KABUPATEN LABUHANBATU UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
SUNITA AGUSTINI 171201048
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh:
SUNITA AGUSTINI 171201048
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sunita Agustini NIM : 171201048
Judul Skripsi : Identifikasi Potensi Bencana Banjir Pasca Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumberdaya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulis ilmiah.
Medan, Agustus 2021
Sunita Agustini 171201048
ABSTRACT
SUNITA AGUSTINI. Identification Of Potential Flood Disaster after Forest and Land Fires in Kabupaten Labuhanbatu Utara North Sumatera Province.
Supervised By ACHMAD SIDDIK THOHA.
Forest functions in addition to being a source of timber and non-timber that is to be a regulator of water management, flood prevention, and prevent erosion. One of the factors of disruption of the functioning of the forest caused by land and forest fires that have an impact of increased disaster risk. The purpose of this study is to determine the distribution of the level of vulnerability to flooding and analyze the relationship between hot spots of forest and land fires with the level of vulnerability of flood in Kabupaten Labuhanbatu Utara. The determination of the level areas vulnerable to flooding using the modeling of spatial method of scoring with six variables: land cover, land slope, land form, soil texture, the buffer of the river, precipitation is. To determine the changes in the vulnerability of flood-free period to use map land cover periods of the year 2000, 2009, 2019. The determination of the relationship between the level of vulnerability to floods and forest fires and land obtained from the analysis of spatial hot spots on every level of vulnerability. Most of the territory of North Labuhanbatu District is dominated by the area with the level of vulnerability is quite vulnerable in the year 2000, 2009 and 2019. There are three sub-district level category of vulnerability vulnerable and highly vulnerable, namely Kualuh Leidong, Kualuh Hulu, and Aek Kuo. There is a relationship between the level of vulnerability to floods and forest fires and land where the detected hot spots in the area, the level of vulnerability of the flood is quite vulnerable with the range of the number of hotspots in 1687 years 2001-2009 and 753 in the years 2010-2019.
Keywords: The level of vulnerability of flooding, forest fires, changes the closure of the land, the flood disaster
ABSTRAK
SUNITA AGUSTINI. Identifikasi Potensi Bencana Banjir Pasca Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi Sumatera Utara.
Dibimbing Oleh ACHMAD SIDDIK THOHA.
Fungsi hutan selain menjadi sumber hasil kayu dan non kayu yaitu menjadi pengatur tata air, pencegah banjir, dan mencegah erosi. Salah satu faktor terganggunya fungsi hutan diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan yang berdampak meningkat risiko bencana. Tujuan penelitian ini adalah menentukan sebaran tingkat kerentanan banjir dan menganalisis hubungan antara titik panas kebakaran hutan dan lahan dengan tingkat kerentanan banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Penentuan area tingkat rentan banjir menggunakan permodelan spasial dengan metode skoring dengan lima variabel yaitu penggunaan lahan, kemiringan lahan, jenis tanah, buffer sungai, curah hujan.
Untuk mengetahui perubahan kerentanan banjir antar periode digunakan peta penggunaan lahan periode tahun 2000, 2009, 2019. Penentuan hubungan antara tingkat kerentanan banjir dan kebakaran hutan dan lahan diperoleh dari analisis spasial titik panas pada tiap tingkat kerentanan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara didominasi oleh area dengan tingkat kerentanan cukup rentan pada tahun 2000, 2009 dan 2019. Terdapat tiga kecamatan yang memiliki tingkat kategori kerentanan rentan dan sangat rentan yaitu Kualuh Leidong, Kualuh Hulu, dan Aek Kuo. Terdapat hubungan antara tingkat kerentanan banjir dan kebakaran hutan dan lahan dimana terdeteksi titik panas pada area tingkat kerentanan banjir cukup rentan dengan kisaran jumlah hotspot 1687 di tahun 2001-2009 dan 753 di tahun 2010-2019.
Kata Kunci: Tingkat kerentanan banjir, kebakaran hutan, perubahan penggunaan lahan, bencana banjir
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sunita Agustini lahir di Pematang Siantar pada tanggal 02 Agustus 1999, merupakan anak dari Ibu Siti Murhaeni sebagai anak ke empat dari empat saudara.
Penulis pernah menempuh pendidikan pada tahun 2005 tingkat Sekolah Dasar di SD N.106151 Tandem Hilir I dan lulus pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP N.11 Binjai lulus pada tahun 2014, melanjutkan pendidikan ditahun 2014 tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA N.6 Binjai dan lulus pada tahun 2017, Penulis melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2017.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif diberbagai organisasi mahasiswa, penulis merupakan anggota organisasi rimbawan pecinta alam (RIMBAPALA) Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Pemerintahan Mahasiswa Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Jaringan Intelektual Mahasiswa Muslim Kehutanan Indonesia (JIMMKI). Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun dan Ekowisata Hutan Mangrove Kampong Nipah, Kecamatan Sei Nagalawan, Kabupaten Serdang Berdagai pada tahun 2019. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) pada tanggal 1-30 juli 2020. Selama proses perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada tahun 2020.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Identifikasi Potensi Bencana Banjir Pasca Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi Sumatera Utara”.
Penulis menyadari kelemahan dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga memperoleh bantuan dari berbagai pihak, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr.Achmad Siddik Thoha S.Hut., M.Si Selaku pembimbing saya yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
2. Ibuk Dr. Deni Elfiati, SP, MP, Bapak Dr. Bejo Slamet, S.Hut, M.Si dan Bapak Dr. Apri Heri Iswanto, S.Hut, M.Si Sebagai penguji sidang meja hijau dan telah memberikan masukan serta arahan kepada penulis.
3. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan USU.
4. Orangtua, Ibunda Siti Murhaeni yang memberikan dukungan moral, materil, motivasi serta doa selama penulis mengikuti pendidikan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini..
5. Dwi Lestari Nalaihulu S.Hut, Tika Yuana Sari S.Hut, Rahma Dewi Harahap S.Hut, Saudara Rimbapala Satya Lasmadi, dan Teman-teman seperjuangan di Fakultas Kehutanan USU yang sudah membantu dan memberikan dukungan selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis berharap atas saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Akhir kata penulis mengucap terimakasih.
Medan, Agustus 2021
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI. ... i
PERNYATAAN ORISIALITAS…. ... ii
ABSTRACT. ... iii
ABSTRAK.. ... iv
RIWAYAT HIDUP.. ... v
KATA PENGANTAR. ... vi
DAFTAR ISI. ... vii
DAFTAR TABEL.. ... viii
DAFTAR GAMBAR. ... ix
DAFTAR LAMPIRAN. ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan dan Lahan ... 3
Titik Panas (Hotspot) ... 4
Bencana Banjir ... 4
Hubungan Bencana Banjir dengan Kebakaran Hutan dan Lahan ... 5
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 7
Alat dan Bahan ... 7
Peta Labuhanbatu Utara ... 7
Prosedur Penelitian ... 7
Pengumpulan Data ... 8
Analisis Data ... 9
Analisis Daerah Kerentanan Banjir... 12
Analisis Hubungan Antara Kerentanan Banjir dan Kebakaran Hutan dan Lahan………. 12
HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan. ... 13
Kemiringan Lahan. ... 17
Jenis Tanah. ... 18
Buffer Sungai. ... 20
Curah Hujan. ... 21
Peta Rentan Banjir. ... 23
Peta Hubungan Kebakaran Hutan dengan Bencana Kerentanan Banjir. ... 29
Implementasi Penelitian dalam Mitigasi Bencana Banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara. ... 32 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan. ... 33
Saran... 33
DAFTAR PUSTAKA……….…….…..34
LAMPIRAN…………...……….…….…..38
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Pengkelasan Tebal Hujan. ... 9
2. Kelas Penggunaan Lahan. ... 10
3. Kelas Kemiringan Lereng. ... 10
4. Kelas Jenis Tanah…. ... 10
5. Kelas Buffer Sungai….. ... 11
6. Bobot Parameter Kerentanan Banjir. ... 11
7. Sebaran Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2000. ... 13
8.Sebaran Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2009. ... 14
9. Sebaran Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019. ... 16
10. Sebaran Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2000, 2009, dan 2019. ... 17
11. Sebaran Kemiringan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara ... 18
12. Sebaran Jenis Tanah di Kabupaten Labuhanbatu Utara . ... 19
13. Sebaran Buffer Sungai di Kabupaten Labuhanbatu Utara . ... 20
14. Sebaran Curah Hujan di Kabupaten Labuhanbatu Utara . ... 22
15. Sebaran Luas Tingkat Kerentanan Banjir Tahun 2000 . ... 23
16. Sebaran Luas Tingkat Kerentanan Banjir Tahun 2009 . ... 24
17. Sebaran Luas Tingkat Kerentanan Banjir Tahun 2019 . ... 25
18. Sebaran Luas Tingkat Kerentanan Banjir Tahun 2000, 2009, dan 2019 . ... 27
19. Nama Desa Kerentanan Banjir Tahun 2000, 2009, dan 2019 . ... 28
20. Sebaran Tingkat Kerentanan Banjir Dengan Titik Panas Tahun 2001-2009 . ... 29
21. Sebaran Tingkat Kerentanan Banjir Dengan Titik Panas Tahun 2010-2019 . ... 30
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian. ... 7
2. Bagan Tahapan Penelitian. ... 8
3. Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2000. ... 14
4. Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2009. ... 15
5. Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019. ... 16
6. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019. ... 18
7. Peta Jenis Tanah Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019. ... 19
8. Peta Buffer Sungai Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019. ... 21
9. Peta Curah Hujan Tahun 2019 Kabupaten Labuhanbatu Utara. ... 22
10. Peta Kerentanan Banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara 2000. ... 24
11. Peta Kerentanan Banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2009. ... 25
12. Peta Kerentanan Banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019. ... 26
13. Peta Hubungan Kebakaran Hutan dengan Kerentanan Banjir Tahun 2009. .. 30
14. Peta Hubungan Kebakaran Hutan dengan Kerentanan Banjir Tahun 2019. .. 31
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Dokumentasi. ... 37 2. Tabel Desa Kerentanan Banjir. ... 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fungsi hutan adalah sebagai sumber hasil hutan kayu dan non kayu serta jasa limgkungan. Dari sisi jasa lingkungan, hutan memiliki peran sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, parawisata dan sebagainya.
Hilangnya fungsi hutan salah satunya disebabkan oleh kebakaran hutan yang berlanjut pada perubahan penggunaan lahan. Kebakaran menimbulkan kerugian ekonomi, ekologi dan memicu adanya potensi bencana lanjutan.
Kerugian yang ditimbulkan akibat hilangnya fungsi hutan juga berdampak pada keadaan ekonomi dan tempat tinggal. Menurut (Rasyid, 2014). Kerugian lainnya meliputi kerugian ekologis berkurangnya wilayah hutan dan ketersediaan udara bersih yang menipis serta hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan pencegahan terjadinya erosi.
Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan wilayah yang kondisi hidrologinya memiliki potensi banjir. Daerah di Kabupaten Labuhanbatu Utara ini mempunyai dua sungai besar yaitu Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah dan Kualuh, dimana aliran sungai tersebut merupakan sumber penyebab terjadinya bencana banjir diwilayah ini. Banyaknya perubahan pada penggunaan lahan yang terjadi diwilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara yang diakibatkan oleh Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) menyebabkan perubahan struktur tanah.
Menurut Yulaelawati (2008), bencana yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan diantaranya adalah banjir, longsor, kekeringan dan pencemaran udara. Faktor yang mempengaruhi salah satunya aktivitas manusia seperti pemanfaatan dataran banjir yang digunakan untuk permukiman dan industri, terjadinya penggundulan hutan yang mengurangi resapan pada tanah dan meningkatkan aliran tanah permukaan.
Musim kemarau dan hujan dapat ditandai dengan sedikit banyaknya hari hujan dan volume curah hujan yang terjadi pada bulan musimnya. Labuhanbatu Utara terletak di zona iklim Indo-Australia yang bercirikan suhu, dan kelembapan
serta curah hujan yang tinggi di sepanjang tahun. Pada daerah Kualuh Leidong desa Air Hitam, Sukarame dan desa Kuala Beringin memiliki dataran dengan kemiringan lereng 0-2% dan ketinggian rata-rata berkisar 1-5 m diatas permukaan laut. Untuk wilayah Na IX-X desa Pematang, desa Hatapang, dan desa Poldung memiliki kemiringan lereng bervariasi berkisar 10-16% ketinggian antara 90-370 m diatas permukaan laut Menurut (BNPB) banjir dapat menimbulkan kerugian besar yang dapat mengancam materil dan inmateril.
Menurut penelitian-penelitian sebelumnya di Kabupaten Labuhanbatu Utara, penelitian Bapak Dr.Achmad Siddik Thoha S.Hut., M.Si dan abangda Sofyan S.Hut membahas tentang kebakaran hutan dan lahan pada penelitian tersebut memiliki sebaran titik panas yang tinggi. Oleh sebab itu diperlukan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kebakaran hutan dan lahan dengan potensi bencana banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan sebaran tingkat kerentanan banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara.
2. Menganalisis hubungan antara titik panas kebakaran hutan dan lahan dan tingkat kerentanan banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi mengenai sebaran titik panas dan mengetahui dampak bencana (Banjir) setelah kebakaran hutan di Labuhanbatu Utara.
TINJAUAN PUSTAKA
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan didefinisikan sebagai suatu kejadian dimana api melahap bahan bakar bervegetasi, penjalaran api terjadi secara bebas didalam kawasan dan tidak terkendali dikawasan non hutan. Kebakaran yang terjadi di Indonesia sering terjadi diareal hutan maupun non hutan dalam waktu bersamaan akibat penjalaran api. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia mempengaruhi kegiatan manusia dan lingkungan. Kebakaran hutan secara umum dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan iklim (Thoha, 2014).
Kebakaran hutan dan lahan dapat menimbulkan bencana dan kerusakan pada lingkungan. Menurut Hutasoit (2018) penyebab kebakaran hutan adalah kegiatan manusia, seperti pembukaan lahan, perladangan berpindah, praktik pertanian, tebang bakar, dan logging. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu kebijakan harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan harus untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah.
Menurut Thoha et al, (2020) bahwa faktor tindakan manusia disekitar hutan secara signifikan berpengaruh pada frekuensi kebakaran hutan dan lahan dengan jalinan positif. Kemudian, jika intesitas hujan lebih baik dari rata-rata atau kekhasan positif, jumlah bidang minat akan berkurang. Dalam bulan-bulan yang tidak biasa dibawah normal atau negatif, jumlah bidang minat akan meningkat.
Titik panas merupakan penanda peristiwa lahan disuatu area terbakar yang menyimpan suhu cukup tinggi temperatur disekitarnya. Api tanah tersebut dapat dikenali menggunakan inovasi pengindraan jarak jauh.
Upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan agar dapat mengurangi terjadinya kebakaran yang mempengaruhi kehidupat dan ekonomi masyarakat disekitar hutan. cuaca dan frekuensi kejadian kebakaran serta aktivitas manusia memerlukan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Karakteristik serta penyebab kebakaran hutan yang terjadi perlu strategi pengelolaan yang tepat dan efektif disetiap wilayah. Data curah hujan dan titik panas (hotspot) dibutuhkan untuk mempersentasekan aktivitas kebakaran di lapangan (Thoha et al. 2019).
Titik Panas (Hotspot)
Persebaran titik panas (hotspot) sebagai solusi agar memudahkan dalam mengetahui wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi terjadinya kebakaran hutan/lahan sehingga dapat dilakukan penanggulangan secara dini, titik panas merupakan permukaan bumi yang memiliki suhu yang relatif lebih tinggi dari permukaan yang lainnya (Pramesti et al. 2017).
Penyebab terjadinya titik panas (hotspot) diakibatkan oleh api liar dari semak belukar atau lahan terlantar dan pembukaan lahan, penyebab lainnya adalah pembukaan lahan yang akan dialih fungsikan menjadi lahan pertanian, untuk pembersihan sekitar tambang emas, api liar dari kegiatan berburu, api liar dari kegiatan memancing ataupun puntung rokok, dan konversi dari hutan sekunder ke perkebunan (Thoha, 2018).
Syaufina et al. (2014) mengatakan saat ini informasi dalam penanggulangan kebakaran melalui deteksi dini sudah mulai banyak disosialisasikan secara transparan kepada masyarakat. Salah satunya informasititik panas (hotspot) yang didapatkan dari jarak penginderaan jauh melalui satelit.
Informasi jumlah deteksi titik panas (hotspot) dapat memberikan informasi mengenai indikasi jumlah dan luasan areal yang terbakar. Data hotspot dapat memberikan informasi sebagai deteksi dini terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Menurut LAPAN (2016) jumlah titik panas bukanlah parameter kejadian kebakaran yang terjadi pada lahan serta hutan, melainkan sebagai indikator adanya kebakaran hutan atau lahan. Jumlah titik panas tersebut bukan merupakan banyaknya insiden kebakaran hutan atau lahan yang terjadi hanya mengidentifikasi kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Bencana Banjir
Fungsi hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai, manfaat hutan juga sebagai sumber hasil hutan dan hasil hutan bukan kayu, pengelolaan tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, budaya, rekreasi, parawisata. Menurut (Rasyid, 2014) Kebakaran hutan adalah salah satu bentuk kerusakan hutan yang sering terjadi. Dampak yang terjadi meliputi kerusakan ekologis, perubahan iklim,
rusaknya ekosistem hutan, dan dampak bencana yang ditimbulkan seperti banjir, longsor, kekeringan, polusi udara.
Banjir adalah luapan aliran air sungai yang diakibatkan oleh air melebihi kapasitas tampungan sungai sehingga berakibat meluap dan menggenangi dataran atau area disekitarnya yang lebih rendah. Bantaran sungai berada di kedua sisi sepanjang sungai mulai dari tepi sampai dengan kaki tanggul dalam sungai.
Menurut (Jati, 2019) Fungsi bantaran sungai sebagai tempat aliran air sungai disaat banjir. Faktor- faktor terjadi banjir diantaranya oleh aktivitas manusia seperti sarana prasarana yang dibangun tidak tepat, penggundulan hutan secara logging ataupun kebakaran hutan dan lahan.
Mitigasi merupakan suatu upaya untuk mengurangi risiko terjadinya bencana yang melalui pembangunan fisik ataupun penyadaran dan peningkatan pengetahuan dalam menghadapi ancaman bencana. Fenomena alam tidak bisa terelakkan maka dengan adanya upaya mitigasi dapat mengurasi risiko bencana.
Menurut (Aryadi, 2013) Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan cara alami dan cara yang modern, dampak terbesar dari adanya gangguan siklus pada hidrometeorologi adalah bencana banjir.
Hubungan antara Bencana Banjir dan Kebakaran Hutan dan Lahan
Fungsi hutan selain menjadi paru-paru dunia adalah mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, serta memelihara kesuburan tanah. Jika hutan di suatu daerah mengalami penurunan yang sangat drastis otomatis akan terjadi kekeringan di musim kemarau dan terjadi banjir jika dimusim penghujan. Menurut (Mulyadi, 2016) Banjir bandang terjadi saat struktur tanah menjadi rusak akibat kerusakan hutan yang terjadi dan tidak ada tanaman yang akan memperlambat laju air yang mengalir sehingga bencana dapat terjadi seperti banjir besar, ini dikarenakan hutan yang rusak akibat kebakaran atau pembuka lahan dibagian hulu sehingga ketika curah hujan cukup tinggi dihulu tidak dapat menampung lagi dan terjadilah banjir bandang.
Sampai saat ini bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara belum teratasi dengan baik. Jumlah kerugian akibat bencana banjir terus mengalami peningkatan. Bencana banjir menjadi salah satu masalah yang besar dikarenakan
dampak dari banjir adalah korban jiwa serta kerugian harta benda dan rusaknya sarana prasarana, hancurnya lahan pertanian, terganggunya ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Menurut (Damanik et al. 2012) tinggimya kerugian yang dialami masyarakat akibat bencana banjir disebabkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.
Bencana alam terjadi dimana-mana seperti banjir, longsor yang diakibatkan oleh kebakaran hutan. Kerusakan hutan di Indonesia mengalami peningkatan akibat banyak perusahaan kayu yang membuat hutan secara besar- besaran, ilegal logging, dan kebakaran hutan tanpa kendali. Banjir dimana-mana terjadi dimusim penghujan akibat luapan aliran air sungai, karena dibagian hulu tidak ada penahan resapan air hujan. Pentingnya hutan dalam pengelolaan tata air, pencegah banjir, longsor, kekeringan harus ditimbulkan kesadaran masyarakat.
Menurut (Pasya, 2007) menyatakan pembakaran hutan yang terjadi dilakukan oleh pengusaha kayu atau perkebunan yang sangat luas di Pulau Sumatera, dan pulau lainnya. Penyebabkan terjadinya bencana banjir, longsor, kekeringan dan kerugian secara kesehatan, serta kerugian ekonomi, ekologis. Bencana banjir dan longsor mulai sekarang perlu ditangani oleh berbagai pihak dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hutan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020 sampai dengan Juli 2021.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa GPS Garmin 64s, Open Kamera, Avenza Maps, ArGIS 10.8, Microsoft Office Word 2010, Microsoft Office Excel 2010, Printer, Laptop dan Alat Tulis. Bahan yang digunakan Peta Administrasi Labuhanbatu Utara, Peta Kemiringan Lahan, Peta Jenis Tanah, Peta Buffer Sungai, Peta Curah Hujan, Peta Titik Panas, dan Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000, 2009, 2019.
Gambar 1. Peta Kabupaten Labuhanbatu Utara Prosedur Penelitian
Prosedur Penelitian yang berjudul “Identifikasi Potensi Bencana Banjir Pasca Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi
Sumatera Utara” ini dapat dilihat pada gambar 2. Bagan Tahapan Penelitian disajikan pada gambar.2
Gambar 2. Bagan Tahapan Penelitian
Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder berupa data BPBD Labuhanbatu Utara, peta parameter banjir seperti peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, peta buffer sungai peta curah hujan, dan peta administrasi Kabupaten Labuhanbatu Utara. Data Primer dihasilkan dari lapangan berupa lokasi tingkat kerentanan banjir di Labuhanbatu Utara, peta dan titik panas (hotspot) yang diperoleh dari sumber yang mendukung penelitian ini. Metode pengelolaan data adalah informasi yang dibutuhkan untuk diolah pada tahap selanjutnya.
Analisis Data
Pada penelitian ini dilakukan analisis dengan menggunakan aplikasi SIG untuk mendapatkan daerah yang memiliki kerentanan banjir. Metode yang digunakan dalam menganalisis daerah kerentanan banjir pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis tumpang susun (Overlay). Dimana, setelah semua data spasial diinput kedalam komputer dalam bentuk peta digital, maka dilakukan penginputan data atribut dan pembobotan pada parameter. Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan banjir adalah curah hujan, penggunaan lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, dan jarak buffer sungai. Skor dan pembobotan masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 1 s/d Tabel 6.
Menurut Mala et al., (2017) curah hujan akan meningkatkan laju infiltrasi dan saturasi tanah dan menaikkan muka air tanah. Air hujan dapat menyebabkan limpasan permukaan, sehingga menyebabkan terjadinya erosi di kaki lereng.
Adapun pengklasifikasian untuk kelas tebal hujan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengkelasan Tebal Hujan
No Curah Hujan Tahunan Skor
1 > 2500 mm 9
2 2001-2500 mm 7
3 1501-2000 mm 5
4 1000-1500 mm 3
5 <1000 mm 1
Sumber : Probo (2016)
Penggunaan lahan sangat menentukan penyebab terjadinya banjir dan lingkungan yang diakibatkan karena perubahan-perubahan yang dilakukan oleh manusia. Menurut Suyono (2007) perubahan penggunaan lahan menyebabkan adanya perubahan kondisi debit banjir. Akibat adanya alih fungsi lahan, air hujan yang jatuh lebih berpotensi menjadi aliran permukaan daripada terserap oleh permukaan tanah.
Pada musim penghujan air akan lebih mudah masuk kedalam lapisan tanah yang memiliki lahan terbuka sehingga menyebabkan lapisan tanah menjadi jenuh air. Hal ini akan semakin cepat atau lambat akan menyebabkan terjadinya luapan air atau genangan air. Penggunaan lahan dibagi kedalam 5 kelas yang disajikan pada Tabel 2.
Adapun klasifikasi untuk kelas penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelas penggunaan lahan
No Kelas Penggunaan Lahan Skor 1 Lahan Terbuka, Badan
Air, Tambak
9
2 Pemukiman, Sawah 7
3 Perkebunan 5
4 Pertanian, Pertanian Campur Semak, Belukar
3
5 Hutan 1
Sumber : Probo (2016)
Kemiringan lereng memiliki pengaruh penting terhadap terjadinya banjir . semakin landai dan datar suatu daerah, semakin besar pula kemungkinan terjadinya banjir didaerah tersebut. Pengklasifikasian kelas untuk kemiringan lereng dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3. Kelas kemiringan lereng
No Kelas Kemiringan Lereng Skor
1 Datar (0 - 8%) 9
2 Landai (8 - 15%) 7
3 Agak Curam (15 - 25%) 5
4 Curam (25 - 40%) 3
6 Sangat Curam (> 40%) 1 Sumber : Probo (2016)
Menurut pernyataan Kurnia et al., (2017), mengatakan jenis tanah pada suatu wilayah mempengaruhi proses penyerapan air (infiltrasi) yang berpotensi mengalami kerentanan banjir. Untuk penentuan nilai skor pada pengkelasan jenis tanah dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kelas jenis tanah
No Kelas Jenis Tanah Skor
1 Vertisol, Oxisol 9
2 Alfisol, Ultisol, Molisol 7
3 Inceptisol 5
4 Entisol, Histosol 3
5 Spodosol, Andisol 1
Sumber : Probo (2016)
Adapun klasifikasi kelas buffer sungai dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5. Skor buffer sungai
No Jarak Buffer Skor
1 0-25 m 9
2 25-50 m 7
3 50-75 m 5
4 75-100 m 3
5 >100 m 1
Sumber : Probo (2016)
Bobot Masing-Masing Variabel/Parameter Peta Kerentanan Banjir Terdapat Pada Tabel 6.
Tabel 6. Parameter Peta Kerentanan Banjir
No Parameter Bobot
1 Kemiringan Lereng (KL) 5
2 Curah Hujan (CH) 2
3 Jenis Tanah (JT) 3
4 Penggunaan Lahan (PL) 2
5 Buffer Sungai (BS) 3
Sumber : Wicke (2015)
Pada penelitian ini dilakukan menggunakan aplikasi SIG untuk mendapatkan daerah yang rentan banjir atau sering terjadi banjir pada Kabupaten Labuhanbatu Utara. Metode yang dilakukan pada penelitian ini dengan analisis tumpang susun (Overlay) peta-peta yang merupakan parameter banjir . Parameter yang dibutuhkan untuk menentukan daerah rentan banjir di kabupaten Labuhanbatu Utara adalah penggunaan lahan, kemiringan lahan, buffer sungai, curah hujan, dan jenis tanah. Penentuan tingkat daerah kerentanan banjir diperoleh dari pengolahan dan penjumlahan bobot nilai baru yang merupakan nilai potensi kerentanan banjir setelah parameter tersebut ditumpang susunkan (overlay).
Model pendugaan yang digunakan adalah model pendugaan menurut wicke (2015), dapat dilihat sebagai Berikut:
Kerentanan Banjir = (5 x Kemiringan Lereng) + (3 x Jenis Tanah) + (3 x Buffer Sungai) + (2 x Curah Hujan) + (2 x Penggunaan Lahan).
Berdasarkan hasil skor kumulatif maka daerah kerentanan banjir dikelompokkan kedalam lima kelas, yaitu tidak rentan, agak rentan, cukup rentan, rentan, sangat rentan, dengan menggunakan pengkelasan equal interval dalam ArcGIS 10.8.
Analisis Daerah Rentan Banjir
Pada penelitian ini analisis daerah rentan banjir di Labuhanbatu Utara dilakukan dengan cara deskriptif yaitu menggunakan data daerah rentan banjir BPBD dan melakukan pengecekan kejadian banjir yang ada di Lapangan pada setiap tingkat kerentanan banjir. Ground check dilakukan secara langsung dan diambil titik kordinat banjir yang terjadi di Labuhanbatu Utara, Desa Pematang, Desa Hatapang, Desa Poldung, Desa Sukarame, Desa Kuala Beringin, dan Desa Air Hitam.
Analisis Hubungan antara kerentanan Banjir dan Kebakaran Hutan
Berdasarkan hubungan antara kerentanan banjir dan kebakaran hutan dapat diperoleh dengan dilakukan analisa dalam bentuk Spatial Join. Lokasi kebakaran hutan dan lahan dalam bentuk jumlah titik panas dianalisis berdasarkan masing- masing tingkat kerentanan banjir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Parameter Tingkat Kerentanan Banjir Sebaran Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan didapatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara. Penggunaan lahan yang digunakan adalah tahun 2000, 2009, 2019, perkebunan dan pertanian adalah yang paling dominan di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Penggunaan lahan yang didominasi oleh lahan-lahan terbuka berpotensi terjadi kerentanan banjir, lahan yang terbuka tidak adanya vegetasi yang dapat menyerap air hujan memiliki tingkat resapan yang sangat kecil dapat menimbulkan adanya genangan air.
Sebaran Penggunaan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2000 disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2000
Keterangan Luas (ha) Luas (%)
Hutan 61349,94 16,56
Lahan Terbuka, Badan Air dan Tambak 26341,69 7,11
Pemukiman dan Sawah 3884,72 1,05
Perkebunan 137498,89 37,11
Pertanian, Pertanian Campur Semak, Belukar 141419,56 38,17
Total 370494,787 100
Penggunaan lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2000 didominasi oleh perkebunan seluas 37,11% dan pertanian, pertanian campur semak, belukar seluas 38,17%, sedangakan luas penggunaan lahan yang paling kecil adalah penggunaan lahan lahan terbuka, badan air dan tambak dengan luas sebesar 7,11% dan Pemukiman dan Sawah seluas 1,05%.
Penggunaan lahan dapat mempengaruhi tingkat kerentanan banjir.
penggunaan lahan bervegetasi dapat bermanfaat untuk penyerapan pada air limpasan hasil dari hujan yang telah melebihi laju infiltrasi. Lahan yang memiliki vegetasi membuat aliran air terinfiltrasi yang tinggi untuk sampai ke sungai sehingga kerentanan banjir memiliki peluang lebih kecil daripada daerah yang memiliki kategori lahan terbuka.
Gambar 3. Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2000.
Pada tahun 2009 jenis penggunaan lahan di kabupaten Labuhanbatu Utara terdapat beberapa jenis diantaranya adalah lahan terbuka, badan air, tambak, pemukiman, sawah, pertanian, pertanian campur semak, belukar, perkebunan dan hutan. untuk jenis penggunaan lahan yang paling mendominasi adalah jenis penggunaan lahan Pertanian, Pertanian Campur Semak, Belukar dengan luas 41,64%
dan perkebunan seluas 39,05%, sedangakan luas penggunaan lahan yang paling kecil adalah pemukiman dan sawah dengan luas sebesar 1,05% dan lahan Terbuka, badan air dan tambak seluas 3,16%. Sebaran penggunaan lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2009 disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2009 Jenis Penggunaam Lahan Luas (ha) Luas (%)
Hutan 55948,69 15,10
Lahan Terbuka, Badan Air dan Tambak 11699,22 3,16
Pemukiman dan Sawah 3884,72 1,05
Perkebunan 144671,76 39,05
Pertanian, Pertanian Campur Semak, Belukar 154290,39 41,64
Total 370494,787 100
Menurut Dedi (2011) penggunaan lahan menjadi indikator penting dalam pengendalian DAS yang berfungsi resapan air berhubungan erat untuk kejadian
banjir. Sehingga daerah resapan air menjadi sangat berpengaruh terhadap kejadian banjir di sekitar kawasan Labuhanbatu Utara. Adapun peta penggunaan lahan pada tahun 2009 terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2009.
Jenis penggunaan lahan yang mengalami perubahan cukup besar di Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah perkebunan. Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan merupakan faktor kerentanan bencana banjir. Menurut Lubis (2013) salah satu faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan adalah kebutuhan manusia akan lahan untuk bertahan hidup.
Penggunaan lahan yang berubah sering diakibatkan oleh kejadian kebakaran hutan dan lahan. Perubahan penggunaan lahan sering didefinisikan sebagai suatu proses perubahan yang lama menuju perubahan penggunaan lahan baru yang bersifat permanen. Salah satu pemicu dari kebakaran hutan ialah musim kemarau yang cenderung kering dikarenakan faktor intensitas curah hujan dan ditambah dengan pengalihan fungsi lahan yang mengakibatkan kondisi hutan semakin tidak baik dan sangat mempengaruhi kelembapan hutan itu sendiri. Sebaran penggunaan lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2019 disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2019
Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Luas (%)
Hutan 44395,57 11,98
Lahan Terbuka, Badan Air, Tambak 8990,28 2,43
Pemukiman dan Sawah 6709,65 1,81
Perkebunan 219528,79 59,25
Pertanian, Pertanian Campur Semak, Belukar 90870,49 24,53
Total 370494,787 100
Sebaran penggunaan lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2019 (Tabel 9.) berupa lahan terbuka, badan air, tambak sebanyak 2,43%, pertanian, pertanian campur semak, belukar 24,53%, pemukiman, sawah 1,81%, perkebunan 59,25%, hutan 11.98%. Menurut Merry (2018) Perubahan alih fungsi lahan dapat berpotensi mengalami perubahan dalam lingkungan, seperti vegetasi, perubahan daya serap tanah terhadap air serta sedimentasi sungai memiliki peluang meningkatnya debit sungai yang dapat menyebabkan kerentanan banjir pada wilayah tersebut.
Gambar 5. Penggunaan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2019.
Sebaran penggunaan lahan di Labuhanbatu Utara pada tahun 2000, 2009, 2019 disajikan pada Tabel 10. Menurut Nandi (2018) penggunaan lahan yang
bersifat kedap akan air (impermeable) maka akan menyebabkan bertambahnya limpasan air hujan dan mengurangi jumlah air yang mengalami infiltrasi.
Tabel 10. Sebaran Penggunaan Lahan tahun 2000, 2009, 2019 di Kabupaten Labuhanbatu Utara
Jenis penggunaan lahan
Tahun
2000 2009 2019
Luas (ha) Luas
(%) Luas (ha) Luas
(%) Luas (ha) Luas (%)
Hutan 61349,94 16,56 55948,69 15,1 44395,57 11,98
Lahan Terbuka, Badan
Air dan Tambak 26341,69 7,11 11699,22 3,16 8990,28 2,43 Pemukiman dan Sawah 3884,72 1,05 3884,72 1,05 6709,65 1,81 Perkebunan 137498,89 37,11 144671,76 39,05 219528,79 59,25 Pertanian, Pertanian
Campur Semak, Belukar
141419,56 38,17 154290,39 41,64 90870,49 24,53 Total 370494,787 100 370494,787 100 370494,787 100
Berdasarkan Tabel 10 perbandingan penggunaan lahan pada Kabupaten Labuhanbatu Utara yang mengalami peningkatan dari tahun 2000, 2009, 2019 adalah jenis penggunaan lahan perkebunan pada tahun 2000 memiliki persentase 37,04% seluas 137612,9 ha, kemudian tahun 2009 meningkat menjadi 38,98%
seluas 144785,77 ha, dan tahun 2019 sangat meningkat menjadi 59,20% seluas 219584,86 ha.
Sebaran Kemiringan Lahan
Menurut Kurnia (2017) kemiringan lahan perbandingan antara jarak vertical dan horizontal, semakin landai kemiringan lerengnya maka semakin berpeluang terjadinya bencana banjir. Kemiringan lereng di Kabupaten Labuhanbatu Utara mempunyai kemiringan lereng yang mendominasi dengan kategori datar seluas 30,68% dan sangat curam 39,49% dimana kelerengan ini umumnya bervegetasi perkebunan serta pertanian Kabupaten Labuhanbatu Utara dulunya dipenuhi oleh sebaran hutan sekarang telah berubah menjadi lahan perkebunan.
Lahan dengan lereng yang yang landai berpotensi berpeluang terjadinya kerentanan banjir daripada lereng yang curam atau terjal. Hal ini diakibatkan oleh tekanan lereng yang besar pada kategori curam dan terjal namun kecil pada kategori landai dan dataran.
Sebaran kemiringan lahan di Labuhanbatu Utara disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran Kemiringan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Kategori Luas (ha) Luas (%)
Datar 113676,27 30,68
Landai 55616,78 15,01
Agak Curam 26512,30 7,16
Curam 28396,04 7,66
Sangat Curam 146293,40 39,49 Total 370494,787 100
Kondisi lereng di Kabupaten Labuhanbatu Utara bervariasi dari datar hingga sangat curam. Hasil analisis spasial kemiringan lahan bahwa wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara di dominasi oleh daerah landai dengan persentase 37,20%. Ini menunjukkan wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara cukup tinggi tingkat kerentanan banjirnya.
Gambar 6. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019
Sebaran Jenis Tanah
Jenis tanah pada Kabupaten Labuhanbatu Utara memiliki 4 kategori yang didominasi oleh entisol, histosol seluas 160368,66 ha (43,28%) dan inceptisol
dengan luas 89570,95 ha (24,18%). Sebaran jenis tanah di Kabupaten Labuhanbatu Utara disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Sebaran jenis tanah Di Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Jenis Tanah Luas (ha) Luas (%) Entisol, Histosol 160368,66 43,28 Inceptisol 89570,95 24,18
Oxisol 71258,07 19,23
Ultisol 49297,11 13,31
Total 370494,787 100
Jenis tanah yang mendominasi di Kabupaten Labuhanbatu Utara yaitu Entisol, histosol dan inceptisol. Karakteristik pada jenis tanah inceptisol memiliki solum tanah agak tebal yaitu 1-2 meter, warna hitam atau kelabu atau cokelat tua, tekstur pasir, debu, dan lempung, struktur tanah gembur, pH 5,0 sampai 7,0.
Tanah Entisol tanah yang masih sangat muda, Histosol atau tanah organosol atau tanah gambut yang terbentuk dari sisa-sisa jaringan tumbuhan dengan kurun waktu yang cukup lama, memiliki ketebalan 40 cm atau 60 cm tergantung dari berat jenis (Nuryani, 2003). Menurut Sari (2017) gambut yang rusak mempengaruhi fungsi hidrologis terhadap daya serapnya, ketika hujan datang dapat berpotensi kerentanan banjir pada area tersebut.
Gambar 7. Peta Jenis Tanah Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019
Jenis tanah merupakan salah satu faktor untuk menentukan tingkat kerentanan banjir. Tinggi atau rendahnya tingkat erosi dipengaruhi oleh adanya jenis tanah, tingkat erosi menjadi tinggi apabila jenis tanah tersebut memiliki kelerengan lereng yang besar. Begitu juga dengan vegetasi yang dapat menurunkan tingkat erosi yang mempengaruhi kerentanan banjir. Daerah dengan jenis tanah histosol sebagian besar berada pada kecamatan Kualuh Leidong.
Sebaran Jarak dari Sungai
Jarak dari sungai atau buffer sungai adalah daerah dalam lebar tertentu yang digambarkan disekitar sungai dengan jarak tertentu, buffer sungai berpengaruh terhadap kejadian bencana banjir. Berdasarkan data yang didapat pada peta buffer sungai banyaknya aliran sungai yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Utara dan memiliki skor 9, 7, 5, 3 dan 1. Menurut Probo (2016) buffer sungai memiliki skor 9 (0-25m), skor 7 (25-50 m), skor 5 (50-75 m), skor 3 (75-100) dan skor 1 (>100 m). Keberadaan sungai dapat mempengaruhi terjadinya bencana banjir, semakin dekat jarak sungai maka tingkat kerentanan banjir juga akan tinggi. Adapun sebaran buffer sungai Kabupaten Labuhanbatu Utara disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Buffer Sungai di Kabupaten Labuhanbatu Utara Jarak Buffer Luas (ha) Luas (%)
0-25 m 8831,33 2,38
25-50 m 1785,43 0,48
50-75 m 1743,75 0,47
75-100 m 1697,25 0,46
>100 m 356437,02 96,21 Total 370494,787 100
Jarak sungai dengan area terdekat sungai mempengaruhi kerentanan kejadian banjir dikarenakan hujan yang jatuh kepermukaan bumi yang mengalir kesungai. Banjir merupakan luapan aliran air sungai akibat tidak kemampuan bagian hulu menampung air. Daerah semakin dekat dengan sungai maka semakin tinggi terkena banjir. Menurut hapsari (2016) curah hujan tahunan rata-rata dianggap cukup tinggi pada daerah beriklim tropis, yang mengukur sebanyak 2000-3500 mm di dataran rendah tetapi hingga 6000 mm di daerah pegunungan.
Curah hujan rata-rata 2.700 mm menjadi aliran darat sebagai limpasan permukaan, sisanya sekitar 278 mm melewati infiltrasi.
Gambar 8. Peta Buffer Sungai Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019
Hujan yang jatuh kepermukaan bumi dan mengalir ke sungai ketika sungai tidak mampu menampung air lagi maka terjadi luapan dimana menyebabkan banjir. Tinggi kerentanan daerah terkena luapan air sungai apabila daerah tersebut dekat dengan sungai dan menyebabkan banjir.
Sebaran Curah Hujan
Peta curah hujan yang dibuat adalah peta curah hujan rata-rata tahunan, peta kelas curah hujan Kabupaten Labuhanbatu Utara didapatkan dari data portal https;//chrsdata.eng.uci.edu tahun 2019. Kabupaten Labuhanbatu Utara memiliki kelas curah hujan yang cukup tinggi. Menurut Proobo (2016) curah hujan tahunan memiliki klasifikasi dan skor yaitu >2500 mm memiliki skor 9, 2001-2500 mm memiliki skor 7, 1501-2000 mm memiliki skor 5, 1000-1500 mm memiliki skor 3 dan <1000 memiliki skor 1. Berdasarkan analisis pada tabel.14 Kabupaten Labuhanbatu Utara semua areanya memiliki skor 9 dimana intesitas curah hujan yang tinggi. Curah hujan memiliki pengaruh besar untuk terjadinya kerentanan bencana banjir yang ada.
Menurut Lili Somantri (2008) penyebab banjir dan lamanya genangan bukan hanya disebabkan oleh luapan air sungai, fluktuasi muka air laut ,daerah rawa, rawa belakang, dataran banjir, pertemuan sungai dengan dataran alluvial melainkan juga disebabkan oleh kelebihan curah hujan yang terjadi pada daerah atau wilayah tertentu. Secara umum bahaya banjir bukan hanya berkaitan dengan penggunaan lahan, tetapi juga melibatkan besarnya curah hujan, jenis tanah, kelerengan dan buffer sungai.
Curah hujan di Kabupaten Labuhanbatu Utara berkisar >2500 mm/tahun dengan luas 370494,787 ha. Data curah hujan yang digunakan dari satelit situs CHRS (chrsdata.eng.uci.edu/,2019) daerah Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan kisaran seperti pada Tabel 16 peta curah hujan diambil dari data satelit dikarenakan keterbatasan informasi data curah hujan. Adapun sebaran curah hujan di Kabupaten Labuhanbatu Utara disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran Curah Hujan di Kabupaten Labuhanbatu Utara Rentang CH Luas (ha) Luas (%)
>2500 370494,787 100
Gambar 9. Peta Curah hujan tahun 2019 Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Hujan dipengaruhi oleh iklim dan keadaan topografi, masing-masing daerah memiliki keadaan serta tingkat curah hujan yang berbeda. Curah hujan
yang tinggi sering menyebabkan air meluap dibeberapa sungai sehingga terjadinya bencana banjir. Curah hujan yang terjadi dapat dianalisis melalui data curah hujan yang ada atau terjadi dimasa lampau.
Sebaran Tingkat Kerentanan Banjir
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada peta rentan banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2000 area yang memiliki tingkat rentan banjir rentan- sangat rentan seluas 14,96 %. Hal ini berarti Kabupaten Labuhanbatu Utara sering terjadinya banjir terutama pada wilayah dataran dan landai. Banjir merupakan masalah untuk masyarakat diakibatkan timbulnya kerugian jiwa dan harta benda.
Kejadian banjir masih sulit diketahui kemunculannya dan sulit dihindari. Dengan hasil peta kerentanan banjir yang didapat ditahun 2000 maka masyarakat yang tinggal didekat aliran sungai memiliki potensi kerugian yang lebih tinggi jiwa atau harta serta tempat tinggal.
Adapun sebaran luas tingkat kerentanan banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2000 disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Sebaran Luas Tingkat Kerentanan Banjir Tahun 2000 Tingkat Kerentanan Luas (ha) Luas (%)
Tidak Rentan 117796,67 31,79
Agak Rentan 50858,56 13,73
Cukup Rentan 146421,23 39,52
Rentan 51121,89 13,80
Sangat Rentan 4296,44 1,16
Total 370494,787 100
Sebagian besar tingkat kerentanan banjir yang mendominasi di tahun 2000 adalah kategori tingkat cukup rentan dengan persentase 39,52%. Kerentanan banjir merupakan keadaan yang menggambarkan rentan daerah terkena banjir.
Pada tahun 2000 bencana banjir paling banyak terjadi di daerah Kualuh Leidong karena dekat dengan daerah muara sungai. Bencana banjir yang terjadi di Kualuh Leidong terdapat di daerah dengan kemiringan lahan dengan kategori landai sehingga daerah ini memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi.
Gambar 10. Peta Kerentanan Banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2000.
Banjir adalah salah satu bencana alam yang cukup merugikan bagi manusia. Banjir sering melanda wilayah pemukiman karena wilayah ini sering kali berada di didaerah yang landai dan datar. Kerentanan banjir merupakan keadaan yang menggambarkan rentan daerah terkena banjir. Adapun sebaran luas tingkat kerentanan banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2009 disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Sebaran Luas Tingkat Kerentanan Banjir Tahun 2009 Kerentanan Luas (ha) Luas (%)
Tidak Rentan 117260,36 31,65 Agak Rentan 50792,71 13,71 Cukup Rentan 160844,62 43,41
Rentan 37294,93 10,07
Sangat Rentan 4302,18 1,16 Total 370494,787 100
Terdapat perbedaan pada tahun 2009 dimana tingkat kerentanan banjir mengalami peningkatan dari tahun 2000 dengan kerentanan cukup rentan memiliki luas persentase 43,41% dan kerentanan banjir di tahun 2009 kategori yang rentan mengalami penurunan dengan luas 10,07%. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada tingkat rentan banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun
2009 tingkat rentan dan sangat rentan area yang rentan banjir didominasi oleh kemiringan landai dan jenis tanah yang gambut.
Gambar 11. Peta Kerentanan Banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2009
Berdasarkan tingkat kerentanan banjir di tahun 2019 mengalami penurunan dari tingkat kerentanan banjir yang ada di tahun sebelumnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh parameter banjir yang ada seperti penggunaan lahan, kemiringan lahan, jenis tanah, buffer sungai dan curah hujan yang ada pada Kabupaten Labuhanbatu Utara. Adapun sebaran luas tingkat kerentanan banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2019 disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Sebaran Luas Tingkat Kerentanan Banjir Tahun 2019 Kerentanan Luas (ha) Luas (%)
Tidak Rentan 125021,66 33,74 Agak Rentan 88197,72 23,81 Cukup Rentan 141730,84 38,25
Rentan 12311,64 3,32
Sangat Rentan 3232,93 0,87 Grand Total 370494,787 100
Kategori tingkat kerentanan banjir di tahun 2019 yang paling tinggi berada di tingkat kerentanan cukup rentan dengan persentase 38,25%. Penurunan yang terjadi dari tahun kerentanan sebelumnya ke tahun 2019 dipengaruhi oleh adanya
perubahan tutupan lahan didominasi oleh perkebunan, kemiringan lahan yang landai dan datar serta curah hujan.
Sebagian besar wilayah yang memiliki tingkat kerentanan banjir sangat rentan terjadi di daerah yang dekat dengan muara sungai dikarenakan jarak sungai, jenis tanah dan kemiringan lahan landai serta datar. Tingkat kerentanan banjir cukup rentan mendominasi pada daerah kemiringan lahan landai di Kecamatan Aek Kuo dengan penggunaan lahan perkebunan.
Tingkat kerentanan tidak rentan dan agak rentan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Utara umumnya terjadi di kemiringan lahan yang terjal. Kecamatan Na IX-X menjadi lokasi dengan tingkat kerentanan banjir yang jarang terkena dampaknya. Banjir yang terjadi di Labuhanbatu Utara khususnya banjir bandang di Kecamatan Na IX-X desa pematang diperkirakan akibat degradasi atau rusaknya penggunaan lahan menjadi perkebunan, dan penebangan hutan secara illegal. Semakin parahnya tingkat kerentanan banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara dipengaruhi dengan rusaknya ekosistem hutan beserta fungsinya sebagai pengatur tata air dan penahan erosi.
Gambar 12. Peta Rentan Banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2019
Kecamatan Kualuh Leidong merupakan wilayah yang berpotensi sangat rentan kerentanan banjir, wilayah ini dekat dengan aliran sungai yaitu daerah hilir
sungai leidong yang dekat dengan laut dengan kemiringan lahan datar dan jenis tanah didominasi oleh gambut, kecamatan Kualuh Leidong memiliki curah hujan yang tinggi. Menurut Darmawan (2017) kerentanan banjir adalah suatu keadaan yang menggambarkan mudah atau sulitnya suatu daerah terkena bencana banjir dengan faktor intensitas curah hujan , frekuensi dan lamanya hujan berlangsung serta karakteristik daerah aliran sungai, kemiringan lahan, ketinggian lahan, jenis tanah, dan penggunaan lahan.
Menurut Rosyidie (2013) banjir dapat merugikan harta benda serta nyawa seseorang. Banjir yang menerjang suatu kawasan dapat merusak dan menghanyutkan rumah sehingga menimbulkan korban luka-luka maupun meninggal dunia seperti yang terjadi di Pematang. Tingkat keparahan bencana banjir ditentukan bedasarkan dampak kerugiannya, biasanya meliputi korban jiwa, dan kerusakan ekonomi. Adapun kerentanan banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2000, 2009, 2019 disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Kerentanan Banjir Tingkat
Kerentanan
Tahun
2000 2009 2019
Luas (ha) Luas
(%) Luas (ha) Luas
(%) Luas (ha) Luas (%) Tidak Rentan 117796,67 31,79 117260,36 31,65 125021,66 33,74 Agak Rentan 50858,56 13,73 50792,71 13,71 88197,72 23,81 Cukup Rentan 146421,23 39,52 160844,62 43,41 141730,84 38,25 Rentan 51121,89 13,8 37294,93 10,07 12311,64 3,32 Sangat Rentan 4296,44 1,16 4302,18 1,16 3232,93 0,87 Total 370494,787 100 370494,787 100 370494,787 100
Kerentanan banjir di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2000, 2009, 2019 kategori rentan dan sangat rentan dapat dilihat pada tabel 18 perbandingan kerentanan banjir yang terkena rentan banjir. Berdasarkan tabel 18 data kerentanan cukup rentan desa tingkat rentan banjir yang paling tinggi terjadi di tahun 2009 hal tersebut dikarenakan daerah yang didominasi oleh dataran dan landai serta terletak dekat dengan aliran sungai. Sehingga sangat memungkinkan untuk terjadi bencana banjir saat musim penghujan datang.
Bencana banjir sebagian juga disebabkan oleh kejadian longsor didaerah hulu. Banjir ini sering disebut banjir bandang yang berdampak pada keselamatan
jiwa. Daerah yang rentan longsor disepanjang aliran sungai sangat berdampak pada kejadian banjir oleh terkikisnya tanah akan menambah sedimentasi berat tidak mampu menampung volume air ketika terjadi curah hujan yang tinggi.
kerusakan daerah aliran sungai akibat erosi dapat menimbulkan kerentanan banjir. Perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu faktor rusaknya aliran air pada sungai. Salah satu penyebab berubahnya penggunaan lahan dikarenakan kebutuhan lahan untuk menjadi sarana prasarana bagi kehidupan masyarakat.
Daerah Na IX—X dan Kualuh Leidong merupakan daerah yang sangat berpotensi banjir, daerah ini dekat dengan aliran sungai yaitu sungai pematang dan sungai leidong berdekatan dengan laut dengan curah hujan yang tinggi.
Adapun nama desa kerentanan banjir Kabupaten Labuhanbatu Utara disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Nama Desa Kerentanan Banjir Tingkat
Kerentanan Banjir
Desa Tahun 2000 Desa Tahun 2009 Desa Tahun 2019
Rentan ***Purworejo ***purworejo ***purworejo
Ledong Timur bandar selamat perkebunan padang halaban
Pangkalan terang bulan *kampung yaman
*Kuala Bangka kuala bangka sungai apung kuala beringin kuala beringin *teluk pulai luar
***sukarame baru ***sukarame baru ***sukarame baru
***air hitam ***air hitam ***air hitam
***tanjung leidong ***tanjung leidong ***tanjung leidong perkebunan damuli sialang taji tanjung pasir
aek hitetoras Belongkut *kampung pajak
Sangat Rentan
aek korsik aek korsik sukarame baru
perkebunan padang halaban
perkebunan padang
halaban tanjung mangedar
**kampung yaman **kampung yaman **kampung yaman
*kuala bangka kuala bangka tanjung leidong
**teluk pulai luar **teluk pulai luar **teluk pulai luar
**air hitam **air hitam **air hitam
tanjung leidong tanjung pasir tanjung pasir
sukarame baru bandar durian Belongkut
sialang taji tanjung mangedar *kampung pajak Belongkut sono martani pangkalan lunang Keterangan:*ada pada kategori rentan dan sangat rentan
**dikategori sangat rentan ***dikategori rentan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan bencana banjir, faktor iklim, faktor perubahan tutupan lahan, faktor daerah aliran sungai, faktor kesalahan perencanaan pembangunan aliran sungai, faktor pendangkalan sungai, dan faktor kesalahan pembangunan sarana prasarana. Pada Tabel 19 dapat dilihat desa-desa di Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan tingkat rentan banjir yang berbeda.
Berdasarkan tabel tersebut daerah rentan banjir tingkat rentan dan sangat rentan tersebar di beberapa desa.
Hubungan antara Kebakaran Hutan dan Tingkat Kerentanan Banjir
Berdasarkan Hasil yang didapat titik panas pada rentan tahun 2001-2009 memiliki 1687 titik, Menurut Djazim (2015) kebakaran hutan dan lahan dapat menimbulkan potensi bencana seperti kekeringan, banjir, dan longsor. Lahan yang sangat kering berpotensi untuk terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Adapun Sebaran tingkat kerentanan banjir dengan titik panas tahun 2001- 2009 di Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2009 disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Sebaran tingkat kerentanan banjir dengan titik panas tahun 2001-2009 Tingkat Kerentanan Banjir Jumlah Titik Panas Persentase
Tidak Rentan 364 21,58%
Agak Rentan 98 5,81%
Cukup Rentan 1169 69,29%
Rentan 53 3,14%
Sangat Rentan 3 0,18%
Total 1687 100%
Pada Tabel 20 kategori tingkat kerentanan banjir yang mendominasi memiliki tingkat cukup rentan dengan persentase 69,29%. Kebakaran hutan pada Kabupaten Labuhanbatu Utara dapat menimbulkan kerentanan bencana banjir dengan titik panas pada kategori tingkat kerentanan banjir tahun 2009 dan 2019.
Hasil pada peta 2009 dan 2019 didapatkan tingkat rentan banjir cukup rentan maka kebakaran hutan yang terjadi di Kabupaten Labuhanbatu Utara sangat berakibat untuk kerentanan banjir. Kebakaran hutan juga mempengaruhi penggunaan lahan lama yang berubah menjadi penggunaan lahan baru yang bersifat kedap air (impermeable) serta rusaknya lingkungan akibat konversi dapat meningkatkan kerentanan banjir yang sering terjadi.
Gambar 13. Peta Hubungan Kebakaran Hutan dengan Banjir tahun 2009
Titik panas (hotspot) merupakan daerah yang mempunyai suhu dipermukaan bumi relative lebih tinggi daripada daerah disekitarnya sesuai dengan batas ambang suhu tertentu yang dipantau oleh satelit penginderaan jarak jauh.Kebakaran hutan yang terjadi mengakibatkan perubahan pada penggunaan lahan yang meningkatkan pada kerentanan banjir. Dengan jumlah titik panas yang banyak dan berada didekat kerentanan cukup rentan memiliki pengaruh banjir.
Adapun sebaran tingkat banjir dengan titik panas tahun 2010-2019 disajikan pada Tabel.21
Tabel 21. Sebaran tingkat kerentanan banjir dengan titik panas tahun 2010-2019 Tingkat Kerentanan Banjir Jumlah Titik Panas Persentase
Tidak Rentan 429 56,97%
Agak Rentan 85 11,29%
Cukup Rentan 236 31,34%
Rentan 2 0,27%
Sangat Rentan 1 0,13%
Total 753 100%
Dari hasil tabel 21 bahwa kategori kerentanan yang mendominasi adalah tidak rentan dengan 429 titik (56,97%) dan kategori cukup rentan memiliki 236 titik (31,34%). Titik panas (Hotspot) pada saat ini dapat mengidentifikasi
terjadinya kebakaran hutan dan lahan di suatu tempat karena suhunya yang lebih tinggi daripada suhu sekitarnya. Kebakaran lahan yang dapat diidentifikasi dengan hotspot menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh (Handayani et al, 2014).
Gambar 14. Peta Hubungan Kebakaran Hutan dengan Banjir tahun 2019
Pada Gambar 13. Peta hubungan kebakaran hutan dengan kerentanan banjir di tahun 2019 menggunakan titik panas (hotspot) 2010 – 2019. Menurut Rasyid (2014) kebakaran hutan memiliki dua macam yang pertama merusak semak belukar atau tumbuhan bawah hingga bahan organik dibawah lapisan serasa serta merusak pohon dan dapat juga disebabkan dari sambaran petir berpengaruh hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan terjadinya erosi.
Menurut Ainun (2018) Bencana dapat menimbulkan kerusakan dan korban, perubahan iklim menyebabkan peningkatan bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Mitigasi bencana menjadi hal yang sangat penting dalam penanganan suatu bencana, mitigasi bencana adalah suatu upaya agar masyarakat mampu untuk mengurangi risiko bencana.