• Tidak ada hasil yang ditemukan

k. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan.

Yang tersebut pada butir 1 telah diuraikan di Bab 5. Begitu pula tentang penahanan dan penggeledahan akan diuraikan di bab tersendiri. Jadi akan diuraikan pertama tentang diketahui terjadinya delik.

pidana pokok baru, yaitu hukuman tutupan. Hukuman tutupan merupakan pengganti (alternatif) terhadap pidana penjara dalam hal tertentu yang disebutkan dalam UU No. 20/1946.

b. Pidana Mati

Perbuatan-perbuatan yang diancam pidana mati dalam KUHPid yaitu:

1) Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemeredekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah (Pasal 104). Dalam Pasal 104 ditentukan bahwa makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

2) Mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara, memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan atau membantu mempersiapkan mereka untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara, dan sebagai akibatnya perbuatan permusuhan dilakukan atau terjadi perang (Pasal 111 ayat 2). Dalam Pasal 111 ayat (1) ditentukan bahwa barang siapa mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara, memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan

atau membantu mempersiapkan mereka untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap Negara, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun; selanjutnya dalam Pasal 111 ayat (2) ditentukan bahwa jika perbuatan permusuhan dilakukan atau terjadi perang, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun

3) Dalam masa perang dengan sengaja: 1) memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh, menghancurkan atau merusakkan sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan, gudang persedian perang, atau kas perang ataupun Angkatan Laut, Angkatan Darat atau bagian dari padanya, merintangi, menghalang- halangi atau menggagalkan suatu untuk menggenangi air atau karya tentara lainnya yang direncanakan atau diselenggarakan untuk menangkis atau menyerang; 2) menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara, pemberontakan atau desersi di kalangan Angkatan Perang (Pasal 124 ayat3).Dalam Pasal 124 ayat (1) KUHPid ditentukan bahwa barang siapa dalam masa perang dengan sengaja memberi bantuan kepada musuh atau merugikan negara terhadap musuh, diancam dengan pidana penjara lima belas tahun. selanjutnya dalam Pasal 124 ayat (3) ditentukan bahwa pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun dijatuhkan jika si pembuat:

a) memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh.

menghancurkan atau merusakkan sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan, gudang persediaan perang, atau kas perang ataupun Angkatan Laut, Angkatan Darat atau bagian dari padanya, merintangi, menghalang-halangi atau menggagalkan suatu untuk menggenangi air atau karya tentara lainnya yang direncanakan atau diselenggarakan untuk menangkis atau menyerang;

b) menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara, pemberontakan atau desersi di kalangan Angkatan perang.

4) Makar terhadap nyawa raja yang memerintah atau kepala negara sahabat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu serta mengakibatkan kematian (Pasal 140 ayat 3. Pasal 140 ayat (1) KUHPidana ditentukan bahwa makar terhadap nyawa atau kemerdekaan raja yang memerintah atau kepala negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun;

selanjutnya dalam Pasal 140 ayat (3) ditentukan bahwa jika makar terhadap nyawa dilakukan dengan rencana terlebih dahulu mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

5) Dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain (Pasal 340). Dalam Pasal 340 KUHPidana ditentukan bahwa

barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

6) Pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya 11 atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. serta perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan, jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu (Pasal 365 ayat 5).

Rumusan keseluruhan Pasal 365 sebagai berikut:

a) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri

atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

b) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

(1) Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

(2) jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;

(3) jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;

(4) jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

c) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

d) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.

7) Nahkoda, komandan, atau pemimpin kapal dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan kekerasan yang diterangkan dalam Pasal 438-441 mengakibatkan seseorang di kapal yang diserang atau seseorang yang diserang itu mati (Pasal 444).

Dalam Pasal 444 KUHPidana ditentukan bahwa jika perbuatan kekerasan yang diterangkan dalam Pasal 438-441 mengakibatkan seseorang di kapal yang diserang atau seseorang yang diserang itu mati maka nahkoda, komandan, atau pemimpin kapal dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan kekerasan, diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Pasal 438-441 adalah kejahatan pelayaran yang berupa pembajakan di laut, di tepi laut, di pantai, dan cli sungai.

8) Di dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara dalam penerbangan, atau dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam penerbangan, di mana perbuatan itu: 1) dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama; 2) sebagai kelanjutan permufakatan jahat; 3) dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu; 4) mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara tersebut sehingga dapat membahayakan penerbangannya; 5) mengakibatkan luka berat seseorang; 6) dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas kemerdekaan seseorang, jika perbuatan itumengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu (Pasal 479 K ayat 2).

9) Dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut, atau, dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara tersebut yang menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan penerbangan, atau, dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara dalam dinas, dengan cara apa pun, alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang dapat membahayakan keamanan dalam penerbangan, apabila perbuatan dimaksud: 1) dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama; 2) sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat;

3) dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu; 4) mengakibatkan luka berat bagi seseorang; dan jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu (Pasal 479 ayat 2).

Menurut Pasal 11 KUHPid, pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada Teher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri. Pelaksanaan pidana mati kemudian diubah oleh UU No.2/

Pnps/1964, yaitu pidana mati yang dijatuhkan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer dilakukan dengan ditembak sampai mati. Tata

cara untuk pelaksanaan pidana mati dalam lingkungan peradilan umum menurut UU No.2/ Pnps/1964, yaitu:

a. Jika tidak ditentukan lain oleh Menteri Kehakiman, pidana mati dilaksanakan dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama (Pasal 2 ayat 1).

b. Kepala Polisi Daerah tempat kedudukan pengadilan tersebut dalam Pasal 2, setelah mendengar nasihat Jaksa Tin Jaksa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana (Pasal 3 ayat 1).

c. Kepala Polisi Daerah membentuk suatu Regu Penembak dari Brigade Mobile yang terdiri dari seorang Bim 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira (Pasal 10 ayat 1).

d. Terpidana dibawa ke tempat pelaksanaan pidana dengan pengawalan polisi yang cukup (Pasal 11 ayat 1), dapat disertai oleh seorang perawat rohani (Pasal 11 ayat 2), berpakaian sederhana dan tertib (Pasal 11 ayat 3).

e. Setiba di tempat pelaksanaan pidana mati, Koman pengawal menutup mata terpidana dengan sehelai kain, kecuali terpidana tidak menghendakinya (Pasal 11 ayat 4).

f. Terpidana dapat menjalani pidana secara berdiri, duduk atau berlutut (Pasal 12 ayat 1), jika dipandang perlu, Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab dapat memerintahkan supaya terpidana diikat tangan

serta kakinya ataupun diikat kepada sandaran yang khusus dibuat untuk itu (Pasal 12 ayat 2).

g. Setelah terpidana siap ditembak, Regu Penembak dengan senjata sudah terisi menuju ke tempat yang ditentukan (Pasal 13 ayat 1); jarak antara titik di mana terpidana berada dan tempat Regu Penembak tidak boleh melebihi 10 meter dan tidak boleh kurang dari 5 meter (Pasal 13 ayat 2) h. Apabila semua persiapan telah selesai, Jaksa Tinggi/ Jaksa yang

bertanggung jawab untuk pelaksanaannya, memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati (Pasal 14 ayat 1).

i. Dengan menggunakan pedang sebagai isyarat, Komandan Regu Penembak memberi perintah supaya bersiap, kemudian dengan menggerakkan pedangnya ke atas ia memerintahkan regunya untuk membidik pada jantung terpidana dan dengan menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk menembak (Pasal 14 ayat 3).

j. Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia belum mati, maka Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakanpengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya (Pasal 14 ayat 4).

k. Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat diminta bantuan seorang dokter (Pasal 14 ayat 5).

l. Penguburan diserahkan kepada keluarganya atau sahabat terpidana, kecuali jika berdasarkan kepentingan umum Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab memutuskan lain (Pasal 15 ayat 1).

Kata pembunuhan berasal dari kata dasar “bunuh” yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an yang mengandung makna mematikan, menghapuskan (mencoret) tulisan, memadamkan api dan atau membinasakan tumbuh-tumbuhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta, 2006:194), mengemukakan bahwa “membunuh artinya membuat supaya mati, menghilangkan nyawa, sedangkan pembunuhan berarti perkara membunuh, perbuatan atau hal membunuh”.

Dalam peristiwa pembunuhan minimal ada 2 (dua) orang yang terlibat, orang yang dengan sengaja mematikan atau menghilangkan nyawa disebut pembunuh (pelaku), sedangkan orang yang dimatikan atau orang yang dihilangkan nyawanya disebut sebagai pihak terbunuh (korban).

Pembunuhan termasuk ke dalam kejahatan terhadap nyawa orang lain.

Pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain, untuk menghilangkan nyawa orang lain itu, seseorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut (Lamintang, 2012:112).

Tindak pidana pembunuhan itu merupakan suatu tindak pidana materiil atau materieel delict, yaitu suatu tindak pidana yang baru dapat dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat

yang terlarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang. Dengan demikian,orang belum dapat berbicara tentang terjadinya suatu tindak pidana pembunuhan, jika akibat berupa meninggalnya orang lain itu sendiri belum timbul.

Oleh karena itu,terjadinya pembunuhan adalah hilangnya nyawa orang lain, sehingga belum bisa dikatakan suatu pembunuhan jika akibat meninggalnya orang lain tersebut belum terwujud. Bila tujuan menghilangkan nyawa orang lain tidak terwujud maka baru bisa disebut percobaan pembunuhan.

Pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima lima belas tahun”.Setelah melihat rumusan pasal di atas kita dapat melihat unsur-unsur pembunuhan yang terdapat di dalamnya, sebagai berikut (Faisal Hussein, 2013:29):

a) Unsur subyektif dengan sengaja

Dengan sengaja artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 KUHP adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu (Franky

Maitulung,2013:129). Secara umum Zainal Abidin Farid menjelaskan bahwa secara umumsarjana hukum telah menerima tiga bentuk sengaja, yakni (zainal abiding 2007:262):

1) sengaja sebagai niat,

2) sengaja insaf akan kepastian, dan 3) sengaja insaf akan kemungkinan

Sedangkan Prodjodikoro berpendapat sengaja insaf akan kepastian, sebagai berikut (prodjodikoro 2003:63):

“Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya itu bertujuan untuk mencapai akibat yang akan menjadi dasar dari tindak pidana, kecuali ia tahu benar, bahwa akibat itu mengikuti perbuatan itu”.

Selanjutnya Lamintang mengemukakan sengaja insaf akan kemungkinan, sebagai berikut (Lamintang 2012:18):

“Pelaku yang bersangkutan pada waktu melakukan perbuatan itu untuk menimbulkan suatu akibat, yang dilarang oleh undang-undang telah menyadari kemungkinan akan timbul suatu akibat, yang dilarang oleh undang-undang telah menyadari kemungkinan akan timbul suatu akibat lain dari pada akibat yang memang ia kehendaki”.

b) Unsur Obyektif perbuatan menghilangkan nyawa

Unsur pembunuhan yaitu menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan artinya pelaku harus menghendaki dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan menghilangkan nyawa orang lain (Franky Maitulung, 2013:129).

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

(1) Adanya wujud perbuatan,

(2) Adanya suatu kematian oranglain,

(3) Adanya hubungan sebab akibat (casual verband) antara perbuatan dan akibat kematian orang lain (Adami Chazawi,2010:57).

Menurut Wahyu Adnan mengemukakan bahwauntuk mengetahui unsur hilangnya nyawa orang lain harus ada perbuatan tersebut, yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Akibat dari perbuatan tersebut tidak perlu terjadi secepat mungkin akan tetapi dapat timbul kemudian (Wahyu Adnan 2007:45).