• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan yang dibebani hak

Pengelolaan hutan yang dibebani hak bukan hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat dalam mengambil hasil hutan kayu yang ada di kawasan hutan negara akan tetapi kegiatan pengelolaan hasil hutan yang berasal dari hutan yang dibebani hak harus dapat ditujukan untuk mendayagunakan lahan masyarakat yang ditanami dengan jenis-jenis kayu buah-buahan maupun tanaman berkayu lainnya.

Pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi hutan dan dengan mengutamakan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup, memelihara tata air, serta untuk memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja meningkatkan sumber pendapatan negara dan devisa serta memacu pembangunan daerah.

Pengembangan produksi hasil kayu dan non kayu yang diselenggarakan

melalui upaya peningkatan pengusahaan hutan produksi, kayu rakyat, hutan

tanaman industri dan upaya peningkatan produktivitas hutan alam yang

didukung oleh penyediaan bibit hutan tanaman hutan yang unggul dan

budidaya kehutanan yang tangguh. Kegiatan produksi hasil hutan dan

pemanfaatannya dilanjutkan, disertai usaha penertiban dan pengamanan hutan

serta peningkatan penanaman kembali hutan yang rusak. Pengusahaan hutan

(2)

harus mencegah terjadinya kerusakan dan pengaturan pendayagunaan serta perlindungan hutan perlu ditegakkan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

Pemanfaatan hasil hutan wajib disesuaikan dengan daya dukung sumber daya alamnya, agar kelestarian sumber daya hutan terjamin dan perusakan lingkungan dapat dicegah. Penganekaragaman produk dan produktivitas pengolahan hasil hutan dilanjutkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Permintaan pasar akan hasil hutan baik dalam maupun diluar negeri diusahakan dipenuhi melalui industri perkayuan yang memiliki nilai tambah yang tinggi dengan mutu serta harga bersaing.

2.2. Hutan yang Dibebani Hak/Kayu Rakyat

Kayu rakyat mulai dikembangkan pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial yang berorientasi di pulau Jawa. Setelah merdeka, Pemerintah Indonesia melanjutkan pada tahun 1952 melalui gerakan “Karang Kitri”. Secara nasional, pengembangan kayu rakyat selanjutnya berada dibawah payung program penghijauan yang diselenggarakan pada tahun 1960 dimana Pekan Raya Penghijauan I diadakan pada tahun 1961 (Awang, 2001). Sampai saat ini kayu rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat).

Di dalam kayu rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa

beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, sengon (Paraserianthes falcataria),

jati (Tectona grandis), akasia (Acacia sp), mahoni (Swietenia mahagoni), dan lain

sebagainya. Sedang yang hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax

(3)

benzoin), damar (Shorea javanica). Sementara itu yang hasil utamanya buah antara lain kemiri, durian, kelapa dan bambu (Awang, 2001).

Terdapat beragam definisi kayu rakyat diantaranya menurut Zain (1998), hutan milik ialah hutan yang tumbuh atau ditanam di atas tanah milik, yang lazimnya disebut dengan kayu rakyat dan dapat dimiliki oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama orang lain atau badan hukum. Hutan yang ditanam atas usaha sendiri di atas tanah yang dibebani hak milik lainnya, merupakan pula hutan milik dari orang/badan hukum yang bersangkutan.

Istilah kayu rakyat adalah hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan P.51/Menhut-II/2006 jo.

P.62/Menhut-II/2006 jo. P.5/Menhut-II/2007 jo. P.33/Menhut-II/2007 tentang

Penggunaan Surat Keterangan Asal-Usul (SKAU) untuk Pengangkutan Hasil

Hutan Kayu yang berasal dari Hutan yang dibebani hak yang dimaksud dengan

Hutan yang dibebani hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah

dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan

alas titel atau hak atas tanah. Lahan masyarakat adalah lahan perorangan atau

masyarakat di luar kawasan hutan yang dimiliki/digunakan oleh masyarakat

berupa pekarangan, lahan pertanian dan kebun. Hasil Hutan kayu yang berasal

dari hutan yang dibebani hak atau lahan masyarakat, yang selanjutnya disebut

kayu rakyat adalah kayu bulat atau kayu olahan yang berasal dari pohon yang

(4)

tumbuh dari hasil budidaya dan atau tumbuh secara alami di atas hutan yang dibebani hak/rakyat dan atau lahan masyarakat.

Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/KPTS.II/1997 tanggal 20 Januari 1997 bahwa kayu rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan atau pada tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar. Sasaran lokasi kayu rakyat adalah lahan yang terlantar.

Lahan yang karena pertimbangan khusus misalnya untuk perlindungan mata air atau bangunan air. Lahan rnilik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan apabila dijadikan kayu rakyat dari pada tanaman semusim. Pemilihan jenis jenis tanaman untuk masing-masing daerah bisa berbeda tergantung pada situasi, kondisi keinginan dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena itu pada prinsipnya pemilihan jenis tanaman hendaknya dapat meningkatkan pendapatan petani dan melestarikan sumber daya alam.

2.3. Ijin UsahaIndustri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK)

Ijin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu adalah Industri untuk

mengolah kayu bulat (KB) dan atau Kayu Bulat Kecil (KBK) menjadi barang

setengah jadi atau barang jadi. Perubahan kayu bulat ke kayu gergajian

merupakan suatu proses sederhana dalam bentuknya yang elementer, terdiri

atas penggergajian papan dari kayu bulat, membuat persegi pinggir-pinggirnya

dengan menggergaji atau dengan memacak dan memotongnya menurut ukuran

panjang. Untuk mencapai tingkat efisiensi yang maksimal maka dalam

(5)

melakukan proses ini perusahaan penggergajian modern sekarang ini telah menerapkan proses tehnik yang tinggi yang menggunakan pengamat elektronik dan komputer untuk mengatur langkah langkah penting dalam operasinya.

2.4. Implementasi Kebijakan

Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.

Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana untuk membuat sesuatu dan memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesama (Iskandar, 2013).

Jadi implementasi dimaksudkan sebagai tindakan individu publik yang diarahkan pada tujuan serta ditetapkan dalam keputusan dan memastikan terlaksananya dan tercapainya suatu kebijakan serat memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesama. Sehingga dapat tercapainya sebuah kebijakan yang memberikan hasil terhadap tindakan-tindakan individu publik dan swasta.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan

yang dilakukan pihak-pihak yang berwenang atau kepentingan baik pemerintah

maupun swasta yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan yang telah

(6)

ditetapkan, implementasi dengan berbagai tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan atau merealisasikan program yang telah disusun demi tercapainya tujuan dari program yang telah direncanakan karena pada dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau target yang hendak dicapai.

Kebijakan sebagai suatu program pencapain tujuan, nilai-nilai dan tindakan- tindakan yang terarah dan kebijakan juga merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan kesulitan-kesulitan dan kemungkinan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sementara itu Mustopawijaya (2004), merumuskan kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi, baik publik atau bisnis, yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau mencapai tujuan tertentu berisikan ketentuan-ketentuan yang berisikan pedoman perilaku dalam pengambilan keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, baik dalam hubungan dengan unit organisasi atau pelaksana maupun kelompok sasaran dimaksud.

Implementasi kebijakan (policy implementation) merupakan proses lebih

lanjut dari tahap formulasi kebijakan, bila pada tahap formulasi ditetapkan strategi

dan tujuan kebijakan, maka tahap implementasi merupakan tindakan yang

dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah diformulasikan selain itu juga

implementasi kebijakan merupakan sebuah field study, ini dikembangkan dan

mulai mendapat perhatian yang luas pada tahun 1970an ketika Jefrey Presman dan

Aaron Wildavsky pada tahun 1973 menerbitkan buku yang berjudul

(7)

Implementation. Sejak itu studi implementasi semakin berkembang yang dimulai oleh generasi pertama para peneliti yang lebih menonjolkan studi kasus untuk memahami mengapa banyak kebijakan nasional gagal diimplementasikan oleh pemerintah daerah.

Studi implementasi kemudian berkembang ke arah perumusan model-model implementasi untuk menjelaskan fenomena kegagalan tersebut dan ini banyak dilakukan oleh generasi kedua. Di dalam perkembangan terakhir studi implementasi lebih banyak diarahkan untuk membawa studi implementasi menjadi lebih scientific dengan menggunakan pendekatan yang lebih kuantitatif dalam pembuktian model-model yang mereka kembangkan oleh para peneliti generasi kedua (Purwanto, 2004).

Melihat kenyataan semakin kompleksnya berbagai persoalan yang dihadapi

pada tahap implementasi kebijakan, maka sejak itu pula masalah implementasi

kebijakan mendapat perhatian yang cukup serius. Keadaan tersebut didukung

oleh berbagai pernyataan yang menganggap bahwa tahap implementasi kebijakan

itulah ujian yang sangat menentukan terhadap berhasil atau tidaknya suatu

kebijakan yang sudah dirumuskan. Dengan kata lain, keberhasilan perumusan

kebijakan belum menjadi ukuran berakhirnya suatu kegiatan. Kebijakan tersebut

masih harus diuji pelaksanaannya, oleh karena itu pelaksana kebijakan harus

memahami betul tujuan, sasaran dan kriteria keberhasilan, sumber daya yang

dibutuhkan serta kesulitan-kesulitan yang mungkin akan dihadapi. Sebab tanpa

kejelasan dan informasi lengkap, maka suatu kebijakan akan menemui berbagai

hambatan dalam implementasinya.

(8)

Winarno (2012) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Kebijakan juga merupakan arah tindakan sejumlah aktor dalam mengatasi masalah atau suatu persoalan. Di samping itu kebijakan publik dapat juga merupakan serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah, diformulasikan dalam bidang-bidang isu (issue areas) yaitu arah tindakan aktual atau potensial dari pemerintah yang didalamnya terkandung konflik diantara kelompok masyarakat (Dunn, 2003).

Menurut Goerge (2003) implementasi kebijakan adalah suatu tahapan kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi–konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu dapat mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik, sementara itu suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

Sedangkan Wibawa dalam Tangkilisan (2003) berpendapat impelementasi Kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan Pemerintah.

Tahap implementasi kebijakan pada posisi yang berbeda, namun pada

prinsipnya setiap kebijakan publik selalu ditindaklanjuti dengan implementasi

kebijakan (Wahab, 1991). Oleh karena itu, implementasi merupakan tahap yang

(9)

sangat menentukan dalam proses kebijakan Ripley dan Franklin (1982) dalam Tarigan (2000) dan Wibawa dkk (1994). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Edwards (1984) bahwa tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat.

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Kayu Rakyat

Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemanfaatan

kayu rakyat di kabupaten Deli Serdang, dalam penelitian ini dijadikan variabel

bebas (independent variable). Dalam menemukan faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi kebijakan pemanfaatan kayu rakyat penulis mencoba

mengacu pada beberapa model yang dikembangkan oleh beberapa ahli studi

implementasi kebijakan seperti : Meter dan Horn, Grindle, Sabatier dan

mazmanian serta George C. Edward III. Berangkat dari pendapat para ahli studi

implementasi dicari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi

kebijakan di lapangan. Temuan terhadap faktor-faktor tersebut diformulasikan dan

disesuaikan dengan pendapat dari beberapa ahli studi implementasi. Adapun

beberapa model studi implementasi yang dikembangkan beberapa ahli, sebagai

berikut :

(10)

a. Model proses implementasi, Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2004 mengatakan bahwa implementasi kebijakan akan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relatif sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan, terutama dari mereka yang mengoperasikan program di lapangan relatif tinggi.

Menurut Wibawa (1994) jalan yang menghubungkan antara kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variable (variabel bebas), yaitu : (1) Standard and objective, (2) Resources, (3) Interorganizational communication and enforcement activities, (4) Characteristics of implementing agencies, (5) Economic, political and social conditions, dan (6) The disposition of implementors.

b. Model pengaruh pelaksana pada implementasi, Grindle mengatakan bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual, dengan penyediaan dana, maka implementasi kebijakan dilakukan.

Pelaksanaannya sendiri tergantung pada implementability dari program, yang dapat dilihat dari : isi kebijakan yang mencakup 1) kepentingan yang terpengaruhi, 2) jenis manfaat, 3) derajat perubahan, 4) kedudukan policy maker, 5) siapa pelaksananya, 6) sumber daya ; dan konteks kebijakan yang mencakup 1) kekuasaan, kepentingan dan strategi pelaksana, 2) karakteristik lembaga, 3) kepatuhan dan daya tanggap (Wibawa, 1994).

c. Model proses implementasi kebijakan, Sabatier dan Mazmanian

mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan-

tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi menjadi tiga kategori

besar, yakni : (1) Karakteristik masalah, seperti : keragaman perilaku kelompok

(11)

sasaran, sifat populasi, derajat perubahan perilaku yang diharapkan, (2) Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan, seperti : kejelasan tujuan, sumber keuangan yang mencukupi, integritas organisasi pelaksana, diskresi pelaksana, (3) faktor-faktor diluar peraturan, seperti : kondisi sosio-ekonomi, perhatian pers terhadap masalah kebijakan, dukungan publik, sikap dan sumber daya kelompok sasaran utama, dukungan kewenangan, komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana.

d. Model implementasi kebijakan dari George C. Edward III, yang dimulai dengan pertanyaan: ‘prakondisi-prakondisi apa untuk implementasi kebijakan yang berhasil? Berkaitan dengan pertanyaan ini, Edward menjawab bahwa yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan ada empat variabel krusial yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap para pelaksana dan struktur birokrasi (Winarno, 1989).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli studi implementasi diatas, dapat diformulasikan dalam Grand Theory , bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja implementasi kebijakan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

(a) Faktor kebijakan: tipe kebijakan, manfaat kebijakan, lokasi pengambil keputusan, scope tujuan kebijakan, legitimasi pembuat kebijakan, persepsi tentang kebijakan, (b) faktor organisasi: tipe organisasi, ukuran organisasi,

interdependensi, implementation structure, resources, budaya organisasi, (c) faktor lingkungan: kondisi sosial, ekonomi dan budaya, kondisi demografis

(Effendi, 2000).

Referensi

Dokumen terkait

Algoritma dinamis digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penjadwalan pekerjaan baru yang kedatangannya pada saat proses produksi sedang berlangsung. Secara umum

Dari pemaparan singkat permasalahan diatas apakah kondisi fisik dan keterampilan dasar masih kurang atau sudah baik makapenulissangat tertarik untuk

Pengujian hipotesis penelitian berdasarkan analisa data uji regresi simultan (uji F) dapat dianalisis dan dijelaskan bahwa hipotesis 2 kualitas jasa (jaminan,

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda yang telah dilakukan, maka diperoleh bahwa keempat variabel bebas pada penelitian ini terdapat empat variabel

Bagi mahasiswa/i yang tidak memenuhi syarat Ujian Sidang Skripsi dan komprehensif (dan/atau memiliki nilai di bawah “B” bagi mahasiswa penerima beasiswa penuh), Maka Ujian sidang

4 615120070 Maria Florencia Perancangan Interior Trans Studio Tanggerang di Tanggerang Selatan, Banten 90 85 5 615120090 Agnes Perancangan Interior Perpustakaan Nasional

- Sebuah tim kecil sudah menghimpun data mengenai kebutuhan dana beasiswa bagi para siswa-siswi SMAN 14 Jakarta tahun ajaran 2009 melalui guru, sekolah, atau pribadi-pribadi

gugat istri yang dianggap nushu>z dan dengan sendirinya hak-hak istri akan hilang, namun tidak semua istri yang mengajukan cerai gugat itu dikatan nushu>z, dimana dalam