• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGAWASAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM MEMINIMALISIR PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PT. BPRS CARANA KIAT ANDALAS SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGAWASAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM MEMINIMALISIR PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PT. BPRS CARANA KIAT ANDALAS SKRIPSI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGAWASAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM MEMINIMALISIR PEMBIAYAAN BERMASALAH

PADA PT. BPRS CARANA KIAT ANDALAS

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Jurusan Perbankan Syariah

Oleh:

NOFIA REZA NIM. 1630401121

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

1441 H/2020 M

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Nofia Reza, NIM 1630401121, Judul Skripsi: “Strategi Pengawasan Pembiayaan Murabahah Dalam Meminimalisir Pembiayaan Bermasalah Pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas”Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar Tahun 2020 dengan jumlah halaman sebanyak 91 halaman.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanapelaksanaan strategi pengawasan pembiayaan murabahahpada PT. BPRS Carana Kiat, apa kendala yang dihadapi dalam melakukan pengawasan pembiayaanmurabahah, dan bagaimana cara mengatasi pembiayaan bermasalah pada PT. BRS carana Kiat Andalas.Tujuan penelitian untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan strategi pengawasan pembiayaan murabahahpada PT. BPRS Carana Kiat Andalas,kendala yang dihadapi dalam melakukan pengawasan pembiayaan murabahah, dan cara mengatasi pembiayaan bermasalah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah field research (penelitian lapangan) dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan datadalam penelitian penulis lakukan melalui wawancara dan dokumentasi.Teknik penjamin keabsahan datadalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi teknik, dan dilakukan penarikan kesimpulan untuk menyimpulkan semua informasi yang sudah didapat.

Hasil penelitian yang penulis peroleh dalam pelaksanaan strategi pengawasan pembiayaan murabahah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas menggunakan lima pendekatan yaitumonitoring pembiayaan, control by exception, verband control, budgetery control, dan inpeksi on the spot. Kelima pendekatan ini telah diterapkan dengan baik, tetapi belum maksimal. Kendala dalam melakukan pengawasan pembiayaan PT. BPRS Carana Kiat Andalas disebabkan oleh faktor internal berupa adanya kekeliruan dalam melakukan penilaian barang jaminan oleh pihak bank dan jadwal pekerjaan yang berdempet, serta faktor eksternal seperti jarak yang akan ditempuh cukup jauhatau sulit dijangkau, faktor cuaca yang tidak bagus, beralihnya kepemilikan barang jaminan tanpa sepengetahuan pihak bank, beralihnya kepemilikan barang pembiayaan yang dilakukan nasabah, dan informasi nasabah tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Adapun cara mengatasi pembiayaan bermasalah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas dengan pemberian SP 1, SP 2, SP 3, surat perintah penarikan jaminan dan pelelangan/penjualan di bawah tangan barang jaminan. Selain itu, bank juga melakukan restrukturisasi terhadap nasabah yang usahanya menurun agar dilakukan penjadwalan ulang dan memperkecil jumlah angsuran nasabah agar tidak terjadi pembiayaan bermasalah.

Kata Kunci: Strategi Pengawasan, Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Bermasalah, Kendala dan Cara Mengatasi

(6)

ii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... .. 7

F. Definisi Operasional ... .. 7

BAB II KAJIAN TEORI... 9

A. Pembiayaan ... 10

1. Pengertian Pembiayaan ... 10

2. Tujuan Pembiayaan ... 11

3. Fungsi Pembiayaan ... 12

4. Prinsip 5 C dalam Pemberian Pembiayaan ... 13

B. Pembiayaan Murabahah ... 18

1. Pengertian Pembiayaan Murabahah ... 18

(7)

iii

2. Murabahah dengan Pesanan ... 19

3. Tunai atau Cicilan ... 19

C. Pembiayaan Bermasalah ... 20

1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah ... 20

2. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ... 21

3. Penyelamatan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ... 22

4. Bentuk-Bentuk Restrukturisasi dalam Rangka Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ... 26

D. Pengawasan Pembiayaan ... 28

1. Pengertian Pengawasan Pembiayaan ... 28

2. Jenis Pengawasan Pembiayaan ... 29

3. Struktur Pengawasan Pembiayaan ... 31

4. Pelaksanaan Pengawasan Pembiayaan ... 32

E. Strategi Pengawasan ... 33

1. Monitoring Pembiayaan ... 33

2. Control by exception (pengawasan terhadap hal-hal menyimpang)... 37

3. Verband Control (pemeriksaan atas hal-hal yang saling berhubungan)... 37

4. Budgetery Control ... 37

5. Inspeksi On The Spot ... 37

F. Bank Syariah ... 37

1. Pengertian Bank Syariah ... 37

2. Dasar Hukum Bank Syariah ... 38

3. Asas, Tujuan dan Fungsi Perbankan Syariah ... 40

G. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ... 46

1. Pengertian BPRS ... 46

2. Sejarah BPRS ... 46

3. Tujuan Pendirian BPRS ... 47

4. Kegiatan Usaha BPRS ... 47

(8)

iv

H. Penelitian Yang Relevan ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

A. Jenis Penelitian ... 54

B. Latar dan Waktu Penelitian ... 54

C. Instrumen Penelitian ... 54

D. Sumber Data ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 55

F. Teknik Analisis Data ... 56

G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

A. Gambaran Umum PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 58

1. Sejarah Singkatdan Profil PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 58

2. Visi dan Misi PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 59

3. Struktur Organisasi PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 60

4. Job Description PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 62

5. Produk dan Layanan PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 67

B. Hasil Penelitian ... 69

1. Strategi pengawasan pembiayaan murabahah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas……… 69

2. Kendala-kendala yang dihadapi PT. BPRS Carana Kiat Andalas. ... 76

3. Cara mengatasi pembiayaan bermasalah PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 79

C. Pembahasan ... 81

1. Pembahasan tentang strategi pengawasan pembiayaan Murabahah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 81

2. Pembahasan tentang kendala-kendala yang dihadapi PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 85 3. Pembahasan tentang cara mengatasi pembiayaan bermasalah

(9)

v

PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 87

BAB V PENUTUP ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel1.1 Jumlah Pembiayaan Murabahah dan Pembiayaan

Murabahah Bermasalah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 4 Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 54

(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. BPRS Carana Kiat Andalas ... 60

(12)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang keuangan. Kegiatan usaha lembaga keuangan dapat berupa menghimpun dana dengan menawarkan berbagai skema, menyalurkan dana dengan berbagai skema atau melakukan kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana sekaligus, di mana kegiatan usaha lembaga keuangan diperuntukkan bagi investasi perusahaan, kegiatan konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa.

Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dana dari unit surplus ekonomi, baik sektor usaha, lembaga pemerintah maupun individu (rumah tangga) untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi lain. Intermediasi keuangan merupakan kegiatan pengalihan dana dari unit ekonomi surplus ke unit ekonomi defisit (Soemitra, 2010:

29).

Bila lembaga keuangan tersebut disandarkan kepada syariah, maka menjadi lembaga keuangan syariah. Lembaga Keuangan Syariah adalah suatu perusahaan yang usahanya bergerak di bidang jasa keuangan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip syariah yaitu prinsip yang menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, kemudian menggantikannya dengan akad-akad tradisional Islam atau yang lazim disebut dengan prinsip syariah. Lembaga keuangan syariah merupakan sistem norma yang didasarkan ajaran Islam (Mardani, 2015:1-2).

Bank Islam (Islamic bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas bank Islam, selain istilah bank Islam itu sendiri, yaitu bank tanpa bunga (interest-free bank)dan bank syari’ah

(13)

(shari‟a bank) (Rahmadi Usman, 2014:33).Sebagaimana telah dijelaskan didalam QS. Al-Jaatsiyah (45) 18:



Artinya: Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dan urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (QS. Al-Jaatsiyah : 18).

Secara terminologi syariah yaitu hukum atau peraturan yang diturunkan Allah melalui Rasul-Nya yang mulia, untuk umat manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang dan mendapatkan petunjuk ke arah yang lurus. Oleh karena itu, maka yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) (Mardani, 2015:10-11).

Bai‟ al-murabahahyaitu jual beri barang pada harga semula dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam isltilah teknis perbankan syariah murabahah ini diartikan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank = (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu ditetapkan (Asiyah, 2015:223-224).

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berupa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh) (Karim, 2016:113).

(14)

Pemberian pembiayaan pada nasabah merupakan salah satu kegiatan bank. Pembiayaan adalah sumber pendapatan terbesar, namun sekaligus merupakan sumber resiko terbesar yang akan mengakibatkan terjadinya pembiayaan bermasalah. Semakin banyak nasabah yang melakukan transaksi pembiayaan akan semakin banyak pula resiko yang akan terjadi.

Pembiayaan bermasalah muncul ketika nasabah atau bank melakukan kelalaian dalam melaksanakan kewajibannya sehingga perlu adanya pengendalian atas pembiayaan bermasalah tersebut, salah satunya yaitu dengan melakukan pengawasan atas pembiayaan yang bermasalah.

Tanggung jawab bank syariah lebih berat ketika pembiayaan telah disetujui dan dinikmati oleh nasabah dibandingkan pada saat dana tersebut belum disalurkan ke tangan nasabah. Pada jangka waktu (masa) pembiayaan tidak mustahil terjadi suatu kondisi pembiayaan, yaitu adanya suatu penyimpangan utama dalam hal pembayaran yang menyebabkan keterlambatan dalam pembayaran atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss (potensial kerugian).

Kondisi ini yang disebut dengan pembiayaan bermasalah, keadaan turunnya mutu pembiayaan tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi memberikan “warning sign” atau faktor-faktor penyebab terlebih dahulu dalam masa pembiayaan (Usanti dan Abd. Somad, 2013:102).

Pembiayaan bermasalah dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan itu sendiri, dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Timbulnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dan kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap dan permodalan yang tidak cukup. Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada diluar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam,

(15)

peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi dan lain-lain (Djamil, 2014:73).

Dalam meminimalisir pembiayaan bermasalah perlu ada pelaksanaan pengawasan ke nasabah yang dilakukan oleh bank. Pengawasan internal yang melekat pada pribadi muslim akan menjauhkan dari bentuk penyimpangan dan menuntutnya konsisten menjalankan hukum-hukum dan syariat Allah dalam setiap aktivitasnya dan ini merupakan tujuan utama Islam. Akan tetapi nasabah adalah manusia biasa yang berpotensi melakukan kesalahan. Dalam sebuah masyarakat salah seorang dari mereka ada yang cenderung menyimpang dari kebenaran atau menuruti hawa nafsu. Oleh karena itu dalam islam menerapkan sistem sosio politik untuk menjalankan fungsi pengawasan pelaksanaan hukum dan syariat Allah. Pengawasan merupakan tanggung jawab sosial dan publik yang harus dijalankan masyarakat, baik lembaga formal maupun non formal (Abu Sinn, 2013:180).

Pengawasan sangat penting dilakukan pada pembiayaan terutama pada pembiayaan murabahah, karena hampir 80% pembiayaan yang diminati nasabah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas adalah pembiayaan murabahah. Dilihat dari jumlah pembiayaan bermasalah yang ada di PT.

BPRS Carana Kiat Andalas sampai tahun 2019 total NPF 10.67% dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1.1

Jumlah Pembiayaan Murabahah dan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas

Tahun

Jumlah Nasabah Pembiayaan

Pembiayaan Pembiayaan

Bermasalah NPF%

2015 85 Orang 8.019.123.936,- 4.376.524.071,- 54,58%

2016 75 Orang 9.175.523.419,- 3.736.756.415,- 40,73%

2017 74 Orang 13.167.639.162,- 3.682.021.324,- 28,05%

2018 55 Orang 15.160.941.917,- 3.436.989.855,- 22,67%

(16)

Tahun

Jumlah Nasabah Pembiayaan

Pembiayaan Pembiayaan

Bermasalah NPF%

2019 53 Orang 15.394.725.471,- 1.643.122.321,- 10,67%

Sumber: Dokumen PT. BPRS Carana Kiat Andalas

Dilihat dari tabel diatas, pada tahun 2015 jumlah nasabah pembiayaan murabahah sebanyak 85 orang, jumlah ini dari kelima tahunnya adalah jumlah nasabah paling banyak, dan jumlah pembiayaan sebesar 8.019.123.936,- pembiayaan bermasalah 4.376.524.071,- dan total NPF sebesar 54,58%. Pada tahun 2016 jumlah nasabah pembiayaan murabahah menurun menjadi 75 orang, jumlah pembiayaan meningkat menjadi 9.175.523.419,- pembiayaan bermasalah menurun menjadi 3.736.756.415,- total NPF menurun menjadi 40,73%. Pada tahun 2017 jumlah nasabah pembiayaan murabahah menurun menjadi 74 orang, jumlah pembiayaan meningkat menjadi 13.167.639.162,- pembiayaan bermasalah menurun menjadi 3.682.021.324,- dan total NPF sebesar 28,05%. Pada tahun 2018, jumlah nasabah pembiayaan murabahah menurun menjadi 55 orang, jumlah pembiayaan meningkat menjadi 15.160.941.917,- pembiayaan bermasalah menurun menjadi 3.436.989.855,- dan total NPF sebesar 22,76%. Pada tahun 2019, jumlah nasabah pembiayaan murabahah menurun lagi menjadi 53 orang, jumlah pembiayaan meningkat menjadi 15.394.725.471,- pembiayaan bermasalah menurun menjadi 1.643.122.321,- dan total NPF 10,67%.

Berdasarkan penjelasan diatas terlihat bahwa NPF selalu menurun, tetap pada batas yang tinggi yaitu sebesar 10,67% diatas nilai ditetapkan oleh BI tingkat kesehatan bank dikatakan sehat sebesar 5%. Ini menunjukkan bahwa PT. BPRS Carana Kiat Andalas berhasil melakukan manajemen risiko pembiayaan dengan baik, namun masih kurangnya pengawasan pembiayaan karena tingkat NPF masih tinggi yaitu 10,67%.

(17)

Menurut Bapak Afrialdi, S.E selaku Kadiv. Marketingpada PT. BPRS Carana Kiat Andalas menjelaskan bahwa awal mulanya terjadi pembiayaan bermasalah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas berawal dari manajemen, gaya kepemimpinan dan penataan administrasi. Pada saat penataan administrasi, awal timbulnya pembiayaan bermasalah tidak terjadi secara langsung, akan tetapi berawal dari gejala awal seperti tunggakan harian, bulanan dan keterlambatan account officer dalam mengingatkan nasabah untuk membayar angsurannya. Selain itu, penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah disebabkan oleh nasabah yang melakukan penjualan jaminan yang telah dijaminkannya kepada bank terhadap orang lain.

Terlihat fenomena diatas, adanya sistem pengawasan yang kurang maksimal, dimana account officer melakukan keterlambatan dalam mengingatkan nasabah untuk membayar angsurannya, serta nasabah melakukan penjualan jaminan yang telah dijaminkannya kepada bank terhadap orang lain, maka penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul “Strategi Pengawasan Pembiayaan Murabahah Dalam Meminimalisir Pembiayaan Bermasalah Pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan, penulis dapat memfokuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu:

1. Pelaksanaan strategi pengawasan pembiayaan murabahah pada PT.

BPRS Carana Kiat Andalas.

2. Kendala-kendala yang dihadapi PT. BPRS Carana Kiat Andalas dalam melakukan pengawasan pembiayaan murabahah.

3. Cara mengatasi pembiayaan bermasalah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas.

(18)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan tersebut, maka masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan strategi pengawasan pembiayaan murabahah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas?

2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi PT. BPRS Carana Kiat Andalas dalam melakukan pengawasan pembiayaan murabahah?

3. Bagaimana cara mengatasi pembiayaan bermasalah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan:

1. Pelaksanaan strategi pengawasan pembiayaan murabahah pada PT.

BPRS Carana Kiat Andalas.

2. Kendala-kendala yang dihadapi PT. BPRS Carana Kiat Andalas dalam melakukan pengawasan pembiayaan murabahah.

3. Cara mengatasi pembiayaan bermasalah pada PT. BPRS Carana Kiat Andalas.

E. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan penjelasan pada pihak-pihak yang terkait mengenai strategi pengawasan pembiayaan murabahah dalam meminimalisir pembiayaan bermasalah dan solusi dalam pelaksanaan strategi pengawasan tersebut.

Bagi peneliti sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan teori yang pernah didapatkan serta untuk melengkapi persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

F. Definisi Operasional

(19)

Strategi didefinisikan sebagai rencana komprehensif untuk mencapai tujuan organisasi (Sule & Kurniawan Syaifullah, 2005: 132). Tidak hanya sekedar mencapai, akan tetapi strategi juga dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan organisasi tersebut dalam menjalankan aktivitasnya. Bagi organisasi bisnis, strategi dimaksudkan untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis perusahaan dibandingkan para pesaingnya dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Adapun pengawasan pembiayaan merupakan salah satu sistem dalam pengelolaan pembiayaan atau loan Management, yang dapat berfungsi sebagai penutup kekurangan/kelemahan dalam proses kegiatan pembiayaan (Veithzal Rifai, 2008:489).

Pembiayaan murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Karim, 2016:113). Sedangkan pembiayaan bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah di perjanjikan dalam perjanjian kredit (Suhardjono, 2003:252).

Strategi pengawasan pembiayaan adalah rencana komprehensif untuk mencapai tujuan mempertahankan keberlangsungan bisnis perusahaan dalam pengeloaan pembiayaan atau loan Manajemen yang dapat berfungsi sebagai penutup kekurangan/kelemahan dalam proses kegiatan pembiayaan.

Secara keseluruhan, maksud dari judul penelitian ini adalah meneliti bagaimana PT. BPRS Carana Kiat Andalas dalam melaksanakan rencana komprehensif untuk mencapai tujuan pengawasan pembiayaan murabahah guna mempertahankan kelangsungan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya, serta apa saja kendala yang ditemui pihak manajemen bank.

(20)
(21)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah suatu proses mulai dari analisis kelayakan pembiayaan sampai kepada realisasinya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan maka bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan, karena dalam jangka waktu pembiayaan tidak mustahil terjadi pembiayaan bermasalah dikarenakan beberapa alasan. Bank syariah harus mampu menganalisis penyebab pembiayaan bermasalah sehingga dapat melakukan upaya untuk melancarkan kembali kualitas pembiayaan tersebut.

Proses pemberian pembiayaan pada bank syariah maka tahapan yang dilakukan oleh bank syariah tidak jauh berbeda dengan tahap yang dilakukan oleh bank konvensional dalam memberikan kredit.

Proses pemberian pembiayaan di awali dengan tahapan:

a. Tahap sebelum pemberian pembiayaan diputuskan oleh bank syariah, yaitu tahap bank syariah mempertimbangkan permohonan pembiayaan calon nasabah penerima fasilitas. Tahap ini disebut tahap analisis kelayakan penyaluran dana.

b. Tahap setelah permohonan pembiayaan diputuskan pemberiannya oleh bank syariah dan kemudian penuangan keputusan tersebut ke dalam perjanjian pembiayaan serta dilaksanakannya pengikatan agunan untuk pembiayaan yang diberikan itu. Tahap ini disebut tahap dukumentasi pembiayaan.

c. Tahap setelah perjanjian pembiayaan (akad pembiayaan) ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dokumentasi pengikatan

(22)

agunan telah selesai dubuat serta selama pembiayaan itu digunakan oleh nasabah penerima fasilitas sampai jangka waktu pembiayaan berakhir. Tahap ini disebut tahap penggunaan pembiayaan.

d. Tahap setelah pembiayaan menjadi bermasalah tetapi usaha nasabah penerima fasilitas masih memiliki prospek sehingga pembiayaan yang bermasalah itu dapat diselamatkan untuk menjadi lancar kembali. Tahap ini disebut tahap penyelamatan pembiayaan.

e. Tahap setelah pembiayaan menajdi macet. Tahap ini disebut tahap penyelesaian pembiayaan (Elfadhli, 2016:93-94).

2. Tujuan Pembiayaan

Tujuan pembiayaan merupakan bagian dari tujuan bank sebagai perusahaan, yaitu memperoleh keuntungan bagi kesejahteraan stakesholders-nya. Oleh karena itu tujuan pembiayaan harus mendukung visi, misi dan strategi usaha bank. Tujuan pembiayaan harus dirumuskan dengan jelas, realistis dan dapat diketahui oleh semua orang yang terlibat dalam organisasi, agar mereka dapat berpartisipasi dengan penuh kesadaran (Zainul Arifin, 2009:245).

Nanik Eprianti (dalam Taswan, 2010:252-256) mengatakan bahwa tujuan pemberian pembiayaan minimal akan memberikan manfaat bagi:

a. Bank ialah dapat digunakan sebagai instrument bank dalam memelihara likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas kemudian dapat menjadi pendorong peningkatan penjualan produk bank yang lain dan pembiayaan diharapkan dapat menjadi sumber utama pendapatan bank.

b. Debitur ialah diharapkan dapat digunakan untuk memperlancar usaha dan selanjutnya meningkatkan gairah usaha sehingga terjadi kontinuitas perusahaan.

c. Masyarakat ialah mampu menggerakan perekonomian masyarakat, peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat akan mampu menyerap

(23)

tenaga kerja dan pada waktunya akan dapat mensejahterakan masyarakat.

3. Fungsi Pembiayaan

Ada beberapa fungsi dari pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat menerima, sebagai berikut:

a. Meningkatkan daya guna uang

Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produktivitas.

1) Peningkatan daya guna barang

Prosedur dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa, peningkatan utility dari padi menjadi beras, benang menjadi tekstil dan sebagainnya.

2) Meningkatkan peredaran uang

Pembiayaan yang disalurkan via rekening-rekening Koran perusahaan menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dan sebagainya. Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik kualitatif apalagi secara kuantitatif.

3) Menimbulkan kegairahan berusaha

Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah

(24)

selalu diimbangi dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan.

4) Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi ke dalam struktur permodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus.

5) Sebagai alat hubungan ekonomi internasional

Bank sebagai lembaga kredit/pembiayaan tidak saja bergerak di dalam negeri tapi juga diluar negeri. Amerika serikat yang telah sedemikian maju organisasi dan sistem perbankannya telah melebarkan sayap perbankannya ke seluruh pelosok dunia, demikian pula beberapa Negara maju lainnya (Elfadhli, 2016:96-98).

4. Prinsip 5 C dalam Pemberian Pembiayaan a. Character

Character menggambarkan watak dan kepribadian calon debitur.Bank perlu melakukan analisis terhadapkarakter calon debitur dengan tujuan untuk mengetahui bahwa calon debitur mempunyai keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar pinjamannya sampai dengan lunas.

Bank ingin mengetahui bahwa calon debitur mempunyaikarakter yang baik, jujur, dan mempunyai komitmen terhadap pelunasan pembiayaan yang akan diterima dari bank. Cara yang perlu dilakukan oleh bank untuk mengetahui character calondebitur adalah dengan melakukan penelitian yang mendalam tentang calon debitur.

(25)

Cara yang dilakukan oleh bank dalam analisis character dapat dilakukan antara lain:

1) Bank dapat melakukan penelitian dengan melakukan BI Checking, yaitu melakukan penelitian terhadap calon debitur dengan melihat data debitur melalui computer yang online dengan Bank Indonsia, dengan melakukan BI Checking, maka bank dapat mengetahui dengan jelas calon debiturnya, baik kualitas pembiayaan calon debitur bila debitur sudah menjadi debitur bank lain.

2) Dalam hal debitur masih baru dan belum memiliki pinjaman di bank lain, maka cara yang efektif ditempuh yaitu dengan meneliti calon debitur melalui pihak-pihak lain yang mengenal dengan baik calon debitur. Misalnya tetangga, teman kerja, atasan langsung dan rekan usahanya. Dengan memperoleh informasi dari pihak lain tentang calon debitur, maka bank akan lebih yakin terhadap character calon debitur. Character merupakan faktor yang sangat penting dalam evaluasi calon debitur.

3) Wawancara secara langsung kepada calon debitur dan wawancara dengan pihak yang disebut calon debitur sebagai pihak yang dikenal dan tidak serumah. Bank juga perlu mendapatkan informasi dari perusahaan dimana debitur bekerja. Hal ini sering dilakukan oleh bank dengan wawancara by phone. Wawancara ini diperlukan antara lain untuk:

a) Mengetahui berbagai hal tentang calon debitur.

b) Melakukan cross check terhadap isian dalam formulir permohonan kredit dengan informasi lisan.

c) Mempelajari character calon debitur (Ismail, 2010:112- 113).

(26)

b. Capacity

Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan calon debitur dalam memenuhi kewajibannya sesuai jangka waktu pembiayaan.Bank perlu mengetahui dengan pasti kemampuan calon debitur dalam memenuhi kewajiban apabila bank memberi pembiayaan. Kemampuan keuangan calon debitur sangat penting karena merupakan sumber utama pembiayaan kembali yang diberikan oleh bank. Semakin baik kemampuan keuangan calon debitur, maka akan semakin baik kemungkinan kualitas pembiayaannya, artinya dapat dipastikan bahwa pembiayaan yang diberikan bank dapat dibayar sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan.

Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam mengetahui kemampuan keuangan calon debitur, antara lain:

1) Melihat laporan keuangan debitur. Di dalam laporan keuangan calon debitur, maka akan dapat diketahui sumber dana calon debitur. Sumber dana calon debitur dapat dilihat dari laporan arus kas. Di dalam laporan arus kas dapat diketahui kondisi keuangan secara tunai dari calon debitur.

2) Memeriksa slip gaji dan rekening tabungan. Cara lain yang dapat ditempuh oleh bank, bila calon debitur bukan perusahaan, akan tetapi pegawai, maka bank dapat meminta fotokopi slip gaji tiga bulan terakhir dan didukung oleh rekening tabungan sekurang-kurangnya untuk tiga bulan terakhir. Dari data slip gaji dan fotokopi rekening tabungan tiga bulan terakhir, maka akan dapat dianalisis tentang sumber dana dan penggunaan dana calon debitur, sekurang-kurangnya, selama tiga bulan.

Data keuangan calon debitur selama tiga bulan, digunakan sebagai asumsi dasar tentang kondisi keuangan calon debitur setelah mendapat pembiayaan bank.

(27)

3) Survei ke lokasi usaha calon debitur. Hal ini diperlukan untuk mengetahui usaha calon debitur dengan melakukan pengamatan secara langsung (Ismail, 2010:113-114).

c. Capital

Nanik Eprianti (dalam Chadijah, 2017:252-266) mengatakan bahwa penilaian bank ini dilakukan untuk mengetahui pengeluaran dan pemasukan calon nasabah pembiayaan, hal ini bertujuan untuk melihat apakah posisi keuangan calon nasabah secara keseluruhan, termasuk aliran kas calon nasabah, baik untuk masa lalu maupun proyeksi pada masa yang akan datang, mampu dalam menunjang pembiayaan proyeksi atau calon nasabah yang bersangkutan.

d. Collateral

Collateral merupakan jaminan/agunan yang diberikan oleh calon debitur atas pembiayaan yang diajukan. Agunan merupakan sumber pembayaran kedua, artinya apabila debitur tersebut tidak dapat membayar angsurannya dan termasuk dalam pembiayaan macet, maka bank dapat melakukan eksekusi terhadap agunan.

Hasil penjualan agunan digunakan sebagai sumber pembayaran kedua.

Bank tidak akan memberikan pembiayaan yang melebihi dari nilai jaminan, kecuali untuk pembiayaan program atau pembiayaan khusus yang kadang-kadang juga tidak ditutup dengan agunan yang memadai.

Secara terperinci pertimbangan atau colateral antara lain dikenal dengan MASTC:

1) Marketability

Agunan yang diterima oleh bank haruslah agunan yang mudah diperjualbelikan dengan harga yang menarik dan meningkat dari waktu ke waktu, sehingga apabila terjadi

(28)

masalah terhadap pembayaran kembali pembiayaannya, maka bank akan mudah menjual agunannya.

2) Ascertainability of value

Agunan yang diterima memiliki standar harga yang lebih pasti, karena agunannya merupakan barang yang mudah didapati, sehingga tidak perlu meminta bantuan lembaga appraisal dalam menaksir harga barang agunannya.

3) Stability of value

Agunan yang diserahkan bank memiliki harga yang stabil, sehingga ketika agunan dijual, maka hasil penjualan bisa meng- cover kewajiban debitur.

4) Transferability

Agunan yang diserahkan bank mudah dipidah baik secara fisik maupun yuridis. Setiap orang mudah untuk dapat membeli barang agunan, tidak perlu harus melakukan izin yang berbelit- belit (Ismail, 2010:115).

5) Condition Of Economy

Nanik Eprianti (dalam Chadijah, 2017:252-266) mengatakan bahwa condition of economy merupakan penilaian bank bagi calon nasabah pembiayaan untuk usaha, ini dilakukan agar mengantisipasi pendapatan usaha calon nasabah kedepan apakah masih mampu dalam membayar angsuran pinjaman dalam kondisi apapun.

Condition of economy merupakan analisis terhadap kondisi perekonomian, bank perlu mempertimbangkan sektor usaha calon debitur dikaitkan dengan kondisi ekonomi, apakah kondisi ekonomi tersebut akan berpengaruh pada usaha calon debitur dimasa yang akan datang.

Beberapa analisis yang perlu dilakukan terkait dengan condition of economy adalah kebijakan pemerintah. Apabila

(29)

kebijakan pemerintah sering berubah, maka hal ini juga akan sulit bagi bank untuk melakukan analisis condition of economy.

Dalam praktik perbankan untuk calon nasabah yang mengajukan pembiayaan konsumtif, maka pada umumnya bank tidak melakukan analisis terhadap condition of economy yang dikaitkan dengan calon debitur. Namun demikian, bank akan mengaitkan antara tempat kerja debitur dengan kondisi ekonomi saat ini dan saat mendatang., sehingga dapat diestimasikan tentang kondisi perusahaan tersebut. Hal ini terkait dan kelangsungan pekerjaan calon debitur dan pembayaran kembali pembiayaannya (Ismail, 2010:115-116).

B. Pembiayaan Murabahah

1. Pengertian Pembiayaan Murabahah

Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankan syariah adalah skim jual-beli murabahah. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah Saw.dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati.

Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.

Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh).

Karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan yang disepakati”, karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi

(30)

tahu pembelian tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut (Karim, 2016:113).

Andini Salamah (dalam Wangsawidjaja, 2012 hlm. 201) dalam pembiayaan murabahah, bank dapat memberikan potongan/diskon dengan besar dan wajar tanpa diperjanjikan dimuka. Dalam praktik, potongan tersebut diberikan oleh bank apabila nasabah melunasi utang murabahah lebih awal dari pada jangka waktu akad pembiayaan.

2. Murabahah dengan Pesanan

Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya (bank dapat meminta uang muka pembelian kepada nasabah).

Dalam murabahah melalui pesanan ini, si penjual boleh meminta pembayaran hamish ghadiyah, yakni uang tanda jadi ketika ijab-kabul.

Hal ini sekedar untuk menunjukkan bukti keseriusan si pembeli.

Dalam murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya (Karim, 2016:115).

3. Tunai atau Cicilan

Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.

Dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda. Murabahah muajjal dicirikan dengan adanya pembayaran barang di awal akad dan pembayaran kemudian (setelah awal akad), baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus).

Bank akan memberikan potongan apabila nasabah:

a. Mempercepat pembayaran cicilan; atau

b. Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.

(31)

Dalam setiap pendesainan sebuah pembiayaan, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah:

a. Kebutuhan nasabah;

b. Kemampuan finansial nasabah.

Faktor-faktor ini juga akan mempengaruhi sumber dana yang akan digunakan untuk pembiayaan tersebut (Karim, 2016:115-117).

C. Pembiayaan Bermasalah

1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

Berbagai peraturan yang telah diterbitkan Bank Indonesia tidak dijumpai pengertian dari “pembiayaan bermasalah”.Begitu juga istilah Non Performing Financings (NPFs) untuk fasilitas pembiayaan maupun istilah Non Performing Loan (NPL) untuk fasilitas kredit tidak dijumpai dalam peraturan-peraturan yang diterbitkan Bank Indonesia.

Namun dalam setiap Statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dapat dijumpai istilah Non Performing Financings (NPFs) yang diartikan sebagai

“Pembiayaan Non Lancar mulai dari kurang lancar sampai dengan macet”

Pembiayaan bermasalah tersebut, dari segi produktivitasnya (performance-nya) yaitu dalam kaitannya dengan kemampuannya menghasilkan pendapatan bagi bank, sudah berkurang/menurun dan bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Bahkan dari segi bank, sudah tentu mengurangi pendapatan, memperbesar biaya pencadangan, yaitu PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), sedangkan dari segi nasional, mengurangi kontribusinya terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar, diragukan dan macet (Djamil, 2014:66).

(32)

Pembiayaan bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan (Suhardjono, 2003:252).

2. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah a. Faktor intern bank

1) Analisis kurang tepat, sehingga tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi dalam kurun waktu selama jangka waktu pembiayaan. Misalnya, pembiayaan diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga nasabah tidak mampu membayar angsuran yang melebihi kemampuan.

2) Adanya kolusi antara pejabat bank yang menangani pembiayaan dan nasabah, sehingga bank memutuskan pembiayaan yang tidak seharusnya diberikan. Misalnya, bank melakukan over taksasi terhadap nilai agunan.

3) Keterbatasan pengetahuan pejabat bank terhadap jenis usaha debitur, sehingga tidak dapat melakukan analisis dengan tepat dan akurat.

4) Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait, misalnya komisaris, direktur bank sehingga petugas tidak independen dalam memutuskan pembiayaan.

5) Kelemahan dalam melakukan pembinaan dan monitoring pembiayaan debitur (Ismail, 2010:125-126).

b. Faktor ekstern bank

1) Unsur kesengajaan yang dilakukan oleh nasabah

a) Nasabah sengaja untuk tidak melakukan pembayaran angsuran kepada bank, karena nasabah tidak memiliki kewenangan dalam memenuhi kewajibannya.

b) Debitur melakukan ekspansi terlalu besar, sehingga dana yang dibutuhkan terlalu besar. Hal ini akan memiliki

(33)

dampak terhadap keuangan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modal kerja.

c) Penyelewengan yang dilakukan nasabah dengan menggunakan dana pembiayaan tersebut tidak sesuai dengan tujuan penggunaan (side streaming). Misalnya, dalam pengajuan pembiayaan, disebutkan pembiayaan untuk investasi, ternayata dalam praktiknya setelah dana dicairkan, digunakan untuk modal kerja.

2) Unsur ketidaksengajaan

a) Debitur mau melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, akan tetapi kemampuan perusahaan sangat terbatas, sehingga tidak dapat membayar angsuran.

b) Perusahaannya tidak dapat bersaing dengan pasar, sehingga volume penjualan menurun dan perusahaan rugi.

c) Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berdampak pada usaha debitur.

d) Bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian debitur (Ismail, 2010:126-127).

3. Penyelamatan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

a. Upaya-upaya untuk mengantisipasi risiko pembiayaan bermasalah Secara garis besar, penanggulangan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan represif/kuratif.

Upaya yang bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh bank sejak permohonan pembiayaan diajukan nasabah, pelaksanaan analisa yang akurat terhadap data pembiayaan, pembuatan perjanjian pembiayaan yang benar, pengikatan agunan yang menjamin kepentingan bank, sampai dengan pemantauan atau pengawasan terhadap pembiayaan yang diberikan.

(34)

Upaya yang bersifat represif/kuratif adalah upaya penanggulangan yang bersifat penyelamatan atau penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financings/NPFs) (Djamil, 2014:82).

b. Penyelamatan pembiayaan bermasalah

1) Pengertian penyelamatan pembiayaan bermasalah

Penyelamatan pembiayaan adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam usaha mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik, namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban-kewajiban lainnya, agar debitur dapat memenuhi kembali kewajibannya.

Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi bank yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, terdapat beberapa ketentuan Bank Indonesia yang memberikan pengertian tentang restrukturisasi pembiayaan, yaitu:

a) Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagai berikut:

Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agara dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui:

(1) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;

(2) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang

(35)

tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank;

(3) Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi:

(a) Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank;

(b) Konversi akad pembiayaan;

(c) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menegah;

(d) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah (Djamil, 2014:83-84).

2) Peraturan Bank Indonesia No. 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum, penjelasan Pasal 2 ayat (4) huruf g:

“Rerstrukturisasi Pembiayaan adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan pembiayaan, piutuang, dan atau ijarah terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.”

3) PBI No. 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Pasal 1 Butir 31:

“Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan Penyediaan Dana terhadap nasabah yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya dengan mengikuti ketentuan yang berlaku yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional dan standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi bank syariah.”

Dari berbagai ketentuan Bank Indonesia di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan tujuannya, penyelamatan pembiayaan merupakan

(36)

upaya dan langkah-langkah restrukturisasi yang dilakukan bank dengan mengikuti ketentuan yang berlaku agar pembiayaan non lancar (golongan kurang lancar, diragukan, dan macet) dapat menjadi atau secara bertahap menjadi golongan lancar kembali (Djamil, 2014:84- 85).

Menurut Muhammad, beberapa cara menangani pembiayaan yang dialami oleh bank syariah berdasarkan kolektabilitas pembiayaannya:

a. Pembiayaan lancar

1) Pemantauan usaha nasabah

2) Pembinaan anggota dengan pelatihan-pelatihan b. Pembiayaan potensial bermasalah

1) Pembinaan anggota

2) Pemberitahuan dengan surat teguran

3) Kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh sebagian pembiayaan

4) Upaya preventif dengan penanganan rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dngan reconditioning, yaitu memperkecil keuntungan atau bagi hasil c. Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara:

1) Membuat surat teguran atau peringatan

2) Kunjungan ke lapangan atau silaturrahmi oleh sebagian pembiayaan kepada nasabah secara lebih bersungguh-sungguh.

3) Upaya penyehatan dengan cararescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.

(37)

d. Pembiayaan diragukan/macet, dilakukan dengan cara:

1) Dilakukan rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memprediksi jumlah angsuran.

2) Dilakukan reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil

3) Dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk pembiayaan qardhul Hasan (Muhammad, 2005:268).

Muhammad Turmudi (dalam OJK, 2014:132) mengatakan bahwa restruktur pembiayaan pada Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat dilaksanakan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Bank wajib menjaga dan mengambil langkah-langkah agar kualitas pembiayaan setelah direstrukturisasi dalam keadaan lancar. Bank dilarang melakukan restrukturisasi pembiayaan dengan tujuan menghindari penurunan penggolongan kualitas pembiayaan, pembentukan perhitungan penyisihan penghapusan asset (PPA) yang lebih besar atau menghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual. Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah. Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang mengalamipenurunan kemampuan pembayaran namun masih terdapat sumber pembayaran angsuran yang jelas dari nasabah dan mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.

4. Bentuk-Bentuk Restrukturisasi dalam Rangka Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah

Dari ketentuan-ketentuan Bank Indonesia pada uraian di atas, restrukturisasi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah meliputi:

a. Penurunan imbalan atau bagi hasil;

b. Pengurangan tunggakan imbalan atau bagi hasil;

c. Pengurangan tunggakan pokok pembiayaan;

d. Perpanjangan jangka waktu pembiayaan;

(38)

e. Penambahan fasilitas pembiayaan;

f. Pengambilalihan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

g. Konversi pembiayaan menjadi penyertaan pada perusahaan debitur.

Langkah-langkah tersebut dalam pelaksanaanya bisa dilakukan secara bersama (kombinasi), misalnya pemberian keringanan jumlah kewajiban disertai dengan kelonggaran waktu pelunasan, perubahan syarat perjanjian dan sebagainya. Tentu saja kombinasi tidak diperlukan apabila dengan perjumpaan hutang (ipso jure compensator) dan konversi pinjaman menjadi penyertaan, pembiayaan debitur menjadi luas.

Dengan berpedoman kepada prinsip penyelesaian dalam hukum Islam dan ketentuan-ketentuan fatwa DSN-MUI berkaitan dengan penyelesaian piutang, bahwa restrukturisasi merupakan suatu cara penyelesaian yang sejalan dengan prinsip syariah dalam penyelesaian utang/kewajiban dari pembiayaan bermasalah.

Khusus mengenai konversi akad murabahah, fatwa DSN No.

49/DSN-MUI/11/2005 antara lain menyatakan bahwa Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan konversi akad murabahah bagi nasabah yang tidak dapat menyesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi ia masih prospektif, dengan ketentuan sebagai berikut (Djamil, 2014:85- 86):

a. Akad murabahah dihentikan dengan cara:

1) Objek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS dengan harga pasar;

2) Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan;

(39)

3) Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka kelebihan itu dapat dijadikan uang muka untuk akad ijarah atau bagian modal dari mudharabah dan musyarakah;

4) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah yang cara pelunasannya disepakati antara LKS dan nasabah.

b. LKS dan nasabah eks-murabahah tersebut dapat membuat akad baru dengan akad:

1) Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT) atas barang tersebut;

2) Mudharabah, atau 3) Musyarakah.

Apabila disandingkan PBI No. 8/21/PBI/2006 dengan fatwa DSN- MUI No. 49/DSN-MUI/11/2005 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konversi akad murabahah kepada akad pembiayaan mudharabah atau musyarakah atau IMBT sebagaimana disebutkan dalam fatwa, merupakan bagian dari restrukturisasi pembiayaan sebagaimana diatur dalam PBI No. 8/21/PBI/2006 (Djamil, 2014:87).

D. Pengawasan Pembiayaan

1. Pengertian Pengawasan Pembiayaan

Pengawasa pembiayaan adalah tindakan pengawasan/pengawalan dalam pengelolaan pembiayaan yang dimulai sejak pemberian pembiayaan hingga pembiayaan dilunasi nasabah. Ruang lingkup pengawasan meliputi:

a. Memastikan bahwa setiap tahapan proses pemberian pembiayaan telah dilaksanakan sesuai ketentuan.

b. Memastikan bahwa semua persyaratan pembiayaan telah dipenuhi.

c. Monitoring penguasaan dan pengamanan jaminan.

d. Monitoring pemenuhan persyaratan yang hingga saat pencairan pembiayaan belum dipenuhi nasabah.

(40)

e. Monitoring perkembangan usaha nasabah.

f. Monitoring dokumen-dokumen pembiayaan yang akan jatuh tempo, misalnya masa laku akad, asuransi, legalitas usaha dan sebagainnya.

g. Monitoring kualitas aktivasi produktif.

h. Monitoring pembentukan PPAP (Munir, 2009:75-76).

Pengawasan pembiayaan yaitu usaha untuk mengendalikan pelaksanaan pembiayaan agar persyaratan dan target yang diasumsikan dapat terpenuhi sebagai dasar persetujuan pembiayaan. Pengawasan pembiayaan dapat diartikan sebagai salah satu fungsi manajemen yang berupa untuk menjaga dan mengamankan pembiayaan itu sebagai kekayaan dan dapat mengetahui terms of lending serta asumsi-asumsi sebagai dasar persetujuan pembiayaan tercapai atau terjadi penyimpangan. Pengawasan pembiayaan itu lebih mendekati upaya penjagaan dan pengamanan pembiayaan (harta/kekayaan) yang bersifat preventive. Sedangkan dalam rangka penyelamatan pembiayaan dari kemungkinan kerugian yang potensial ia lebih mendekati upaya refressive atau dapat mencegah kerugian itu sama sekali, minimal mampu meminimalkannya.

Pengawasan pembiayaan merupakan salah satu sistem dalam pengelolaan pembiayaan atau loan Management, yang dapat berfungsi sebagai penutup kekurangan/kelemahan dalam proses kegiatan pembiayaan. Jadi, monitoring dan pengawasan pembiayaan harus mampu memberikan feedback agar tindak lanjut perbaikan segera dapat dilaksanakan (Veithzal Rifai, 2008;488-489).

2. Jenis Pengawasan Pembiayaan a. Monitoring

Monitoring adalah mengetahui secara dini penyimpangan yang terjadi dari kegiatan pembiayaan sehingga dapat mengambil langkah-langkah secepat mungkin untuk perbaikannya. Namun

(41)

harus dipilih jenis monitoring mana yang akan dipergunakan. Agar mudah memilih mana yang harus sesuai dengan kondisi pembiayaan saat itu, maka monitoring dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis:

1) On desk monitoring yaitu melalui instrument administrasi, seperti laporan-laporan, financial statement, kelengkapan dokumen dan informasi pihak ketiga.

2) On site monitoring yaitu pemantauan pembiayaan itu langsuang ke lapangan (nasabah), baik sebagian, menyeluruh, atau khusus atas kasus tertentu untuk membuktikan pelaksanaan kebijakan pembiayaan atau secara menyeluruh apakah ada deviasi yang terjadi atas terns of lending yang disepakati.

3) Exception monitoring yaitu pemantauan pembiayaan dengan memberikan tekanan kepada hal-hal yang kurang berjalan baik dan hal-hal yang telah berjalan sesuai dengan terns of lending, dikurangi intensitasnya (Veithzal Rivai, 2008:491-492).

b. Warning Signs

Tanda-tanda peringatan atas tidak berjalan baiknya kegiatan usaha atau pembiayaan yang dinikmatinya antara lain sebagai berikut:

1) Sinyal dari finansial statement, merupakan alat utama untuk mendeteksi kecendrungan menurunnya rasio-rasio keuangan debitur.

2) Sinyal dari nasabah dalam sikap bisnisnya, untuk mendeteksi sinyal-sinyal sikap bisnis nasabah, Account Officer bank harus mengenal dengan baik bisnis debitur secara baik.

3) Sikap dari sikap nasabah umumnya dalam hubungan pinjam meminjam, debitur berkomunikasi lebih mudah dan terbuka tentang bisnis dan individual relationship. Hubungan-hubungan

(42)

ini menjadi retak atau jarang, maka ini merupakan indikasi adanya masalah. Dalam hal ini pejabat bank semestinya lebih peka atas perubahan tersebut.

4) Sinyal dari ekonomi makro harus ada perhatian terhadap kemampuan debitur atas siklus dan perubahan bisnis dalam segala bentuk. Bagaimana prospek usaha debitur masa mendatang akan sangat terpengaruh performanya, atau debitur memang mampu mengikuti perubahan tersebut (Veithzal Rivai, 2008:492-493).

c. Controlling

Yaitu proses pengawasan yang dilakukan untuk memastikan agar apa yang telah dan akan direncanakan berjalan sebagai mana mestinya atau tidak. Pemantauan pembiayaan itu langsung ke lapangan (nasabah), baik sebagian, menyeluruh, atau kasus tertentu untuk membuktikan pelaksanaan ligilitas telah dilakukan (Hafulyon, 2010:106).

3. Struktur Pengawasan Pembiayaan a. Pengendalian Intern

Pengawasan yang baik harus memiliki kemampuan dalam arti handal, dan dapat menjamin bahwa dalam penyaluran pembiayaan dapat dicegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh berbagai pihak, karena hal itu dapat merugikan dan terjadinya praktik pemberian pembiayaan yang tidak sehat (Veithzal Rivai, 2008:494).

b. Pejabat yang berwenang memberikan pembiayaan

Agar pembiayaan efektif dan efisien, untuk menghindarkan terjadinya penyelewengan adalah dengan cara mematuhi kebijakan pembiayaan yang telah ditetapkan maka pejabat yang berwenang memberikan pembiayaan adalah:

(43)

1) Direksi

2) Group head (general manager) 3) Senior vice president

4) Area manager 5) Senior officer 6) Manager

7) Branch manager

8) Account officer supervisor 9) Recovery superviser

10) Loan administration supervisor 11) Account supervisor

12) Loan administration 13) Recovery officer

c. Pemberian pembiayaan kepada pihak-pihak terkait

Perlu diketahui apakah ada pemberian pembiayaan kepada pihak-pihak yang ada hubungan persaudaraan dengan direksi, komisaris, atau pejabat., diteliti apakah jumlah pembiayaan tidak melebihi yang dibutuhkan, atau sebagaimana ketentuan dalam prinsip kehati-hatian (Veithzal Rivai, 2008:499-504).

4. Pelaksanaan Pengawasan Pembiayaan a. Pengawasan ganda

Pengawasan ganda adalah pengawasan yang dilakukan oleh dua orang pejabat yang berbeda fungsi terhadap setiap tahapan proses pembiayaan, dengan maksud untuk mencegah penyalahgunaan pembiayaan dan penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian financial bagi bank.

b. Pengawasan melekat

Pengawasan melekat adalah kegiatan yang bersifat pengendalian secara terus menerus yang dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahan agar tugas bawahnnya berjalan secara

(44)

efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan-peraturan yang berlaku.

c. Pengawasan represif

Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pembiayaan berjalan. Pengawasan represif sangat penting bagi bank, karena pada umumnya permasalahan pembiayaan muncul setelah pembiayaan dicairkan. Pengawasan represif dilaksanakan dengan cara melakukan pemantauan terhadap penggunaan pembiayaan dan perkembangan usaha debitur setelah mendapatkan pembiayaan di bank.

d. Pengawasan fungsional

Pengawasan fungsional pembiayaan bank dilakukan oleh auditor internal bank, organisasi yang dibentuk dengan fungsi sebagai pengawasan intern, terhadap suatu unit kerja kantor cabang yang dapat dilakukan setiap periode tertentu (Suhardjono, 2003:233-244).

E. Strategi Pengawasan pembiayaan

Strategi didefinisikan sebagai rencana komprehensif untuk mencapai tujuan organisasi (Sule & Kurniawan Syaifullah, 2005:132). Tidak hanya sekedar mencapai, akan tetapi strategi juga dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan organisasi tersebut dalam menjalankan aktivitasnya. Bagi organisasi bisnis, strategi dimaksudkan untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis perusahaan dibandingkan para pesaingnya dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

Secara umum strategi dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:

1. Tingkat perusahaan, strategi pada level perusahaan atau korporat dilakukan perusahaan sehubungan dengan persaingan antar perusahaan dalam sector bisnis yang dia jalankan secara keseluruhan.

(45)

2. Tingkat bisnis, adalah alternatif strategi yang dilakukan oleh perusahaan sehubungan dengan persaing bisnis yang dijalankannya pada beberapa jenis bisnis yang diperdagangkan.

3. Tingkat fungsional, dimana kedua perusahaan melakukan strategi pada bagian pemasarannya (Sule & Kurniawan Syaifullah, 2005:134).

Perekonomian kadang-kadang tidak stabil, daur hidup produk semakin singkat, keunggulan teknologi menjadi sebentar, perubahan terjadi lebih sering dan lain-lain. Seperti juga layaknya perencanaan lain, yang selalu memerlukan adanya pengawasan, begitu pula dengan perencanaan strategik. Kontrol atau evaluasi bagaikan dua sisi pada satu mata uang yang sama. Tidak mungkin ada rencana yang baik bila tidak ada aspek pengawasannya, sementara kita tidak mungkin mengawasi bila tidak ada yang direncanakan.

Sesuai dengan sifat rencana strategis, pengawasan yang akan dilakukan juga bersifat strategis. Ada tiga hal yang secara garis besar diawasi dalam pengawasan strategik, yaitu:

1. Pengawasan perilaku, manajemen bisa melakukan pengawasan seperti ini dengan dukungan berbagai perangkat, seperti kebijakan, prosedur, aturan hingga Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure-SOP).

2. Pengawasan output, yakni apa-apa yang harus dihasilkan atau dicapai.

Fokusnya di sini adalah pada sasaran-sasaran atau target-target yang ingin dicapai. Perusahaan harus merancang target yang cukup menantang bagi manajer yang akan menjalankan. Target yang menantang akan merangsang potensi maksimal dari yang menjalankan, sekaligus juga memberikan dorongan semangat.

3. Pengawasan input, dari sisi penggunaan sumber daya, mulai dari keterampilan, nilai-nilai, maupun motivasi pihak-pihak yang terlibat.

Seperti juga proses pengawasan pada umumnya, menyebutkan proses evaluasi dan kontrol strategi dimulai dari menentukan apa yang harus

(46)

diukur, menetapkan standar kinerja, melakukan pengukuran dan bila tidak sesuai dengan harapan, kita melakukan tindakan koreksi (Amir, 2011:206- 207).

Manajemen strategi pada dasarnya adalah proses bagaimana strategi disusun dan diimplementasikan. Proses manajemen strategi terbagi dua, yaitu perencanaan strategi yang terdiri dari penentuan tujuan dan penyusunan strategi, dan implementasi strategi yang terdiri dari pelaksanaan strategi dan pengendalian dari implementasi strategi yang dijalankan (Sule & Kurniawan Syaifullah, 2005:147).

Strategi secara eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis.Strategi memberikan kesatuan arah bagi semua anggota organisasi. Bila konsep strategi tidak jelas, maka keputusan yang diambil akan bersifat subyektif atau berdasarkan intuisi belaka dan mengabaikan keputusan yang lain (Fadly Tjuptono, 2008:3).

Strategi pengawasan pembiayaan adalah pendekatan yang digunakan dalam melakukan pengawasan. Beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk mendapatkan loan portofolio yang sehat, antara lain:

1. Monitoring Pembiayaan

Praktiknya tidak ada satu sistempun yang dapat memberikan keterangan lengkap yang dibutuhkan secara otomatis.Oleh karena itu, informasi tersebut harus dicari dan dikumpulkan. Informasi yang diperlukan antara lain:

a. External information

1) Nasabah diwajibkan menyampaikan laporan secara berkala yang meliputi laporan posisi stok dan piutang, realisasi usaha, laporan keuangan beserta lampirannya.

2) Inspeksi on the spot ke lokasi usaha nasabah, yang tujuannya untuk membandingkan data laporan yang disampaikan nasabah dengan kondisi yang sesungguhnya diproyeksi.

(47)

3) Laporan akuntan dan konsultan biasanya dilakukan untuk nasabah dengan jumlah besar.

b. Internal Information (data internal kantor cabang)

1) Teliti apakah laporan realisasi usaha yang disampaikan oleh nasabah sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dan harus mencerminkan aktivitas/mutasi rekeningnya.

2) Teliti turn over rekening dengan membandingkan debet dan pembiayaan rekening koran pada beberapa bulan berjalan.

3) Beri tanda pada saldo tertinggi dan terendah pada setiap periode, agar berhati-hati bila nasabah mulai overdraft.

4) Awasi pada tanggal-tanggal pelunasan apakah dapat dipenuhi oleh nasabah.

5) Teliti buku pembantu dan folder nasabah.

6) Teliti apakah masih terdapat kelonggaran tarik rekening nasabah tiap bulannya untuk menghindarkan terjadinya tunggakan.

7) Teliti bahwa saldo debet/izin nasabah tidak melampaui jaminan.

8) Teliti perkembangan kemampuan dan iktikad baik nasabah.

9) Teliti apakah jangka waktu pembiayaannya akan berakhir, teliti apakah telah memberitahukan nasabah secara tertulis bahwa jangka waktu akan berakhir.

10) Teliti apakah nasabah memenuhi kewajiban pelunasan angsuran dan pembayaran dengan baik, atau apakah debitur tidak menunggak.

11) Periksa kembali apakah seluruh jaminan masih meng-cover jumlah pembiayaan nasabah, apakah seluruh jaminan telah diikat secara sempurna dan insurable telah ditutup asuransinya.

(48)

2. Control by exception (pengawasan terhadap hal-hal yang menyimpang)

Mengingat luasnya lingkup pengawasan pembiayaan, pelaksanaan pengawasan pembiayaan harus berjalan dengan efektif dan efisien.

3. Verband Control (pemeriksaan atas hal-hal yang saling berhubungan)

Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan pada suatu situasi dan kondisi tentu untuk menghindarkan kerugian dari pihak yang diawasi.

4. Budgetery Control

Budgetery control ini berupa analisis variance yaitu dengan membandingkan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam anggaran dengan realisasinya, sehingga semua kegiatan pembiayaan yang telah dirumuskan anggarannya perlu dianalisis kemudian diambil rata- ratanya dalam weighted average maupun unweight average dan kemudian mana yang akan dipilih.

5. Inspeksi On The Spot

Pengawasan fisik adalah pengawasan yang dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan langsung di tempat kegiatan usaha nasabah (Veithzal Rivai, 2008:542-545).

F. Bank Syariah

1. Pengertian Bank Syariah

Secara etimologis, istilah bank berasal dari kata Italia “Banco”

yang artinya “bangku”. Bangku ini digunakan pegawai bank untuk melayani aktivitas operasionalnya kepada para penabung (Mardani, 2015:9). Secara terminologis, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (Mardani, 2015:9).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 2 pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

 Melalui Whattsapp group, Zoom, Google Classroom, Telegram atau media daring lainnya, Peserta didik mempresentasikan hasil kerjanya kemudian ditanggapi peserta didik

Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang disepakati dan dilaksanakan oleh anggota-anggota organisasi dalam suatu sistem organisasi (Jones, 2006). Budaya

Hasil pengukuran volume pohon yang ditebang dan disarad dari 4 petak contoh dengan di HPH PT Dwima Jaya Utama berdasarkan Lampiran 2 disajikan pada Tabel 7.. Rata-rata waktu kerja

1) Sastrohadiwiryo mengemukakan mutasi adalah kegiatan ketenaga kerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan

Keuntungan usaha dibagi diatur dengan kesepakatan dalam kontrak perjanjian, dan apabila mendapati kerugian karena kelalaian si pengelola, maka pengelola yang harus

Dari beberapa permasalahan tersebut, maka dikembangkanlah alat penanam dan pemupuk jagung tipe tugal semi mekanis yang mampu membuat lubang, mengatur jumlah benih