BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Surabaya merupakan salah satu kota terbesar kedua di Indonesia, hal tersebut menjadikan Surabaya termasuk dalam tingkat kemacetan tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data bahwa Kota Surabaya ada di peringkat ke-8 yang masuk dalam kategori Kota termacet di Indonesia dalam tingkat kemacetan 37 jam pertahunnya. Dengan berbagai macam kendaraan seperti sepeda motor, mobil, bus, truk, dan kereta api. Hal tersebut yang menyebabkan Kota Surabaya bertambah jumlah kendaraan dan menjadi macet pada setiap harinya. (KOMPAS.com, 2018)
Transportasi pelayanan publik seperti bus, angkutan umum, dan kereta api seharusnya menjadi sarana dan prasrana yang diminati oleh masyarakat, karena keberadaannya bisa mengurangi tingkat kemacetan yang terjadi.
Namun, pada kenyataannya transportasi umum justru membuat masyarakat menjadi lebih memilih kendaraan pribadinya. Kurangnya minat masyarakat pada transportasi umum adalah kurangnya kualitas pelayanan publik yang tersedia atau kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat seperti kondisi fisik transportasi dan lamanya kendaraan sehingga terlihat tidak layak dipakai.
Permasalahan di Kota Surabaya dengan adanya tingkat kemacetan dan kecelakaan yang terjadi di tiap tahunnya, pada tahun 2015 sebanyak 2.126.168 unit yang didominasi oleh kendaraan sepeda motor yang berjumlah 1.655.891 unit. Pada tahun 2017 sebanyak 8,74 juta, dan menimbulkan pengurangan penumpang kendaraan umum menjadi 4,32 juta. Dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 4,5 juta atau tepatnya 4.521.629. Walaupun pada 2017 dan 2018 terjadi penurunan tetapi tetap saja kendaraan dengan sebanyak itu masih menimbulkan kemacetan yang luar biasa dan tidak memberikan solusi apapun terhadap kemacetan yang terjadi. (BPS Kota Surabaya)
Pemerintah memberikan inovasi pada apa yang terjadi, dan yang diinginkan oleh masyarakat dengan memberikan transportasi massal untuk mengurangi tingkat kemacetan yang terjadi di Surabaya dengan meluncurkan transportasi “Suroboyo Bus” yang diresmikan pada 7 April 2018, dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomer 67 Tahun 2018 tentang Kontribusi Sampah Dalam Penggunaan Layanan Bus Surabaya. Ada hal yang menarik pada sistem Pembayaran Suroboyo Bus, karena pembayaran yang menggunakan sampah plastik dan tidak menerima uang tunai sama sekali.
Pemerintah Kota Surabaya juga tidak hanya memberikan pelayanan publik dengan memberikan moda transportasi Suroboyo Bus, tetapi juga dengan memberikan pelayanan berbentuk aplikasi untuk melengkapi moda transportasi tersebut. Yang dimana didalam Perwali tentang Layanan Suroboyo Bus, maka dibuatlah inovasi pemerintah Surabaya tentang aplikasi, yang dimana untuk menunjang atau melengkapi moda transportasi Suroboyo
Bus. Aplikasi pelengkap Suroboyo Bus yaitu “GoBis (Golek Bis)”, aplikasi tersebut untuk mendeteksi atau memantau keberadaan dan posisi terakhir Suroboyo Bus saat sedang beroperasi, dan saat aplikasi tersebut di scan kode QR di halte maka supir juga dapat mengetahui keberadaan atau posisi penumpang yang ingin menaiki bus tersebut. Bentuk aplikasi Gobis yaitu sebagai berikut :
Gambar 1. Aplikasi Gobis
(Sumber : www.instagram.com/suroboyobus)
Aplikasi GoBis rencananya akan di gabungkan dengan aplikasi GoParkir dan beberapa aplikasi lainnya. Pemerintah berencana mengabungkan aplikasi-aplikasi tersebut dikarenakan untuk menunjang Smart City. Dan dengan adanya aplikasi GoBis yang dilengkapi dengan peta digital “real time” yang dapat memantau Suroboyo Bus, aplikasi tersebut tidak hanya untuk memantau keberadaan Suroboyo Bus tetapi juga terdapat beberapa informasi seperti tentang “e-ticketing” pada bus
AKPD atau AKAP, mikrolet, dan tempat wisata. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah tidak hanya untuk mengurangi tingkat kemacetan dan kecelakaan yang terjadi secara terus menerus di Kota Surabaya, tetapi dengan adanya aplikasi GoBis sebagai pelengkap pada moda transportasi Suroboyo Bus guna menunjang Kota Surabaya agar menjadi Smart City.
(TEMPO.CO, 2018)
Sebuah aplikasi pemerintahan dirasa sangat penting apalagi pada era modern ini, karena di era ini teknologi informasi menjadi pokok utama dalam pelayanan publik. Masyarakat merasa bahwa adanya fitur-fitur didalam aplikasi apalagi ranah pemerintahan menjadi suatu hal yang seharusnya ada, dan perlu dilakukan. Dengan adanya aplikasi pemerintahan maka masyarakat dapat mengetahui bagaimana sistem pemerintahannya, baik buruknya pemerintahan, dan juga dapat memberikan masukan ataupun kritikan pada apa yang telah diterapkan.
Karena aplikasi adalah sarana pendukung bagi masyarakat untuk layanan baik jasa maupun produk. Seperti menurut Groetsh dan Davis (Tjiptono, 1997) mengatakan bahwa kualitas merupakan kondisi dimana suatu keadaan dinamis yang memenuhi dan melebihi harapan berhubungan dengan produk, jasa, proses dan lingkungan. Karena suatu layanan bisa dikatakan berkualitas jika pelayanan tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
Menurut Moenir (2006) pelayanan publik yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang maupun pada sekelompok orang yang
berlandaskan pada faktor sistem, prosedur dan metode tertentu untuk memenuhi kepentingan orang lain sesuai haknya. Tujuan pemerintah dalam menerapkannya aplikasi Gobis sebagai pelengkap dari Suroboyo Bus adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, agar waktu masyarakat menununggu di halte tidak terbuang sia-sia.
Permasalahan dari aplikasi Gobis tersebut adalah kurangnya fitur didalam aplikasi seperti jadwal keberangkatan bus, yang terdapat di aplikasi tersebut hanya terdapat rutenya saja. Didalam aplikasi terdapat 4 rute yaitu :Purabaya-Rajawali, UNESA-ITS, dan MERR. Dalam setiap rute jeda waktu keberangkatan bus sekitar 15-20 menit. Dalam 3 rute tersebut yang sering terjadi kendala adalah pada rute jurusan UNESA-ITS karena rute yang panjang dan memakan waktu hampir 30 menit. Dan permasalahan yang terjadi juga pada aplikasi Gobis ini yaitu sering terjadi eror atau down pada servernya. Baik maps yang tidak keluar, posisi bus tidak muncul, halte yang tidak muncul bahkan sampai ada yang diturunkan di suatu halte untuk menunggu giliran bus. (Aplikasi Gobis, 2019)
Aplikasi Gobis yang diberikan oleh pemerintah guna memberikan pelayanan kepada masyarakat merupakan hal positif. Apalagi dengan adanya aplikasi Gobis menjadi sarana dan tujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengetahui keberadaan Suroboyo Bus. Namun, dengan adanya kendala yang terjadi seperti kurangnya fitur didalam aplikasi dan sering terjadi eror pada sistem aplikasi. Maka, perlu adanya penelitian mengenai apa yang menjadi faktor-faktor implementasi pada program
aplikasi Gobis ini, dan agar permasalahan yang terjadi dapat memberikan solusi. Maka penulis tertarik untuk mengambil judul “FAKTOR- FAKTOR IMPLEMENTASI PROGRAM “APLIKASI GOBIS”
DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK TRANSPORTASI DI KOTA SURABAYA TAHUN 2018”
B. Rumusan masalah
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi program aplikasi Gobis dalam kualitas pelayanan transportasi publik di Kota Surabaya tahun 2018 ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi suatu program aplikasi Gobis dalam meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik di Kota Surabaya.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi kepada masyarakat terutama pengguna aplikasi Gobis itu sendiri tentang sejauh mana kualitas pelayanan transportasi itu dilakukan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian yang sudah dilakukan diharapkan bisa diteliti lebih dalam lagi mengenai program aplikasi Gobis dalam meningkatan kualitas pelayanan transportasi publik dan menambah teori-teori baru.
E. Tinjauan Pustaka/ Studi Terdahulu
Penelitian yang di buat oleh penulis yaitu menggunakan 10 literatur review. Hal tersebut digunakan sebagai referensi agar memudahkan penulis membandingkan penelitian yang digunakan oleh peneliti terdahulu dengan apa yang akan diteliti oleh penulis. Dan juga untuk melengkapi penelitian terdahulu dan melanjutkan penelitian tersebut. Yang akan dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 1. Tinjauan Pustaka No Penulis /
Tahun
Judul Ringkasan
1. (Rasyid, 2015) Kualitas Pelayanan Transportasi Publik (Studi Deskriptif tentang Kualitas Pelayanan Jasa Angkutan Umum Perum Damri Unit Angkutan Bus Khusus Gresik- Bandara Juanda)
Hasil penelitian yang dilakukan sebenarnya dengan adanya bus Damri sudah cukup baik, hanya perlu perbaikan beberapa dimensi dari indikator yang diukur berdasarkan kualitas pelayanan, sebagai berikut : Pertama, Dimensi Tangible yaitu dengan adanya bus khusus masyarakat merasa kecewa karena tuang tunggu dan tempat pangkalan bus kurang memadai. Kedua yaitu Dimensi Realiability masyarakat perlu adanya tempat untuk pembayaran tiket bus khusus tersebut. Ketiga, Dimensi Responsiveness yaitu belum mampunya pihak Damri
mewujudkan kebutuhan
pelanggan dengan kasus jam operasional bus khusus ini.
Keempat, Dimensi Assurance yaitu masyarakat merasa kecewa dengan jaminan kepastian waktu pelayanan yang telah dijanjikan
karena keterlambatan jadwal kedatangan.
2. (Fahmida, 2018)
Survei Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang Koridor I, II, III, IV Dikota Semarang.
Penelitian ini terdapat 9 unsur (indikator) penilaian. Salah satu unsur yang menjadi faktor pndorong tertinggi kepuasan masyarakat adalah pada unsur biaya dan tarif. Dan faktor yang menjadi penghambat BRT Trans Semarang koridor I, II, III, IV adalah pada sarana dan prasarananya di koridor III dan IV hal tersebut terdapat pada unsur waktu dan penyelesaiannya.
Dengan adanya hambatan tersebut maka masyarakat kurang puas.
Dan juga setiap koridornya mempunyai indeks kepuasan yang berbeda-beda. Sehingga menimbulkan presepsi kepuasan masyarakat, jika menggunakan koridor yang berbeda.
3. (Indra Alfian, 2018)
Pengaruh Kualitas Pelayanan Bus Trans Sarbagita Terhadap Kepuasan Masyarakat
Pengguna Jasa
Transportasi di Bali (Studi Kasus : Koridor 1 dan Titik Pertemuan Koridor 1-2 Trans Sarbagita)
Hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpukan bahwa dengan adanya pengaruh parsial dari kualitas pelayanan Bus Trans Sarbagita terhadap kepuasan pelanggan adalah positif yang signifikan. Karena adanya data yang diperoleh dengan menggunakan analisis regresi linier yang mendapatkan nilai positif sebesar 0,986. Dan pengaruh yang determinan dari kualitas pelayanan Bus Trans Sarbagita terhadap kepuasan pelanggan adalah sebesar 64%
dengan menggunakan perhitungan yang sama. Dan sisanya adalah 36% hal tersebut dipengaruhi oleh adanya faktor yang tidak dijelaskan pada penelitian ini.
4. (Arif Wibowo, 2014)
Pengaruh Kulalitas Pelayanan Transportasi Umum Bus Trans Jogja Terhadap Kulaitas
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perlu adanya pelengkap kualitas layanan yang diberikan dan dikelola oleh petugas Bus
Konsumen Trans Jogja : 1) jaminan, adalah faktor yang sangat penting dalam pelayanan publik. Sebenarnya jaminan sudah cukup baik, namun perlu adanya peningkatan lagi yaitu keramahan karyawan atau staff kepada konsumen agar merasa nyaman dan senang dengan adanya pelayanan yang diberikan. 2) bukti fisik, karena perlu adanya perbaikan pada kondisi fisik bus dan halte seperti perbaikan cat bus, perbaikan AC bus, dan penampilan karyawan yang rapi juga sangat mempengaruhi konsumen. 3) daya tanggap, perlu adanya peningkatan pada karyawan tunggu di halte sehinga sewaktu-
waktu jika konsumen
membutuhkan sesuatu bisa ditangani secepat mungkin. 4) kehandalan, pemerintah harus mempertahankan kehandalan yang ada seperti petugas selalu ada dihalte, dan prosedur pelayanan juga tidak berbelit- belit. 5) kepedulian, karyawan harus lebih peka dengan apa yang diinginkan oleh konsumen.
5. (Oktariansyah, 2017)
Analisis Kualitas Pelayanan Angkutan Umum(Transmusi) Melalui Kinerja Terhadap Kepuasan Masyarakat di Kota Palembang
Hasil penelitian adalah pada variabel kualitas pelayanan adalah adanya pegaruh langsung terhadap kinerja. Pada tingkat kesalahan sebesar 5% dikatakan bahwa kualitas pelayanan dan kinerja sangat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Tetapi kinerja untuk kepuasan pelanggan masih belum maksimal atau tidak sesuai dengan dengan harapan.
Sehingga perlu adanya penambahan faktor seperti ssistem transportasi yang memungkinkan adanya pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya. Nilai
yang digunakan adalah dengan kegiatan tranasportasi seperti nilai tempat dan nilai waktu.
6. (Muslim, 2017)
Pelaksanaan Pelayanan Transportasi Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) Trans Metro Kota Pekanbaru Menuju
ASIAN Economic
Community 2015
Hasil penelitian yang dilakukan yaitu pelayanan Trans Kota Pekanbaru masih belum maksimal, hal tersebut dibuktikan dengan belum adanya jaluur khusus sehingga menimbulkan permasalahan kemacetan dan kecelakaan, shelter bus terletak di median jalan, perilaku supir dijalan yang ugal-ugalan dengan menggunakan kecepatan yang melewati batas, jadwal kedatangan dan keberangkatan bus tidak menentu atau tidak sesuai harapan sehingga menimbulkan masyarakat menjadi tidak tertarik untuk menggunakan transportasi ini.
7. (Putri Yulfa Rianti, 2018)
Kualitas Pelayanan Transjakarta Busway Di DKI Jakarta
Hasil penelitian menunjukkan kualitas pelayanan Transjakarta masih kurang baik, dapat dilihat dari 5 indikator untuk mengukur kualitas pelayanan Transjakarta yaitu : 1) Realibility, pada indikator ini masih belum adanya perubahaan pada sikap dan perilaku petugas dengan memberikan pelayanan pada pelanggan, hal tersebut perlu adanya pelatihan khusus. 2) Responsiveness, pada indikator ini sebenarnya respon sudah cukup baik, tetapi perlu adanya peningkatan pada kesigapan petugas dengan mengatasi keadaan penuh sesak. 3) Assurance, dengan adanya jaminan yang telah diberikan oleh petugas dan pramudi Transjakarta masih belum sesuai dengan apa yang dihapakan karena masih banyaknya kejadian kecelakaan.
4) Empathy, pada indikator ini,
kurang perhatiannya petugas pada ibu hamil dan lansia yang tidak mendapatkan tempat duduk, padahal perhatian yang sangat penting adalah pada kedua hal tersebut. dan 5) Tangible, perlu adanya peningkatan fasilitas ketersediaan bus dengan jumlah penumpang yang semakin meningkat.
8. (Dewangga Putra Pratama, 2016)
Kualitas Pelayanan Perum Damri Pemerintah Kota Surabaya (Studi Kasus Transportasi Pada Bus Trans Sidoarjo)
Penelitian ini yaitu membahas mengenai tranportasi yang
semakin padant dan
mengakibatkan kemacetan pada ruas-ruas jalan. Hal tersebut menjadikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan PERUM DAMRI untuk mengatasi kemacetan dengan memberikan transpotasi massal yaitu “Bus Trans Jawa Timur. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung adanya program Bus Trans Sidoarjo dengan harapan perpindahan masyarakat dari tempat satu ketempat lainnya menjadi lebih ramah, cepat, aman teratur, terrib, lancar, nyaman dan efisien dan juga agar masyarakat lebih memilih menggunakan
kendaraan umum ini
dibandingkan kendaraan pribadi.
Dan pembahasan ini
menggunakan 6 variabel : keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan. Dan hasil penelitian dari 38 kriteria yang telah dijawab oleh 350 responden, 291 responden atau 83,14% mengatakan sangat baik, sedangkan 59 responden atau 16,86% mengatakan baik pada kualitas pelayanan bus Trans Sidoarjo.
9. (Darwis, 2017) Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Masyarakat Pengguna Bus Rapid
Transit (BRT)
MAMINASATA
Penelitian ini menyimpulkan bahwa beberapa responden sudah mendapatkan pelayanan yang baik berkualitas dari Perum Damri sebagai operator Bus Rapid Transit Maminahasta. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai yang menncapai 75,51. Maka dengan hal tersebut masyarakat merasa sangat puas pada pelayanan yang diberikan oleh Bus Rapid Transit Maminahasta yang dibuktikan dengan nilai kepuasan sebanyak 80,27. Dan 5% menunujukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat, antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan sebanyak 0.606.
10. (Marom, 2003) Kualitas Pelayanan Transportasi Kota Semarang (Studi Kasus terhadap Kualitas Pelayanan Angkutan
Umum : Mobil
Penumpang Umum dan Bis Sedang di Kota Semarang
Penelitian yang dilakukan perlu adanya perbaikan : Pertama, perlu adanya penyediaan anggaran khusus oleh pemerintah yang digunakan untuk pembinaan pada para pengusaha dan awak angkutan kota. Hal tersebut guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pemakai jasa angkutan umum. Kedua, perlu adanya himbauan untuk para pengusaha dibidang angkutan umum ini untuk menarik keuntungan yang besar pada pengguna jasa. Ketiga, untuk meningkatkan dan pengetahuan dan keterampilan para awak angkutan kota agar para pengguna jasa merasa aman, nyaman, lancar, tertib, dan tepat waktu.
Keempat, diperlukan adanya penegakan hukum dan peraturan yang konsisten dan konsekuen.
Keseluruhan studi terdahulu dengan 10 peneliti diatas yaitu dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan pada setiap penelitian-penelitian yang dilakukan. Kebanyakan pada penelitian terdahulu meneliti tentang kualitas pelayanan publik dan kepuasan pada pelanggan.
Maka dari itu, penulis akan memberikan perbedaan dengan penelitian- penelitian sebelumnya. Dimana penulis akan membahas penelitian ini tentang implementasi untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik dan ditambah dengan adanya sistem aplikasi Gobis, yang dimana aplikasi ini sudah berjalan selama 1 tahun dan bagaiamana selama perjalanan tersebut diterapkan apakah terdapat hambatan atau kendala pada aplikasi Gobis.
F. Kerangka Teori
1. Implementasi Kebijakan
1.1.Pengertian Implementasi Kebijakan
Kebijakan menurut Wluyo Imam Isworo dalam Meriam Budiarjo (1996:229) mengatakan bahwa suatu kebijkan merupakan hasil yang sudah diputuskan setelah melalui pemilihan alternatif yang dilakukan oleh seseorang mapun sekelompok orang untuk mencapai tujuan secara efektif. Sedangkan, menurut Fredrik kebijakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang, kelompok maupun pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan cara menunjukkan kesulitan dan kemungkinan usulan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan.
Menurut Hoogerwerf (1983:4) mengatakan bahwa kebijakan adalah sebagai usaha untuk mencapai sebuah tujuan dalam waktu tertentu. Dan kebijakan adalah jawaban dari sebuah masalah dan dengan upaya untuk memecahkan, mengurangi, atau mencegah masalah yang tidak terarah. Dan Hoogerwerf (1983:4) juga mengatakan bahwa memberikan batasan dari kebijakan, yaitu program mencapai tujuan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang terarah. Suatu kebijakan tidak jauh beda dengan program, keduanya sama-sama membahas suatu tujuan dan harapan untuk dapat mencapainya.
Menurut Anderson (dalam Budi Winarno, 2004 : 19-20) mengatakan bahwa sifat kebijakan publik adalah suatu arah tindakan untuk dipahami menjadi beberapa kategori : tuntutan kebijakan, keputusan-keputusan kebijakan, pernyataan-pernyataan kebijakan, hasil-hasil kebijakan, dan
dampak-dampak kebijakan. Adapun tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn (1998 : 22) yaitu sebagai berikut :
1) Tahap penyusunan data yaitu untuk merumuskan masalah-masalah dalam agenda publik.
2) Tahap formulasi kebijakan yaitu masalah yang telah masuk pada agenda kebijakan kemudia dibahas oleh aktor kebijakan dan masalah- masalah tersebut didefinisikan untuk dicari solusi untuk memecahkan masalah tersebut.
3) Tahap adopsi kebijakan yaitu alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para aktor kebijakan dan untuk tindakan lanjut dengan dukungan mayoritas legislatif, konsensus dll.
4) Tahap implementasi kebijakan yaitu suatu program kebijakan yang hanya akan menjadi catatan-catatan elit saja, jika program tersebut tidak diimplementasikan.
5) Tahap evaluasi kebijakan yaitu untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu dipecahkan.
Dalam beberapa tahap diatas yang masuk kedalam penelitian yang akan diteliti adalah pada tahap implementasi kebijakan, yang mana untuk mengetahui suatu program aplikasi Gobis dalam meningkatkan pelayanan transportasi.
Teori implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) mengatakan bahwa dalam memahami implementasi yaitu dengan
melihat bahwa suatu program dinyatakan atau dianggap sudah bisa dilakukan untuk menjadi fokus perhatian pada implementasi kebijaksanaan seperti pada kejadian ataupun kegiatan yang terjadi sesudah ditetapkannya suatu pedoman kebijaksanaan Negara yang meliputi usaha-usaha dalam mengadministrasikan ataupun menimbulkan suatu dampak atau akibat pada masyarakat.
Pada dasarnya suatu implementasi kebijakan adalah sebuah cara agar suatu kebijakan dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan baik itu nantinya diharapkan ataupun tidak. Dalam mengimplemantasikan suatu kebijakan adalah dengan dua cara yaitu mengimplementasikan langsung pada bentuk program dan juga dengan cara formulasi kebijakan atau turunan dari kebijakan. Runtutan dalam implementasi kebijakan yaitu dilakukan melalui suatu program, dan selanjutnya akan dikeluarkan menjadi suatu proyek dan diakhiri dengan kegiatan. Hal tersebut diakukan oleh pemerintah, masyarakat bahkan kerjasaa pemerintah dengan masyarakat.
Implementasi kebijakan menurut Lester dan Stewart dalam Agustino (2008 : 196) yang mengatakan bahwa dalam tahap penyelenggaraan suatu kebijakan ditetapkan yaitu setelah menjadi sebuah undang-undang. Dalam arti luas implementasi kebijakan yaitu suatu usaha dan kegiatan undang-undang kedalam berbagai organisasi, aktor, prosedur, bahkan teknik-teknik yang bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan dan dampak yang ingin dilakukan oleh suatu kebijakan. Sedangkan menurut Bresman dan Wildansky dalam Agustino (2008 : 198) mengatakan bahwa suatu Implementasi Kebijakan merupakan sebuah proses interaksi atau berhubungan dengan suatu tujuan dan
tindakan yang dapat mencapai sebuah tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan adalah proses atau tahapan lanjutan dari tahap formulasi kebijakan, dan pada tahap tersebut dilakukan sebuah strategi dan tujuan kebijakan sedangkan pada tahap implementasi kebijakan suatu tindakan dilakukan guna mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008 : 195) mengatakan bahwa Implementasi Kebijakan merupakan suatu perilaku yang dilakukan oleh beberapa individu atau bahkan pejabat-pejabat atau kelompok- kelompok pemerintah dan swasta, hal tersebut dilakukan guna tercapainya suatu tujuan yang sudah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan.
Sedangkan menurut Nugroho (2003 : 158) mengatakan bahwa Implementasi Kebijakan memiliki dua pilihan yaitu dengan cara langsung mengimplementasikannya kedalam beberapa program atau memulai dengan formulasi kebijakan.
Jones dalam Arif Rohman (2009 : 101-102) mengatakan bahwa suatu program adalah berkaitan dengan salah satu komponen kebijakan yang berwenang untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan. Suatu program memiliki unsur utama untuk tujuan tercapainya suatu kegiatan implementasi.
Implementasi program menurut Haedar Akib dan Antonius Tarigan (2000 : 12) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan program ini memiliki tiga elemen yaitu : program itu sendiri, pelaksanaan program dan kelompok sasaran program. Dan jika didalam suatu program ingin dikatakan berhasil yaitu jika
terdapat kesesuaian pada 3 (tiga) unsur implemetasi program. Pertama, kesesuaian antara suatu program dengan kelompok sasaran (pemanfaat).
Kedua, kesesuaian anatara suatu program dengan kemampuan organisasi
pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara suatu kelompok sasaran (pemanfaat) dengan organisasi pelaksana.
Menurut Riggs (2005 : 54) mengatakan bahwa implementasi program adalah suatu pelaksanaan baik itu organisasi ataupun perorangan yang bertanggungjawab pada pengelolaan dan pengawasan dalam proses implementasi. Sedangkan menurut Ratmiko (2005 : 4) mengatakan bahwa untuk mencapai suatu tujuan implementasi program secara efektif, maka pemerintah harus melakukan suatu tindakan atau perilaku berupa penghimpunan sumber dana dan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Implementasi program pada Model efektifias menurut Kertonegoro (2004 : 17) mengatakan bahwa terdapat 4 (empat) faktor dalam melaksanakan suatu kebijakan yaitu : komunikasi, kecenderungan atau tingkah laku, sumber- sumber maupun struktur birokrasi. Menurut teori Merilee S. Grindle mengatakan bahwa untuk menentukan suatu keberhasilan suatu implementasi adalah dengan dipengaruhinya isi kebijakan dan lingkungan implementasi, variabel pada implementasi tersebut adalah mencakup seperti :
1) Seberapa jauh suatu kepentingan kelompok sasaran terdapat didalam isi kebijakan
2) Jenis manfaat yang didapatkan oleh kelompok sasaran
3) Seberapa jauh suatu perubahan yang diharapkan dari sebuah kebijakan 4) Apakah letak dari suatu program sudah tepat dan efektif
5) Apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementatornya dengan jelas, dan
6) Apakah suatu program didukung oleh sumberdaya yang sesuai dan memadai.
Wibawa (1994 : 22-23) membahas mengenai model Grindle yang ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Dari kedua hal tersebut maka dalam isi kebijakan memiliki beberapa kepentingan yang mempengaruhi kebijakan yaitu :
1) Jenis manfaat yang diperoleh
2) Seberapa besar perubahan yang diinginkan 3) Kedudukan dari pembuat kebijakan
4) Seorang pelaksana program 5) Sumber daya yang diperoleh
Sedangkan pada konteks kebijakan yaitu :
1) Kepentingan, kekuasaan ataupun strategi dari seorang implementator yang terlibat
2) Karakteristik dari sebuah lembaga dan penguasa 3) Daya tanggap dan kepatuhan
1.2.Faktor-faktor Implementasi Kebijakan
Faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008 : 142) :
1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan yaitu dapat diukur dengan menggunakan tingkat suatu keberhasilan dan apabila ukuran dan tujuan dari suatu kebiakan memang benar dan nyata dengan budaya sosial yang terdaat di pelaksana kebijakan.
2) Sumber Daya yaitu suatu proses keberhasilam pada impementasi kebijakan yang berhubungan dengan kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. dan manusia adalah sumber daya terpenting untuk menentukan suatu keberhasilan dari proses implementasi.
3) Karakteristik Agen Pelaksana yaitu menjadi pusat perhatian terhadap agen pelaksana baik organisasi formal dan nonformal. Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh ciri-ciri yang cocok terhadap pelaksananya.
4) Sikap atau Kecendurangan para pelaksana yaitu dimana keberhasilan berpengaruh pada kinerja impementasi. Hal tersebut terjadi bukan haisl dari formulasi masyarakat yang mengenal terhadap permasalahan dan persoalan yang dirasakan.
5) Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana yaitu baiknya suatu koordinasi komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi.
6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik yaitu guna melihat sudah sejauh mana implementasi kebijakan di lingkungan eksternal dapat mendorong suatu keberhasilan kebijakan yang sudah ditetapkan.
Menurut Edward III dalam Subarsono (2011 : 90-92) mengatakan bahwa implementasi kebijakan memiliki 4 (empat) variabel atau indikator yang sangat mempengaruhi yaitu :
1) Komunikasi merupakan suatu keberhasilan pada implementasi kebijakan yang dimana seorang implementator mengetahui apa yang harus dilakukan, dan apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan yang diinginkan atau diharapkan kepada kelompok sasaran.
Indikator pada Komunikasi yaitu :
a) Transmisi untuk menghasilkan suatu implementasi yang baik ada penyaluran komunikasi yang baik.
b) Kejelasan untuk menghasilkan implementasi yang baik maka komunikasi yang diperloleh pada pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan atau dapat dipahami.
c) Konsistensi untuk menjalankan sesuatu yang sudah ditetapkan atau dijalankan maka perintah yang telah diberikan harus konsisten dan jelas.
2) Sumberdaya merupakan isi dari kebijakan yang sudah dibicarakan dengan jelas dan konsisten. Jika seorang implementator memiliki kekurangan pada sumberdaya pelaksanaan, maka implementasi tidak dapat berjalan sesuai harapan atau tidak efektif.
Indikator pada Sumberdaya yaitu :
a) Staf yaitu diperlukannya suatu staf/pegawai yang memiliki keahlian ataupun kemampuan yang diperlukan dan dibutuhkan didalam implementasi kebijakan agar dapat melaksanakan tugas yang diinginlan oleh kebijakan itu sendiri.
b) Informasi yaitu memiliki dua bentuk seperti : Pertama, seorang implementator harus mengetahui apa yang harus dilakukan pada saat diberi perintah untuk melakukan suatu tindakan, informasi ini berhubungan dengan pelaksanaan suatu kebijakan. Kedua, soran implementator harus mengetahui orang-orang yang terlibat langsung dalam suatu pelaksanaan kebijakan patuh terhadap hukum atau tidak. Karena informasi ini berhubungan dengan data kepatuhan dan peraturan pemerintah.
c) Wewenang yaitu harus bersifat formal agar perintah yang dilakukan bisa berjalan sesuai harapan dan efektif. Karena pada kewenangan ini semua pelaksana kebijakan ditetapkan secara politik.
d) Fasilitas yaitu fasilitas fisik yang menjadi salah satu faktor penting didalam implementasi kebijakan. Teteapi tanpa adanya fasilitas pendukung maka suatu implementasi kebijakan tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak akan berhasil.
3) Disposisi merupakan suatu karakterisktik atau watak seorang implementator yang memiliki komitmen, sifat demokratis dan
kejujuran. Apabila seorang implementator memiliki sikap yang berbeda dari si pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Indikator pada Disposisi yaitu :
a) Pengangkatan birokrat yaitu suatu sikap pelaksana yang akan menimbulkan suatu hambatan-hambatan yang terjadi pada implementasi kebijakan apabila suatu kelompok tidak melaksanakan kebijakan sesuai dengan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
b) Insentif yaitu untuk mengatasi masalah terhadap kecenderungan para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.
4) Struktur Birokrasi merupakan suatu oraganisasi dimana diberikan tugas untuk mengimplementasikan kebijakan yang memiliki pengaruh yang menonjol pada suatu impementasi kebijakan.
Indikator pada Struktur Birokrasi
a) Standard operational procedure (SOP) yaitu biasanya digunakan guna menanggulangi suatu keadaan tertentu yang dimana digunakan dalam organisasi-organisasi publik dan swasta. Hal tersebut juga dilakukan oleh para pelaksana yang memanfaatkan waktu yang sudah disediakan.
b) Fragmentasi yaitu tanggung jawab oleh suatu kebijakan terhadap beberapa badan yang berbeda. Jadi, apabila suatu kebijakan atau
program ingin dikatakan berhasil maka perlu adanya koordinasi yang besar untuk melaksanakan suatu kebijakan.
Sedangkan menurut Merilee S. Grindle dalam Subarsono (2011 : 93) bahwa suatu keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh 2 (dua) variabel yaitu : isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Yang dimana suatu kepentingan kelompok memiliki sasaran atau target kebijakan, dan jenis manfaat yang diterima oleh kelompok target.
Menurut Chrles O. Jones (1977 : 4) mengatakan bahwa implementasi program dipengaruhi oleh 3 (tiga) indikator :
1) Pengorganisasian yaitu suatu organisasi yang digunakan untuk melaksanakan suatu program sehingga dapat membentuk suatu tenaga pelaksana dari sumber daya manusia yang berkualitas dan sesuai harapan.
2) Interpretasi yaitu seorang pelaksana harus bisa menjalankan suatu program yang diinginkan oleh petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana agar suatu tujuan yang diinginkan dapat sesuai dengan harapan dan tercapai.
3) Penerapan atau Aplikasi yaitu dibutuhkannya suatu prosedur kerja agar program kerja jelas dan dapat berjalan sesuai dengan apa yang sudah dijadwalkan sehingga tidak bertabrakan dengan program-program yang lainnya.
Faktor-faktor lmplementasi kebijakan menurut beberapa ahli yang sudah dijelaskan diatas. Maka dapat disimpulkan bahwa peneliti menggunakan indikator pada faktor-faktor yang dijelaskan menurut Edward III dalam Subarsono (2011 : 90-92). Karena dalam faktor-faktor tersebut menjelaskan secara rinci apa yang akan dibahas dan juga membantu untuk penelitian di lapangan. Dan juga dalam teori Edward III lebih tepat dalam menentukan suatu faktor-faktor implementasi dikarenakan dalam pembahasan yang dilakukan peneliti lebih kepada masyarakat. Aplikasi Gobis yang diluncurkan oleh Pemerintah untuk masyarakat. Yang dimana masyarakat dapat mengetahui apakah Faktor- Faktor Implementasi Program “Aplikasi Gobis” Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Transportasi Di Kota Surabaya sudah baik atau tidak. Penelitian mengenai Aplikasi Gobis ini sangat tepat dengan teori ini dikarenakan Aplikasi membutuhkan komunikasi, sumberdaya dll. Pada pembahasan faktor-faktor juga lebih lengkap dengan adanya pembeda dari indikator yang menjelaskan bahwa komunikasi terdapat transmisi, kejelasan dan konsistensi dst. Dengan adanya pemisahan tersebut menjadi jelas dan dapat dipahami dengan jelas.
2. E-Governnment
2.1. Konsep E-Government
E-Governement atau Electronic Government merupakan aplikasi yang berbasis komputer ataupun internet untuk memberikan hubungan dan layanan dari pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah
guna memberikan layanan yang baik agar masyarakat dapat menggunakan layanan yang sudah diberikan dan mempermudah masyarakat dalam mengetahui informasi dan menggunakan aplikasi yang ada. Selain untuk memberikan layanan kepada masyarakat yaitu juga bisa dilakukan untuk pengendalian dan pengawasan, administrasi, keuangan, retribusi dsb.
Menurut Budi Rianto dkk (2012 : 36) mengatakan bahwa E-Government yaitu suatu aplikasi yang berbasis teknologi informasi untuk mempermudah suatu pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan pemerintah. Adanya E- Government juga memudahkan suatu instansi pemerintah dengan dunia usaha
atapun dengan masyarakat, hal tersebut juga menjadikan peluang menjadi meningkat dan hubungan antar insansi menjadi optimal.
Sedangkan menurut Indrajit (2002 : 36) mengatakan bahwa E-Government yaitu hubungan baru antara pemerintah dengan masyarakat yang memiliki suatu kepentingan dengan menggunakan suatu teknologi informasi atau aplikasi untuk memberikan kualitas pelayanan publik yang baik secara efisien, efektif ataupun interaktif. Secara umumnya bahwa E-Goverment adalah suatu teknologi informasi yang untuk menghubungan antara pemerinta dengan masyarakat atau pihak-pihak lain. Dan memiliki beberapa manfaat pada konsep E-Goverment :
1) Memperbaiki sistem kualitas pelayanan dalam hal kinerja efisiensi dan efektifitas dari pemerintah kepada masyarakat, kalangan bisnis, instansi dsb.
2) Menjadikan penyelenggaraan pemerintah dalam menerapkan konsep Good Governance untuk meningkatkan transparansi, kontrol dan akuntabilitas.
3) Mengurangi total biaya administrasi, interaksi dan relasi secara signifikan yang sudah dikeluarkan pemerintah atau masyarakat untuk keperluan aktivitasnya.
4) Memberikan peluang untuk pemerintah mendapatkan sumber pendapatan yang baru dengan cara interaksi dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan.
5) Menciptakan lingkungan masyarakat yang baru yang dapat memberikan jjawaban dari suatu permasalahan yang sedang dihadapi seiring berjalannya perubahan global dan trend saat ini.
E-Government dalam Jurnal Administrasi Negara (2006 : 18-19)
mengatakan bahwa suatu aplikasi yang berbasis teknologi informasi yang memberikan respon dalam perubahan lingkungan administrasi publik baik secara efisien, efektif, akuntabel ataupun transparan. Dan meninggalkan peradaban dari homogen dan monopolistik menjadi heteregon dan demokratis.
Dan E-Government memberikan manfaat pada teknologi informasi dan komunikasi maka untuk mecapai beberapa tujuan :
1) Memberikan peningkatan yan efisiensi dan cost-efectiveness dari pemerintah
2) Memberikan jasa pelayanan yang baik kepada masyarakat
3) Memberikan atau menyediakan lebih luas pada akses layanan informasi kepada masyarakat
4) Menyelenggarakan pemerintah agar menjadi lebih bertanggung jawab dan transparan kepada masyarakat
2.2.Jenis-jenis E-Government
Jenis-jenis E-Government menurut Indrajit (2002 : 41) yaitu sebagai berikut :
1) Government to Citizen atau Government to Customer (G2C)
Jenis aplikasi E-Government G2C ini adalah dimana suatu pemerintah membangun dan menerapkan berbagai teknologi dokumen informasi dengan memberikan tujuan dalam memperbaiki suatu hubungan dengan masyarakat. Atau dengan memberikan tujuan untuk mendekatkan antara pemerintah dengan masyarakat melalui berbagai akses yang dapat mempermudah masyarakat menjangkau pemerintah untuk memenuhi suatu kebutuhan kualitas pelayanan publik sehari- hari. Contoh : mencari pekerjaan, layanan jaminan sosial, pajak online, dokumen pribadi seperti akte kelahiran, perkawinan dsb, layanan kesehatan, imigrasi dll.
2) Government to Business (G2B)
Jenis aplikasi E-Government G2B ini adalah dengan transaksi-transaksi yang berbasis eletronik, pemerintah memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan dan diinginkan oleh kalangan bisnis untuk melakukan transaksi dengan pemerintah. Dengan adanya peningkatan proses
bisnis dan manajemen elektronik data, maka pemasaran produk dan jasa dapat membantu memudahkan pemerintah menjadi lebih efisien.
3) Government to Government (G2G)
Jenis aplikasi E-Government G2G ini adalah memberikan komunikasi dan pertukaran informasi secara online antar pemerintah melalui basis data menjadi satu. Dan untuk memudahkan kerjasama antar pemerintah. Contoh : pendidikan dan konsultasi secara online, blogging untuk kalangan pemerintah, dan pelayanan terpadu kepada masyarakat.
4) Government to Employees (G2E)
Jenis aplikasi E-Government G2E ini adalah untuk meningkatkan suatu kinerja dan memberikan kesejahteraan bagi para Pegawai Negeri atau karyawan pemerintah yang bekerja diberbagai institusi pelayanan mayarakat. Contoh : asuransi kesehatan dan pendidikan bagi para Pegawai Negeri.
Jenis-jenis E-Government diatas memberikan kesimpulan bahwa penelitian yang akan penulis teliti adalah dengan menggunakan jenis E- Government to Citizen (G2C), karena pada jenis aplikasi tersebut yaitu
menghubungkan antara pemerintah dengan masyarakat. Didalam aplikasi Gobis yaitu pemerintah memberikan layanan kepada masyarakat untuk memudahkan dalam menjangkau pemantauan bus yang akan dikendarai maka masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan bus yang akan ditumpangi.
2.3.Faktor penentu penerapan E-Government yaitu :
1) Kebutuhan yang dibutuhkan atau yang menjadi prioritas utama untuk masyarakat disuatu daerah ataupun negara.
2) Kebutuhan atau ketersediaan sumber daya yang ada di domain masyarakat dan pemerintah itu sendiri.
3) Infrastruktur Telekomunikasi hal tersebut perlu adanya pertimbangan pada potensi ataupun kemampuan untuk mengembangkan infrastruktur telekomunikasi dilokasi yang dibutuhkan, jika di daerah yang infrastrukturnya masih rendah maka perlu adanya kerjasama dengan beberapa pihak swasta untuk bisa berinvestasi didaerah yang rendah tersebut.
4) Tingkat konektivitas dan penggunaan IT pemerintah hal tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam memanfaatkan suatu teknologi informasi guna memberikan bantuan kepada masyarkat dalam kegiatan sehari-hari untuk memantau kesiapan masyarakat dalam menerapkan E-Government.
5) Kesiapan sumber daya manusia atau masyarakat di pemerintah hal tersebut untuk menerapkan konsep E-Government
6) Ketersediaan dana hal tersebut tidak melulu untuk sekedar investasi saja tetapi juga untuk biaya operasional, pengembangan dan pemeliharaan kedepannya.
7) Perangkat hukum hal tersebut perlu adanya keamanan data ataupun informasi yang dilindungi agar tidak adanya penyelewengan maka
diberikannya undang-undang atau peraturan hukum yang sudah ditetapkan.
8) Perubahan paradigma yaitu dilakukan dengan cara kesadaran dan keinginan untuk memberikan perubahan dalam pola kerja, sikap, perilaku dan keseharian.
Adanya faktor yang menentukan implementasi E-Government maka pemerintah memberikan aplikasi yang berbasis Teknologi Informasi. Hal tersebut dilakukan guna mempermudah masyarakat dalam melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehari-hari dengan adanya perkembangan zaman atau trend. Maka dari itu pemerintah memberikan layanan publik kepada masyarakat melalui aplikasi Gobis untuk memudahkan masyarakat dalam pelayanan pemantauan aplikasi Gobis atau memantau bus yang akan dikendarai.
3. Aplikasi Gobis
3.1.Pengertian Teknologi Informasi
Aplikasi tidak lepas dari Teknologi Informasi, karena aplikasi adalah salah satu kegiatan yang ada didalam Teknologi Informasi. Peran adanya teknologi informasi ini menjadi daya tampung terhadap aktifitas manusia atau bisa juga disebut menggatikan peran manusia. Adanya teknologi informasi juga menjadi fasilitator bagi kegiatan-kegiatan bisnis contohnya adanya aplikasi. Maka dengan adanya teknologi informasi memberikan kemudahan pada manusia.
Menurut kamus Oxford (1995) Teknologi Informasi adalah pembelajaran atau peralatan elektronik, seperti komputer, hal tersebut guna menyimpan,
menganalisa, dan mendistribusikan memuat suatu informasi apa saja, seperti kata-kata, bilangan, dan gambar. Sedangkan, menurut Haag dan Keen (1996) mengatakan bahwa Teknologi Informasi merupakan seperangkat alat yang dapat membantu kegiatan dalam pekerjaan dengan adanya informasi dan pelakasanaan tugas-tugas yang berhubungan dengan proses informasi.
Teknologi Informasi adalah sarana prasarana yang sangat penting digunakan pada era modern ini, maka dari itu perlu adanya sistem aplikasi untuk menunjang suatu kegiatan yang akan dilakukan. Teknologi informasi menurut William dan Sawyer (2003) mengatakan bahwa teknologi yang menggabungkan antara komputer dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi sehingga mendapatkan data, suara dan video. Dan menurut Lucas (2000) mengatakan bahwa teknologi informasi merupakan segala sesuatu pada teknologi yang dilakukan untuk dapat memperoses dan mengirimkan suatu informasi pada bentuk elektronik.
O’Brien (2007) mengatakan bahwa teknologi informasi adalah sebagai teknologi pendukung dari sistem informasi yang berbasis IT yang mengelola komponen-komponen berbentuk seperti : hardware, software dan brainware untuk melakukan transformasi data menjadi informasi.
Pembahasan diatas mengenai Teknologi Informasi adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan Aplikasi karena hal tersebut merupakan sarana dari Teknologi Informasi itu sendiri.
Perangkat lunak untuk mengatur perangkat keras, agar bekerja sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya. Menurut Haag dkk (2000) membagi teknologi informasi dalam 6 kelompok sebagai berikut :
1.) Teknologi masukan yaitu semua perangkat yang digunakan untuk memasukkan data atau informasi dari sumber pertama atau aslinya.
Contoh : barcode scanner dan keyboard yang biasanya digunakan di swalayan untuk memasukkan data penjualan.
2.) Teknologi keluaran yaitu informasi yang dicetak dalam kertas, hal tersebut dengan mencetak maka piranti printer menentukan kualitas cetakan.
3.) Teknologi perangkat lunak atau yang biasanya disebut dengan program adalah sekumpulan instruksi yang dilakukan guna mengendalikan perangkat keras komputer.
4.) Teknologi penyimpanan yaitu yang berhubungan dengan semua peralatan yang digunakan untuk menyimpan data, seperti : tape, hardisk, disket, dan zip disket.
5.) Teknologi telekomunikasi yaitu tersedianya hubungan jarak jauh seperti internet dan ATM.
6.) Mesin pemroses atau CPU yaitu yang berfungsi untuk mengingat data atau program berupa memori dan mengeksekusi program berupa CPU.
Pada aplikasi Gobis dari 6 kelompok diatas masuk dalam teknologi masukan karena didalam aplikasi Gobis terdapat scan Barcode atau scan kode QR di halte maka supir juga dapat mengetahui keberadaan atau posisi
penumpang yang ingin menaiki bus, hal tersebut digunakan guna mendeteksi atau memantau keberadaan posisi terakhir bus yang akan ditumpangi.
3.2.Pengertian Aplikasi
Aplikasi merupakan perangkat lunak yang dapat memberikan fasilitas kepada masyarakat secara langsung. Menurut Hengki W. Pramana (2012) mengatakan bahwa aplikasi merupakan perangkat lunak yang dibuat guna memberikan pelayanan kebutuhan untuk melakukan aktivitas seperti : perniagaan, game, pelayanan masyarakat, periklanan, yang hampir keseluruhan dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan menurut Shelly, Cashman, Verman (2009) aplikasi merupakan suatu perangkat instruksi khusus didalam komputer yang didesain agar masyarakat dapat menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Menurut Dhanta (2009) mengatakan bbahwa aplikasi merupakan software yang dirancang oleh suatu perusahaan komputer guna mengerjakan tugas-tugas tertentu.
Maka teori Aplikasi Gobis adalah suatu perangkat lunak (software) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat menggunakan suatu fitur didalamnya, karena terdapat beberapa informasi yang penting seperti keberadaan rute bis.
4. Kebijakan Transportasi Umum 4.1.Transportasi Umum
4.1.1. Pengertian Transportasi
Moda transportasi yang diberikan untuk bersama-sama, baik kepentingan bersama, menerima pelayanan bersama, mempunyai arah dan tujuan yang sama, memiliki hubungan dengan peraturan yang sudah ditetapkan baik trayeknya, jadwalnya atau para pelaku perjalanan.
Menurut Nasution (2004) mengatakan bahwa transportasi yaitu dapat diartikan sebagai suatu pemindahan baik barang ataupun manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dimana suatu kegiatan akan diakhiri. Jika ingin dikatakan efektif dan efisien yaitu harus adanya kualitas layanan yang mumpuni seperti : lancar atau cepat, selamat atau aman, berkapasitas, frekuensi, keteraturan, komprehensif, bertanggungjawab, biaya murah, dan kenyamanan.
Menurut Kamaluddin (2003) mengatakan bahwa transportasi merupakan suatu kegiatan pemindahan baik barang ataupun penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Unsur-unsur transportasi yaitu : 1) Manusia yang membutuhkan. 2) Barang yang dibutuhkan.3) Kendaraan sebagai alat atau sarana.4) Jalan dan terminal sebagai prasarana transportasi. Dan 5) Organisasi.
Terdapat dua kelompok moda transportasi :
1) Kendaraan pribadi yaitu transportasi yang digunakan secara pribadi yang bebas untuk dibawa kemanapun tanpa harus menunggu. Jenis- jenis atau contoh kendaraan pribadi : sepeda, sepada motor, dan mobil.
2) Kendaraan umum yaitu transportasi yang digunakan untuk kepentingan bersama-sama dan menyesuaikan keadaan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Jenis-jenis atau contoh kendaraan umum : ojek, becak, bajaj, mikrolet, bus kota, kerata api dsb.
4.1.2. Ciri-ciri transportasi
Secara umum, transportasi dibedakan menjadi 3 yaitu : transortasi darat, udara, dan air. Moda transportasi menurut Djoko Setijowarno dan Frazila (2001) masing-masing memiliki ciri-ciri yang berbeda sebagai berikut :
a. Kecepatan yaitu menunjukkan seberapa lama waktu yang dibutuhkan untu bergerak antara dua lokasi.
b. Tersedianya pelayanan yaitu yang berhubungan dengan kemampuan untuk menyelenggarakan hubungan antara dua lokasi.
c. Pengoperasian yang diandalkan yaitu menunjukkan beberapa perbedaan yang terjadi antara kenyataan dengan jadwal yang ditentukan.
d. Kemampuan yaitu untuk dapat menangani segala bentuk dan keperluan akan pengangkutan.
e. Frekuensi yaitu banyaknya gerakan atau hubungan yang dijadwalkan.
4.1.3. Peran dan Manfaat Transportasi
Transportasi memiliki dua peran utama menurut Tamin (1999 : 5) yaitu sebagai berikut :
1) Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di perkotaan 2) Sebagai prasarana untuk pergerakan manusia dan barang yang muncul
diakibatkan adanya suatu kegiatan di daerah perkotaan dan untuk mendukung pergerakan manusia dan barang.
Selain adanya peran transportasi juga terdapat aksesibilitas yang menjadi point penting pada transportasi. Dengan adanya transportasi untuk mendukung dua peran diatas untuk memudahkan aksesibitas orang dan barang. Menurut Dagun. Save M (2006 : 159) aksesibilitas merupakan suatu konsep yang menggabungkan antara sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya dengan sistem pengaturan tata guna wilayah secara geografis. Adanya aksesibitas yaitu memberikan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi berinteraksi satu sama lain, lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi.
Menurut Soesilo (1999 : 14) mengatakan bahwa Transportasi terdapat manfaat yang sangat besar untuk mengatasi adanya permasalahan di suatu daerah atau kota. Manfaat yaitu sebagai berikut :
1) Penghematan biaya operasi yaitu muncul karena bertambah baiknya keadaan sarana angkutan dan besarannya berbeda-beda sesuai dengan jenis kendaraan dan kondisinya.
2) Penghematan waktu yaitu dihitung berdasarkan jumlah penumpang yang bepergian.
3) Pengurangan kecelakaan yaitu seperti perbaikan sarana prasarana transportasi pelayaran, jalan kereta api sudah dapat mengurangi kecelakaan, namun sayangnya di Indonesia hal tersebut menjadi kurang diperhatikan.
4) Manfaat akibat perkembangan ekonomi yaitu tergantung pada elastisitas produksi terhadap biaya.
Konsep Kebijakan Transportasi Umum merupakan suatu kegiatan dimana seseorang harus melakukan suatu pemindahan barang ataupun manusia agar dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Karena dengan adanya kebijakan transportasi umum maka masyarakat dapat merasakan bagaiamana kegiatan tersebut dirasakan apakah baik atau buruk, maka dengan adanya kebijakan tersebut maka dapat ditentukan kebijakannya sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau tidak.
G. Alur Pikir
Bagan 1. Alur Pikir Penelitian
H. Definisi Konseptual
Definisi konseptual yaitu berguna untuk memberikan batasan-batasan terhadap masalah-masalah yang dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian sehingga memudahkan dalam pelaksaanaan di lapangan. Beberapa definisi konseptual yang berhubungan dengan yang akan diteliti sebagai berikut :
Implementasi Program Aplikasi Transportasi
(E-Goverment)
Struktur Birokrasi Disposisi Sumberdaya Komunikasi
1. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan atau program adalah suatu kegiatan yang dilakukan atau direncanakan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan adalah sebuah cara agar suatu kebijakan dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan baik itu nantinya diharapkan ataupun tidak. Runtutan dalam implementasi kebijakan yaitu dilakukan melalui suatu program, dan selanjutnya akan dikeluarkan menjadi suatu proyek dan diakhiri dengan kegiatan.
2. E-Government
E-Government adalah aplikasi yang berbasis Teknologi Informasi yang
diberikan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan layanan kepada masyarakat atau untuk memudahkan mekangkses sesuatu yang dibutuhkan dalam aktifitas sehari-hari. Maka pemerintah memberikan layanan E- Government dalam bentuk aplikasi yang dibutuhkan masyarakat dengan
adanya aplikasi Gobis yang sudah diberikan oleh pemerintah maka memudahkan masyarakat dalam mengakses bus yang aka ditumpangi.
3. Aplikasi Gobis
Aplikasi adalah sarana dari Teknologi Informasi, aplikasi adalah suatu perangkat lunak yang digunakan oleh sejumlah orang untuk melakukan suatu kegiatan. Aplikasi Gobis adalah aplikasi yang digunakan oleh masyarakat terutama Kota Surabaya untuk dapat memantau sudah sejauh mana bus yang akan ditumpangi. Sistem aplikasi ini berguna agar masyarakat dapat
mengetahui keberadaan bus. Dan aplikasi ini berhubungan langsung dengan E-Goverment dikarenakan hal tersebut berbasis internet yang diberikan oleh
pemerintah untuk melayani masyarakat dengan aplikasi, agar masyarakat juga bisa memantau perkembangan di pemerintah ataupun menggunakan aplikasi yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
4. Kebijakan Transportasi Umum
Kebijakan transportasi umum adalah suatu kegiatan yang dirancang oleh pemerintah atau orang dalam melakukan untuk melakukan sesuatu berdasarkan apa yang sudah diterapkan, maka kebijakan transportasi umum adalah dimana seseorang melakukan pemindahan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dan dengan kebijakan tersebut maka dapat ditentukan kebijakannya sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau tidak.
I. Definisi Operasional
Definisi operasional yaitu petunjuk tentang mengukur suatu variabel dengan melihat definisi operasional dalam suatu penelitian, maka peneliti dapat diketahui dengan menggunakan variabel Implementasi kebijakan pelayanan transportasi publik menurut Edward III dalam Subarsono (2011 : 90-92)
Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Indikator Parameter Faktor-faktor
Implementasi
Kebijakan menurut
1. Komunikasi - Transmisi : adanya komunikasi yang baik dari pemerintah kepada
Edward III dalam Subarsono (2011 : 90-92)
masyarakat terkait program aplikasi Gobis
- Kejelasan : pegawai mengetahui terkait program Aplikasi Gobis dan masyarakat mengetahui dengan adanya program aplikasi Gobis
- Konsistensi : program aplikasi Gobis sudah sesuai dengan kedudukan tugas dan fungsinya
2. Sumberdaya - Staf : untuk jumlah pegawai sudah mencukupi dalam melaksanakan tugasnya atau belum dan pegawai mempunyai pengetahuan serta keahlian dalam bidang aplikasi Gobis
- Informasi : adanya program aplikasi Gobis masyarakat sudah mengetahui kegunaan dan cara pemakaiannya - Wewenang : pemerintah
memberikan tanggung jawab terkait aplikasi Gobis kepada masyarakat
- Fasilitas : adanya dukungan fasilitas sarana dan prasarana dari pemerintah yang dibutuhkan masyarakat terkait program aplikasi Gobis
3. Disposisi - Pengangkatan Birokrat : dukungan dari pihak
pemerintah dalam
melaksanakan program aplikasi Gobis dan juga dukungan dari pemerintah juga perlu adanya dukungan dari pihak swasta
- Insentif : untuk mengatasi suatu masalah maka perlu adanya manipulasi insentif agar lebih giat dengan memberikan keuntungan dan
biaya 4. Struktur
Birokrasi
- Standard Operational Procedure (SOP) : dalam menanggulangi keadaan dan untuk memanfaatkan waktu yang sudah disediakan sesuai dengan SOP
- Fragmentasi : keberhasilan program aplikasi Gobis perlu adanya kerjasama antar instansi terkait
J. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Untuk menjelaskan penelitian ini, Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2014: 4) menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif membutuhkan keterangan langsung dari informan atau narasumber tentang keadaan atau kondisi subjek dan objek penelitian yang akan diteliti.
2. Jenis Data a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari orang pertama atau dari sumber aslinya. Menurut Umi Narimawati (2008 : 98) mengatakan bahwa data primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau pertama.atau data yag didapatkan pada orang yang dijjadikan objek penelitian atau sebagai sarana dalam untuk
mendapatkan informasi terkait penelitian yang akan dilakukan.
Data primer tidak tersedia dalam bentuk file-file atau bentuk penggabungan. Data primer harus dilakukan dengan narasumber atau responden.
Tabel 3. Data Primer Jenis
Data
Nama Data Teknik
Pengumpulan Data
Sasaran/Sumber Data
Primer - Faktor yang mempengaruhi implementasi program aplikasi Gobis
- Kinerja pegawai pemerintah terkait
implementasi program aplikasi Gobis
Wawancara Kepala UPTD
- Faktor yang mempengaruhi implementasi program aplikasi Gobis
- Kualitas
pelayanan sistem aplikasi Gobis yang diberikan pemerintah kepada masyarakat - Fasilitas sarana
dan prasana yang mendukung sistem aplikasi Gobis
Wawancara Tim Aplikasi Gobis
- Kualitas
pelayanan sistem aplikasi Gobis yang diberikan pemerintah
Wawancara - Staf Suroboyo Bus
kepada masyarakat - Kualitas
pelayanan
aplikasi Gobis yang diberikan pemerintah kepada masyarakat
Wawancara - Masyarakat atau
pengguna aplikasi Gobis
- Pengamatan langsung pada sistem aplikasi Gobis
Observasi
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan melalui informasi yang sudah ada. Sumber data sekunder yaitu seperti : catatan atau dokumentasi perusahaan, analisis industri yang disebarkan dimedia sosial, publikasi pemerintah, situs Web internet dsb. (Uma Sekaran : 2011)
Tabel 4 Data Sekunder Jenis
Data
Nama Data Teknik
Pengumpulan Data
Sasaran/Sumber Data
Sekunder - Laporan kinerja sistem aplikasi Gobis tahun 2018
Dokumentasi Dinas
Perhubungan/UPTD Kota Surabaya - Data pengguna
aplikasi Gobis tahun 2018
Dokumentasi Dinas
Perhubungan/UPTD Kota Surabaya - Jurnal artikel
terkait
Doumentasi - Media sosial Dokumentasi
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jln. Dukuh Mananggal No. 1, Dukuh Mananggal, Kecamatan Gayungan, Kota Surabaya, Jawa Timur atau di Dinas Perhubungan Kota Surabaya. Peneliti memilih lokasi ini karena masih kurangnya penelitian yang membahas mengenai program aplikasi Gobis dalam meningkatkan pelayanan transportasi publik di Kota Surabaya. Maka dari itu peneliti memilih lokasi ini untuk mengevaluasi bagaimana program aplikasi Gobis ini berjalan.
4. Unit Analisis Data
Unit Analisis Data menurut Suprayogo dan Tobroni (2001:48) mengatakan bahwa unit analisis data adalah objek yang berhubungan dengan fokus atau unsur yang diteliti. Maka dari itu, Unit analisis dalam penelitian ini adalah Dinas Perhubungan Kota Surabaya. Unit analisis ini didasarkan pada tugas dan fungsi Dinas Perhubungan Kota Surabaya sebagai pelaksana dan bertanggung jawab terhadap pelayanan moda transportasi Suroboyo Bus pada Aplikasi Gobis.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yaitu yang menjadi pokok penting dalam suatu penelitian, agar mendapatkan data yang benar dan jelas. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah :
a. Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang jelas melalui tanya jawab dengan melalui tatap muka anatara peneliti
dengan narasumber. Narasumber pada penelitian ini adalah pihak Dinas Perhubungan Kota Surabaya dan masyarakat atau pengguna Aplikasi Gobis.
b. Pengamatan atau Observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan yang efektif terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini dilakukan guna mendapatkan keterangan data yang lebih akurat mengenai hal-hal yang akan ditelti dan untuk mengetahui jawaban responden dengan kenyataannya yang terjadi dilapangan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang penting. Dokumentasi adalah sebagai pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Dokumen bisa berbentuk tulisan atau gambar mengenai pelayanan transportasi melalui aplikasi Gobis.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ini dilakukan setelah mendapatkan hasil dari wawancara, observasi dan dokumentasi untuk mencari dan menyusunnya. Karena penelitian ini menggunakan analisis kualitatif maka menurut Miles dan Hubberman (Sugiyono, 2007 : 204) langkah- langkah dalam pengumpulan data yaitu reduksi data, penyajian data dan langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan. Sebagai berikut :
a. Reduksi data
Reduksi data dilakukan berdasarkan seleksi atau memilih-milih data yang penting, pemfokusan pada hal-hal data yang penting dan keabsahan atau kebenaran data mentah menjadi bermakna sehingga memudahkan penarikan kesimpulan.
b. Penyajian data
Penyajian data digunakan dalam bentuk naratif. Berupa sekumpulan informasi yang telah tersusun rapih dan mudah dipahami.
c. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan atau pada tahap akhir analisis data yang dilakukan setelah melihat hasil reduksi data sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Data yang sudah disusun lalu dibandingkan antara yang satu dengan yang lain untuk bisa ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan.