• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI SIDIK JARI DALAM PENGUNGKAPAN KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "FUNGSI SIDIK JARI DALAM PENGUNGKAPAN KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia menjamin hak asasi manusia dalam bidang hukum yaitu menjamin warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan, Negara Indonesia merupakan negara yang demokratis dan menjunjung tinggi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hukum merupakan norma atau kaidah yang memuat aturan- aturan yang menjamin hak dan kewajiban seseorang maupun masyarakat, dengan adanya hukum di Indonesia menciptakan keselarasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dengan perkembangan zaman berpengaruh terhadap kejahatan yang turut berkembang, cara-cara baru dalam melakukan kejahatan semakin sadis dan sangat memprihatinkan yang saat ini meresahkan masyarakat akan keselamatan dirinya bahkan orang terdekatnya, dalam melancarkan aksinya pelaku sebisa mungkin mengelabuhi aparat Kepolisian dengan modus yang berbeda-beda dan semakin berkembang. Sebagaimana kita ketahui, setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi (hukuman), dalam menetapkan suatu hukum diperlukan adanya pembuktian yang wajib disampaikan di depan pengadilan. Sebagaimana kita ketahui bahwa tindak pidana pembunuhan adalah suatu tindak kejahatan merampas nyawa manusia,

(14)

baik di lakukan secara tidak sengaja atau sengaja dan dilakukan secara tidak terencana atau terencana.

Dalam kaitannya dengan dunia peradilan, maka tidak akan lepas dari yang namanya alat bukti. Sedangkan didalam hukum positif alat bukti dapat berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Sementara dalam praktek hukum acara pidana yang ditegaskan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam pasal 184 alat-alat bukti yang sah itu adalah; Untuk dapat ditemukannya bukti-bukti tersebut maka harus dilakukan tahap penyelidikan terlebih dahulu yaitu suatu proses pencarian dan pengumpulan barang bukti, mengidentifikasi tindak pidana terjadinya, serta menemukan tersangkanya. (Nur’aini A.M 2003:17)

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Seperti pembunuhan yang di lakukan dengan cara mutilasi, memotong-motong bagian tubuh dan potongan tubuh tersebut di buang di berbagai tempat yang berbeda untuk mengelabui polisi agar kesulitan dalam mengidentifikasi korban tersebut.

Dalam kasus seperti pembunuhan yang tidak wajar biasanya polisi masih bisa mengatasinya dan melakukan penyidikan dengan cara sidik jari pelaku dan untuk mengetahui identitas korban juga dapat diketahui dengan metode Sidik Jari, kejahatan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(15)

(KUHAP) Pasal 7 Ayat (1) huruf F mengenai mengambil sidik jari dan memotret seseorang. Yang mana pelaku melancarkan aksinya pasti meninggalkan sidik jari di sekitar tempat kejadian perkara yang di lakukan.

Kejahatan yang dapat di proses menggunakan penyidikan sidik jari yaitu, seperti kasus pencurian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan dan segala bentuk kejahatan yang lainnya. Sidik jari adalah langkah awal penyidikan yang di lakukan pihak kepolisian untuk mengungkap suatu kasus dan secepat mungkin dapat menemukan pelakunya.

Proses penyidikan akan dilakukan melalui beberapa tahap yang salah satunya dengan mengambil sidik jari. Sidik jari yang dalam bahasa inggris disebut fingerprint ini diambil dalam proses penyidikan untuk memeriksa lebih lanjut mengenai bukti-bukti yang mungkin tertinggal di TKP (Tempat Kejadian Perkara). Hasil yang dicapai dari penyidikan tadi merupakan suatu pengetahuan yang di sebut dactyloscopy atau pengetahuan tentang sidik jari.

Identifikasi sidik jari atau dikenal dengan daktyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identitas orang dengan cara mengamati garis yang terdapat pada guratan garis jari tangan dan telapak kaki. Dactyloscopy berasal bahasa yunani yaitu dactylos yang berarti jarijemari atau garis jari, dan scopein yang artinya mengamati atau meneliti.

Kemudian dari pengertian itu timbul istilah dalam bahasa inggris, dactyloscopy yang kita kenal menjadi ilmu sidik jari.

Pada setiap sidik jari seseorang mempunyai rumus dan bentuk yang berbeda-beda sehingga sidik jari seseorang membantu pihak Kepolisian dalam

(16)

mengungkap identitas pelaku lebih cepat, dan sesegera mungkin pelaku bisa tertangkap.

Maraknya kasus Tindak Pidana Pembunuhan bahkan sampai memutilasi korbannya, Maka dengan kejadian tersebut khususnya di wilayah Sulawesi Selatan, sehingga Pihak Kepolisian memiliki alat yang dapat mengungkap identitas korban pembunuhan ataupun pelaku dengan alat dan atau benda yang kiranya digunakan pelaku untuk melakukan tindakan pembunuhan yaitu dengan menggunakan Metode Sidik Jari (Dactyloscopy). Fungsi sidik jari sendiri merupakan proses menganalisis struktur kerutan terhadap pelaku dan di lakukan oleh pihak kepolisian untuk mengetahui dan membedakan antara orang satu dan yang lainnya. Di dalam dunia identifikasi, sidik jari fungsinya untuk melakukan penyidikan dalam sebuah kasus kejahatan. Efektifitas sidik jari membawa pengaruh terhadap hal pembuktian bahwa sidik jari yang dapat membandingkan sama atau tidak yang duga melakukan tindak pidana sehingga mendapatkan bukti yang di butuhkan.

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan di pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa.

Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang- undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa “dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya, kalau terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti, maka terdakwa dinyatakan bersalah, kepada terdakwa akan di jatuhkan hukuman. Oleh karena itu, hakim harus berhati-hati, cermat, menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian.

(17)

Berdasarkan Pasal 183 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat disimpulkan bahwa sebelum hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa, maka hakim memerlukan 2 alat bukti. Alat bukti ini berfungsi untuk memperkuat keyakinan hakim terhadap tindak pidana yang dilakukan terdakwa khususnya terkait kasus Tindak Pidana Pembunuhan yang terjadi di Wilayah Sulawesi Selatan.

Berdasarkan uraian yang telah di jabarkan diatas, penyusun mengkaji peran sidik jari dalam upaya pembuatan Tesis yang berjudul “Fungsi Sidik Jari Dalam Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Pembunuhan” (Studi Kasus di Ditreskrimum Polda Sulsel)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah fungsi alat sidik jari bagi penyidik pada perkara tindak pidana pembunuhan?

2. Apakah hambatan dalam melakukan pembuktian dengan alat Sidik Jari (Dactyloscopy) ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menemukan fungsi sidik jari bagi penyidik pada perkara tindak pidana pembunuhan.

(18)

2. Menemukan penghambat dalam melakukan pembuktian dengan menggunakan alat Sidik Jari (Dactyloscopy).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Menjadi bahan masukan bagi penegak hukum di Indonesia khususnya Polisi dan masyarakat dalam memudahkan pengungkapan perkara pidana khususnya tindak pidana pembunuhan dengan menggunakan metode alat Sidik Jari.

2. Dapat memberikan manfaat bagi para penegak hukum di Indonesia khususnya Polisi agar dalam menangani suatu perkara pidana khususnya tindak pidana pembunuhan lebih professional dengan membangun kerjasama dengan masyarakat untuk mensterilkan status TKP.

E. Lingkup Penelitian

Pada pembahasan ini terfokus pada :

1. Penggunaan alat sidik jari untuk memudahkan penyelesaian perkara tindak pidana pembunuhan yang ditangani oleh Ditreskrimum Polda Sulsel.

2. Peran serta masyarakat dalam membantu tugas Polisi untuk cepat mengungkap kasus tindak pidana dengan bantuan alat sidik jari.

(19)

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dan memahami penulisan tesis ini, maka secara keseluruhan sistematika pembahasan disusun sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang. Dari uraian latar belakang tersebut kemudian ditarik pokok permasalahan serta tujuan penulisan tesis.

BAB II : KAJIAN TEORI DAN KAJIAN KONSEP

Merupakan bab yang memuat uraian umum mengenai peran sidik jari, pengertian sidik jari, teknik pengambilan sidik jari, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan pengungkapan kasus melalui sidik jari.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang diantaranya terdiri dari lokasi penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,variabel penelitian, metode pengolahan dan analisis data, definisi operasional, dan kerangka pikir penelitian.

BAB IV : PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat tentang data dan informasi pada lokasi penelitian serta hasil analisis menurut intrepetasi data atau informasi data, data penelitian yang bersifat sekunder, primer, menurut teknik-teknik dan sumber data sumber data yang dilakukan

(20)

BAB V : PENUTUP

Dalam bab terakhir ini penulis akan mengambil kesimpulan secara umum dari seluruh pembahasan yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya dan saran yang diharapkan dapat berguna sebagai referensi atau acuan bagi yang membutuhkannya untuk diterapkan dalam pelaksanaan

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(21)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP 1. Perspektif Teori

1. Sistem Pembuktian Dan Alat Bukti

Di dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan titik sentral di dalam pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara dan perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar salahnya terdakwa terhadap suatu perkara pidana di dalam sidang pengadilan. Pembuktian merupakan penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan. Dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum berkewajiban untuk membuktikan peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dengan mengajukan alat bukti di muka persidangan untuk dinilai kebenarannya oleh Majelis Hakim. Kemudian Jaksa Penuntut Umum, Penasehat Hukum dan Majelis Hakim melakukan penelaahan hukum. Oleh Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan hasil pembuktian dilakukan dalam surat tuntutannya (requisitoir). Lalu Penasehat Hukum menanggapi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam nota pembelaan (pledoi), dan selanjutnya akan dibahas oleh Majelis Hakim dalam putusan akhir (vonis) yang dijatuhkan. Dalam acara pembuktian Jaksa Penuntut Umum, Penasehat Hukum dan Majelis Hakim yang memimpin pemeriksaan perkara pidana di persidangan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum pembuktian

(22)

yang mengatur tentang cara pembuktian, beban pembuktian,macam-macam alat bukti, serta kekuatan alat-alat bukti tersebut, dan sebagainya.

Definisi Pembuktian Menurut Para Ahli, berikut akan dibahas mengenai pengertian pembuktian menurut para ahli:

a. Martiman Prodjohamidjojo (1984:11) mengemukakan bahwa:

“Pembuktian mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.

b. Darwan Prinst (1954:133) berpendapat bahwa:

“Pembuktian adalah pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya.”

c. M. Yahya Harahap (2003:273) menyatakan bahwa:

“Pembuktian adalah ketentuan – ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan Undang - Undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.”

d. Hari Sasangka dan Lily Rosita (2003:10) berpendapat bahwa:

“Hukum Pembuktianadalah merupakan sebagian dari hokum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum,system yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan

(23)

bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.”

M. Yahya Harahap menyebutkan, ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, telah diatur pula beberapa pedoman dan penggarisan, Penuntut umum bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk mengajukan segala daya upaya membuktikan

a. Kesalahan yang didakwakannya kepada terdakwa.

b. Sebaliknya terdakwa atau penasihat hukum mempunyai hak untuk melemahkan dan melumpuhkan pembuktian yang diajukan penuntut umum, sesuai dengan cara-cara yang dibenarkan undang-undang.

c. Terutama bagi hakim,harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang diketemukan selama pemeriksaan persidangan. (M.Yahya Harahap, 1985: 274).

Adapun prinsip-prinsip pembuktian antara lain:

1) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Prinsip ini terdapat pada Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:

“Hal-hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan”

atau disebut dengan istilah notoire feiten. Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

a) Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa tersebut memang sudah demikian halnya atau semestinya demikian.Yang dimaksud sesuatu misalnya,harga emas lebih mahal dari perak. Dan yang dimaksud dengan peristiwa misalnya, pada

(24)

tanggal 17 Agustus diadakan peringatan hari kemerdekaan Indonesia.

b) Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian. Misalnya, arak adalah termasuk minuman keras yang dalam takaran tertentu bisa menyebabkan orang mabuk.

2) Menjadi saksi adalah kewajiban

Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan:

“Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil kesuatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.Demikian pula dengan ahli.

3) Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)

Prinsip ini terdapat pada Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”.

Menurut KUHAP, keterangan satu saksi bukan saksi tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat. Hal ini dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut: “Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah”. Menurut M. Yahya Harahap “Ini berarti satu saksi, satu keterangan ahli, satu surat, satu petunjuk, atau keterangan terdakwa disertai keyakinan hakim cukup sebagai alat bukti untuk memidana terdakwa dalam perkara cepat.” (M.Yahya Harahap 1985 : 267).

(25)

Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum membuktikan kesalahan terdakwa. Prinsip ini merupakan penegasan dari lawan prinsip “pembuktian terbalik” yang tidak dikenal oleh hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Menurut Pasal 189 ayat (4) KUHAP:

“Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain”.

4) Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri

Prinsip ini diatur pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang berbunyi:

“Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri”. Ini berarti apa yang diterangkan terdakwa disidang pengadilan hanya boleh diterima dan diakui sebagai alat bukti yang berlaku dan mengikat bagi diri terdakwa sendiri. M. Yahya Harahap berpendapat bahwa: “Menurut asas ini, apa yang diterangkan seseorang dalam persidangan yang berkedudukan sebagai terdakwa, hanya dapat dipergunakan sebagai alat bukti terhadap dirinya sendiri. Jika dalam suatu perkara terdakwa terdiri dari beberapa orang, masing-masing keterangan setiap terdakwa hanya merupakan alat bukti yang mengikat kepada dirinya sendiri. Keterangan terdakwa A tidak dapat dipergunakan terhadap terdakwa B, demikian sebaliknya.” (M.Yahya Harahap 1985: 321)

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian terpenting dalam hukum acara pidana dalam

(26)

hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai dengan keyakinan hakim, pada hal tidak benar.Untuk itu maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal. Menurut Andi Hamzah: “Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukan bahwa ada beberapa system atau teori untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan. Sistem dan teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan tempat (Negara). Indonesia sama dengan Belanda dan Negara-negara Eropa Continental yang lain, menganut bahwa hakimlah yang menilai alat bukti yang diajukan dengan keyakinan sendiri dan bukan jury seperti Amerika Serikat dan Negara-negara Anglo Saxon. ” (Andi Hamzah 2005:24)

Pembuktian bersalah tidaknya seseorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Darwan Prinst mengemukakan bahwa “Dalam hal pembuktian ini, hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan terdakwa. Kepentingan masyarakat berarti, bahwa seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana (KUHAP) atau Undang-undang pidana lainnya, harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Sedangkan kepentingan terdakwa, berarti bahwa terdakwa harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa sehingga tidak ada seseorang yang tidak bersalah mendapat hukuman, atau kalau memang ia bersalah jangan sampai mendapat hukuman yang terlalu berat, tetapi

(27)

hukuman itu harus seimbang dengan kesalahannya.” (Darwan Prints 1998 :133).

Sistem pembuktian merupakan pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat bukti dan dengan cara-cara bagaimana hakim harus membentuk keyakinan. Begitu pula dalam cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan Undang-undang, agar dalam mewujudkan kebenaran yang hendak dijatuhkan, majelis hakim terhindar dari pengorbanan kebenaran yang harus dibenarkan, jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam putusan berdasar hasil perolehan dan penjabaran yang keluar dari garis yang dibenarkan sistem pembuktian, tidak berbau dan diwarnai oleh perasaan dan pendapat subjektif hakim. Ada enam butir pokok yang menjadi alat ukur dalam teori pembuktian dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Dasar pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan keputusan pengadilan untuk memperoleh fakta-fakta yang benar (bewijsgonden);

b. Alat-alat bukti yang digunakan oleh hakim untuk mendapatkan gambaran mengenai terjadinya perbuatan pidana yang sudah lampau (bewijsmiddelen);

c. Penguraian bagaimana cara menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di sidang pengadilan (bewijsvoering);

d. Kekuatan pembuktian dalam masing-masing alat bukti dalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan (bewijskracht);

(28)

e. Beban pembuktian yang diwajibkan oleh Undang-undang untuk membuktikan tentang dakwaan di muka sidang pengadilan (bewijslast) dan;

f. Bukti minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat kebebasan hakim (bewijsminimum).

Menurut Andi Hamzah (2005:35) “Kelemahan rumusan Undang-undang ini ialah disebutkan alat pembuktian, bukan alat-alat pembuktian, seperti dalam Pasal 183 KUHAP disebut dua alat bukti. ”Dari bunyi pasal tersebut, baik yang termuat pada Pasal 183 KUHAP maupun yang dirumuskan dalam Pasal 294 HIR, sama-sama menganut sistem “pembuktian menurut Undang- undang secara negatif” perbedaan antara keduanya, hanya terletak pada penekanannya saja. Pada Pasal 183 KUHAP syarat, “Pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah”. Lebih ditekankan dalam perumusannya. Hal ini dapat dibaca dalam kalimat: ketentuan pembuktian yang memadai untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa “sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah”. Dengan demikian Pasal 183 KUHAP mengatur untuk menentukan salah tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana pada seorang terdakwa, harus : Kesalahannya terbukti dengan sekurang- kurangnya “dua alat bukti yang sah”. Dan atas keterbuktian dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.

(29)

Alat Bukti

Pengertian alat bukti menurut para ilmuwan :

a. Hari Sasangka dan Lily Rosita (2003: 11) yaitu “Alat Bukti adalah segala sesuatu perbuatan, dimana dengan alat - alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa.”

b. Darwan Prinst (1998: 135) mengatakan bahwa “Sedangkan definisi alat- alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.”

Macam-Macam Alat Bukti

Sebagaimana yang diuraikan terdahulu, Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan secara limintatif alat bukti yang sah menurut Undang- undang.

Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. ketua sidang, penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukum. Terikat dan terbatasnya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti itu saja. Mereka tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya diluar alat bukti yang ditentukan. Menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita (2003: 40) :

(30)

“alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.”

Selain itu, Lilik Mulyadi beranggapan bahwa: “Pada dasarnya perihal alat- alat bukti diatur sebagaimana dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Oleh karena itu apabila ditelaah secara global proses mendapatkan kebenaran materiel (materieele waarheid) dalam perkara pidana alat-alat bukti memegang peranan sentral dan menentukan. Oleh, karena itu secara teoritis dan praktik suatu alat bukti haruslah dipergunakan dan diberi penilaian secara cermat, agar tercapai kebenaran sejati sekaligus tanpa mengabaikan hak asasi terdakwa.” Dalam hal ini adapun yang menjadi alat-alat bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP , adalah sebagai berikut:

a. Keterangan saksi

Perihal batasan keterangan saksi secara eksplisit Pasal 1 angka 27 KUHAP menentukan, bahwa “Keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia liat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu” Sedangkan menurut Pasal 185 ayat (1) KUHAP, berbatasan pengertian keterangan saksi dalam kapasitasnya sebagai alat bukti, bahwa: “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di siding pengadilan”. Berdasarkan pengertian diatas jelaslah bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti yang

(31)

paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Sekurang- kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

“Disamping karena hubungan keluarga atau semenda, juga ditentukan oleh pasal 170 KUHAP bahwa mereka karena pekerjaan, harkat, martabat atau jabatan diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan saksi. Contoh orang yang harus menyimpan rahasia jabatan misalnya seorang Dokter yang harus merahasiakan penyakit yang diderita pasiennya. (Andi Hamzah 2005:285).

Dalam hal ini haruslah diketahui bahwa tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan isi pasal yang dikemukakan diatas, yakni jika dijabarkan poin-poinnya adalah sebagai berikut :

1) Yang saksi liat sendiri;

2) Saksi dengar sendiri;

3) Dan saksi alami sendiri;

4) Serta menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.

Dari penegasan bunyi Pasal 1 angka 27 dihubungkan dengan bunyi penjelasan pada pasal 185 ayat (1), dapat ditarik kesimpulan:

(32)

1) Setiap keterangan saksi diluar apa yang didengar sendiri dalam peristiwa pidana yang terjadi atau diluar yang dilihat atau dialaminya dalam peristiwa pidana yang terjadi, keterangan yang diberikan yang diluar pendengaran, penglihatan, atau pengalaman sendiri mengenai suatu peristiwa pidana yang terjadi “tidak dapat dijadikan dan dinilai sebagai alat bukti” keterangan semacam ini tidak mempunyai kekuatan nilai pembuktian.

2) “testimoniumdeauditu” atau keterangan saksi yang ia peroleh sebagai hasil pendengaran dari orang lain “tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti keterangan saksi disidang pengadilan berupa keterangan ulangan dari apa yang didengarnya dari orang lain, tidak dapat dianggap sebagai bukti”. Menurut pendapat Andi Hamzah mengenai Testimoniumde audituatau hearsay evidenceialah bahwa kesaksian

tersebut tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan hokum acara pidana yang mencari kebenaran materiil, serta untuk perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, dimana keterangan seorang saksi yang hanya mendengar dari orang lain, tidak terjamin kebenarannya, maka kesaksian de auditu atau hearsey evidence patut tidak dipakai di Indonesia. Namun demikian

kesaksian de auditu ini perlu pula didengarkan oleh hakim, walau tidak mempunyai nilai sebagai bukti kesaksian tetapi dapat memperkuat keyakinan yang bersumber kepada dua alat bukti yang lain.

(33)

3) Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran, bukan merupakan keterangan saksi. Penegasan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (5). Oleh karena itu, setiap keterangan saksi yang bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi, harus dikesampingkan dari pembuktian dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Keterangan yang bersifat dan berwarna pendapat pemikiran pribadi saksi, tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.Kekecualian menjadi saksi dibawah sumpah juga ditambahkan dalam Pasal 171 KUHAP,yaitu :

a) Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;

b) Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang- kadang ingatannya baik kembali. (Andi Hamzah 2005:27) b. Keterangan ahli

Keterangan ahli atau verklaringen van een deskundige/expect testimony adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 KUHAP).

Menurut M. Yahya Harahap: “Perbedaan antara keterangan seorang saksi dengan seorang ahli, ialah bahwa keterangan seorang saksi mengenai hal- hal yang di alami oleh saksi itu sendiri (eigen waarneming), sedang keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penghargaan dari hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan dari hal-hal itu.”

(34)

Dalam KUHAP sendiri tidak diberikan penjelasan khusus mengenai apa yang dimaksud dengan keterangan ahli, dan menurut Andi Hamzah dapat merupakan kesengajaan pula. Dalam terjemahan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah: “Seseorang dapat memberikan keterangan sebagai ahli jika ia mempunyai pengetahuan, keahlian, pengalaman, latihan, atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan dengan keterangan.” (Andi Hamzah, 2005:273).

Dalam Pasal 186 KUHAP menyatakan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan. Jadi pasal tersebut tidak menjawab siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Meskipun tidak ada pengertian dan batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan keterangan ahli, namun KUHAP menetapkan keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah. Bahkan ditempatkan pada urutan kedua sesudah alat bukti keterangan saksi. Melihat tata urutannya, pembuat Undang-undang menilainya sebagai alat bukti yang penting artinya dalam pemeriksaan perkara pidana. Adapun ahli yang dimaksud dalam pasal ini, misalnya ahli kedokteran, ahli toxin dan lain-lain. Bantuan yang dapat diberikan oleh para ahli tersebut, adalah untuk menjelaskan tentang bukti-bukti yang ada.

Setiap orang yang dimintai pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli-ahli lainnya wajib memberikan keterangan demi keadilan.

(35)

c. Surat

Ada beberapa pengertian surat secara umum yang dikemukakan oleh para ahli diantarannya adalah sebagai berikut:

1. Menurut Sudikno Metrokusumo: “Surat adalah yang memuat tanda- tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Dengan demikian maka segala sesuatu yang tidak memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan, akan tetapi tidak mengandung buah pikiran, tidaklah termasuk dalam pengertian alat bukti tertulis atau surat. (Hari Sasangka, Lily Rosita 2003:62).

2. “Pirlo, menyebutkan bahwa: “Tidak termasuk dalam kata surat, adalah foto dan peta, barang-barang ini tidak memuat tanda-tanda bacaan.”

Sejalan dengan itu Sudikno Metrokusumo menyatakan bahwa:“Potret atau gambar tidak memuat tanda-tanda bacaan atau buah pikiran, demikian pula denah atau peta, meskipun ada tanda-tanda bacaannya tetapi tidak mengandung suatu buah pikiran atau isi hati seseorang. Itu semua hanya sekedar merupakan barang atau benda untuk meyakinkan saja (demonstratifevidence).”

Seperti alat bukti keterangan saksi dan keterangan ahli, alat bukti surat ini juga mempunyai syarat agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah pada sidang pengadilan. Dimana pengaturan mengenai alat bukti surat ini diatur

(36)

dalam Pasal 187 KUHAP. Menurut ketentuan ini, surat dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-undang ialah :

1) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan.

2) Atau suratyangdikuatkan dengan sumpah.

Dalam hal ini aspek fundamental surat sebagai bukti diatur pada Pasal 184 ayat 1 huruf c KUHAP. Secara substansial tentang bukti surat ini ditentukan oleh Pasal 187 KUHAP yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum, yang berwenang atauyang dibuat dihadapannya, yang semua keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

2) Surat yang dibuat menurut ketentuan Peraturan Perundang- undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai halyang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadannya;

(37)

4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isidari alat pembuktian yang lain.

Dari macam-macam surat resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf a, b, dan c KUHAP, maka surat dapat digolongkan menjadi Acteambtelijk, yaitu akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum. Pembuatan

akta otentik tersebut sepenuhnya merupakan kehendak dari pejabat umum tersebut. Jadi isinya adalah keterangan dari pejabat umum tentang yang dia lihat dan ia lakukan. Misalnya, berita acara tentang keterangan saksi yang dibuat oleh penyidik Actepartij, yaitu akta otentik yang dibuat para pihak dihadapan pejabat umum yang merupakan pembuat akta otentik tersebut sepenuhnya. Berdasarkan kehendak dari para pihak dengan bantuan pejabat umum. Isi akta otentik tersebut merupakan keterangan-keterangan yang berisi kehendak parapihak. Misalnya: akta jual beli yang dibuat dihadapan notaris. Sedangkan macam-macam surat adalah :

1) Surat biasa;

2) Surat otentik;

3) Surat dibawah tangan.

Secara formal, alat bukti surat sebagaimana disebut dalam Pasal 187 (a), (b), dan (c) adalah alat bukti sempurna sebab dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan oleh peraturan Perundang- undangan, sedangkan surat yang disebut dalam butir (d) bukan merupakan alat bukti yang sempurna. Dari segi materiel, semua bentuk alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 bukanlah alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat

(38)

sama seperti keterangan saksi atau keterangan ahli, surat juga mempunyai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas (vrijbewijskracht).

d. Petunjuk

Dalam praktek peradilan, sering terjadi kesulitan dalam menerapkan alat bukti petunjuk itu. Dimana akibat dari kekurang hati-hatian dalam menggunakan alat bukti petunjuk itu dapat berakibat fatal pada putusannya.

Yahya Harahap mendefenisikan petunjuk dengan menambah beberapa kata yakni petunjuk adalah suatu “isyarat” yang dapat ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan dimana isyarat tadi mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut

“melahirkan” atau mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinnya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf d KUHAP, petunjuk merupakan bagian keempat sebagai alat bukti. Esensi alat bukti petunjuk ini diatur dalam ketentuan Pasal 188 KUHAP yang selengkap lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaian, baik antara satu dan yang lain,maupun tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

(39)

2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa

3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Sebagaimana yang sudah diuraikan mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi, keterangan ahli, dan alat bukti surat.

Pada prinsipnya dalam praktik penerapan alat bukti petunjuk cukup rumit dan tidak semudah yang dibayangkan secara teoritis.

e. Keterangan terdakwa

Keterangan terdakwa (erkentenis) merupakan bagian kelima ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf e KUHAP. Apabila perbandingan dari segi istilah dengan pengakuan terdakwa (bekentennis) sebagaimana ketentuan Pasal 295 jo Pasal 317 HIR istilah keterangan terdakwa (Pasal 184 jo Pasal 189) tampaknya lebih luas maknanya dari pada pengakuan terdakwa karena aspek ini mengandung makna bahwa segala sesuatu yang diterangkan oleh terdakwa sekalipun tidak berisi pengakuan salah merupakan alat bukti yang sah. Dengan demikian, proses dan prosedural pembuktian perkara pidana menurut KUHAP tidak mengejar dan memaksa agar terdakwa mengaku.

(40)

Pada dasarnya keterangan terdakwa sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya didengar.

Apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan, dan mengaku ia bersalah. Selanjutnya, terhadap keterangan terdakwa secara limintatif diatur oleh Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi :

1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri;

2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti disidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan padanya;

3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri;

4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1), undang-undang Menentukan lima jenis alat bukti yang sah. Diluar ini, tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Jika ketentuan Pasal 183 dihubungkan dengan jenis alat bukti itu terdakwa baru dapat dijatuhi hukuman pidana, apabila kesalahan dapat dibuktikan paling sedikit dengan dua (2) jenis alat bukti yang disebut

(41)

dalam Pasal 184 ayat (1). Kalau begitu, minimum pembuktian yang dapat dinilai cukup memadai untuk membuktikan kesalahan terdakwa “sekurang- kurangnya” atau “paling sedikit” dibuktikan dengan “dua”alat bukti yang sah.

2. Ilmu Tentang Sidik Jari ( Dactyloscopy )

Sidik jari adalah kulit pada telapak tangan dan kaki yang tertutup garis timbul kecil yang disebut rabung gesekan (Friction ridges). Sidik jari akan terbentuk dengan sempurna setelah janin berusia 13 minggu sejak alam kandungan, sidik jari telah terbentuk dengan sempurna. Satu guratan sidik jari biasanya tersusun antara 50-100 garis. Sedangkan satu jari tersusun dari ratusan hingga ribuan garis.

Sebagaimana disebutkan di atas, ilmu yang mempelajari sidik jari atau kulit telapak tangan disebut dermatoglyphs. Sesuai dengan namanya, dengan artinya kulit,dan glyphs artinya garis-garis yang terukir. Dengan demikian, ketika kita berbicara tentang dermatoglyphs, secara otomatis kita akan ingat terhadap sidik jari, meskipun banyak garis-garis lain pada telapak tangan.

Uniknya, sidik jari tidak semata-mata tidak tersusun dari kulit luar, tetapi juga didorong oleh tumbuhnya tonjolan daging yang berada di bawah kulit.

Hal ini membuktikan bahwa guratan sidik jari terkait erat dengan unsur genetika. Oleh karena itu, hampir setiap guratan sidik jari setiap orang berbeda-beda. Bahkan, bayi kembar dalam satu kandungan pun tidak akan mempunyai sidik jari yang sama (Suyadi, 2010: 103)

(42)

Jika diperhatikan dengan seksama, tonjolan pada sidik jari tidak terlalu bersambungan, tetapi agak terputus, terpecah menjadi dua, sehingga mengesankan membentuk semacam kantong kecil seperti ”danau”. Bahkan, samar-samar terlihat seperti saling bersilangan. Oleh karena itu, ketika kita memegang benda, minyak, dan asam amino. Garis rabung itu akan meninggalkan pola khas (bekas sidik jari) pada benda yang kita pegang.

Inilah sebabnya, sidik jari bisa dijadikan alat pengenal identitas pribadi yang tak mungkin ada yang menyamainya. Jika di dunia ini hidup enam miliar orang, maka ada enam miliar pula jenis sidik jari yang ada dan belum ditemukan seorang pun yang mempunyai sidik jari yang sama dengan yang lainnya (Suyadi, 2010: 103)

Dactyloscopy sejak ribuan tahun sebelum masehi kesadaran manusia sudah

ada mengenai adanya garis-garis papilair pada ujung jari dan telapak tangan.

Hal ini terbukti adanya peninggalan sejarah kerajaan Ninive di Babilonia, yaitu orang Indian tentang ukiran kasar bentuk sidik jari pada goa batu ditepi danau Kejimkcojik Nova Scotia (di teluk Mexico)

Pada abad ke VIII didaratan China penggunaan sidik Jari sudah di wajibkan dengan undang-undang untuk dicantumkan dalam dokumen perceraian, surat jual beli dengan membubuhkan sidik jari.

Pengamatan Para Ilmuwan

a. Marcello Malpighi tahun 1628-1694

Seorang ahli fisika dari Italia yang mempergunakan microscope untuk mempelajari kulit sidik jari

(43)

Tahun 1686 Marcello Malpighi mengemukakan bahwa pada bagian ujung jari terdapat garis yang berbentuk Loop dan Spiral

b. William Herschel tahun 1738-1822

Seorang warga Negara Inggris yang tinggal di India yang berhasil memecahkan masalah autentifikasi dengan menggunakan sidik jari.

Tahun 1858 William Herschel merupakan orang pertama yang mempergunakan sidik jari secara resmi untuk keperluan yang agak terbatas.

Tahun 1877 William Herschel memperluas lagi penggunaan sidik jari dibeberapa jawatan di Hoogly dan mulai mempergunakannya sebagai sarana identifikasi terhadap orang hukuman

c. Johannes Evangelista Purkinye tahun 1787-1869

Seorang Profesor dari Universitas Breslau yang mempublikasikan tesis yang membahas 9 tipe sidik jari tetapi tidak menyinggung sidik jari sebagai alat identifikasi seseorang.

Tahun 1823 Johannes Evangelista Purkinye mengemukakan tentang keanekaragaman corak lukisan yang dibentuk oleh jalannya garis-garis papilair dan menggolongkannya menjadi 9 jenis

d. Sir Francis Galton tahun 1822-1911

Seorang warga Negara Inggris yang memberikan Konstribusi bahwa sidik jari adalah unique (unik)

(44)

Tahun 1888 Sir Francis Galton mengumpulkan banyak sekali bukti yang menunjukkan kekhususan sifat sidik jari yaitu tidak sama, tidak berubah dan dapat dirumus

e. Henry Faulds tahun 1843-1930

Seorang Doktor Skotlandia yang tinggal di Jepang memulai mengumpulkan sidik jari, diminta membantu sebuah criminal investigasi berdasarkan sidik jari yang tertinggal di TKP.

Tahun 1880 Henry Faulds menulis sebuah karangan yang dimuat dalam majalah Nature da English Scientific Journal, mengemukakan bahwa sidik jari yang tertinggal di tempat kejadian perkara kejahatan, dapat digunakan untuk mengidentifisir pelakunya

f. Sir Edward Henry tahun 1850-1931

Seorang warga Inggris yang tinggal di India berhasil memecahkan masalah formula sidik jari yang kemudian dikenal dengan Henry Sistem.

Tahun 1896 Sir Edward Henry mengembangkan formulanya kemudian diterbitkanlah buku mengenai sistem perumusan yang dapat digunakan secara luas yang disebut sistem Henry dan pertama digunakan di Inggris kemudian di Amerika Serikat dan seluruh dunia

g. Comisario Don Juan Vucetich Tahun 1858-1925

Seorang Polisi Argentina yang mempelajari tipe Patern Galton yang pertama kali membuat identifikasi sidik jari untuk criminal yang berhasil membuktikan tersangka pembunuhan berdasarkan sidik jari yang ditemukan di TKP.

(45)

Tahun 1891 Comisario Don Juan Vucetich menyusun file pertama bagi seperangkat sidik jari untuk keperluan kepolisian yang disebut Sistem Vucetich

h. Tahun 1901 Sir Francis Galton Dan Sir Edward Henry merubah dan menyederhanakan Sistem Galton dan Sistem Henry menjadi Sistem Galton Henry

i. Tahun 1914 sistem Galton-Henry mulai dikembangkan di Indonesia.

j. Tahun 1960 sistem ini dirubah/diperluas dan diresmikan/ digunakan oleh Polri.

Beberapa Pendapat Penemuan Lain Yang Menunjukkan Ketidaksamaan/

Tidak Berubahnya Sidik Jari

a. Tahun 1903 dipenjara Leavenworth/ Kansas ditemukan kesamaan data anthropometry, potret wajah dari dua orang negro yang masing-masing bernama Will West dan William West tetapi sidik jari berbeda.

b. William Jennings anggota Franklin Institue Philladelpia mengambil sidik jarinya sendiri pada waktu berumur 27 tahun (1887) kemudian membandingkannya dengan sidik jari setelah berumur 77 tahun (1937) ternyata tidak terjadi perubahan/ tetap.

c. Surat Kabar London New Of The World tahun 1973 menyediakan hadiah 1.000 dolar USA bagi mereka yang mempunyai sidik jari persis/ sama dengan contoh yang disayembarakan tetapi tidak ada yang sama.

d. Mr. H. A. Asquith seorang ahli statistic di Amerika mengemukakan bahwa terjadinya kesamaan detail antara satu sidik jari dengan sidik jari yang lain

(46)

bisa sama apabila jumlah sidik jari mencapai kurang lebih 64 Milyard dengan kurun waktu yang lama. (Naskah Gadik Daktiloskopi Umum Pusinafis Polri, 2013, 3-5).

3. Pengertian dan Fungsi Dactyloscopy

Dactyloscopy berasal dari dua kata Yunani yaitu Dactylos yang berarti jari-

jemari/ garis-garis jari dan Scopein berarti mengamati/ meneliti. Dactyloscopy berarti mengamati sidik jari khususnya garis yang terdapat pada ruas ujung jari, baik tangan maupun kaki. Jadi pengertian Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identitas seseorang. Identifikasi adalah usaha untuk mengenal kembali identitas seseorang maupun benda melalui dactyloscopy, fotografi dan sinyalemen, Sidik Jari adalah hasil reproduksi tapak jari, telapak tangan dan telapak kaki yang sengaja diambil atau dicapkan dengan tinta dactyloscopy maupun bekas yang ditinggalkan pada permukaan benda Garis Papiler adalah garis-garis halus pada lapisan kulit luar pada tapak jari telapak tangan dan telapak kaki yang menonjol Galton Detail atau Karakteristik adalah garis-garis papiler yang terdapat pada tapak jari, telapak tangan dan telapak kaki yang bentuknya berupa garis membelah, garis pendek, garis berhenti, pulau, jembatan, taji dan titik, Sidik Jari Latent adalah Bekas tapak jari, telapak tangan dan telapak kaki yang tertinggal pada permukaan benda-benda yang ada di TKP baik yang dapat dilihat dengan mata maupun tidak.

Identifikasi Sidik Jari adalah Proses penentuan dua atau lebih sidik jari berasal dari jari yang sama, dengan membandingkan garis-garis papilairnya

(47)

(detail garis/ karakteristik garis). Garis papilair yang terdapat pada ruas kedua dan ruas ketiga dari jari yang terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki beserta jari-jarinya, mempunyai nilai identifikasi yang sama dengan garis papilair pada ruas ujung jari tangan (dapat diperbandingkan untuk menentukan kesamaannya). Khususnya dikepolisian, dactyloscopy (sidik jari) sangat penting dan diperlukan dalam proses penyidikan dan pembuktian kejahatan. Kewenangan Polri menyelenggarakan identifikasi kepolisian secara tegas diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf h Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Dapat kita ketahui mengenai Fungsi dari Dactyloscopy / sidik jari yaitu untuk memberi gaya gesek lebih besar agar jari dapat memegang benda-benda lebih erat. Sidik jari manusia juga digunakan untuk keperluan identifikasi karena tidak ada dua manusia yang memiliki sidik jari persis sama. Hal ini mulai dilakukan pada akhir abad ke-19. Seiring perkembangan zaman pada abad ke 20 ini, Sidik jari sudah di kembangkan ke arah security system yang berfungsi sebagai data keamanan. Sebagai contoh mesin absensi sidik jari dan akses kontrol pintu. Sidik jari kaki bayi juga diambil di rumah sakit untuk identifikasi bayi. Ini bertujuan untuk mencegah tertukarnya bayi yang sering terjadi di rumah sakit.

Adapun Peran / Fungsi Dactyloscopy melalui 2 aspek:

a. Aspek kepentingan security (keamanan)

Penegakan hukum (preventif/ represif) dalam lingkup Criminal Justice System antara lain:

(48)

1) Membuktikan identitas tersangka 2) Catatan kriminal seseorang

3) Mencari/ menemukan Daftar Pencarian Orang/ buronan residivis b. Aspek Property/ Kesejahteraan

Untuk pam tim administrasi personel/ pensiunan guna kepentingan pengenalan kembali identitas seseorang.

Manfaat Sidik Jari:

a. Sebagai bahan informasi

Karena blanko sidik jari AK-23 dapat digunakan untuk mengambil/merekam ke 10 sidik jari, dan memuat data-data lengkap perorangan yang meliputi ciri-ciri: umum, khusus/sinyalemen, foto serta tanda tangan.

b. Sebagai bahan pembuktian

Karena sidik jari sebagai salah satu bukti materil, tidak berubah dan tidak sama pada setiap orang sehingga sidik jari ini sangat efektif, efisien dan akurat (sedangkan pembuktian berdasarkan saksi, masih diragukan kebenarannya)

Ilmu sidik jari didasarkan atas tiga dalil yang nyata yaitu Dalil Aksioma:

a. Setiap orang mempunyai ciri garis sendiri dan tidak sama dengan yang lain b. Ciri garis sidik jari sudah terbentuk sejak janin berumur kira-kira 120 hari

di dalam kandungan, tidak meninggal sampai meninggal dunia.

c. Seperangkat sidik jari dapat dirumus, diadministrasikan, disimpan dan dapat dicari kembali

(49)

Ada 3 jenis Sidik Jari:

a. Visible impression adalah sidik jari yang dapat langsung dilihat tanpa menggunakan alat bantu,

b. Laten Impression adalah sidik jari laten yang biasanya tidak dapat dilihat langsung harus menggunakan melalui beberapa cara pengembangan terlebih dahulu supaya nampak jelas,

c. Plastic impression adalah sidik jari yang berbekas pada benda yang lunak seperti: sabun, minyak gemuk, lilin, permen coklat.

Cacat Sidik Jari dibagi menjadi dua:

a. Cacat Sementara

Cacat pada bagian kulit luar (epidermal) dan garis yang cacat/ rusak akan sembuh kembali seperti semula

b. Cacat tetap

Cacat yang disebabkan karena ikut rusaknya garis yang sampai lapisan dermal. Cacat sementara/ tetap biasanya tidak akan mempengeruhi identifikasi terhadap jari (kecuali dirusakkan sama sekali). (Naskah Gadik Daktiloskopi Umum Pusinafis Polri, 2013, 6-8).

Bekas tapak jari, telapak tangan dan telapak kaki baik yang terlihat maupun tidak, yang tertinggal pada permukaan benda di TKP setelah benda tersebut dipegang atau diinjak. Garis Papilair adalah garis-garis halus yang muncul pada kulit dan membentuk sidik jari. Pada garis-garis papilair itu terdapat pori-pori yang senantiasa mengeluarkan keringat dan penyebab terbentuknya sidik jari latent adalah dimana pada tubuh manusia

(50)

mengeluarkan keringat. Adapun kandungan yang terdapat dalam kandungan keringat adalah air, asam amino, lemak dan garam

Usia sidik jari laten dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a. Keadaan psikologi dari orang yang meninggalkan bekas sidik jari pada permukaan benda. Orang yang amat gugup ketika sedang melakukan suatu kejahatan mungkin akan mengeluarkan keringat dengan lancer (semakin banyak keringatnya, maka usia sidik jari latent semakin lama)

b. Keadaan cuaca/iklim setempat dimana sidik jari latent yang ditinggalkan.

Karena keringat hampir seluruhnya terdiri dari air, tingkat penguapannya secara normal tergantung pada cuaca/iklim. Tidak hanya kelembaban tetapi juga aliran udara dan perubahan temperature (sidik jari laten pada barang bukti yang terletak didalam ruangan usianya lebih lama dibandingkan diluar ruangan)

c. Jenis permukaan benda dimana sidik jari laten tertinggal, ada permukaan benda yang menerima atau menangkap sidik jari laten lebih baik dari lainnya (pada permukaan benda yang menyerap usia sidik jari latent lebih lama dibandingkan yang tidak menyerap).

Jenis-jenis permukaan benda adalah:

a. Permukaan benda yang menyerap (poros), contoh: kertas, tissue, kaya, papan yang belum di cat

b. Permukaan benda tidak menyerap (non poros), contoh: besi, kaca, plastic, keramik

(51)

c. Permukaan benda semi menyerap (semi poros), contoh: kertas foto dan sampul buku (Naskah Gadik Daktiloskopi Kriminal Pusinafis Polri, 2013:

7-9).

4. Teknik Pengambilan Sidik Jari

Dalam olah TKP tugas dari Bidang Daktiloskopi / sidik jari adalah mencari, mengembangkan dan mengangkat sidik jari latent

a. Langkah-langkah dalam melakukan pencarian antara lain:

1) Dengan menggunakan sarung tangan atau cara lain pada saat memegang benda, sehingga tidak meninggalkan sidik jari petugas.

2) Setelah pemotretan TKP selesai, teliti tempat atau benda-benda yang diduga telah dipegang oleh tersangka/ pelaku misalnya:

a) Pada kasus pencurian dengan cara merusak atau membongkar pencarian SJL dilakukan pada:

(1) Tempat tersangka masuk (2) Objek/benda yang dirusak

(3) Benda-benda yang diduga dipindahkan/ disentuh/ dipegang oleh tersangka

(4) Alat yang digunakan untuk membongkar/ merusak (baik yang tertinggal di TKP atau ditemukan kemudian)

(5) Tempat tersangka keluar

(6) Harta/ benda yang ditemukan kemudian

(52)

b) Pada kasus pencurian mobil yang ditemukan kemudian pencarian sidik jari Latent (SJL) dilakukan pada:

(1) Pegangan pintu mobil

(2) Tempat duduk pengemudi termasuk jendela samping, kerangka pintu dan jendela

(3) Pegangan Verseneling

(4) Kaca spion (dalam dan luar) dengan perhatian utama pada bagian belakang kaca spion tersebut

(5) Kepala sabuk pengaman

(6) Benda-benda lain di dalam mobil yang mungkin telah dipegang tersangka (puntung rokok, sobekan kertas, tempat tissue, dll)

c) Memastikan letak sidik jari latent pada permukaan guna dikembangkan dan diangkat/ dipindahkan ke dalam lifter dengan cara:

(1) Sorotan center dari sudut tertentu maka sidik jari latent pada permukaan benda akan terlihat dengan jelas

(2) Dengan mendekatkan kepala pada permukaan benda dan melihatnya dari berbagai sudut.

(3) Meniup permukaan benda yang diduga terdapat sidik jari latent (SJL) sehingga member kelembaban yang memungkinkan sidik jari latent dapat terlihat

(4) Langsung menaburi permukaan dengan serbuk

(53)

d) Setelah pemberian serbuk sidik jari latent tersebut hendaknya dipotret terlebih dahulu sebelum diangkat dengan lifter

e) Benda-benda yang diduga mengandung sidik jari latent dapat diangkat dibawa ke kantor untuk proses lebih teliti.

f) Orang-orang yang diduga ada kaitan dengan TKP diambil sidik jarinya untuk mempersempit pencarian tersangka/ pelaku.

g) Bila tersangka/ pelaku telah diketahui tetapi tidak berada di TKP atau belum tertangkap, catat namanya serta keterangan lainnya guna pencarian di file sidik jari.

b. Pengembangan Sidik Jari Latent

Pengembangan Sidik Jari Latent dilakukan dengan:

1) Serbuk Biasa 2) Serbuk Magnet

Pengembangan sidik jari latent di dalam Laboratorium dilakukan dengan berbagai metode antara lain:

1) Pengembangan sidik jari latent dengan Yudium 2) Pengembangan sidik jari latent dengan Ninhydrin 3) Pengembangan sidik jari latent dengan Silver Nitrat 4) Pengembangan sidik jari latent dengan Gentian Violet

5) Pengembangan sidik jari latent dengan Molybdenum Desulfide (SPR/

small Particle Reagent)

6) Pengembangan sidik jari latent dengan Super Glue (Cyanocarylate/

C.A)

(54)

c. Pengangkatan sidik jari latent

Pemindahan/ pengakatan SJL dilakukan dengan:

1) Lifter transparan/ tembus pandang.

2) Rubber Lifter/ lifter karet.

d. Perbandingan sidik jari

Perbandingan sidik jari dilakukan untuk mengetahui apakah sidik jari latent yang ditemukan di TKP sama atau identik/ tidak identik dengan sidik jari yang diketahui. Dalam menentukan apakah 2 (dua) sidik jari sama/ identik atau tidak ada 4 (empat) faktor yang harus dinilai yaitu:

1) Bentuk pokok lukisan

2) Karakteristik garis-garis papiler sidik jari (galton detail)

3) Jumlah titik persamaan (galton detail yang sama jenis, bentuk, arah dan posisi)

4) Hubungan antara titik-titik persamaan e. Pengambilan Sidik Jari:

1) Mengambil sidik jari tersangka/ pelaku 2) Mengambil sidik jari korban jika meninggal

3) Mengambil sidik jari mayat tidak dikenal (korban pembunuhan, dan kecelakaan)

4) Sidik jari mayat dikenal yang kematiannya mencurigakan

5) Mengambil sidik jari saksi yang berada di TKP atau orang yang diduga ada hubungannya dengan suatu kejadian dengan tujuan untuk mempersempit pencarian pelaku kejahatan.

(55)

6) Melakukan verifikasi atau pencarian kembali kartu sidik jari AK-23 dalam filing cabinet atas dasar permintaan resmi dari pihak yang memerlukan/ penyidik, baik intern Polri maupun ekstern Polri.

Tujuannya adalah untuk memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat dalam rangka proses konfirmasi kebenaran identitas dan catatan criminal seseorang.

5. Penyidik dan Penyidikan

Menurut Pasal 1 butir 1, penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. Sedangkan pada 4 pasal itu mengatakan bahwa penyelidikan adalah pejabat polisi tied Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

Jadi, perbedaannya ialah penyidik itu terdiri dari Polisi Negara dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang, sedangkan penyelidik itu hanya terdiri dari Polisi Negara saja.

Dalam Pasal 6 KUHAP ditentukan dua macam badan yang dibebani wewenang penyidikan, yaitu sebagai berikut.

a. Polisi Negara Republik Indonesia.

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus undang-undang.

(56)

Dalam ayat (2) ditentukan bahwa syarat kepangkatan pejabat polisi Republik Indonesia yang berwenang menyidikan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Kemudian dalam penjelasan itu dikatakan bahwa kepangkatan yang ditentukan dengan peraturan pemerintah itu, diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum dan hakim pengadilan umum.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, selanjutnya penulis singkatkan menjadi PP 1983.Pada Pasal 2 telah ditetapkan kepangkatan pejabat polisi menjadi penyidik, yaitu sekurang-kurangnya pembantu Letnan dua Polisi, sedangkan bagi pegawai sipil yang dibebani wewenang penyidikan ialah yang berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat 1 (golongan IIb) atau yang disamakan dengan itu.

Suatu kekecualian, jika di suatu tempat tidak ada pejabat penyidik berpangkatPembantu Letnan ke atas, maka Komandan Sektor Kepolisian berpangkat Letnan ke atas, maka Komandan Sektor Kepolisian berpangkatbintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik.Penyidik pejabat polisi Negara tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat polisi lain. Penyidik pegawai sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul Departemen yang membawahi pegawai tersebut.Wewenang pengangkatan tersebut dapat dilimpahkan oleh Menteri Kehakiman.Sebelum pengangkatan terlebih dahulu Menteri Kehakiman

(57)

meminta pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Selanjutnya, Pasal 3 PP 1983 menentukan bahwa penyidik pembantu adalah Pejabat Polisi Republik Indonesia yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan kepolisian Negara.Kedua macam penyidik pembantu ini diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing- masing. Wewenang pengangkatan ini dapat juga dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lain.Yang pertama-tama akan diuraikan di sini ialah pejabat penyidik polisi negara tersebut, karena inilah yang terpenting dan merupakan penyidik umum. Polisi negara memonopoli penyidikan pidana umum tercantum dalam KUHP.

Yang tersebut pada huruf b (penyidik pegawai negeri sipil) hanya penyidik delik-delik yang tersebut dalam perundang-undangan pidana khusus atau perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana(non-penal code offences).Pekerjaan polisi sebagai penyidik dapat dikatakan berlaku di seantero dunia.Kekuasaan dan wewenang (power and authority) polisi sebagai penyidik luar biasa penting dan sangat sulit. Terlebih di Indonesia mana polisi memonopoli penyidikan hukum pidana umum (KUHP) berbeda dengan negara-negara lain.Lagi pula masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang mempunyai adat istiadat yang berbeda.Wewenang polisi untuk menyidik yang meliputi kebijaksanaan polisi (politic beleid; police discretion)

(58)

sangat sulit. Membuat pertimbangan tindakan apa yang akan diambil dalam saat yang sangat singkat perlupenanggapan pertama suatu delik.

Semua pilihan dalam hal ini mengandung risiko. Kalau ditembak bagaimana kalau orang itu tidak bersalah dan lari untuk meminta pertolongan atau mengejar pelaku yang sesungguhnya.Begitu pula tentang pengetahuan hukum (pidana). Penyidikan tentu hukum pidana kepada pembuktian, sehingga tersangka dapat dituntut kemudian dipidana. Penyidikan sudah dilakukan tetapi berakhir dengan pembebasan, tentu akan merugikan nama baik polisi dalam masyarakat. Sebelumnya penyidikan dimulai, harus sudah dapat diperkirakan delik apa yang telah terjadi dan di mana tercantum delik itu dalam perundang-und angan pidana. Hal ini penting sekali, karena penyidikan diarahkan kepada keadaan yang terjadi, yang cocok dengan perumusan delik tersebut.

Walaupun demikian, penuntut umum dapat pula mengubah pasal Perundang-undangan pidana yang dicantumkan oleh penyidik. Di sinilah letak hubungan yang tidak terpisahkan antara polisi dan penuntut umum. Seperti dikatakan oleh Skolnick berikut ini.

……..the police goal is often to prosecute, convict, and sentence almost all arrested offenders, and police claim that each failure to prosecute and convict undermines their authority in the community.... Prosecutors are also unable to prosecute when police have violate a suspects.

(seringkali tujuan polisi ialah supaya hampir semua tersangka yang ditahan, dituntut, diadili, dan dipidana, dan menurut pandangan polisi setiap kegagalan penuntutan danpemindahan merusak kewibawaannya dalam

(59)

masyarakat. Penuntut umum pun tidak mampu menuntut manakala polisi memperkosa hak-hak tersangka dalam proses, karena perkosaan demikian mengakibatkan bebasnya perkara itu di pengadilan.

Sehubungan dengan wewenang penyidikan polisi (yang biasa disebut Kepolisian kehakiman) mempunyai arti yang luas. Kepolisian kehakiman itu termasuk penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan keputusan hakim, jadi termasuk tugas penuntut umum pula.Menurut Mr. Fromberg diakui suatu dalil bahwa polisi preventif dan polisi represif tidak terpisahkan. Kedua-duanya bermaksud mempertahankan hukum, yang pertama dengan jalan mencegah ketidakadilan, yang kedua dengan jalan menuntut ketidakadilan yang telah dilakukan lalu menyuruh menghukumnya.Kebanyakan perbuatan yang untuk melindungi negara, ketertiban umum, diri dan harta, harus dicegah, merupakan juga sekali telah dilakukan delik yang harus dituntut.Yang menjaga jangan sampai ketertiban umum terganggu, yang bertindak untuk mencegah delik-delik, serta mengusutnya ialah satu korps pegawai saja.

Jadi, dapat dikatakan wewenang kepolisian dalam hal menyidikdan menyelidik yang diberikan oleh KUHAP itu, merupakan lanjutan kewenangannya sebagai polisi preventif. Dahulu Procureur General (Jaksa Agung) yang mengepalai kewenangan kepolisian preventif maupun represif itu menurut Pasal 180 dan 181 RO. Sesudah berlakunya Undang-Undang Pokok Kepolisian dan Undang-Undang Pokok Kejaksaan, maka Jaksa Agung disebut hanya mengkoordinasikan alat-alat penyidik. Dengan berlakunya KUHAP maka wewenang koordinasi ini pun telah hilang, kecuali pada delik-

(60)

delik yang tersebut dalam perundang-undangan pidana khusus seperti UUTPE,UUPTPK, UUPKS yang dimungkinkan juga oleh KUHAP dengan pasal peralihannya, yaitu Pasal 284.

Sekarang, perlu dipaparkan di sini secara singkat sejarah organisasi kepolisian yang menjadi alat penyidik itu.Untuk ini perlu kita tinjau sekilas lintas kepolisian sewaktu zaman penjajahan.Di negeri Belanda, pimpinan dan pengelolaan Koprs Polisi Kerajaan dipegang oleh Menteri Kehakiman. Di sana Procureur Generaal (Jaksa Agung) menjadi direktur polisi di bawah Menteri Kehakiman. Sedangkan di Hindia Belanda Gubernur Jenderallah sebagai kepala pemerintahan. Jadi, Procureur Generaal di Hindia Belanda sebagai wakil dari pemerintah mempertahankan undang-undang berada di bawah Gubernur Jenderal. Dengan perkataan polisi pada masa itu diartikan pegawai menjalankan tugas kewajiban polisi preventif dan represif.

Menurut Bonn-Sosrodanukusumo, dengan berlakunya Undang-undang No 1 tahun 1951 yang menunjuk HIR sebagai pedoman untuk acara pidana sipil, maka di situ telah diatur wewenang kepolisian refresif atau kehakiman itu. Sampai di mana batas-batas kewenangan polisi sebagai administrasi yang menjalankan tugas polisi sebagai administrasiyang menjalankan tugas polisi administrasi atau preventif menurut beliau, tidak diatur di dalam undang- undang mana pun.

Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Kepolisian pun menurut pendapat penulis, hal itu belum diatur secara terperinci. Menurut penetapan Pemerintah tanggal 25 Juni 1946 Nomor 11 SD yang mulai berlaku tanggal 1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam ketentuan sebagaimana diatur dalm Pasal 1 angka (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatas, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah

PEMANFAATAN IDENTIFIKASI SIDIK JARI OLEH KEPOLISIAN DALAM MENGUNGKAP TINDAK

BAB II : Menguraikan bagian pembahasan dari penulisan hukum ini yang berjudul Pemanfaatan Identifikasi Sidik Jari oleh Kepolisian dalam Mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan

Kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan tidak selalu memanfaatkan identifikasi sidik jari, karena tidak selalu ada bekas sidik jari pada setiap barang bukti

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, yang dimaksud Kepolisian adalah segala sesuatu yang menyangkut lembaga polisi,

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia), Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi

Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 2 Tahun 2002TentangKepolisian Negara Republik Indonesia telah menjelaskan bahwa salah satu tugas pokok polisi adalah

Dalam pasal 14 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 yang menyatakan bahwa salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan