• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK TANAH DAN BANGUNAN ATAS PERALIHAN HAK TANAH DENGAN HIBAH WASIAT STUDI DI KOTA MEDAN TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK TANAH DAN BANGUNAN ATAS PERALIHAN HAK TANAH DENGAN HIBAH WASIAT STUDI DI KOTA MEDAN TESIS."

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

LIRA APRIANA SARI NASUTION 127011016/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LIRA APRIANA SARI NASUTION 127011016/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Nama Mahasiswa : LIRA APRIANA SARI NASUTION Nomor Pokok : 127011016

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 23 Oktober 2015

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

2. Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn 3. Syafnil Gani, SH, M.Hum

4. Notaris Rosniaty Siregar, SH, MKn

(5)

Nama : LIRA APRIANA SARI NASUTION

Nim : 127011016

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PEMUNGUTAN BEA

PEROLEHAN HAK TANAH DAN BANGUNAN ATAS PERALIHAN HAK TANAH DENGAN HIBAH WASIAT STUDI DI KOTA MEDAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : LIRA APRIANA SARI NASUTION Nim : 127011016

(6)

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ini menjadi kewenangan daerah yang pada awalnya merupakan kewenangan pusat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menyebutkan bahwa pemisahan yang mengakibatkan pengalihan dalam hal ini adalah harta warisan akan dikenakan pajak. Proses peralihan hak tersebut harus disertai dengan adanya bukti akta otentik yang mana akan digunakan sebagai dasar pendaftaran hak di kantor Badan Pertanahan. PPAT wajib meminta bukti penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum menandatangi akta peralihan tersebut. Permasalahan di dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum para pihak dalam pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang berkaitan dengan hibah wasiat serta bagaimana peran PPAT dalam pembuatan akta peralihan hibah wasiat berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Penelitian ini menggunakan teori kepastian hukum dari Gustav Radburch dan metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normative yang bersifat deksriktif analisitis. Data-data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deduktif dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis data sehingga permasalahan dalam penelitian ini dapat dipecahkan.

Hasil penelitian dan analisis bahwa kedudukan hukum dari para pihak adalah seimbang sebagai ahli waris akan tetapi terdapat batasan untuk hibah wasiat dan untuk hibah wasiat beban atas pajak yang akan dikenakan atas terjadinya peralihan akan ditanggung oleh penerima hibah wasiat hal ini juga disebutkan di dalam Pasal 961 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata akan tetapi penerima hibah wasiat dapat terlepas dari beban-beban tersebut selama ada klausula khusus yang menyatakan bahwa penerima hibah terbebas dari beban-beban yang melekat pada tanah dan bangunan tersebut. Peran PPAT adalah sebagai First gate yaitu sebagai pihak yang pertama melakukan pengecekkan dan melaksanakan tertib administratif sehingga dapat membantu meningkatkan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, karena PPAT diwajibkan untuk meminta bukti penyetoran pajak tersebut sebelum membuatkan akta peralihan hak, PPAT juga sebagai pihak yang membantu perhitungan pajak karena sistem pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ini self assestment, penyetoran tetap dilakukan oleh wajib pajak dan pemungutannya tetap dilaksanakan oleh Dispenda Kota Medan.

Kata Kunci : Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Hibah Wasiat, PPAT

(7)

acquisition. Since Law No 28/2009 on local taxes and local retribution was in effect, the levy on land and building acquisition has become local authority although it used to be the central government authority. Law No 20/2000 on the Levy on Land and Building Acquisition states that separation which causes the transfer of inheritance will be levied tax. The process of transferring should be accompanied by authentic deed which is used as the basis for registering the rights in the Land Office. A PPAT (official empowered to draw up land deeds) has to ask for the receipt of the Levy on Land and Building Acquisition before signing the deed. The problems of the research were as follows: how about legal domicile of the stakeholders in levying on Land and Building Acquisition related to legacy and how about the role of PPAT in drawing up a deed on the transfer legacy related to the implementation of levying land and building acquisition.

The research used the theory of legal certainty from Gustav Radburch and judicial normative and descriptive analytic methods. The data were processed and analyzed deductively and systematically by explaining the correlation among various kinds of data so that the problems could be solved.

The result of the research showed that legal domicile if the stakeholders was balanced as heirs, but there was the limitation for legacy and legacy on taxes which will be levied on the incidence of the transfer will be the responsibility of the legacy receiver as it is stipulated in Article 961 of the Civil Code. However, the legacy receiver will not be responsible fort this burden as long as there is a specific clause which states that a legacy receiver will be free from the burden bound to the land and the building. The role of PPAT is acting as the First Gate, the first person who controls and carries out administrative order in order to increase the levying on land and building acquisition because he has to ask for the receipt of the levy on land and building acquisition. A PPAT also acts as the person who helps calculate tax figures since the system of levying land building acquisition is self assessment, the payment is always done by taxpayers and the levy is always done by Dispenda (Regional Revenues Service), Medan.

Keywords: Levy on Land and Building Acquisition, Legacy, PPAT

(8)

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya bagi penulis sehingga penulis dapat terselesaikannya penulisan tesisi ini. Teriring upacan shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat untuk mencari ridha Allah dalam melaksanakan berbagai aktifitas, termasuk dalam penyelesaian Tesis ini.

Tesis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang ilmu kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini penulis menyadari terdapat banyak kekurangan, namun dengan demikian penulis dengan berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap Tesis ini.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan oleh penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini dan dorongan moril maupun materil kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

(9)

dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta saran yang membangun kepada penulisan Tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai pembimbing II yang telah memberikan masukan dan kritikan dalam penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat terselesaikan dan terarah

5. Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Pembimbing yang telah memberikan masukan dan kritikan dalam penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat terselesaikan dan terarah.

6. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MKn, selaku penguji yang memberikan masukan dan kriktikan atas penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat terselesaikan dan terarah.

7. Ibu Notaris Rosniaty, SH, MKn, selaku penguji yang memberikan masukan dan kritikan atas penulisan tesis ini sehingga dapat terselaikan dan terarah.

(10)

dan membagi ilmunya kepada penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat di kemudian hari.

9. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan, ibu Fatimah, kak Lisa, kak Winda, kak Sari, Kak Afni Bang Ken dan Bang Aldy.

10. Terima kasih kepada teman-teman senasib dan seperjuangan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara : Sheila Aristyani, Nindia Sari Usman, Febriansyah, Sri Chairani, Syahnida Maharani, Yuke Dwi Hidayati, Nurfadillah, Sri Yumeinar Sitompul dan Amalia Khairiza dan seluruh Angkatan 2012 Magister Kenotariatan khususnya Group B serta kak Sri Purnama Sari, AMd atas bantuan, dan selalu ada disetiap saat untuk memberikan dorongan disaat dibutuhkan oleh penulis dan juga untuk masa-masa yang indah selama melewati masa-masa perkuliahan dan khususnya sewaktu penulisan tesis ini. Semoga pertemanan dan silaturahmi diantara kita semua tetap terjaga sampai kapanpun.

11. Kepada Diannovi Nugraha Sahid Matondang sahabat penulis yang sejak awal masuk perkulihan hukum sampai sama-sama melanjutkan pendidikan sampai strata 2 (dua) ini yang sudah penulis anggap sebagai saudara sendiri tidak putus- putusnya penulis ucapkan terima kasih atas support,doa dan penghiburannya

(11)

depan yang inshaa allah akan membanggakan orang tua dan seluruh orang disekitar kita,amin.

12. Bapak Zakaria S,Kom MM selaku Kepala Bidang BHP Dispenda Kota Medan dan Ibu Naikma selaku staff monitoring BPHTB Dispenda Kota Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penulisan tesis ini.

13. Ibu Notaris dan PPAT Yunita Ritonga SH,MKn yang telah bersedia untuk diwawancara dan memberikan informasi-informasi untuk melengkapi bahan- bahan dalam penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Abdul Rahman Nst, SH dan Ibunda Halina Paruhuman Lubis, SH yang telah membesarkan,mendidik penulis sejak kanak-kanak sehingga saat ini dan atas semua dorongan dan doa yang tidak putus-putus kepada penulis sehingga penulis sampai pada saat ini. Semoga pencapaian yang telah penulis peroleh ini dapat memberikan kebahagiaan di hati kedua orang tua penulis sebagai ungkapan rasa terima kasih yang tidak terhingga dari penulis karena sampai kapanpun penulis tidak akan pernah sanggup untuk membalas semua doa dan kasih saying serta dukungan kedua orang tua penulis,pencapaian ini penulis berikan untuk kedua orang tua penulis, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar H. Ahmad

(12)

Akhirnya, tiada mampu penulis merangkaikan kata-kata untuk membalas semua kebaikan yang telah diberikan berbagai pihak, termasuk yang tidak sempat disebutkan satu persatu. Semoga ilmu pengetahuan yang selama ini diperoleh dapat bermakna dan menjadi berkah bagi penulis dalam hal mencapai cita-cita penulis.

Medan, Oktober 2015 Penulis

Lira Apriana Sari Nst

(13)

Nama : Lira Apriana Sari Nasution Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl.Lahir : Medan/ 13 April 1989

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Kompleks Taman Setia Budi Indah Blok OO No 45 D Cassia 1/5

No. Hp : 081263281113

II. KELUARGA

Nama Ayah : Abdul Rahman Nst, SH Nama Ibu : Halina Paruhuman Lubis, SH

Nama Saudara : -

III. PENDIDIKAN

SD : SD Harapan Medan

SMP : SMP Harapan Medan

SMA : SMA Harapan Medan

S1 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara S2 : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum USU

(14)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR ISTILAH ASING... xii

DAFTAR SINGKATAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 15

G. Metode Penelitian... 18

1. Jenis Penelitian ... 18

2. Pendekatan Penelitian... 19

3. Sumber Data Penelitian ... 20

4. Teknik Pengumpulan Data ... 20

5. Analisis Data ... 21

BAB II KEDUDUKAN PENERIMA HIBAH WASIAT DAN AHLI WARIS DALAM AKTA PENYERAHAN HIBAH SERTA DALAM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN ... 22

A. Tinjauan Umum tentang Pewarisan ... 22

1. Pengertian Hukum Waris ... 22

2. Unsur-Unsur Pewarisan... 24

(15)

5. Pencabutan dan Gugurnya Surat Wasiat ... 37

6. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan melalui Hibah Wasiat ... 39

B. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang terjadi melalui Hibah Wasiat ... 40

1. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.... 40

2. Jenis-jenis Hak Atas Tanah ... 42

3. Peralihan Hak Atas Tanah ... 45

4. Subjek dan Objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan... 48

5. Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Saat Terhutang... 51

6. Prosedur Pendaftaran Hak atas Tanah dan atau Bangunan berdasarkan Hibah Wasiat (Legaat) ... 56

C. Kedudukan Ahli Waris Dalam Akta Hibah Wasiat Serta Dalam Kaitannya Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan... 64

BAB III PERAN PPAT DALAM PEMBUATAN AKTA PENYERAHAN HIBAH WASIAT SERTA DALAM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ... 70

A. Pejabat Pembuat Akta Tanah ... 70

1. Pengertian Pejabat Tanah (PPAT)... 70

2. Dasar Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)... 73

3. Kewenangan dan Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)... 75

(16)

dan Kewajibannya Sebagai Wajib Pajak dan Penerima Hibah ... 94

D. Analisis Kepastian Hukum Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Atas Akta Peralihan Hibah Wasiat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah ... 105

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(17)

AB Intestanto : Pewarisan Berdasarkan Undang-Undang AD Testamento : Pewarisan Berdasarkan Surat Wasiat

Legaat : Hibah Wasiat

Last : Beban-Beban

Legaater : Penerima Hibah Wasiat

Schenking : Hibah

Testament : Surat Wasiat

Eigendom : Hak Milik

Lavering : Penyerahan

Executrice Testament : Pelaksana Wasiat

Self Assesment : Metode Pemungutan Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Yang Mana Tahapan dan Prosedur di Lakukan Sendiri Oleh Wajib Pajak Tersebut

Inbreng : Pemasukan Dalam Perusahaan Registration Of Deeds : Sistem Pendaftaran Akta Registration Of Title : Sistem Pendaftaran Hak

Saisine : Dengan Meninggalnya Pewaris Maka Ahli Waris Menggantikan Hak-Hak dann Kewajiban Pewaris

Legitimaris : Ahli Waris

Legitieme Portie : Bagian-Bagian Dalam Warisan Yang Dilindungi Oleh Undang-Undang

Inkorting : Pemotongan Dalam Pembagian Warisan

(18)

BHP : Balai Harta Peninggalan NPOP : Nilai Perolehan Objek Pajak

NPOPTKP : Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak NJOP : Nilai Jual Objek Pajak

PBB : Pajak Bumi Bangunan

PPH : Pajak Penghasilan

SSB : Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan SKPKB : Surat Ketetapan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan Kurang Bayar

SKPKTB : Surat Ketetapan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan

SKLB : Surat Ketetapan Lebih Bayar

SKPN : Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Nihil

SPPTPBB : Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Dan Bangunan

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan hukum diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, mengarahkan dan mengantisipasi perubahan sosial yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yaitu adil dan makmur yang mana sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dikarenakan bahwa fungsi adanya hukum itu sendiri adalah sebagai alat perlindungan kepentingan manusia maka sudah seharusnya hukum tersebut harus dilaksanakan dan ditegakkan agar terciptanya suatu kepastian hukum yang merupakan harapan bagi seluruh masyarakat.

Perlindungan dan kepastian hukum haruslah diberikan secara seimbang kepada seluruh masyarakat, karena ketertiban masyarakatlah yang merupakan tujuan dari terciptanya hukum itu sendiri.1 Hukum tidak hanya mengatur hubungan yang terjadi diantara manusia dengan manusia lainnya akan tetapi juga mengatur hubungan antara manusia yang telah meninggal dunia dengan harta kekayaan yang telah di tinggalkannya, yang mana dalam hal ini diatur di dalam hukum waris. Dikarenakan adanya beraneka ragam suku bangsa, etnik dan budaya di Indonesia maka hal ini mengakibatkan terjadinya Pluralisme hukum (pemberlakuan terhadap berbagai jenis hukum), dalam hal ini sebagai contoh yaitu dalam pewarisan dapat dilakukan dengan berbagai macam jenis hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar pemberlakuan

1 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo,Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), Hal 1-2.

(20)

pewarisan yaitu pewarisan tersebut dapat dilaksanakan berdasarkan Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam ataupun berdasarkan Hukum Waris peninggalan kolonial Belanda yang diatur di dalam Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa (Belanda) dan Timur Asing Tionghoa maka Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih merupakan sumber hukum utama dalam menyelesaikan masalah pewarisan sedangkan untuk warga negara Indonesia yang beragama islam maka kompilasi hukum islamlah yang akan dipakai sebagai sumber hukum utama dalam penyelesaian masalahnya. Akan tetapi mengenai dasar hukum apa yang akan dipakai oleh seseorang di dalam sistem pewarisannya itu tergantung kepada kehendak dan kesepakatan dari para ahli waris dari pewaris tersebut.

Harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris) merupakan suatu kumpulan passiva ataupun aktiva yang disebut sebagai harta peninggalan ataupun waris. Apabila berbicara mengenai pewaris dan ahli waris maka akan erat hubungannya dengan siapa yang akan menerima warisan tersebut (ahli waris). Dalam sistem pewarisan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu pewarisan berdasarkan undang-undang (Ab Intestanto) dan pewarisan berdasarkan surat wasiat (Ad Testamento) pewarisan berdasarkan surat wasiat (Ad Testamento) ataupun testamenter dapat berisikan penunjukan waris (erfstelling), Hibah Wasiat (legaat) dan perintah-perintah atau beban-beban (last).2

2Hartono Soerjopratikno,Hukum Waris Tanpa Wasiat, (Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Madja,1982), Hal 1

(21)

Pemberian melalui suatu testament atau surat wasiat disebut dengan hibah wasiat (leegat)3, maka di dalam Pasal 957 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diatur tentang hibah wasiat (legaat) yang mana dalam ketentuannya menyebutkan bahwa :

Hibah wasiat merupakan suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa barang- barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tidak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.4

Maka berdasarkan ketentuan tersebut bahwa barang-barang dari suatu jenis tertentu yang dapat dihibah wasiatkan oleh pemberi hibah wasiat (legaater) kepada penerima wasiat (legaatimaris) adalah sebatas dari harta peninggalannya tidak diperbolehkan selain dari harta peninggalan si pemberi hibah (legaater). Menurut Ali Afandi Hibah Wasiat (legaat) adalah merupakan suatu testamen di mana ditunjuk orang tertentu yang akan menerima suatu barang tertentu apabila pewaris meninggal dunia.5

Hibah wasiat (legaat) tidak sama dengan hibah (schenking) karena hibah adalah pemberian yang dilakukan secara cuma-cuma yang dilakukan semasa hidupnya si pemberi hibah dan hibah akan berlaku secara efektif sejak dilakukannya hibah tersebut, sedangkan untuk hibah wasiat pemberlakukannya baru akan efektif setelah

3 J.Satrio, Hukum Waris,(Bandung : Citra Aditya Bakti,1992), Hal 197.

4 R. Subekti, R. tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan tambahan Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1985), Hal 251

5Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta:Bina Aksara,1986), Hal 7-8.

(22)

si pemberi hibah meninggal dunia, dan berdasarkan Pasal 959 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tiap-tiap mereka yang menerima hibah wasiat harus melakukan tagihannya akan penyerahan kebendaan yang dihibahkan kepada ahli waris atau para penerima wasiat, yang diwajibkan menyerahkannya.6 Akan tetapi, penerima hibah atau disebut legataris tidak mempunyai hak untuk menggantikan pewaris, ia hanya mempunyai hak untuk menagih pada para ahli waris agar hibah wasiat tersebut dilaksanakan.7 Dengan kata lain hibah wasiat bukanlah suatu cara untuk memperoleh hak milik, karena penerima hibah harus menyerahkan barang tertentu tersebut dengan cara penyerahan atau balik nama. Dengan dilakukannya proses balik nama, maka si penerima hibah wasiat tersebut menjadi subjek pajak pada perolehan hak karena hibah wasiat.

Dalam Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa Hak Milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain melainkan dengan pemilikkan karena perlekatan karena daluarsa, karena pewarisan baik menurut Undang-Undang maupun surat wasiat dan karena penunjukan atau penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan Hak Milik dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan tersebut.

Maka berdasarkan ketentuan pasal tersebut kata-kata pewarisan baik menurut undang-undang maupun surat wasiat yang merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pasal ini tidak menyebutkan mengenai hibah wasiat (legaat)

6Ibid

7 Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2008), Hal 78

(23)

sebagai salah satu cara perolehan hak milik, akan tetapi di dalam uraian di atas telah disebutkan bahwa suatu surat wasiat ataupun testamentair dapat berisikan waris (erfstelling), hibah wasiat (legaat) dan perintah-perintah atau beban-beban (last), jadi hibah wasiat (legaat) dapat termasuk di salah satu perolehan hak milik.

Adapun yang menjadi salah satu persyaratan dari pembuatan akta penyerahan hibah wasiat dalam proses balik nama yang dilakukan oleh penerima hibah yang mana hal ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 sebagai Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu pada pasal 112 Ayat (1) Butir 3 Huruf b dan c. Peraturan-peraturan ini menyebutkan bahwa dalam hal pewarisan dengan hibah maka hak milik atas satuan rumah susun yang dihibahkan sudah tertentu maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan oleh penerima hibah dengan melampirkan akta Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) mengenai hibah yang dilakukan oleh pelaksana wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada pelaksana wasiat tersebut atau akta pembagian waris sebagai disebutkan di dalam Pasal 111 Ayat (2) yang memuat bahwa penunjukkan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon.

Adapun yang menjadi keuntungan di dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah ataupun bangunan dengan cara melakukan balik nama yang telah diterima oleh penerima hibah wasiat adalah akan memperoleh kepastian dan perlindungan hukum sebagai pemilik baru dari tanah tersebut, seandainya muncul gugatan hukum

(24)

dari pihak manapun terhadap pemilik tanah yang baru akan sulit dikabulkan pengadilan hal ini dikarenakan nama pemilik baru telah terdaftar sebagai pemilik, sebab di dalam sidang gugatan di pengadilan hakim akan meminta data otentik mengenai kepemilikan tanah tersebut sebagai dasar pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan. Selain itu keuntungan lain dari proses balik nama adalah tanah tersebut setiap saat dapat dijadikan agunan bagi pemiliknya untuk meminjam uang ataupun kredit di Bank, tanah tersebut dapat dijual ataupun dialihkan kapan saja, dan tanah tersebut dapat dibangun atau bangunan diatasnya dapat direnovasi sebab pada setiap pengajuan Surat Ijin Mendirikan Bangunan (SIMB) akan diminta oleh petugas untuk memperlihatkan bukti bahwa tanah tersebut adalah milik sendiri.8

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan atas tanah dan atau bangunan.9 Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu sejak tahun 2011 kewenangan untuk memungut Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, pengalihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ini merupakan suatu langkah yang maju yang dilakukan oleh Indonesia dalam penataan sistem perpajakan nasional. Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pajak Daerah tersebut terbagi atas pajak

8 Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Tanah Hak Milik, Tanah Negara, Tanah Pemda, dan Balik Nama Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung : Mandar Maju,2009), Hal 204

9 Iwan Mulyawan, Panduan Pelaksana Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sesuai dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2009,(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), hal 10

(25)

Provinsi dan pajak Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi terdiri atas pajak kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah dan permukaan, bea balik nama kendaraan bermotor, sedangkan untuk pajak Kabupaten/Kota yaitu terdiri atas pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian, pajak parkir, pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.10

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menyatakan bahwa pemisahan yang mengakibatkan pengalihan dalam hal ini harta warisan akan dibebankan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Peralihan kepemilikan tanah dan bangunan berhubungan erat dengan ketentuan hukum untuk memberikan kepastian hak bagi seseorang yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, yang dimaksud dengan beralih adalah suatu peralihan hak yang terjadi karena seseorang pemilik dari tanah atau bangunan tersebut meninggal dunia sehingga kepemilikan tanah dan bangunan tersebut dengan secara otomatis akan beralih menjadi milik ahli waris, dengan kata lain peralihan tersebut dilakukan dengan tidak sengaja hal ini dikarenakan adanya peristiwa hukum yaitu meninggalnya pemilik tanah dan bangunan tersebut. Sedangkan peralihan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan secara sengaja agar kepemilikkan atas tanah dan bangunan tersebut terlepas dari pemegangnya yang semula dan menjadi milik pihak yang lain, dengan kata lain bahwa peralihan kepemilikan terjadi dikarenakan adanya

10 Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2005), Hal 10

(26)

suatu perbuatan hukum tertentu, misalnya seperti jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat dan hadiah.11

Peralihan hak atas tanah dan bangunan ini berkaitan dengan 2 (dua) aspek yaitu pihak yang mengalihkan dan pihak yang menerima peralihan hak, kedua belah pihak dihadapkan pada ketentuan hak dan kewajiban sehubungan dengan adanya peralihan hak tersebut.12 Peralihan hak atas tanah dan bangunan ini sangat berkaitan dengan hukum dan ditandai dengan adanya bukti, bukti ini dapat berupa akta jual beli, akta hibah, fatwa waris, surat keputusan pemberian hak atas tanah dan bangunan. Adapun yang menjadi fungsi bukti ini adalah untuk memberikan kepastian dan kekuatan hukum kepemilikkan hak atas tanah dan bangunan, sesuai dengan hukum perolehan hak sebagai hasil peralihan hak harus dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang mana selanjutnya perolehan hak tersebut harus didaftarkan kepada instansi yang berwenang untuk memperoleh sertifikat hak.

Dengan demikian hak atas tanah dan bangunan tersebut secara sah ada pihak yang memperoleh hak tesebut dan dapat dipertahankannya.

Pejabat Pembuat Akta Tanah diharapkan dapat membantu pemerintah khususnya dalam melakukan penertiban administrasi perpajakan yaitu dengan hanya boleh menandatangani akta pengalihan hak atas tanah dan bangunan dengan menunjukkan asli surat setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan tersebut kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah dan untuk surat setoran Bea Perolehan

11 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan Praktek, (Jakarta: Rajawali Press,2002), Hal 5

12Ibid

(27)

Hak Atas Tanah dan Bangunan tersebut Pejabat Pembuat Akta Tanah harus membubuhkan tanda tangan pada kolom yang telah tersedia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 25 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Ayat (1) yang menyebutkan bahwa mewajibkan Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk menerima bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terlebih dahulu sebelum melakukan penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan, yang mana apabila terjadi pelanggaran atas ketentuan tersebut Pejabat Pembuat Akta Tanah atau notaris akan dikenakan sanksi denda sebagaimana telah ditentukan di dalam Pasal 27 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yaitu sebesar Rp. 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

Dikarenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat memaksa yang dikenakan kepada seluruh warga negara khususnya dalam hal ini adalah penerima hibah wasiat sebagai pihak mendapatkan hak perolehan dari pemberi hibah wasiat. Pejabat Pembuat Akta (PPAT) akan meminta bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang telah dibayar lunas sebelum membuatkan akta penyerahan hak yang nantinya akan dilampirkan sebagai salah satu persyaratan pendaftaran hak atas hibah wasiat tersebut, maka dari itu pentingnya mengetahui kedudukan hukum dari para pihak dalam pelaksanaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan serta sejauh mana peran dari Pejabat

(28)

Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan akta hibah wasiat serta dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Maka berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu adanya suatu penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan akta penyerahan hibah wasiat dan berkaitan dengan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang akan dituangkan ke dalam judul tesis yang berjudul “Analisis Yuridis Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Atas Peralihan Hak Hibah Wasiat (Studi di Kota Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang akan menjadi permasalahan di dalam penulisan tesis ini adalah : 1. Bagaimana kedudukan hukum penerima hibah wasiat dalam pemungutan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan yang berkaitan dengan hibah wasiat?

2. Bagaimana peran PPAT dalam pembuatan akta hibah wasiat serta berkaitan dengan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum para pihak baik penerima hibah wasiat ataupun ahli waris dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

(29)

2. Untuk mengetahui bagaimana peran PPAT dalam pembuatan akta penyerahan hibah wasiat berkaitan serta pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis, sebagai bahan informasi dan tambahan bagi para akademis maupun sebagai pertimbangan bagi para peneliti yang ingin melaksanakan penelitian lanjutan serta menambah khasanah kepustakaan didalam bidang hukum

2. Secara Praktis, sebagai masukan bagi pemerintah dan penegak hukum serta aparatur negara sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam menjalankan tugasnya, serta juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat mengenai BPHTB dan hibah wasiat.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya di Magister Kenotariatan, diketahui bahwa penelitian tentang “Analisis Yuridis Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Atas Peralihan Hak Hibah Wasiat (Studi di Kota Medan) “belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik yang mirip akan tetapi jelas ada perbedaan dengan penelitian ini.

Ada ditemukan beberapa penelitian sebelumnya tentang perpajakan khususnya mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Akta hibah

(30)

wasiat, namun topik permasalahan dan bidang kajiannya berbeda dengan penelitian ini, peneliti tersebut antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Diana Elisabeth Siallagan, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul “Pembebanan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terhadap Pemisahan dan Pembagian Warisan.”

Rumusan Masalah :

a) Kapankah peralihan hak atas tanah dan bangunan karena pewarisan terjadi dengan sempurna sehingga dapat dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ?

b) Apakah perolehan hak atas tanah dan bangunan kerena pemisahan dan pembagian warisan merupakan objek BPHTB, sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan BPHTB ?

c) Apakah yang menjadi hambatan-hambatan dalam peningkatan BPHTB dan upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam peningkatan BPHTB ?

2. Penelitian yang dilakukan oleh Shirley, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul “Kepatuhan PPAT Dalam Pembuatan Akta Hibah Berdasarkan BPHTB di Kota Medan”.

Rumusan Masalah :

a) Bagaimana kepatuhan PPAT dalam pembuatan akta hibah atas tanah dan bangunan berdasarkan UU BPHTB?

(31)

b) Apakah faktor-faktor penyebab kepatuhan dan ketidakpatuhan PPAT dalam pembuatan akta hibah atas tanah dan bangunan berdasarkan UU PBHTB?

c) Bagaimana akibat hukum dari ketidakpatuhan PPAT dalam pembuatan akta hibah atas tanah dan bangunan berdasarkan UU BPHTB

3. Penelitian yang dilakukan oleh Fery Mensen Bangun, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi PPAT/Notaris yang Dikenakan Sanksi/Denda atas Akta Peralihan Hak atas Tanah dan Bangungan Sebelum Wajib Pajak Membayar BPHTB : Studi Di Kota Medan”

Rumusan Masalah :

a) Apakah penerapan sanksi denda yang dikenakan terhadap PPAT/Notaris atas penandatanganan akta peralihan hak Atas tanah dan/atau bangunan sebelum wajib pajak membayar BPHTB merupakan sanksi pajak?

b) Apakah dasar pertimbangan serta kewenangan terhadap penerapan sanksi denda bagi PPAT/Notariss atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum wajib pajak membayar BPHTB ?

c) Bagaimanakah upaya perlindungan hukum bagi PPAT/Notaris yang dikenakan sanksi denda atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum wajib pajak membayar BPHTB ?

4. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sartika Paramyta, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pengenaan Bea

(32)

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Terhadap Hibah Wasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah“

Rumusan Masalah

a) Kapankah penentuan lahirnya hak atas tanah dan bangunan pada hibah wasiat yang dapat dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan?

b) Bagaimana pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atas hibah wasiat menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ?

c) Bagaimana asas kepastian hukum dalam pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terhadap hibah wasiat pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah?

Dari keseluruhan judul tesis di atas dan semua perumusan masalah dari tesis tersebut berbeda dengan tesis peneliti, atau dengan kata pokok pembahasannya sama yaitu berkaitan dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan akan tetapi permasalahan yang dibahas berbeda, oleh karena itu peneliti dapat menjamin sepenuhnya tentang keaslian penelitian dan dapat diketegorikan sebagai penelitian baru yang dapat dipertanggungjawabkan, karena dilakukan berdasarkan keilmuan, kejujuran, rasionalitas sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan

(33)

apabila di kemudian hari terbukti melakukan plagiat maka peneliti bersedia untuk menerima sanksi berupa apapun juga atas perbuatan plagiat tersebut.

F. Kerangka Teori dan Kerangka konseptual

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis, sedangkan suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara bagaimana mengorganisasikan dan mengintrepetasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkan dengan hasil terdahulu.13 Apabila dikaitkan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan landasan teori yaitu teori kepastian hukum.

Menurut Gustav Radburch, seorang filsuf Jerman, ia berpendapat bahwa dunia hukum cenderung melihat hukum hanya dalam wujudnya sebagai kepastian dari undang-undang, memandang hukum sebagai suatu yang otonom, karena hukum tidak lain hanyalah merupakan kumpulan aturan-aturan hukum (Legal Rules), norma- norma hukum (Legal Norms), dan asas-asas hukum (Legal Principles).14 Sehingga hukum identik dengan kepastian.

Menurut Pendapat Profesor Satjipto Raharjo, ia berpendapat bahwa ikon untuk hukum modern adalah kepastian hukum,masyarakat terutama masyarakat modern

13Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Bhineka Cipta,1996), Hal 19

14Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan (Jakarta: Kencana Persada Media Group,2012), Hal 284

(34)

sangat membutuhkan adanya kepastian di dalam berbagai interaksi antara para anggotanya dan tugas itu diletakkan di pundak hukum.15

Pemungutan pajak merupakan iuran yang dilaksanakan oleh negara dan bersifat mamaksa maka diperlukan adanya Undang-Undang yang mengatur secara konkret, walaupun mengenai BPHTB ini sudah ada diatur di dalam bebagai pengaturan baik dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun pengaturan lainnya, akan tetapi pengaturan tersebut menimbulkan banyak interpretasi yang ganda sehingga dapat membingungkan dan cenderung akan menimbulkan masalah baik di kalangan PPAT maupun wajib pajak sebagai penerima hibah wasiat. PPAT dan wajib pajak juga akan kesulitan untuk menjalankan peran untuk mewujudkan kewajiban- kewajiban yang harus dipenuhi agar terciptanya suatu ketertiban hukum. Apabila Undang-Undang tersebut lebih jelas dan terperinci maka kedudukan dan peran dari PPAT dan ahli waris sebagai penerima hibah wasiat akan lebih jelas mengenai apa yang menjadi kewajiban ,apa yang harus dan apa yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh PPAT dan ahli waris sebagai penerima hibah wasiat dan wajib pajak, karena peralihan hak yang disertai dengan adanya bukti otentik akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang digunakan untuk lebih menguatkan kedudukan dari penerima hak dan sebagai dasar untuk melakukan pendaftaran hak sehingga terwujudlah kepastian hukum yang dapat melindungi pemegang hak yang mendapat peralihan dari proses hibah wasiat dan juga untuk terpenuhinya kewajiban dari para ahli waris

15 Ibid, Hal 290

(35)

khusunya penerima hibah wasiat sebagai wajib pajak yang melunasi pajak atas perolehan hak yang diterimanya.

Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti dan diuraikan dalam karya ilmiah.16

Selanjutnya dapat defenisikan konsep dasar dalam penulisan penelitian ini yaitu:

1. Akta Hibah Wasiat adalah suatu tulisan yang ditanda tangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti yang berisikan mengenai penetapan wasiat khusus dengan mana pewaris memberikan kepada satu orang atau lebih beberapa barang-barang dari jenis tertentu.17

2. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau milik atas satuan rumah susun.18

3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.19

4. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.20

16Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika,2009), Hal 96

17Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,2011), Hal 441

18 Pasal 1, Undang-Undang No 30 Tentang Jabatan Notaris

19Pasal 1 Angka (6) Peraturan Daerah Kota Medan No 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

(36)

5. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang di bidang pertanahan dan bangunan.21

6. Hibah Wasiat adalah suatu penetapan wasiat khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.22

G. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan tesis ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan dalam penelitian tesis ini antara lain adalah :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan tesis ini adalah yuridis normatif yaitu mengacu kepada undang- undang hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada di dalam masyarakat.23 Metode ini juga digunakan agar dapat melakukan penelusuran

20 Pasal 1 Ayat (42), Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

21 Pasal 40, Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

22 Pasal 957, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

23 Zainudin Ali,Op.Cit, Hal 105

(37)

terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang- undangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Pendaftaran Tanah, serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet, dan sebagainya.24 Penelitian hukum normatif, sering sekali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang- undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah yang berpatokan kepada perilaku manusia yang dianggap pantas.25

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif analitis yaitu penelitian yang didasarkan atas satu atau dua variabel yang saling berhubungan yang didasarkan pada teori atau konsep yang bersifat umum yang diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi ataupun hubungan seperangkat data dengan seperangkat data lainnya.26 Dan penelitian ini juga menguraikan ataupun mendeskripsikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan suatu telaah terhadap data tersebut secara sistematik.

24 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:

Alumni, 1994), Hal 139

25 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Hal 118

26Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers,2010), Hal 38

(38)

3. Sumber Data

Data yang digunakan di dalam tesis ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data yang terdiri atas:27

a. Bahan Hukum Primer, yaitu: norma-norma atau kaedah-kaedah dasar seperti Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti Peraturan Perundang-Undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu: Buku-buku yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang menguraikan materi yang tertulis yang dikarang oleh para sarjana, bahan-bahan mengajar dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu: Kamus, Ensiklopedia, bahan dari interner dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut

27 Romi Hanitio Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), Hal 24

(39)

dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk Peraturan Perundang- Undangan, dan untuk memperoleh data pendukung akan dilakukan wawancara secara mendalam (in depth interviewing)28

5. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini digunakan metode kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar peneliti dapat mengerti dan memahami gejala yang akan di telitinya.29Maka tesis ini digunakan metode analisis kualitatif agar lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan dari internet, kamus dan lain-lainya yang berhubungan dengan judul tesis yang dapat digunakan untuk menjawab soal yang dihadapi. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan metode deduktif yaitu dengan berpikir dari yang umum menuju yang khusus dengan menggunakan perangkat normatif. Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan.

28 Burhan Ashofa, Op.Cit, Hal 59

29 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2007) Hal 21

(40)

BAB II

KEDUDUKAN PENERIMA HIBAH WASIAT DAN AHLI WARIS DALAM AKTA PENYERAHAN HIBAH SERTA DALAM PEMUNGUTAN BEA

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN

A. Tinjauan Umum Tentang Pewarisan 1. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris di Indonesia masih bersifat majemuk (Pluralisme), hal ini dikarenakan Indonesia belum memiliki Undang-Undang mengenai kewarisan nasional yang dapat berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia. Hal itu dikarenakan di Indonesia masih diberlakukan 3 (tiga) sistem hukum mengenai kewarisan, yaitu hukum waris berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum waris Islam dan hukum waris Adat. Hukum waris berdasarkan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata berlaku kepada warga negara Indonesia keturunan Eropa dan Timur Asing (Thionghoa) yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Bab XII sampai dengan Bab XVII sedangkan untuk warga negara Indonesia pribumi masih tetap berlaku hukum waris adat yang diatur menurut masyarakat adat yang bersifat patrilinial, matrilinial, dan parental atau bilateral dan untuk warga negara Indonesia yang beragama islam maka mereka akan tunduk kepada sistem pewarisan berdasarkan hukum islam yang bersumber pada Al-Quran.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengatur dengan secara jelas pengertian mengenai kewarisan, akan tetapi di dalam Pasal 830 Kitab Undang-

(41)

Undang Hukum Perdata hanya mengatakan bahwa “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”, tanpa adanya seseorang yang meninggal maka tidak akan ada pewarisan. Pitlo dalam bukunya yang berjudul “Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Belanda jilid I”, menyatakan bahwa hukum waris merupakan suatu kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun antara mereka dengan pihak ketiga.30

Istilah waris adat diambil dari bahasa arab yang telah menjadi bahasa Indonesia.

Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang waris, pewaris dan waris serta bagaimana warisan itu dialihkan penguasaan dan kepemilikannya dari pewaris kepada waris.31 Menurut Terhaar, hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi.32

Hukum waris islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah seseorang tersebut meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dimana yang menjadi

30 Liliana Tedjo Saputro dan Wiwiek Wibowo. Hukum Waris AB- Intestato, (Semarang:

Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945,1989), Hal. 1

31 H. Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Indonesiia Menurut Perundangan Adat, Hukum Agama Hindu-Islam,(Bandung: Citra Aditya Bakti,1996),Hal 2.

32Ibid, Hal 8.

(42)

sumber dari pelaksanaan pewarisan tersebut adalah Al-Quran, Sunnah, dan Ijtihad para ulama.33

Mengenai sistem hukum mana yang akan dipakai oleh para ahli waris dalam melaksanakan pembagian ataupun pelaksanaan warisan tersebut tergantung akan kesepakatan dari para ahli waris. Mereka memilik hak untuk menentukan tunduk kepada sistem hukum mana yang akan dipakai dalam melaksanakan pewarisan tersebut, karena ketiga sistem hukum tersebut masih berlaku karena belum ada unifikasi hukum akan ketentuan waris tersebut jadi ketiga sistem hukum tersebut dapat berlaku di Indonesia.

2. Unsur-Unsur Pewarisan

Dalam hal pewarisan terdapat unsur-unsur yang harus terpenuhi agar disebut sebagai suatu peristiwa waris. Pewarisan haruslah memilik unsur-unsur yaitu pewaris, harta warisan dan ahli waris. Pewaris adalah seseorang yang mewariskan harta warisan sedangkan harta warisan adalah harta yang diwariskan dan ahli waris adalah orang yang akan menerima harta warisan34 Mengenai unsur-unsur mewaris ini terdapat beberapa perbedaan di antara 3 (tiga) sistem hukum waris di Indonesia, akan tetapi apabila ditelaah lebih dalam secara garis besar unsur-unsur pewarisan tersebut memiliki makna yang sama.

33Hasballah Thaib, Ilmu Hukum Waris Islam,(Medan: Magister Kenotariatan Sekola Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara,2012),Hal 1.

34 F. Satriyo Wicaksono,Hukum Waris Cara Mudah dan Tepat Membagi Harta Warisan,(Jakarta:Visi Media,2011),hal 5.

(43)

Perbedaan tersebut adalah menurut sistem hukum perdata atau berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pewaris merupakan orang yang telah meninggal dunia atau orang yang diduga meninggal dunia yang meninggalkan harta yang dimiliki semasa hidupnya, sedangkan menurut sistem hukum adat pewaris adalah orang yang meneruskan hartanya ketika masih hidup maupun setelah ia wafat, karena hukum adat juga memandang warisan sebagai suatu proses peralihan harta kekayaan berupa materiil maupun immaterial dari satu generasi ke generasi lainnya dan apabila berdasarkan sistem hukum islam pewaris adalah orang yang memiliki harta semasa hidupnya, telah meninggal dunia dan beragama islam baik yang mewariskan maupun yang diwarisi.35

Harta Warisan di dalam Hukum Adat adalah harta asal dan harta pencarian.

Harta asal adalah semua harta kekayaan yang dikuasai dan dimiliki pewaris sejak mula baik berupa harta peninggalan ataupun harta bawaan.36 Sedangkan harta pencarian adalah semua harta yang dimiliki oleh suami dan istri bersama selama dalam ikatan perkawinan.37 Harta warisan menurut hukum perdata ataupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah keseluruhan harta benda beserta hak dan kewajiban pewaris baik hutang maupun piutang. Hukum waris perdata tidak mengenal harta asal untuk menentukan harta warisan. Dengan kata lain harta warisan merupakan suatu satu kesatuan yang dialihkan dari pewaris kepada ahli waris.38Harta

35Ibid

36Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Adat,(Bandung: Citra Aditya Bakti,2003), Hal 36

37Ibid, Hal 60

38Pasal 833 Ayat(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(44)

warisan menurut hukum islam berdasarkan Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran utang dan pemberian untuk kerabat.

Ahli waris menurut sistem hukum adat, di dalam sistem hukum waris adat terdapat 3 (tiga) sistem kekeluargaan, yaitu patrilineal, matrilineal,dan parental. Maka ahli waris di dalam sistem kekeluargaan patrilineal adalah sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, di mana kedudukan anak laki-laki lebih menonjol pengaruhnya dari anak perempuan di dalam pewarisan, matrilineal adalah sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu di mana kedudukan anak perempuan lebih menonjol dari anak lelaki di dalam pewarisan sedangkan untuk parental adalah sistem keturunan yang ditarik menurut garis kedua sisi orang tuanya baik ayah maupun ibu di mana tidak ada perbedaan antara kedudukan anak lelaki dan perempuan.39

Ahli waris menurut sistem hukum perdata ataupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah tidak membedakan jenis kelamin antara para ahli waris, yang menjadi ahli waris di dalam sistem hukum perdata adalah dikarenakan adanya perkawinan maupun hubungan darah baik secara sah maupun tidak, dan yang mempunyai hubungan darah terdekatlah yang berhak untuk mewarisi.40

Ahli waris menurut sistem hukum islam berdasarkan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam yang menjadi ahli waris adalah orang yang pada saat

39 Hilman Hadikusuma,Op.Cit, hal 23.

40 Pasal 852 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(45)

meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi pewaris.

3. Pewarisan berdasarkan Wasiat, Hibah (Schenking) dan Hibah Wasiat (Legaat)

Wasiat ataupun testament merupakan pernyataan kehendak dari seseorang semasa hidupnya agar dilakukan setelah ia meninggal dunia.41 Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan milik dari pewasiat itu sendiri dan kepemilikan terhadap harta benda yang diwariskan melalui wasiat dapat dilaksanakan setelah pembuat wasiat meninggal dunia.42Wasiat dapat dilakukan dengan cara cara sebagai berikut yaitu dapat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi, tertulis di hadapan dua orang saksi ataupun dilakukan di hadapan notaris. Mengenai wasiat ini hanya di perbolehkan sebanyak-banyaknya sebesar 1/3 (sepertiga) dari harta warisan kecuali apabila seluruh ahli waris menyetujui. Wasiat kepada ahli waris baru akan berlaku apabila seluruh ahli waris menyetujui pernyataan persetujuan tersebut dapat dibuat secara lisan dihadapan dua orang saksi maupun dibuat secara tertulis dihadapan notaris dengan disaksikan oleh dua orang saksi.

Adapun beberapa bentuk surat wasiat sebagaimana halnya tercantum didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu di dalam Pasal 930 yang menyatakan bahwa suatu wasiat hanya dapat dinyatakan baik dengan tertulis sendiri atau dengan olograpis, dengan akta umum ataupun dengan akta rahasia atau tertutup. Wasiat

41 Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

42 Pasal 194 Kompilasi Hukum Islam

(46)

Olografis adalah merupakan seluruh akta yang mana harus ditulis dengan tangan dan ditanda tangani oleh pewaris sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 932 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan haruslah disimpan di kantor notaris, notaris yang menerima penyimpanan surat wasiat tersebut dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi tersebut akan membuat akta penyimpanan, apabila surat wasiat tersebut diberikan dalam keadaan terbuka maka akta penyimpanan tersebut akan dibuat di atas kertas yang sama di bawah wasiatnya, sedangkan apabila wasiatnya diserahkan secara tertutup maka akta penyimpanan dibuat tersendiri.43

Tanggal berlakunya wasiat olografis ini adalah tanggal diserahkannya kepada notaris, akta wasiat olografis juga harus diserahkan kepada notaris oleh pewaris itu sendiri. Dalam hal apabila surat wasiat tersebut diserahkan dalam keadaan tertutup maka pembuat wasiat (pewaris) haruslah menulis diatas sampul dengan dihadiri oleh notaris dan dua orang saksi bahwa sampul tersebut berisi wasiatnya dan tulisan tersebut juga harus ditanda tangani. Pembuat wasiat olografis dapat mengambil kembali surat wasiat yang telah dibuatnya akan tetapi ia harus menandatangani sebuah akta autentik tentang pengambilan wasiat itu sebagai pertanggung jawaban sang notaris, dengan diambilnya kembali surat wasiat olografis tersebut maka surat wasiat tersebut dianggap dicabut oleh pembuatnya hal ini diatur di dalam Pasal 934 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.44

43 Tan Thong Kie,Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris,(Jakarta: PT.Ichtiar Baru van Hoeve,2011), Hal 268.

44Ibid, 552.

(47)

Pasal 937 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan tentang kewajiban seorang notaris untuk menyerahkan surat wasiat olografis yang telah diterima secara tertutup kepada Balai Harta Peninggalan (BHP) setelah pembuat wasiat (pewaris) meninggal dunia, Balai Harta Peninggalan sebagai pihak yang akan membuka surat wasiat olografis yang tertutup tersebut dan akan membuat berita acara mengenai penyerahannya, keadaan surat wasiat itu dan pembukaannya, kemudian surat wasiat tersebut dikembalikan kepada notaris yang menyimpan surat wasiat tersebut.

Wasiat dengan akta umum merupakan kehendak terakhir dari pewaris yang diberitahukan oleh pembuat wasiat (pewaris) secara lugas kepada notaris dan harus dituliskan oleh notaris tersebut dengan kata-kata yang jelas dengan di hadiri oleh saksi-saksi. Notaris harus membacakan akta kepada pembuat wasiat (pewaris), setelah itu notaris harus bertanya kepada pembuat wasiat (pewaris) apakah yang dibacakan oleh notaris tersebut benar mengandung wasiat seperti yang dimaksudkan oleh pembuat wasiat (pewaris) tersebut. Akta tersebut harus ditanda tangani oleh pembuat wasiat (pewaris), notaris dan saksi-saksi. Bahasa yang digunakan di dalam akta wasiat haruslah sama dengan akta yang dipakai oleh pembuat wasiat (pewaris) saat mengutarakan kehendak terakhirnya.

Wasiat rahasia atau wasiat tertutup pada umumnya sama saja dengan wasiat olografis akan tetapi ada beberapa perbedaan mengenai beberapa hal yaitu wasiat rahasia tidak perlu ditulis sendiri ataupun diberi tanggal oleh pewaris akan tetapi pewaris harus menandatanganinya sendiri, wasiat tersebut harus disegel ataupun

(48)

ditutup, kemudian pembuat wasiat (pewaris) harus menerangkan kepada notaris bahwa sampul itu berisikan wasiat yang telah dibuat oleh pembuat wasiat (pewaris) ataupun ditulis oleh orang lain akan tetapi wasiat tersebut telah ditanda tangani oleh dirinya sendiri. Penyerahan kepada notaris tersebut haruslah dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi.45Notaris membuat akta penjelasan (Acta Superscriptie) pada bagian luar wasiat atau sampul wasiat yang bersegel yang berisi nama pembuat wasiat (pewaris) dan tanggal penyerahan wasiat tersebut. Wasiat ini tidak dapat ditarik sendiri artinya apabila suatu ketika wasiat rahasia atau tertutup ini akan dibatalalkan maka harus dibuat wasiat umum.46

Wasiat Darurat seperti yang disebutkan di dalam ketentuan Pasal 946 sampai dengan Pasal 948 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu merupakan wasiat yang dibuat oleh tentara (dalam keadaan perang, orang yang sedang berlayar atau orang yang sedang di karantina karena penyakit yang menular, wasiat ini dibuat dihadapan atasannya karena si calon pewaris dalam keadaaan sakaratul maut atau akan meninggal dunnia. Akan tetapi wasiat ini sudah tidak lagi dipakai.47

Hibah merupakan suatu perbuatan hukum sepihak dari pemberi hibah kepada penerima hibah tanpa adanya hubungan timbal balik. Pemberian hibah dilakukan secara cuma-cuma pada saat si pemberi hibah masih hidup dan harta yang dihibahkan

45Ibid, Hal 556.

46 Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris,(Bandung: Kaifa,2014), Hal 50.

47 Ibid, hal 51

(49)

dapat berupa semua harta baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak.48

Hukum Islam dan hukum perdata hibah tidak dapat ditarik kembali, sedangkan menurut hukum adat hibah dapat ditarik kembali. Hibah di dalam hukum adat dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan sedangkan di dalam hukum islam dan hukum perdata hibah harus dilakukan secara tertulis. Di dalam hukum islam dan hukum perdata tidak menententukan seberapa besar hibah yang diperbolehkan akan tetapi di dalam hukum adat diatur bahwa hibah hanya diperbolehkan tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) dari harta kekayaan penghibah (pewaris).

Hibah berdasarkan Pasal 1687 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dilakukan dengan akta notaris dan dengan akta PPAT untuk hibah atas tanah dan bangunan hal ini sesuai dengan Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Apabila pemberian hibah dibuat di bawah tangan maka hibah tersebut baru akan berlaku pada saat sudah dibuat suatu akta penegasan hibah di hadapan notaris ataupun PPAT yang berwenang.49 Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pemberian hibah bersifat final dan tidak dapat ditarik kembali. Akan tetapi di dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa adanya kondisi-kondisi tertentu sehingga hibah yang sudah pernah dilakukan dapat ditarik kembali oleh pemberi hibah.

48 Satriyo Wicaksono, Hukum Waris, Cara Mudah dan Tepat Membagi Harta Warisan, (Jakarta: Visi Media, 2011), hal 28.

49Ibid,Irma Devita Purnamasari, Hal 77.

(50)

Berdasarkan dari isinya wasiat tersebut dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu:

a. Wasiat (testament) yang berisikan “erfstelling” atau wasiat pengangkatan waris,mengenai hal ini disebutkan di dalam Pasal 954 Kitab Undang-Undang HukumPerdata, Erfstelling ini diberikan alas hak yang umum artinya pemberian meliputi hak-hak (aktiva) maupun kewajiban-kewajiban (passiva) pewaris, asal penunjukan tersebut besarnya meliputi seluruh warisan. Seseorang yang mendapat erfstelling tersebut benar-benar merupakan ahli waris.

b. Wasiat (testament) yang berisikan hibah wasiat (legaat), mengenai wasiat yang berisikan legaat seperti yang telah disebutkan di dalam Pasal 954 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka suatu hibah wasiat atau legaat diberikan alas hak khusus, artinya bahwa barang-barang yang dihibah wasiatkan disebutkan secara tegas dan jelas karena disyaratkan adanya penunjukkan barang-barang tertentu atau semua barang-barang dari jenis tertentu. Legataris (orang yang menerima hibah wasiat) menerima legaatnya dengan alas hak khusus sehinga ia menerima aktiva tertentu saja dan ia tidak menanggung passivanya.

Hibah Wasiat pada dasarnya sama dengan hibah biasa akan tetapi ada suatu hal penting yang membedakan hibah wasiat ini dengan hibah biasa yaitu saat pemberian hibah yang dilakukan pada waktu pemberi hibah telah meninggal dunia hal ini seperti yang telah disebutkan di dalam Pasal 973 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pemberian hibah secara wasiat dilakukan oleh pemberi hibah dengan cara menuliskan

(51)

akan memberikan suatu hibah kepada seseorang jika si pemberi hibah (pewaris) meninggal dunia.

Mengenai sifat dari hibah wasiat ini terdapat 2 (dua) pendapat yaitu menurut pendapat yang pertama adalah penerima hibah wasiat adalah merupakan pemilik barang yang dihibah wasiatkan segera setelah pewaris meninggal dunia, sama seperti para ahli waris yang segera setelah pewaris meninggal menjadi pemilik warisan.

Pendapat yang kedua adalah suatu warisan termasuk hibah wasiat yang terkandung di dalamnya berdasarkan undang-undang menjadi milik para ahli waris, sedangkan legataris mempunyai hak tagih pribadi (persoonlijke vordering) terhadap mereka untuk menyerahkan apa yang dihibahwasiatkan kepadanya hal ini disebut di dalam Pasal 959 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga hak kepada seorang legataris dapat disamakan dengan hibah sewaktu hidup yang diberikan kepada seseorang akan tetapi belum diserahkan kepadanya sampai pemberi hibah meninggal dunia.50

Pendapat kedua inilah yang dianut di Indonesia. Oleh karena itu pembagian dan pemisahan diadakan, hibah wasiat itu harus diserahkan oleh semua ahli waris kepada penerima hibah wasiat dengan suatu akta yaitu akta penyerahan hibah wasiat.51

50 Tan Thong Kie, Op.Cit, Hal 276.

51Ibid

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat di fokuskan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimanakah karakteristik dokumen yang disitir

Perubahan konduktivitas pada Gambar 9 menunjukkan bahwa sampel TiO 2 100% memiliki nilai konduktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel-sampel

Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG pada tahun

Masalah kebahasaan lain dari 4 kemampuan berbahasa yang dialami oleh 10 siswa,ialah kemampuan mendengar, siswa mengalami masalah utama yaitu tidak dapat

Sepasang bangun datar yang mempunyai simetri lipat dan simetri putarnya sama banyak adalah ..... Segitiga sama sisi mempunyai simetri putar sebanyak 3 jika diputar

Syirkah mempunyai lima karakter, Syirkah al-inan adalah persekutuan dua orang atau lebih untuk memasukkan bagian tertentu dari modal yang akan diperdagangkan dengan ketentuan

TOWR Sarana Menara Nusantara Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 1 39. ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young)

Dari keempat strategi bauran pemasaran tersebut peneliti cenderung memiliki strategi produk dan harga sehingga saya tertarik untuk mengetahui perilaku konsumen dalam