءاَهَفُّسلا اوُتْؤُت َلَ َو ْمُهوُق ُز ْرا َو اًماَيِق ْمُكَل ُ هاللَّ َلَعَج يِتهلا ُمُكَلا َوْمَأ
اًفو ُرْعَم ًلَ ْوَق ْمُهَل اوُلوُق َو ْمُهوُسْكا َو اَهيِف
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”.
11
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.
ْمُهْظِع َو ْمُهْنَع ْض ِرْعَأَف ْمِهِبوُلُق يِف اَم ُ هاللَّ ُمَلْعَي َنيِذهلا َكِئَٰلوُأ اًغيِلَب ًلَ ْوَق ْمِهِسُفْنَأ يِف ْمُهَل ْلُق َو
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.
همِإ ۚ اًناَسْحِإ ِنْيَدِلا َوْلاِب َو ُهاهيِإ هلَِإ اوُدُبْعَت هلََأ َكُّب َر ٰىَضَق َو هنَغُلْبَي ا
اَمُه ْرَهْنَت َلَ َو ٍ فُأ اَمُهَل ْلُقَت َلََف اَمُه َلَِك ْوَأ اَمُهُدَحَأ َرَبِكْلا َكَدْنِع اًمي ِرَك ًلَ ْوَق اَمُهَل ْلُق َو
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
ْمُهَل ْلُقَف اَهوُج ْرَت َكِ ب َر ْنِم ٍةَمْح َر َءاَغِتْبا ُمُهْنَع هنَض ِرْعُت اهمِإ َو ا ًروُسْيَم ًلَ ْوَق
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas”.
ٰىَشْخَي ْوَأ ُرهكَذَتَي ُههلَعَل اًنِ يَل ًلَ ْوَق ُهَل َلَوُقَف
“maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, pelatihan QWE mampu untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada pegawai administrasi sebuah institusi pendidikan (Sa’adah, dkk., 2018). Selain itu QWE juga dapat meningkatkan OCB pada
pegawai hotel Syariah (Oktarisa, dkk., 2019). Lebih lanjut, pelatihan QWE dapat meningkatkan work engagement karyawan di klinik pratama (Nanda, dkk., 2020). Dengan demikian QWE mampu mempengaruhi perilaku positif karyawan di tempat kerja.
Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang befokus pada pengembangan alat ukur QWE. Adapun pengembangan QWE yang telah dilakukan sebelumnya oleh Kamri, Ramlan, dan Ibrahim (2014) berbeda dengan penelitian QWE yang saat ini dilakukan, yaitu: 1) QWE Kamri, dkk. (2014) memiliki tiga dimensi yang disebut nilai religiusitas, personal, dan kualitas, sedangkan QWE yang dikembangkan dalam penelitian ini membagi menjadi enam dimensi utama; 2) QWE dalam penelitian ini fokus pada pendekatan maqashid sebagai kerangka dalam membangun konsep etos kerja, sedangkan QWE Kamri, dkk. (2014) tidak menjelaskan lebih terkait kerangka konstruknya.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengembangan dan pengujian terhadap instrumen QWE. Pada tahap pertama, peneliti menguji konstruk QWE menggunakan analisis ekploratori faktor atau EFA (exploratory
factor analysis). Pengujian EFA menerapkan
enam faktor yang membentuk teori QWE sesuai kajian Zulaifah dan Moneim (2019). Harapannya adalah pengujian EFA dapat memberikan gambaran sebaran butir item pada
12 tiap-tiap faktor yang membentuk konstruk QWE.
Metode
Responden
Responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 469 karyawan (206 laki-laki dan 263 perempuan) dengan rentang usia 19 sampai 64 tahun (Mean = 38,03 tahun, SD = 10,64) di Indonesia. Responden berasal dari beberapa institusi pendidikan (46,8%), perusahaan negara (25,8%), maupun perusahaan swasta (27,4%) di Indonesia. Masa kerja yang dimiliki responden bervariasi mulai 0,5 sampai 38 tahun.
Spesifikasi instrumen QWE
Instrumen penelitian ini adalah modifikasi dari instrumen QWE yang dikembangkan oleh Sa’adah, Zulaifah, dan Moneim (2018). Instrumen ini terdiri dari tiga bagian yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan perilaku (behavior) yang disingkat ABC (affective, behavior, cognitive) yang berguna untuk mengidentifikasi akhlak (etika) seseorang. Al-Ghazali (1963) berpendapat bahwasanya untuk membentuk akhlak perilaku manusia, melibatkan tiga elemen yaitu kognisi, afeksi dan perilaku. Ketika seseorang memahami makna dan tujuan dari sebuah tindakan, menandakan elemen kognitifnya sedang berjalan. Kemudian orang tersebut akan menghayati arti sebuah tindakan tersebut, yang menandakan elemen afeksinya terlampaui. Sehingga, orang tersebut dapat
mengimplementasikan dalam bentuk perilaku (elemen perilaku). Item Instrumen QWE berjumlah 78 item yang terdiri dari 74
favorable dan 4 unfavorable.
Teknik penskalaan pada instrumen ini menggunakan metode semantik diferensial dengan tiga respon jawaban seperti: (a) bagian kognitif yaitu “belum meyakini dan menyadari – setiap saat meyakini dan menyadari”; (b) bagian afektif bervariasi antara lain “tidak menghayati – sangat menghayati, sangat gelisah – sangat tenang, kesal – bisa menerima, tidak peduli – ikut merasakan, tidak selalu demikian – selalu demikian, tidak menjadi masalah – terbawa pikiran, tidak menerima – sangat menerima, biasa saja – percaya diri, tidak merisaukan – meningkatkan diri, tindakan keliru – tindakan benar, tenang – gelisah, sulit – mudah, terganggu – termotivasi, menghindari – berani, tidak terikat – terikat, tidak bertanggungjawab – bertanggungjawab, nyaman – tidak nyaman, berani – takut, sesuai diri – tidak sesuai diri, mengabaikan – menyesal, terserah – berhati-hati, mudah terpancing – tetap terkendali”; dan (c) bagian perilaku yaitu “tidak pernah – selalu”. Pemilihan metode semantik adalah untuk mengukur secara objektif sifat-sifat semantik dari sebuah kata yang berpusat pada dimensi evaluatif. Responden memilih jawaban sesuai karakteristik dirinya dengan tujuh alternatif pilihan jawaban yang bersifat diferensial (jawaban berada di antara dua kata atau kalimat) yang memiliki variasi skor 1 sampai 7.
13
Prosedur dan teknik analisis data
Cohen dan Swerdlik (2009) menjelaskan bahwa prosedur pengembangan alat ukur hendaknya melewati beberapa tahapan antara lain: 1) Test revision/modification atau revisi/modifikasi alat ukur; 2) Test tryout atau pengumpulan data; dan 3) Item analysis atau analisis item. Pada tahap modifikasi tes, item-item ditulis berdasarkan indikator-indikator dari dimensi-dimensi QWE (Zulaifah & Moneim, 2019). Item-item yang telah tersusun diuji validitas isinya oleh professional
judgement berjumlah tiga orang yang ahli
dalam bidang psikologi Islam dengan cara meminta feedback dan penilaian secara kualitatif untuk setiap item. Penilaian hanya terkait susunan kata-kata di dalam kalimat tanpa merubah makna inti dari kalimat tersebut. Sebagai contoh pernyataan item nomor 2 “terlibat dalam tugas/pekerjaan sebagai bentuk dzikir kepada Allah” mendapatkan feedback dari para ahli, yaitu kata “terlibat” diganti “menjalankan”. Peneliti mempertimbangan untuk menerima pergantian kata “terlibat” dengan “menjalankan” karena kata “menjalankan” memiliki cakupan luas dibandingkan kata “terlibat”. Adapun item-item lainnya yang mengalami perubahan yaitu nomor 5, 7, 9, 10, 11, 13, 15, 16, 17, 19, 23, 24, 26, 27, 31, 38, 41, 43, 44, 50, dan 51.
Peneliti kemudian melakukan
preeliminary test alat ukur QWE pada empat
orang pekerja yang terdiri dari guru, karyawan swasta, dan dua karyawan negara. Keempat partisipan mampu memahami setiap butir
pernyataan skala QWE yang berjumlah 78 item. Namun terdapat satu item (nomor 47) yang perlu dikoreksi berdasarkan saran dari partisipan dan pertimbangan peneliti, yaitu menghilangkan kata “untuk” diawal pernyataan.
Pada tahap pengumpulan data, skala QWE diujikan kepada subjek dengan kriteria seorang pekerja/karyawan. Penyebaran skala QWE menggunakan bantuan google forms dan kertas kuisioner (19 lembar) yang tidak terbatas pada perusahaan maupun institusi tertentu. Penyebaran kertas kuisioner dilakukan pada sebuah perusahaan swasta dengan jumlah 19 karyawan.
Pada tahap item analysis, analisis EFA digunakan untuk melihat hubungan antar variabel-variabel terobservasi dan variabel laten yang belum jelas (Sarwono, 2013). Analisis ini menggunakan dua metode utama yaitu principal axis factoring dan varimax (Costello & Osborne, 2005). Adapun nilai
Kaiser-Meyer-Olkin (KMO), measure of sampling adequacy (MSA), initial eigenvalues
dan faktor loading menjadi nilai inti dalam analisis EFA.
Hasil
Uji reliabilitas
Pengujian reliabilitas menggunakan reliabilitas konsistensi internal alpha Cronbach diperlukan sebelum analisis EFA. Hasil uji reliabilitas terhadap 78 item menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,977 dengan
14 Tabel 3.
Tahapan rotasi faktor QWE menggunakan SPSS
Tahapan rotasi Total faktor Total faktor tidak stabil Total item crossloading Total item <0,3
Tahap 1 14 6 38 3 Tahap 2 6 1 28 3 Tahap 3 5 - 26 1 Tahap 4 5 1 17 - Tahap 5 4 - 12 - Tahap 6 4 - 5 - Tahap 7 4 - 3 - Tahap 8 4 1 2 - Tahap 9 3 - 2 - Tahap 10 3 - 6 - Tahap 11 3 - 1 - Tahap 12 3 - 1 - Tahap 13 3 1 1 - Tahap 14 2 - 1 - Tahap 15 2 - 2 - Tahap 16 2 - 1 - Tahap 17 2 - - -
varians eror sebesar 2,3%. Dengan demikian instrumen QWE memiliki homogenitas dan dinyatakan baik karena nilai koefisien reliabilitas melebihi 0,8 (Gliem & Gliem, 2003; Wells & Wollack, 2003).
Analisis ekploratori faktor (EFA) konstruk QWE
Pada analisis EFA menunjukkan nilai uji KMO sebesar 0,896 (0,5) dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0,05). Adapun hasil dari uji MSA pada tiap butir item lebih besar dari 0,5. Kedua uji tersebut menerangkan bahwa masing-masing item memiliki korelasi
yang baik sehingga dapat dilakukan analisis faktor lanjutan (Ghozali, 2017). Tabel 2 menjelaskan nilai KMO instrumen QWE.
Analisis EFA menggunakan SPSS menunjukkan struktur faktor yang terbentuk berjumlah 14 faktor dengan beberapa item yang mengalami crossloading serta enam faktor tidak stabil (kurang dari 3 butir item). Costello dan Osborne (2005) berpendapat bahwa struktur faktor dikatakan fit apabila memiliki faktor loading melebihi 0,3 serta tidak adanya crossloading, dan setiap faktor stabil dengan adanya minimal 3 item di dalamnya. Berdasarkan pandangan tersebut, Tabel 2.
Skor KMO dan Bartlet’s test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .896 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 3809.957
Df 136
15 Tabel 4.
Hasil akhir analisis EFA konstruk QWE
Rotated Factor Matrixa
Item Factor
1 2
Berkata benar harus dijaga demi tegaknya saling percaya satu sama lain (21) .748 Keharusan menyampaikan informasi secara utuh agar orang lain dapat memahami masalah
dengan baik (22)
.727 Memastikan pekerjaan dilakukan dengan baik sesuai informasi yang benar dari data-data yang akurat (63)
.724 Berlomba dalam kebaikan penting untuk peningakatan diri dan kualitas pekerjaan (16) .681 Demi mendorong kualitas pekerjaan saya, aturan harus saya taati (17) .633 Melaksanakan tugas dengan baik meskipun tanpa pengawasan orang lain (57) .629 Membuka kesempatan bagi orang lain untuk memberikan kritikan atau saran (67) .599 Menjaga niat dan perbuatan terkait tugas dan tanggungjawab pekerjaan saya (51) .592 Saling menasehati dalam bekerja adalah prinsip organisasi yang saya harus terima (15) .564 Adanya perubahan terkait tugas atau lingkungan pekerjaan, saya: (33) .519 Adanya batasan kewenangan yang harus saya junjung tinggi dalam melaksanakan pekerjaan
(11)
.499 Ketika informasi yang saya sampaikan menyinggung lawan bicara, saya: (48) .724 Merekayasa informasi sehingga berubah dari yang seharusnya: (46) .676 Pekerjaan yang saya lakukan tidak lepas dari pengawasan Allah (6) .622 Setiap orang senantiasa menghadapi ujian, termasuk ujian dalam bekerja (4) .562
Apabila informasi yang saya berikan keliru dan tersebar (37) .513
Berbicara menggunakan kata-kata kurang baik terhadap orang lain saat berselisih pendapat, sedang pendapat saya benar (45)
.444
Extraction Method: Principal Axis Factoring.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.a
a. Rotation converged in 3 iterations.
maka struktur faktor yang terbentuk dikatakan belum fit sehingga peneliti perlu memanipulasi jumlah faktor.
Peneliti kemudian membagi konstruk QWE menjadi enam faktorial dan merotasi faktor menggunakan metode varimax guna memaksimalkan varian loading pada masing-masing faktor secara maksimum. Pengujian rotasi faktor menunjukkan masih terdapat 28 item yang mengalami crossloading sehingga perlu ditingkatkan faktor loading menjadi lebih besar dari 0,4. Namun pada salah satu faktor menunjukkan hampir keseluruhan item di dalamnya mengalami crossloading,
sehingga peneliti mempertimbangkan untuk menerapkan rotasi faktor menjadi lebih kecil. Hasil akhir rotasi faktor sampai kepada struktur faktor yang stabil dan ketiadaan item yang crossloading dilakukan sebanyak 17 kali rotasi. Tabel 3 menjelaskan tahapan rotasi faktor QWE.
Tahap akhir rotasi faktor menghasilkan 17 item yang tersebar dalam dua faktor. yaitu faktor satu berjumlah 11 item (0,748-0,499) dan faktor dua berjumlah 6 item (0,724-0,444). Faktor satu terdiri dari item yang berasal dari dimensi nilai tertinggi, nilai tanggungjawab, nilai relasi dan nilai komunikasi. Faktor dua
16 terdiri atas item dimensi nilai proses, nilai tanggungjawab, dan nilai komunikasi. Tabel 4 memperlihatkan hasil akhir rotasi faktor QWE. Persentase varian konstrak (total
variance explained) yang dijelaskan pada
pembagian dua faktor menghasilkan persentase varian konstrak sebesar 51,47% varians. Faktor pertama menjelaskan 41,87% dari total varians dan faktor kedua menjelaskan 9,60% dari total varians. Nilai total initial
eigenvalues pada faktor pertama sebesar 7,12
dan faktor kedua sebesar 1,63. Tabel 5 menjelaskan persentase varian konstrak QWE. Uji reliabilitas dilakukan kembali terhadap 17 item hasil analisis faktor. Hasil uji reliabilitas menghasilkan koefisien reliabilitas
sebesar 0,903 dengan varians eror sebesar 9,7%.
Diskusi
Penyusunan item berdasarkan kerangka teoritis dari Zulaifah & Moneim (2019) serta melibatkan seorang ahli bahasa Arab menghasilkan enam aspek dengan 25 indikator, Hasil ini sama dengan studi yang telah dilakukan oleh Sa’adah, Zulaifah, dan Moneim (2018) yang menjelaskan bahwa struktur konstruk QWE tersusun atas enam aspek yaitu nilai tertinggi dalam bekerja, nilai proses dalam bekerja, nilai dasar bertindak, nilai tanggungjawab, nilai relasi, dan nilai komunikasi dalam bekerja. Namun, terdapat Tabel 5.
Persentase total variance explained
Total Variance Explained
Factor
Initial Eigenvalues
Extraction Sums of Squared Loadings
Rotation Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % 1 7.117 41.866 41.866 6.599 38.820 38.820 4.715 27.735 27.735 2 1.632 9.600 51.466 1.088 6.401 45.221 2.973 17.486 45.221 3 1.041 6.122 57.588 4 .863 5.075 62.663 5 .826 4.858 67.522 6 .737 4.336 71.858 7 .694 4.080 75.938 8 .651 3.831 79.769 9 .596 3.506 83.275 10 .500 2.942 86.216 11 .451 2.652 88.869 12 .430 2.531 91.400 13 .375 2.205 93.605 14 .360 2.117 95.722 15 .328 1.929 97.651 16 .267 1.568 99.219 17 .133 .781 100.000
17 tiga perbedaan antara penelitian ini dengan sebelumnya yaitu: (a) dimensi nilai tertinggi dalam bekerja berindikator syukr dan nilai proses dalam bekerja berindikator tazkia, sebaliknya, penelitian sebelumnya nilai tertinggi dalam bekerja berindikator tazkia dan nilai proses dalam bekerja berindikator syukr, (b) jumlah item dalam penelitian ini 78 item, sedangkan penelitian sebelumnya 69 item, dan (c) masing-masing indikator pada penelitian ini memiliki butir item, sedangkan penelitian sebelumnya indikator itqan dan ihsan serta indikator qoulan ma’rufa dan qoulan sadidan digabungkan dalam satu butir item.
Uji validitas isi secara kualitatif dengan melibatkan tiga professional judgement
menghasilkan item-item yang dinilai baik. Para professional judgement secara langsung memberikan feedback perbaikan kata atau kalimat pada butir item yang dinilai, sehingga tidak ada item yang digugurkan. Hal ini dapat dibuktikan ketika peneliti melakukan
preeliminary test kepada empat orang subjek
yang mana mereka dapat memahami tiap butir item.
Uji reliabilitas instrumen QWE menunjukkan bahwa instrumen ini dapat digunakan untuk pengumpulan data penelitian yang berkaitan dengan etos kerja di tempat kerja. Selain itu, instrumen ini dapat digunakan untuk asesmen individual maupun kelompok, bahkan setiap indikator yang tersusun dapat dijadikan bahan intervensi bagi organisasi (Sa’adah, dkk., 2018; Oktarisa, dkk., 2019; Nanda, dkk., 2020). Menariknya,
nilai reliabilitas instrumen QWE pada penelitian ini (0,977) lebih besar dari penelitian sebelumnya (0,944). Meskipun, nilai reliabilitas akhir setelah dirotasi lebih kecil dari sebelumnya (0,903).
Uji validitas konstruk QWE melalui analisis EFA menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang mengkonfirmasi konstruk QWE. Komposisi item yang membentuk kedua dimensi tersebut masih kurang seimbang karena hampir sebagian besar masuk dalam faktor 1. Hasil ini menunjukkan perbedaan dan kemajuan dibandingkan penelitian terdahulu yang mana menghasilkan unidimensional faktor (Riyono, diskusi kelompok, 2020).
Dua faktor QWE yang terbentuk diberi nama berdasarkan isi dari butir-butir pernyataan, yaitu: (1) Nilai tanggungjawab terkait tugas dan orang lain dan (2) Nilai komunikasi yang mulia dan benar. Penamaan faktor kesatu “nilai tanggungjawab terkait tugas dan orang lain” didasari atas tiga kata kunci yang muncul pada butir-butir pernyataan, yaitu tanggungjawab, tugas, dan orang lain. “Tanggungjawab” sebagai tema besar dalam faktor kesatu, kemudian terperinci menjadi dua indikator yaitu “tugas” (6 pernyataan) dan “orang lain” (5 pernyataan). Penamaan faktor kedua “nilai komunikasi yang mulia dan benar” didasari atas tiga kata kunci yang terindikasi pada butir-butir pernyataan, seperti: informasi, perkataan baik, dan perkataan benar. Informasi merupakan tema besar faktor kedua dengan rincian indikator perkataan mulia (3 pernyataan) dan
18 perkataan benar (3 pernyataan). Adapun kata “informasi” diubah menjadi kata “komunikasi” karena memiliki makna proses penyampaian pesan, sehingga subjek yang diukur terlibat dalam memperoleh pesan.
Namun demikian, alat ukur ini masih memerlukan pengembangan lebih mendalam karena dimensi-dimensi yang terbentuk tidak mencerminkan tahapan proses pembentukan etika/akhlak yang dikemukakan oleh al-Ghazali (1963). Teori tersebut menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan beretika apabila ketiga aspek (kognitif, afektif, dan perilaku) saling bersinergi. Pembuatan instrumen yang baik untuk mengukur etos kerja harus terdiri dari ketiga aspek tersebut. Hal ini untuk membedakan tahapan seseorang dalam mensikapi sebuah peristiwa. Sebagai contoh, ketika seorang karyawan bekerja dengan mengikuti karyawan lainnya, tanpa adanya pengetahuan dan penghayatan, maka dapat diindikasikan karyawan tersebut berperilaku tanpa memiliki etos kerja yang baik
Kesimpulan
Penelitian ini menyusun alat ukur QWE (qur’anic work ethic) berdasarkan kerangka teoritis yang dikemukakan oleh Zulaifah dan Moneim. Alat ukur yang dikembangkan peneliti memiliki nilai reliabilitas yang cukup baik. Validitas konstruk QWE berdasarkan analisis EFA menghasilkan 17 item dengan dua faktor pembentuk. Faktor yang terbentuk dalam penelitian ini berbeda dengan teori
QWE yang berjumlah enam faktor. Kedua faktor tersebut diberi nama: (1) Nilai tanggungjawab terkait tugas dan orang lain dan (2) Nilai komunikasi yang mulia dan benar.
Saran
Penelitian ini memiliki beberapa saran bagi penelitian selanjutnya yaitu pertama, melakukan rekonstruksi alat ukur QWE dengan menyedikitkan jumlah item serta menyajikan pilihan jawaban aspek kognitif, afektif, dan perilaku dalam satu item. Kedua, menambah referensi yang berkaitan dengan indikator nilai tertinggi, nilai proses, nilai dasar, nilai tanggungjawab, nilai relasi, dan nilai komunikasi agar terjadi variasi kejelasan makna pada setiap butir item, sehingga terhindar dari sifat unidimensional. Ketiga, menggunakan CVI (Content Validity Index) atau CVR (Content Validity Ratio) dalam uji validitas isi sebelum pelaksanaan tryout.
Kepustakaan
Anshori, N. & Yuwono, I. (2013). Meaning of work: Suatu studi etnografi abdi dalem keraton ngayogyakarta hadiningrat daerah istimewa yogyakarta. Jurnal
Psikologi Industri dan Organisasi, Vol.
2, No. 3: 157-162. ISSN 2301-7090. Ahmad, S. & Owoyemi, M. Y. (2012). The
concept of Islamic work ethic: An analysis of some salient points in the prophetic tradition. International Journal of Business and Social Science, 3 (20),
116-123.
https://www.researchgate.net/publicati on/260876581.
19 Al-Ghazali. (1963). Ihya’ ‘ulumuddin.
Terjemahan: Malik Karim Amrullah. Jakarta: Imballo.
Aldulaimi, S. H. (2016). Fundamental Islamic perspective of work ethics. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, Vol. 7 (1): 59-76, doi:
10.1108/JIABR-02-2014-0006.
Ali, A.J. (1998). Scaling an Islamic work ethic.
The Journal of Social Psychology, 128(5). 575-583. doi: 10.1080/00224545.1988.9922911. Ali, A. J, & Owaihan, A. (2008). Islamic work
ethic: A critical review. Cross Cultural
Management: An International Journal,
Vol. 15(1), 5-19, doi: 10.1108/13527600810848791.
Arslan, M. (2000). A cross-cultural comparison of British and Turkish managers in terms of Protestant work ethic characteristics. Business Ethics: A
European View, 9 (10), 13-19, doi:
10.1111/1467-8608.00165
Auda, J. (2008). Maqasid al-sharia a beginner’s guide. Occasional Paper
Series, 14. International Institute of
Islamic Thought: London-Washington. https://www.jstor.org/stable/j.ctvkc67c 6.
Aygun, Z., Arslan, M., & Guney, S. (2008). Work values of Turkish and American university students. Journal of Business
Ethics, 80: 205-223, doi: 10.1007/s10551-007-9413-5.
Banisi, P. (2019). Relationship between work ethics and mental health with organizational growth. International
Journal of Ethics and Society, Vol. 1,
No. 2: 1-9. http://ijethics.com/article-1-30-en.pdf.
Castello,A. B., & Osborne, J. (2005). Best practices in exploratory factor analysis: four recommendations for getting the most from your analysis. Practical
assesment research & evaluation, 10(7). Diakses dari http://pareonline.net/getvn.asp?v=10& n=7 tanggal 12 Agustus 2020.
Chanzanagh, H. & Akbarnejad M. (2011). The meaning and dimensions of Islamic work ethic: Initial validation of a multidimensional IWE in Iranian society. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 30, 916–924, doi:
10.1016/j.sbspro.2011.10.178.
Cohen & Swerdlik. (2009). Psychological
testing and assessment: An introduction to tests and measurement 7th edition.
US: McGraw-Hill.
Din, M., Khan, F., Khan, U., Kadarningsih, A., & Astuti, S. (2019). effect of islamic work ethics on job performance: mediating role of intrinsic motivation.
International Journal of Islamic Business Ethics, Vol. 4(2), 676-688,
doi: 10.30659/ijibe.4.2.676-688.
Djamilah, S., Ancok, D., & Handoko, H. (2015). Pengembangan dan validasi
ukuran etika kerja islami dan pengujiannya pada model hubungan etika kerja islami dengan anteseden dan konsekuensi perilaku kewargaan organisasional. Desertasi Manajemen:
Universitas Gadjah Mada.
Ghozali, I. (2017). Model analisis struktural
konsep dan aplikasi dengan program amos 24. Semarang: Badan penerbit
Universitas Diponogoro.
Gliem, J. & Gliem, R. (2003). Calculating, interpreting, and reporting cronbach’s alpha reliability coefficient for likert-type scales. the Midwest
Research-to-Practice Conference in Adult, Continuing, and Community Education, The Ohio State University, Columbus, OH, October 8-10, 2003.
https://www.researchgate.net/publicati on/31591315.
Haerudin. (2016). Etika kerja Islam: Sebuah kajian teoritik dan empirik. Jurnal
Maksimum, Vol. 5(1), 17-31. doi:
https://doi.org/10.26714/mki.5.1.2015. 17-31.
Hatice, K. & Mine, A. F. (2016). The effect of the meaningfulness of work on job satisfaction, job stress and intention to leave. Global Journal of Business,
20
Economics and Management: Current Issues, 6 (3), 61-69, doi: 10.18844/gjbem.v6i2.1370.
Ibrahim, A. & Kamri, A. (2013). Measuring the islamic work ethics: An alternative approach. The International Convention
on Islamic Management, Kuala Lumpur, Malaysia, 27-28 November 2013. doi: 10.13140/RG.2.1.2768.0725.
ILO. (2016). Non-standard employee around
the world: Understanding challenges, shaping prospects. Geneva: International Labour Organization. Diakses pada tanggal 7 Juli 2020 dari https://www.ilo.org/global/publications
/books/WCMS_534326/lang--en/index.htm.
Ilyas, Y. (2001). Kuliah Akhlaq, edisi ke-4. Yogyakarta: LPPI UMY.
Imam, A., Abbasi, A. S., & Muneer, S. (2013). The impact of islamic work ethics on employee performance: testing two models of personality x and personality.
Science International, 25(3), 611-617.
https://www.researchgate.net/publicati on/288834768.
Jochim, C. (1992). Confucius and Capitalism: Views of Confucianism in works on Confucian ethics and economic development. Journal of Chinese
Religion, 135-171. https://scholarworks.sjsu.edu/humanitie s_pub?utm_source=scholarworks. Kamri, N., Ramlan, S., & Ibrahim, A. (2014).
Qur’anic work ethics. Journal of
Usuluddin 40, 135-172. https://www.researchgate.net/publicati on/283514475.
Kholis, N. (2004). Etika kerja dalam perspektif Islam. Al-Mawarid: Jurnal Hukum
Islam Edisi-XI, Vol. 12, No. 11,
142-157. https://media.neliti.com/media/pu-blications/26011.
Lynn, M., Naughton, M., & Veen, S. (2008). Faith at work scale (FWS): Justification, development, and validation of a measure of Judaeo-Christian religion in the workplace. Journal of Business
Ethics, doi
10.1007/s10551-008-9767-3.
Michaelson, C., Pratt, M. G., Grant, A. M., & Dunn, C. P. (2014). Meaningful work: Connecting business ethics and organization. Journal of Business
Ethics, 121: 77-90, doi: 10.1007/s10551-013-1675-5.
Nanda, C., Budiharto, S., & Faraz, U. (2020).
Pengaruh pelatihan akhlak kerja qur’ani untuk meningkatkan work engagement karyawan. Tesis: Universitas Islam Indonesia.
Oktarisa, F., Zulaifah, E., & Moneim, A. A. (2019). Pelatihan akhlak kerja qurani
untuk meningkatkan perilaku kewargaan organisasi karyawan hotel syariah Yogyakarta. Modul Pelatihan:
Universitas Islam Indonesia.
Panigrahi, S. K. & Al-Nashash, H. M. (2019). Quality work ethic and job satisfaction: An empirical analysis. Quality Access to
Success, Vol. 20, No. 168: 41-47, doi:
10.2139/ssrn.3515072.
Rizk, R. R. (2008). Back to basics: An Islamic perspective on business and work ethics. Social Responsibility Journal, Vol. 4(1), 246-254, doi: 10.1108/17471110810856992.
Rokhman, W. (2010). The effect of Islamic work ethics on work outcomes. EJBO
Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies, Vol. 15, No.
1, 21-27.
http://ejbo.jyu.fi/pdf/ejbo_vol15_no1_p ages_21-27.pdf.
Roser, M. (2017). Average annual working hours. Oxford Martin School. Diakses pada tanggal 7 Juli 2020 dari https://ourworldindata.org/working-hours.
Sa’adah, N., Zulaifah, E., & Moneim, A. A. (2018). Peningkatan kualitas pelayanan
pegawai administrasi fakultas x melalui pelatihan akhlak kerja qur’ani berbasis maqasid. Tesis: Universitas Islam
21 Sarwono, J. (2013). Statistik multivariat:
aplikasi untuk riset skripsi. Yogyakarta:
Andi Yogyakarta.
Tasmara, T. (2002). Membudayakan etos kerja
Islami. Jakarta: Gema Insani.
Waddell, G. & Burton, A. (2006). Is work good
for your health and well-being?.
London: The Stationery Office. https://cardinal-management.co.uk/wp- content/uploads/2016/04/Burton-Waddell-is-work-good-for-you.pdf. Wartini, S. & Harjiyanti, W. (2014).
Organizational commitment as the black box to connect the Islamic work ethics and employees behavior toward organizational change. Jurnal DInamika Manajemen, Vol. 5(2),
228-240. ISSN 2337-5434.
Weber, M. (1992). Etika protestan dan spirit
kapitalisme. Terjemahan: TW Utomo &
Yusup Priya Sudiarja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wells, C. S., & Wollack, J. A. (2003). An
instructor’s guide to understanding test reliability. Diakses dari https://testing.wisc.edu/Reliability.pdf tanggal 20 Agustus 2020.
Yousef, D. (2000). Organizational commitment as a Mediator of the relationship between islamic work ethics and attitudes toward organizational change. Human Relations, 53(4), 513-537, doi: 10.1177/0018726700534003.
Zulaifah, E. & Moneim, A. A. (2019). Work ethic from Qur’anic maqasid approach: An introduction and preliminary theoretical development. Minbar Islamic Studies, 12(1): 251-266, doi:
10.31162/2618-9569-2019-12-1-251-266.
Zulfikar, Y. F. (2012). Do Muslims believe more in Protestant work ethic than Christians? comparison of people with different religious background living in the us. Journal of Business Ethics, 105(4):489-02, doi: 10.1007/s10551-011-0981-z
22 Lampiran 1.
Hasil Uji Reliabilitas sebelum dan sesudah EFA QWE
1. Uji Reliabilitas sebelum EFA
2. Uji Relianilitas sesudah EFA
Koefisien reliabilitas
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.977 .980 78
Koefisien reliabilitas
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
23 Lampiran 2.
Hasil Uji Asumsi KMO dan Scree Plot EFA QWE
1. Nilai KMO QWE
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .896 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 3809.957 df 136 Sig. .000
24 Lampiran 3.
Hasil Analisis Rotasi Faktor (EFA) QWE
Rotasi Faktor Tahap 1
Item Factor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 ITQA_58 .641 .338 HAFI_64 .641 .330 QAWI_60 .617 TSQ_16 .606 SYRA_18 .598 HAFI_63 .586 QBAL_22 .577 IHSA_57 .564 .347 QSAD_21 .560 .359 AMIN_61 .549 .433 QBAL_75 .524 .390 TNH_15 .502 SABR_55 .487 IBDA_33 .474 .322 .351 IBDA_59 .449 .438 MARH_56 .445 .402 SYUK_26 .436 .362 .362 TFS_19 .422 .345 TWN_14 .420 MARH_30 .413 .339 .400 TRF_13 .391 .322 TFS_44 .378 SYUK_51 .358 .354 QKAR_23 .354 .330 HAQ_54 .352 .349 .324 .322 TAZK_2 .345 TNH_40 .310 .301 AMIN_35 .307 QMAR_73 .313 .582 .315 QKAR_76 .310 .539 .452 TNH_67 .529 QSAD_74 .373 .515 .443 QLAY_78 .515 .319 .385 TSQ_68 .503 .505 .320 TWN_66 .502 .442 TFS_72 .442 .465 TRF_65 .442 .445 .343 IHSA_31 .374 .444 .365 SYRA_71 .423