8 2.1.1 Pengertian Laba Akuntansi
Laba akuntansi biasanya dinyatakan dalam satuan uang. Keberhasilan perusahaan dapat dilihat pada tingkat laba yang diperoleh perusahaan itu sendiri karena tujuan utama perusahaan pada dasarnya adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya.
Menurut Belkaoui (2007:213) Laba Akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan pendapatan yang direalisasikan dan transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut.
Menurut Yadianti (2010:92) secara sintaktis accounting income atau laba akuntansi merupakan “hasil penandingan antara pendapatan dan beban, atau selisih antara pendapatan atau beban yang berdasarkan pada prinsip realisasi atau aturan matching yang memadai.
Menurut Yulius & Yocelyn (2012) Laba akuntansi didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan dari transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut.
Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) no. 1 menyatakan
bahwa informasi laba merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba dapat membantu stakeholder melakukan penaksiran atas laba perusahaan di masa mendatang (Widaryanti,
2009). Informasi akuntansi yang memiliki kandungan informasi dibutuhkan stakeholder dalam pengambilan keputusan sebagai tolak ukur kinerja perusahaan.
Belkaoui (2007:217) menyatakan bahwa laba akuntansi memiliki lima karakteristik sebagai berikut:
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari penjualan barang atau jasa.
2. Laba akuntansi didasarkan pada posultat periodisasi dan mengacu pada kinerja perusahaan selama periode tertentu.
3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentanf definisi pengukuran dan pengakuan pendapatan.
4. Laba akuntansi memerlukan pengukuran biaya (expenses) dalam bentuk cost historis.
5. Laba akuntansi menghendaki adanya perbandingan antara pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan.
Karakteristik laba berkaitan dengan identifikasi sifat laba sehingga memungkinkan untuk menganalisa transaksi yang dapat mempengaruhi laba.
Kualitas laba akuntansi yang dilaporkan oleh manajemen menjadi pusat perhatian oleh pihak external perusahaan. Laba perusahaan yang berkualitas adalah laba akun yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan presepsian dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Dari definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laba merupakan selisih yang diperoleh dari pendapatan yang dikurangkan biaya-biaya.
2.1.2 Pengertian Relevansi Laba Akuntansi
Menurut Almilia dan Sulistyowati (2007) mendefinisikan relevansi sebagai kemampuan menjelaskan (explanatory power) informasi akuntansi terhadap harga saham. Laba akuntansi atau laba dilaporkan ditentukan berdasarkan konsep akuntansi akrual. Laba akuntansi dikatakan relevan jika angka laba tersebut mampu mecerminkan perubahan harga yang terdapat pada pasar sehingga hal itu menyatakan bahwa laba akuntansi tersebut mempunyai informasi yang berguna bagi investor. Informasi tersebut menyebabkan investor bereaksi dan menyebabkan perubahan harga saham. Semakin tinggi nilai laba akuntansi, maka akan menimbulkan reaksi positif dari pasar (harga saham meningkat) karena dianggap perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik dan mampu memberikan harga yang baik pula kepada investor.
Untuk mengukur relevansi laba akuntansi maka dapat diproksikan dengan laba operasi. Menurut PSAK 46 (Efektif per 1 Januari 2015) rumus yang digunakan sebagai berikut:
( ) ( ) ( )
2.1.3 Tujuan Laba
PSAK No. 25 (1994) menyatakan bahwa, laporan laba rugi merupakan laporan utama untuk melaporkan kinerja dari suatu perusahaan selama periode tertentu. Informasi tentang kinerja suatu perusahaan, terutama tentang profitabilitas, dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang sumber ekonomi yang akan dikelola oleh suatu perusahaan di masa yang akan datang. Informasi
tersebut juga seringkali digunakan untuk memperkirakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan kas dan aktiva yang disamakan dengan kas di masa yang akan datang.
2.1.4 Jenis Laba Akuntansi
Menurut Anis Chariri (2003:130) terdapat pernyataan secara implisit, bahwa laporan laba rugi harus memuat informasi mengenai laba kotor, laba operasi, dan laba bersih.
Berdasarkan tingkatannya, terdapat tiga jenis laba yaitu:
A. Laba Kotor (Gross Profit)
Laba kotor adalah selisih dari pendapatan perusahaan atau penjualan dikurangi dengan biaya barang yang terjual atau harga pokok penjualan. Pada umumnya laba kotor dapat dihitung sebagai berikut:
Penjualan (Sales) xxx
Retur Penjualan (Sales Return) xxx
Potongan Penjualan (Sales Discount) xxx –
Penjualan Bersih (Net Sales) xxx
Harga Pokok Penjualan (Cost Of Goods Sold) xxx –
Laba Kotor (Gross Profit) xxx
Pelaporan laba kotor dalam laporan laba rugi menyediakan alat untuk mengevaluasi kinerja dan memprediksi pendapatan dimasa depan. Menurut Kieso, Weygant, dan Warfield (2011) Laba kotor menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang dimilikinya.
B. Laba Operasi (Operating Profit)
Angka Laba Operasi adalah seliih laba kotor dengan biaya-biaya operasi.
Biaya-biaya operasi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan operasi sehari- hari perusahaan. Beberapa perusahaan mengelompokkan biaya operasi menjadi beban penjualan (selling expense) dan beban administrasi (administrative expense). Beban penjualan merupakan semua beban yang dikeluarkan perusahaan
terkait dengan aktivitas penjualannya, misalnya saja promosi, beban pengangkutan produk, beban gaji pegawai penjualan, dan lain-lain. Pada dasarnya format laba operasi adalah sebagai berikut:
Laba Kotor (Gross Profit) xxx
Beban Operasi (Operating Expense) xxx Laba Operasi (Operating Profit) xxx
C. Laba Bersih (Net Income)
Laba Bersih adalah selisih antara total pendapatan dikurangi dengan total biaya, dengan kata lain, laba bersih merupakan selisih laba operasi dikurangi dengan biaya bunga dan pajak penghasilan (PPh). Menurut Wild, Subramayan, dan Halsey (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan laba bersih adalah
komponen dalam laporan laba rugi yang terletak dibaris akhir laporan. Dengan demikian laba bersih adalah laba yang dibagikan sebagian dalam bentuk dividen dan sisanya merupakan laba ditahan bagi perusahaan yang bersangkutan.
Laba Operasi (Operating Profit) xxx
Biaya Bunga (Interest Expense) xxx
Pajak Penghasilan (PPh) xxx –
Laba Bersih (Net Income) xxx
Menurut Febrianto dan Widiastuty (2005), ketiga angka laba akuntansi yakni laba kotor, laba operasi dan laba bersih bermanfaat untuk pengukuran efisiensi manajer dalam mengelola perusahaan. Investor dan kreditor yakin bahwa ukuran kinerja yang diutamakan dalam penilaian kinerja perusahaan adalah ukuran kinerja yang mampu menggambarkan kondisi dan prospek perusahaan di masa mendatang dengan lebih baik. Penilaian kinerja perusahaan didasarkan melalui informasi pada laporan laba rugi yang menyajikan infromasi laba kotor, laba operasi dan laba bersih. Masing-masing dari hasil laba tersebut, memiliki kandungan informasi tersendiri yang dapat digunakan untuk memprediksi laba dan juga aliran kas masa depan serta laba yang dihasilkan perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Dengan demikian laba sangat penting dalam menilai kinerja suatu perusahaan terutama dalam pengambilan keputusan untuk investasi.
2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Laba Akuntansi
Menurut Belkaoui (2007:230) beberapa keunggulan dan kelemahan laba akuntansi adalah :
Keunggulan Laba Akuntansi:
1. Laba Akuntansi masih bermanfaat membantu pengambilan keputusan ekonomi.
2. Dapat diuji kebenarannya karena didasarkan pada transaksi atau fakta aktual yang didukung bukti objektif.
3. Memenuhi kriteria konsevatisme artinya laba akuntansi tidak mengakui perubahan nilai tapi hanya mengakui laba yang direalisasi.
4. Masih dipandang bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama pertanggungjawaban.
Kelemahan Laba Akuntansi:
1. Laba Akuntansi gagal mengakui kenaikan nilai aset yang belum direalisasi dalam suatu periode karena prinsip biaya historis dan prinsip realisasi.
2. Laba Akuntansi yang didasarkan pada prinsip biaya historis mempersulit perbandingan laporan keuangan karena adanya perbedaan metode perhitungan cost dan metode alokasi.
3. Laba Akuntansi didasarkan pada prinsip realisasi, biaya historis, dan konservatisme dapat memaksimalkan menghasilkan data yang menyesatkan dan tidak relevan.
Sedangkan Kieso dkk. (2010) menyatakan bahwa laporan laba rugi memiliki keterbatasan, yaitu:
1. Item yang tidak dapat diukur dengan jelas tidak dapat dilaporkan dalam laporan laba rugi, seperti unrealized gain or losses.
2. Laba yang dihitung kembali pada periode yang ditetapkan, seperti penggunaan metode depresiasi yang berbeda.
3. Pengukuran laba banyak menggunakan estimasi, seperti beban depresiasi.
2.1.6 Manfaat Pelaporan Laba Akuntansi
Menurut Kieso dkk. (2010) laporan laba rugi (income statement) adalah:
“The income statement, often called the statement of income or statement of earning is the report that measures the success of enterprise operations for a given period of time. “
Dari pengertian di atas mendefinisikan laporan laba rugi sebagai laporan kinerja yang mengungkapkan kesuksesan hasil operasi perusahaan pada suatu periode tertentu.
Laporan laba rugi dapat digunakan untuk membantu pemakai laporan keuangan memprediksi arus kas masa depan. Kieso dkk. (2010) menjelaskan bahwa informasi laba rugi dapat digunakan oleh investor dan kreditor untuk :
1. Mengevaluasi kinerja masa lampau perusahaan. Dengan memeriksa pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya, maka pemakai laporan laba rugi dapat menilai kinerja perusahaan dan membandingkannya dengan perusahaan pesaing.
2. Menyediakan basis untuk memprediksi kinerja di masa yang akan datang.
Informasi kinerja masa lampau dapat digunakan dalam menentukan trend penting yang menyediakan informasi kinerja masa mendatang.
3. Membantu menilai risiko atau ketidakpastian dari arus kas masa mendatang.
Komponen-komponen dalam informasi laba, seperti pendapatan, biaya, laba, dan rugi menggambarkan hubungan diantara komponen tersebut dan dapat digunakan untuk menilai risiko pada tingkat tertentu suatu arus kas di masa mendatang.
2.1.7 Konsep Pengukuran Laba Akuntansi
Menurut Hendriksen (2000:130) menyatakan 3 (tiga) konsep laba yaitu sebagai berikut :
1. Konsep laba sintaktik (struktural)
Pada tingkat sintaktik, konsep laba dihubungkan dengan konvensi (kebiasaan) dan aturan yang logis serta konsisten dengan berdasarkan pada premis dan konsep yang telah berkembang dari praktik akuntansi yang ada. Makna semantik laba yang dikembangkan pada akhirnya harus dapat dijabarkan dalam tataran sintakik. Salah satu bentuk penjabarannya adalah mendefinisikan laba sebagai selisih pengukuran dan penandingan antara pendapatan dan biaya. Konsep laba dalam tataran sintaktik membahas mengenai bagaimana laba diukur, diakui, dan disajikan. Terdapat beberapa kriteria atau pendekatan dalam konsep ini, yaitu pendekatan transaksi, pendekatan kegiatan, dan pendekatan pemertahanan capital.
Terdapat 3 (tiga) pendekatan pada tingkat sintaktis ini, yaitu:
a. Pendekatan transaksi, pada prinsipnya pendekatan ini mencatat perubahan nilai aset dan kewajiban hanya bila diakibatkan dari suatu transaksi baik transaksi internal maupun transaksi eksternal.
b. Pendekatan kegiatan, pada prinsipnya menitikberatkan pada penjelasan suatu kejadian atau aktivitas perusahaan daripada pelaporan suatu transaksi.
c. Konsep pemertahanan capital muncul karena adanya gagasan bahwa entitas berhak mendapatkan kembalian atau imbalan dan menikmatinya setelah capital dipertahankan keutuhannya atau pulih seperti sediakala.
Harapan umum dalam kegiatan bisnis adalah kapital atau investasi yang tertanam selalu berkembang.
2. Konsep laba semantik (interpretatif)
Pada konsep ini, laba ditelaah melalui hubungannya dengan realita ekonomi.
Dalam usahanya memberikan makna interpretatif dari konsep laba akuntansi.
Konsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna apa yang harus dilekatkan oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau elemen laba sehingga laba bermanfaat dan bermakna sebagai informasi. Terdapat beberapa konsep atau fungsi laba dalam tataran semantik, yaitu: pengukuran kinerja, konfirmasi harapan investor, dan sebagai estimator laba elektronik.
Para akuntan seringkali merujuk kepada tiga konsep ekonomi, yaitu:
a. Sebagai pengukur kinerja, laba dapat diinterpretasikan sebagai pengukur keefisienan (efsiensi) bila dihubungkan dengan tingkat investasi karena
efisiensi secara konseptual merupakan suatu hubungan atau indeks. Oleh investor, laba sebagai pengukur efisiensi digunakan dalam bentuk kembalian atas investasi. Laba dapat merepresentasikan kinerja efisiensi karena laba menetukan ROI, ROA, dan ROE sebagai pengukur efisiensi.
b. Sebagai konfirmasi harapan investor, perekayasaan pelaporan juga berusaha menyediakan informasi untuk meyakinkan bahwa harapan- harapan investor atau pemakai lainnya di masal lalu tentang kinerja perusahaan memang terealisasi, sehingga laba dapat diinterpretasikan sebagai sarana mengkonfirmasi harapan-harapan tersebut.
c. Laba ekonomik adalah laba dari kacamata investor karena keperluan untuk menilai investasi dalam saham yang dalam banyak hal bersifat subjektif.
3. Konsep laba pragmatis (perilaku)
Tataran pragmatik dalam teori komunikasi kepentingan untuk menentukan apakah pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilaku sebagaimana diarah, sedangkan dalam teori akuntansi tataran pragmatik membahas mengenai apakah informasi laba bermanfaat atau apakah informasi laba nyatanya digunakan. Beberapa pendekatan laba dalam konsep laba tataran pragmatik yaitu prediktor aliran kas, sarana kontak efisien, alat pengendalian manajemen, dan kandungan informasi laba dalam teori pasar efisien.
Terdapat 5 (lima) pendekatan pada tingkat pragmatis ini, yaitu:
a. Berdasarkan pendekatan prediktor aliran kas ke investor, hubungan logis antara laba dan aliran kas ke investor an kreditor sebagaimana dinyatakan
oleh FASB dalam tujuan pelaporan keuangan dapat membantu investor dan kreditor dalam mengembangkan model untuk memprediksi aliran kas ke mereka guna menilai investasi atau kapitalnya.
b. Laba dan Harga Saham
Laba merupakan prediktor aliran kas masa depan ke investor digunakan untuk menentukan apa yang disebut nilai intrinsik sekuritas atau saham, dan nilai intrinik inilah yang akan menentukan harga saham di pasar modal pada saat tertentu.
c. Pendekatan yang lain adalah perkontrakan efisiensi. Teori ini merupakan bagian atau turunan dari teori keagenan, sehingga didasarkan atas berbagai aspek dan implikasi hubungan keagenan. Pemasukan angka akuntansi (angka laba) dalam kontrak sehingga kontrak menjadi efisien.
d. Laba juga dapat digunakan sebagai pengendalian manajemen, yaitu sebagai pengukur kinerja divisi atau manajernya. Perilaku manajer dikendalikan melalui laba dengan cara mengaitkan kmpensasi dengan laba sebagai pengukur kinerja.
e. Efisiensi pasar dalam kaitannya dengan konsep laba dalam tataran pragmatik harus dikaitkan dengan sistem informasi dengan segala regulasi yang berlaku dalam lingkup beroperasinya pasar modal.
2.2 Relevansi Nilai Buku 2.2.1 Pengertian Nilai Buku
Nilai buku ekuitas (equity book value) merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan emiten. Menurut Hartono (2013:154), nilai buku (book
value) per lembar saham menunjukkan aset bersih (net assets) yang dimiliki oleh
pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aset bersih adalah sama dengan total ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar, maka nilai buku per lembar saham adalah total ekuitas yang terdiri dari nilai nominal saham beredar, agio saham, modal disetor dan laba ditahan, dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Untuk mengukur nilai buku per saham maka dapat dilakukan dengan cara membagi antara total ekuitas dengan jumlah saham yang beredar.
Ukuran ini berdasarkan pada penelitian Kusumo (2013) serta Adhani (2014).
Nilai buku =
Nilai buku (book value) dikatakan sebagai salah satu penilaian saham selain nilai pasar (markert value) dan nilai intrinsik (intrinsic value) beberapa nilai yang berhubungan dengannya antara lain : (1) Nilai nominal suatu saham yaitu nilai kewajiban yang ditetapkan untuk tiap – tiap lembar saham; (2) Agio saham yaitu selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaannya dengan nilai nominal sahamnya; (3) Nilai modal disetor (paid in capital) merupakan total nilai yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan emiten untuk diukur dengan saham baik saham preferen maupun saham biasa; (4) laba ditahan (retained earning) merupakan laba yang tidak dibagikan kepada pemegang saham, laba yang tidak dibagi ini diinvestaskan kembali ke perusahaan sebagai sumber modal internal (Oktaviana,2013).
2.2.2 Pengertian Relevansi Nilai Buku
Menurut Ohlson (1995) bahwa nilai buku (book value) juga merupakan faktor yang relevan dalam penilaian. Nilai buku diduga memiliki relevansi nilai
karena nilai buku merupakan pengganti (proksi) untuk pendapatan normal masa depan yang diharapkan serta merupakan proksi untuk nilai adaptasi dan nilai penolakan.
Menurut Collins, Maydew & Weiss (1997) peran nilai buku (book value) tidak dapat diabaikan karena nilai buku ekuitas juga merupakan faktor yang relevan dalam menjelaskan nilai ekuitas. Variabel nilai buku dapat menghilangkan bias yang terjadi pada model kapitalisasi laba sederhana yang berasumsi bahwa hubungan laba dan harga adalah positif dan homogen.
2.3 Investasi
Bentuk efisiensi pasar dapat ditinjau dari segi ketersediaan informasinya saja atau dapat dilihat tidak hanya dari ketersediaan informasi, tetapi dilihat dari kecanggihan pelaku pasar dalam pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi yang tersedia. Pasar efisien yang ditinjau dari sudut informasi disebut dengan efisiensi pasar secara informasi (informationally efficient market).
Kunci utama untuk mengukur pasar yang efisien adalah hubungan anatar harga sekuritas dengan informasi. Fama (1970) dalam Hartono (2013:548) menyajikan tiga macam bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketiga macam bentuk dari informasi, yaitu informasi masa lalu, informasi sekarang yang sedang dipublikasikan dan informasi privat sebagai berikut :
1. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)
Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga-harga dari sekuritas mencerminkan secara penuh (fully reflect) informasi masa lalu. Bila tingkat efisiensi bentuk lemah ini tercapai, berarti tidak seorang investorpun mendapat
keuntungan di atas normal (abnormal return), dengan mempelajari gerakan harga-harga sekuritas historis untuk memprediksi gerakan dan arah harga sekuritas pada periode yang akan datang karena gerakan harga sekuritas tersebut bersifat acak (random walk), sehingga sangat sulit memprediksi arah perubahan harga periode yang akan datang.
2. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form)
Pasar dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) termasuk informasi yang berada di laporan-
laporan keuangan perusahaan emiten.
3. Efisiensi pasar bentuk kuat (storng form)
Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang etrsedia termasuk informasi yang privat. Jika pasar efisien dalam bentuk ini, maka tidak ada individual investor atau grup dari investor yang dapat memperoleh keuntungan tidak normal (abnormal return) karena mempunyai informasi privat.
Tujuan membedakan ke dalam tiga macam bentuk pasar efisien ini adalah untuk mengklasifikasikan penelitian empiris terhadap efisiensi pasar. Ketiga bentuk pasar efisien ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Hubungan ketiga bentuk pasar efisien ini berupa tingkatan yang kumulatif, bentuk lemah merupakan bagian dari bentuk setengah kuat dan setengah kuat merupakan bagian dari bentuk kuat, seperti terlihat di Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Tingkatan Kumulatif dari ketiga bentuk pasar efisien.
2.3.1 Pengertian Investasi
Pada umumnya informasi mengenai laba bersih perusahaan dapat diperoleh berbagai pihak, apabila perusahaan telah berstatus go-public, maka perusahaan tersebut telah memberikan sebagian kepemilikannya untuk dapat dimiliki oleh pihak lain, baik individu maupun kelompok. Pasar modal merupakan salah satu tempat untuk bisa memiliki sebagian kepemilikan berupa saham.
Menurut Tendelilin (2010: 2) investasi didefinisikan sebagai berikut:
“Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang.”
Investasi merupakan kegiatan menunda konsumsi untuk mendapatkan (nilai) konsumsi dan sejumlah uang atau harta (aktiva) yang dapat digunakan dalam jangka waktu panjang untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan
Pasar efisien bentuk kuat Pasar efisien bentuk setenagh kuat
Pasar efisien bentuk lemah
datang. Investasi yang dilakukan perusahaan untuk memperlancar proses operasinya berupa investasi pada aset dan pada modal kerja.
2.3.2 Keputusan Investasi
Keputusan investasi berhubungan langsung dengan perusahaan, dalam artian bahwa keputusan investasi erat kaitannya dengan kegiatan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Sudana (2011: 6) menyatakan bahwa: “keputusan investasi berkaitan dengan proses pemilihan satu atau lebih alternatif investasi yang dinilai menguntungkan dari sejumlah alternatif investasi yang tersedia bagi perusahaan”.
Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) kalau investasi tersebut bisa membuat pemodal menjadi lebih kaya. Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah melakukan investasi.
Pengertian ini konsisten dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 6). Perusahaan menggunakan dana dengan harapan mampu menghasilkan kas balik (cash in flow) pada waktu mendatang melebihi nilai investasi awal selama satu periode. Keputusan investasi dimulai dengan identifikasi peluang investasi, yang sering disebut dengan proyek investasi modal. Manajer keuangan harus membantu perusahaan mengidentifikasi tiap proyek. Keputusan investasi juga disebut dengan keputusan penganggaran modal, karena sebagian besar perusahaan mempersiapkan anggaran tahunan yang terdiri dari investasi modal yang disahkan (Brealey, Myers, Marcus, Alan 2008: 8).
Keputusan investasi berhubungan langsung dengan perusahaan, dalam artian bahwa keputusan investasi erat kaitannya dengan kegiatan investasi yang
dilakukan oleh perusahaan. Menurut Riyanto (2008: 256), keputusan investasi mungkin merupakan keputusan yang paling penting di antara ketiga bidang keputusan lainnya, karena keputusan mengenai investasi ini akan berpengaruh secara langsung terhadap besarnya rentabilitas investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu yang berikutnya. Capital budgeting yang merupakan aspek utama dari jenis keputusan ini, adalah pengalokasian dana yang pada berbagai usul investasi yang manfaatnya baru dirasakan di waktu yang akan datang.
Dengan demikian keputusan investasi ini akan menentukan keseluruhan jumlah aset yang ada pada perusahaan. Komposisi dari aset-aset tersebut, serta tingkat risiko usahanya.
2.3.3 Teori yang Melatarbelakangi Keputusan Investasi 1. Signalling Theory
Menurut Brigham dan Houston (2001: 78) isyarat atau sinyal adalah adalah salah satu tindakan yang diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan.
Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan publik.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Spense di dalam artikelnya tahun 1973. Teori tersebut menyatakan bahwa pengeluaran investasi memberikan sinyal positif terhadap pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang (Wahyudi dan Pawestri, 2006: 5). Teori ini menunjukkan bahwa pengeluaran investasi yang dilakukan oleh perusahaan memberikan sinyal, khususnya kepada investor maupun kreditur bahwa perusahaan tersebut akan tumbuh di
masa mendatang. Pengeluaran investasi yang dilakukan oleh manajer pastinya telah memperhitungkan return yang akan diterima dan hal tersebut sudah pasti akan memilih pilihan yang paling menguntungkan perusahaan.
2. Fisherian’s Theory
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Fisher pada tahun 1973, yang merupakan ekonom neoklasik berkebangsaan Amerika. Teori tersebut menyatakan bahwa dengan adanya asimetri informasi antara investor dengan manajemen maka investor sebagai pihak luar tidak dapat melihat perilaku manajemen dalam membuat keputusan investasi sehingga akan melakukan investigasi perilaku manajer melalui sisi lain. Perilaku-perilaku manajer lainnya yang dapat menunjukkan pembuatan keputusan investasi adalah melalui kebijakan struktur modal.
2.3.4 Mengukur Tingkat Investasi
Keputusan investasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki pilihan-pilihan atau kesempatan investasi (investment opportunity set - IOS) untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Keputusan investasi sering digambarkan oleh banyak peneliti dalam Investment Opportunity Set (IOS).
Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat bergantung pada pilihan pengeluaran modal yang dilakukan perusahaan di masa yang akan datang. Hal tersebut yang menyebabkan IOS tidak dapat di observasi sehingga membutuhkan proksi untuk mengukurnya.
Hasnawati (2005: 118), tiga proksi IOS yang banyak digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah:
(1) Proksi IOS berbasis harga (price based proxies), mendasarkan pada perbedaan antara asset dan nilai pasar saham. Jadi proksi ini sangat tergantung pada harga saham. Proksi ini mendasarkan pada suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dengan harga saham, selanjutnya perusahaan yang memiliki pertumbuhan tinggi akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif dari aset-aset yang dimiliki (assets in place). Rasio-rasio yang telah digunakan beberapa penelitian yang berkaitan dengan proksi pasar yaitu:
1. Market to book value equity 2. Tobin’s Q
3. Ratio of property, plant, and equipment to firm value 4. Ratio of depreciation to firm value
5. Market to book value of assets 6. Earning to prove ratio
(2) Proksi IOS berbasis investasi (investment based proxies) menunjukkan tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positif berhubungan dengan IOS perusahaan. Perusahaan dengan IOS tinggi akan memiliki investasi yang tinggi. Selanjutnya ditemukan bahwa aktivitas investasi modal yang diukur dengan ratio capital expenditures to assets sebagai proksi IOS mempunyai hubungan positif dengan realisasi pertumbuhan. Rasio yang sering digunakan oleh peneliti antara lain:
1. Rasio investment to net sales
2. Rasio capital expenditure to book value asset 3. Rasio capital expenditure to market value of asset
(3) Proksi IOS berbasis varian (variance measure), mendasarkan pada ide pilihan akan menjadi lebih bernilai sebagai variabilitas dari return dengan dasar pada peningkatan asset. Ukuran yang digunakan dalam beberapa penelitian antara lain:
1. Varian return 2. Beta asset
Proksi IOS yang digunakan dalam penelitian ini adalah Market to Book Value Equity (MBVE), dengan rumus sebagai berikut:
MBVE = Jumlah Saham Beredar x Closing Price
Total Ekuitas
Keterangan :
Jumlah lembar saham yang beredar = Jumlah lembar saham beredar Closing Price = Harga jual penutupan saham Akhir
Total Ekuitas = Total Ekuitas
Market to Book Value of Equity adalah rasio nilai buku ekuitas
terhadap nilai pasar, merupakan alat untuk mengukur IOS yang dianggap paling baik untuk menggambarkan IOS perusahaan. Rasio ini mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa depan dari return yang diharapkan dari ekuitasnya.
2.4 Penelitian Terdahulu
Dontoh, Radhakrishnan & Ronen (2004) dalam penelitiannya menyatakan mulai terjadi penurunan temporal terhadap relevansi nilai informasi akuntansi.
Penelitian tersebut secara spesifik membuktikan bahwa ketika non-information- based (NIB) dari aktifitas perdagangan meningkat, mengakibatkan penurunan
dalam hubungan informasi akuntansi terhadap harga saham.
Penelitian El-Shamy & Kayed (2005) yang menguji kembali relevansi nilai informasi akuntansi setelah diterapkannya IFRS di Kuwait, berhasil membuktikan bahwa laba dan nilai buku secara individu memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap harga saham. Laba menjadi kurang relevan dan nilai buku menjadi tidak relevan jika perusahaan memiliki laba negatif. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa model penelitian ini cocok untuk menguji sektor industri dan makanan, dan kemudian diikuti oleh sektor jasa dan sektor keuangan.
Penelitian Collins, Maydew, & Weiss (1997) membuktikan relevansi laba dan nilai buku menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan relevan untuk digunakan sebagai dasar ekspetasi investor masa mendatang. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan Kusuma (2006) membuktikan bahwa laba dan nilai buku ekuitas tidak kehilangan relevansinya sebagai indikator untuk menilai kinerja suatu perusahaan. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut dapat diindikasikan bahwa laba dan nilai buku masih merupakan variabel penting dalam proses penilaian perusahaan. Laba lebih dominan dalam model penilaian daripada nilai buku untuk penerapan di institusi keuanga, jasa, investasi dan sektor real
estate, sedangkan jika diterapkan di sektor industri hubungan nilai buku terhadap
harga saham lebih dominan.
Penelitian relevansi nilai di Indonesia juga dilakukan oleh Mayangsari (2004) yang menguji tentang relevansi nilai informasi akuntansi pada periode krisis keuangan tahun 1995-1998. Penelitian tersebut menemukan bahwa laba dan nilai buku tetap memiliki relevansi nilai meskipun dalam kondisi krisis ekonomi.
2.5 Kerangka Pemikiran
Teori dasar pada istilah relevansi nilai informasi akuntansi (Laba akuntansi dan Nilai Buku) berasal dari Clean Surplus Theory. Clean Surplus Theory mengasumsikan bahwa investor memiliki keyakinan dan pilihan yang sama serta terdapat hubungan surplus bersih antara ekuitas dan laba (Subekti, 2012). Teori ini memberikan rerangka yang konsisten dengan perspektif pengukuran dengan menunjukkan bagaimana nilai pasar dari perusahaan dapat dilihat dari neraca dan komponen laba rugi (Scott, 2009).
2.5.1 Pengaruh Relevansi Laba Akuntansi (X1) dengan Keputusan Investasi (Y)
PSAK 46 per 1 Jan 2015 mendefinisikan laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi pajak. Laba akuntansi mencerminkan informasi kinerja perusahaan, yang dilihat investor dalam pengembalian atas saham yang dimilikinya (Brigham dan Houston, 2010). Jika laba akuntansi suatu perusahaan menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu, maka investor akan tertarik untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut, dengan demikian semakin tinggi laba maka harga saham yang dimiliki perusahaan akan
semakin meningkat pula (Simamora, 2000). Semakin besar laba suatu perusahaan, maka kecenderungan yang ada adalah semakin tinggi keputusan investasi. Hal ini terjadi karena laba perusahaan pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan kekayaan pemegang saham, sehingga investor akan yakin untuk menginvestasikannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Shamki & Rahman (2012), menguji relevansi nilai earnings dan book value secara individu dan simultan dengan menggunakan price model dan return model. Penelitian ini menemukan bahwa earnings lebih penting dalam menjelaskan variance pada harga saham
dibandingkan dengan book value.
2.5.2 Pengaruh Relevansi Nilai Buku (X2) dengan Keputusan Investasi (Y ) Menurut Murhadi (2009:148) ada beberapa alasan mengapa investor menggunakan rasio harga terhadap nilai buku dalam analisis investasi: pertama, nilai buku sifatnya relatif stabil. Bagi investor yang kurang percaya terhadap estimasi arus kas, maka nilai buku merupakan cara yang paling sederhana untuk membandingkannya. Kedua, adanya praktik akuntansi yang relatif standar diantara perusahaan-perusahaan menyebabkan price to book value dapat dibandingkan antar berbagai perusahaan akhirnya dapat memberikan signal kepada investor.
Menurut Sulistiono (2010) nilai buku adalah angka rasio yang menjelaskan seberapa kali seorang investor bersedia membayar sebuah saham untuk setiap nilai buku per sahamnya dalam keputusan investasinya serta nilai buku digunakan karena memberikan gambaran seberapa kali investor mengapresiasi sebuah saham
berdasarkan nilai buku per lembar sahamnya dalam pengambilan keputusan investasinya.
Investor menggunakan nilai buku untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba per lembar saham di masa mendatang.
Sebagai informasi akuntansi yang digunakan untuk keputusan investasi, pokok informasi nilai buku akan direfleksi dalam harga pasar saham. Semakin tinggi nilai buku maka harga saham akan semakin tinggi. Oleh karena itu, pokok informasi nilai buku yang dimiliki oleh suatu perusahaan, akan mempengaruhi keputusan investasi.
Andriantomo & Yudianti (2013) berpendapat bahwa sistem akuntansi dapat memberikan informasi yang saling melengkapi tentang nilai buku dan laba.
Nilai buku yang berasal dari neraca memberikan informasi tentang nilai bersih sumber daya perusahaan. Sedangkan laba yang berasal dari laporan laba rugi mencerminkan hasil usaha perusahaan dalam memberdayakan sumber dayanya saat ini.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh angka akuntansi yaitu nilai buku dan laba per saham dengan harga saham per saham. Laba per saham merupakan angka akuntansi yang berpengaruh terhadap nilai pasar saham yang diukur melalui harga saham (Ali, 1994). Graham et al. (2000) menemukan tingkat pengaruh nilai buku terhadap harga saham lebih besar daripada tingkat pengaruh laba per saham atau dividen dengan harga pasar saham, terutama pada saat terjadinya krisis ekonomi di suatu negara.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka Model Kerangka Pemikiran yang dapat digambarkan adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
2.6 Hipotesis
Kerangka Model Pemikiran yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan ke dalam hipotesis penelitian sebagai berikut :
H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara relevansi laba akuntansi terhadap Keputusan Investasi pada Perusahaan Sub Sektor Barang Konsumsi .
Relevansi Laba Akuntansi (X1)
Relevansi Nilai Buku (X2)
Keputusan Investasi (Y) H1
H2
H1 : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara relevansi laba akuntansi terhadap Keputusan Investasi pada Perusahaan Sub Sektor Barang Konsumsi.
H0 : β2 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara relevansi nilai buku terhadap Keputusan Investasi pada Perusahaan Sub Sektor Barang Konsumsi.
H1 : β2 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara relevansi nilai buku terhadap Keputusan Investasi pada Perusahaan Sub Sektor Barang Konsumsi.