• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996).

Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Berdasarkan UU Pangan RI No. 7 tahun 1996, terdapat 4 (empat) aspek yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu 1) Kecukupan ketersediaan pangan, 2) Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun 3) Aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan dan 4) Kualitas/keamanan pangan.

Bagi Indonesia, pangan diidentikkan dengan beras karena jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama. Gangguan pada ketahanan pangan (beras) seperti kekurangan ketersediaan beras dan kenaikan harga beras dapat memicu kerawanan sosial, ketidakstabilan ekonomi dan politik serta secara menyeluruh dapat mengganggu stabilitas nasional (Firdaus et.al, 2008).

Dengan pertimbangan pentingnya beras tersebut, Pemerintah selalu berupaya untuk menjaga ketersediaan beras sepanjang tahun, distribusi beras yang merata, harga beras yang stabil serta meningkatkan ketahanan pangannya dari produksi dalam negeri (swasembada beras). Pertimbangan tersebut menjadi semakin penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya semakin membesar dengan sebaran populasi dan cakupan geografis yang luas dan tersebar. Indonesia memerlukan ketersediaan pangan dalam jumlah mencukupi dan tersebar, yang memenuhi kriteria kecukupan konsumsi maupun

(2)

persyaratan operasional logistik. Campur tangan pemerintah yang tertuang dalam berbagai kebijakannya baik mengenai kebijakan perberasan maupun kebijakan perdagangan dikeluarkan dalam rangka mencapai ketahanan pangan (beras).

Kebijakan perberasan di Indonesia meliputi kebijakan produksi, distribusi, impor dan pengendalian harga domestik (Firdaus et.al, 2008). Dukungan kebijakan produksi, distribusi, impor dan pengendalian harga secara terpadu dan komprehensif telah dituangkan sejak Inpres No. 9 tahun 2001 yang berlaku 1 Januari 2002 dan masih tetap berlangsung hingga saat ini melalui Inpres No. 7 Tahun 2009 yang berlaku 1 Januari 2010. Inpres tersebut semakin menegaskan pentingnya menjaga pasokan dan ketersediaan beras dari produksi dalam negeri antar tempat dan antar waktu. Isi inpres tersebut antara lain :

a) Memberikan dukungan bagi peningkatan produktivitas petani padi dan produktivitas beras nasional.

b) Memberikan dukungan peningkatan investasi usaha tani padi.

c) Melaksanakan kebijakan harga pembelian gabah dan beras oleh Perum BULOG atau Badan Pemerintah atau Badan Usaha dibidang pangan.

d) Menetapkan kebijakan impor dan ekspor beras dalam rangka memberikan perlindungan kepada petani dan konsumen.

e) Memberikan jaminan bagi persediaan (cadangan beras pemerintah) dan pelaksanaan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah (miskin) untuk menjaga stabilisasi harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana dan rawan pangan serta meningkatkan keseimbangan distribusi antar waktu dan antar wilayah.

(3)

Kebijakan perberasan yang dilaksanakan Pemerintah tersebut di atas sangat terkait erat dengan tugas-tugas publik yang diemban Perum BULOG saat ini :

1. Kegiatan pengadaan gabah dan beras dalam negeri dalam rangka pengamanan harga.

2. Kegiatan stabilisasi harga beras, pada saat pengeluaran rumah tangga masih dominan terhadap beras maka ketidakstabilan harga beras akan berpengaruh atas pendapatan riil masyarakat dan mengurangi daya beli masyarakat atas pangan (beras).

3. Kegiatan penyaluran beras kepada Rumah Tangga Miskin (RTM) untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga miskin.

4. Kegiatan pengelolaan persediaan (stok) beras dalam rangka pemupukan stok pangan nasional untuk berbagai keperluan publik yaitu mengatasi kerawanan pangan akibat kemiskinan dan bencana.

Perum BULOG merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pengganti Badan Urusan Logistik (BULOG) yang dulu merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Perubahan status hukum BULOG ini didasari atas perubahan ekonomi global yang mengarah pada liberalisasi pasar, dimana WTO yang mengharuskan penghapusan non-tarif barrier seperti monopoli menjadi tarif barrier serta pembukaan pasar dalam negeri dan adanya perjanjian antara Pemerintah RI dengan IMF pada tahun 1998 yang secara khusus menekankan perlunya perubahan status hukum BULOG agar menjadi lembaga yang lebih efisien, transparan dan akuntabel (Sawit et.al ,2003).

Kehadiran Perum BULOG didasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 2003 tentang Pendirian Perum BULOG bertujuan menyelenggarakan usaha logistik pangan

(4)

pokok yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak dan menyelenggarakan usaha-usaha lain diluar usaha logistik pangan secara komersial,efisien dan akuntabel. Dalam menjalankan aktivitasnya Perum BULOG harus mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan efisiensi nasional sehingga mengurangi beban Pemerintah dalam pengelolaan pangan nasional dan mendukung tugas publik yang menjadi tanggung jawab Perum BULOG. Usaha komersial yang dijalankan harus selaras, mendukung serta bersinergi dengan kegiatan publik artinya dengan dukungan hasil kegiatan komersial, penugasan publik dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif (Sawit et.al ,2003).

Kebijakan peningkatan produksi dan mengelola cadangan stok beras juga ditempuh oleh banyak negara Asia seperti Thailand yang menerapkan kebijakan umum dengan pendirian pusat penelitian, Public Warehouse Organization (PWO) dan Marketing Organization for Farmers (MOF). Pendirian pusat penelitian dimaksudkan

untuk mengembangkan varietas unggul baru yang dapat disesuaikan dengan berbagai ekosistem. PWO berfungsi membeli dan menyimpan beras untuk keperluan cadangan beras dan stabilitas harga, fasilitas untuk menyimpan produk pertanian yang digadaikan serta melakukan kegiatan jasa pergudangan dan jasa penggunaan dermaga karena seluruh gudang PWO terletak pada lokasi strategis dipinggir sungai. Kebijakan khusus yaitu melakukan pengadaan melalui Program Paddy Mortgage (penggadaian padi) yang dilaksanakan oleh Bank of Agriculture and Cooperation (Suryana dan Kariyasa, 2008).

Menurut Chopra dan Meindl (2007) Struktur rantai pasok secara umum terdiri atas beberapa tingkatan yaitu component/raw material suppliers, manufacturer wholesalers/distributors, retail outlets dan customers. Strategi ideal dalam jaringan

(5)

rantai pasok adalah menekankan adanya efisiensi dan mengelola kemampuan dalam ketepatan merespon permintaan konsumen. Strategi rantai pasok perusahaan yang dikembangkan oleh perusahaan nantinya juga harus sejalan dengan strategi kompetitif perusahaan. Kesesuaian antara strategi rantai pasok dan strategi kompetitif harus diwujudkan dalam aplikasi kebijakan perusahaan dalam menangani enam faktor pendorong kinerja rantai pasokan yaitu fasilitas, persediaan, transportasi, informasi, sumber daya dan harga. Menurut Pinto (2003), tujuan utama dalam rantai pasok adalah memaksimalkan keuntungan dengan mengoptimalkan kinerja rantai pasok tidak secara terpisah-pisah pada masing-masing entitas tetapi secara menyeluruh untuk setiap entitas yang terkait dalam rantai pasok. Unutk mendapatkan keuntungan yang maksimal maka manajemen persediaan, transportasi dan logistik, lokasi dan layout fasilitas gudang, aliran informasi yang menjadi pendorong dalam kinerja rantai pasok agar dioptimalkan secara menyeluruh dan tidak terpisah-pisah. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (2000) kegiatan logistik akan berjalan dengan efektif dan efisien apabila memenuhi 4 (empat) syarat yaitu tepat jumlah, tepat mutu, tepat ongkos dan tepat waktu.

Tugas publik Perum BULOG yang meliputi kegiatan pengadaan beras, kegiatan penyaluran (distribusi) beras, stabilitas harga dan penyediaan cadangan beras pemerintah terkait erat dengan rantai pasok maupun faktor pendorong kinerja dalam rantai pasok.

Perum BULOG Divre Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan Divre yang tidak memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan beras sendiri dalam rangka memenuhi kegiatan publiknya. Pasokan beras selama ini diperoleh dari pengiriman beras dari Divre lain yang mempunyai kelebihan stok (surplus) dan dari penerimaan impor (jika ada).

Sejak 1 April 2005, berdasarkan Keputusan Direksi No. KD-62/DS200/03/2005, wilayah

(6)

kerja Divre DKI Jakarta diperluas dengan tambahan propinsi Banten. Tambahan propinsi Banten sebagai wilayah kerja Divre DKI Jakarta memberi peluang bagi Divre DKI Jakarta untuk dapat mengusahakan sendiri pasokan kebutuhan berasnya walaupun dalam jumlah yang terbatas. Pada tahun 2008 Perum BULOG menetapkan kebijakan baru dalam pola pengadaan (pembelian) beras dalam negeri yang dilatarbelakangi keinginan Perusahaan untuk mengurangi biaya transportasi movenas yaitu pengiriman beras antar wilayah Divisi Regional (Divre) dan biaya transportasi movereg yaitu pengiriman beras antar Sub Divisi Regional (Subdivre) dalam satu Divre. Pola pengadaan beras yang baru disebut dengan Pengadaan Beras Lokal dan Pengadaan Beras Reguler dimana beras dibeli langsung dari mitra kerja pengadaan Divre/Subdivre Surplus tanpa transit di gudang Divre/Subdivre Surplus dengan tambahan insentif angkutan.

Kekurangan pasokan beras ke Divre DKI Jakarta diluar impor sejak tahun 2008 diperoleh dari 2 (dua) sumber pasokan yaitu pengadaan reguler dan movenas. Struktur rantai pasokan beras yang berasal dari pengadaan regional maupun movenas selama ini beragam yaitu ada yang dikirim langsung ke gudang Jakarta dan gudang Banten yang meliputi gudang Subdivre Tangerang, Subdivre Serang dan Subdivre Lebak, ada yang transit di gudang Jakarta baru kemudian dikirim ke gudang Subdivre Tangerang, Subdivre Serang, Subdivre Lebak dan ada juga yang dari gudang Subdivre Tangerang ke gudang Subdivre Serang atau Subdivre Lebak. Kapasitas Gudang yang dikuasai oleh Perum BULOG Divre DKI Jakarta adalah sebesar 485.500 ton yang berada di wilayah Jakarta sebesar 373.000 ton dan Banten sebesar 112.500 ton. Pagu (alokasi) penyaluran beras Raskin tahun 2010 untuk Perum BULOG Divre DKI Jakarta selama satu tahun adalah sebesar 137.696 ton yang terdiri atas Jakarta sebesar 30.712 ton dan Banten

(7)

106.984 ton. Berdasarkan pagu Raskin tersebut maka kebutuhan penyaluran beras per bulan di Divre DKI Jakarta adalah sebesar 11.475 ton, terdiri dari wilayah Jakarta sebesar 2.559 ton dan wilayah Banten sebesar 8.915 ton. Jumlah kapasitas gudang yang dimiliki lebih besar jika dibandingkan dengan kebutuhan penyaluran beras per bulan bahkan per tahunnya. Pasokan beras ke Divre Jakarta tampak belum sepenuhnya direncanakan secara optimal dengan mempertimbangkan kebutuhan penyaluran beras dan ketersediaan space gudang di masing-masing wilayah. Kegiatan komersial yang potensial dilakukan adalah jasa pergudangan. Saat ini sebagian besar gudang dipergunakan untuk menyimpan beras namun kapasitas gudang per unitnya yang dipergunakan untuk menyimpan beras tidak maksimal sehingga menyebabkan banyak space gudang yang terbuang (broken space). Gudang yang disewakan masih sedikit yaitu di Jakarta sebanyak 14 unit dengan kapasitas 49.000 ton dan di Cikande Subdivre Tangerang sebanyak 1 unit kapasitas 10.000 ton. Ada pula gudang yang kosong (tidak dipergunakan). Hal tersebut disebabkan adanya ketidakpastian perencanaan penggunaan gudang oleh manajemen Perum BULOG Divre DKI Jakarta dalam menentukan pemanfaatan gudang untuk penyimpanan beras (tugas publik) maupun untuk disewakan (tugas komersial) karena kekhawatiran apabila jumlah gudang yang disewakan lebih banyak dikhawatirkan berdampak pada kekurangan jumlah gudang untuk menyimpan beras. Pendistribusian beras Raskin yang dilaksanakan Divre DKI Jakarta dari gudang ke titik distribusi pada setiap wilayah menggunakan biaya transportasi tetap. Jarak lokasi gudang dengan titik distribusi untuk setiap wilayah tentunya berbeda-beda sehingga berpengaruh terhadap biaya transportasi pengirimannya.

(8)

Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka mencapai efisiensi dan efektifitas di setiap kegiatan tugas publik terkait dengan pengadaan, persediaan dan penyaluran beras serta menyelaraskan tugas komersial yaitu kegiatan jasa pergudangan yang mendukung serta bersinergi dengan kegiatan publik di Perum BULOG Divre DKI Jakarta maka diperlukan penelitian tentang optimalisasi struktur rantai pasok beras dan penggunaan gudang serta biaya transportasi distribusi beras Raskin di Perum BULOG Divre DKI Jakarta.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :

a. Bagaimana menentukan struktur rantai pasok beras yang optimal untuk memenuhi kebutuhan penyaluran beras di wilayah kerja Perum BULOG Divre DKI Jakarta?

b. Bagaimana mengoptimalkan jasa pergudangan tanpa mengganggu aktivitas kegiatan publik yang di lakukan di wilayah kerja Perum BULOG Divre DKI Jakarta?

c. Bagaimana menentukan biaya transportasi distribusi beras Raskin yang optimal?

d. Bagaimana merumuskan kebijakan operasional Perum BULOG Divre DKI Jakarta terkait pelaksanaan kegiatan publik selaras dengan kegiatan komersial yaitu jasa pergudangan yang dilakukan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan rumusan kebijakan operasional Perum BULOG Divre DKI Jakarta dalam menentukan struktur rantai pasok beras dan jasa pergudangan yang akan dilakukan. Tujuan antaranya adalah :

a. Menganilisis struktur rantai pasok beras yang optimal.

(9)

b. Menganalisis penggunaan gudang untuk jasa pergudangan agar mendapatkan hasil yang optimal.

c. Menganalisis biaya transportasi distribusi beras yang optimal.

(10)

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB

Referensi

Dokumen terkait

Ini berarti, luas kawasan hutan yang dimohon untuk pinjam pakai tidak sama dengan luas hutan dalam IUP/PKP2B pada priode tertentu, dan bahkan adanya perubahan status hukum

Terkait dengan hal tersebut Rencana Kerja (Renja) Kecamatan Bagor ini menyajikan dasar pengukuran kinerja kegiatan dan Pengukuran Kinerja Sasaran dari hasil apa yang

Periode kompetisi gulma E.crus-galli nyata menurunkan jumlah anakan, jumlah daun, indeks luas daun, bobot kering akar dan tajuk, anakan produktif, biji isi, produksi gabah

KCKT merupakan metode yang tidak dekstruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif serta memiliki kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi

Sahid Group juga berencana untuk berekspansi lebih lanjut ke dalam segmen hotel bujet hingga mencapai 10.000 kamar pada tahun 2017, naik dari 350 kamar yang saat

1.1.2 Memilih tipe dan macam- macam perkakas bertenaga, alat- alat potong dan alat-alat bantu yang diperlukan sesuai dengan spesifikasi dan karakteristik pekerjaan pemasangan dan

H0 :Ekstrak daun sirih (Piper betle Linn) tidak mampu menurunkan jumlah neutrofil darah pada mencit yang diinfeksi

Jadi kesimpulan dari langkah-langkah kolaborasi model pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick adalah di awali dengan Sintaks model pembelajaran Think Pair