• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah menjelaskan tentang tanggug jawab politik dan administrative pemerintah pusat, propinsi, dan daerah dan undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan dasar hukum tentang desentralisasi fisksal, menjelaskan pembagian baru mengenai sumber pemasukan dan transfer antar pemerintah.

Dalam rangka pelaksanaan otonomi tersebut tidak dapat dipungkiri dalam menjalankan otonomi sepenuhnya didalam implementasinya diperlukan dana yang memadai. Sumber pendapatan dana tersebut dapat diperoleh dari sektor barang dan jasa berupa pajak,retribusi dan lain sebagainyaSebagai daerah otonom, daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan lain-lain pendapatan

(2)

daerah yang sah yang menjadi sumber APBD melalui Dinas-dinas terkait yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban.

 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan juga Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang pada intinya menitikberatkan pada upaya untuk menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam proses assessment kebutuhan dan perumusan rencana dasar pembangunan di mana hasilnya kemudian menjadi skala prioritas dalam penyusunan rancangan anggaran kas serta selanjutnya dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan pembangunan serta pengawasannya. Dalam proses penyusunan anggaran kas sesuai dengan berlakunya otonomi daerah, maka masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-SKPD) dan selanjutnya menyusun rancangan DPA-SKPD yang disusun dengan menggunakan pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), dimana anggaran dapat dilihat berdasarkan dari prestasi kerja yang akan dicapai oleh pemerintah daerah (output). Anggaran berbasis kinerja harus betul-betul memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta hubungan antara besarnya anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan oleh pemerintah daerah.

 

(3)

  Untuk menunjang hal tersebut dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah sangat memerlukan perencanaan jangka panjang hingga jangka pendek yang substansinya saling berkaitan terutama dalam hal penyerapan anggaran.

Dalam perjalanan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang merupakan suatu strategi yang memiliki tujuan untuk merespons tuntutan masyarakat terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, distribution of income dan kemandirian sistem manajemen di daerah, banyak ditemui berbagai hambatan, permasalahan dan kendala yang mengharuskan adanya suatu penyempurnaan dalam pengaturan otonomi daerah tersebut.

Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan serangkaian reformasi di sektor publik, salah satunya adalah reformasi manajemen publik (public management reform) yang berorientasi pada kinerja. Lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sejalan dengan reformasi manajemen publik yang menimbulkan beberapa konsekuensi diantaranya adalah perubahan pendekatan dalam penganggaran dari penganggarantradisional (traditional budget) menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance budget).

Pergeseran komposisi belanja dan penyerapan anggaran tersebut merupakan perimbangan dan penyesuaian upaya secara logis yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kesejahteraan publik. Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal. Semakin tinggi tingkat income diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada

(4)

gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan APBD (Mardiasmo, 2002).

Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja langsung dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja langsung ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif (Saragih,2003).

Permasalahan penyerapan anggaran tidak sesuai target tersebut terjadi di Pemerintah Kota Bandung, khususnya dibeberapa SKPD yang ada di Pemerintah Kota Bandung. Mencermati tentang penyerapan anggaran, paling tidak ada dua macam sudut pandang. Sudut pandang yang pertama yaitu membandingkan anggaran dengan realisasi. Sudut pandang yang kedua yaitu proposionalitas persentase penyerapan anggaran. Dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran bukan target alokasi anggaran. Performance Based Budget lebih menitikberatkan pada kinerja ketimbang penyerapan anggaran. Untuk mengukur kinerja suatu kegiatan yang dilihat output dan outcome, variabel dominan pendorong utama laju pertumbuhan ekonomi. Semakin awal pelaksananaan kegiatan maka manfaat serta stimulusnya juga semakin besar.

Kegagalan pencapaian penyerapan anggaran memang berakibat hilangnya manfaat belanja, karena dana yang dialokasikan tidak dimanfaatkan, yang artinya terjadi iddle money apabila pengalokasian anggaran efisien, maka keterbatasan

(5)

sumber dana yang dimiliki pemerintah dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan strategis. Ketika penyerapan anggaran gagal memenuhi target berarti tidak inefisiensi dan inefektifitas pengalokasian anggaran. Jika ingin proposional dalam menilai penyerapan anggaran yang telah disusun di awal, apakah telah sesuai dengan target atau tidak. Dan perlu diperhatikan juga ukuran kinerja dan capaian output serta outcome.

Rendahnya penyerapan anggaran di sebagian SKPD/Unit Kerja di Pemerintah Kota Bandung dapat dijadikan salah satu tolak ukur dalam menilai kinerja suatu SKPD/Unit Kerja. Penyerapan anggaran yang rendah menunjukkan adanya permasalahan yang serius di kalangan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, yang selalu terulang setiap tahun. Ada hal yang menarik untuk dikritisi pada persoalan kesulitan penyerapan anggaran yang belum memiliki solusi yang tepat untuk mengatasinya. Ada beberapa penyebab mendasar rendahnya penyerapan anggaran diantaranya : proses persiapan pelaksanaan anggaran yang tidak matang, penyusunan rencana penyerapan anggaran yang kurang akurat, dan proses lelang yang terlambat. Aneh persoalan itu selalu teulang sepertinya tidak ada upaya untuk mengatasinya sebagai faktor penghambat tersebut.

Penyebab rendahnya serapan anggaran pada Pemerintah Kota Bandung menurut hasil evaluasi Sub Bagian Administrasi Pengendalian Program Bagian Pembangunan dan SDA dapat terjadi pada saat tidak tepat waktu penetapan APBD, terjadinya pergeseran anggaran, belum adanya Petunjuk Operasional Kegiatan (POK), belum adanya SOP penyusunan rencana penyerapan

(6)

anggaran, pemblokiran username password, proses pencairan dana, maupun pada saat pelaksanaan kegiatan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang kemudian hasilnya akan dituangkan dalam bentuk laporan tugas akhir yang berjudul :

” PENGARUH PENYERAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TERHADAP KINERJA PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka identifikasi masalahnya adalah : Bagaimanakah Pengaruh Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap Kinerja Pembangunan Kota Bandung selama lima tahun terakhir (2009 – 2013 ) berdasarkan indikator analisis rasio kemandirian, efektifitas dan efisiensi, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Mengumpulkan data dan informasi, serta mengetahui dan menganalisis bagaimana perkembangan penyerapan anggaran pendapatan dan belanja daerah memberikan

(7)

kontribusi terhadap kinerja pembangunan Kota Bandung lima tahun terakhir (2009 – 2013 ) berdasarkan indikator rasio keuangan pada APBD.

1.3.2 Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui Pengaruh Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap Kinerja Pembangunan Kota Bandung selama lima tahun terakhir (2009 – 2013 ) berdasarkan indikator rasio keuangan pada APBD.

1.4 Kegunaan penelitian

Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi penulis

Sebagai pembelajaran awal dalam melakukan suatu penelitian juga menambah pengetahuan tentang adanya pengaruh pendapatan asli daerah terhadap penyelenggaraan pembangunan daerah di Kota Bandung

b. Bagi pemerintah

1. Sebagai bahan masukan dan gambaran bagi pemerintah daerah di dalam membuat kebijakan serta menentukan arah dan strategi didalam perbaikan Laporan Realisasi Anggaran pemerintahan daerah dimasa yang akan datang.

(8)

2. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal pengembangan atas peningkatan dalam hal membangun daerahnya dari hasil kekayaan pendanaan dari hasil kekayaan daerah kota bandung itu sendiri.

Sehingga hal itu dapat meningkatkan rencana-rencana dalam kinerja pembangunan daerah di Kota Bandung.

1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.5.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode penelitian deskriftif analisis. Pengertian metode deskriptif menurut (Nazir : 2011) adalah sebagai berikut :

“ Metode deskriptif adalah suatu metode dalam menelitistatus kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa di masa sekarang”.

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan dengan fenomena yang tengah diselidiki.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas :

1. Penelitian Lapangan (Field Researh)

(9)

Yaitu pengumpulan secara langsung dengan mengadakan penelitian terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data primer, dengan melakukan :

a. Observasi, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati langsung keadaan perusahaan yang menjadi objek penelitian.

b. Wawancara, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara kemungkinan langsung dengan pihak-pihk yang berhubungan objek penelitian dengan mengajuan pertanyaa-pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu mengenai masalah-masalah yang akan diteliti.

2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh landasan teori guna mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian, data ini diperoleh dari buku-buku serta referensi lainnya.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

(10)

Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Bagian Pembangunan &

Sumber Daya Manusia jalan Wastukencana No 2. Adapun waktu penelitian dimulai Bulan November 2014.

 

Referensi

Dokumen terkait

Although the religion of the Thatcherite enterprise culture has received relatively little attention from entrepreneurship research, it is suggested in this paper that metaphysics

[r]

First, the unitarist conceptualisation of the notion of an ethnic enclave obscures the harshly competitive environment that small ethnic minority firms like those in the

[r]

[r]

   otesis  

T he aim of this module is to develop financial skills that create an understanding of finance from the strategic perspective of the business and develop the performance measure

[r]