• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan sistem kehidupan kenegaraan dan bermasyarakat di Indonesia pada masa reformasi, pemerintah dituntut untuk dapat memperbaiki penyelenggaraan negara menjadi pemerintahan yang baik (Good Governance) sehingga kewajiban dalam melayani masyarakat dapat berjalan dengan baik. Yang menjadi salah satu dari aspek reformasi adalah kebijakan otonomi daerah, dimana hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya yang merupakan pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mengatur tentang politik luar negeri, pertahanan, keamanan moneter dan fiskal nasional. Tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah terutama pemerintah daerah adalah menampilkan sumber daya aparatur pemerintah yang profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan sosial ekonomi. Dengan adanya tantangan tersebut, masyarakat menginginkan agar aparatur pemerintah (pemerintah daerah) dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dapat bekerja secara optimal yang akhirnya dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Yang menjadi kendala bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan di daerah karena rendahnya kemampuan profesionalisme dan kesadaran atau kesiapan kerja sumber daya aparatur pemerintah di daerah, sehingga pembangunan di daerah tidak terlaksana dengan baik sesuai dengan visi misi daerah, mutu dan kualitas pelayanan yang diberikan menjadi tidak optimal. Selain itu, mengakibatkan kurangnya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi

(2)

dalam perencanaan pembangunan dan adanya rasa apatis masyarakat terhadap pemerintahan yang mengakibatkan masyarakat merasa tersisihkan dari proses pemerintahan. Untuk melaksanakan kegiatan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah dalam pembangunan nasional diharapkan aparatur pemerintah yang profesional agar mampu meningkatkan mutu penyelenggaraan, pengetahuan, keterampilan, dan kualitas pelayanan yang didorong oleh tanggung jawab yang banyak atas tugas pemerintah serta pengabdiannya kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing oleh aparatur pemerintah.

Pentingnya profesionalisme aparatur pemerintah dilihat dari pokok-pokok kepegawaian yang menyatakan bahwa: “Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan.”1

Aparatur pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan bagi masyarakat sekaligus sebagai penanggung jawab fungsi pelayanan umum di Indonesia yang mengarahkan tujuannya kepada pelayanan publik, memikirkan dan mengupayakan terciptanya sasaran pelayanan kepada seluruh masyarakat dalam berbagai tingkatan yang mengharuskan pihak pemerintah senantiasa mengadakan pembenahan mengenai mutu dan kualitas dari pelayanan publik yang dihasilkan.

Pelayanan publik yang bermutu dan berkualitas mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan (masyarakat) dan mampu memenuhi harapan masyarakat karena masyarakat yang menerima hasil pekerjaan, dapat menentukan kualitas pelayanan, dapat menyampaikan apa, dan bagaimana kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik bukan hanya menciptakan sebuah pelayanan yang efisien, namun juga bagaimana pelayanan publik dapat dilakukan dengan profesional tanpa membeda-bedakan status dari masyarakat yang dilayani atau dengan kata lain bagaimana menciptakan pelayanan yang adil dan demokratis.

1

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pasal 3.

(3)

Pelayanan publik hanya dapat diberikan dan dirasakan oleh masyarakat dari aparatur pemerintah yang berprofesional melayani masyarakat.

Profesional dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing yang berpandangan untuk selalu berfikir, adanya sikap perjuangan, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, kesetiaan yang tinggi, dan penuh pengabdian untuk keberhasilan pekerjaannya. Oleh sebab itu, setiap aparatur pemerintah dituntut untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional yaitu memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat.

Pada hakekatnya pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan professional. Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara dengan maksud untuk mensejahterakan masyarakat.

Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah), dengan ciri sebagai berikut: Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran; Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan; Kejelasan dan kepastian (transparan), mengenai: 1) prosedur/tata cara pelayanan; 2) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif; 3) unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan; 4) rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; dan 5) jadwal waktu penyelesaian pelayanan; Keterbukaan, artinya prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyeleaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta; Efisiensi, artinya: 1) persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian

(4)

sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan; 2) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait; Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani; Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.

Adanya tanggapan bahwa di era otonomi daerah, mutu dan kualitas pelayanan publik justru semakin buruk dari sebelumnya dikarenakan profesionalisme pelayanan pemerintah di daerah sedang mengalami kemunduran. Masyarakat selalu menilai perilaku dan tindakan-tindakan pejabat publik dalam melaksanakan tugasnya apakah sejalan dengan prinsip-prinsip etika dan moral atau tidak. Adanya keluhan masyarakat yang berkaitan dengan perilaku dan kegiatan pejabat publik bahwa pelayanan pemerintah dianggap masih lamban, kurang responsif terhadap keluhan dan kebutuhan masyarakat, kurang terbuka, kurang efisien, prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, terbatasnya fasilitas, sarana dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya), serta banyak praktek pemungutan liar dan tindakan-tindakan penyimpangan. Inilah yang kemudian memunculkan gelombang protes yang mengakibatkan krisis kepercayaan pejabat publik di mata masyarakat.

Etika merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan pelayanan publik apakah bermutu dan berkualitas sekaligus keberhasilan organisasi pelayanan publik itu sendiri. Dimana etika diartikan sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Jadi, etika pelayanan publik adalah suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang

(5)

mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik.2

Perilaku seorang profesional dapat dinilai dari keahlian dan pengetahuan yang luas dan bekerja dengan hati. Dengan memiliki keahlian dan pengetahuan yang luas maka seseorang akan memiliki kepercayaan yang tinggi, mampu bekerja efisien dan efektif, serta mampu untuk bekerja cerdas, cepat, cermat, dan tuntas. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas bisa disandingkan dengan bisa bekerja. Sedangkan bekerja dengan hati bisa disandingkan dengan mau bekerja.

Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas dapat dicapai dengan menjadikan budaya belajar sebagai nilai yang hidup dalam kehidupan sehari-hari para pegawai. Dengan demikian, belajar akan menjadi kebutuhan dari para pegawai tersebut. Sehingga, mereka selalu haus akan ilmu dan pengetahuan baru yang akan menjadikan mereka menjadi lebih mampu dalam melakukan pekerjaannya. Belajar tidak lagi dianggap sebagai tugas dan kewajiban yang berat tetapi sudah menjadi kebutuhan yang muncul dari dalam. Mereka akan melakukan kegiatan pembelajaran dengan senang hati. Hal ini terjadi karena adanya dorongan yang kuat dari dalam (inside out) diri mereka sendiri untuk belajar. Organisasi juga harus menyediakan fasilitas dan sumberdaya yang memungkinkan para pegawainya untuk mengembangkan diri dan mempelajari pengetahuan dan keahlian baru. Oleh sebab itu, program pendidikan dan pelatihan professional yang berkelanjutan harus secara formal disediakan oleh suatu organisasi untuk mengembangkan kapasitas para pegawainya. Pendidikan dan pelatihan yang disediakan harus benar-benar berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan para pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari.

Keahlian dan pengetahuan yang luas yang dimiliki seorang pegawai tidak akan ada gunanya apabila tidak digunakan dan diaplikasikan dalam bekerja. Untuk dapat bekerja secara maksimal untuk menghasilkan yang terbaik maka

2

Ahmad Ainur Rohman et al., Reformasi Pelayanan Publik (Malang: Averroes, 2008), hal. 24.

(6)

seorang pegawai harus bekerja dengan sepenuh hati. Apabila seseorang dalam bekerja tidak hanya menggunakan otak dan fikirannya saja tetapi juga bekerja dengan sepenuh hati maka pada waktu bekerja akan timbul dorongan semangat yang kuat yang berasal dari dalam untuk dapat bekerja sebaik mungkin. Dorongan semangat yang berasal dari dalam diri sendiri tersebut akan menimbulkan energi dan kemauan yang kuat untuk bekerja dengan lebih produktif dan lebih baik untuk mencapai hasil yang maksimal.

Bekerja tidak lagi dianggap sebagai kewajiban yang memberatkan namun bekerja dianggap sebagai hal yang menyenangkan sehingga pekerjaan dilakukan dengan hati yang senang tanpa keterpaksaan. Dengan demikian kita akan mempunyai kemauan yang kuat untuk bekerja lebih baik, efisien, dan produktif. Dengan bekerja sepenuh hati, keahlian dan pengetahuan yang dimiliki akan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya karena fikiran semakin tajam dan jernih. Selain itu, bekerja dengan sepenuh hati juga akan menyebabkan fisik tidak cepat merasa lelah sehingga kita akan mampu untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas, akurat, dan tepat waktu.

Aparatur pemerintah sebagai pelayan pada hakikatnya harus memiliki etika dan moral dalam pelayanan publik, sehingga tugasnya tetap berada dalam batas-batas kebaikan dan kebenaran. Dengan begitu, masyarakat yang dilayani mengakui keberadaan pemerintah dan meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah. Moral kepemimpinan pejabat publik untuk berbuat baik dalam pelayanan publik dan mematuhi norma hukum yang berlaku akan mewujudkan jati diri pemerintah dan pelayanan publik yang bermutu dan berkualitas. Tentu, akan semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat dan pemetintah tidak mengalami krisis kewibawaan dan krisis kepercayaan.

Pegawai Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan sebagai pelaksana pelayanan publik yang langsung bersinggungan dengan masyarakat diharapkan mampu menerapkan profesionalisme kerja di dalam melayani masyarakat dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi. Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan mempunyai tugas dan kewenangan di bidang pelayanan publik antara lain memberikan pelayanan sekaligus pengawasan terhadap prosedur pembuatan SIM.

(7)

Surat Izin Mengemudi merupakan salah satu syarat kelengkapan wajib yang harus dimiliki seseorang untuk mengemudikan kendaraan sesuai dengan kendaraan yang digunakannya.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis dilapangan dari penelitian sementara, maka syarat-syarat seseorang yang telah berhak memiliki SIM dimulai dari usia 17 tahun untuk golongan A, B, dan C yang dapat membaca tulis, sehat jasmani dengan keterangan dokter, sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis, lulus ujian teori dan praktek, serta memiliki pengetahuan lalu lintas jalan dan teknik dasar kendaraan. Dalam meningkatkan pelayanan publik di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan, maka profesionalisme kerja pegawai menjadi dasar yang harus dimiliki oleh sumber daya aparatur atau pegawai pemerintah, demi terciptanya pelayanan publik yang berkualitas.

Dalam kenyataan, aparatur atau pegawai Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan belum secara profesional melayani masyarakat terbukti masih banyaknya keluhan masyarakat yang menunjukkan kurang puasnya atas pelayanan yang diberikan disebabkan oleh lambannya pegawai serta mekanisme pelayanan yang berbelit-belit, sehingga terkadang masyarakat sering menggunakan jasa calo, tidak transparan, serta kurangnya sosialisasi dan informasi kepada masyarakat mengenai prosedur dan biaya dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi.

Dalam hal ini diakui secara perlahan-lahan akan mengurangi kepercayaan masyarakat atas kinerja dan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang maksimal. Untuk menghilangkan tanggapan masyarakat yang demikian, maka pegawai Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan harus memberikan pelayanan publik yang bermutu dan berkualitas dan dapat memuaskan masyarakat.

Dengan demikian pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah atas kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat yang mengandung adanya unsur-unsur perhatian dan kesediaan serta kesiapan dari pelaksana pelayanan tersebut. Untuk itu pemerintah tentunya meningkatkan keterampilan atau keahlian dan semangat yang tinggi sebagai pelayanan publik

(8)

sehingga pelayanan dapat diterima dan memberikan kepuasan terhadap masyarakat. Oleh karena itu, profesionalisme kerja pegawai berpengaruh terhadap pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PROFESIONALISME

KERJA PEGAWAI TERHADAP PELAYANAN PENGURUSAN SURAT IZIN MENGEMUDI DI KANTOR SATUAN LALU LINTAS POLRES KOTA MEDAN ”.

1.2 Perumusan Masalah

Profesionalisme kerja pegawai terhadap pelayanan publik merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan terutama dalam aparatur pemerintah karena berkewajiban dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan.

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Seberapa Besarkah Pengaruh Profesionalisme Kerja

Pegawai Terhadap Pelayanan Pengurusan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Suatu penelitian yang dilakukan tentunya memiliki sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian yang jelas yang telah diketahui sebelumnya. Berdasarkan penjelasan dari uraian di atas, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besarkah pengaruh profesionalisme kerja pegawai terhadap pelayanan Pengurusan Surat Izin Mengemudi agar tercapainya kualitas pelayanan Pengurusan Surat Izin Mengemudi yang diharapkan oleh masyarakat khususnya di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan.

(9)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara subjektif. Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah tentang profesionalisme kerja pegawai dan pelayanan publik.

2. Secara praktis. Penelitian ini diharapkan sebagai masukan atau sumbangan pemikiran bagi Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional.

3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian mengenai profesionalisme kerja pegawai terhadap pelayanan publik di masa yang akan datang.

1.5 Kerangka Teori

Dengan adanya kerangka teori, maka memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini dimana kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan dasar berpikir yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan masalah. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian penulisan dapat menggunakan teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian.

1.5.1 Profesionalisme Kerja Pegawai

1.5.1.1 Definisi Profesionalisme Kerja Pegawai

Profesionalisme kerja pegawai dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan (fitness) antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic competence) dengan kebutuhan tugas (task requirement). Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan salah satu syarat terbentuknya

(10)

pegawai-pegawai yang professional. Artinya, keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi.3

Seorang yang professional adalah seorang pegawai yang memiliki keterampilan, kemampuan atau keahlian untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik, sehingga memperoleh pengakuan atau penghargaan. Sebagai akibat semakin mantapnya seorang pegawai dalam menjalani profesi tertentu, maka seorang pegawai akan semakin ahli dalam bidang termaksud. Seorang pegawai yang professional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme kerja pegawai adalah kemampuan dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang dipercayakan kepada seorang pegawai sesuai dengan bidang, maupun tingkatan masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik dan maksimal.

Ada empat sifat yang dapat mewakili sikap profesionalisme kerja pegawai adalah sebagai berikut: pertama, keterampilan tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan sistematis; kedua, pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis, artinya lebih berorientasi kepada kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi; ketiga, adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode-kode etik yang dihayati dalam proses sosialisasi pekerjaan, dan keempat, suatu sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan) yang merupakan lambang prestasi kerja.

3

Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hal. 73.

(11)

Berdasarkan penjelasan di atas, adapun yang menjadi indikator-indikator dari sikap profesionalisme kerja pegawai adalah sebagai berikut:

1. Kompetensi aparatur.

Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi) yaitu memiliki pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) dalam mengerjakan pekerjaan yang ditanggung jawabinya yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan sesuai dengan tuntutan pekerjaannya sebagai pegawai negeri; keterampilan tertentu (spesialisasi kerja) yang dibutuhkan dalam bidang pekerjaan yang ditanggung jawabinya yang ada di dalam diri pegawai yaitu tersedianya modal kecakapan, ketangkasan atau modal lainnya yang memungkinkan anggota itu dapat berbuat banyak bagi organisasinya; serta ditunjang dengan tingkat pengalaman (experience) dalam melaksanakan tugas yang diberikan yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu dimana pengalaman kerja berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan orang yang mempunyai kematangan pengalaman pekerjaan yang tinggi dalam bidang tertentu untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari orang lain, secara kejiwaan pengalaman kerja yang matang dalam suatu bidang tugas akan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab dan percaya diri.4

2. Loyalitas.

Loyalitas atau kesetiaan berhubungan dengan disiplin dalam memulai dan menyelesaikan pekerjaan yang dikerjakan, menaati segala peraturan organisasi yang melandasi pekerjaan yang berlaku/diberikan, melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh atasan dan berkaitan erat dengan pemberi pelayanan yang tidak membeda-bedakan atas dasar golongan tertentu.5 Loyalitas atau

4

Atmosoeprapto dalam Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hal. 74.

5

Hasibuan dalam Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hal. 75.

(12)

kesetiaan diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Loyalitas atau kesetiaan terkait dengan kebersediaan pegawai untuk membantu sesama rekan kerja.

3. Budaya organisasi.

Budaya organisasi yaitu kerangka kerja yang ada yang sudah efektif dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk karyawan dan mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai tujuan organisasi atau pimpinan memberikan pengarahan langsung tentang penyelesaian pekerjaan berdasarkan peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan agar tercapai tujuan organisasi. Budaya organisasi yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan arena dapat diformulasikan secara formal kedalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan.6 Budaya harus sejalan dengan tindakan organisasi pada bagian lain, seperti merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan bahkan sebenarnya bila budaya tidak sejalan dengan tugas-tugas ini, maka organisasi akan menghadapi masa sulit.

4. Performansi (performance) dapat diartikan menjadi pelaksanaan kerja, target dalam penyelesaian pekerjaan yang diberikan dalam pelayanan kepada masyarakat, keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/penampilan kerja. Performansi mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktifitas yang tinggi dalam organisasi.7

6

Djokosantoso Moeljono, Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003), hal. 9.

7

Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hal. 75.

(13)

5. Akuntabilitas (Accountability)

Aparatur pemerintah harus siap menerima tanggung jawab atas apapun yang ia kerjakan. Akuntabilitas pegawai dapat dilihat dari kinerja pegawai yaitu integritas (selalu memegang kode etik) yang ditetapkan dalam menjalakan tugas dan pekerjaan, ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan, kelengkapan saran dan prasana, kejelasan peraturan dan kedisiplinan; pemungutan biaya pelayanan publik harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (pemungutan biaya lain di luar dari ketentuan yang telah ditetapkan); dan produk pelayanan publik. 8

1.5.1.2 Ciri-ciri Sikap Profesionalisme Kerja Pegawai

Seorang pegawai perlu memiliki ciri-ciri untuk mendukung sikap profesionalisme 9 yaitu antara lain:

1. Punya keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.

2. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka didalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.

3. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan kerja yang akan dihadapannya.

4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.

8

Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa pada Masa Transisi (Yogyakarta: Pembaharuan, 2005), hal. 3.

9

Imaduddin Hamzah, http://bpsdm.kemenkumham.go.id/index.php/info-diklat/fidusia/info-diklat/589-profesionalisme-kompetensi-dan-assessment-center, diakses pada tanggal 27 November 2012 pukul 20:15 WIB.

(14)

Namun secara level organisasi, profesionalisme kerja pegawai dapat dilihat dengan karakteristik diantaranya10 adalah sebagai berikut:

1. Equality

Perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan atas tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang afilisasi/kerjasama politik, status sosial dan sebagainya.

2. Equity

Kesetaraan adalah adanya peluang dan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk meningkatkan dan menjaga kesejahteraan mereka. Perlakuan yang sama kepada masyarakat tidak cukup, selain itu juga perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang pluralistik kadang-kadang diperlukan perlakuan yang adli dan perlakuan yang sama.

3. Loyality

Kesetiaan diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan tidak ada kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan yang lainnya.

4. Accountability

Akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya.11

10

Martin Jr dalam Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hal. 75.

11

Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa pada Masa Transisi (Yogyakarta: Pembaharuan, 2005), hal. 3.

(15)

1.5.1.3 Cara Pengembangan Profesionalisme Kerja Pegawai

Dalam rangka mengembangan profesionalisme kerja, tentu saja diperlukan proses pendidikan, pelatihan dan pembelajaran bagi para pegawai. Berdasarkan kategori pegawai, pelatihan dapat berupa program orientasi pegawai baru, pelatihan umum secara ekstensif, pelatihan pekerjaan yang spesifik, praktik standar secara bertahap, pelatihan peralatan dan prosedur operasi.

Adapun cara pengembangan profesionalisme kerja dapat dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan berikut ini :

1. Menyelenggarakan kegiatan penataran dan pelatihan terhadap para pekerja yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.

2. Memberikan kesempatan kepada para pekerja untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi.

3. Mengirim atau menyekolahkan para pekerja pilihan keluar negeri.

4. Menyelenggarakan kegiatan seminar, loka karya atau workshop yang berkaitan dengan peningkatan kualitas tenaga kerja

5. Menyediakan fasilitas dan bantuan dana kepada para pekerja yang berprestasi untuk meningkatkan keahlian di bidangnya.12

1.5.2 Pelayanan Publik

1.5.2.1 Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas-fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik dalam hal ini adalah suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan, pihak yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta segenap kelengkapan kelembagaannya.13

12 Tika,

http://etikatugas.blogspot.com/2012/05/profesi-profesional-dan-profesionalisme.html, diakses pada tanggal 28 November 2010 pukul 16:30 WIB.

13

Ahmad Ainur Rohman et al., Reformasi Pelayanan Publik (Malang: Averroes, 2008), hal. 3.

(16)

Pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.14 Selanjutnya, pengertian pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15 Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang dan jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.16

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh organisasi publik yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik berupa barang atau jasa yang dilakukan sesuai dengan standar dan peraturan yang telah ditetapkan.

Adapun lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan17, yaitu:

1. Bukti langsung (Tangibles), yang meliputi fasilitas fisik (gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, komputer, dan lain-lain), perlengkapan dan sarana komunikasi (telepon); pemakaian seragam pegawai pada jam kerja.

14

Lijan Poltak Sinambela et al., Reformasi Pelayanan Publik (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 5.

15

Ketetapan Menteri Perdayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

16

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, Tentang Pelayanan Publik.

17

Zeitham et al dalam B. Boediono, Pelayanan Prima Perpajakan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 114.

(17)

2. Daya tanggap (Responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, mampu yaitu keinginan para staf untuk membantu masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung (seperti dapat diakses, tidak lama menunggu, respon terhadap permintaan). Daya tanggap (Responsiveness) dapat dilihat dari respon terhadap masyarakat dengan baik dalam menghadapi tuntutan pelayanan yang maksimal, kesigapan para pegawai membantu dan melayani masyarakat, dan kemudahan mengakses informasi.

3. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kecakapan aparat birokrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai waktu yang dijanjikannya (penyelesaian pelayanan dengan cepat dan selesai pada waktu yang dijanjikan).

4. Jaminan (Assurance), yaitu mencakup penyelesaian pekerjaan yang baik berdasarkan prosedur, kemampuan memikul resiko pekerjaan yang dilakukan, kepastian yang diberikan oleh aparat birokrasi untuk membuat masyarakat pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan (terpercaya, reputasi yang baik dalam hal pelayanan, dan pegawai yang kompeten).

5. Empati (Emphaty), yaitu meliputi mendengar keluhan masyarakat, sikap pegawai dalam memberikan pelayanan, kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik kepada masyarakat dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal ini seperti bagaimana aparat birokrasi menciptakan komunikasi eksternal untuk meningkatkan kualitas pelayanannya (pengenalan pelanggan, pendengar yang baik dan sabar).

(18)

1.5.2.2 Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan publik merupakan tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggara pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan dalam rangka memenuhi komitmen penyelenggara pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.

Pelayanan publik memiliki standar pelayanan publik sekurang-kurangnya18 meliputi:

1. Dasar Hukum Pelayanan

Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh Peraturan Perundangan untuk menandakan bahwa pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut hukum dan perundangan.

2. Sistem, Mekanisme dan Prosedur Pelayanan

Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna layanan publik.

3. Jangka Waktu Penyelesaian

Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah dalam pelaksanaanya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang efisien. Pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standar waktu yang singkat.

4. Biaya/Tarif Pelayanan

Pelayanan publik pada hakekatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, biaya atau tarif yang diberikan harus memiliki standar harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara

(19)

keseluruhan. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga yang murah.

5. Produk Pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa publik good,

publik service dan administration service.

6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas

Keefektifan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pemberian pelayanan serta terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat. 7. Kompetensi Pelaksana

Petugas pemberi pelayanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas, serta kemampuan yang menyangkut sikap dan perilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan

Setiap organisasi pemerintah harus memiliki sarana yang menampung aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada masyarakat. 9. Jumlah Pelaksana

Organisasi pemerintahan memiliki pelaksanaan pelayanan yang memadai agar dalam pemberian pelayanan dapat berjalan efektif.

(20)

1.5.2.3 Asas dan Prinsip Pelayanan Publik

Dalam memberikan pelayanan publik yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi asas-asas pelayanan publik19 yaitu sebagai berikut:

1. Transparansi

Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2. Akuntabilitas

Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional

Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. 4. Partisipatif

Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Pelayanan yang tidak diskriminasi dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, status sosial dan status ekonomi.

6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pelayanan yang diberikan secara adil antara pemberi dan penerima pelayanan publik yang harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

19

H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. (Bandung: Nuansa, 2010), hal.101.

(21)

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, prinsip-prinsip pelayanan publik20 adalah sebagai berikut:

a. Kesederhanaan,

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

b. Kejelasan,

a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.

b) Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c. Kepastian Waktu,

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

d. Akurasi,

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan,

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggung Jawab,

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana,

Tersedia sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

20

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003, Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

(22)

h. Kemudahan Akses,

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

i. Kedisiplinan,

Kesopanan dan keramahan, pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

j. Kenyamanan,

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parker, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

1.5.2.4 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik

Pemerintah bertugas untuk menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan publik kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah terdiri dari berbagai macam bentuk. pelayanan publik dibagi berdasarkan tiga kelompok21, yaitu:

1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu bentuk palayanan yang menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau publik.

2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan publik.

3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik.

21

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

(23)

Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kelompok pelayanan administratif pada Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan, yang meliputi pelayanan penerbitan Surat Izin Mengemudi.

1.5.2.5 Faktor-Faktor yang Mendukung Peningkatan Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang diberikan oleh pegawai pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan publik tersebut yaitu pada saat terjadinya suatu interaksi antara pegawai pemerintah sebagai pemberi pelayanan publik dengan masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan publik yang diberikan.

Dalam pelayanan publik terdapat beberapa faktor pendukung peningkatan pelayanan publik,22 yaitu:

1. Faktor Hukum

Hukum akan mudah ditegakkan, jika aturan atau Undang-Undangnya sebagai sumber hukum mendukung untuk terciptanya penegakan hukum. Artinya, peraturan perundang-undangannya sesuai dengan kebutuhan untuk terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Faktor Aparatur Pemerintah

Aparatur pemerintah merupakan salah satu faktor dalam terciptanya peningkatan pelayanan publik. Oleh karena itu, aparat pemerintah merupakan unsur yang bekerja di dalam praktik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aparat pemerintah mempunyai kedudukan atau peranan dalam terciptanya suatu pelayanan publik yang maksimal.

3. Faktor Sarana

Penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan berlangsung lancar dan tertib (baik) jika tanpa adanya suatu sarana atau fasilitas yang mendukungnya. Sarana itu mencakup tenaga manusia yang berpendidikan, organisasi yang

22

H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik (Bandung: Nuansa, 2010), hal. 22.

(24)

baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup. Jika hal-hal yang demikian itu tidak terpenuhi, maka mustahil tujuan dari pelayanan publik akan tercapai dengan baik atau sesuai dengan harapan.

4. Faktor Masyarakat

Penyelenggaraan pelayanan diperuntukkan untuk masyarakat, dan oleh karenanya masyarakatlah yang memerlukan berbagai pelayanan dari pemerintah sebagai penguasa pemerintahan. Dengan kata lain masyarakat memiliki eksistensi dalam pelayanan, karena dalam konteks kemasyarakatan pelayanan publik berasal dari masyarakat dimana tujuan utamanya adalah untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat seutuhnya.

5. Faktor Kebudayaan

Penyelenggaraan pelayanan publik tidak bisa disamaratakan karena memiliki perbedaan karakteristik pada masing-masing masyarakat di setiap daerahnya. Faktor kebudayaan dalam terciptanya penyelenggaraan pelayanan yang baik pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang baik, layak dan buruk.

1.5.2.6 Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Pelayanan Publik

Profesionalisme kerja pegawai dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang dipercayakan menurut bidang dan tingkatan masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik dan maksimal.

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Supaya pelayanan yang diberikan dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta memuaskan masyarakat maka perlu adanya peningkatan kerja pegawai pemerintah sebagai penyelenggaraan pelayanan publik.

(25)

Dalam mewujudkan visi dan misi suatu organisasi publik, maka profesionalisme kerja pegawai diperlukan karena dengan kondisi layanan yang prima, maka secara otomatis tujuan organisasi akan mudah tercapai. Profesionalisme menunjuk pada kemampuan pegawai atau aparatur negara yang bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuannya dan mampu mengatasi bidang pekerjaaannya secara efektif dan efisien. Dalam hal ini keprofesionalan pegawai diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang pada akhirnya akan membawa masyarakat untuk tidak jenuh dan bosan dalam berurusan dengan pegawai pemerintah dan image pemerintah di masyarakat tidak buruk. Dengan terciptanya profesionalisme kerja pegawai diharapkan terciptanya pula hasil pelayanan yang berkualitas dimana kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama penyelenggaraan pelayanan publik.

Profesionalisme kerja diukur melalui keahlian yang dimiliki seorang pegawai yang sesuai dengan kebutuhan tugas yang dibebankan oleh organisasi kepada pegawai.23 Hal ini aparatur negara yang bertugas harus menguasai secara tepat mekanisme kerja dan metode kerja yang ada, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa atau masyarakat yang ada ketika melakukan pengurusan terhadap masalah yang dialami. Maka dengan adanya profesionalisme, kinerja pegawai atau individu secara langsung akan berpengaruh terhadap pemberian pelayanan kepada para pengguna jasa atau masyarakat.

1.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang menghubungkan dua variabel atau lebih terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang

23

Korten dan Alfonso dalam Hessel Nogi S. Tangklison, Manajemen Publik (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), hal. 231.

(26)

relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.24

Adapun hipotesis yang dirumuskan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai terhadap pelayanan publik di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan.

2. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai terhadap pelayanan publik di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan.

1.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.25 Konsep atau pengertian merupakan unsur penting dalam suatu penelitian karena ini akan menyamakan pandangan antara penulis (peneliti) dengan pembaca dalam pokok bahasan yang diuraikan. Dengan itu diharapkan tentang salah penafsiran dari pembaca dapat dihindarkan yang pada akhirnya mempermudah penulis (peneliti) dalam menelaah istilah penelitian tersebut yaitu: 1 Profesionalisme kerja pegawai adalah kemampuan dan keterampilan pegawai

dalam melaksanakan proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang dipercayakan kepada seorang pegawai sesuai dengan bidang, maupun tingkatan masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik dan maksimal.

2 Pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh organisasi publik yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik berupa barang atau jasa yang dilakukan sesuai dengan standar dan peraturan yang telah ditetapkan.

24

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 70. 25

(27)

3 Surat Izin Mengemudi adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil menggunakan kendaraan bermotor sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang digunakan.

1.8 Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.26 Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian. Penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu:

1. Variabel bebas atau independent variabel (X) yaitu : profesionalisme kerja pegawai yang diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut:

1) Kompetensi aparatur yang dimiliki pegawai yang dilihat dari:

1) Pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) dalam mengerjakan pekerjaan yang ditanggung jawabinya;

2) Keterampilan tertentu (spesialisasi kerja) yang dibutuhkan dalam bidang pekerjaan yang ditanggung jawabinya;

3) Tingkat pengalaman (experience) dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

2) Loyalitas yang dimiliki pegawai yang dilihat dari:

1) Disiplin dalam memulai dan menyelesaikan pekerjaan yang dikerjakan;

2) Menaati segala peraturan organisasi yang melandasi pekerjaan; 3) Melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh atasan;

4) Kebersediaan pegawai untuk membantu sesama rekan kerja.

(28)

3) Budaya organisasi yang dilihat dari

1) Kerangka kerja yang ada yang sudah efektif dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk karyawan;

2) Pimpinan memberikan pengarahan langsung tentang penyelesaian pekerjaan berdasarkan peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan agar tercapai tujuan organisasi.

4) Performansi (performance) dapat diartikan

1) Adanya target dalam penyelesaian pekerjaan yang diberikan dalam pelayanan kepada masyarakat;

2) Keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja.

5) Akuntabilitas (accountability) pegawai dilihat dari:

1) Integritas (selalu memegang kode etik) yang ditetapkan dalam menjalankan tugas dan pekrjaan

2) Ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan;

3) Pemungutan biaya pelayanan publik harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan

4) Produk pelayanan publik.

2. Variabel terikat atau dependent variabel (Y) yaitu : pelayanan publik diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut:

1) Bukti langsung (Tangibles), yang meliputi

a. Fasilitas fisik (gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, komputer, dan lain-lain), perlengkapan dan sarana komunikasi (telepon);

b. Pemakian seragam pegawai pada jam kerja, 2) Daya tanggap (Responsiveness), dapat dilihat dari:

a. Respon terhadap masyarakat dengan baik dalam menghadapi tuntutan pelayanan yang maksimal;

(29)

c. Kemudahan mengakses informasi. 3) Keandalan (Reability), dapat dilihat dari:

a. kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat;

b. penyelesaian pelayanan dengan cepat dan selesai pada waktu yang dijanjikan.

4) Jaminan (Assurance), dapat dilihat dari:

a. Penyelesaiaan pekerjaan yang baik berdasarkan prosedur; b. Kemampuan memikul resiko pekerjaan yang dilakukan. 5) Empati (Emphaty), dapat dilihat dari:

a. Mendengar keluhan masyarakat;

b. Sikap pegawai dalam meberikan pelayanan;

c. Kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik kepada masyarakat.

1.9 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, unit analisis dan informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum atau karakteristik lokasi penelitian yang relevan dengan penelitian berupa sejarah singkat; visi, misi dan moto; strukur organisasi; tugas pokok dan

(30)

fungsi Satlantas Polres Kota Medan; Prosedur dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Mengemudi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan tentang penyajian data yang dilakukan dengan menguraikan hasil data dari penelitian yang diperoleh dari lapangan atau berupa dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisi tentang uraian atau pembahasan data-data yang diperoleh setelah melakukan penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan yang dianggap penting bagi semua pihak yang membutuhkan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa statistik menggunakan ragam anova pada pertumbuhan semai dengan pengaruh kombinasi perlakuan antara jarak tanam (4 x 4) dan cara tanam (langsung

Pada awal beroperasinya trem Serajoedal Stroomtram Maatschappij pihak yang paling berkepentingan untuk menggunakannya adalah perkebunan tebu dan pabrik gula, namun, pada

1) Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melihat aspek psikologis lain yang kiranya mempengaruhi motivasi seseorang dalam memilih suatu pekerjaan, khususnya profesi

Penyelenggara pelatihan melaksanakan perannya sesuai dengan tugasnya untuk mendukung pelaksanaan Pendidikan dan pelatihan. Penyelenggara program pelatihan di Balai

checklist, terdiri dari langkah-langkah berikut: Format SSC ditempatkan di ruang operasi sehingga anggota staf bisa menjadi lebih familiar dengan penggunaan SSC; pelatihan

Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata memberi kemungkinan berakhirnya suatu perjanjian dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. 2) Undang-Undang menentukan batas

1) Ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia