8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Dalam bidang transportasi, jalan mempunyai peranan penting untuk melayani kelancaran transportasi. Sukirman (2003:36) mengatakan bahwa perkerasan ialah lapis perkerasan yang terletak antara lapis roda kendaraan dan tanah dasar. Perkerasan pada jalan memiliki fungsi untuk menopang beban yang ditimbulkan oleh kendaraan. Perkerasan jalan harus direncanakan sesuai standar yang baik sehingga diharapkan tidak terjadi kerusakan pada masa pelayanannya.
Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometris harus
ditentukan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan lalu lintas yang optimal sesuai dengan fungsi, karena tujuan akhir dari denah geometris ini adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, pelayanan arus lalu lintas yang efisien pelayanan dan memaksimalkan rasio tarif biaya-untuk- penggunaan juga memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan.
2.2 Berdasarkan fungsi perkerasan
Menurut Alamsyah (2001:3) Fungsi jalan dapat dibedakan atas :
a. Jalan yang berfungsi menghubngkan kota A dan kota B disebut jalan atreri primer. Kriteria arteri primer adalah sebagai berikut :
1. Terusan dari arteri dalam kota dan luar kota.
2. Menghubungkan dan melalui kawasan primer.
3. Kecepatan yang dirancang 60 Km/jam.
4. Memiliki lebar badan jalan ≥ 8 meter.
5. Merupakan lalu lintas regional.
6. Bus dan angkutan barang berat dapat melewati jalan ini.
7. Jarak antara jalan masuk tidak ≤ 500 meter.
8. Memiliki kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintasnya 9. Persimpangan diatur sesuai dengan volume lalu lintas harian.
10. Memiliki volume lalu lintas rata-rata yang lebih besar dibanding fungsi jalan lainnya.
11. Parkir dan lokasi berhenti tidak diizinkan sepanjang badan jalan.
b. Fungsi jalan yang menghubungkan kota B-B atau B-C adalah kolektor primer. Kolektor primer memikiki kriteria :
1. Terusan dari primer luar kota.
2. Melalui kawasan arteri primer atau primer.
3. Kecepatan minimal 40 km/jam.
4. Lebar badan jalan kurang dari 7 meter.
5. Lebar jalan masuk dibatasi ≥ 400 meter.
6. Truk dan angkutan umum dapat melalui jalan kolektor primer.
7. Persimpangan diatur sesuai volume lalu lintas.
8. Volume harian rata-rata sebanding atau lebih kecil dengan kapasitasnya.
9. Pada jam sibuk tidak diperkenankan adanya lokasi parkir sepanjang badan jalan.
10. Rambu lalu lintas yang harus memadahi.
11. Volume lalu lintas harian kolektor primer lebih rendah dibanding arteri primer.
c. Lokal primer yaitu jalan yang menghubungkan kota A atau menghubungkan kota B atau kota C dan kota C ke bawahnya.. Jalan lokal primer mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Terusan dari lokal primer luar kota.
2. Melalui atau menuju kawasan primer dan primer lainnya.
3. Kecepatan minimal 20km/jam.
4. Bus dan truk diperbolehkan meintas.
5. Lebar jalan tidak ≤ 6 m.
6. Besarnya volume lalu lintas rata-rata paling rendah diantara fungsi jalan yang lainnya.
Kawasaan primer yaitu kawasan kota yang memiliki fungsi primer.
Sedangkan fungsi primer memiliki fungsi untuk melayani kebutuhan pelayanan antar kota dan wilayah pengembang yang saling berhubungan.
d. Arteri Sekunder, penghubung kawasan primer A dan sekunder A atau kawasan sekunder A dan B. Kriteria perkotaan sebagai berikut :
1. Kecepatan minimal 20 km/jam.
2. Badan jalan mempunyai lebar tidak lebih dari 6 meter.
3. Kendaraan berat tidak diperbolehkan melalui kawasan pemukiman.
4. Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.
5. Perlengkapan rambu jalan harus lengkap.
6. Besarnya volume lalu lintas harian lebih kecil dari sistem yang lainnya.
e. Lokal Sekunder, berfungsi sebagai penghubung kawasan sekunder 3 dan dibawahnya serta kawasan perumahan. Kriteria lokal skunder adalah : 1. Kecepatan rencana yang diijinkan minimal 10 km/jam.
2. Lebar badan jalan 5 meter.
3. Kendaraan berat dan besar tidak diperkernankan melewati jalan di kawasan pemukiman.
4. Dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya, lokal sekunder memiliki volume lalu lintas yang paling rendah.
2.3 Klasifikasi Dalam Perencanaan
Menurut Alamsyah (2001:11) klasifikasi dalam perencanaan jalan adalah:
2.3.1 Tipe Jalan
Tipe jalan terbagi atas 2 bagian yaitu akses jalan langsung yang dibatasi disebut tipe jalan I, sedangkan jalan tipe II yaitu jalan akses langsung diijinkan terbatas. Pada tabel 2.1 dan 2.2 dibawah ini adalah tabel tipe jalan :
Tabel 2. 1 Tipe jalan I
Fungsi Klas
Utama
Sekunder
Arteri I Kolektor II
Arteri I (sumber : Alamsyah : 2006)
Tabel 2. 2 Tipe Jalan II
Type I Klas I
Jalan dengan standar tinggi untuk melayani antar wilayah atau antar kota untuk kecepatan tinggi dengan pembatasan wilayah masuk
Type I Klas II
Jalan dengan standar tinggi untuk melayani antar wilayah atau didalam metropolitan untuk kecepatan tinggi dengan pembatasan jalan masuk
Type II Klas I
Jalan dengan standar tinggi , 4 lajur atau lebih untuk melayani antar/dalam kota, kecepatan tinggi, volume lalu lintas sedang dengan masih beberapa pembatasan jalan masuk.
Type II Klas II
Jalan dengan standar tinggi, 2 lajur atau lebih untuk melayani antar/dalam kota, kecepatan tinggi, volume lalu lintas sedang dengan/ tanpa pembatasan jalan masuk.
Type II Klas III
Jalan dengan standar menengah, 2 lajur atau lebih melayani antar distrik, kecepatan sedang, volume lalu lintas tinggi tanpa pembatasan jalan masuk.
(sumber : Alamsyah : 2006)
2.3.2 Kelas Jalan
Berdasarkan fungsinya jalan dibagi dalam kelas-kelas, satuan yang digunakan untuk menunjukkan besarnya volume lalu lintas adalah satuan mobil penumpang (smp). Kelas jalan dibedakan menjadi dua type jalan. pada tabel 2.3 berikut dijelaskan pembagian kelas jalan :
Tabel 2. 3 Klas Jalan
Fungsi Volume LL Rencana (smp) Klas
Utama
Arteri I
Kolektor
10.000 atau lebih I
Kurang dari 10.000 II
Sekunder
Arteri
20.000 atau lebih I
Kurang dari 20.000 II
Kolektor
6.000 atau lebih II
Kurang dari 6.000 III
Lokal
500 atau lebih III
Kurang dari 500 IV
(Sumber : Alamsyah:2006)
2.3.3. Kecepatan Rencana
Dalam perencanaan dan desain perkerasan jalan, kecepatan rencana perlu ditetapkan untuk mengetahui kecepatan maksimum yang dipertahankan atau diijinkan. Kecepatan rencana dibedakan berdasarkan tipe dan kelasnya, tabel 2.4 dibawah adalah kecepatan rencana untuk kawasan perkotaan :
Tabel 2. 4 Kecepatan Rencana
Type Jalan Klas Jalan Kecepatan (km/jam)
Type I
Klas I 100 atau 80
Klas II 100 atau 60
Type II
Klas I 60
Klas II 60 atau 50
Klas III 40 atau 30
Klas IV 30 atau 20
(Sumber : Alamsyah:2006)
2.4 Macam -macam Perkerasan
Menurut Sukirman (1999:6), macam-macam perkerasan jalan adalah : 1. Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya,bersifat
memikul dan meneruskan beban lalu lintas pada lapisan perkerasannya disebut perkerasan lentur.
2. Sedangkan perkerasan kaku secara umum berbahan pengikat berupa semen portland. Perkerasan beton bersifat beban lalu lintas. Susunan perkerasan kaku berupa plat beton yang menggunakan tulangan atau tidak, terletak di atas tanah dasar dan tidak menggunakan lapis pondasi bawah.
3. Perkerasan komposit merupakan gabungan antara konstruksi perkerasan lentur dan kaku. Secara umum susunan perkerasan komposit adalah perkerasan lentur yang diletakkan diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku yang diletakkan diatas perkerasan lentur.
2.4.1 Perkerasan Lentur
Menurut Manual Perkerasan Jalan (2017:3-2) Pekerasan lentur (flexible pavement) umumnya terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu lapis permukaan (surface course), lapis pondasi (base course) dan lapis pondasi bawah (subbase course). Lapis permukaan aspal berada diatas lapis pondasi dan lapis pondasi bawah granuler yang dihamparkan diatas tanah dasar. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalulintas dan menyebarkan ke lapis di bawahnya.Pada sistem perkerasan lentur, lapisan perkerasan di bagian atas, karena menerima tegangan yang lebih tinggi, maka harus dipilih material yang mempunyai kualitas lebih baik daripada di bagian bawah. Pada perkerasan lentur dibagi menjadi 3 lapisan yaitu :
a. Lapisan Permukaan
Lapisan permukaan (surface course) merupakan bagian perkerasan yang paling atas, terdiri dari lapis aus (wearing course) dan lapis pengikat (binder course). Lapis aus harus mempunyai keawetan, kedap air, kerataan
dan kekesatan. Karena itu, lapisan ini harus disusun dari campuran beraspal panas (hot mix), bergradasi padat.
b. Lapisan Pondasi
Lapis pondasi (base course) adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah). Lapis pondasi ini berfungsi sebagai lapis pendukung bagi lapis permukaan, pemikul beban horisontal dan vertikal, serta sebagai lapis perkerasan bagi lapis pondasi bawah.
c. Lapisan Pondasi Bawah
Lapis pondasi bawah (subbase course) adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi dari lapis pondasi bawah ini antara lain untuk penyebar beban roda, lapis peresapan, lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi dan lapis pertama pada pembuatan perkerasan (Suprapto, 2004).
2.4.2 Perkerasan Kaku
Menurut Manual Perkerasan Jalan (2017:3-3) Perkerasan kaku atau sering disebut juga perkerasan beton semen adalah suatu susunan konstruksi perkerasan yang terdiri atas plat beton semen yang bersambung dan tidak bersambung.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas tinggi akan mendistribusikan beban ke tanah dasar sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton itu sendiri. Plat beton semen
memiliki sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan dibawahnya.
lapisan-lapisan kaku meliputi :
a. Lapisan Pelat Beton (Concrete Slab)
Lapisan pelat beton terbentuk dari campuran semen, air dan agregat. Bahan-bahan yang digunakan untuk pekerjaan beton harus diuji
terlebih dahulu dan harus bersih dari bahan-bahan yang merugikan seperti lumpur, minyak, bahan organik, dll.
b. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan pondasi bawah dapat berupa bahan berbutir agregat atau bahan pengikat seperti semen dan kapur. Lapisan pondasi bawah tidak dimaksudkan untuk ikut menahan beban lalu lintas, tetapi lebih berfungsi sebagai lantai kerja.
c. Tanah Dasar (Subgrade)
Persyaratan tanah dasar untuk perkerasan kaku sama dengan pada perkerasan lentur, baik mengenai daya dukung, kepadatan, maupun kerataannya. Daya dukung ditentukan dengan pengujian CBR, apabila tanah dasar mempunyai CBR lebih kecil dari 2% maka harus dipasang lapisan pondasi bawah.
2.4.3 Perbedaan dari Perkerasan Lentur dan Kaku
Menurut Manual Perkerasan Jalan (2017) untuk lebih mudah memahai perbedaan dari kedua perkerasan ini, perbedaannya disajikan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing perkerasan yang bertolak belakang satu sama lain.
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari kedua perkerasan lentur dan kaku.
A. Kelebihan Perkerasan Lentur
Biaya awal kontruksi yang rendah
Langsung bisa berfungsi, tanpa harus menunggu lama
Perjalanan yang lebih mulus, nyaman dilalui kendaraan
Bisa diterapkan pada konstruksi badan jalan yang belum stabil
Pelaksanaan pembangunannya tidak begitu sulit
Biaya perbaikan lebih murah B. Kekurangan Perkerasan Lentur
Kurang tahan terhadap beban berat
Umur relatif pendek dibandingkan perkerasan kaku
Biaya pemeliharaan yang tinggi, karena pemeliharaan yang sering dilakukan
Membutuhan energi yang tinggi terlebih untuk campuran aspal C. Kelebihan Perkerasan Kaku
Lebih kuat dan awet, sehingga umur lebih panjang
Biaya pemeliharaan lebih rendah, karena pemeliharaan yang minim
Distribusi beban yang lebih luas
Dampak terhadap lingkungannya lebih rendah D. Kekurangan Perkerasan Kaku
Biaya awal dan biaya perbaikan konstruksi yang relatif tinggi
Membutuhkan waktu sampai campuran cukup kuat untuk bisa dilalui
Tidak nyaman untuk dilalui kendaraan
Bisa menyebabkan silau karena pantulan cahaya matahari
2.4.4 Distribusi Beban pada Masing-masing Lapis Perkerasan Menurut (Pt T-01-2002-B) untuk memperkirakan tegangan yang terjadi pada masing-masing lapisan yaitu pada lapis permukaan, lapis fondasi atas, lapis fondasi bawah dan subgrade yang wakibatkan oleh beban kendaraan yang melintas pada suatu ruas jalan yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
(Sumber :Pt T-01-2002-B)
Gambar 2. 1 Distribusi Beban Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur
Dari gambar penyebaran beban pada masing-masing lapisan perkerasan di atas diketahui bahwa beban yang diterima lapisan yang paling atas yaitu surface course akan diteruskan ke lapisan yang ada di bawahnya sampai dengan pada lapisan yang berada di lapisan yang paling bawah yaitu subgrade, dengan demikian akan berpengaruh pada tegangan yang terjadi pada masing-masing lapisan.
Tegangan yang terjadi pada surface merupakan yang terbesar
dibandingkan dengan lapisan-Iapisan yang lain, semakin ke bawah maka tegangan akan semakin mengecil dengan semakin besamya luasan yang menerima beban dengan kata lain pada subgrade tegangan yang terjadi jauh lebih kecil daripada yang terjadi pada surface. Besamya tegangan yang terjadi pada surface akan mengakibatkan lapisan pada surface mengalami keausan atau kerusakan lebih cepat dari lapisan yang ada di bawahnya, oleh karena itu surface didesain untuk lebih mudah diperbaiki atau diganti dengan yang barn.
Dari perbedaan beban dan tegangan yang diterima tiap lapis dengan kondisi lalu lintas yang ada sekarang sampai dengan 10 tahun yang akan datang akan diketahui kondisi kekuatan tiap-tiap lapis pada jangka waktu tersebut untuk menerima beban tanpa adanya perbaikan pada lapis permukaan (surface course) sampai dengan lapis tanah dasar (subbase).
Menurut Manual Perkerasan Jalan (2017) Keunggulan dari perkerasan kaku sendiri dibanding perkerasan lentur (asphalt) adalah bagaimana distribusi beban disalurkan ke subgrade. Perkerasan kaku karena mempunyai kekakuan dan stiffnes, akan mendistribusikan beban pada daerah yang relatif luas pada
subgrade, beton sendiri bagian utama yangg menanggung beban struktural.
Sedangkan pada perkerasan lentur karena dibuat dari material yang kurang kaku, maka persebaran beban yang dilakukan tidak sebaik pada beton. Sehingga memerlukan ketebalan yang lebih besar.
Pada konstruksi perkerasan kaku, perkerasan tidak dibuat menerus sepanjang jalan seperti halnya yang dilakukan pada perkerasan lentur. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pemuaian yang besar pada permukaan perkerasn sehingga dapat menyebabkan retaknya perkerasan, selain itu konstruksi
seperti ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya retak menerus pada
perkerasan jika terjadi keretakan pada suatu titik pada perkerasan. Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya hal diatas adalah dengan cara
membuatkonstruksi segmen pada perkerasan kaku dengan sistem joint untuk menghubungkan tiap segmennya.
2.5 Kinerja Perkerasan
Kinerja perkerasan menurut Alamsyah (2001:104) :
a. Indeks permukaan diperoleh dari pengamatan langsung di badan jalan, yang meliputi kerusakan pada ruas jalan.
b. Indeks permukaan jalan yaitu nilai tingkat kenyamanan yang diperoleh dari hasil survey menggunakan alat Roughometer.
2.6 Umur Rencana
Jumlah waktu bersatuan tahun yang dibutuhkan jalan untuk melayani kegiatan transportasi disebut umur rencana, perhitungan umur rencana dimulai sejak jalan tersebut digunakan sampai dengan sekiranya perlu perbaikan dan lapis permukaan yang baru. Secara umum umur rencana yang digunakan yaitu 20 tahun dan 10 tahun merupakan peningkatan jalan (Pt T- 01-2002-B).
2.7 Lalu Lintas
2.7.1 Volume lalu lintas
Jumlah kendaraan yang melalui titik pengamatan dalam satuan tahun waktu disebut volume lalu lintas. Pengambilan data volume lalu lintas dilakukan pada titik pengamatan yang telah ditentukan. Waktu yang diperlukan untuk melakukan pengamatan yaitu tiga hari atau satu minggu. Pada perencanaan tebal perkerasan menggunakan satuan kendaraan/hari untuk satuan volume lalu lintasnya. Apabila jalan terebut memiliki 2 arah tidak bermedian maka satuan yang digunakan ialah kendaraan/hari/1 arah. Sedangkan satuan untuk jalan 2 arah
tidak bermedian digunakansatuan kendaraan/hari/2 arah menurut Alamsyah (2006:68).
2.7.2. Angka Ekivalen Beban
Pada perencanaan tebal perkerasan Alamsyah (2006:113) mengelompokkan jenis kendaraan sebagai berikut :
1. Mobil penumpang, dan kendaraan 2 ton.
2. Bis.
3. Truk 2 sumbu.
4. Truk 3 sumbu.
5. Truk 5 sumbu
2.8. Jenis dan Fungsi lapis Perkerasan
Perkerasan lentur merupakan susunan dari lapisan lapisan tanah dasar yang dipadatkan. Setiap lapisan memiliki masing-masing fungsi yaitu menerima beban dan membagi beban ke lapisan bawahnya. Menurut Sukirman (2003:53).
Berdasarkan standar Silvia Sukirman lapisan perkerasan terdiri atas : 1. Lapis Permukaan.
2. Lapis pondasi atas.
3. Lapis pondasi bawah.
4. Lapis tanah dasar.
2.8.1. Lapis permukaan (Surfacae Course)
Lapisan perkerasan yang letaknya berada diatas dari perkerasan dan berbahan pengikat dan campuran mineral disebut lapis permukaan. Menurut Pt T- 01-2002-B, lapis permukaan berfungsi sebagai:
1. Bagian dari perkerasan yang berfungsi menopang beban lalu lintas.
2. Melindungi badan jalan dari kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh iklim.
Saodang (2005:46) berpendapat, secara umum lapis permukaan menggunakan bahan campuran agregat dan aspal sesuai dengan standar. Aspal digunakan karena aspal merupakan bahan pengikat yang mempunyai sifat kedap
air, dapat memberikan tegangan tarik, dan dapat meningkatkan kekuatan lapisan terhadap beban lalu lintas. Lapis permukaan secara umum berbahan :
- Lapis Aspal Beton.
- Hot Rolled Asphalt
- Lapis Aspal Buton Agregat Campuran Dingin.
- LAPEN (Lapisan Penetrasi Makadam)
- Lapis Tipis Aspal Pasir.
- BURAS
- BURDA
2.8.2. Lapisan pondasi atas
Menurut dinas pekerjaan umum (2002:4) lapisan pondasi yang letaknya dibawah lapisan permukaan adalah lapisan pondasi atas. Lapisan pondasi atas terletak diatas pondasi bawah. Lapis pondasi menggunakan bahan batu pecah, kerikil yang distabilisasikan dengan semen, aspal, dan kapur. Bahan lapisan pondasi atas mempunyai ketentuan CBR ≥ 50% dan PI < 4 %. Lapis pondasi atas berfungsi sebagai :
1. Menahan beban lalu lintas.
2. Menopang lapisan permukaan.
2.8.3. lapis pondasi bawah
Lapisan pondasi bawah berada diantara pondasi atas dan tanah dasar.
Lapisan pondasi bawah terdiri atas lapisan material berbutir yang dipadatkan.
Fungsi dari lapis pondasi bawah (Pt T-01-2002-B):
1. Menopang beban kendaraan.
2. Mencegah lapisan pondasi dirusak tanah dasar.
3. Membantu lancarnya pelaksanaan konstruksi.
2.8.4. lapisan tanah dasar
Merupakan lapisan yang menopang pondasi bawah yang memiliki tebal 5-10 cm.
Kendala yang sering ditemui pada tanah dasar adalah : 1. Deformasi permanen atau perubahan jenis tanah akibat
beban kendaraan.
2. Kembang susut akibat pengaruh air.
3. Jenis tanah dan daya dukung tanah yang berbeda.
4. Penurunan elevasi dasar tanah akibat beban lalu lintas dan tambahan pemadatan yang tidak dipadatkan dengan baik.
2.9 Perencanaan Tebal Perkerasan Metode Bina Marga
2.9.1 Jumlah Lajur dan koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Tabel 2. 5 Jumlah lajur dan lebar perkerasan (L) metode Bina Marga
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n) L < 5,50 m 1 jalur 5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 jalur 8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 jalur 11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 jalur 15 m ≤ L < 18,75 m 5 jalur 18,75 m ≤ L < 22 m 6 jalur (sumber : Alamsyah : 2006)
Tabel 2.6 adalah nilai koefisien distribusi (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang melintas pada jalur rencana.
Tabel 2. 6 Koefisien Distribusi Kendaraan Berdasarkan Jumlah Lajur
Jumlah Lajur Kendaraan Ringan Kendaraan Berat 1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 2 lajur 0,60 0,50 0,75 0,50 3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur - 0,30 - 0,450
5 lajur - 0,25 - 0,425
6 lajur - 0,2 - 0,400
(Sumber : Alamsyah : 2006)
2.9.2 Angka Ekivalen (E) Beban Kendaraan
Tabel 2. 7 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 ,01940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820 16000 32576 14,7815 1,2712 (sumber : Alamsyah : 2006)
2.9.3 Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Nilai LEP didapatkan dari jumlah volume lalu lintas harian rata-rata yang terdapat di jalur rencana pada awal umur rencana.
Rumus tersebut adalah :
LEP = ∑nj=1 LHR * Cj * Ej Dimana :
LEP = Lintas Ekivalem Permulaan
Cj = Koefisien Distribusi kendaraan pada jalur rencana Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis kendaraan
2.9.4 Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Sedangkan lintas ekivalen akhir diperoleh dari jumlah volume lalu lintas rata-rata pada akhir umur rencana.
LEA = ∑ LHRi (1 + i)UR * Cj * Ej Dimana :
LEA = Lintas Ekivalen Akhir i = Perkembangan Lalu Lintas UR = Umur Rencana
Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana Ej = Angka Ekivalen sumbu untuk satu jenis kendaraan
2.9.5. Lintas Ekivalen Tengah (LET) Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
LETn =
2.9.6. Lintas ekivalen Rencana (LER)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
LERn = LET x
2.9.7 DDT dan CBR
Penetapan nilai daya dukung tanah berdasarkan nilai korelasi dengan nilai CBR dengan menggunakan grafik korelasi.
(sumber : Departemen Pekerjaan Umum : 2003) Gambar 2. 2 Grafik korelasi DDT dan CBR
2.9.8 Faktor Regional (FR)
Tabel 2. 8 Faktor Regional
Kelandaian I ( < 6 % )
Kelandaian II (6 – 10 %)
Kelandaian III ( > 10 %)
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
≤ 30 % 30 % ≤ 30 % 30 % ≤ 30 % 30 % Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5 Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5 (sumber : Departemen Pekerjaan Umum :2003)
2.9.9. Indeks Permukaan (IP)
Dalam perencanaan konstruksi perkerasan jalan, Indeks permukaan berfungsi untuk menentukan tingkat kerataan dan kekuatan permukaan pada jalan serta melayani lalu lintas yang melintas. Jumlah lintas ekivalen dan faktor klasifikasi diperlukan dalam menentukan indeks permukaan. Indeks permukaan akhir pada umur rencana disajikan dalam bentuk tabel 2.9 :
Tabel 2. 9 Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IP)
LER = Lintas Ekivalen Rencana
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1.5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5
(sumber : Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga :2003)
Kerataan dan kehalusan lapis permukaan pada jalan perlu diperhatikan untuk menentukan indeks permukaan awal pada umur rencana (IPo), Indeks permukaan pada Tabel 2.10 berikut merupakan indeks permukaan awal
:
Tabel 2. 10 Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo)
Jenis permukaan IPo
Roughness (mm/km)
LASTON
≥ 4 3,9 – 3,5
≤ 1000
> 1000
LASBUTAG
3,9 – 3,5 3,4 – 3,0
≤ 2000
> 2000
HRA
3,9 – 3,5 3,4 – 3,0
≤ 2000
> 2000 BURDA 3,9 – 3,5 < 2000 BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN
3,4 – 3,0 2,9 – 2,5
≤ 3000
> 3000 LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5 LATASIR 2,9 – 2,5 JALAN TANAH ≤ 2,4 JALAN KERIKIL ≤ 2,4
(sumber : Departemen Pekerjaan Umum:2003)
2.9.10. koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif dapat ditentukan dengan kuat tekan untuk bahan yang distabilkan, CBR untuk bahan lapis pondasi bawah, dan bahan aspal menggunakan nilai marshal test. Koefisien kekuatan relatif disebutkan pada Tabel 2.11 berikut :
Tabel 2. 11 Koefisien Relatif (a)
Koefisien Kekuatan
Relatif Kekuatan Bahan
Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS (kg) Kt
(kg/cm²)
CBR (%)
0,40 744
0,35 590
0,32 454 LASTON
0,30 340
0,35 744
0,31 590
0,28 454 Asbuton
0,26 340
0,30 340 Hot Rolled Asphalt
0,26 340 Aspal Macadam
0,25 LAPEN (mekanis)
0,20 LAPEN (manual)
0,28 590
0,26 454 LASTON ATAS
0,24 340
0,23 LAPEN (mekanis)
0,19 LAPEN (manual)
0,15 22
0,13 18 Stab. Tanah dengan semen
0,15 22
0,13 18 Stab. Tanah dengan kapur
0,14 100 Batu pecah (kelas A)
0,13 80 Batu pecah (kelas B)
0,12 60 Batu pecah (kelas C)
0,13 70 Sirtu/pitrun (kelas A)
0,12 50 Sirtu/pitrun (kelas B)
0,11 30 Sirtu/pitrun(kelas C)
0,10 20 Tanah/lempung kepasiran
(sumber : Departemen Pekerjaan Umum :2003)
2.9.11 Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan 2.9.11.1. Lapis Permukaan
Tabel 2. 12 Tabel Tebal Lapis permukaan
ITP
Tebal Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00 5 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda) 3,00 – 6,70 5 Lapen/ Aspal Macadam. HRA, Lasbutag, Laston 6,71 – 7,49 7,5 Lapen/ Aspal Macadam. HRA, Lasbutag, Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
≥ 10,00 10 Laston
(sumber : Departemen Pekerjaan Umum :2003)
2.9.11.2. Lapis Pondasi
Tabel 2. 13 Tabel Lapis pondasi
ITP
Tebal Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00 15
Batu pecah, stabilitas tanah dengan seman, stabilitas tanah dengan kapur
3,00 – 7,49
20
Batu pecah, stabilitas tanah dengan seman, stabilitas tanah dengan kapur
10 Laston Atas
7,50 – 9,99
20
Batu pecah, stabilitas tanah dengan seman, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
15 Laston Atas
10 – 12,14 20
Batu pecah, stabilitas tanah dengan seman, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas
≥ 12,25 25
Batu pecah, stabilitas tanah dengan seman, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas (sumber : Departemen Pekerjaan Umum :2003)
2.10. Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku
Berdasarkan departemen pekerjaan umum : 2003, Struktur dan jenis perkerasan kaku dibedakan menjadi 4 macam :
a. Perkerasan beton semen sambung bertulang.
b. Perkerasan beton semen sambung tak bertulang.
c. Perkerasan beton semen menerus bertulang.
d. Perkerasan beton semen prategang.
Perkerasan beton adalah perkerasan yang berupa plat beton sebagai lapisan paling atas baik bersambung dengan tulangan maupun tidak. Stuktur kaku terletak paling atas dari pondasi bawah dan tanah dasar. Struktur beton tersedia pada gambar 2.2 berikut.
(Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga :2003) Gambar 2. 3 Struktur perkerasan beton semen
Pada perkerasan beton semen, plat beton akan menimbulkan daya dukung perkerasan. Daya dukung, jenis tanah dasar, dan sifat tanah dasar adalah faktor yang mempengaruhi kekuatan dan keawetan perkerasan beton semen.
Pondasi bawah mempunyai fungsi :
a. Mengontrol kembang susut pada tanah dasar.
b. mencegah retakan tepi plat.
c. Memberikan daya dukung pada plat.
d. Berfungsi sebagai lantai kerja dalam pelaksanaan konstruksi.
Plat beton juga dapat membagi beban serta menghasilkan tegangan rendah pada lapisan bawah dikarenakan plat beton mempunyai sifat yang cukup kaku.
2.11 Keuntungan Dan Kerugian Perkerasan Beton Semen
2.11.1 Keuntungan Menggunakan Perkerasan Beton Semen : 1. Biaya life cost lebih murah dibandingan dengan perkerasan lentur.
2. Tidak terpengaruh terhadap overloading.
3. Semen adalah material yang diproduksi di dalam negeri sehingga bahan tersedia.
4. Perkerasan kaku lebih tahan terhadap genanggan air maupun banjir.
5. Dari segi lingkungan, perkerasan kaku memiliki tebal perkerasan jauh lebih kecil dibandingan dengan perkerasan lentur.
2.11.2 Kerugian Menggunakan Perkerasan Beton :
1. Dapat mengganggu pandangan pengendara pada waktu siang dikarenakan warna putih yang dihasilkan beton terlihat sangat kontras dengan marka jalan.
2. Perbaikan maupun penambahan lapis ulang sulit dilakukan.
3. Perkerasan kaku mengharuskan hasil yang sempurna,karena ke tidak sempurnaan hasil tidak mudah untuk diperbaiki.
4. Perkerasan kaku mempunyai riding comfort tidak bagus dibandingkan dengan aspal, hal ini membuat perjalanan terasa melelahkan
5. Dapat memperpendek usia roda kendaraan.
6. Apabila dilakukan perbaikan, maka akan sangat mengganggu lalu lintas.
7. Perbaikan permukaan memerlukan biaya yang tinggi dikarenakan harus menggunakan grinding machine dengan campuran aspal (Hadi : 2018).
2.12. Dasar – dasar Perencanaan 2.12.1 Tanah Dasar
Mengacu hasil pengujian CBR tanah dasar menggunakan standar SNI 0301731-1989, perencanaan tebal perkerasan dan jalan baru, CBR efektif yang disarankan sebesar 5%. Apabila hasil test CBR menunjukkan nilai CBR ≤ 2%, maka pada tanah dasar perlu dipasang pondasi bawah beton setebal 15 cm.
2.12.2 Pondasi Bawah
Menurut Departemen Pekerjaan Umum : 2003, pondasi bawah tersusun atas campuran beton kurus, bahan berbutir. Pemasangan lapis pondasi bawah diperlebar 60 cm dengan sisi luar lebar jalan. Perlebaran ini adalah langkah untuk mengatasi perilaku tanah sensitif. Tebal lapisan pondasi sesuai dengan SNI No.
030638-2000 minimum 10 cm. Apabila perkerasan beton direncanakan tidak menggunakan ruji, maka pondasi bawah menggunakan campuran beton kurus.
Tebal lapis pondasi bawah minimum dapat ditinjau pada Gambar 2.3, sedangkan nilai CBR dapat ditunjau pada Gambar 2.4 berikut.
(sumber : Bina Marga : 2003)
Gambar 2. 4 Tebal pondasi bawah minimum perkerasan beton semen
(sumber : Bina Marga : 2003)
Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Tebal Tanah Dasar Dan CBR Tanah Dasar 2.12.3 Beton Semen
Berdasarkan hasil pengujian balok yang diberi beban tiga titik yaitu ASTM C-78 dengan besar 35-50 kg/cm2 (3-5 Mpa) kuat tarik beton harus mencapai 50-55 kg/cm2 (5-5,5 Mpa). Dalam hal ini kuat tarik ulur beton seperti serat baja, serat karbon, dan aramid (Departemen Pekerjaan Umum : 2003).
Rumus pendekatan hubungan kuat tekan dan kuat tarik ulur beton adalah sebagai berikut :
Fcf = dalam Mpa atau . . . (1) Fcf = 3,13 K dalam kg/cm² . . . .(2) Dengan pengertian :
Fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm²) Fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm²)
K : konstanta 0,7 untuk agregat tidak pecah dan 0,75 untuk agregat pecah
Menurut SNI 03-2491-1991 hasil uji kekuatan tarik pada beton, kuat tarik lentur memiliki persamaan sebagai berikut :
Fcf =1,37.fcs dalam Mpa atau . . . (3) Fcf = 13,44.fcs dalam kg/cm² . . . (2) Dengan pengertian :
Fcs : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm²)
Serat baja (steel-fibre) dapat digunakan pada beton yang berfungsi memperkuat atau meningkatkan kekuatan tarik lentur pada beton semen dan mengendalikan retak di plat, biasanya plat dengan bentuk tidak lazim. Secara umum panjang serat yang biasa digunakan memiliki panjang berkisar antara 15 sampai 50 mm yang bisa dimasukkan ke dalam campuran beton dengan komposisi sebanyak 45 dan 75 kg/m3 pada masing-masing adukan. Pemilihan bahan semen harus menyesuaikan lingkungan perkerasan tersebut.
2.12.4 Beban Lalu Lintas Rencana
Dalam merencanakan perkerasan beton semen, beban lalu lintas rencana ditentukan dengan mengacu jumlah sumbu kendaraan yang melewti lajur selama umur rencana. Analisa data hasil perhitungan volume lalu lintas menggunakan data dua tahun terakhir.
Kelompok jenis sumbu kendaraan yang digunakan dalam perencanaan perkerasan beton semen menurut Departemen Pekerjaan Umum: 2003 ada 4 jenis, yaitu :
a. Roda tunggal sumbu tunggal.
b. Roda ganda sumbu tunggal.
c. Roda ganda sumbu tandem.
d. Roda ganda sumbu tridem.
2.12.5 Lajur Rencana Dan Koefisien Distribusi
Berdasarkan Pd T-14-2003, lajur rencana merupakan ruas jalan yang dapat melayani volume lalu lintas yang melintas khususnya kendaraan besar.
Apabila tidak ditemukan rambu lalu lintas pada ruas jalan, maka untuk
memperoleh nilai koefisien distribusi kendaraan (c)dapat ditentukan melalui lebar perkerasan (Lp). Tabel 2.14 menunjukkan jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana.
Tabel 2. 14 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C) kendaraan
Lebar perkerasan (Lp) Jumlah lajur (n1)
Koefisien distribusi
1 Arah 2 Arah
Lp < 5,50 m 1 lajur 1 1
5,50 m ≤ Lp < 8,25 m 2 lajur 0,70 0,50
8,25 m ≤ Lp < 11,25 m 3 lajur 0,50 0,475
11,25 m ≤ Lp < 15,00 m 4 lajur - 0,45
15,00 m ≤ Lp < 18,75 m 5 lajur - 0,425
18,75 m ≤ Lp < 22,00 m 6 lajur - 0,40
(sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah : 2003)
2.12.6 Pertumbuhan Lalu Lintas
Dinas Pekerajaan umum 2003 menyatakan bahwa volume lalu lintas akan mengalami peningkatan sesuai dengan umur rencana dan ketika kapasitas jalan telah sampai pada tahap yang direncanakan, maka rumus perhitungan pertumbuhan lalu lintas adalah sebagai berikut
R= . . . .(5) Dengan pengertian :
R : faktor pertumbuhan lalu lintas
i : laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam % UR : umur rencana (Tahun)
Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) pada Tabel 2.15.
Tabel 2. 15 Faktor pertumbuhan lalu lintas (R)
Umur Rencana (Tahun)
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6
(sumber Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga : 2003)
Apabila lalu lintas tidak mengalami pertumbuhan pada waktu umur rencana, maka nilai R dapat didapatkan dengan cara berikut :
R =
+
(UR-URm){(1+i) URm-1} . . . .(6) Dengan pengertian :R : faktor pertumbuhan lalu lintas.
i : laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam % URm : waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai.
2.12.7 Lalu Lintas Rencana
Lalu lintas rencana merupakan jumlah komulatif sumbu kendaraan yang terdapat pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu lintas rencana meliputi sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis kendaraan. Secara umum beban jenis sumbu dinyatakan dalam 10 kN (1 ton) (Pd T-14-2003 : 12)
Menghitung jumlah sumbu kendaraan pada saat umur rencana dapat menggunakan rumus :
JSKN = 365 x JSKNH x R x C . . . .(7) Dengan pegertian :
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka.
R : faktor pertumbuhan komulatif dari rumus (5) atau table 3 yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
C : koefisien distribusi kendaraan.
2.12.8 Faktor Keamanan Beban
Beban sumbu kendaraan yang dikalikan dengan faktor keamanan beban (Fkb) akan menentukan nilai beban rencana. Pada Tabel 2.16 dibawah ini adalah faktor keamanan beban berdasarkan (Pd T-14-2003) :
Tabel 2. 16 Faktor keamanan beban (FKB)
No. Penggunaan
Nilai Fkb
1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi.
Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survey beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,5.
1,2
2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga merendah
1,1
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah 1,0
(sumber : Pd T-14-2003)
2.12.9 Bahu
Bahu semen adalah bahu yang diikat dan dikunci pada lajur dengan ukuran lebar minimal 1,50 meter atau dapat menyatu dengan bahu ukuran lebar 0,60. (Pd T-14-2003 : 12).
Secara umum bahu dapat berupa lapis pondasi dengan atau tanpa lapis penutup aspal maupun beton semen. Perbedaan kekuatan bahu dengan jalur lalu lintas akan berpengaruh pada perkerasan, apabila ditemui kasus seperti ini, maka dapat diatasi dengan menggunakan bahu beton.
2.12.10 Perencanaan Tulangan
Perencanaan penulangan pada konstruksi perkerasan kaku mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Mengurangi batas lebar retakan supaya kekuatan plat dapat dipertahankan.
2. Mengurangi jumlah sambungan melintang dengan menggunakan plat yang lebih panjang.
3. Menghemat beban jumlah biaya pemeliharaan.
Jarak sambungan susut mempengaruhi jumlah tulangan yang diperlukan. Berbeda dengan beton bertulang menerus, untuk mengurangi sambungan susut maka diperlukan jumlah tulangan yang cukup.(Departemen Pekerjaan Umum : 2003).
2.12.10.1. Perkerasan Beton Semen Bersambung Tak Bertulang
Untuk mengendalikan retak pada perkerasan beton, maka perlu dipasang penulangan. Begitu juga dengan bagian plat yang rawan mengalami keretakan akibat konsentrasi tengangan perlu diberi sambungan.
Penerapan tulangan umumnya digunakan pada kondisi :
1. Plat yang bentuknya tidak biasa, plat tak biasa karena panjang dan lebar ≥ 1,25 meter atau sambungan pada plat tidak berbentuk persegi panjang.
2. Sambungan plat yang tidak sejalur.
3. Plat berlubang.
2.12.10.2. Perkerasan Beton Bersambung Bertulang
Rumus perhitungan luas penampang tulangan adalah sebagai berikut : A =
. . . (8) Dimana :
As : luas penampang tulangan baja (mm²/m lebar plat)
Fs : kuat tarik izin tulangan (Mpa). Biasanya 0,6 x tegangan leleh.
g : gravitasi (m/det²) h : tebal plat beton (m)
L : jarak antara sambungan yang tidak diikat dan/ tepi bebas plat (m) M : berat per satuan volume plat (kg/mᵌ)
µ : koefisien gesek antara plat beton dengan pondasi bawah
Pada Tabel 2.17 menunjukkan ukuran luas penampang tulangan yang berbentuk persegi panjang.
Tabel 2. 17 Ukuran dan berat tulangan polos
Tulangan Memanjang
Tulangan Melintang
Luas Penampang
Tulangan Berat perSatuan Luas (kg/m²) Diameter
(mm)
Jarak (mm)
Diameter (mm)
Jarak (mm)
Memanjang (mm²/m)
Melintang (mm²/m) Empat persegi panjang
12,5 11,2 10
100 100 100
8 8 8
200 200 200
1227 986 785
251 251 251
11,606 9,707 8,138 9
8 7,1
8 8 8
200 200 200
636 503 396
251 251 251
6,967 5,919 5,091 9
8
8 8
250 250
318 251
201 201
4,076 3,552 Bujur sangkar
8 10
9 8
100 200 200 200
8 10
9 8
100 200 200 200
503 393 318 251
503 393 318 251
7,892 6,165 4,994 3,946 7,1
6,3 5 4
200 200 200 200
7,1 6,3 5 4
200 200 200 200
198 156 98 63
198 156 98 63
3,108 2,447 1,542 0,987 (sumber : Pd T-14-2003)
2.12.10.3. Perkerasan Beton Semen Menerus Bertulang
Tabel 2. 18 Hubungan kuat tekan beton dan angka ekivalen baja beton ( n )
Fc (kg/cm²) n
175 - 225 235 – 285 290 - Keatas
10 8 6 (sumber : Pd T-14-2003)
Perkerasan beton menerus dengan tulangan dapat dilihat pada perasamaan 9 berikut :
Ps =
. . . .(9) Dengan pengertian :
Ps : persentase luas tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap luas penampang beton (%).
fct : kuat tarik langsung beton = (0,4-0,5fct)(kg/cm²).
fy : tegangan leleh rencana baja (kg/cm²)
N : angka ekivalen antara baja dan beton (Es/Ec) dapat dilihat pada tabel 2.16 atau dihitung menggunakan rumus.
µ : koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan di bawahnya.
Es : modulus elastisitas baja = 2,1 x 10⁶ (kg/cm²) Ec : modulus elastisitas baja = 1485 (kg/cm²)
2.12.11 Sambungan
Menurut Pd T-14-2003 : 18, sambungan pada perkerasan beton berfungsi sebagai berikut:
Mengendalikan retak akibat beban kendaraan dan penyusutan.
Memudahkan pengerjaan konstruksi.
Melayani pergerakan plat.
Secara umum sambungan pada perkerasan beton mempunyai beberapa jenis, antara lain :
Sambungan memanjang.
Sambungan melintang.
Sambungan isolasi.
Sambungan memanjang dan melintang perlu ditutup menggunakan bahan penutup berbeda dengan sambungan isolasi, pada sambungan isolasi harus diberi bahan pengisi terlebih dahulu.
2.12.12. Dowel (Ruji)
Dowel adalah batang baja tulangan yang digunakan untuk penyambung dan pengikat beberapa jenis sambungan plat beton pada perkerasan jalan. Bentuk dari dowel yaitu polos maupun proful, dowel mempunyai fungsi sebagai penyalur beban pada sambungan yang dipasang dengan setengah panjang terikat dan setengah panjang dilumasi cat untuk memberikan kebebasan geser. Ukuran dan jarak dowel dapat dilihat pada Tabel 2.18
Tabel 2. 19 Ukuran dan jarak batang dowel (ruji) yang disarankan
Tebal Plat Perkerasan
Dowel
Diameter Panjang Jarak Inchi mm Inchi mm Inchi mm Inchi mm
6 150 ¾ 19 18 450 12 300
7 175 1 25 18 450 12 300
8 200 1 25 18 450 12 300
9 225 1 ¼ 32 18 450 12 300
10 250 1 ¼ 32 18 450 12 300
11 275 1 ¼ 32 18 450 12 300
12 300 1 ½ 38 18 450 12 300
13 325 1 ½ 38 18 450 12 300
14 350 1 ½ 38 18 450 12 300
Sumber : Bina Marga Pd-T-14-2003
2.12.13. Tie Bar
Tie bar atau batang pengikat merupakan potongan baja profil yang dipasang pada sambungan lidah alur dengan tujuan sebagai pengikat plat agar tidak bergerak atau geser secara horizontal. Batang pengikat dipasang pada sambungan memanjang ukuran dan jarak tie bar yang disarankan dapat dilihat pada Tabel 2.19
Tabel 2. 20 Ukuran Dan Jarak Batang Pegikat (Tie Bar) Yang Disarankan
Tebal Plat (cm)
Diameter Tie Bar (cm)
Panjang Tie Bar (mm)
Jarak antar Tie Bar (cm)
12,5 12 600 75
15,0 12 600 75
17,5 12 600 75
20,0 12 600 75
22,5 12 750 90
25,0 12 750 90
Sumber : Bina Marga Pd-T-14-2003
2.12.12 Prosedur Perencanaan
Menurut Pd T-14-2003 berdasarkan jenis kerusakan, terdapat 2 prosedur perencanaan perkerasan beton semen, prosedur tersebut adalah:
1. Retak fatik yaitu retak yang diakibatkan oleh tarik lentur pada plat.
2. Erosi yang terjadi pada tanah dasar dan pondasi bawah yang disebabkan oleh pengaruh lendutan berulang pada sambungan.
Menurtut (Pd T-14-2003) dari 2 prosedur yang disebutkan, prosedur perencanaan mempertimbangkan ada atau tidaknya ruji pada sambungan. Pada prosedur perencanaan secara umum data yang digunakan adalah data lalu lintas meliputi data sumbu kendaraan beserta distribusinya, hal ini direncanakan selama umur rencana.
2.13 Rencana Anggaran Biaya
2.13.1. Pengertian Rencana Anggaran Biaya Pengertian Rencana Anggaran Biaya yaitu :
Perhitungan banyaknya biaya upah dan bahan yang dibutuhkan yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek bangunan atau proyek tertentu.
Susunan-susunan kegiatan pelaksanaan beserta tinggi biaya yang diperlukan dalam melaksanaan kegiatan konstruksi dalam bidang administrasi.
Terdapat dua cara dalam penyusunan anggaran biaya antara lain :
Anggaran biaya kasar (Taksiran), pedoman yang digunakan yaitu harga satuan di tiap meter persegi luasan lantai. Pada anggaran biaya kasar dapat juga untuk pedoman penyusunan RAB secara detail dan teliti.
Anggaran Biaya Teliti yaitu kegiata administrasi yang dihitung dengan teliti dan seksama sesuai dengan ketentuan dan syarat penyusunan anggaran biaya (Nurcholid Syawaldi).
2.13.2. Tujuan Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya dibuat untuk mengetahui harga item atau bagian pekerjaan dalam pengeluaran biaya-biaya dalam masa pelaksanaan konstruksi, dan supaya kegiatan konstruksi yang direncanakan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
2.13.3. Fungsi Rencana Anggaran Biaya
Sebagai pedoman atau acuan pelaksanaan kegiatan konstruksi dan sebagai alat pengontrol pelaksanaan pekerjaan(Nurcholid Syawaldi).