• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEDOMAN PELAKSANAN

MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO. 6 TAHUN 2013 TENTANG

PENUNDAAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER

DAN LAHAN GAMBUT DI DAERAH

1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam rangka menyeimbangkan dan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi lahan, maka Inpres 6/2013 sebagaimana Inpres 10/2011 sebelumnya, bermaksud memberikan “breathing space” untuk penyempurnaan tata kelola, dan berlaku efektif selama 2 tahun sejak ditetapkan pada tanggal 13 Mei 2013. Sesuai Inpres tersebut Pemerintah Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) diinstruksikan melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru (moratorium) pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi merupakan hal penting dalam rangka penyempurnaan tata kelola kehutanan di Indonesia, terutama jika dihubungkan dengan target penurunan emisi gas rumah kaca secara nasional. Oleh karena itu, pemerintah daerah memerlukan pedoman sebagai dasar untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi di wilayah masing-masing.

1.2 TUJUAN DAN SASARAN

Pedoman pelaksanaan monev Inpres 6/2013 bertujuan untuk memberikan panduan bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru (moratorium) pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB), serta pelaporan, monitoring dan evaluasinya di daerah.

Sasaran dari penyusunan pedoman pelaksanaan monev ini adalah:

1. Pemerintah daerah dapat memahami dan mendalami peran sertanya yang besar dalam penegakan moratorium di daerah berdasarkan Inpres No. 6 Tahun 2013.

2. Pemerintah daerah dapat memahami prosedur untuk memeriksa kesesuaian Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) dengan informasi yang dimiliki daerah.

3. Pemerintah daerah dapat mengetahui secara teknis bagaimana cara membaca PIPIB dan menyesuaikannya dengan peta yang digunakan di daerah (RTRW), terutama dalam keperluan pengeluaran izin.

4. Pemerintah daerah dapat membuat laporan laporan hasil monitoring dan

evaluasi (monev) berupa data-data/ informasi tentang pengajuan rekomendasi

(2)

2 dan/atau izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan yang ditunda atau ditolak sehubungan berlakunya Inpres No. 10 Tahun 2011 secara mandiri.

5. Pemerintah daerah dapat menegakkan moratorium/penundaan sementara perizinan di kawasan hutan dan lahan gambut melalui kegiatan pengawasan, monitoring dan evaluasi di tingkat provinsi/ kabupaten/ kota.

6. Pemerintah daerah dapat membuat laporan inventarisasi rekomendasi dan/atau izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan dan/atau izin lain berdasarkan kewenangannya secara mandiri.

7. Pemerintah daerah dapat menyampaikan laporan monev dan data inventarisasi perizinan tersebut di atas kepada pemerintah pusat (Kementerian Dalam Negeri dan Badan Informasi Geospasial) sebagai kustodian data.

8. Mengusulkan penyesuaian dan/atau perubahan PIPIB.

1.3 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kegiatan ini mencakup:

1. Pembentukan Tim Teknis Daerah 2. Tata Cara Pelaksanaan

3. Tata Cara Pelaporan

1.4. LANDASAN HUKUM

Pedoman pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan ini didasarkan pada Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut;

2 PEMBENTUKAN TIM TEKNIS DAERAH

2.1. SUSUNAN TIM TEKNIS DAERAH

Pelaksana monitoring dan evaluasi Inpres No. 6 Tahun 2013 di daerah adalah Tim Teknis Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan yang dibentuk berdasarkan keputusan Kepala Daerah. Tugas Tim Teknis daerah dapat dilakukan oleh Kelompok Kerja Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi atau Kabupaten/Kota, jika BKPRD belum dibentuk.

Sesuai Permendagri No. 50 Tahun 2010 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah, maka Kelompok Kerja Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam melaksanakan tugas sebagai Tim Teknis Daerah, mempunyai susunan keanggotaan terdiri atas:

a. Ketua : Kepala Bidang/Sub Dinas pada Dinas yang membidangi penataan ruang;

b. Wakil Ketua : Kepala Bagian pada Biro Hukum;

(3)

3 c. Sekretaris : Kepala Seksi/Sub Bidang pada Dinas yang membidangi

penataan ruang;

d. Anggota : Pegawai pada SKPD terkait pelaksanaan Inpres 6/2013.

dengan melibatkan SKPD yang menangani urusan kehutanan, pertanian, perkebunan, tata ruang, dan pertanahan.

2.2. TUGAS

Kelompok Kerja Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang atau Tim Teknis Daerah mempunyai tugas:

1. Menyusun rencana kerja monitoring dan evaluasi pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2013 di daerah.

2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat di daerah mengenai wilayah yang berdasarkan PIPIB ditunda pemberian izin barunya;

3. Memeriksa dan melaporkan kesesuaian Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) dengan informasi yang dimiliki daerah;

4. Memantau, mengevaluasi, dan melaporkan pelaksanaan rekomendasi/izin lokasi/ izin lain berdasarkan kewenangan Pemerintah Daerah, yang diberikan di atas lahan yang sebelumnya merupakan hutan alam primer dan lahan gambut dan/atau yang berbatasan langsung dengan hutan alam primer dan lahan gambut;

5. Memfasilitasi pelaksanaan perizinan pemanfaatan ruang berdasarkan PIPIB dan Inpres 6/2013;

6. Melaporkan pengajuan rekomendasi dan/atau izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan dan/atau izin lain berdasarkan kewenangan kepala daerah, yang ditunda atau ditolak sehubungan berlakunya Inpres 6/2013;

7. Menerima, dan menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat yang berindikasi melanggar area moratorium izin yang terdapat di PIPIB melalui media komunikasi dengan masyarakat.

8. Membuka ruang, menerima, meneliti, dan menindaklanjuti laporan pengaduan bagi pelanggaran moratorium perizinan dari masyarakat melalui berbagai media komunikasi (surat/telepon/email).

9. Mengajukan draft peraturan pelaksanaan penegakan Inpres No. 6 Tahun 2013 di tingkat provinsi/kabupaten/kota untuk dikeluarkan oleh kepala pemerintah atau SKPD di tingkat provinsi/kabupaten/kota.

2.3 SIFAT DAN JANGKA WAKTU

Tim Pelaksana Monitoring dan Evaluasi Inpres No. 6 Tahun 2013 dibentuk oleh Kepala Daerah dan bersifat ad hoc serta melaksanakan tugasnya sampai berakhirnya masa berlaku Inpres dimaksud pada tahun 2015

2.4. PELAPORAN

Pelaporan hasil pemeriksaan, pemantauan, evaluasi, penolakan izin, sebagaimana

tugas tim dilakukan sebagai bagian dari laporan koordinasi penataan ruang daerah

oleh BKPRD atau laporan Tim Teknis Daerah.

(4)

4 Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan kegiatan Tim Teknis Daerah kepada Gubernur, setiap 6 (enam) bulan secara periodik, mengikuti periodisasi revisi PIPIB. Revisi PIPIB dilakukan oleh Menteri Kehutanan pada bulan November 2013, Mei 2014, November 2014, dan Mei 2015, sehingga pelaporan oleh Bupati/

Walikota kepada Gubernur dimulai paling lambat tanggal 1 Maret 2014, 1 September 2014, dan 1 Maret 2015.

Selanjutnya, Gubernur melaporkan pelaksanaan kegiatan Tim Teknis Tingkat Kabupaten/ Kota, sekaligus pelaksanaan kegiatan Tim Teknis Tingkat Provinsi sesuai kewenangannya kepada Menteri Dalam Negeri, paling lambat tanggal 1 April 2014, 1 Oktober 2014, dan 1 April 2015.

2.5 PENDANAAN

Pendanaan Tim Teknis Daerah di provinsi dan kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

3.TATA CARA PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI

Tata cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi mencakup penjelasan mengenai:

1. Penggunaan PIPIB dalam proses penerbitan izin

2. Substansip pemeriksaan PIPIB berdasarkan informasi yang dimiliki pemerintah daerah

3. Pemantauan dan evaluasi

3.1. PENGGUNAAN PIPIB

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan PIPIB sebagai dasar pemberian atau penundaan izin adalah sebagai berikut :

1. PIPIB adalah peta indikatif dengan skala 1 : 250.000, secara kaidah kartografis poligon terkecil yang bisa tergambar dalam peta skala 1 : 250.000 adalah 5 mm x 5 mm atau seluas 156,25 Ha di lapangan. Dalam kenyataannya masih ada poligon sliver dengan ukuran kurang dari 156,25 Ha yang terdapat dalam peta PIPIB. Hal ini disebabkan karena peta ini merupakan produk hukum yang menampilkan hasil 0utput PIPIB apa adanya. Sehingga tidak ada proses generalisasi dalam penyusunannya.

2. Skala Peta Dasar dan Peta Izin yang akan dicek terhadap Peta PIPIB juga harus

diperhatikan secara seksama. Jika Peta dasar dan peta perizinan memiliki skala

yang tidak sama, kemungkinan akan terjadi beberapa perbedaan geometris

unsur dasar maupun tematik.

(5)

5 3. Sistem referensi peta izin harus mengacu pada Datum Geodesi Nasional 1995, sistem proyeksi dan sistem grid bisa menggunakan geografis maupun transverse mercator. Harus disertakan pula informasi sistem proyeksinya (file :

*.prj)

4. Data izin yang masih berupa peta hardcopy jika akan dilakukan digitasi on- screen harus memperhatikan tingkat ketelitian proses georeferencing yang akan tercermin dalam nilai root mean square error (RMSE). Nilai RMSE maksimal sebesar 0,001.

3.2. SUBSTANSI PEMERIKSAAN

Tim mencermati PIPIB revisi terakhir dengan membandingkan, memeriksa kembali, dan mengacu pada:

1. Areal Sawah berdasarkan pemantapan luas baku sawah Luas Baku Sawah melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 354/KEP- 100.18/IX/2011 tanggal 16 September 2011;

2. Hasil validasi data izin pemanfaatan kawasan hutan, yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011 atau sebelum tanggal 20 Mei 2011;

3. Dalam proses pendaftaran titel hak atas tanah di BPN, yang telah diajukan sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011 atau sebelum tanggal 20 Mei 2011;

4. Hasil validasi data izin kebun, transmigrasi, pinjam pakai kawasan hutan, yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011;

5. Pemutakhiran data tata ruang wilayah, termasuk tata batas wilayah dan deliniasi tata guna lahan/ peruntukan lahan;

6. Hasil validasi data lahan gambut;

7. Hasil validasi data hutan primer;

8. Pencabutan IUPHHK;

9. Hasil validasi atas informasi masyarakat.

10. Hasil evaluasi kegiatan perolehan tanah.

Secara operasional mekanisme untuk pengecekan rekomendasi/ izin lokasi yang berada di atas area moratorium yang terdapat pada PIPIB, misalnya Pemprov, Kabupaten/Kota sesuai daerahnya masing-masing membuat daftar wilayah yang berdasarkan PIPIB merupakan area moratorium, kemudian mencocokan datanya dengan areal izin yang terdapat pada inventarisasi rekomendasi dan izin lokasi untuk menemukan apakah terdapat rekomendasi/izin lokasi yang berada di area moratorium, jika ditemukan, melakukan pengecekan izin apakah izin tersebut lengkap dan legal, jika ditemukan terdapat izin yang tidak lengkap dan legal maka Pemda melalui Kemdagri melakukan pelaporan atas izin tersebut sebagai bahan revisi PIPIB.

Pemeriksaan PIPIB dapat didasarkan pada informasi yang dimiliki pemerintah daerah. Informasi yang dimiliki pemerintah daerah meliputi:

a. RTRW

b. Izin Lokasi/ Rekomendasi

c. Izin Usaha Perkebunan

d. Luas Baku Sawah

(6)

6 e. Peta Hutan Primer

f. Peta Lahan Gambut

Pemeriksaan PIPIB oleh daerah ini dapat menjadi bahan masukan bagi revisi PIPIB, sementara PIPIB yang dikeluarkan dengan status terakhir (saat ini revisi IV) menjadi dasar dalam penundaan pemberian izin di daerah.

Pemeriksaan dilakukan melalui tahapan dan tata cara sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah menyiapkan data terkait (peta, dokumen pendukung, inventarisasi permasalahan terkait PIPIB) dan surat usulan revisi yang ditujukan kepada K/L terkait.

2. Dalam hal terdapat indikasi perbedaan antara Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru dengan kondisi fisik lapangan, dapat dilakukan survei, untuk :

a) Lahan gambut, dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian

b) Hutan alam primer, dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan, dengan melibatkan Dinas Kabupaten yang membidangi Kehutanan dan Perguruan Tinggi yang mempunyai disiplin ilmu di bidang kehutanan

3. Hasil survei lapangan sebagaimana dimaksud diatas yang menunjukkan : a) Bukan berupa gambut dan/atau bukan hutan alam primer, maka areal

tersebut dapat diberikan izin baru.

b) Berupa gambut dan/atau hutan alam primer, maka areal tersebut menjadi areal yang ditunda pemberian izin baru.

4. Terhadap lokasi yang telah mendapat perizinan atau titel hak sebelum diterbitkannya Inpres No 6 Tahun 2013 dan masih berada dalam wilayah yang masuk dalam area moratorium PIPIB Revisi 4 maka wajib dilaporkan sebagai bahan revisi Peta Indikatif Penundaan Izin Baru Revisi berikutnya.

3.4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Secara teknis untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap izin yang diajukan sebelum terbitnya Inpres No. 6 Tahun 2013, cukup dengan menampilkan secara bersamaan (overlay) layer Peta PIPIB dan layer perizinan. Hal yang diperhatikan adalah Sistem referensi peta izin harus mengacu pada Datum Geodesi Nasional 1995, sistem proyeksi dan sistem grid bisa menggunakan geografis maupun transverse mercator. Dipastikan pula tidak ada poligon perizinan yang tumpang tindih (overlap) dengan layer moratorium.

4. TATA CARA PELAPORAN

Pelaporan oleh daerah mencakup:

1. Usulanp perbaikan PIPIB berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Teknis Daerah;

2. Penundaan atau penolakan penerbitan izin baru;

(7)

7 3. Perizinan yang mencakup rekomendasi/izin lokasi/IUP/izin lain yang menjadi

kewenangan daerah, yang diterbitkan sejak tahun 2007.

4.1. PELAPORAN TENTANG USULAN PERBAIKAN PIPIB BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN TIM TEKNIS DAERAH

Pelaporan tentang perbaikan PIPIB berdasarkan hasil pemeriksaan tim monitoring dan evaluasi dapat dirangkum dalam format tabel sebagai berikut:

TABEL PENAMBAHAN LUAS HUTAN ALAM PRIMER PADA PIPIB No. LOKASI LUAS KRITERIA *) KETERANGAN

JUMLAH

TABEL PENAMBAHAN LUAS LAHAN GAMBUT PADA PIPIB No. LOKASI LUAS KRITERIA KETERANGAN

JUMLAH

TABEL PENGURANGAN LUAS HUTAN ALAM PRIMER PADA PIPIB No. LOKASI LUAS KRITERIA KETERANGAN

JUMLAH

TABEL PENGURANGAN LUAS LAHAN GAMBUT PADA PIPIB No. LOKASI LUAS KRITERIA KETERANGAN

JUMLAH

Kriteria*) untuk penambahan atau pengurangan areal PIPIB, terdiri atas:

1. Luas Baku Sawah (K1);

2. Validasi data izin pemanfaatan kawasan hutan (yang terbit sebelum Inpres No.

10 Tahun 2011) (K2);

3. Status lahan dalam proses pendaftaran titel hak atas tanah di BPN (yang telah

diajukan sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011) (K3);

(8)

8 4. Validasi data izin kebun, transmigrasi, pinjam pakai kawasan hutan (yang terbit

sebelum Inpres No.6 Tahun 2013) (K4);

5. Pemutakhiran data tata ruang wilayah (K5);

6. Validasi data lahan gambut (K6);

7. Validasi data hutan primer (K7);

8. Pencabutan IUPHHK (K8);

9. Validasi atas informasi masyarakat (K9).

10. Lain-lain (disebutkan dalam keterangan) (K10).

Kolom lokasi dilengkapi dengan titik-titik koordinat.

Kolom keterangan dapat diisi dengan keterangan pemilik/status kepemilikan, aturan perundang-undangan, sumber data, dan lain-lain, sementara keterangan yang membutuhkan penjelasan lebih rinci/ peta dapat dilampirkan.

Pelaporan perbedaan tata batas wilayah dan deliniasi tata guna lahan/peruntukan lahan antara peta RTRW dan PIPIB disampaikan dengan peta overlay/superimpose antara peta RTRW dengan PIPIB disertai keterangan perubahan luas akibat perbedaan tersebut.

Rekapitulasi penambahan atau pengurangan luas PIPIB dapat diisi pada format tabel berikut ini:

CONTOH TABEL REKAPITULASI PERUBAHAN LUAS AREAL PENUNDAAN IZIN BARU

No. Keterangan Perubahan Luas (Ha)

1. Areal Sawah berdasarkan pemantapan luas baku sawah Luas Baku Sawah melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 354/KEP-100.18/IX/2011 tanggal 16 September 2011

-84.583

2. Hasil validasi data izin pemanfaatan kawasan hutan (yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011)

-270.237

3. Dalam proses pendaftaran titel hak atas tanah di BPN (yang telah diajukan sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011)

-193.472

4. Hasil validasi data izin kebun, transmigrasi, pinjam pakai kawasan hutan (yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011)

-29.149

5. Pemutakhiran data tata ruang wilayah +165.820

6. Hasil validasi data lahan gambut -34.135

7. Hasil validasi data hutan primer -49.943

8. Pencabutan IUPHHK +34.866

9. Hasil validasi atas informasi masyarakat -24.821

Jumlah -485.655

(9)

9

4.2. PELAPORAN TENTANG PENUNDAAN ATAU PENOLAKAN PENERBITAN IZIN BARU

Pelaporan tentang penundaan (moratorium) atau penolakan penerbitan izin baru

karena pemberlakuan Inpres 6/2013 dapat dirangkum dalam format tabel sebagai

berikut:

(10)

10 CONTOH LAPORAN TENTANG PENUNDAAN ATAU PENOLAKAN

PENERBITAN IZIN BARU

No. NAMA PERUSAHAAN

PROV KAB/

KOTA

NO. SURAT PERMOHONAN

TGL SURAT

JENIS KEGIATAN

LUAS DIMOHONKAN NO. SURAT PENOLAKAN

TGL SURAT

KET TERINDIKASI

PIPIB (ha)

TIDAK TERINDIKASI PIPIB (ha) 1.

2.

dst

Catatan: Dilampiri peta lokasi yang dilengkapi dengan titik-titik koordinat.

Kolom keterangan dapat diisi tentang catatan penting/ tindak lanjut/ alternatif penanganan

(11)

11

4.3. PELAPORAN TENTANG PERIZINAN YANG DITERBITKAN SEJAK TAHUN 2007

Pelaporan tentang perizinan di daerah terutama menyangkut 3 sektor utama, yaitu perkebunan, kehutanan, serta pertambangan, minyak, dan gas.

Beberapa jenis izin ketiga sektor tersebut yang perlu dilaporkan oleh Kepala Daerah adalah seperti tercantum di dalam tabel berikut ini.

DAFTAR JENIS IZIN TERKAIT SEKTOR USAHA PERKEBUNAN, PERTAMBANGAN, DAN KEHUTANAN YANG DITERBITKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

1. Perkebunan Izin dan dokumen yang dikeluarkan Bupati

1. IUP (Izin Usaha Perkebunan)

2. IUP-B (Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya)

3. IUP-P (Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan)

4. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota (untuk IUP/IUP-B/IUP-P yang diterbitkan Gubernur) 5. Persetujuan Diversifikasi Usaha

6. STD-P (Surat Tanda Daftar Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan)

7. STD-B (Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan)

8. Persetujuan Perluasan Lahan

9. Persetujuan Perubahan Jenis Tanaman 10. Persetujuan Penambahan Kapasitas

Pengolahan

Izin dan dokumen yang dikeluarkan Gubernur

1. IUP 2. IUP-B 3. IUP-P

4. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi (untuk IUP/IUP-B/IUP-P yang diterbitkan Bupati/Walikota)

5. Persetujuan Diversifikasi Usaha 6. Persetujuan Perluasan Lahan

7. Persetujuan Perubahan Jenis Tanaman

Persetujuan Penambahan Kapasitas Pengolahan

(12)

12 2. Kehutanan

Izin dan dokumen yang dikeluarkan Bupati

1. IUPK (Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan)

2. IUPJL (Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan) 3. Pertimbangan kepada Gubernur dalam pemberian

IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam)

4. Pertimbangan kepada Gubernur dalam pemberian IUPHHK-HTI (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Tanaman Industri)

5. Pertimbangan kepada Gubernur dalam pemberian IUPHHK-HTHR dalam hutan tanaman

6. IUPHHBK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu)

7. IPHHK (Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu)

8. IPHHBK (Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu)

Izin dan dokumen yang dikeluarkan Gubernur

1. IUPK 2. IUPJL

3. Rekomendasi kepada Menteri dalam pemberian IUPHHK-HA

4. Rekomendasi kepada Menteri dalam pemberian IUPHHK-HTI dalam Hutan Tanaman

5. Rekomendasi kepada Menteri dalam pemberian IUPHHK-HTHR dalam hutan tanaman

6. IUPHHBK 7. IPHHK 8. IPHHBK

3. Pertambangan, Minyak, dan Gas Izin dan dokumen

yang dikeluarkan Bupati

1. IUP (Izin Usaha Pertambangan) Eksplorasi 2. IUP Operasi Produksi

3. IPR (Izin Pertambangan Rakyat)

4. Rekomendasi penggunaan wilayah kerja kontrak kerja sama untuk kegiatan lain di luar kegiatan migas pada wilayah kabupaten/kota.

5. Rekomendasi lokasi pendirian kilang dan tempat penyimpanan migas.

Izin dan dokumen yang dikeluarkan Gubernur

1. IUP Eksplorasi

2. IUP Operasi Produksi

Rekomendasi penggunaan wilayah kerja

kontrak kerja sama untuk kegiatan lain di luar

kegiatan migas pada lintas kabupaten/kota

(hulu)

(13)

13 Pelaporan oleh Tim Teknis didahului dengan mengurai bagan alir prosedur perizinan setiap izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, (IUP, IUPK, IUP Eksplorasi, dll). Jika ada kesamaan alur perizinan dapat digambarkan pada bagan yang sama, namun tetap dijelaskan perbedaan dalam syarat-syarat yang harus dipenuhi atau yang lainnya. Contoh bagan alir prosedur perizinan dan penjelasan prosedur perizinan sebagaimana tercantum dalam bagan alirnya adalah seperti diagram dan tabel berikut ini.

CONTOH BAGAN ALIR PROSEDUR PERIZINAN

KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN (GALIAN C) DI KABUPATEN Y

BUPATI

TIM POKJA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN

PENGAJUAN IPR, IUP EKSPLORASI, IUP OP

PEMOHON TIM POKJA

PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

BAGIAN PEREKONOMIAN

PENGAJUAN WIUP

1 2 3

4

PENERBITAN WIUP

PENERBITAN IPR, IUP EKSPLORASI,

DAN IUP OP

5

6

7 8 9

10

(14)

14 CONTOH PENJELASAN PROSEDUR PERIZINAN

KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN (GALIAN C)

PROVINSI : KABUPATEN/KOTA :

NO. TAHAPAN INSTANSI YANG MENANGANI

SYARAT YANG HARUS DIPENUHI

KELUARAN (OUTPUT) PRODUK TIAP TAHAPAN

KEGIATAN/ TAHAPAN LAIN SECARA SIMULTAN

1. Pengajuan WIUP Bagian Perekonomian Setda

1…..

2…..

3.dst

(Jika ada, sebutkan tahapan/ kegiatan yang dilakukan simultan oleh pemohon atau instansi)

2. Pengecekan

kelengkapan berkas

Bagian Perekonomian Setda

 Surat pengantar

 Checklist

kelengkapan syarat

3. Pertimbangan/

kelayakan admin./ teknis

Tim Pokja

Pertambangan Umum Daerah

Surat pertimbangan kepada Bupati

4. Penandatangan Surat penerbitan WIUP

Bupati Surat penerbitan WIUP

5. Penerbitan WIUP Pemohon

6. dst dst

(15)

15 Setelah menggambarkan bagan alir dan tabel penjelasannya, maka selanjutnya Tim Monitoring menginventarisasi data izin-izin yang terkait dengan 3 sektor tersebut, sebagaimana tersebut pada daftar izin-izin di atas, dan menampilkannya seperti pada tabel berikut.

DATA IZIN-IZIN YANG DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

PROVINSI : KABUPATEN/KOTA :

SEKTOR USAHA PERKEBUNAN

NO. JENIS

IZIN DASAR

HUKUM PEMEGANG

IZIN NPWP ALAMAT KANTOR DAN

KANTOR LAPANGAN

NOMOR

IZIN LUAS

(HA) LOKASI (TITIK KOORDINAT)

TANGGAL BERLAKU- BERAKHIR

STATUS

PELAKSANAAN PELAPORAN KEPADA INSTANSI

KELENGKAPAN IZIN (IZIN

DASAR) (Nomor, tanggal,

luas (ha), batas waktu izin)

1. IUP 1. Perda 2. Perat.KDH

1. PT. ABC 1. Alamat kantor:

2. Alamat kantor lapangan

(menyebutkan instansi yang

dilaporkan:

Eselon I /II)

1. Izin Lokasi 2. Izin Prinsip 3. Rekomendasi

Teknis

4. Izin Lingkungan (Amdal/UKL- UPL) 5. Izin HO 6. Tanda Daftar

Perusahaan

2. PT.dst 2. IUP-B

3. dst

(16)

16

SEKTOR USAHA KEHUTANAN

NO. JENIS

IZIN DASAR

HUKUM PEMEGANG

IZIN NPWP ALAMAT KANTOR DAN

KANTOR LAPANGAN

NOMOR

IZIN LUAS

(HA) LOKASI (TITIK KOORDINAT)

TANGGAL BERLAKU- BERAKHIR

STATUS

PELAKSANAAN PELAPORAN KEPADA INSTANSI

KELENGKAPAN IZIN (IZIN

DASAR) (Nomor, tanggal,

luas (ha), batas waktu izin)

1. IUPK 1. Perda 2. Perat.KDH

1. PT. XYZ 1. Alamat kantor:

2. Alamat kantor lapangan

(menyebutkan instansi yang dilaporkan:

Eselon I /II)

1. Izin Lokasi 2. Izin Prinsip 3. Rekomendasi

Teknis

4. Izin Lingkungan (Amdal/UKL- UPL) 5. Izin HO 6. Tanda Daftar

Perusahaan

2. PT.dst 2. IUPJL

3. dst

(17)

17

SEKTOR USAHA PERTAMBANGAN, MINYAK, DAN GAS

NO. JENIS

IZIN DASAR

HUKUM PEMEGANG

IZIN NPWP ALAMAT KANTOR

DAN KANTOR LAPANGAN

NOMOR

IZIN LUAS

(HA) LOKASI (TITIK KOORDINAT)

TANGGAL BERLAKU- BERAKHIR

STATUS

PELAKSANAAN PELAPORAN KEPADA INSTANSI

KELENGKAPAN IZIN (IZIN

DASAR) (Nomor, tanggal,

luas (ha), batas waktu izin)

1. IUP

Eksplorasi

1. Perda 2. Perat.KDH

1. PT. YHJ 1. Alamat kantor:

2. Alamat kantor

lapangan

(menyebutkan instansi yang dilaporkan:

Eselon I /II)

1. Izin Lokasi 2. Izin Prinsip 3. Rekomendasi

Teknis 4. Izin

Lingkungan (Amdal/UKL- UPL) 5. Izin HO 6. Tanda Daftar

Perusahaan

2. PT.dst 2. Rekom..

3. dst

Jika suatu perusahaan memiliki lokasi usaha yang berbeda (terdapat beberapa lokasi usaha), maka perlu dibedakan nomor izinnya, begitu pula

kelengkapan izin/ izin dasar yang didapatkan dari pemerintah daerah.

(18)

18

5. PENUTUP

Pedoman pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini disusun sebagai upaya

memberikan panduan bagi daerah dalam melaksanakan Inpres No. 6 Tahun 2013,

dengan harapan Pemerintah daerah dapat melakukan penundaan izin baru dan

penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut di wilayahnya

secara mandiri.

Gambar

TABEL PENAMBAHAN LUAS HUTAN ALAM PRIMER PADA PIPIB  No.  LOKASI  LUAS  KRITERIA *)  KETERANGAN

Referensi

Dokumen terkait

SMK Negeri 1 Yogyakarta merupakan SMK yang cukup favorit di Kota Yogyakarta maupun di Daerah Istimewa Yogyakarta. Terbukti dengan heterogenya tempat tinggal siswa-siswi yang

Strategi pengelolaan air limbah permukiman di Bantaran Sungai Kumpul Kuista harus memper-timbangkan perilaku masyarakat yang masih membuang air limbah permukimannya

Seperti yang telah diketahui penulis berdasarkan hasil observasi usaha rumah makan Santaria dalam melakukan promosi tidak sepenuhnya maksimal sehingga tidak begitu

Distribusi suspek malaria yang terinfeksi Plasmodium di RSUD Chasan Boesoirie Ternate berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa lebih banyak menginfeksi pada

Terdapatnya kisaran nilai unsur merkuri kelas kedua yang terdapat di Sungai Citeureup dan Sungai Cikoneng disebabkan PETI yang mengambil bijih di urat Ciguha membawa bijih

Perbedaannya dengan penulisan hukum ini yaitu, pada penulisan hukum tersebut perlindungan hak cipta yang diangkat adalah mengenai karya lagu yang dijadikan Sebagai

mereka memang sudah menghimbau para pemilik toko atau tenant untuk tidak menjual barang-barang yang melanggar hak cipta. Namun jika memang masih ada pemilik toko atau